ANALISIS KOMPONEN TINGKAT KEMAMPUAN DESENTRALISASI FISKAL DI PROVINSI SUMATERA UTARA.

(1)

ANALISIS KOMPONEN TINGKAT KEMAMPUAN

DESENTRALISASI FISKAL DI PROVINSI

SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Sains

Program Studi Ilmu Ekonomi

Oleh :

Bernadeth Yosephine Priskilla Br Simangunsong 8126162003

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

2014


(2)

ANALISIS KOMPONEN TINGKAT KEMAMPUAN

DESENTRALISASI FISKAL DI PROVINSI

SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Sains

Program Studi Ilmu Ekonomi

Oleh :

Bernadeth Yosephine Priskilla Br Simangunsong 8126162003

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

2014


(3)

(4)

(5)

(6)

i

ABSTRAK

Bernadeth Y.P. Simangunsong, 8126162003, Analisis Komponen Tingkat Kemampuan Desentralisasi Fiskal di Provinsi Sumatera Utara.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi komponen tingkat kemampuan desentralisasi fiskal, yaitu komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Total Penerimaan Daerah (TPD) di Sumatera Utara. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari situs Kementrian Keuangan dan Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara. Dengan banyaknya sampel yang diamati adalah sebanyak 10 tahun dimulai dari tahun 2003-2012.

Dalam penelitian ini menggunakan model persamaan simultan, namun sebelum melakukan estimasi data terlebih dahulu dilakukan pengujan data uji asumsi klasik seperti : uji normalitas, stasioneritas, kointegrasi dan simultanitas, sebagai syarat melanjutkan analisis dan estimasi. Persamaan model simultan ini memiliki 4 (empat) variabel yang mewakili variabel endogenus, dan 6 (enam) variabel sebagai variabel eksogenusnya. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Eviews 6.0.

Persamaan simultan dengan 2 SLS ternyata memberikan hasil bahwa keseluruhan variabel eksogenus secara serempak (uji-f) berpengaruh signifikan terhadap masing-masing variabel endogenusnya (TPD, PAD, I, TEXP).

Sedangkan secara parsial (uji-t) untuk variabel endogenus Pendapatan Asli Daerah diperoleh hasil bahwa jumlah kendaraan bermotor berpengaruh positif dan signifikan terhadap PAD, begitu juga variabel Populasi berpengaruh signifikan terhadap PAD namun arah/slopenya bersifat negatif. Sedangkan variabel konsumsi, pendapatan perkapita dan total pengeluaran/belanja daerah tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap PAD. Untuk variabel endogenus Total Penerimaan Daerah diperoleh hasil bahwa secara signifikan hanyalah Pendapatan Asli Daerah yang berpengaruh terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD) sedangkan variabel Investasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Penerimaan Daerah. Selanjutnya, untuk variabel endogenus Investasi diperoleh hasil bahwa tingkat suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Investasi, dan Total Penerimaan Daerah serta Belanja modal memberikan pengaruh yang signifikan pula tetapi dengan arah slope yang positif. Untuk yang terakhir variabel endogenus Pengeluaran/Belanja Daerah diperoleh hasil bahwa Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Pengeluaran/Belanja Daerah sedangkan variabel eksogenus lainnya yakni Populasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Pengeluaran/Belanja Daerah. Dengan nilai Rsquare masing-masing variabel endogenus PAD, TPD, I dan TEXP adalah 98.05 % ; 97.28% ; 92.05 % ; dan 88.29 %

Kata Kunci : Desentralisasi Fiskal, Pendapatan Asli Daerah, Total Penerimaan Daerah, Investasi, Pengeluaran/Belanja Daerah, Populasi, Jumlah Kendaraan Bermotor, Konsumsi, Pendapatan perkapita, Tingkat Suku Bunga, Belanja Modal/Pembangunan, 2 SLS


(7)

ii

ABSTRACT

Bernadeth Y.P. Simangunsong, 8126162003, Analysis Ability Component of Fiscal Decentralization in North Sumatera Province.

This research aims to determine the factors that affect the ability components of fiscal decentralization, is Regional Local Revenue component (PAD) and Total Regional Revenue (TPD) in North Sumatra. Sources of data used in this study is secondary data obtained from the website of Finance Ministry and the Central Bureau of Statistics (BPS) of North Sumatra. With the number of observed samples is as much as 10 years starting from the year 2003 to 2012.

In this reasearch using a simultaneous equations model, but before doing data estimates first tested the classical assumptions such as: test for normality, stationarity, cointegration and simultaneity, as a condition of continued analysis and estimation. This simultaneous equation models have four (4) variables representing endogenous variables, and 6 (six) variable as its exogenous variables. Data processing is performed using Eviews 6.0 program.

Simultaneous equations with 2SLS turns out that the overall results exogenous variables simultaneously (test-f) significant effect on each variable endogenus (TPD, PAD, I, TEXP).

While partial (t-test) for the endogenous variable Regional Local Revenue the result that the number of motor vehicles and a significant positive effect on PAD, as well as population variables have a significant effect on the PAD but has a negative slope/direction. While a variable consumption, per capita income and total expenditure /spending regions not having significant impact on Regional Local Revenue (PAD). For the endogenous variable Total Regional Revenue obtained results that significantly only Regional Local Revenue (PAD) has affecting to the Total Regional Revenue (TPD) while the investment variable not significantly affect to Total regional Revenue (TPD). Furthermore, for the endogenous variable investment result that the interest rate is negative and significant effect on investment, and Total regional Revenue (TPD) and Capital expenditures have a significant influence as well but with a positive slope/ direction. For the last endogenous variable Total Expenditure /Spending Regions (TEXP) obtained results that Regional Local Revenue (PAD) give a significant effect for Total Expenditure /Spending Regions (TEXP) while the other exogenous variables that population does not have a significant effect on Total Expenditure /Spending Regions (TEXP. With R-square value of each endogenous variable PAD, TPD, I and TEXP is 98.05%; 97.28%; 92.05%; and 88.29%

Keywords : Fiscal Decentralization, Regional Local Revenue (PAD), Total Regional Revenue (TPD), Investment, Total Expenditure /Spending

Regions, Population, Number of Motor Vehicles, consumption,

Percapita income, Interest Rate, Capital Expenditure / Development, Expenditure, 2SLS


(8)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan berkatNya yang tak berkesudahan sehingga

penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul : “Analisis Komponen Tingkat

Kemampuan Desentralisasi Fiskal di Provinsi Sumatera Utara”. Penelitian tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagai syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Pascasarjana Program Studi Ilmu Ekonomi, Universitas Negeri Medan. Selain itu penulis juga berharap agar tesis ini dapat memperluas wawasan dan menambah pengetahuan para pembaca.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan tesis ini, yaitu :

1. Bapak Prof. Ibnu Hadjar, M.Si selaku Rektor Universitas Negeri Medan. 2. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Muin Sibuea, M.Pd selaku Direktur Program

Pascasarjana Universitas Negeri Medan

3. Bapak Dr. H. Dede Ruslan, M.Si selaku Ketua Prodi Ilmu Ekonomi dan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I penulis yang telah menyediakan banyak waktu, membimbing, dan memberikan arahan serta masukan selama proses penyelesaian tesis ini.

4. Bapak Dr. Eko Wahyu Nugrahadi, M.Si selaku Sekretaris Prodi Ilmu Ekonomi sekaligus sebagai Narasumber (Penguji) penulis yang telah banyak memberikan saran dalam penyempurnaan tesis ini.


(9)

iv

5. Bapak Prof. Dr. Sahyar, M.S., M.M selaku Dosen Pembimbing II penulis yang telah menyediakan banyak waktu, membimbing, dan memberikan arahan serta masukan selama proses penyelesaian tesis ini.

6. Bapak Dr. H. Muhammad Yusuf, M.Si dan Bapak Dr. Rahmanta Ginting, M.Si selaku Narasumber (Penguji) penulis yang telah banyak memberikan saran dalam penyempurnaan tesis ini.

7. Seluruh bapak dan ibu dosen Prodi Ilmu Ekonomi lainnya yang telah memberikan ilmu dan pengajaran kepada penulis sesuai dengan bidangnya masing-masing selama masa perkuliahan yang telah berlalu.

8. Kepada kedua Orangtua, L.B.H Simangunsong dan Almh. Julita Veronika L. Gaol. Terima kasih buat kasih sayang tanpa batas dari papa dan mama yang telah diberikan kepada penulis. Walaupun hampir di tahun kesebelas tanpa mama, papa ada menjadi super dady yang senantiasa tidak lelah menghadapi tingkah laku penulis sebagai anaknya, dan tetap selalu memberikan doa, semangat, nasihat serta bimbingan selama ini kepada penulis. Dan biarlah Tuhan melimpahkan umur panjang kepada orangtua, sehingga penulis masih dapat memberikan kebanggan yang lain untuk orangtua penulis.

9. Kepada Ibu S. L.Toruan yang perannya tidak dapat begitu saja dilupakan, yang telah mensupport dan membantu di dalam suka dan duka buat penulis dan keluarga

10. Kepada adik-adikku tersayang Maria Angelia Christin Simangunsong, S.Th, Imanuel Yunus Hamonangan Simangunsong, dan Theofanie Stephanie


(10)

v

Delba Simangunsong terimakasih buat bantuan tenaga, doa, dan dukungannya selama penulis menyelesaikkan tesis ini.

11. Terkhusus kepada alm abangda, penulis begitu amat bangga dan berterimakasih kepada beliau karena kehadiran beliau yang pernah ada. Beliau merupakan orang kedua setelah orangtua dimana penulis ingin mendedikasikan gelar yang diperolehnya ini. Terimakasih buat semuanya , keberadaanmu tak lekang oleh waktu walau hanya ada di dalam memori. 12. Kepada rekan dan kawan seperjuangan satu angkatan terutama

kawan-kawan di kelas Eksekutif (B) Prodi Ilmu Ekonomi terimakasih buat hangatnya kebersamaan dan kekompakan yang menjadi bagian baik selama penulis menjalani studi maupun di luar studi.

13. Semua pihak yang telah membantu penulis yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu

Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik, saran, dan masukan yang membangun untuk penyempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih, kiranya Tuhan Memberkati kita sekalian.

Medan, Juli 2014

Bernadeth Y.P.Br. Simangunsong 812 6162 003


(11)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN DEWAN PEGUJI LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 21

1.3 Tujuan Penelitian... 22

1.4 Manfaat Penelitian... 22

BAB II KAJIAN PUSTAKA... 24

2.1 Landasan Teori ... 24

2.1.1 Desentralisasi Fiskal... 24

2.1.2 Sumber Penerimaan Daerah... 27

2.1.3 Pendapatan Perkapita... 40

2.1.4 Jumlah Penduduk... 41

2.1.5 Konsumsi... 43

2.1.6 Tingkat Suku Bunga ... 45

2.1.7 Investasi... 48

2.1.8 Pengeluaran/Belanja Daerah... 51

2.2 Interpretasi Pengaruh Antar Variabel... 55

2.2.1 Jumlah Kendaraan Bermotor Terhadap PAD... 55


(12)

vii

2.2.2 Jumlah Penduduk Terhadap PAD... 55

2.2.3 Konsumsi Terhadap PAD... 57

2.2.4 Pendapatan Perkapita Terhadap PAD... 58

2.2.5 Pengeluaran/Belanja Daerah Terhadap PAD... 58

2.2.6 Investasi Terhadap Penerimaan Daerah... 59

2.2.7 PAD Terhadap Penerimaan Daerah... 60

2.2.8 Penerimaan Daerah Terhadap Investasi... 60

2.2.9 Tingkat Suku Bunga Terhadap Investasi.. 61

2.2.10 Pengeluaran Pembangunan Terhadap Investasi... 62

2.2.11 PAD Terhadap Pengeluaran/Belanja Daerah... 63

2.2.12 Jumlah Penduduk Terhadap Pengeluaran/Belanja Daerah... 63

2.3 Kontribusi Penelitian Terdahulu... 64

2.4 Kerangka Konseptual... 73

2.5 Hipotesis Penelitian... 78

BAB III METODE PENELITIAN... 79

3.1 Ruang Lingkup Penelitian... 79

3.2 Jenis dan Sumber Data... 79

3.3 Teknik Pengumpulan Data... 79

3.4 Model dan Prosedur Estimasi Penelitian... 80

3.5 Syarat Identifikasi... 84

3.6 Metode Analisis Data... 87

3.7 Uji Signifikansi dan Uji Asumsi... 87

3.7.1 Uji Asumsi Ekonometri... 87

3.7.2 Uji Signifikansi... 91


(13)

viii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 96

4.1 Hasil Penelitian... 96

4.1.1 Gambaran Objek Penelitian... 96

4.1.2 Deskriptif Variabel Penelitian... 97

4.1.2.1 Pendapatan Asli Daerah... 99

4.1.2.2 Konsumsi... 101

4.1.2.3 Jumlah Kendaraan Bermotor... 102

4.1.2.4 Pendapatan Perkapita... 103

4.1.2.5 Populasi... 104

4.1.2.6 Pengeluaran/Belanja Daerah.... 105

4.1.2.7 Penerimaan Daerah... 106

4.1.2.8 Investasi... 107

4.1.2.9 Tingkat Suku Bunga... 109

4.1.2.10 Belanja Modal... 110

4.1.3 Uji Signifikansi dan Asumsi Ekonometri. 112 4.1.3.1 Asumsi Ekonometri... 112

4.1.3.2 Uji Signifikansi... 116

4.1.4 Kontribusi Tingkat Kemampuan Desentralisasi Fiskal Di Provinsi Sumatera Utara... 126 4.2 Pembahasan... 129

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 141

5.1 Kesimpulan... 141

5.2 Saran... 143

DAFTAR PUSTAKA... 146


(14)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 Realisasi Pendapatan Asli Daerah di Provinsi Sumatera

Utara Tahun 2003-2012 (Juta Rupiah)... 5

Tabel 1.2 Gambaran Sekilas Lima Tahun Terakhir Proporsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Total Pendapatan Daerah Sumatera Utara... 6 Tabel 1.3 Sekilas Lima Tahun Terakhir Proporsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Total Pendapatan Daerah Prov. DKI Jakarta... 7 Tabel 1.4 Jumlah Kendaraan Bermotor, Pajak Dan PAD... 11

Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu... 69

Tabel 3.1 Identifikasi Persamaan Komponen Dari Tingkat Kemampuan Desentralisasi Fiskal... 85

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif... 97

Tabel 4.2 Interpolasi data Tahunan menjadi Data Semesteran... 98

Tabel 4.3 Uji Normalitas Data... 112

Tabel 4.4 Uji Stasioneritas (Hasil Uji Akr-akar Unit)... 113

Tabel 4.5 Uji Kointegrasi... 114

Tabel 4.6 Uji Simultanitas... 115

Tabel 4.7 Uji Two Stage Least Square Dengan System... 116

Tabel 4.8 Uji t Untuk Variabel Endogen PAD... 118

Tabel 4.9 Uji t untuk Variabel Endogen TPD... 120

Tabel 4.10 Uji t untuk Variabel Endogen I... 121

Tabel 4.11 Uji t untuk Variabel Endogen TEXP... 122

Tabel 4.12 Hasil Pengujian Uji-F... 124

Tabel 4.13 Uji Koefisien Determinasi (Uji R2)... 125


(15)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.1 Anggaran, Realisasi dan Pertumbuhan Pendapatan Asli

Daerah Sumatera Utara... 8

Gambar 1.2 Perkembangan PAD, Populasi dan Pendapatan Perkapita 5 tahun terakhir... 13

Gambar 1.3 Total Penerimaan Daerah dan Pertumbuhan Penerimaan Daerah... 15

Gambar 1.4 Pergerakan Pertumbuhan Belanja Pembangunan dan Investasi... 18

Gambar 2.1 Penerimaan Daerah di Era Desentralisasi Fiskal... 39

Gambar 2.2 Kurva Fungsi Investasi... 50

Gambar 2.3 Kurva Marginal Efficiwncy of Investment... 61

Gambar 2.4 Diagram Kerangka Berpikir... 77

Gambar 4.1 Perkembangan Data Pendapatan Asli Daerah... 100

Gambar 4.2 Perkembangan Konsumsi Tahun 2003-2012... 101

Gambar 4.3 Perkembangan Data Jumlah Kendaraan Bermotor... 102

Gambar 4.4 Perkembangan Data Pendapatan Perkapita... 103

Gambar 4.5 Perkembangan Data Jumlah Penduduk... 104

Gambar 4.6 Perkembangan Pengeluaran/Belanja Daerah Sumatera Utara... 105

Gambar 4.7 Perkembangan Data Total Penerimaan Daerah... 107

Gambar 4.8 Perkembangan Data Investasi... 108

Gambar 4.9 Perkembangan Data Tingkat Suku Bunga... 109

Gambar 4.10 Perkembangan Data Belanja Modal... 111


(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Mencuatnya rasa ketidakpuasan dari masyarakat akibat pengendalian pemerintah pusat terhadap penghasilan dari sumber daya alam di daerah serta kurang sensitifnya pemerintah terhadap perbedaan antar daerah, kemudian memunculkan permintaan yang kuat akan pembagian kekuasaan. Berbagai proposal untuk desentralisasi fiskal telah dibuat sejak awal 1970-an (Delay et.al, 1995; Devas, 1997; Rohdehwold, 1995), namun elemen-elemen utamanya tidak pernah terlaksana.

Dan lebih lanjut ketidakpuasan yang dirasa masyarakat ini, kemudian memuncak dipicu karena adanya krisis ekonomi dan pergolakan politik yang terjadi di pertengahan tahun 1997 sampai awal tahun 1998. Hal ini ditandai dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan disusul dengan melambungnya nilai inflasi sebesar 77,63% di tahun 1998, yang naik 66,53 % dari tahun sebelumnya. Akibatnya, selama tahun-tahun awal terjadinya krisis di masa pemerintahan Soeharto, bangsa Indonesia berada dalam situasi yang serba sulit. Demonstrasi terjadi dimana-mana karena masyarakat tidak puas dengan situasi yang tengah berlangsung saat itu. Hal ini terjadi semakin buruk ketika kebijakan-kebijakan pemerintah dalam pemahaman secara logis, tidak bisa diterima rakyat karena dianggap “tidak berpihak” kepada mereka. Seperti dalam kasus pengurangan subsidi BBM. Sementara itu, modal sosial yang sudah lama tercabik-cabik karena prilaku pemerintahan orde baru telah mendorong terjadinya


(17)

2

kekerasan berlangsung dalam skala yang luas. Kekerasan ini banyak dimotivasi oleh munculnya perasaan tidak adil yang berkembang di masyarakat akibat

“penjarahan” yang dilakukan para pejabat era orde baru. Seperti ibarat bom waktu

yang sudah disulut apinya, pada akhirnya meledak juga. Hal yang sama juga dialami oleh negara kita. Ledakan keras itu kemudian menguak ke permukaan, hinga pada masa tersebut lunturlah masa pemerintahan Soeharto yang sangat otoriter dan sentralistik. Sehingga pada saat itu Indonesia dengan cepat mengambil langkah besar, masuk dalam fase baru bagi perubahan yang mendasar dalam kehidupan berpolitik dan pemerintahan di Indonesia. Salah satu perubahan yang cukup mendasar dalam orde reformasi tersebut adalah dalam hal penyelenggaraan pemerintahan daerah dan munculnya sistem politik demokratis. Seiring dengan perubahan kepemimpinan nasional dari orde baru menuju orde reformasi, pola hubungan pemerintahan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat juga mengalami perubahan. Jika sebelumnya kita menganut sistem pemerintahan yang bersifat sentralistik yang ternyata hanya menimbulkan ketidakadilan di seluruh daerah, dirubah menjadi era desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era otonomi daerah. Pemerintah merespon permintaan akan desentralisasi yang semakin keras ketika DPR dengan cepat menyetujui dua undang-undang di bulan April 1999 dengan menetapkan tanggal 1 Januari 2001 sebagai mulai dilaksanakannya desentralisasi yang drastis,

Penerapan otonomi daerah yang diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 2001 membawa implikasi pada pelimpahan wewenang antara pusat dan daerah dalam berbagai bidang. Kebijakan terkait yang tertuang dalam UU No. 22 tahun 1999


(18)

3

tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Undang -Undang ini dalam

perkembangannya diperbaharui dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang No. 33 Tahun2004 dikenal dengan Undang-Undang Otonomi Daerah, yang merupakan pijakan hukum atas implementasi desentralisasi fiskal di Indonesia. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 berintikan pembagian kewenangan dan fungsi (power sharing) antara pemerintah pusat dan daerah. Sementara Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 mengatur pembagian sumber-sumber daya keuangan (financial sharing) antara pusat-daerah didesain dengan menggunakan prinsip money follow function atau “uang mengikuti

kewenangan”. Artinya, penyerahan kewenangan daerah juga dibarengi dengan

penyerahan sumber-sumber pembiayaan yang sebelumnya masih dipegang oleh pemerintah pusat (Mahi dkk, 2001).

Dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, maka akan terjadi perluasan wewenang pemerintah daerah. Sedangkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 akan tercipta peningkatan kemampuan keuangan daerah. Oleh karena itu, otonomi daerah diharapkan bisa menjadi jembatan bagi pemerintah daerah untuk mendorong efisiensi ekonomi, efisiensi pelayanan publik sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah serta meningkatkan kesejahteraan penduduk lokal melalui berbagai efek multiplier dari desentralisasi yang diharapkan bisa terwujud (Khusaini dalam Ladjin (2008))

Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal ini mengharapkan pemerintah daerah memiliki kemandirian yang lebih besar dalam keuangan daerah. Oleh


(19)

4

karena itu, peranan PAD yang merupakan bagian dari Pendapatan Daerah sangat menentukan kinerja keuangan daerah. Pengukuran kinerja keuangan daerah yang banyak dilakukan saat ini antara lain dengan melihat rasio antara PAD dengan Total Pendapatan Daerah pada APBD. Prinsipnya, semakin besar sumbangan PAD kepada APBD akan menunjukkan semakin kecil ketergantungan daerah kepada pusat. Satu hal yang perlu dicatat adalah peningkatan PAD bukan berarti daerah harus berlomba-lomba membuat pajak baru, tetapi lebih pada upaya memanfaatkan potensi daerah secara optimal.

Provinsi Sumatera Utara terus berbenah diri untuk meningkatkan sumber-sumber penerimaan untuk menciptakan kemampuan fiskal yang meningkat di daerah. Kondisi fiskal di Sumatera Utara memberikan gambaran bahwa terdapat empat sumber kontribusi yang menyumbangkan bagian terhap penerimaan Pendapatan Asli Daerah Sumatera Utara yaitu kontribusi dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Laba Perusahaan Milik Daerah, dan Lain-lain PAD yang sah. Keempat komponen PAD ini kemudian menjadi barometer utama suksesnya pelaksanaan desentralisasi fiskal, dalam mendukung tingkat kemampuan fiskal di Sumatera Utara . Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut :


(20)

5

Tabel 1.1

Realisasi Pendapatan Asli Daerah Di Propinsi Sumatera Utara Tahun 2003-2012

(Juta Rupiah) TAHUN KOMPOSISI PAD TOTAL PAD PAJAK DAERAH RETRIBUSI DAERAH LABA PERUSAHAAN MILIK DAERAH LAIN-LAIN PAD YANG SAH

2003 861,970.79 16,928.48 5,880.75 23,482.16 908,262.19 2004 1,081,371.91 23,756.05 7,056.89 30,943.87 1,143,128.73 2005 1,301,137.84 18,852.33 8,523.50 44,469.03 1,372,982.70 2006 1,366,445.06 11,714.73 90,291.20 34,157.22 1,502,608.22 2007 1,542,508.89 13,611.81 74,138.55 63,587.05 1,693,846.30 2008 2,002,004.60 29,409.17 89,673.27 60,224.54 2,181,311.59 2009 1,834,682.28 29,456.74 90,518.05 61,416.26 2,016,073.32 2010 2,271,474.93 35,813.38 166,320.14 81,171.85 2,554,780.32 2011 3,141,123.91 31,297.59 289,249.77 116,790.81 3,578,462.08 2012 3,636,070.00 33,487.11 263,935.00 117,269.00 4,050,760.00

Sumber : Kementrian Keuangan Tahun 2003-2012

Merujuk pada Total PAD yang diterima Pemerintah Daerah Sumatera Utara diatas, tergambar bahwa nilai total PAD sudah cukup baik dimana trend yang terjadi selama tahun pengamatan selalu mengalami kenaikan, walaupun terjadi penurunan dari tahun pada tahun 2008 sebesar Rp. 2.181.311,59 menjadi Rp 2.016.073,32 di tahun 2009.

Namun untuk melihat tingkat kemampuan desentralisasi fiskal tidak cukup hanya melihat trend positif tersebut saja, melainkan bagaimana pemerintah daerah dapat membiayai kebutuhan rumah tangga daerahnya dari Pendapatan Asli Daerahnya (PAD) yang nilainya dibandingkan dengan Total Pendapatan Daerah.

Adapun untuk mengetahui seberapa besar tingkat kemampuan desentralisasi fiskal digunakan kriteria derajat desentralisasi daerah yang dibuat oleh Badan Litbang Depdagri dan Fisipol UGM (1991) sebagai berikut :


(21)

6

1. 0,00% s/d 10% : sangat kurang 2. 10,1 s/d 20% : kurang 3. 20,1% s/d 30% : sedang 4. 30,1% s/d 40% : cukup 5. 40,1% s/d 50% : baik

6. Di atas 50% : sangat baik

Tabel 1.2

Gambaran Sekilas Lima Tahun Terakhir Proporsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Total Penerimaan Daerah Sumatera Utara

Tahun PAD Penerimaan

Daerah % PAD/TPD

2008 2,181,311.59 3,620,112.15 60.26

2009 2,016,073.32 3,823,149.65 52.73

2010 2,554,780.32 4,232,169.60 60.37

2011 3,578,462.08 5,363,366.62 66.72

2012 4,050,760.00 7,912,337.00 51.20

Sumber : Kementrian Keuangan Tahun 2008-2012

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai Proporsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total Penerimaan Daerah Sumatera Utara sudah cukup optimal dan memuaskan, dikatakan sudah cukup optimal dan memuaskan dikarenakan Kontribusi Pemerintah daerah dalam membiayai kegiatan dan aktifitas perekonomian daerah sudah dapat dibiayai secara langsung oleh Pendapatan Asli Daerah-nya ditunjukkan dengan besaran persentase PAD terhadap Total Penerimaan Daerah sudah lebih besar dari 50%, sehingga ketergantungan terhadap pemerintah pusat tidak lagi bersifat dominan (telah bersifat otonom atau terdesentralisasi fiskal). Namun tingkat kemampuan desentralisasi fiskal selama 5 (lima) tahun terakhir masih relatif bersifat fluktuatif

Hal ini akan berbeda apabila tingkat kemampuan desentralisasi fiskal di Sumatera Utara dibandingkan dengan daerah DKI Jakarta yang secara umum keberadaan perekonomian kedua Provinsi ini tidak jauh berbeda. Adapun tingkat


(22)

7

kemampuan desentralisasi fiskal di Prov. DKI Jakarta dalam 5 tahun terakhir mengambarkan nilai persentase yang semakin menaik di tiap tahunnya yang menandakan bahwa tingkat kemampuan desentralisasi fiskalnya menunjukan suatu trend yang positif. Dimana di tahun 2008, Persentase PAD terhadap Penerimaan Daerah nya sebesar 54,39% dan terus naik sampai tahun 2012 sebesar 63,04%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1.3 sebagai berikut:

Tabel 1.3

Gambaran Sekilas Proporsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Total Penerimaan Daerah Prov. DKI Jakarta

Tahun PAD Penerimaan

Daerah % PAD/TPD

2008 10,455,565.53 19,221,757.87 54.39% 2009 10,601,057.96 19,262,681.59 55.03% 2010 12,891,992.18 23,025,986.99 55.99% 2011 17,825,987.29 28,297,361.48 63.00% 2012 22,158,800.00 35,150,900.00 63.04%

Sumber : Kementrian Keuangan Tahun 2003-2012

Perbedan tingkat kemampuan desentralisasi fiskal di kedua provinsi ini menggambarkan bahwa Prov. DKI Jakarta dapat lebih mampu relatif stabil dalam mengkoordinir kemampuan dan potensi daeprah nya untuk membiayai pembiayan jalannya aktifitas perekonomian daerahnya sehingga tingkat kemampuan desentralisasi fiskalnya tetap mengalami pergerakan naik dari tahun ke tahun. Untuk hal itu Provinsi Sumaera Utara kedepannya dirasa cukup perlu mempertahankan keadaan kemampuan desentralisasi fiskal yang telah cukup memuaskan baik, namun harus adanya perhatian khusus dari pemerintah daerah Sumatera Utara agar pergerakan nya tidak lagi bersifat fluktuatif (naik-turun)


(23)

8

tetapi harapannya peregerakan trend tersebut harus bersifat positif kedepannya atau meningkat naik dari tahun ke tahun.

Untuk itu yang harus diperhatikan oleh Pemerintah Daerah Sumatera Utara untuk meningkatkan kemampuan desentralisasi fiskal, dalam hal ini ialah bagaimana Pengelolaan dan Pengembangan Potensi Sumber-Sumber kontribusi untuk komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) begitu juga dengan Total Penerimaan Daerahnya.

Dengan begitu, hal pertama yang harus kita lihat dan cermati bagaimana kondisi Tingkat Kemampuan Desentralisasi Fiskal komponen Pendapatan Asli Daerah. Dalam hal ini, Pendapatan Asli Daerah mengambarkan kondisi fluktuatif selama tahun pengamatan, dari tahun 2003-2012. Adapun lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik dibawah ini :

Sumber : Kementrian Keuangan dan BPS data diolah Gambar 1.3

Anggaran, Realisasi dan Tingkat Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah Tahun 2003-2012

0

25.86 20.11

9.44 12.73 28.78 -7.58 26.72 40.07 -20 0 20 40 60 0.00 2,000,000.00 4,000,000.00

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)

SUMATERA UTARA

Anggaran Pendapatan Asli Daerah Realisasi Pendapatan Asli Daerah


(24)

9

Dari gambar diatas menunjukkan bahwa terjadi pergerakan fluktuatif atas persentase pertumbuhan realisasi PAD selama tahun pengamatan. Pada tahun 2003 hingga 2004 pertumbuhan PAD Sumatera Utara bergerak naik dari 0 % menjadi 25,86%. Di tahun 2005 pertumbuhannya kemudian turun menjadi 20,11% dan disusul dengan penurunan selanjutnya di tahun 2006 menjadi 9,44%. Untuk dua tahun berikutnuya tahun 2007-2008, PAD bertumbuh naik dari 9,44 % di tahun 2006 naik menjadi 12,73% di tahun 2007 dan di tahun 2008 kembali naik menjadi 28,78% Di tahun 2009 terjadi masalah yang cukup memprihatinkan, dimana turunnya tingkat pertumbuhan PAD Sumatera Utara, anjlok sampai menembus angka -7,58 %, yang mana berarti PAD di tahun 2009 nilainya menurun dan lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya. Selain hal tersebut, ada hal lain yang mendasari anjloknya tingkat pertumbuhan PAD yaitu adanya ketimpangan antara realisasi dengan anggaran pendapatan daerah. dimana nilai realisasi pencapaian pendapatan daerah berada di bawah garis anggaran yang sudah ditetapkan sebelumnya. Adapun nilai realisasi di tahun 2009 ini ialah sebesar 2.016.073,32 juta rupiah yang mana berada dibawah nilai anggaran yang ditetapkan sebesar 2.104.203,00 juta rupiah.Selanjutnya di tahun 2010 dan 2011, PAD kembali mengalami peningkatan diman pertumbuhannya menjadi 26,72% dan 40,07% namun di tahun 2012 pertumbuhannya mengalami penurunan menjadi 13,20%. Dari data grafik diatas ada beberapa hal yang menggambarkan suatu problem bagi aktifitas ekonomi, dimana kenyataan pencapaian PAD tidak sama dengan anggaran yang telah ditargetkan pada tahun anggaran tersebut, ditambah dengan pergerakan persentase pertumbuhan PAD yang masih bersifat


(25)

10

fluktuatif, naik turun dari tahun ke tahun yang membuat kemampuan desentralisasi fiskal cenderung menjadi tidak stabil. Sehingga Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara kedepannya harus lebih memberi perhatian secara khusus lagi terhadap pergerakan pertumbuhan PAD dan faktor-faktor yang dapat memaksimalkan PAD itu sendiri..

Pemaksimalan terhadap Tingkat Kemampuan Desentralisasi Fiskal komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah dengan cara memaksimalkan sumber-sumber penerimaan PAD itu sendiri. Adapun PAD merupakan penjumlahan dari beberapa sektor penerimaan yakni dari pajak, retribusi daerah, Laba BUMD/Hasil Kekayaan Daerah, dan Lain-Lain PAD yang sah. Dalam Penelitian ini, sumber-sumber penerimaan PAD tersebut diwakilikan oleh beberapa variabel peubahnya.

Adapun variabel peubah untuk Pajak daerah yaitu Jumlah Kendaraan Bermotor dan Konsumsi. Alasan dijadikannya jumlah Kendaraan Bermotor sebagai variabel peubah untuk Pajak Daerah dikarenakan potensi penerimaan pajak daerah yang paling berperan di Sumatera Utara salah satunya adalah pajak kendaraan bermotor. Dan Untuk Konsumsi dijelaskan bahwa secara makro agregat meningkatnya konsumsi masyarakat/rumah tangga akan memberikan efek terhadap kegiatan perekonomian, sehingga output (Y) juga akan mengalami peningkatan yang serupa, dimana bentuk output (hasil) yang diterima oleh pemerintah daerah tergambar lewat Pendapatan Asli Daerah. Berikut data yang menjelaskan tentang Jumlah Kendaraan Bermotor, Konsumsi, Pajak, dan PAD di Sumatera Utara tahun 2003-2012.


(26)

11

Tabel 1.4

Jumlah Kendaraan Bermotor, Pajak, dan PAD

Tahun TX Jumlah Kendaraan

Bermotor (JKB) CONS (Rp) PAD

2003 861,970.79 1,664,930.00 198,497 908,262.19 2004 1,081,371.91 1,957,703.00 212,585 1,143,128.73 2005 1,301,137.84 2,285,404.00 287,480 1,372,982.70 2006 1,366,445.06 2,555,453.00 287,434 1,502,608.22 2007 1,542,508.89 2,896,912.00 313,190 1,693,846.30 2008 2,002,004.60 3,304,728.00 391,767 2,181,311.59 2009 1,834,682.28 3,613,876.00 432,389 2,016,073.32 2010 2,271,474.93 4,039,127.00 499,694 2,554,780.32 2011 3,141,123.91 4,569,295.00 564,565 3,578,462.08

Sumber : BPS dan Kementrian Keuangan

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah pajak bergerak naik diikuti pergerakan jumlah kendaraan serta pengeluaran konsumsi dan berakhir pada kenaikan PAD dari tahun ke tahun selama tahun pengamatan. Namun yang menjadi perhatian bahwa di tahun 2006 konsumsi mengalami penurunan menjadi 287,434 rupiah per bulannya dari 287,480 rupiah per bulannya di tahun 2005, penurunan ini dinilai tidak terlalu signifikan berbeda dengan penurunan yang terjadi di tahun 2009 terhadap penerimaan pajak daerah daerah dari 2,002,004.60 juta rupiah di tahun 2008 turun menjadi 1,834,682.28 juta rupiah di tahun 2009 sehingga berpengaruh terhadap turunya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dimana dari tabel dapat dilihat bahwa PAD di tahun 2008 sebesar 2,181,311.59 juta rupiah turun menjadi 2,181,311.59 juta rupiah di tahun 2009. Walaupun terjadi penurunan dalam penerimaan pajak dan PAD, jumlah kendaraan bermotor tidak mengikuti pergerakan penurunan yang berarti, justru terjadi kebalikannya dimana jumlah kendaraan bermotor ini mengalami peningkatan di tahun 2009. Keadaan


(27)

12

ini dimungkinkan bahwa kebutuhan akan kendaraan bermotor sudah dianggap sangat penting bagi masyarakat untuk dapat memperluas akses mereka sebagai mobilitas terhadap aktivitas keseharian masyarakat. Dimana hal baru merubah konsep lama bahwa kendaraan bermotor yang semula dianggap barang mewah atau barang tersier yang kebutuhannya dipenuhi apabila telah terpenuhinya kebutuhan primer dan sekunder, namun kini kendaraaan bermotor justru tidak lagi dikategorikan barang mewah, karena hampir semua golongan masyarakat memiliki kendaran bermotor sebagai pelengkap untuk membantu mobilitas dan akses mereka dalam beraktifitas. Disamping itu ditambah dengan berbagai kemudahan yang diberikan beberapa pihak (perusahaan/leasing/kredit), dalam menawarkan kendaraan bermotor kepada masyarakat, dengan cara kredit yang bisa dijangkau oleh masyarakat. Sehingga masyarakat menengah ke bawah juga dapat mengakses dalam hal permintaan kendaraan bermotor khsususnya untuk unit sepeda motor.

Selanjutnya sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah lainnya yang ingin dilihat yaitu retribusi daerah. Retribusi Daerah dalam hal ini merupakan fungsi dari variabel peubah nya yakni pendapatan perkapita dan Populasi. Untuk pendapatan perkapita daerah yang umum digunakan adalah produk domestik regional bruto per kapita (PDRBCAP). Semakin tinggi pendapatan seseorang maka akan semakin tinggi pula kemampuan orang tersebut untuk membayar berbagaai pungutan yang ditetapkan Pemerintah. Dalam konsep makro dapat dianalogikan bahwa semakin besar pendapatan per kapita masyarakat yang diperoleh maka akan semakin besar pula potensi daerah. Jadi dengan adanya


(28)

13

peningkatan pendapatan per kapita maka hal ini mengidikaskan akan mendorong peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Berikut ini digambarkan kondisi

perkembangan Populasi, Pendapatan Perkapita, dan PAD selama 5 tahun terakhir

Gambar 1.4.

Perkembangan PAD, Populasi, dan Pendapatan Perkapita 5 tahun terakhir

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa pergerakan perkembangan Populasi, Pendapatan Perkapita dan PAD berada pada skema garis yang cenderung hampir sama dari tahun ke tahun. Namun pergerakan Populasi dan PAD masih bersifat fluktuatif, hal tersebut berbeda dengan kondisi perkembangan pendapatan perkapita yang tetap bergerak naik secara kontinue dari tahun ke tahun. Pendapatan Perkapita mengalami trend peningkatan selama 5 tahun terakhir secara terus menurus, terlihat pada gambar diatas yaitu di tahun 2008 pendapatan perkapita sebesar 8,344.3 juta rupiah naik hingga di tahun 2012 menjadi 10,174.8 juta rupiah. Sebailiknya kondisi perkembangan PAD dan Populasi mengalami pergerakan fluktuatif. Pergerakan fluktuatif untuk PAD terjadi pada tahun 2008 ke 2009. Tahun 2009, PAD mengalami kondisi penurunan sesaat sebesar 165,238.27

0.00 2,000.00 4,000.00 6,000.00 8,000.00 10,000.00 12,000.00

0.00 2,000,000.00 4,000,000.00 6,000,000.00 8,000,000.00 10,000,000.00 12,000,000.00 14,000,000.00

2008 2009 2010 2011 2012

Perkembangan PAD, Populasi, dan

Pendapatan Perkapita 5 tahun terakhir


(29)

14

juta rupiah dari tahun sebelumnya menjadi 2,016,073.32. Dan selanjutnya di tahun berikutnya mengalami pergerakan naik sampai di tahun 2012 menjadi 4,050,760 juta. Pergerakan fluktuatif yang sama juga terjadi terhadap Populasi pada tahun 2009 ke 2010 yang mana populasi mengalami penurunan sebesar 266,182.00 dari tahun sebelumnya di tahun 2009. Dan selanjutnya di tahun berikutnya populasi mengalami pergerakan naik sampai di tahun 2012 menjadi 13,215,401.00 jiwa.

Selanjutnya sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah lainnya yang ingin dilihat yaitu Laba BUMD/Hasil Kekayaan Daerah yang dipisahkan dan Lain-Lain PAD yang sah dimana masing-masing diwakili oleh variabel peubahnya yakni Konsumsi untuk Laba BUMD/Hasil Kekayaan Daerah serta Populasi dan Pengeluaran/Belanja Daerah sebagai variabel peubah dari Lain-Lain PAD yang sah.

Sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi PAD dalam hal ini yang ingin diteliti yakni konsumsi, jumlah kendaraan bermotor, populasi, pendapatan perkapita, dan pengeluaran/belanja daerah. Variabel belanja daerah pada faktor-faktor yang mempengaruhi PAD ini dilihat sebagai variabel eksogen atau variabel bebas namun pada hal yang lainnya variabel belanja daerah ini juga menjadi variabel endogen untuk persamaan lain yang mempengaruhinya. Dimana yang ingin dilihat pengaruhnya terhadap belanja daerah yakni PAD, dan Populasi.

Namun lebih lanjut kita juga tidak boleh melepaskan concern kita terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD) karena hal tersebut juga penting untuk dapat menilai tingkat kemampuan desentralisasi fiskal, disamping Pendapatan Asli


(30)

15

Daerah (PAD) yang telah diuraikan sebelumnya. Kondisi pertumbuhan Total Penerimaan Daerah (TPD) di Sumatera Utara juga menampilkan kondisi yang bersifat fluktuatif dari tahun ke tahun Lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut ini :

Sumber : Kementrian Keuangan, data diolah

Gambar 1.1

Total Penerimaaan Daerah dan Pertumbuhan Penerimaan Daerah

Dari gambar diatas menunjukkan bahwa terjadi pergerakan fluktuatif atas persentase pertumbuhan penerimaan daerah selama tahun pengamatan. Pada tahun 2003-2004 pertumbuhan pendapatan daerah Sumatera Utara bergerak naik dari 0% menjadi 19,77%. Di tahun 2005 pertumbuhannya kemudian turun menjadi 14,31% dan di tahun 2006 naik kembali ke 16,97%. Dan kenaikan tersebut masih berlangsung sampai di tahun 2008 dengan pertumbuhan total penerimaan daerah yang dicapai sebesar 21,68 %. Di tahun 2009 terjadi masalah serius, dimana anjloknya penurunan tingkat pertumbuhan penerimaan daerah Sumatera Utara

0.00 19.77

14.31 16.97 18.18 21.68 5.61 10.70 26.73 47.53 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 50.00 0.00 1,000,000.00 2,000,000.00 3,000,000.00 4,000,000.00 5,000,000.00 6,000,000.00 7,000,000.00 8,000,000.00 9,000,000.00

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Total Penerimaan Daerah


(31)

16

sampai menembus angka 5,61%, yang mana berarti penerimaan daerah di tahun 2009 nilainya menurun dan lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya. Dan kemudian di tahun 2010 sampai tahun 2012 penerimaan daerah kembali mengalami kenaikan dari 10,70 % di tahun 2010 meningkat sebesar 47,53 % di tahun 2012.

Sehingga adapun yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan kemampuan desentralisasi fiskal komponen penerimaan daerah, beberapa faktor penyumbang utamanya adalah investasi dan PAD. Namun faktor yang mempengaruhi penerimaan daerah ini juga dipengaruhi oleh faktor lain dan memiliki pengaruh dua arah terhadap penerimaan daerah. Dimana selain penerimaan daerah dipengaruhi oleh investasi, sebaliknya variabel investasi dipengaruhi oleh penerimaan daerah dan beberapa faktor lainnya yang ingin dilihat pengaruhnya dalam penelitian ini seperti tingkat suku bunga dan belanja modal (pembangunan).

Adapun bentuk pengaruh Investasi terhadap penerimaan derah dijelaskan oleh Mubyarto (2003:166) bahwa pendapatan nasional dalam skala regional kita sebut dengan pendapatan/penerimaan daerah akan mengalami peningkatan ketika terjadi rangsangan investasi. Demikian juga sebaliknya, pendapatan nasional dan juga Penerimaan Daerah akan mengalami kemerosotan ketika investasi turun. Sehingga dengan demikian, pemerintah daerah yang merupakan tujuan investasi para pelaku bisnis memiliki peluang yang lebih besaruntuk meningkatkan jumlah penerimaan daerahnya dbandingkan dengan daerah yang daya tarik investasinya rendah.


(32)

17

Faktor lain yang mempengaruhi Total Penerimaan Daerah (TPD) ialah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Menurut UU No 33 tahun 2004 Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PAD merupakan komponen utama dari sumber penerimaan daerah. Sehingga kenaikan atau peningkatan terhadap PAD akan memberikan dampak terhadap Toral Penerimaan Daerah. Dengan kata lain PAD memberikan pengaruh yang positif terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD), dimana apabila PAD naik maka Total Penerimaan Daerah (TPD), akan mengalami kenaikan pula.

Permintaan akan masuknya investasi ke suatu negara atau daerah juga di pengaruhi oleh beberapa hal. Salah satu yang menjadi pertimbangan penting adalah Total Penerimaan Daerah. Dimana terdapat hubungan dua arah antara Total Penerimaan Daerah (TPD) dan Investasi selain telah dijelaskan sebelumnya bahwa Total Penerimaan Daerah (TPD) dipengaruhi oleh Investasi, disisi lain juga Investasi dipengaruhi oleh Total Penerimaan Daerah (TPD) sehingga pengaruh dua arah dalam penelitian ini membentuk suatu persamaan simultan. Pengaruh Penerimaan Daerah terhadap investasi dijelaskan bahwa apabila kondisi perekonomian suatu daerah yang tercermin dari Total Penerimaan Daerah (TPD), dinilai cukup kondusif dan mengalami progres (kenaikan) yang signifikan maka selanjutnya akan merangsang investor untuk berinvestasi ke daerah tersebut. Karena dengan adanya gambaran keadaan suatu kinerja keuangan daerah yang baik maka selanjutnya akan mengundang investasi masuk ke daerah tersebut.


(33)

18

Selajutnya yang mempengaruhi investasi ialah belanja modal (pembangunan). Pengeluaran pembangunan adalah pengeluaran yang digunakan untuk membiayai investasi produktif yang dilaksanakan pemerintah (G), baik pembangunan sarana atau sarana baru, maupun untuk rehabilitasi dan pemeliharaan berebagai sarana dan prasarana yang produktif yang telah ada (Dua dalam Warwonto (2011:33).

Sumber : Kementrian Keuangan dan BPS Sumut, data diolah Gambar 1.2

Pergerakan Pertumbuhan Belanja Pembangunan dan Investasi

Sama halnya dengan variabel-variabel sebelumnya, variabel belanja pembangunan yang mempengaruhi investasi ini, juga menggambarkan kondisi yang fluktuatif. Dimana di tahun 2006 merupakan titik pertumbuhan belanja pembangunan tertinggi dengan pertmbuhan belanja pembangunan 69,6 % sedangkan pertumbuhan investasi tertinggi berada pada tahun 2007 mencapai di atas 100 %, yakni besarnya senilai 344,03%.

-100.00 0.00 100.00 200.00 300.00 400.00

-80.00 -60.00 -40.00 -20.00 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Pertumbuhan Belanja Pembangunan dan

Investasi


(34)

19

Dan dari grafik diatas pergerakan pertumbuhan belanja pembangunan terhadap investasi telah menunjukkan grafik garis yang cenderung pergerakannya relatif sama. Sehingga menandakan bahwa bentuk dan arah pengaruh yang ditimbulkan antara variabel belanja pembangunan dengan investasi, memiliki pengaruh yang positif dimana jika variabel belanja pembangunan naik maka investasi pun juga meningkat, begitu pula sebaliknya.

Dan hal terakhir yang ingin dilihat pengaruhnya terhadap investasi ialah tingkat suku bunga. Dimana investasi akan mengalami kenaikan dalam jumlahnya apabila suku bunga pinjaman turun. Sebaliknya, apabila suku bunga pinjaman mengalami kenaikan maka investasi akan berkurang. Hal ini sesuai dengan teori efisiensi investasi marjinal atau kurva MEI dimana menjelaskan bahwa investasi akan dilakukan oleh investor jika tingkat pengembalian modal lebih besar atau sama dengan tingkat suku bunga. Apabila tingkat suku bunga lebih besar dari pada tingkat pengembalian modal maka investasi tidak akan dilakukan oleh investor.

Beberapa peneliti sebelumnya melihat beberapa hal yang berkaitan mengenai tinjauan penelitian ini. Pada Pada jurnal Dinamika Pembangunan Vol. 2 No. 1 / lull 2005: 9 - 18 dalam Purbayu Budi Santosa dan Retno Puji Rahayu yang berjudul; Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Kediri menyimpulkan bahwa Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi presentasi perubahan PAD adalah Total pengeluaran pembangunan, penduduk dan PDRB sangat kuat, hal ini didukung dengan tingkat koefisiensi determinasi (R2) sebesar


(35)

20

0,971. Ketiga variabel independen (Pengeluaran Pembangunan, Penduduk, PDRB), yang mempunyai pengaruh paling besar yaitu variabel penduduk sebesar 8,049.

Selanjutnya Berutu, Kasiman (2011) dalam tesis nya yang berjudul Pengaruh Belanja Daerah, Investasi, Pendapatan Per Kapita, dan Jumlah Penduduk Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Kota se-Provinsi Sumatera utara menyimpulkan bahwa Belanja daerah, pendapatan per kapita dan jumlah penduduk berpengaruh secara parsial terhadap PAD Kabupaten/Kota se-Provinsi Sumatera Utara. Adanya pengaruh jumlah penduduk terhadap PAD Kabupaten/Kota se-Provinsi Sumatera Utara sejalan dengan hasil penelitian Santosa dan Rahyu sebelumnya. Sedangkan Investasi secara parsial tidak berpengaruh terhadap PAD Kabupaten/Kota se-Provinsi Sumatera Utara, hal ini bertentangan dengan penelitian Santosa dan Rahyu

Pada penelitian tesis Tambun, Delliana (2012) yang berjudul, Pengaruh PDRB, Investasi, Inflasi, dan Pengangguran terhadap Pendapatan Daerah di Provinsi Sumatera Utara menyimpulkan bahwa secara parsial, PDRB dan Investasi berpengaruh positif signifikan terhadap Pendapatan Daerah. Hasil yang menunjukkan investasi berpengaruh positif sesuai dengan hasil yang diutarakan dalam penelitian Santosa dan Rahayu. Sedangkan variabel Inflasi berpengaruh negatif tidak signifikan dan variabel Pengangguran berpengaruh positif tidak signifikan terhadap Pendapatan Daerah.


(36)

21

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti hal-hal tersebut diatas dengan judul “Analisis Komponen Tingkat Kemampuan Desentralisasi Fiskal Provinsi Sumatera Utara”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah terdapat pengaruh konsumsi, jumlah kendaraan bermotor, populasi, pendapatan perkapita, dan pengeluaran/belanja daerah terhadap tingkat kemampuan desentralisasi fiskal komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD).

2. Apakah terdapat pengaruh Investasi dan PAD terhadap Tingkat Kemampuan Desentralisasi Fiskal komponen Total Penerimaan Daerah (TPD).

3. Apakah terdapat pengaruh tingkat suku bunga, penerimaan daerah, dan belanja pembangunan terhadap investasi.

4. Apakah terdapat pengaruh PAD dan populasi terhadap pengeluaran/belanja daerah.

5. Sejauh mana tingkat kemampuan desentralisasi fiskal Provinsi Sumatera Utara di era otonomi.


(37)

22

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis pengaruh konsumsi, jumlah kendaraan bermotor, populasi, pendapatan perkapita, dan pengeluaran/belanja daerah terhadap tingkat kemampuan desentralisasi fiskal komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD).

2. Menganalisis pengaruh Investasi dan PAD terhadap Tingkat Kemampuan Desentralisasi Fiskal komponen Total Penerimaan Daerah (TPD).

3. Menganalisis pengaruh tingkat suku bunga, penerimaan daerah, dan belanja pembangunan terhadap investasi.

4. Menganalisis pengaruh PAD dan populasi terhadap pengeluaran/belanja daerah.

5. Mengukur Tingkat Kemampuan Desentralisasi Fiskal di Sumatera Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

Dengan penelitian yang dilakukan ini, mampu memberikan manfaat yang antara lain adalah :

1. Manfaat Teoritis :

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berbagai kajian-kajian yang berkaitan dengan tingkat kemampuan desentralisasi fiskal di era otonomi daerah, Indonesia umumnya dan di Propinsi Sumatera Utara khususnya, yang diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi kerangka berpikir serta model pengembangan dan aplikasinya.


(38)

23

2. Manfaat Praktis :

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan/input bagi :

a. Sebagai bahan informasi untuk dapat dipertimbangkan oleh Pemerintah Daerah Sumatera Utara dalam menyusun rencana dan program kerja pemerintah untuk meningkatkan upaya penggalian sumber-sumber penerimaan daerah yang lebih maksimal dan optimal dalam rangka meningkatkan kemampuan dan kemandirian fiskal (desentralisasi fiskal). b. Menambah referensi terhadap perkembangan ekonomi dan pembangunan

di suatu daerah untuk dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan studi-studi selanjutnya.


(39)

141

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan sesuai tujuan penelitian, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Jumlah Kendaraan Bermotor berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah. Jumlah Kendaran Bermotor ini bersifat elastis dengan koefisien estimasi sebesar 2.58 menandakan variabel Jumlah Kendaraan Bermotor apabila mengalami kenaikan akan berdampak besar bagi peningkatan PAD yang sesungguhnya. Di sisi lain, Populasi berpengaruh secara signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah namun arah/slope pengaruh yang dihasilkan ialah negatif. Variabel Populasi ini juga memiliki elastisitas yang cukup tinggi dengan nilai koefisien sebesar -6.428 sehingga menandakan diperlukan penekanan terhadap jumlah penduduk yang terlalu tinggi agar pertumbuhan pendapatan secara proporsional memberikan informasi yang jelas bagi kondisi pendapatan masyarakat yang pada akhirnya dapat berdampak pada PAD. Sebaliknya, untuk variabel Konsumsi, Pendapatan perkapita, dan Pengeluaran/Belanja Daerah dari hasil estimasi penelitian diketahui tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).

2. Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap Total Penerimaan Daerah. Namun variabel Investasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Total Penerimaan Daerah


(40)

142

3. Tingkat suku bunga, Belanja Modal dan Total Penerimaan Daerah secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap Investasi, dengan sensitivitas variabel tingkat suku bunga yang tinggi (elastis) terhadap investasi Sumatera Utara dengan nilai koefisien sebesar -1.386 menandakan variabel Tingkat Suku Bunga apabila mengalami penurunan akan berdampak besar bagi peningkatan Investasi.

4. PAD secara signifikan berpengaruh terhadap Pengeluaran/Belanja Daerah dengan arah hubungan yang positif. Namun untuk variabel Populasi diperoleh hasil estimasi dimana variabel tersebut tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Pengeluaran/Belanja Daerah.

5. Tingkat Kemampuan Desentralisasi Fiskal di Sumatera Utara bersifat fluktuatif, namun telah dikategorikan sangat baik karena berada di atas nilai 50 %. Yang artinya Pemerintah Daerah Sumatera Utara telah mampu membiayai kebutuhan daerahnya sendiri tanpa menggantungkan diri dengan pemerintah pusat. Tingkat Kemampuan Desentralisasi Fiskal paling tinggi dirasakan di Sumatera Utara yaitu di tahun 2011 sebesar 66.72%, dan sebaliknya Tingkat Kemampuan Desentralisasi yang terendah berada pada di tahun 2012, dengan tingkat kemampuan desentralisasi fiskal sebesar 51.20%.


(41)

143

2. Saran

Berdasarkan analisis dari penelitian serta kesimpulan yang telah dirumuskan diatas, maka penulis perlu untuk mengajukan saran-saran yang relevan sebagai usaha untuk memecahkan permasalahan yang ditentukan dalam analisis serta diharapkan dapat berguna sebagai masukan-masukan bagi pihak-pihak yang terkait. Adapun saran-saran tersebut adalah sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil analisis tingkat kemampuan desentralalisasi fiskal dengan melihat komponen PAD dan Penerimaan Daerah, maka pemerintah daerah dituntut harus lebih peka dalam menangkap berbagai peluang yang bisa meningkatkan pengoptimalan tingkat kemampuan desentralisasi fiskal. Salah satunya yakni penerimaan pajak kendaraan bermotor dan penerimaan dari Pendapatan Asli Daerah. Pemerintah harus lebih tanggap terhadap faktor-faktor tersebut, dengan lebih mengedepankan unsur controlling dan taat pajak kepada wajib pajak kendaraan bermotor, sehingga kemudahan dalam akses terhadap kendaraan bermotor tidak disalahgunakan masyarakat sebagai pengguna hak karena adanya pengawasan dan disertai dengan kesadaraan wajib pajak kendaraan bermotor yang dikenakan terhadapnya. Dengan begitu, pajak yang diterima pemerintah juga dapat secara optimal masuk ke dalam kas daerah. Sehingga diharapkan Provinsi Sumatera Utara memiliki tingkat kemampuan desentralisasi fiskal yang mengalami trend meningkat setiap tahunnya.

2. Pemerintah Daerah Sumatera Utara diharapkan dan dituntut untuk secara berkesinambungan dapat meningkatkan penerimaan daerah dan menjaga


(42)

144

kestabilan kondisi kinerja keuangan daerahnya dari beberapa gejolak-gejolak besar agar investor yang ingin menanamkan modal ke daerah dapat masuk dan bersedia berinvestasi ke berbagai sektor usaha perekonomian Sumatera Utara pada khususnya dan Indonesia pada umumnya, karena dengan gambaran kinerja keuangan daerah yang baik dan kondusif nantinya dapat mengundang sejumlah investor untuk masuk dan berinvestasi.

3. Dalam hal ini sangat diperlukan pengaturan pemerintah daerah khusunya Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dengan dibantu kekuatan koordinasi dengan Pemda Kabupaten/Kota setempat untuk dapat meningkatkan pengembangan kualitas SDM dan mengendalikan laju pertumbuhan penduduk, dikarenakan dari hasil penelitian diketahui bahwa populasi masih memberikan efek yang negatif bagi kemampuan desentralisasi fiskal khususnya komponen Pendapatan Asli Daerah sehingga di tahun-tahun berikutnya diharapkan dengan adanya campur tangan pemerintah terhadap pengendalian jumlah penduduk dan peningkatan pengembangan kualitas SDM dapat menjadikan Sumber Daya Manusia tersebut berdaya saing dan variabel jumlah penduduk dapat menjadi komponen utama penyumbang kontribusi terbesar bagi penerimaan daerah khusunya Pendapatan Asli Daerah di Sumatera Utara.

4. Bagi peneliti lanjutan lainnya yang ingin mencoba mengembangkan penelitian ini disarankan untuk dapat menambah range tahun pengamatan dan bahkan dapat melihat data dari segi waktu sebelum dan sesudah era otonomi daerah.


(43)

145

5. Bagi peneliti lanjutan yang ingin melakukan penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan sampel penelitian yang lebih luas, sehingga dapat memberikan gambaran kemandirian daerah di era otonomi daerah.


(44)

146

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Rendi Ni Ketut, Jurnal. Dampak Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Gianyar

Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara (bps.go.id)

Berutu, Kasiman, 2011, Tesis. Pengaruh Belanja Daerah, Investasi, Pendapatan

Per Kapita, dan Jumlah Penduduk Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Kota se-Provinsi Sumatera Utara, USU

Booth, Anne, 2000. Upaya-Upaya Untuk Mendesentralisasi Kebijaksanaan

Perpajakan. Masalah Kemampuan Perpajakan, usaha Perpajakan dan Perimbangan Keuangan, Hubungan Pusat – Daerah dalam Pembangunan (Rangkuman Collin Mac Andrews dan Icksul Amal), PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta.

Brahmantio dan Tri Wibowo, 2002. Analisis Kebijakan Fiskal Pada Era Otonomi Daerah (Studi Kasus Kota Surakarta), Jurnal Ekonomi dan Keuangan Vol.

6, No.1.

Devas, Nick, Brian Binder. dkk (1989). Keuangan Pemerintah Daerah di

Indonesia, Penterjemah Masri Maris , Universitas Indonesia (UI-Press),

Jakarta

Dornbusch, Rudiger, et. al, 2004. Makro Ekonomi Edisi 8. Penerjemah Yusuf Wibisono dan Roy Indra Mirazudin. Media Global Edukasi. Jakarta

Dumairy, 1996. Perekonomian Indonesia. Erlangga Jakarta. S

Gujarati, Damodar, 2003. Essentials of Econometric, McGraw Hill International Editions.

Insukindro, 2000, Dasar-Dasar Ekonometrika, Kerjasama Bank Indonesia

dengan Program Studi MEP UGM Yogyakarta, Yogyakarta.

Jolianis, Jurnal. Analisis Perekonomian Daerah dan Pendapatan Asli Daerah

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat

Khusaini, Mohammad, 2006. Ekonomi Publik : Desentralisasi Fiskal dan

Pembangunan Daerah. BPFE Unibraw, Malang.

Kuncoro, Daru. 2003. Tesis. Analisis Kemampuan Pendapatan Asli Daerah


(45)

147

Kuncoro, Mudrajad, 2004. Otonomi Daerah dan Pembangunan Daerah :

Reformasi, Perencanaan, Strategis dan Peluang. Erlangga, Jakarta.

Ladjin, Nurjanna, 2008. Analisis Kemandirian Fiskal di Era Otonomi Daerah

(Studi Kasus di Provinsi Sulawesi Tengah)

Lestari, Holydia, 2004. Pengaruh kebijakan utang, kebijakan deviden, resiko dan

profitabilitas perusahaan terhadap set kesempatan investasi. Tesis.UGM.

Mardiasmo, 2002. Otonomi dan manajemen keuangan daerah. Penerbit Andi. Yogjakarta.

Mankiw, N.Gregory, 2003. Teori Makro Ekonomi. Terjemahan, PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Republik Indonesia , (2004-a). Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintah Daerah.

Republik Indonesia , (2004-b). Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Santosa dan Rahayu, Jurnal Dinamika Pembangunan Vol. 2 No. 1 / lull

2005:9-18, Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Faktor-Faktor yang

Mempengaruhinya Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Kediri

Sasana, Hadi, 2011. Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE) ISSN : 1412-3126, Analisis Determinan Belanja Daerah di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat Dalam Era Otonomi dan Desentralisasi Fiskal

Suparmoko, 2002. Ekonomi Publik Untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah.

Edisi Pertama. Andi, Yogyakarta.

Suryono,Wiratno Bagus, 2008. Analisis pengaruh PAD, Tingkat Investasi dan

tenaga Kerja terhadap PDRB Jawa Tengah. Tesis.Universitas Diponegoro,

Semarang

Tambun, Delliana, 2012. Tesis, Pengaruh PDRB, Investasi, Inflasi, dan

Pengangguran terhadap Pendapatan Daerah di Provinsi Sumatera Utara,

USU

Todaro, Michael. P, 2003. Pembangunan Ekonomi 1, Edisi Kelima, Bumi Aksara, Jakarta

Utami, Ayu . Jurnal, Pengaruh Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap


(46)

148

Widarjono, Agus, 2013. Ekonometrika, Pengantar dan Aplikasinya Disertai

Panduan Eviews, Edisi Keempat, UPP STIM YKPN, Yogyakarta.

Widyoworo, Maduseno. 2003. Analisis Kemandirian Fiskal di Era Otonomi Daerah (Studi Kasus di Provinsi Sulawesi Tengah)

Wijaya, Andi, 2008. Penilaian Kinerja Reksa Dana Saham melalui pendekatan Shape Ratio Periode Des 2006 – 2007. Jurnal Ekonomi tahun XIII No.02,

Juli 2008.

Yanti, Zasyuni, 2004. Skripsi, Analisis Beberapa Faktor yang Mempengaruhi

Pendapatan Asli Kota Bogor, IPB

Yuniarti, Ari, 2008. Tesis, Pengaruh Pertumbuhan Pendapatan Perkapita,

Tingkat Investasi dan Tingkat Industrialisasi Terhadap Kemandirian Daerah, USU

Harian Suara Pembaruan, Kamis 5 April 2001 dalam Mardiasmo

http://carapedia.com/pengertian_definisi_penduduk_info2150.html diakses tanggal 06 Maret 2013

http://www.djpk.depkeu.go.id/data-series/data-keuangan-daerah/ diakses tanggal 20 Juni 2013


(1)

143

2. Saran

Berdasarkan analisis dari penelitian serta kesimpulan yang telah

dirumuskan diatas, maka penulis perlu untuk mengajukan saran-saran yang

relevan sebagai usaha untuk memecahkan permasalahan yang ditentukan dalam

analisis serta diharapkan dapat berguna sebagai masukan-masukan bagi

pihak-pihak yang terkait. Adapun saran-saran tersebut adalah sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil analisis tingkat kemampuan desentralalisasi fiskal dengan

melihat komponen PAD dan Penerimaan Daerah, maka pemerintah daerah

dituntut harus lebih peka dalam menangkap berbagai peluang yang bisa

meningkatkan pengoptimalan tingkat kemampuan desentralisasi fiskal. Salah

satunya yakni penerimaan pajak kendaraan bermotor dan penerimaan dari

Pendapatan Asli Daerah. Pemerintah harus lebih tanggap terhadap

faktor-faktor tersebut, dengan lebih mengedepankan unsur controlling dan taat pajak

kepada wajib pajak kendaraan bermotor, sehingga kemudahan dalam akses

terhadap kendaraan bermotor tidak disalahgunakan masyarakat sebagai

pengguna hak karena adanya pengawasan dan disertai dengan kesadaraan

wajib pajak kendaraan bermotor yang dikenakan terhadapnya. Dengan begitu,

pajak yang diterima pemerintah juga dapat secara optimal masuk ke dalam

kas daerah. Sehingga diharapkan Provinsi Sumatera Utara memiliki tingkat

kemampuan desentralisasi fiskal yang mengalami trend meningkat setiap

tahunnya.

2. Pemerintah Daerah Sumatera Utara diharapkan dan dituntut untuk secara


(2)

144

kestabilan kondisi kinerja keuangan daerahnya dari beberapa gejolak-gejolak

besar agar investor yang ingin menanamkan modal ke daerah dapat masuk

dan bersedia berinvestasi ke berbagai sektor usaha perekonomian Sumatera

Utara pada khususnya dan Indonesia pada umumnya, karena dengan

gambaran kinerja keuangan daerah yang baik dan kondusif nantinya dapat

mengundang sejumlah investor untuk masuk dan berinvestasi.

3. Dalam hal ini sangat diperlukan pengaturan pemerintah daerah khusunya

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dengan dibantu kekuatan koordinasi

dengan Pemda Kabupaten/Kota setempat untuk dapat meningkatkan

pengembangan kualitas SDM dan mengendalikan laju pertumbuhan

penduduk, dikarenakan dari hasil penelitian diketahui bahwa populasi masih

memberikan efek yang negatif bagi kemampuan desentralisasi fiskal

khususnya komponen Pendapatan Asli Daerah sehingga di tahun-tahun

berikutnya diharapkan dengan adanya campur tangan pemerintah terhadap

pengendalian jumlah penduduk dan peningkatan pengembangan kualitas

SDM dapat menjadikan Sumber Daya Manusia tersebut berdaya saing dan

variabel jumlah penduduk dapat menjadi komponen utama penyumbang

kontribusi terbesar bagi penerimaan daerah khusunya Pendapatan Asli Daerah

di Sumatera Utara.

4. Bagi peneliti lanjutan lainnya yang ingin mencoba mengembangkan

penelitian ini disarankan untuk dapat menambah range tahun pengamatan dan

bahkan dapat melihat data dari segi waktu sebelum dan sesudah era otonomi


(3)

145

5. Bagi peneliti lanjutan yang ingin melakukan penelitian selanjutnya

diharapkan menggunakan sampel penelitian yang lebih luas, sehingga dapat


(4)

146

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Rendi Ni Ketut, Jurnal. Dampak Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Gianyar

Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara (bps.go.id)

Berutu, Kasiman, 2011, Tesis. Pengaruh Belanja Daerah, Investasi, Pendapatan

Per Kapita, dan Jumlah Penduduk Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Kota se-Provinsi Sumatera Utara, USU

Booth, Anne, 2000. Upaya-Upaya Untuk Mendesentralisasi Kebijaksanaan

Perpajakan. Masalah Kemampuan Perpajakan, usaha Perpajakan dan Perimbangan Keuangan, Hubungan Pusat – Daerah dalam Pembangunan (Rangkuman Collin Mac Andrews dan Icksul Amal), PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta.

Brahmantio dan Tri Wibowo, 2002. Analisis Kebijakan Fiskal Pada Era Otonomi Daerah (Studi Kasus Kota Surakarta), Jurnal Ekonomi dan Keuangan Vol.

6, No.1.

Devas, Nick, Brian Binder. dkk (1989). Keuangan Pemerintah Daerah di

Indonesia, Penterjemah Masri Maris , Universitas Indonesia (UI-Press),

Jakarta

Dornbusch, Rudiger, et. al, 2004. Makro Ekonomi Edisi 8. Penerjemah Yusuf Wibisono dan Roy Indra Mirazudin. Media Global Edukasi. Jakarta

Dumairy, 1996. Perekonomian Indonesia. Erlangga Jakarta. S

Gujarati, Damodar, 2003. Essentials of Econometric, McGraw Hill International Editions.

Insukindro, 2000, Dasar-Dasar Ekonometrika, Kerjasama Bank Indonesia

dengan Program Studi MEP UGM Yogyakarta, Yogyakarta.

Jolianis, Jurnal. Analisis Perekonomian Daerah dan Pendapatan Asli Daerah

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat

Khusaini, Mohammad, 2006. Ekonomi Publik : Desentralisasi Fiskal dan

Pembangunan Daerah. BPFE Unibraw, Malang.

Kuncoro, Daru. 2003. Tesis. Analisis Kemampuan Pendapatan Asli Daerah


(5)

147

Kuncoro, Mudrajad, 2004. Otonomi Daerah dan Pembangunan Daerah :

Reformasi, Perencanaan, Strategis dan Peluang. Erlangga, Jakarta.

Ladjin, Nurjanna, 2008. Analisis Kemandirian Fiskal di Era Otonomi Daerah

(Studi Kasus di Provinsi Sulawesi Tengah)

Lestari, Holydia, 2004. Pengaruh kebijakan utang, kebijakan deviden, resiko dan

profitabilitas perusahaan terhadap set kesempatan investasi. Tesis.UGM.

Mardiasmo, 2002. Otonomi dan manajemen keuangan daerah. Penerbit Andi. Yogjakarta.

Mankiw, N.Gregory, 2003. Teori Makro Ekonomi. Terjemahan, PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Republik Indonesia , (2004-a). Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintah Daerah.

Republik Indonesia , (2004-b). Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Santosa dan Rahayu, Jurnal Dinamika Pembangunan Vol. 2 No. 1 / lull

2005:9-18, Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Faktor-Faktor yang

Mempengaruhinya Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Kediri

Sasana, Hadi, 2011. Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE) ISSN : 1412-3126, Analisis Determinan Belanja Daerah di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat Dalam Era Otonomi dan Desentralisasi Fiskal

Suparmoko, 2002. Ekonomi Publik Untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah.

Edisi Pertama. Andi, Yogyakarta.

Suryono,Wiratno Bagus, 2008. Analisis pengaruh PAD, Tingkat Investasi dan

tenaga Kerja terhadap PDRB Jawa Tengah. Tesis.Universitas Diponegoro,

Semarang

Tambun, Delliana, 2012. Tesis, Pengaruh PDRB, Investasi, Inflasi, dan

Pengangguran terhadap Pendapatan Daerah di Provinsi Sumatera Utara,

USU

Todaro, Michael. P, 2003. Pembangunan Ekonomi 1, Edisi Kelima, Bumi Aksara, Jakarta

Utami, Ayu . Jurnal, Pengaruh Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap


(6)

148

Widarjono, Agus, 2013. Ekonometrika, Pengantar dan Aplikasinya Disertai

Panduan Eviews, Edisi Keempat, UPP STIM YKPN, Yogyakarta.

Widyoworo, Maduseno. 2003. Analisis Kemandirian Fiskal di Era Otonomi Daerah (Studi Kasus di Provinsi Sulawesi Tengah)

Wijaya, Andi, 2008. Penilaian Kinerja Reksa Dana Saham melalui pendekatan Shape Ratio Periode Des 2006 – 2007. Jurnal Ekonomi tahun XIII No.02,

Juli 2008.

Yanti, Zasyuni, 2004. Skripsi, Analisis Beberapa Faktor yang Mempengaruhi

Pendapatan Asli Kota Bogor, IPB

Yuniarti, Ari, 2008. Tesis, Pengaruh Pertumbuhan Pendapatan Perkapita,

Tingkat Investasi dan Tingkat Industrialisasi Terhadap Kemandirian Daerah, USU

Harian Suara Pembaruan, Kamis 5 April 2001 dalam Mardiasmo

http://carapedia.com/pengertian_definisi_penduduk_info2150.html diakses tanggal 06 Maret 2013

http://www.djpk.depkeu.go.id/data-series/data-keuangan-daerah/ diakses tanggal 20 Juni 2013