Tinjauan Yurudis Pertanggungjawaban Hasil Pemeriksaan dari Segi Hukum Sebagai Bagian dari Studi Kelayakan Dihubungkan dengan Penerbitan Ijin Usaha Pertambangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

(1)

Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK

TINJAUAN YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN HASIL PEMERIKSAAN DARI SEGI HUKUM TERHADAP STUDI KELAYAKAN DIHUBUNGKAN DENGAN PENERBITAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

Pernanda Dirgahayu T. 1287042

Indonesia merupakan Negara dengan kekayaan alam yang sangat berlimpah. Diantaranya adalah bahan galian tambang. Pemerintah berusaha mengakomodir pengusahaan tambang di Indonesia demi kemakmuran rakyat. Bentuk peran pemerintah adalah dengan mengeluarkan sekumpulan perizinan sebagai bekal dalam menjalankan usaha pertambangan, termasuk diantaranya adalah studi kelayakan yang juga berperan penting untuk pemerintah menilai layak atau tidaknya. Namun, masalah yang terjadi adalah adanya studi kelayakan yang belum layak untuk disetujui, sehingga kegiatan pertambangan menimbulkan kerugian kepada masyarakat. Dari masalah tersebut, diperlukan pemeriksaan hukum (due diligence) oleh pemerintah untuk meminimalisir adanya kesalahan yang membawa kerugian.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan meneliti peraturan perundang-undangan dan peraturan lainnya yang terkait dengan studi kelayakan dalam usaha pertambangan beserta perizinannya, ditambah dengan referensi buku mengenai pemeriksaan hukum (due diligence).

Metode pemeriksaan hukum (due diligence) dalam usaha pertambangan berbentuk sebagai studi kelayakan. Dalam membuat studi kelayakan seharusnya tidak dikerjakan dengan asal-asalan karena studi kelayakan akan berpengaruh terhadap kegiatan pertambangan, jika terjadi kesalahan maka akan menimbulkan kerugian, sehingga perlu untuk dipertanggungjawabkan demi kepentingan luas masyarakat Indonesia. Perizinan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah akan dicabut sementara atau bahkan permanen karena dampak merugikan yang ditimbulkan oleh kegiatan pertambangan, banyaknya kerugian yang dirasakan adalah kerugian terhadap lingkungan yang berupa pencemaran.


(2)

Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT

LEGAL ANALYSIS OF ACCOUNTABILITY DUE DILIGENCE TO FEASIBILITY STUDY RELATED TO MINING ISSUING PERMITS BASED BY LAW OF THE

REPUBLIC OF INDONESIA NUMBER 4 OF 2009 CONCERNING MINERAL AND COAL MINING

Pernanda Dirgahayu T. 1287042

Indonesia is a country with a very rich natural resources. Among them are mineral mines. The government has been trying to accommodate the exploitation of mines in Indonesia for the sake of the prosperity of the people. The role of government is to issue a set of licensing as a provision in mining operations, including the feasibility study that also important to assess whether or not the government give that permit. However, a problem that occurs in the feasibility study is that feasibility study isn’t yet eligible to be approved, so mining activities causing harm to the public. Of these problems, it needs legal verification (due diligence) by the government to minimize the errors that bring harm.

The method used in this research is to verified the legislation and other regulations related to the feasibility study into the mining business as well as licensing, and also with references books on law verification (due diligence).

The methods of the verification (due diligence) in the mining business as a form of feasibility studies. In feasibility study should not be done carelessly because the feasibility study will affect mining activities, if an error occurs it will cause losses, so it needs to be accounted for in the interest of the public area of Indonesia. Licensing that have been issued by the government will be revoked temporarily or even permanently due to the adverse impact caused by mining activities, many perceived loss is a loss to the environment in the form of pollution.


(3)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN ... i

PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

PERSETUJUAN PANITIA SIDANG UJIAN ... iii

PERSETUJUAN REVISI ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Kegunaan Penelitian ... 9

E. Kerangka Pemikiran ... 10

F. Metode Penelitian ... 15

G. Sistematika Penulisan ... 19

BAB II TINJAUAN MENGENAI PEMERIKSAAN DARI SEGI HUKUM DAN PERTANGGUNGJAWABANNYA DALAM KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN ... 21

A. Definisi Pemeriksaan dari Segi Hukum dalam Usaha Pertambangan ... 21


(4)

Universitas Kristen Maranatha

C. Pentingnya Usaha di Sektor Pertambangan ... 27

D. Ruang Lingkup Hukum Pertambangan ... 30

E. Proses Pemeriksaan dari Segi Hukum dalam Usaha Pertambangan ... 33

F. Pertanggungjawaban Terhadap Pemeriksaan Segi Hukum ... 37

BAB III PENERBITAN IZIN DALAM PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN STUDI KELAYAKAN ... 46

A. Definisi Izin Usaha Pertambangan ... 46

B. Ruang Lingkup Perizinan ... 51

C. Tahap-Tahap Penerbitan Izin Usaha Pertambangan ... 57

D. Syarat Penerbitan Izin Usaha Pertambangan ... 64

BAB IV PEMBAHASAN ... 71

A. Analisa Terhadap Pertanggungjawaban Hasil Pemeriksaan dari Segi Hukum Terhadap Studi Kelayakan ... 71

1. Tanggung Jawab Hukum Pihak Ketiga atas Pemeriksaan Segi Hukum dalam Studi Kelayakan ... 71

2. Analisa Aspek Hukum Sebagai Bagian dari Studi Kelayakan... 87

B. Analisa Penerbitan Izin Usaha Pertambangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 ... 99

1. Studi Kelayakan Sebagai Syarat Penerbitan Izin Usaha Pertambangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009... 99

2. Tahapan Pembuatan Studi Kelayakan Sebagai Syarat Penerbitan Izin Usaha Pertambangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 ... 100


(5)

Universitas Kristen Maranatha C. Analisa Terhadap Pemeriksaan dari Segi Hukum Terhadap Studi

Kelayakan yang Mempengaruhi Penerbitan Izin Usaha Pertambangan ... 111

1. Akibat Hukum Apabila Terdapat Kesalahan pada Tahapan Pelaksanaan Studi Kelayakan ... 111

2. Kewenangan Pemerintah/Pihak ketiga Mengintervensi Hasil Pemeriksaan Segi Hukum Sebagai Bagian dari Studi Kelayakan ... 112

BAB V PENUTUP ... 114

A. Simpulan ... 114

B. Saran ... 117

Daftar Pustaka ... 120


(6)

Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan dalam kehidupan manusia demikian majunya jika dibandingkan dengan masa lampau tentu akan semakin meningkat demi penyesuaian dengan alam lingkungan menuju taraf hidup yang lebih baik. Salah satunya di bidang energi, di dalam sistem energi global pada saat ini menghadapi berbagai masalah yaitu, harus terus menerus memasok energi yang aman dan terjangkau untuk menghadapi kebutuhan manusia yang terus tumbuh. Hukum sangat penting dalam dunia bisnis sebagai alat pengatur kegiatan bisnis tersebut. Kemajuan suatu bisnis tidak akan berarti kalau kemajuan tidak berdampak pada kesejahteraan dan keadilan yang dinikmati secara merata oleh rakyat. Undang-undang Dasar 1945 pada Pasal 33 ayat 3 menyebutkan bahwa, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat. Perusahaan swasta maupun perusahaan Negara pun dapat beroperasi di Indonesia, dengan tujuan utama untuk mengeksplorasi kekayaan alam Indonesia yang dipergunakan untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia. Pertambangan dan energi mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi nasional dan pertahanan negara. Ciri dari kegiatan pertambangan adalah


(7)

padat modal, padat teknologi dan memiliki risiko yang besar. Salah satu acuan utama dalam praktek penambangan yang baik dan benar termasuk di dalamnya adalah sebuah implementasi hukum yang baik serta lengkap, dan salah satu hal yang paling penting perlu diperhatikan adalah mengenai aspek dari resiko bisnis yang harus seminimal mungkin dihindari oleh para pelaku usaha.

Kegiatan bisnis di Indonesia sangatlah beragam dan selalu berkembang tiap saaatnya. Salah satu bentuk bisnis yang ada di Indonesia dan sangatlah vital adalah lapangan usaha yang berbentuk badan hukum seperti Perseroan Terbatas yang bergerak di bidang sumber daya alam yaitu pertambangan. Bisnis merupakan salah satu pilar penopang dalam upaya mendukung perkembangan ekonomi serta pembangunan di Indonesia. Sebuah perusahaan dalam melakukan bisnis tidak mungkin terlepas dari hukum karena hukum sangat berperan mengatur bisnis agar bisnis bisa berjalan dengan lancar, tertib, aman sehingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan akibat adanya kegiatan bisnis tersebut. Salah satu contoh hukum yang mengatur bidang bbisnis adalah hukum perusahaan yang mengatur mengenai pendirian serta persyaratan dan kriteria badan hukum/badan usaha tidak berbadan hukum untuk menjalankan aktivitas bisnisnya.

Hal penting yang sangat perlu diperhatikan serta menjadi bentuk awal keabsahan dari sebuah perusahaan itu sendiri adalah mengenai aspek perizinan. Potensi sumber daya dan cadangan mineral tersebar di seluruh 437 lokasi di Indonesia bagian barat dan timur, seperti tembaga dan emas di


(8)

Papua, nikel di Sulawesi, bauksit dan batubara di Kalimantan, serta mineral

lainnya yang masih tersebar di berbagai tempat di Indonesia1, sehingga

sebagai Negara yang kaya akan bahan galian (tambang) tersebut maka diperlukan perangkat hukum seperti peraturan perundang-undangan yang melindungi seluruh kepentingan masyarakat Indonesia. Mengingat arti pentingnya pengelolaan sumber daya alam dalam rangka pembangunan nasional, maka peraturan perundang-undangan terkait pengelolaan sumber daya alam perlu mendapatkan perhatian khusus sejak masih dalam tahap pembentukan perizinannya. Sebuah perusahaan pertambangan memerlukan berbagai perizinan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan maupun peraturan pelaksananya. Keterkaitan yang terjadi, dalam hal ini merupakan realisasi dari hubungan yang akan lahir, seperti contohnya sinkronisasi antara pembentukan izin yang terkait dengan lingkungan serta rencana pemerintah kota, tata ruang, yang tentunya berdampak besar terhadap hajat hidup orang banyak.

Salah satu contoh kasus yang terjadi di Jambi yaitu maraknya

penambangan emas tanpa izin Pemerintah Provinsi Jambi.2 Pertambangan

emas tanpa izin di sepanjang aliran sungai Tanjung Menanti-Jambi yang mencemari air sungai akibat Limbah yang dihasilkan dari penambangan emas tanpa izin tersebut, penambangan emas tanpa izin yang resmi dari

1

Gatot Supramono, Hukum Pertambangan Mineral dan Batu Bara di Indonesia, PT Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 1

2

Yunianto, B.; Saefudin, R. dan Suherman, I.; 2004; Kebijakan Sektor energi dan Sumber Daya Mineral dan Implikasi Terhadap Pertambangan Emas, dalam Buku : Penambangan dan Pengolahan Emas di Indonesia, Puslitbang teknologi Mineral dan Batubara, hlm.19 – 36.


(9)

Pemerintah, dilarang dan merupakan suatu aktivitas yang illegal. Diwajibkannya setiap usaha untuk mengantongi izin usaha ialah merupakan upaya pemerintah dalam pengelolaan dan pemantauan terhadap lingkungan, seperti yang tercantum dalam Pasal 15 ayat (1) UU No. 11 Tahun 1967

tentang Pokok-Pokok Pertambangan, bahwa “Usaha pertambangan yang

ada hanya dapat dilakukan oleh perusahaan atau perseorangan yang tersebut dalam Pasal 6,7,8 dan 9, apabila kepadanya telah diberi kuasa pertambangan“. Isi Pasal tersebut menunjukkan bahwa yang dapat dan dibolehkan untuk menjalankan usaha pertambangan ialah mereka yang telah mengantongi izin dan syarat-syarat lain yang menyertai dikeluarkannya izin tersebut.3

Banyaknya perusahaan pertambangan yang belum mengantongi izin dari instansi terkait merupakan bukti bahwa masih lemahnya pengawasan pemerintah Jambi terhadap jalannya aktivitas pertambangan di Provinsi

Jambi4. Pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah bagaimana proyek

pertambangan tersebut dapat berjalan tanpa adanya proses pemeriksaan dari segi hukum, sehingga jika terjadi suatu kesalahan dalam praktiknya, pertanggungjawabannya pun menjadi bisa untuk dicari kepastiannya. Proyek pertambangan yang tentunya memiliki kompleksitas terhadap perizinannya merupakan suatu langkah preventif untuk melindungi masyarakat Indonesia dari dampak yang dihasilkan dari proyek

3

Anneka Saldian, “Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI)”, 2012 (http://annekasaldianmardhiah.blogspot.com/2012/06/pertambangan-emas-tanpa-izin-peti.html), 24 Maret 2015

4


(10)

pertambangan yang sedang berjalan. Contoh kasus di atas telah membuktikan bahwa, sangat diperlukannya perizinan untuk melakukan kegiatan pertambangan.

Salah satu bagian terpenting dalam pemberian izin adalah tahap studi kelayakan, keharusannya dalam tahap studi kelayakan sebelum melakukan proses penambangan, disebutkan dalam Pasal 1 angka 16 UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang menyebutkan definisi dari studi kelayakan yaitu:

“Studi Kelayakan adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan ekonomis dan teknis usaha pertambangan, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan pasca tambang”.

Tahap studi kelayakan ini merupakan tahapan untuk melakukan sinkronisasi data milik pemerintah dan pemerintah daerah terhadap aspek

lingkungan maupun tata kota yang akan dikeluarkan dalam bentuk izin.5

Sehingga, jika terjadi kesalahan dalam hal sinkronisasi maka diperlukan sebuah kepastian hukum terhadap pertanggungjawaban yang dapat dimintakan. Banyaknya tahap untuk mengeluarkan izin inilah yang akan menjadi bagian dari pembahasan penulis, karena adanya keterkaitan

5

http://www.majalahtambang.com/detail_berita.php?category=18&newsnr=3140, Baru 33% Perusahaan Tambang Yang Mematuhi UU Minerba, diakses Selasa, 21 April 2015.


(11)

terhadap lempar tanggung jawab antar instansi menjadi sebuah titik rawan terhadap adanya ketidakpastian hukum yang akan berdampak kepada masyarakat luas.

Usaha pertambangan di Indonesia menurut Pasal 34 ayat (1) di dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dikelompokkan atas pertambangan mineral dan pertambangan batubara. Kegiatan pengusahaan pertambangan di Indonesia harus memiliki izin yang dikenal dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP), dalam pelaksanannya, IUP dibagi menjadi IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi. Proses pemeriksaan dari segi hukum ini termasuk dalam proses studi kelayakan yang wajib dilakukan dalam tahap eksplorasi yang termuat dalam IUP Eksplorasi.

Sejauh ini belum ada penelitian yang membahas atau meneliti mengenai pengaturan pertanggungjawaban dari studi kelayakan dalam penerbitan izin usaha pertambangan. Adapun penelitian yang mendekati

topik penelitian penulis, seperti “Penerbitan Izin Usaha Pertambangan

Batubara Melalui Lelang: Usaha Menekan Jual Beli Izin Usaha Pertambangan Batubara” yang dibuat oleh Foni Vebrilioni, S.H. dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan “Perizinan Pertambangan di Era reformasi Pemerintahan Daerah, Studi tentang Perizinan Pertambangan Timah di Pulau Bangka” yang dibuat oleh Tri Hayati, S.H. dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyatakan bahwa penelitian-penelitian yang disebutkan tersebut memiliki sudut pandang dan objek


(12)

penelitian yang berbeda dengan yang dilakukan penulis untuk penelitian ini,

karena penulis menitik beratkan sudut pandang pada bagian

pertanggungjawaban hukum yang dilihat dari studi kelayakan yang menjadi dasar penerbitan izin usaha pertambangan.

Dengan adanya lempar tanggung jawab yang terjadi antar berbagai instansi yang tergabung untuk membuat sebuah dokumen studi kelayakan yang hasil akhirnya berupa izin usaha pertambangan yang menjadi izin utama dalam melakukan proyek pertambangan, membuat penulis tertarik untuk menganalisis kedudukan dari bentuk suatu pemeriksaan segi hukum yang diperuntukkan menghindari lempar tanggung jawab tersebut. Berdasarkan hal tersebutlah, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam karya tulis berbentuk skripsi dengan judul,

TINJAUAN YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN HASIL

PEMERIKSAAN DARI SEGI HUKUM SEBAGAI BAGIAN DARI STUDI KELAYAKAN DIHUBUNGKAN DENGAN PENERBITAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERTAMBANGAN

MINERAL DAN BATUBARA”.

B. Identifikasi Masalah

Terdapat (3) tiga identifikasi masalah yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini. Adapun identifikasi masalah tersebut adalah :


(13)

1. Apakah yang dimaksud dengan pertanggungjawaban hasil pemeriksaan dari segi hukum dalam studi kelayakan?

2. Apakah yang dimaksud dengan penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP)

berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara?

3. Bagaimanakah pertanggungjawaban hasil pemeriksaan dari segi hukum

terhadap studi kelayakan mempengaruhi penerbitan Izin Usaha

Pertambangan (IUP) berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara?

C. Tujuan Penelitian

Terdapat 3 (tiga) tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini. Adapun tujuan penelitian tersebut adalah :

1. Untuk mengetahui dan memahami mengenai pertanggungjawaban hasil

pemeriksaan segi hukum terhadap studi kelayakan.

2. Untuk mengetahui dan memahami terkait penerbitan Izin Usaha

Pertambangan (IUP) berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

3. Untuk mengetahui pengaruh dari pertanggungjawaban hasil pemeriksaan

dari segi hukum terhadap studi kelayakan dengan penerbitan Izin Usaha Pertambangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.


(14)

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian yang ingin dicapai oleh penulis dalam penulisan skripsi ini terdapat dalam 2 (dua) bagian, yaitu :

1. Secara Teoritis

a. Dari segi teoritis, penulisan ini diharapkan berguna bagi pengembangan

teori ilmu hukum, memberikan pemahaman mengenai pentingnya Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang mengatur bentuk dari pertanggungjawaban pemeriksaan dari segi hukum yang berkaitan dalam studi kelayakan untuk membuat sebuah proyek pertambangan. Aspek tersebut sangatlah berpengaruh terhadap penerbitan izin yang akan berdampak pada eksistensi dari perusahaan pertambangan, karena seperti yang diketahui bahwa aspek ketuntasan hukum ini sangatlah berpengaruh.

b. Diharapkan dengan adanya penelitian dalam skripsi ini, dapat menambah

pengetahuan dan wawasan bagi penulis dan mahasiswa Fakultas Hukum pada umumnya mengenai bentuk pertanggungjawaban hasil pemeriksaan dari segi hukum yang menjadi bagian dari penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP).

2. Secara Praktis

a. Dalam penerapannya, penulis berharap agar penulisan skripsi ini dapat

memberikan penyelesaian terhadap suatu masalah hukum yang banyak terjadi dalam pembangunan proyek pertambangan terkait dalam


(15)

pertanggungjawaban hukum yang meliputi aspek perizinan terkait dengan pemeriksaan dari segi hukum yang dilakukan dalam realisasi dari studi kelayakan tersebut.

b. Bagi pejabat atau aparat penegak hukum, penulisan skripsi ini diharapkan

bermanfaat sebagai bahan untuk pengembangan konsep penyelesaian masalah pertanggungjawaban dari hasil pemeriksaan dari segi hukum sebagai bagian dari syarat penerbitan Izin Usaha Pertambangan sehingga izin yang didapatkan oleh perusahaan pertambangan batubara dapat sinkron dengan aspek-aspek terkait misalnya lingkungan serta rencana tata kota.

c. Bagi masyarakat diharapkan dapat bermanfaat sebagai acuan untuk

membentuk aspek hukum yang tertib dan adil serta menjadi bahan pertimbangan demi kemajuan masyarakat yang tertib hukum untuk menuju keadilan dan kemanfaatan hukum.

E. Kerangka Pemikiran

1. Kerangka Konseptual

Pembukaan UUD 1945 menetapkan dengan tegas tujuan kehidupan bernegara yang berdasarkan hukum, hal ini berarti bahwa hukum mempunyai peran penting dalam pelaksanaan seluruh kegiatan dengan diberlakukannya secara nyata yaitu peraturan perundang-undangan. Upaya merealisasi Negara berdasarkan hukum dan mewujudkan kehidupan bernegara maka hukum menjadi pengarah, perekayasa, dan perancang bagaimana bentuk masyarakat hukum untuk mencapai keadilan. Berkaitan


(16)

dengan hal tersebut perlu adanya pembentukan peraturan dimana harus disesuaikan dengan perkembangan masyarakat serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga dengan kedudukan hukum inilah bentuk pertanggungjawaban hukum pun harus diatur dan secara pasti terdapat dalam regulasi yang ada, terutama dalam

bidang usaha pertambangan yang terkait dengan IUP.6

Sjachran Basah menyebutkan bahwa izin adalah perbuatan hukum Negara yang bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkreto berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan

oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku.7 Dari uraian pengertian

yang dipaparkan oleh Sjachran Basah tersebut dapatlah disimpulkan bahwa bentuk perizinan adalah sebuah keputusan hukum yang dimana menghasilkan bentuk pertanggungjawaban hukum yang tentunya hukum juga mengatur instansi mana yang akan bertanggung jawab.

2. Kerangka Teoritis

Menurut Bruggink teori hukum adalah seluruh pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum, dan sistem tersebut untuk sebagian yang penting

6

Diambil dari : (https://wonkdermayu.wordpress.com/kuliah-hukum/hukum-perijinan/) , “Hukum

Perijinan”, 24 Maret 2015

7


(17)

dipositifkan.8 Hukum yang ada di masyarakat memiliki tujuan untuk menertibkan masyarakat serta menciptakan kesejahteraan. Sesuai dengan

teori dari Gustav Radbruch bahwa tujuan hukum ada tiga, yaitu :9

a. Keadilan

b. Kegunaan; dan

c. Kepastian hukum.

Untuk mewujukan tujuan hukum dibutuhkan sistem hukum yang mengaturnya. Sesuai dengan teori hukum yang dikemukakan oleh Lawrence

M. Friedman bahwa hukum mencakup tiga komponen, yaitu structure,

substance, dan legal culture:10

Pertama, structure :

“First many features of a working legal system can be called structural the moving parts, so speak of-the machine courts are simple and obvious example; their structures can be described; a panel of such and such size, sitting at such and such a time, which this or that limitation on jurisdicition. The shape size, and power of legislature is another element structure. A written constitution is still another important feature in structural landscape of law. It is, or attempts to be, the expression or blueprint of basic features of the country’s legal process. The organization and framework of government”.11

Uraian dari Friedmann mengenai structure menyangkut bagaimana peran

legislatif (sebagai pembuat undang-undang), eksekutif (pelaksana undang-

8

Otje Salman dan Anton F. Susanto, Teori Hukum: Mengingat, Mengumpulkan, dan Membuka Kembali, Bandung: Refika Aditama, 2007, hlm. 60.

9Satjipto Rahardjo, “

Sosiologi Hukum Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah”, Yogjakarta; Genta, 2010, hlm. 17.

10

Lawrence Friedmann, American Law, New York City: W.W. Norton & Company, 1984, hlm. 5-7. Sebagaimana dikutip dari Workshop Pengenalan Hukum Pertambangan Indonesia, 2012, LCDC Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta

11


(18)

undang), dan yudikatif (pengawas pelaksanaan undang-undang) sebagai

bagian dari structure pada legal sistem. Structure merupakan bagian

kerangka pada legal sistem, yang mana juga merupakan bagian yang memberikan jenis dari bentuk dan definisi dari legal sistem.

Kedua, substance :

“The second type of component can be called substansive. These are the actual products of the legal system-what the judges, for example, actually say and do. Substance includes, naturally, enough, those prepositions referred to as legal rules; realistically, it also includes rules which are not written down, those regulaties of behaviour that could be reduced to general statement. Every decision, too, is a a substansive product of the legal system, as is every doctrine announced in court, or enacted by legislature, or adopted by agency of government”.12

Uraian Friedmann diatas menunjukkan bahwa substance dari legal sistem meliputi

aturan-aturan yang berlaku, norma dan bentuk-bentuk kebiasaan masyarakat dalam suatu legal sistem.

Ketiga, Legal Culture:

“Legal culture can be defined as those attitudes and values that related to law and legal system, together with those attitudes and values affecting behaviour related to law and its institution, either positively or negatively. Love of litigation, or hatred of it, is part of the legal culture, as would be attitudes toward child rearing so far as these attitudes affect behaviour which is at least nominally”.13

Uraian Friedmann diatas menunjukkan bahwa legal culture perilaku

masyarakat terhadap hukum dan legal sistem baik itu berupa keyakinan,

12

Lawrence Friedmann Ibid, hlm. 10 13


(19)

nilai, pemikiran, dan pengharapan mereka memberikan pengaruh akan penegakkan hukum dalam masyarakat.

Legal culture merupakan bagian umum dari sub-culture dalam masyarakat yang berasal dari suku, agama, ras, dan adat istiadat. Melalui budaya hukum ini pulalah, bisa dilihat tingkat kepatuhan dan ketaatan masyarakat atau komunitas tertentu menaati ketentuan peraturan perundang-undangan yang tercermin dari sikap dan perilaku mereka sendiri. Dari ketiga elemen dasar dari sistem hukum yang dikemukakan oleh Friedman, akan mampu melihat sejauh mana keberlakuan atau efektivitas dari suatu produk hukum masyarakat.

Digambarkan ketiga elemen dari legal sistem ini, dapat dibayangkan structuresebagai “mesin penggerak”. Substance merupakan hasil dari kerja mesin

tersebut. Legal culture yang memutuskan apakah ada keinginan untuk

menghidupkan mesin tersebut atau tidak dan yang menentukan bagaiamana mesin itu bekerja.

Penelitian ini akan menganalisis structure, substance, dan legal culture

yang diungkapkan oleh Friedman mempengaruhi pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan juga melihat sejauh mana hukum dapat dipatuhi oleh pemegang izin usaha pertambangan tersebut. Selain itu, tahap pemeriksaan dari segi hukum menjadi dasar yang utama dalam penelitian ini karena yang akan menjadi cikal-bakal penerbitan izin proyek pertambangan, sehingga akan dilihat bagaimana hukum mengatur penerbitan izin usaha pertambangan batubara serta pertanggungjawabannya jika terjadi suatu permasalahan dimana aturan tersebut


(20)

akan dikaitkan dengan beberapa ketentuan dalam Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui instansi mana yang dapat dimintakan pertanggungjawaban dari pemeriksaan hukum yang nantinya akan berbentuk izin yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah jika terjadi suatu kesalahan dalam pemberian izin yang mengakibatkan dampak pada lingkungan terutama masyarakat, untuk itu dibutuhkan adanya landasan hukum yang kukuh untuk lebih menjamin kepastian hukum pihak-pihak yang melakukan kegiatan usaha pertambangan, serta melindungi kepentingan masyarakat Indonesia.

F. Metode Penelitian

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin hukum guna menjawab isu

hukum yang dihadapi.14 Suatu metode penelitian dapat menjawab

permasalahan yang timbu ditengah-tengah kehidupan masyrakat yang penulis angkat untuk diteliti, yaitu dengan menggunakan aturan perundang-undangan, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin.

Dalam penulisan skripsi ini, metode yang digunakan dalam penelitian oleh penulis adalah :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif. Metode penelitian yuridis

14

Peter Mahmud Marzuki, “Penelitian Hukum Edisi Revisi”. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013, hlm. 18.


(21)

normatif merupakan metode penelitian hukum yang diakukan dengan

cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder belaka.15

Metode yang digunakan dalam pengolahan data maupun analisis data dalam penulisan skripsi ini adalah kualitatif. Suatu metode analisis data deskriptif analitis yang mengacu kepada suatu masalah tertentu dan dikaitkan dengan pendapat para pakar hukum maupun berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan adalah suatu pola pemikiran secara ilmiah dalam suatu penelitian. Maka metode pendekatan yang diakukan dalam penulisan ini adalah :

a. Conceptual Approach (Pendekatan Konseptual)

Conceptual approach atau pendekatan konseptual merupakan suatu pendekatan yang bersumber dari pandangan dan doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Adanya pandangan dan doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti akan menganalisis sehingga dapat menghasilkan ide, konsep hukum dan asas hukum yang relevan dari

masalah yang diangkat oleh penulis16. Di dalam penulisan skripsi ini,

pendekatan dilakukan dengan menelaah konsep tentang analisis yuridis normatif yaitu dengan mengkaji peraturan perundang-udangan terkait untuk mencari kepastian aturan hukum terhadap instansi terkait serta bentuk pertanggungjawabannya.

15

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, “Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat”, Edisi 1 Cetakan 10, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007, hlm. 6.

16


(22)

b. Statute Approach (Pendekatan Perundang-Undangan)

Metode pendekatan melalui Undang-undang adalah pendekatan

dengan menguunakan legislasi dan regulasi17. Melalui pendekatan ini,

penulis perlu memahami hierarki dan asas dalam peraturan perundang-undangan. Pendekatan ini digunakan untuk mengkaji secara mendalam aspek yuridis normatif.

c. Case Approach (Pendekatan Kasus)

Kasus yang akan penulis angkat adalah mengenai terbitnya izin yang ada, namun tidak berjalan dengan benar melainkan justru berdampak merugikan bagi masyarakat maupun Negara, sehingga posisi konkrit dapat ditinjau.

3. Jenis Bahan Hukum

Pendekatan yang dilakukan adalah dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, yang terdiri dari :

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang-undangan yang diurut berdasarkan hierarki. Peraturan perundang-undangan yang dipakai adalah Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang

17


(23)

Pelaksanaan Kegiatan Usaha Petambangan Mineral dan Batubara dan Peraturan Pemerintah tentang Pedoman Pembuatan Izin Pertambangan.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang terdiri atas buku-buku yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh, jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus hukum, dan hasil symposium mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian. Bahan hukum sekunder yang penulis gunakan akan terkait dengan pedoman pembuatan izin yang akan penulis analisis dari segi pertanggung jawabannya.

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum, dan lain-lain.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang jeas mengenai keseluruhan isi penulisan hukum ini akan terbagi menjadi lima bab, yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, objek penelitian, penelitian dan pembahasan, serta penutup. Sistematika adalah sebagai berikut :


(24)

Dalam bab ini akan dikemukakan mengenai latar belakang masalah, identikasi masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitiann, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN MENGENAI PEMERIKSAAN DARI SEGI

HUKUM DAN PERTANGGUNGJAWABANNYA

DALAM KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN Bab kedua akan membahas mengenai uraian teori, asas, norma, serta pengertian yang merujuk kepada bahasan penulis yang akan mengkaji terlebih dahulu mengenai apa itu pemeriksaan dari segi hukum dalam proyek pertambangan batubara sebagai bagian dari syarat penerbitan izin.

BAB III PENERBITAN IZIN DALAM PENGUSAHAAN

PERTAMBANGAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN STUDI KELAYAKAN

Bab ini berisi uraian mengenai objek penelitian, yaitu mengenai adanya hubungan hukum dalam hal studi kelayakan yang merupakan kumpulan dokumen mengenai hal-hal yang menyangkut dalam pembuatan suatu proyek pertambangan. Kedudukan studi kelayakan yang berisi kumpulan dari komponen yang menunjang pembangunan


(25)

sebuah proyek pertambangan, dalam hal ini aspek perizinanlah yang penulis akan bahas.

BAB IV PEMBAHASAN

Bab ini merupakan penjelasan dari penelitian yang dilakukan penulis mengenai kepastian hukum terhadap bentuk pertanggungjawaban yang dibutuhkan, dalam hal jika terjadi sebuah kasus mengenai adanya kesalahan yang terjadi dalam pembuatan studi kelayakan dan dampaknya terhadap perizinan dari proyek pertambangan tersebut.

BAB V PENUTUP

Bab ini sebagai bagian akhir penulisan penelitian mengenai kesimpulan dan saran sebagai suatu masukan maupun perbaikan dari apa saja yang telah didapatkan selama penelitian.


(26)

Universitas Kristen Maranatha

BAB V

PENUTUP

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian penulis, maka penulis dapat menarik tiga simpulan, yaitu :

1. Pemeriksaan hukum atau due diligence merupakan suatu tahapan yang bertujuan untuk mengetahui kelayakan hukum suatu perusahaan dalam membangun usahanya. Dalam izin usaha pertambangan, pemeriksaan hukum ini bertujuan untuk mengetahui aspek-aspek hukum yang harus dipenuhi oleh perusahaan untuk dapat menjalankan usahanya sehingga, terbitlah izin yang diperlukan. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara telah menyebutkan mengenai studi kelayakan atau feasibility study. Studi kelayakan merupakan kumpulan dokumen terkait bentuk teknis maupun non-teknis terkait dengan pembangunan proyek pertambangan, dimana aspek hukum menjadi salah satu pemegang peran penting yaitu perizinan.

Jika terdapat isi studi kelayakan yang tak layak untuk diluluskan, namun perizinan telah dikeluarkan oleh badan terkait maka kesalahan tersebut akan membawa kerugian kepada Negara dan masyarakat secara langsung,


(27)

Pertanggungjawaban terhadap apa yang dilakukan oleh pihak pembuat proyek pertambangan tidak dapat dicari sehingga menjadi bias. Maka dari itu, untuk mengurangi kesalahan dan kerugian terhadap apa yang telah dirasakan oleh masyarakat, diperlukan suatu tahapan pemeriksaan hukum yang tepat di dalam studi kelayakan, untuk memperkecil adanya kerugian pada Negara.

2. Izin Usaha Produksi terdiri dari dua macam yaitu Izin Eksplorasi dan Izin Operasi Produksi. Untuk mendapatkan izin operasi produksi maka, setiap ketentuan yang tertera di dalam izin eksplorasi wajib dilakukan. Studi kelayakan merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin eksplorasi. Sehingga, untuk mendapatkan IUP, maka studi kelayakan wajib untuk dilakukan. Hal tersebut tertera di dalam Pasal 1 point 9 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Sedangkan di dalam Pasal 1 point 8 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menyebutkan kriteria apa saja yang wajib dipenuhi untuk mendapatkan IUP Eksplorasi tersebut. Membuat suatu dokumen studi kelayakan pun tidak boleh sembarangan karena dokumen ini memiliki panduan hukum yang telah ditetapkan oleh Pemerintah di dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan di dalam isi peraturan tersebut banyak aspek teknis yang wajib dipatuhi. Secara garis besar,


(28)

untuk membuat sebuah laporan studi kelayakan, terdiri dari beberapa tahap yang harus dilakukan, diantaranya :

a. Prospeksi

b. Eksplorasi tambang, yang terdiri dari ;

1) Tahap eksplorasi pendahuluan

2) Tahap eksplorasi detail c. Studi kelayakan

3. Apabila terdapat kasus yang melibatkan perusahaan pertambangan dimana

terjadi kesalahan dalam studi kelayakannya yang berakibat pada masyarakat sehingga merugikan Negara yang secara langsung dirasakan oleh masyarakat, maka pemerintah yang terkait dapat membekukan aktifitas perusahaaan tersebut atau bahkan mencabut segala perizinannya yang terkait dalam pembangunan perusahaan pertambangan tersebut. Kewenangan pemerintah di dalam intervensi studi kelayakan itu tidak diatur di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, peran pemerintah hanya mengingatkan, mengkritik ataupun memberikan masukan terkait dengan studi kelayakan yang dilakukan oleh pihak pembangun proyek pertambangan tersebut. Namun, jika ternyata dalam studi kelayakan tersebut menimbulkan kerugian terhadap Negara, secara otomatis peran pemerintah untuk menghentikan kegiatan tersbut dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun


(29)

2009. Studi kelayakan sangat mempengaruhi penerbitan Izin Usaha Pertambangan bagi pihak penyelenggara kegiatan pertambangan karena akan berkaitan dengan izin untuk melakukan eksploitasi terhadap bahan galian tambang tersebut. Sehingga pemeriksaan hukum ini wajib dilakukan di dalam dokumen studi kelayakan untuk meminimalisir kesalahan terhadap perhitungan secara teknis usaha pertambangan yang diimbangi dengan pedoman peraturan hukum yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.

B. SARAN

Adapun saran dari penulis untuk penelitian yang dilakukan adalah :

1. Pertanggungjawaban Negara terhadap masyarakat apabila terjadi kerugian harus ditingkatkan lebih baik. Selain itu, sebaiknya pemerintah lebih teliti dalam memilah perusahaan mana saja yang dapat melakukan kegiatan usahanya di Indonesia sehingga kerugian yang ditimbulkan dapat diminimalisir. Pemerintah harus dapat menerapkan metode pemeriksaan hukum terhadap studi kelayakan pertambangan karena urgensinya yang tinggi, mengingat peran dunia pertambangan di Indonesia sangatlah besar dampaknya.

2. Penerbitan izin usaha pertambangan di Indonesia sudah lengkap dan jelas dalam urutannya sehingga studi kelayakan sebagai salah satu syarat di dalamnyapun harus menjadi dokumen yang penting untuk dipertimbangkan kelengkapannya sehingga izin yang dikeluarkan tidak akan menimbulkan


(30)

kerugian bagi masyarakat, sanksi yang diberikan kepada pihak penyelenggara proyek pertambangan pun harus diberikan secara tegas karena berkaitan pada kepentingan luas masyarakat Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa peran dunia pertambangan memang banyak berpengaruh terhadap pengembangan daerah yang termasuk diantaranya menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat disekitarnya, namun pemerintah harus tetap melihat kegiatan pertambangan tersebut dalam jangka panjang, sehingga tidak menimbulkan kerugian di waktu mendatang. Sanksi yang perlu diberikan kepada pihak pembuat proyek pertambangan sebaiknya diberikan dengan tegas, sehingga menjadi pembelajaran untuk lebih teliti, tidak hanya mengedepankan keuntungan tetapi aspek lainnya yang berhubungan dengan masyarakat. Selain itu, saran dari penulis kepada pihak pembuat proyek pertambangan jika ingin membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah adalah dengan metode strict liability yaitu dengan cara bahwa pihak yang tergugat akan membuktikan dirinya sendiri yang tidak bersalah. Beban pembuktian akan langsung mutlak dibebankan terhadap pelaku kejahatan-kejahatan yang berkaitan dengan sumber daya alam termasuk kejahatan lingkungan hidup. Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) dibebankan kepada perusahaan yang nyata-nyata melakukan kesalahan/kelalaian dalam pengelolaan lingkungan hidup. Dengan demikian, maka pembuktian menjadi sederhana dan mudah diterapkan. Pembuktian ini praktis sehingga tidak perlu memenuhi unsur yang dituduhkan kepada pelaku. Prinsip tanggung jawab mutlak mutlak (strict liability) inilah


(31)

salah satu solusi untuk menyelesaikan berbagai kejahatan baik kesengajaan ataupun kelalaian dari perusahaan terhadap lingkungan hidup.

3. Peran pemerintah adalah sebagai hakim dalam menentukan bentuk perizinan yang dapat dikeluarkan, sehingga pemerintah pun dapat menarik perizinan tersebut yang telah dikeluarkan, dan kepentingan masyarakat tetap diutamakan, karena tujuan awal adanya proyek pertambangan adalah untuk kesejahteraan masyarakat. Menurut penulis, peran pemerintah masih kurang dalam memeriksa bentuk studi kelayakan, padahal studi kelayakan merupakan sekumpulan dokumen di dalam perusahaan pertambangan yang merupakan hal krusial karena berkenaan dengan segala hal yang berkaitan di dalam pembangunan proyek pertambangan.


(32)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

I. Sumber Buku :

Adrian Sutedi, Hukum Perizinan (Dalam Sektor Pelayanan Publik), Sinar Grafika, Jakarta, 2010.

Ahmad Redi, Hukum Pertambangan, Gramata Publishing, Jakarta, 2014. Gatot Supramono, Hukum Pertambangan Mineral dan Batu Bara di Indonesia,

PT Rineka Cipta, Jakarta, 2012.

Hamzah Halim dan Nurmawati, Andy, Cara Praktis Memahami dan Menyusun

Legal Audit dan Legal Opinion, Jakarta, Kencana, 2015.

Koeswadji, Hermien Hadiati, Hukum Kedokteran (Studi tentang Hubungan

Hukum dalam mana Dokter sebagai Salah Satu Pihak), Bandung, Citra

Aditya Bakti, 1998.

Lawrence Friedmann, American Law, (New York City: W.W. Norton &

Company), 1984.

Otje Salman dan Susanto, Anton F. S, Teori Hukum: Mengingat, Mengumpulkan,

dan Membuka Kembali, Refika Aditama, Bandung, 2007

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2013.

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Raja Grafindo, 2006.

Robert E. Scott, Alfred McCormack, Jody S. Kraus, Patricia D. and R. Paul Yetter, Contract Law and Theory, Fifth Edition, Columbia University, 2013.

Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah, Genta, Yogyakarta, 2010.

Soehino, Asas-Asas Hukum Tata Pemerintahan, Liberty, Yogyakarta, 1984. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan


(33)

Universitas Kristen Maranatha

St. Laksanto Utomo dan Lenny Nadriana, Pemeriksaan Dari Segi Hukum atau

Due Diligence, PT Alumni, Bandung, 2015.

Yunianto, B.; Saefudin, R. dan Suherman, Kebijakan Sektor energi dan Sumber

Daya Mineral dan Implikasi Terhadap Pertambangan Emas I,dalam Buku :

Penambangan dan Pengolahan Emas di Indonesia, Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara, 2004.

II. Peraturan Perundang-Undangan :

KUHPerdata (BW)

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan Pokok-Pokok Pertambangan

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 55 Tahun 2010 Tentang Pedoman Perizinan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pedoman Perizinan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan

III. Sumber Website :

Anneka Saldian, “Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI)”, 2012

(http://annekasaldianmardhiah.blogspot.com/2012/06/pertambangan-emas-tanpa-izin-peti.html), 24 Maret 2015


(34)

Universitas Kristen Maranatha

http://www.majalahtambang.com/detail_berita.php?category=18&newsnr=3140, Baru 33% Perusahaan Tambang Yang Mematuhi UU Minerba, 21 April 2015.

https://wonkdermayu.wordpress.com/kuliah-hukum/hukum-perijinan/, “Hukum Perijinan”, 24 Maret 2015

Kilas Balik Sejarah Pertambangan dan Energi Di Indonesia,

http://esdm.go.id/berita/37-umum/2059-kilas-balik-sejarah-pertambangan-dan-energi-di-indonesia.html), 15 Oktober 2015

http://muhammadekoatmojo.blogspot.co.id/2014/06/problem-tata-kelola-pertambangan-di.html, 4 Oktober 2015

https://pertambangankita.wordpress.com/2014/08/26/studi-kelayakan/),2014, diakses pada 16 Oktober 2015

http://www.esdm.go.id/berita/artikel/56-artikel/4387-tata-cara-pemberian-izin-usaha-pertambangan-batuan.html, 25 Januari 2016

http://distamben.ntbprov.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id= 48:sop-penerbitan-izin-usaha-pertambangan&catid=11:pertambangan-umum&Itemid=16, 19 Januari 2016

Febria Nugroho (Materi Kuliah Hukum Perikatan),

http://febrianugroho.blogspot.co.id/2015/05/hukum perikatan.html, 2015, 15 April 2016

IV. Sumber Lain

Workshop Pengenalan Hukum Pertambangan Indonesia, 2012, LCDC Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Soetaryo Sigit, Potensi Sumber Daya Mineral dan Kebangkitan Pertambangan

Indonesia, Pidato Ilmiah Penganugerahan Gelar Doctor Honoris Causa di

ITB, Bandung 9 Maret 1996.

Abrar Saleng, Risiko-Risiko Dalam Eksplorasi dan Eksploitasi Pertambangan Serta Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak (Dari Perspektif Hukum Para Pihak), Jurnal Hukum Bisnis, Volume 26-No.2-Tahun 2007.


(1)

117

Universitas Kristen Maranatha 2009. Studi kelayakan sangat mempengaruhi penerbitan Izin Usaha Pertambangan bagi pihak penyelenggara kegiatan pertambangan karena akan berkaitan dengan izin untuk melakukan eksploitasi terhadap bahan galian tambang tersebut. Sehingga pemeriksaan hukum ini wajib dilakukan di dalam dokumen studi kelayakan untuk meminimalisir kesalahan terhadap perhitungan secara teknis usaha pertambangan yang diimbangi dengan pedoman peraturan hukum yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.

B. SARAN

Adapun saran dari penulis untuk penelitian yang dilakukan adalah :

1. Pertanggungjawaban Negara terhadap masyarakat apabila terjadi kerugian harus ditingkatkan lebih baik. Selain itu, sebaiknya pemerintah lebih teliti dalam memilah perusahaan mana saja yang dapat melakukan kegiatan usahanya di Indonesia sehingga kerugian yang ditimbulkan dapat diminimalisir. Pemerintah harus dapat menerapkan metode pemeriksaan hukum terhadap studi kelayakan pertambangan karena urgensinya yang tinggi, mengingat peran dunia pertambangan di Indonesia sangatlah besar dampaknya.

2. Penerbitan izin usaha pertambangan di Indonesia sudah lengkap dan jelas dalam urutannya sehingga studi kelayakan sebagai salah satu syarat di dalamnyapun harus menjadi dokumen yang penting untuk dipertimbangkan kelengkapannya sehingga izin yang dikeluarkan tidak akan menimbulkan


(2)

118

Universitas Kristen Maranatha kerugian bagi masyarakat, sanksi yang diberikan kepada pihak penyelenggara proyek pertambangan pun harus diberikan secara tegas karena berkaitan pada kepentingan luas masyarakat Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa peran dunia pertambangan memang banyak berpengaruh terhadap pengembangan daerah yang termasuk diantaranya menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat disekitarnya, namun pemerintah harus tetap melihat kegiatan pertambangan tersebut dalam jangka panjang, sehingga tidak menimbulkan kerugian di waktu mendatang. Sanksi yang perlu diberikan kepada pihak pembuat proyek pertambangan sebaiknya diberikan dengan tegas, sehingga menjadi pembelajaran untuk lebih teliti, tidak hanya mengedepankan keuntungan tetapi aspek lainnya yang berhubungan dengan masyarakat. Selain itu, saran dari penulis kepada pihak pembuat proyek pertambangan jika ingin membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah adalah dengan metode strict liability yaitu dengan cara bahwa pihak yang tergugat akan membuktikan dirinya sendiri yang tidak bersalah. Beban pembuktian akan langsung mutlak dibebankan terhadap pelaku kejahatan-kejahatan yang berkaitan dengan sumber daya alam termasuk kejahatan lingkungan hidup. Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) dibebankan kepada perusahaan yang nyata-nyata melakukan kesalahan/kelalaian dalam pengelolaan lingkungan hidup. Dengan demikian, maka pembuktian menjadi sederhana dan mudah diterapkan. Pembuktian ini praktis sehingga tidak perlu memenuhi unsur yang dituduhkan kepada pelaku. Prinsip tanggung jawab mutlak mutlak (strict liability) inilah


(3)

119

Universitas Kristen Maranatha salah satu solusi untuk menyelesaikan berbagai kejahatan baik kesengajaan ataupun kelalaian dari perusahaan terhadap lingkungan hidup.

3. Peran pemerintah adalah sebagai hakim dalam menentukan bentuk perizinan yang dapat dikeluarkan, sehingga pemerintah pun dapat menarik perizinan tersebut yang telah dikeluarkan, dan kepentingan masyarakat tetap diutamakan, karena tujuan awal adanya proyek pertambangan adalah untuk kesejahteraan masyarakat. Menurut penulis, peran pemerintah masih kurang dalam memeriksa bentuk studi kelayakan, padahal studi kelayakan merupakan sekumpulan dokumen di dalam perusahaan pertambangan yang merupakan hal krusial karena berkenaan dengan segala hal yang berkaitan di dalam pembangunan proyek pertambangan.


(4)

Universitas Kristen Maranatha

120

DAFTAR PUSTAKA

I. Sumber Buku :

Adrian Sutedi, Hukum Perizinan (Dalam Sektor Pelayanan Publik), Sinar Grafika, Jakarta, 2010.

Ahmad Redi, Hukum Pertambangan, Gramata Publishing, Jakarta, 2014. Gatot Supramono, Hukum Pertambangan Mineral dan Batu Bara di Indonesia,

PT Rineka Cipta, Jakarta, 2012.

Hamzah Halim dan Nurmawati, Andy, Cara Praktis Memahami dan Menyusun Legal Audit dan Legal Opinion, Jakarta, Kencana, 2015.

Koeswadji, Hermien Hadiati, Hukum Kedokteran (Studi tentang Hubungan Hukum dalam mana Dokter sebagai Salah Satu Pihak), Bandung, Citra Aditya Bakti, 1998.

Lawrence Friedmann, American Law, (New York City: W.W. Norton & Company), 1984.

Otje Salman dan Susanto, Anton F. S, Teori Hukum: Mengingat, Mengumpulkan, dan Membuka Kembali, Refika Aditama, Bandung, 2007

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2013.

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Raja Grafindo, 2006.

Robert E. Scott, Alfred McCormack, Jody S. Kraus, Patricia D. and R. Paul Yetter, Contract Law and Theory, Fifth Edition, Columbia University, 2013.

Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah, Genta, Yogyakarta, 2010.

Soehino, Asas-Asas Hukum Tata Pemerintahan, Liberty, Yogyakarta, 1984. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan


(5)

Universitas Kristen Maranatha

121

St. Laksanto Utomo dan Lenny Nadriana, Pemeriksaan Dari Segi Hukum atau Due Diligence, PT Alumni, Bandung, 2015.

Yunianto, B.; Saefudin, R. dan Suherman, Kebijakan Sektor energi dan Sumber Daya Mineral dan Implikasi Terhadap Pertambangan Emas I,dalam Buku : Penambangan dan Pengolahan Emas di Indonesia, Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara, 2004.

II. Peraturan Perundang-Undangan :

KUHPerdata (BW)

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan Pokok-Pokok Pertambangan

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 55 Tahun 2010 Tentang Pedoman Perizinan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pedoman Perizinan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan

III. Sumber Website :

Anneka Saldian, “Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI)”, 2012 (http://annekasaldianmardhiah.blogspot.com/2012/06/pertambangan-emas-tanpa-izin-peti.html), 24 Maret 2015


(6)

Universitas Kristen Maranatha

122

http://www.majalahtambang.com/detail_berita.php?category=18&newsnr=3140, Baru 33% Perusahaan Tambang Yang Mematuhi UU Minerba, 21 April 2015.

https://wonkdermayu.wordpress.com/kuliah-hukum/hukum-perijinan/, “Hukum Perijinan”, 24 Maret 2015

Kilas Balik Sejarah Pertambangan dan Energi Di Indonesia, http://esdm.go.id/berita/37-umum/2059-kilas-balik-sejarah-pertambangan-dan-energi-di-indonesia.html), 15 Oktober 2015

http://muhammadekoatmojo.blogspot.co.id/2014/06/problem-tata-kelola-pertambangan-di.html, 4 Oktober 2015

https://pertambangankita.wordpress.com/2014/08/26/studi-kelayakan/),2014, diakses pada 16 Oktober 2015

http://www.esdm.go.id/berita/artikel/56-artikel/4387-tata-cara-pemberian-izin-usaha-pertambangan-batuan.html, 25 Januari 2016

http://distamben.ntbprov.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id= 48:sop-penerbitan-izin-usaha-pertambangan&catid=11:pertambangan-umum&Itemid=16, 19 Januari 2016

Febria Nugroho (Materi Kuliah Hukum Perikatan),

http://febrianugroho.blogspot.co.id/2015/05/hukum perikatan.html, 2015, 15 April 2016

IV. Sumber Lain

Workshop Pengenalan Hukum Pertambangan Indonesia, 2012, LCDC Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Soetaryo Sigit, Potensi Sumber Daya Mineral dan Kebangkitan Pertambangan Indonesia, Pidato Ilmiah Penganugerahan Gelar Doctor Honoris Causa di ITB, Bandung 9 Maret 1996.

Abrar Saleng, Risiko-Risiko Dalam Eksplorasi dan Eksploitasi Pertambangan Serta Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak (Dari Perspektif Hukum Para Pihak), Jurnal Hukum Bisnis, Volume 26-No.2-Tahun 2007.


Dokumen yang terkait

Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) Dalam Kegiatan Usaha Pertambangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batu Bara

0 40 103

Tinjauan Hukum Mengenai Tanggung Jawab Perusahaan Pertambangan Terhadap Lahan Bekas Tambang Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara Juncto Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pen

0 6 1

Penerapan Prinsip Pembangunan Berkelanjutan Sebagai Upaya Pencegahan Kerusakan Lingkungan Dalam Bidang Pertambangan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara

1 17 137

PELAKSANAAN RENEGOSIASI KONTRAK KARYA PERTAMBANGAN MINERBA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

0 4 12

SKRIPSI PELAKSANAAN RENEGOSIASI KONTRAK KARYA PERTAMBANGAN MINERBA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

2 10 13

PENDAHULUAN PELAKSANAAN RENEGOSIASI KONTRAK KARYA PERTAMBANGAN MINERBA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

0 3 26

PENUTUP PELAKSANAAN RENEGOSIASI KONTRAK KARYA PERTAMBANGAN MINERBA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

0 3 7

Tinjauan Yuridis Kepastian Hukum dan Perizinan Penambangan Nikel Berdasarkan Undang-Undang Nomon 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

0 4 31

PENAMBANGAN ILEGAL DI DESA JENDI KABUPATEN WONOGIRI BERDASARKAN UNDANG - UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

0 0 12

PENERAPAN SANKSI HUKUM IZIN PERTAMBANGAN BERDASARKAN UNDANG UNDANG NO. 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA ABSTRAK - PENERAPAN SANKSI HUKUM IZIN PERTAMBANGAN BERDASARKAN UNDANG UNDANG NO. 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BA

0 0 5