Tinjauan Yuridis Kepastian Hukum dan Perizinan Penambangan Nikel Berdasarkan Undang-Undang Nomon 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

(1)

ABSTRAK

“TINJAUAN YURIDIS KEPASTIAN HUKUM DAN PERIZINAN PENAMBANGAN NIKEL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA”

Indonesia memiliki daerah-daerah yang potensial sehingga diperlukan suatu Master Plan untuk mengembangkannya. Hal ini mendorong pemerintah membentuk sistem untuk mengatur kegiatan pertambangan ini. Dimana kegiatan pertambangan ini harus memenuhi 2 (dua) hal yaitu persyaratan administrasi dan persyaratan hukum. Persyaratan administrasi ini diatur dalam administrasi negara berkaitan dengan pembangunan negara yang mengkaji tentang penyusunan, pengimlemetasian dan pengevaluasian kebijakan pemerintah daerah. Persyaratan yang diberikan oleh pemerintah daerah berupa izin. Izin dalam administrasi negara berkaitan dengan perundang-undangan dalam pemberian izin khusus. Izin merupakan suatu perbuatan Hukum Administrasi Negara yang diterapkan dalam peraturan berdasarkan persyaratan dan prosedur sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Dalam kenyataannya, perusahaan tambang banyak melakukan kegiatan tambang secara illegal yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan mengenai kejelasan dari status hukum pertambangan tersebut.

Kabupaten Konawe adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia. Pada perkembangannya, Kabupaten Konawe pun melakukan pemekaran wilayah yaitu dengan menghadirkan Kabupaten Konawe Utara pada Provinsi Sulawesi Tenggara, Yang menjadi sorotan bagi para pengusaha yaitu pada potensi pertambangannya. PT Antam tertarik untuk berinvestasi di daerah tersebut, PT Antam pun sudah menyelesaikan segala administrasi. Berjalannya waktu, Bupati Konawe Utara telah mengambil lahan milik PT Antam dan diberikan pada PT DIPM. Sehingga tidak ada kepastian huku dari lahan tersebut. Kasus ini berlanjut ke Pengadilan Negeri Kendari, dan Pengadilan Tata Usaha Makassar.

Dalam permasalahan ini dapat disimpulkan bahwa surat keputusan dicabut dan dinyatakan batal demi hukum. Ini dikarenakan objek atau lahan tersebut tidak mempunyai izin yang berlandaskan hukum yang berlaku sehingga dikatakan bahwa kegiatan yang dilakukan di lahan yang tidak memiliki izin tersebut adalah ilegal. Masalah konsistensi pelaksanaan Peraturan Perundang-undangan di sektor pertambangan menjadi permasalahan yang besar ketika pejabat daerah mempunyai wewenang dalam mengeluarkan IUP. Tetapi dalam prakteknya yang terjadi adalah konsistensi tersebut tidak tercapai di mana hal ini sangat berbahaya bagi para perusahaan tambang. Dapat dilihat dari perlindungan di sektor izin petambangan sangat lemah, meskipun izin pertambangan telah dimiliki, hal tersebut tidak berarti IUP yang dimiliki tidak dapat dicabut, karena Pemerintah Daerah dapat saja mencabut IUP yang dikeluarkannya, hal ini akan berdampak buruk bagi para perusahaan tambang.


(2)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL ... …... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ……. ii

LEMBAR PENGESAHAN ... ……. iii

PERSETUJUAN PANITIA SIDANG ... …... iv

KATA PENGANTAR ... ……. v

PERNYATAAN TELAH MENGIKUTI SIDANG………. vi

ABSTRAK ... ……. vii

DAFTAR ISI ... …... ix

BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS DAN KASUS POSISI ... 1

A. Latar Belakang ………... 1

B. Kasus Posisi ..……….. 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………... 17

A. Masalah Hukum ……….. 17

B. Tinjauan Teoritik ………. 18

1. Hukum Pertambangan ……… 18

a. Pengertian Hukum Pertambangan ………... 18

b. Ruang Lingkup Hukum Pertambangan …………... 30

2. Perjanjian Kontrak dalam Hukum Pertambangan ………… 38

a. Pengertian Hukum Kontrak ………...………. 38

b. Kontrak dalan Hukum Pertambangan ………..……….. 42


(3)

x

4. Sumber Hukum Pertambangan di Indonesia ………..……. 54

BAB III RINGKASAN PUTUSAN ... ….. 67

BAB IV ANALISIS KASUS ………... 79

BAB V SIMPULAN DAN SARAN …………..………. 95

A. Kesimpulan ………... 95

B. Saran ………... 97

DAFTAR PUSTAKA ………. 99

LAMPIRAN ……… 105 (Curriculum Vitae)


(4)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Putusan Nomor 02/B/2014/PT.TUN.MKS

Lampiran 2 Curiculum Vitae (CV)


(5)

1 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I

LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS DAN KASUS POSISI

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang terkenal kaya akan bahan galian tambang. Bahan galian tambang itu antara lain emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batu bara, nikel dan lain-lain. Bahan galian tambang ini dikuasai oleh negara. Negara menguasai bahan galian tambang oleh karena itu, Negara mempunyai hak penguasaan terhadap bahan galian tersebut untuk kemakmuran rakyat. Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen I-IV pada pasal 33 ayat (3) menjelaskan “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”

Hak Penguasaan negara berisi wewenang untuk mengatur, mengurus dan mengawasi pengelolaan atau penguasaaan bahan galian tambang, serta berisi kewajiban untuk mempergunakannya sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Penguasaan oleh negara ini diselenggarakan oleh Pemerintah. Mineral dan batubara sebagai kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan. Pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, serta berkeadilan.


(6)

2 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Oleh karena itu, pembangunan pertambangan harus menyesuaikan dengan perubahan lingkungan strategis, baik bersifat nasional maupun internasional. Untuk menghadapi tantangan dan sejumlah permasalahan perlu disusun perancangan undang-undang di bidang pertambangan mineral dan batubara. Perancangan tersebut memberi landasan hukum bagi langkah-langkah pembaruan dan penataan kembali kegiatan pengelolaan dan pengusahaan pertambangan di daerah. Pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional guna terciptanya ketertiban dalam masyarakat. Dalam membentuk peraturan perundang-undangan perlu dilakukan suatu mekanisme yang dirintis sejak saat perencanaan sampai dengan pengundangannya. Agar tujuan dari peraturan perundang-undangan yang dibentuk tersebut, akan menjadi peraturan perundang-undangan yang baik. Pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, memerlukan berbagai persyaratan yang berkaitan dengan sistem, asas dan tata cara penyiapan dan pembahasan, teknik penyusunan maupun pemberlakuannya.

Penguasaan bahan galian tambang ini diatur dalam kerangka RPJM (Rangka Pembangunan Jangka Menengah) dibidang perekonomian, RPJM diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. RPJM mengatur tentang Rencana Strategi Pembangunan khususnya dalam bidang pertambangan di daerah Indonesia. Indonesia memiliki daerah-daerah yang potensial sehingga diperlukan suatu Master Plan untuk


(7)

3 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA mengembangkannya. Hal ini mendorong pemerintah membentuk sistem untuk mengatur kegiatan pertambangan ini. Pembahasan hukum pertambangan akhir-akhir ini sungguh menarik. Dimana kegiatan pertambangan ini harus memenuhi 2 (dua) hal yaitu persyaratan administrasi dan persyaratan hukum. Persyaratan administrasi ini diatur dalam administrasi negara berkaitan dengan pembangunan negara yang mengkaji tentang penyusunan, pengimplemetasian dan pengevaluasian kebijakan pemerintah daerah. Persyaratan yang diberikan oleh pemerintah daerah berupa izin. Izin dalam administrasi negara berkaitan dengan perundang-undangan dalam pemberian izin khusus. Izin merupakan suatu perbuatan Hukum Administrasi Negara yang diterapkan dalam peraturan berdasarkan persyaratan dan prosedur sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Dalam kenyataannya, perusahaan tambang banyak melakukan kegiatan tambang secara illegal yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan mengenai kejelasan dari status hukum pertambangan tersebut.

Pada era Reformasi dikenal pembaharuan terhadap konsep Perjanjian Kontrak Karya. Dalam konsep pembaharuan tersebut, pihak yang menandatangani kontrak adalah Menteri Pertambangan Umum dan Kontraktor Pertambangan Umum. Menteri Pertambangan Umum berkedudukan sebagai mandataris Presiden dengan Kontraktor Pertambangan Umum selaku pengembang yang mendapatkan wewenang Kuasa Pertambangan dari Menteri Pertambangan Umum Indonesia. Di dalam Kontrak Karya tersebut sudah diatur beberapa tahapan kegiatan mulai dari


(8)

4 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA penyelidikan umum, pertambangan eksplorasi, eksploitasi, pengelolaan dan pemurnian, produksi, pengangkutan, dan penjualan. Hal ini sesuai dengan prinsip pemberian kuasa pertambangan bahan galian strategis dan bahan galian vital. Prinsip-prinsip tersebut membagi proses-proses pertambangan dalam tahapan usaha pertambangan yang meliputi usaha pertambangan. Usaha pertambangan yang dilaksanakan oleh kontraktor mengimplikasi kedudukan pemerintah sebagai pemberi izin kepada kontraktor yang bersangkutan. Izin yang diberikan oleh pemerintah berupa kuasa pertambangan, kontrak karya, perjanjian karya penguasahaan pertambangan batu bara, dan kontrak Production Sharing.1

Selain itu juga, perusahaan tambang harus mempunyai Izin Usaha Pertambangan Khusus. Hal ini diatur dalam pasal 1 angka 11 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (selanjutnya disebut sebagai UU Mienerba). UU Minerba mengatur bahwa Izin Usaha Pertambangan Khusus (selanjutnya disebut dengan IUPK) sebagai izin untuk melaksanakan usaha pertambangan di Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK). Dalam izin tersebut, Badan Usaha wajib memenuhi persyaratan administrasi. Hal ini dimaksudkan untuk melaksanakan izin yang telah diberikan. Selain itu pula terdapat persyaratan teknis, persyaratan lingkungan dan persyaratan finansial. Persyaratan-persyaratan mana yang harus dipenuhi untuk mendapatkan tipe-tipe Izin Usaha Pertambangan yang lain. Pemerintah

1


(9)

5 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA berkewajiban mengumumkan rencana kegiatan usaha pertambangan di suatu WIUPK, serta memberikan IUPK Eksplorasi dan IUPK Operasi Produksi kepada masyarakat secara terbuka.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (PP Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba), mengatur mengenai persyaratan yang harus dipenuhi untk memperoleh IUPK. Dalam PP tersebut, IUPK terdiri atas IUPK Eksplorasi dan IUPK Operasi Produksi. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi dalam proses produksi antara lain : Persyaratan administratif, untuk IUPK yang diajukan BUMN dan bagi pemegang lelang; Persyaratan Teknis, untuk pengalaman BUMN atau swasta bidang pertambangan mineral dan batubara; Persyaratan Lingkungan, untuk IUPK Ekslporasi dan IUPK Operasi Produksi; dan Persyaratan Finansial, untuk IUPK Ekslporasi dan IUPK Operasi Produksi.

Selain IUP, yang harus dimiliki oleh perusahaan tambang untuk kegiatan tambangnya, adalah perusahaan tersebut juga harus mempunyai Wilayah Usaha Pertambangan. Pengertian Wilayah Usaha Pertambangan ini adalah suatu wilayah yang memiliki kandungan potensi mineral atau batubara yang dapat dikembangkan, atau memiliki nilai ekonomis dengan ketentuan bahwa batasan administrasi pemerintah yang merupakan bagian dari tata ruang nasional.


(10)

6 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Permasalahan tentang wilayah tambang bermula dari dikeluarkannya izin oleh pemerintah daerah. Pokok permasalahan ini dipengaruhi oleh situasi hukum dan politik dalam negara pasca dikeluarkannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah yaitu dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan telah disepakati secara nasional bahwa salah satu asas penyelenggaraan negara adalah memberikan keleluasaan pemerintah daerah untuk berkreasi. Meskipun banyak pihak yang belum sepakat dengan berbagai substansi pengaturan yang dikandung kedua Undang-Undang tersebut, namun satu hal dapat dikatakan bahwa Peran Daerah (kabupaten/kota) perlu dioptimalkan. Pada saat kekuasaan diberikan kepada pemerintah daerah, pemerintah daerah tidak dapat menjalankan kekuasaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemerintahan daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang menurut Pasal 1 angka 5 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah jo. UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua atas UU 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah merupakan “hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Kemudian yang dimaksud dengan daerah otonom menurut Pasal 1 angka 6 undang-undang

ini adalah “kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah

yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”.


(11)

7 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Sehubungan dengan wewenang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan ini, dipergunakanlah peraturan daerah karena dalam Pasal 136 ayat (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

ditentukan bahwa “Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi

daerah provinsi/kabupaten/kota dan tugas pembantuan”.Pemerintah daerah hanya memberikan perizinan secara administratif. Secara tidak langsung, hal ini telah mengakibatkan kerugian negara secara materiil. Potensi industri pertambangan yang merupakan salah satu penyumbang perkembangan perekonomian di Indonesia tidak lagi secara maksimal memberikan kontribusi terhadap pendapatan negara. Permasalahan ini menjadi kendala dalam bidang pertambangan di Indonesia. Akan tetapi, pemerintah pusat tidak segera menyelesaikan permasalahan tersebut hingga makin berlarut.

Sebagai contoh, kasus terhadap izin di wilayah pertambangan pada saat ini, di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Pemerintah Daerah mengadakan izin usaha pertambangan secara tidak tepat. Izin usaha pertambangan yang dikeluarkan oleh tidak lepas oleh kepentingan ekonomi politik yang sering kali menimbukan pertentangan izin wilayah antara pemerintah daerah yang pernah memerintah dengan pemerintah daerah saat ini. PT. A merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam sektor pertambangan yang selalu mencari wilayah pertambangan baru untuk memperkuat bisinisnya. PT. A memiliki wilayah yang cukup luas dengan penerbitan izin kuasa pertambangan.


(12)

8 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Namun, pemberian Izin penambangan ini bukanlah orang yang bertindak atau mempunyai kewenangan dalam pemberian izin tersebut. Sehingga, ini tidak adil bagi perusahaan lain yang menjalankan kegiatan usaha pertambangannya sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Izin usaha pertambangan yang tidak tepat dalam suatu perusahaan tambang haruslah mempunyai 2 (dua) izin yaitu IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi yang meliputi persyaratan administratif, teknis, lingkungan dan finansial. Izin keduanya sudah dimiliki namun, dalam persyaratan lingkungan tidak terpenuhi. Sehingga tidak terciptanya kepastian hukum dalam kegiatan tambang tersebut. Dalam kegiatan tambangnya mengakibatkan kerusakan lingkungan dan merusak ekosistem daerah sekitar tambang.

Masalah wilayah izin usaha pertambangan ini sudah pernah diteliti sebelumnya, diantaranya oleh Ineke Mayliana, Mahasiswi Program Magister Kenotariatan Universitas Indonesia dengan Judul “Aspek Hukum Perlindungan Investor Terhadap Wilayah Izin Usaha Pertambangan Ditinjau dari Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Studi Kasus : PT Aneka Tambang Tbk. dan PT Duta Inti Perkasa Mineral). Karya-karya ilmiah berupa tesis tersebut berbeda dengan penilitian yang dilakukan oleh penulis. Dalam studi kasus ini, penulis akan membahas mengenai Kepastian Hukum Perizinan Penambangan Nikel dan Prosedural Izin


(13)

9 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Penambangan Nikel di Perusahaan Tambang dihubungkan dengan Undang-undang- Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk membuat

studi kasus dengan judul “TINJAUAN YURIDIS KEPASTIAN HUKUM DAN

PERIZINAN PENAMBANGAN NIKEL BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.( KASUS KONAWE UTARA)

B.Kasus Posisi

Kabupaten Konawe adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Unaaha, dahulu kabupaten ini dikenal dengan nama Kabupaten Kendari. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 14.480 km2 dan berpenduduk sebanyak 443.911 (Pada tahun 2000). Untuk

memudahkan pelayanan kepada masyarakat serta berbagi pertimbangan lainnya, dari 22 wilayah kecamatan tahun 2004 dimekarkan menjadi 30 wilayah, dengan 405 desa atau kelurahan atau tepatnya 322 desa definitif, 38 desa persiapan dan 45 kelurahan pada tahun 2005. Dalam melaksanakan tugasnya dibantu 3 perangkat staf pemerintahan daerah yaitu Sekretaris Daerah (SEKDA), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dan Badan Pengawas.2

Pada perkembangannya, Kabupaten Konawe pun berdasarkan pada aspirasi masyarakat, Keputusan DPRD Kabupaten Konawe, Surat Bupati Konawe, dan surat

2“Selayang Pandang Kabupaten Konawe.”

http://pushingstres.blogspot.com/2009/03/kabupaten -konawe-utara-laha-anggu-nio.html. Diakses pada tanggal 20 Februari 2015


(14)

10 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Keputusan Gubernur Sulawesi Tenggara memutuskan untuk melakukan pemekaran wilayah yaitu dengan menghadirkan Kabupaten Konawe Utara pada Provinsi Sulawesi Tenggara. Kabupaten Konawe Utara adalah sebuah Kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia dengan Ibukotanya adalah Asera. Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2007 pada tanggal 02 Januari 2007. Kabupaten Konawe Utara adalah 1 dari 16 usulan pemekaran Kabupaten atau Kota yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 08 Desember 2006.3 Batas wilayah dari Kabupaten Konawe Utara sendiri yakni, Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah dan Kecamatan Routa Kabupaten Konawe, Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah dan Laut Banda, Sebelah Selatan berbatasan Kecamatan Bondoala, Kecamatan Amonggedo, Kecamatan Meluhu, Kecamatan Anggaberi, Kecamatan Tongauna, Kecamatan Abauki Kabupaten Konawe, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Latoma Kabupaten Konawe. Kabupaten Konawe Utara memiliki potensi alam yang berlimpah, baik dibidang pertanian, perkebunan, perikanan bahkan pertambangan.

Salah satu yang menjadi sorotan bagi para pengusaha yaitu pada potensi pertambangannya. Salah satu investor pertambangan yang tertarik adalah PT. Antam sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dibidang pertambangan berhasil mendapatkan Kuasa Pertambangan (Untuk selanjutnya

3“Situs resmi Provinsi Sulawesi Tenggara,.”

http://www.sulawesitenggaraprov.go.id/pemerintahan/kota-kabupaten/101-kabupaten -konawe.html.


(15)

11 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

disebut dengan “KP”) Eksploitasi Nikel KW.99STP057.a/Sultra yang telah disahkan dengan SK Bupati Konawe X berdasarkan Surat Keputusan Bupati Konawe Nomor 161 Tahun 2005 tanggal 06 Mei 2005 atas wilayah seluas 16.920 Ha yang terletak di wilayah Mandiodo, Lasolo dan Lalindu, Kabupaten Konawe (sekarang berada dalam wilayah Kabupaten Konawe Utara) untuk jangka waktu 23 (Dua puluh tiga) tahun.

Konawe Utara memasuki babak baru sebagai hasil dari mekarnya wilayah Konawe sebagai Kabupaten Induk. Pada saat dikeluarkannya Undang-undang Otonomi Daerah Nomor 32 Tahun 2004, Undang-undang ini telah memberikan kesempatan yang luas kepada daerah-daerah tertentu untuk melakukan pemekaran wilayahnya dengan ketentuan bahwa syarat tertentu dalam undang-undang ini harus dipenuhi oleh pemerintah daerah dengan persetujuan pemerintah pusat melalui Undang-undangnya tersendiri.

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Kabupaten Konawe Utara, telah membuka kesempatan kepada daerah Konawe Utara untuk dapat mencapai pemerataan pembangunan dan kesejahteraan rakyat serta demi mempercepat perwujudan masyarakat yang sejahtera dilingkungan tersebut.

Dengan adanya pemekaran wilayah Kabupaten Konawe Utara dan yang terpilih menjadi pejabat Bupati baru yang memimpin Konawe Utara dan yang terpilih menjadi pejabat Bupati pertama adalah Y pada tanggal 02 Januari 2007 dengan pengangkatan resmi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 131.74-305 Tahun 2007 tanggal 21 Januari 2007. Sehingga semua wilayah kuasa pertambangan yang telah diberikan Bupati Konawe sejak adanya Undang-undang


(16)

12 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Nomor 13 Tahun 2007 dan penunjukan Bupati Konawe Utara, maka pembinaan dan pengurusannya menjadi kewenangan Bupati Konawe Utara.

Selaku Bupati Konawe Utara sesuai dengan kewenangan yang ada dan dengan memperhatikan Pasal 1 ayat (2) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001 yang dalam garis besarnya menentukan bahwa Bupati atau Walikota mempunyai wewenang untuk menerbitkan Surat Keputusan Kuasa Pertambangan apabila wilayah kuasa pertambangannya terletak dalam wilayah Kabupaten atau Kota dan / atau di wilayah laut sampai 4 (empat) mil laut. Karena sebagian kuasa pertambangan PT Antam juga terdapat di Kabupaten Konawe Utara, maka daerah KP tersebt termasuk dalam wilayah yang ditinjau oleh Bupati Y . dan ternyata seiring dengan berjalannya waktu., Bupati Konawe Utara pun menyadari kekeliruan dan kesalahannya penerbitan luasan Kuasa Pertambangan PT Antam sehingga Bupati membuat pembenahan dengan menerbitkan Surat Edaran Nomor 545/78 tanggal 15 Agustus 2007 mengenai Ketentuan Pelaksanaan Kuasa Pertambangan yang ditujukan kepada para pemohon atau pemegang kuasa pertambangan penyelidikan umum atau eksploitasi atau eksplorasi, yang pada intinya menghimbau para pemegang KP memperhatikan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 75 tahun 2001 dalam hal ketentuan luas wilayah dan jumlah KP yang dimiliki. Dimana pada Peraturan Pemerintahan Nomor 75 tahun 2001 Pasal 21 ayat 1 dan 2, mengatur tentang batas luasan maksimal yang dapat dimiliki oleh pemohon atau pemegang kuasa pertambangan penyelidikan umum atau eksploitasi atau eksplorasi.


(17)

13 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Dimana untuk kuasa pertambangan penyelidikan umum tidak boleh melebihi 25.000 Ha, unutk kuasa pertambangan eksplorasi tidak boleh melebihi 10.000 Ha, bila melebihi dari batas yang telah ditentukan, maka harus mendapatkan izin dari Menteri atau Gubernur atau Bupati atau Walikota sesuai dengan kewenangannya. Kemudian Bupati Konawe Utara menerbitkan Surat Pemberitahuan Nomor 545/199 tanggal 14 September 2007 tentang penyesuaian kuasa pertambangan dan keputusan pengembalian wilayah, revisi serta penyempurnaan kepentingan pemberian kuasa pertambangan. Kemudian Bupati juga menerbitkan Surat Pemberitahuan Nomor 545/80 tanggal 05 November 2007 yang ditujukan kepada PT Antam yang pada intinya mengingatkan PT Antam untuk melaksanakan Surat Edaran Nomor 545/78 tanggal 15 Agustus 2007 mengenai ketentuan pelaksanaan kuasa pertambangan dan Surat Pemberitahuan Nomor 545/199 tanggal 14 September 2007 tentang Penyesuaian Kuasa Pertambanagn dan Keputusan Pengembalian Wilayah, revisi serta penyempurnaan kepentingan pemberian kuasa pertambangan, serta akan KP yang telah dimiliki selama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan namun belum dilaksanakan eksploitasi, yang mana hal ini telah melanggar ketentuan Pasal 41 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001 dan PT Antam diberikan waktu 3 (tiga) bulan lamanya untuk menjelaskan hal-hal tersebut.

Setelah menerbitkan beberapa surat edaran yang bermaksud untuk menertibkan para pemegang dan pemohon kuasa pertambangan, Bupati kemudian pada tanggal 29 September 2007 Pejabat Bupati Konawe Utara teah menerbitkan SK Nomor 267 tahun 2007 tentang kuasa pertambangan eksploitasi (KWO 07 STP 034) kepada PT


(18)

14 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

DIPM, yang merupakan bagian dari perusahaan HARITA Group , berdasarkan SK Bupati Konut 267/2007 untuk wilayah Lasolo, Malowe, dan Tapunopaka dengan luas 2.000 Ha. Penerbitan SK ini berawal dari adanya permohonan kuasa pertambangan PT DIPM pada tanggal 03 Juli 2007, yang ternyata wilayahnya merupakan bagian dari wilayah KP PT Antam yang direvisi. Kemudian pada tanggal 04 Februati 2008, Bupati Konawe Utara mengeluarkan Surat Pemberitahuan Nomor 545/41/2008 yang ditujukan kepada Direktur PT Antam. Inti dari surat tersebut adalah menujuk pada Surat Edaran nomor 545/199 tentang penyesuaian KP, dimana kegiatan eksplorasi hanya dapat dilaksanakan pada wilayah yang ditetapkan sebagai wilayah KP dan diharapkan rencana kerja yang disusun disesuaikan dengan tingkat perizinan yang dimiliki. Dan proses ini berujung pada penerbitan Surat Keputusan Bupati Konawe Nomor 153 tahun 2008 tanggal 17 Maret 2008 tentang revisi batas dan luas KP eksploitasi (KW 99ST057.A/SULTRA) yang merupakan perpanjangan tangan surat pemberitahuan nomor 545/199 tanggal 14 September 2007 tentang penyesuaian kuasa pertambangan dan keputusan pengembalian wilayah, revisi serta penyempurnaan kepentingan pemberian kuasa pertambangan.

Dimana pada intinya SK Bupati Konawe Nomor 161 tahun 2005, yang pada intinya berisi ketentuan bahwa lahan eksloitasi milik PT Antam direvisi, yaitu unutk wilayah Tapunopaka dal Bahubulu dari luas 16.920 Ha menjadi 15.213 Ha dan 1.000 Ha diambil pemerintah kemudian diserahkan kepada PT DIPM. hal inilah yang terus direbut kembali oleh PT Antam.


(19)

15 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Wilayah yang diberikan unutk PT DIPM tersebut terletak disebagian wilayah yang dahulu dikuasai oleh PT Antam. Namun, menurut Bupati Y setelah proses revisi, maka wilayah tersebut merupakan tanah tak bertuan, sehingga dapat diberikan kepada siapa saja. Akan tetapi, disatu sisi PT Antam tetap merasa dirugikan dengan adanya surat keputusan Bupati tersebut karena PT Antam telah menglami pengurangan areal pertambangan dari 16.920 Ha menjadi 15.213 Ha, sehingga pengurangan wilayah pertambanganlah tersebut yang menjadikan latar belakang mengapa PT Antam menggugat Bupati Konawe Utara (Tergugat) dan PT DIPM (Tergugat II Intervensi) ke Pengadilan Tata Usaha Negara Kendari (PTUN Kendari, Sulawesi Tenggara) pada tanggal 03 Juni 2008. Kasus ini berjalan dengan mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makassar pada tanggal 09 Januari 2014.


(20)

92 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Dalam permasalahan ini dapat disimpulkan bahwa surat keputusan dicabut dan dinyatakan batal demi hukum. Ini dikarenakan objek atau lahan tersebut tidak mempunyai izin yang berlandaskan hukum yang berlaku sehingga dikatakan bahwa kegiatan yang dilakukan di lahan yang tidak memiliki izin tersebut adalah ilegal.

Masalah konsistensi pelaksanaan Peraturan Perundang-undangan di sektor pertambangan menjadi permasalahan yang besar ketika pejabat daerah mempunyai wewenang dalam mengeluarkan IUP. Dapat dilihat dari perlindungan di sektor izin petambangan sangat lemah, meskipun izin pertambangan telah dimiliki, hal tersebut tidak berarti IUP yang dimiliki tidak dapat dicabut, karena Pemerintah Daerah dapat saja mencabut IUP yang dikeluarkannya, hal ini akan berdampak buruk bagi para perusahaan tambang. Di mana perubahan peta politik dan rendahnya pemahaman aparatur pemerintah daerah tentang peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal ini dapat berimplikasi terhadap para perusahaan tambang atas izin-izin yang telah ada. Hal ini menjadi penting karena kepastian hukum tentang izin wilayah yang dmilikinya menjadi harga mati karena perusahaan tambang tidak menginginkan modal yang telah ditanamkan hilang


(21)

93 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA begitu saja hanya karena kedua hal tersebut di atas yang menjad penyebabnya. Untuk itu maka inkonsistensi pelaksanaan peraturan perundang-undangan di sektor pertambangan terhadap perlindungan perusahaan tambang yang memiliki IUP-IUP belum terdapat kepastian hukum. Sehingga sepanjang masalah inkonsistensi ini masih tidak jelas, maka perlindungan perusahaan tambang di sektor usaha pertambangan menjadi tidak konsistensi, yang mana seharusnya IUP-IUP di daerah tersebut konsekuen dengan berpegang teguh pada peraturan-peraturan yang berlaku;

2. Akibat hukum dengan adanya pencabutan Surat Keputusan Bupati Konawe Utara tersebut yaitu harus adanya ganti rugi yang ditimbulkan dalam perkara tersebut. Ini dikarenakan, para pengusaha tambang melakukan kegiatan tambang tersebut tanpa izin yang sah tentu melanggar ketentuan yang ada seperti persyaratan administrasi dan persyaratan hukum. Untuk memberikan ganjaran kepada pengusaha ilegal ini maka harus diberikan sanksi berupa ganti rugi yang ditimbulkaan. Tentu dengan adanya kegiatan tambang ilegal ini menjadi kerugian negara yang harusnya kekayaan sumber daya alam dipakai sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyatnya yang jelas dinyatakan dalam Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945.

3. Dalam hal proses penyelesaian sengketa yang dipilih oleh kedua belah pihak melalui jalur peradilan yang ditempuh. Di mana hal ini telah sesuai dengan Pasal 154 UU Minerba. Namun, proses penyelesaian ini tidaklah efektif. Hal tersebut


(22)

94 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA terlihat dari lamanya jangka waktu proses peradilan yang harus ditempuh, yaitu kurang lebih 4 (empat) tahun, dengan biaya yang tidak sedikit, keahlian dalam bidang pertambangan yang belum tentu dapat dikuasai oleh Majelis Hakim, dan pubilkasi media masa yang akan dapat merugikan para pihak yang bersengketa.

B. SARAN

1. Perlu adanya koordinasi antar instansi yaitu Departemen Negeri dan Kemeterian Energi dan Sumber Daya Mineral dalam proses penyelesaian izin pertambangan. Untuk lebih memberikan perlindungan kepada pihak perusahaan tambang yang telah memperoleh IUP yang selama ini dikeluhkan oleh perusahaan tambang tersebut. Hal ini akan lebih baik lagi jika IUP di daerah tetap diperbolehkan dikeluarkan oleh pemerintah daerah tapi izin final IUP berada ditangan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral sebagai lembaga yang berwenang untuk mengawasi pemberian izin yang diberikan oleh pemerintah daerah. Koordinasi ini dilakukan supaya antar instansi yang satu dan yang lain terdapat sinergi dan beschiking dengan yang sudah ditetapkan oleh suatu lembaga tidak dibatalkan;

2. Lebih baik lagi jika di bentuk lembaga khusus yang dapat menangani sengketa izin di sektor pertambangan. Dengan tujuan untuk mencapai efisiensi penyelesaian sengketa izin pertambangan. Lembaga khusus ini akan berdampak terhadapa konsistensi pada IUP di daerah, hal ini menjadi mutlak adanya karena investor


(23)

95 UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA tidak berharap bahwa modal yang telah dikeluarkan itu menjadi tidak kembali. Untuk itu perlu ada harmonisasi dan singkronisasi antara peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh daerah dengan pusat. Hal ini untuk menghindari tumpang tindih terhadap pengaturan yang ada. Ketidaksingkronisasian dan ketidakharmonisassian tersebt akan berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap perusahaan tambang domestic maupun asing;

3. Dampak pencabutan diperlukan sehingga masyarakat perlu disosialisikan mengenai tentang pengurusan perizinan. Maka aparatur pemerintah perlu duduk bersama antar instanis untuk penguurusan perizinan tersebut.

4.. Dalam proses pemberian IUP pemerintah daerah harus mengeluarkan izinnya dengan sikap yang hati-hati (Prudent) dan memperhatikan kepentingan nasional dibandingkan dengan kepentingan daerah wilayah tersebut. Hal ini menjadi penting karena akar permasalahannya adalah rendahnya pengetahuan pemerintah daerah tentang peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pertambangan dan ketidakjelasan akan akibat dari perubahan peta di daerah. Hal ini ditindaklanjuti dengan dilakukannya sosialisasi peraturan kepada daerah-daerah yang berwenang untuk mengeluarkan IUP.


(24)

CURICULUM VITAE (CV)

NAMA LENGKAP : TIA RIZKYHATSARI

TEMPAT TANGGAL LAHIR : POMALAA, 13 OKTOBER 1993

AGAMA : ISLAM

ALAMAT : PERUM NUSA HIJAU BLOK T NO. 1 RT 06 RW 18

KEL. CITEUREUP KEC CIMAHI UTARA

NO. TELP : 085220113200

EMAIL : trizkyhatsari@rocketmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN :

1998 - 1999 : TK AISYIYAH BUSTANUL ATHFAL KEC. POMALAA, SULAWESI TENGGARA

1999 - 2005 : SDS ANTAM POMALAA ,SULAWESI TENGGARA

2005 - 2008 : SMPS ANTAM POMALAA, SULAWESI TENGGARA

2008 - 2011 : SMAN 5 CIMAHI

2011 – SEKARANG : UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

SEMINAR :

- ESQ LEADERSHIP CENTER 2007 - PELATIHAN DESAIN GRAFIS 2008 - WELCOME TO MARANATHA 2012


(25)

- CALL FOR PAPER 2012

- UNITED NATIONS FOR YOU “UN4U” : OKTOBER 2012

- PUBLIC LECTURE MARANATHA CHRISTIAN UNIVERSITY (SPEAKER : DR.

AUGUSTO ZIMMERMANN & DR. DARREL FURGASON) : 25 & 26 JULI 2012 - TALKSHOW NASIONAL BRAWIJAYA LAWFAIR 2012

- SEMINAR SURAT UTANG NEGARA 2013 - SEMINAR LINGKUNGAN HIDUP 2013

- SEMINAR HUKUM DAN HAM UNPAD, BANDUNG, 5 DESEMBER 2013 - RAPAT KERJA TIM DEBAT FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS KRISTEN

MARANATHA. BANDUNG, 17-18 MEI 2014

- SEMINAR HUKUM BISNIS DI INDONESIA DALAM MENYONGSONG

MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015 (ORATOR : DR. ISIS IKHWANSYAH, S.H., M.H) BANDUNG, 29 AGUSTUS 2014

PARTISIPASI LOMBA :

- KOMPETISI DEBAT HUKUM INTERN UNIVERSITAS KRISTEN

MARANATHA 2012 (JUARA II)

- LOMBA DEBAT TINGKAT NASIONAL DI UNIVERSITAS PADJAJARAN

BANDUNG 2012

- KARYA TULIS ILMIAH TRISAKTI, 2012 - BANDUNG HISTORICAL GAMES 2013

- LAW RESEARCH INSTITUTE CONFERENCE FAKULTAS HUKUM UNPAD,


(26)

PENGALAMAN ORGANISASI :

- SEKRETARIS BADAN PERWAKILAN MAHASISWA (BPM) UNIVERSITAS

KRISTEN MARANATHA PERIODE 2012-2013

- SEKRETARIS LAW DEBATE TEAM MARANATHA 2011 - SEKARANG - SEKRETARIS MAPHAC (MARANATHA PHOTOGHRAPHY CLUB) PERIODE

2013-2014

PENGALAMAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN :

- PT ANTAM (PERSERO) TBK. BAGIAN LEGAL. JAKARTA, 17 DESEMBER


(27)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, Yogyakarta : UII Press, 2004

Adrian Sutedi, Hukum Pertambangan, Jakarta, Sinar Grafika, 2012

Agussalim Andi Gadjong, Pemerintah Daerah : Kajian Politik dan Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2007

Astim Riyanto, Teori Konstitusi, Bandung, Yapemdo, 2006

Lord Llyod of Hampstead dan M.D.A Freeman, Introduction to Jurisprudence, London: ELBS (English Language Book Society/Steven), 1985

Luhut M.P. Pangaribuan Advokat dan Contempt of Court. Jakarta: Penerbit Djambatan. 2002

Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern (Rechstaat), Bandung, PT Refika Aditama, 2009

Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Naskah Akademis Penelitian Contempt of Court 2002. Jakarta: Mahkamah Agung. 2002

Roscoe Pound, Pengantar FIlsafat Hukum, (Diterjemahkan dari edisi yang diperluas oleh Drs. Mohammad Radjab), Bahatara Karya Aksara, Jakarta, 1982

Salim, H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2003

Salim, H.S. , Hukum Pertambangan di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010


(28)

Salim, H.S. , Hukum Pertambangan di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014

Sri Soedewi Majchoen Sofwan, Hukum Perjanjian. Yogyakarta : Yayasan Badan Penerbit

“Gadjah Mada” 1980

Sudikno Mertokusumo, Rangkuman Kuliah Hukum Perdata.Yogyakarta : Fakultas Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada , 2008

Suwoto Mulyosudarmo, Peralihan Kekuasaan, Kajian Teoritis dan Yuridis Terhadap Pidato Nawaksara, Gramedia, Jakarta, 1997

Volmar, H.F.A., Pengantar Studi Hukum Perdata Jilid II. Diterjemahkan oleh I.S Adiwimarta. Jakarta: Rajawali Pers, 1984

W.F. Prins dan R. Kosim Adisapoetra, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Pradnya Paramita. 1987

W. Friedman, Legal Theory, London: Stevens & Sons Limited, 1960

B. Kamus

Black Law Dictionary, 1982

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Jakarta: Balai Pustaka, 2010

Ensiklopedia Indonesia, 2004

Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta. 2010


(29)

Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1409.K/201/M.PE/1996

Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1614 Tahun 2004 Tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara dalam Rangka Penanaman Modal Asing.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2010 Tentang Wilayah Pertambangan;

Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara;

Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara;

Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2010 Tentang Reklamasi dan Pascatambang.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing

Undang-undang Nomor 37 Prp. Tahun 1960 Tentang Pertambangan

Undang-undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan.

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah


(30)

Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

D. Putusan

Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Nomor 002/PUU-1/2003

E. Seminar

Chalid Muhammad, Studi Agenda Tersembunyi di Balik Kontrak Karya dan Operasi Tambang INCO. Disampaikan pada Temu Profesi Tahunan (TPT) IX dan Kongres IV Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI), 14 September 2000

Irwandi Arif, Undang-undang Pertambangan MInerba dan Otonomi Daerah. Disajikan pada Seminar Pertambangan Nasional Menyongsong Undang-undang Pertambangan Minerba 23 Februari 2009

Soetaryo Sigit, Potensi Sumber Daya Mineral dan Kebangkitan Pertambangan Indonesia, Pidato Ilmiah Penganugerahan Gelar Dotor Honoris Causa di ITB, Bandung, 9 Maret 1996

F. Website

“Selayang Pandang Kabupaten Konawe.”

http://pushingstres.blogspot.com/2009/03/kabupaten -konawe-utara-laha-anggu-nio.html

“Situs resmi Provinsi Sulawesi Tenggara,.”

http://www.sulawesitenggaraprov.go.id/pemerintahan/kotakabupaten/101kabupaten -konawe.html

Sony Rospita Simanjuntak, Tidak Aneh Bila sistem Kontrak Pertambangan Lebih disenangi PMA (dan PMDN). 2000, Http:/www.mynerynews.com/opinion/sony.shtml.


(31)

G. Artikel


(1)

PENGALAMAN ORGANISASI :

- SEKRETARIS BADAN PERWAKILAN MAHASISWA (BPM) UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA PERIODE 2012-2013

- SEKRETARIS LAW DEBATE TEAM MARANATHA 2011 - SEKARANG - SEKRETARIS MAPHAC (MARANATHA PHOTOGHRAPHY CLUB) PERIODE

2013-2014

PENGALAMAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN :

- PT ANTAM (PERSERO) TBK. BAGIAN LEGAL. JAKARTA, 17 DESEMBER 2013 – 7 FEBRUARI 2014


(2)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, Yogyakarta : UII Press, 2004

Adrian Sutedi, Hukum Pertambangan, Jakarta, Sinar Grafika, 2012

Agussalim Andi Gadjong, Pemerintah Daerah : Kajian Politik dan Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2007

Astim Riyanto, Teori Konstitusi, Bandung, Yapemdo, 2006

Lord Llyod of Hampstead dan M.D.A Freeman, Introduction to Jurisprudence, London: ELBS (English Language Book Society/Steven), 1985

Luhut M.P. Pangaribuan Advokat dan Contempt of Court. Jakarta: Penerbit Djambatan. 2002

Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern (Rechstaat), Bandung, PT Refika Aditama, 2009

Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Naskah Akademis Penelitian Contempt of Court 2002. Jakarta: Mahkamah Agung. 2002

Roscoe Pound, Pengantar FIlsafat Hukum, (Diterjemahkan dari edisi yang diperluas oleh Drs. Mohammad Radjab), Bahatara Karya Aksara, Jakarta, 1982

Salim, H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2003

Salim, H.S. , Hukum Pertambangan di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010


(3)

Salim, H.S. , Hukum Pertambangan di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014

Sri Soedewi Majchoen Sofwan, Hukum Perjanjian. Yogyakarta : Yayasan Badan Penerbit “Gadjah Mada” 1980

Sudikno Mertokusumo, Rangkuman Kuliah Hukum Perdata.Yogyakarta : Fakultas Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada , 2008

Suwoto Mulyosudarmo, Peralihan Kekuasaan, Kajian Teoritis dan Yuridis Terhadap Pidato Nawaksara, Gramedia, Jakarta, 1997

Volmar, H.F.A., Pengantar Studi Hukum Perdata Jilid II. Diterjemahkan oleh I.S Adiwimarta. Jakarta: Rajawali Pers, 1984

W.F. Prins dan R. Kosim Adisapoetra, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Pradnya Paramita. 1987

W. Friedman, Legal Theory, London: Stevens & Sons Limited, 1960

B. Kamus

Black Law Dictionary, 1982

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Jakarta: Balai Pustaka, 2010

Ensiklopedia Indonesia, 2004

Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta. 2010


(4)

Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1409.K/201/M.PE/1996

Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1614 Tahun 2004 Tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara dalam Rangka Penanaman Modal Asing.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2010 Tentang Wilayah Pertambangan;

Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara;

Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara;

Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2010 Tentang Reklamasi dan Pascatambang.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing

Undang-undang Nomor 37 Prp. Tahun 1960 Tentang Pertambangan

Undang-undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan.

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah


(5)

Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

D. Putusan

Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Nomor 002/PUU-1/2003

E. Seminar

Chalid Muhammad, Studi Agenda Tersembunyi di Balik Kontrak Karya dan Operasi Tambang INCO. Disampaikan pada Temu Profesi Tahunan (TPT) IX dan Kongres IV Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI), 14 September 2000

Irwandi Arif, Undang-undang Pertambangan MInerba dan Otonomi Daerah. Disajikan pada Seminar Pertambangan Nasional Menyongsong Undang-undang Pertambangan Minerba 23 Februari 2009

Soetaryo Sigit, Potensi Sumber Daya Mineral dan Kebangkitan Pertambangan Indonesia, Pidato Ilmiah Penganugerahan Gelar Dotor Honoris Causa di ITB, Bandung, 9 Maret 1996

F. Website

“Selayang Pandang Kabupaten Konawe.”

http://pushingstres.blogspot.com/2009/03/kabupaten -konawe-utara-laha-anggu-nio.html “Situs resmi Provinsi Sulawesi Tenggara,.”

http://www.sulawesitenggaraprov.go.id/pemerintahan/kotakabupaten/101kabupaten -konawe.html

Sony Rospita Simanjuntak, Tidak Aneh Bila sistem Kontrak Pertambangan Lebih disenangi PMA (dan PMDN). 2000, Http:/www.mynerynews.com/opinion/sony.shtml.


(6)

G. Artikel


Dokumen yang terkait

Tinjauan Hukum Mengenai Tanggung Jawab Perusahaan Pertambangan Terhadap Lahan Bekas Tambang Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara Juncto Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pen

0 6 1

PELAKSANAAN RENEGOSIASI KONTRAK KARYA PERTAMBANGAN MINERBA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

0 4 12

SKRIPSI PELAKSANAAN RENEGOSIASI KONTRAK KARYA PERTAMBANGAN MINERBA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

2 10 13

PENDAHULUAN PELAKSANAAN RENEGOSIASI KONTRAK KARYA PERTAMBANGAN MINERBA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

0 3 26

PENUTUP PELAKSANAAN RENEGOSIASI KONTRAK KARYA PERTAMBANGAN MINERBA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

0 3 7

Tinjauan Yurudis Pertanggungjawaban Hasil Pemeriksaan dari Segi Hukum Sebagai Bagian dari Studi Kelayakan Dihubungkan dengan Penerbitan Ijin Usaha Pertambangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

1 1 34

PENAMBANGAN ILEGAL DI DESA JENDI KABUPATEN WONOGIRI BERDASARKAN UNDANG - UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

0 0 12

Undang-undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara - Repositori Universitas Andalas

0 0 87

PENERAPAN SANKSI HUKUM IZIN PERTAMBANGAN BERDASARKAN UNDANG UNDANG NO. 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA ABSTRAK - PENERAPAN SANKSI HUKUM IZIN PERTAMBANGAN BERDASARKAN UNDANG UNDANG NO. 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BA

0 0 5

POLITIK HUKUM PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA SETELAH BERLAKU UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

0 0 11