9 Aktivitas biologi temu kunci dapat diperoleh dari komponen-komponen
aktif fitokimia yang terdapat dalam temukunci. Komponen-komponen kimia tanaman temu kunci ditemukan pada bagian rizoma. Menurut Kardono, dkk
2003, senyawa-senyawa aktif pada temukunci terdiri atas flavanon pinostrobin, pinosembrin, alpinetin, dan 5,7-dimetoksiflavanon, flavon
dimetoksiflavon dan 3’,4’,5,7-tetrametoksi flavon, kalkon 2’,6’-dihidroksi-4’- metoksikalkon, kardamo- nin, panduratin A, panduratin B, boesenbergin A,
boesenbergin B, dan rubranin, monoterpena geranial dan neral, dan diterpena asam pimarat. Beberapa struktur senyawa aktif temu kunci ditunjukan pada
Gambar 2.
2. Senyawa Metabolit Sekunder
Di era modern ini kimia bahan alam banyak dibicarakan, terutama pada pembentukan struktur dan sifat-sifat metabolit sekunder. Hakekatnya, antara
metabolit primer dan metabolit sekunder hanya memiliki sedikit perbedaan. Gula-gula yang lazim, seperti glukosa, fruktosa, manosa fungsi dan sifat
kimianya telah dipelajari secara mendalam oleh biokimiawan, dan dimasukan dalam kelompok pertama metabolit primer. Sedangkan senyawa gula yang
jarang dan kaitannya masih dekat seperti khalkosa, streptosa, mikaminosa, yang diketahui sebagai konstituen antibiotik dan ditemukan oleh pakar kimia organik
dikategorikan sebagai metabolit sekunder. Asam amino pokok prolin dipandang sebagai metabolit primer, tetapi asam pipekolat cincin lingkar-6 yang analog
dengan prolin diklasifikasikan sebagai metabolit sekunder atau dikenal sebagai alkaloid Hardjono, 1995.
10 Flavanoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang ada di dalam
tumbuhan temu kunci Boesenbergia pandurata. Flavanoid Merupakan suatu kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa
ini merupakan zat warna merah, ungu, biru, dan sebagian zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan Achmad, 1986. Flavanoid terdapat di
dalam semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepungsari, bunga, buah, dan biji, tetapi tidak ditemukan pada tumbuhan laut alga,
mikroorganisme, bakteri, jamur, dan lumut Scheuer, 1987. Struktur dasar flavanoid ditunjukkan pada Gambar 3. Senyawa flavanoid
adalah senyawa yang mengandung �
15
, terdiri atas dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Cincin A memiliki karakteristik bentuk
hidroksilasi resolsinol, dan cincin B biasanya 4-, 3, 4-, atau 3,4,5-terhidroksilasi.
Gambar 3. Kerangka Dasar Flavanoid Hardjono, 1995
3. Nanopartikel
Aplikasi nanoteknologi di masa depan dapat mencakup penggunaan sistem nano atau nanopartikel untuk mendeteksi awal penyakit dan pengiriman agen
terapi. Visi dari nanoteknologi adalah nanopartikel dapat mencari target yang terdapat dalam tubuh misalnya, sebuah sel kanker dan melakukan pengobatan.
Jenis perlakuan yang dapat diterapkan oleh nanopartikel adalah melepaskan obat di area yang telah ditentukan. Hal tersebut meminimalkan potensi efek samping
11 sistemik dari terapi obat secara umum, misalnya kemoterapi. Nanopartikel dapat
memberikan perbaikan signifikan dalam pencitraan sel biologis tradisional dan jaringan dengan menggunakan mikroskop fluorescence sebaik Magnetic
Resonance Imaging MRI dari berbagai macam bagian tubuh. Komposisi kimia membedakan nanopartikel yang digunakan di kedua teknik ini.
Area teknologi nanopartikel terbagi menjadi tiga, yaitu pencitraan optikal dengan menggunakan tipe nanopartikel quantum dots, MRI menggunakan tipe
nanopartikel super paramagnetic iron oxid, dan pengiriman obat dan gen yang menggunakan tipe nanopartikel berbasiskan liposom dan polimer. Tipe
nanopartikel yang terakhir ini yang digunakan pada aplikasi terapi kanker, dimana karakteristik signifikan yaitu pengiriman yang ditargetkan oleh
fungsionalisasi permukaan. Sistem pengiriman obat berbasis polimer dapat dikategorikan polymeric
drugs, polymeric-protein conjugates, polymeric-drug conjugates, dan polymeric micelles. Polymeric drugs biasanya polimer alami yang dikenal memiliki
antivirus atau karakteristik antitumor. Polimer juga dapat diemulsikan ke dalam partikel-partikel
berukuran nanometer
dimana obat-obatan
dapat digunakan. Polimeric-protein conjugates biasanya menggunakan Polyethylene
glycol PEG. PEG terkenal dengan daya larut air yang tinggi dan biokompatibilitas yang sangat baik. Polymeric-drug conjugates ditujukan
meningkatkan kelarutan dan kekhususan dari obat-obat berat dengan molekul rendah. Polymeric micelles biasanya dibuat dengan amphipilic polymer yang
12 membentuk micelles dalam larutan dengan obat yang terdapat di dalam micelles
tersebut.
Dalam dunia kedokteran, sifat ini akan terpakai secara luas untuk mendeteksi sel-sel tumor dalam tubuh. Hal ini dikarenakan ukuran yang lebih
kecil dibandingkan sel tubuh, sehingga nanopartikel dapat keluar masuk sel tubuh dengan mudah dan tidak mengganggu kerja sel. Sel kanker dan sel normal
mempunyai susunan kimiawi yang berbeda, sehingga ketika partikel memasuki 2 sel tersebut akan mengeluarkan cahaya luminisens yang berbeda. Dengan data
warna yang didapat, dokter dapat segera mendeteksi keberadaan sel kanker baik letak maupun ukuran. Selain itu dalam dunia obat, ukuran nanopartikel
diaplikasikan dalam proses tablet nanopartikel dan pengkapsulan nanopartikel. Sifatnya yang mudah larut akan meningkatkan daya serap obat oleh tubuh.
Nanopartikel dipandang sebagai carrier yang sangat baik untuk meningkatkan bioavailabilitas biomolekul, karena memiliki kemampuan difusi
dan penetrasi yang lebih baik ke dalam lapisan mukus. Banyak sekali aplikasi nanoteknologi di bidang medis, misalnya pembuatan spinel ferrite NiFe
2
O
4
yang dilapisi oleh PEG Polyvinyl Ethylene Glycol guna kepentingan biomedik
seperti magnetic resonance
imaging sebuah
alat untuk
membantu mengidentifikasi penyakit dengan memanfaatkan medan magnet dan energi
gelombang radio untuk menampilkan gambar stutur dan organ dalam tubuh. Kepentingan biomedik lainnya adalah drug delivery atau sistem penghantaran
obat, tissue repair atau perbaikan jaringan tubuh, dan magnetic fluid hyperthermia atau cairan magnetik panas tinggi
yang menggunakan “combustion
13 method
” atau metode tabung pembakaran, dan masih banyak lagi Alif dan Prastyo, 2011.
Sifat unik yang dimiliki nanopartikel disebabkan secara langsung oleh sifat fisikokimianya. Karena itu, penentuan karakteristik nanopartikel diperlukan
untuk mendapatkan pengertian mekanis dari perilaku nanopartikel. Pengertian yang mendalam dapat digunakan dalam memperkirakan kinerja secara in vivo
juga diperlukan dalam merancang partikel, pengembangan formulasi, dan mengatasi masalah-masalah dalam proses pembuatan nanopartikel.
Karakterisasi nanopartikel antara lain ukuran dan distribusi ukuran partikel, morfologi partikel, persen penjeratan zat aktif, profil melepaskan zat aktif secara
in vitro dan in vivo untuk mengetahui tingkat avaibilitas suatu obat dalam tubuh, dan kemampuan penetrasi menembus barier fisiologis. Ukuran partikel
mempengaruhi secara langsung terhadap keunikan sifat dari nanopartikel, karena itu penentuan ukuran dan distribusi ukuran nanopartikel harus dilakukan.
Beberapa metode dapat digunakan dalam penentuan seperti penghamburan cahaya dinamis Dynamic Light ScatteringDLS, penghamburan cahaya statis
Static Light ScatteringSLS, ultrasonik spektroskopi, turbidimetri, NMR, Coulter counter, dan lain sebagainya.
Bentuk dan keadaan permukaan nanopartikel penting untuk diketahui karena hal ini dapat memberikan informasi tentang sifat pelepasan obat. Untuk
melihat permukaan nanopartikel dapat digunakan mikroskop elektron pemindaian Scanning Electron MicroscopySEM, mikroskop elektron
transmisi Transmission Electron MicroscopyTEM, dan mikroskop daya atom
14 atomic force microscopy. Perbedaan mendasar dari TEM dan SEM adalah pada
cara elektron ditembakkan mengenai sampel. Pada TEM, sampel disiapkan sangat tipis sehingga elektron dapat menembusnya kemudian hasil tembusan
tersebut dapat diolah menjadi gambar. Sedangkan SEM, sampel tidak ditembus oleh elektron sehingga hanya pendaran hasil dari tumbukan elektron dengan
sampel yang ditangkap oleh detektor. Untuk mikroskop daya atom atomic force microscopy merupakan alat untuk mempelajari struktur permukaan secara
atomik. Sediaan nanopartikel dapat dibuat dengan berbagai metode, hingga saat ini
ada beberapa metode pembuatan nanopartikel yang sering digunakan, yaitu metode presipitasi, penggilingan milling methods, salting out, fluida
superkritis, polimerisasi monomer, polimer hidrofilik, dan dispersi pembentukan polimer Soppimath, Kulkarni, Aminabhavi, 2001; Mansouri, et al., 2011.
Adapun penjelasan dari keenam metode tersebut adalah : a. Metode emulsifikasi menggunakan prinsip difusi antara pelarut yang larut air
seperti aseton atau metanol dengan pelarut organik tidak larut air seperti kloroform dengan penambahan polimer. Difusi yang terjadi antara dua pelarut
tersebut mengakibatkan emulsifikasi pada daerah diantara dua fase pelarut. Partikel yang berada diantara dua fase pelarut tersebut berukuran lebih kecil
dari kedua fase pelarut itu sendiri Soppimath, Kulkarni, Aminabhavi, 2001.
b. Metode presipitasi adalah sebuah proses dimana bahan dilarutkan ke dalam
pelarut yang cocok, lalu dimasukkan ke dalam pelarut lain yang dipengaruhi
15 pH, suhu, atau perubahan pelarut kemudian segera menghasilkan presipitasi
zat aktif dengan partikel yang lebih kecil Haskel, et al., 2009. Metode ini menggunakan agen penahan tegangan permukaan yang cukup besar untuk
menahan agregasi. Kelemahan metode ini adalah nanopartikel yang terbentuk harus distabilisasi untuk mencegah timbulnya kristal berukuran mikro dan zat
aktif yang hendak dibuat nanopartikelnya harus larut, setidaknya dalam salah satu jenis pelarut. Sementara diketahui bahwa banyak zat aktif memiliki
kelarutan rendah baik di air maupun pelarut organik Junghanns Muller, 2008.
c. Metode milling atau penggilingan merupakan teknik standar yang telah
digunakan dalam beragam bidang aplikasi industri untuk mengurangi ukuran partikel. Besarnya pengurangan ukuran diatur oleh energi penggilingan, yang
ditentukan oleh kekerasan intrinsik obat, media grinding, dan penggilingan. Pengurangan ukuran partikel lewat penggilingan dapat dijelaskan oleh tiga
mekanisme kunci yang saling mempengaruhi, yakni gesekan antara dua permukaan karena tekanan yang dihasilkan melampaui kekuatan inheren
partikel, sehingga mengakibatkan frakturasi patahan atau retakan, gaya gesek yang dihasilkan shear force mengakibatkan pecahnya partikel
menjadi beberapa bagian, dan deagregasi terkait kolisi tabrakan antar agregat pada laju diferensial yang tinggi Vijaykumar, et al., 2010.
d. Metode fluida superkritis menggunakan senyawa yang memiliki suhu dan tekanan di atas titik kritis. Senyawa yang termasuk dalam golongan ini antara
lain karbon dioksida, air, dan gas metan. Senyawa ini digunakan sebagai
16 pengganti pelarut organik yang berbahaya bagi lingkungan Soppimath,
Kulkarni, Aminabhavi, 2001. e. Metode polimerisasi monomer menggunakan senyawa polialkilsianoakrilat
PACA. Metil atau etil sianoakrilat dimasukkan dalam media asam dengan penambahan surfaktan. Monomer sianoakrilat ditambahkan dalam campuran
yang sedang diaduk dengan magnetic stirrer. Senyawa obat ditambahkan baik sebelum penambahan monomer maupun setelah reaksi polimerisasi. Suspensi
nanopartikel yang terbentuk dimurnikan dengan ultrasentrifugasi Soppimath, Kulkarni, Aminabhavi, 2001.
f. Metode polimer hidrofilik tidak memerlukan surfaktan seperti metode polimerisasi monomer. Polimer yang digunakan dalam metode ini merupakan
polimer larut air seperti kitosan larut air, natrium alginat dan gelatin. Nanopartikel umumnya terbentuk secara spontan ataupun dengan
penambahan pengemulsi Soppimath, Kulkarni, Aminabhavi, 2001. Metode polimer hidrofilik juga biasa disebut metode gelasi ionik. Diantara
metode-metode tersebut, metode gelasi ionik atau polimer hidrofilik ini dinilai sebagai metode yang paling mudah dilakukan. Metode gelasi ionik
melibatkan proses sambung silang antara polielektrolit dengan adanya pasangan ion multivalennya. Gelasi ionik seringkali diikuti dengan
kompleksasi polielektrolit yang berlawanan. Pembentukan ikatan sambung silang ini akan memperkuat kekuatan mekanis dari partikel yang terbentuk
Raditya, Effionora, dan Mahdi, 2013.
17 Dari sekian banyak aplikasi nanopartikel dibidang medis, nanopartikel
berguna sebagai pembawa obat dan sistem pengantar obat yang telah berkembang beberapa tahun terakhir. Ukuran nanopartikel yang kecil
menyebabkan ekstrak mudah larut dan memiliki efisiensi penyerapan yang tinggi di usus Poulain Nakache, 1998. Selain lebih mudah mencapai target
manfaat pengaplikasian nanopartikel untuk obat herbal adalah meningkatkan stabilitas obat, memungkinkan memasukkan obat lipofilik dan hidrofilik.
4. Alginat
Alginat adalah polimer murni yang berasal dari asam uronat yang tersusun secara rantai linier yang panjang seperti pada Gambar 4. Berat molekul dari
asam alginat bervariasi tergantung dari metode preparasi dan sumber rumput lautnya, sedangkan untuk natrium alginat memiliki berat molekul pada kisaran
antara 35.000 sampai 1,5 juta Champan Champan, 1980. Alginat juga merupakan polisakarida asam yang tersusun dari polimer gula sederhana.
Alginat membentuk garam yang larut dalam air dengan kation monovalen seperti natrium alginat dengan berat molekul yang rendah.
Alginat terkandung dalam alga coklat Phaeophyceae seperti Sargassum sp. Alginat dalam alga coklat terdapat dalam bentuk garam dari natrium, kalium,
kalsium, dan magnesium Lembi Waaland, 1988. Spesifikasi alginat secara komersial bervariasi tergantung pemakaiannya dalam bidang industri. Alginat
yang digunakan dalam industri makanan dan farmasi harus memenuhi persyaratan bebas dari selulosa dan warnanya sudah dipucatkan sehingga
berwarna putih terang. Pharmaceutical grade, biasanya juga bebas dari selulosa
18 dan dipucatkan sehingga berwarna agak putih sampai putih bersih. Di samping
grade tersebut, ada pula yang disebut industrial grade yang masih diizinkan adanya beberapa bagian dari selulosa dengan warna granula bervariasi dari
coklat sampai putih McNeely Pettitt ,1973.
Gambar 4 . Struktur Alginat
Alginat digunakan secara luas dalam industri sebagai bahan pengental, pensuspensi, penstabil, pembentuk film, pembentuk gel, disintegrating agent,
dan bahan pengemulsi. Sehubungan dengan fungsi tersebut, maka alginat banyak dibutuhkan oleh berbagai industri, seperti industri farmasi 5, tekstil 50,
makanan dan minuman 30, kertas 6, serta industri lainnya 9 Anggadiredja, dkk., 2006. Friedli dan Schlager 2005 menyatakan bahwa
alginat digunakan dalam industri farmasi pada proses enkapsulasi karena sifatnya yang biokompatibel dan murah.
Tepung asam alginat berwarna putih, sedangkan natrium alginat berwarna gading. Kadar abu natrium alginat jauh lebih tinggi daripada asam alginat karena
19 adanya unsur natrium. Kandungan air yang lebih tinggi dalam natrium alginat
disebabkan adanya pengaruh garam yang bersifat higroskopis. Kandungan air dalam alginat bervariasi tergantung pada kelembaban lingkungannya. Semakin
tinggi kelembaban lingkungan, maka semakin tinggi pula kandungan air dalam natrium alginat. Natrium, kalium, dan propilen glikol alginat PGA dapat
dilarutkan dalam air untuk menambah kekentalan. Alginat dimanfaatkan dalam bentuk asam alginat atau garam natrium alginat
dan kalsium alginat pada bidang farmasi dan kosmetik. Alginat dapat digunakan sebagai pengental yang dapat dimanfaatkan dalam pembuatan shampoo cair
serta sebagai bahan sediaan untuk minyak rambut dan larutan pencuci rambut Anggadiredja, dkk, 2006. Dalam indusri kosmetik, alginat digunakan sebagai
bahan untuk skin lotion dan produk lainnya berupa jeli dan krim.
5. PSA Particle size analyzer