SELEKTIVITAS METODE ANALISIS FORMALIN SECARA SPEKTROFOTOMETRI DENGAN PEREAKSI SCHRYVER.

(1)

i

SELEKTIVITAS METODE ANALISIS FORMALIN SECARA SPEKTROFOTOMETRI DENGAN PEREAKSI SCHRYVER

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian

Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains Kimia

Oleh : Leni Fauzy 12307141017

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, dan bahwasannya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya).

(QS. An-Najm: 39-40)

The three great essentials to achieve anything worth while are: hard work; stick-to-itiveness; common sense.


(6)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirabbil’alamin, rasa syukur selalu saya panjatkan kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW sebagai penuntun jalan hidupku untuk menuju kebahagiaan dunia dan akhirat yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan.

Dengan segenap cintaku skripsi ini saya persembahkan untuk:

Kedua orang tuaku, Bapak Warijan dan Ibu Rubinem yang tiada hentinya memberikan doa, kasih sayang, dan semangat kepadaku. Semoga Allah memberikan balasan surga untuknya.

Aamiin

Mas Ari Wibawa, mbak Andar dan segenap keluarga terimakasih untuk dukungan dan motivasinya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Lisa, Dara, Ifah, Fina, Rahma, Eti, Rika, Ellen, Hamida, Winarni, Karyanto, Yoga terimakasih untuk canda tawa, semangat, dan dukungannya selama ini.

Ibu Regina Tutik Padmaningrum, Rika, Ellen, Dhani, dan Pak Ali terimakasih untuk bimbingan dan diskusi dalam menyelesaikan skripsi ini.

Teman-teman kimia subsidi 2012 dan UKM Bulutangkis UNY terimakasih untuk canda tawa, latihan, kebersamaan, perjalanan, dan petualangannya. Terimakasih sudah memberi warna di


(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan skripsi dengan judul “Selektivitas Metode Analisis Formalin secara Spektrofotometri dengan Pereaksi Schryver” dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini membutuhkan banyak bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih secara tertulis kepada: 1. Bapak Dr. Hartono selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Bapak Jaslin Ikhsan, Ph.D selaku Ketua Jurusan Pendidikan Kimia dan Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.

3. Bapak Erfan Priyambodo, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.

4. Ibu Regina Tutik Padmaningrum, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, motivasi dan arahan serta nasehat dalam penyelesaian Tugas Akhir Skripsi.

5. Ibu Dr. Siti Sulastri, M.S selaku Penguji Utama yang telah memberikan saran guna memperbaiki Tugas Akhir Skripsi.

6. Ibu Susila Kristianingrum, M.Si selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan saran guna memperbaiki skripsi.

7. Ibu Siti Marwati, M.Si selaku Sekretaris Penguji yang telah memberikan saran guna memperbaiki skripsi.

8. Bapak Dr. P. Yatiman selaku Pembimbing Akademik Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.


(8)

viii

9. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta yang telah membimbing dan membagikan ilmunya selama kuliah kepada penulis. 10.Bapak Ali Murtono, S.T, selaku laboran kimia analisis yang telah mambantu

selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi.

11.Kedua Orang tuaku (Bapak Warijan dan Ibu Rubinem), Kakakku (Ari Wibawa) serta keluarga besar yang selalu memberikan dukungan, motivasi, dan cinta kasih yang tiada henti.

12.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu per satu, yang telah memberikan bantuan dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan penelitian lebih lanjut. Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan perbaikkan pendidikan di masa yang akan datang.

Yogyakarta, Juni 2016 Penulis,

Leni Fauzy


(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

ABSTRAK ... xv

ABSTRACT ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 3

C. Pembatasan Masalah ... 4

D. Perumusan Masalah ... 4

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II. KAJIAN PUSTAKA ... 7

A. Deskripsi Teori ... 7

1. Formalin ... 7


(10)

x

3. Analisis Kuantitatif Formalin secara Spektrofotometri ... 12

4. Glukosa dan Galaktosa ... 17

5. Tahu ... 19

6. Selektivitas ... 21

B. Penelitian yang Relevan ... 22

C. Kerangka Berfikir ... 24

BAB III. METODE PENELITIAN ... 25

A. Subjek dan Objek Penelitian ... 25

1. Subjek Penelitian ... 25

2. Objek Penelitian ... 25

B. Alat dan Bahan Penelitian ... 25

1. Alat yang Digunakan ... 25

2. Bahan yang Digunakan ... 26

C. Prosedur Penelitian ... 26

1. Penyiapan Larutan ... 26

2. Pembuatan Pereaksi Schryver ... 28

3. Penentuan Panjang Gelombang yang Memberikan Serapan Maksimum ... 29

4. Pembuatan Kurva Kalibrasi ... 29

5. Pembuatan Larutan untuk Uji Selektivitas ... 29

6. Penyiapan Sampel Tahu ... 30

7. Uji Formalin dalam Sampel Tahu secara Spektrofotometri UV-Vis... 31

8. Uji Formalin dalam Sampel Tahu dengan Penambahan Campuran Matriks Glukosa dan Galktosa secara Spektrofotometri UV-Vis ... 31


(11)

xi

D. Teknik Analisis Data ... 32

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 34

A. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ... 34

B. Penentuan Kurva Kalibrasi... 35

C. Penentuan Selektivitas Pereaksi Schryver dengan Adanya Matriks Glukosa dan Galaktosa ... 36

D. Uji Sampel Tahu ... 44

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

A. Kesimpulan... 47

B. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Panjang Gelombang dan Warna yang Diabsorbsi .………. 12

Tabel 2. Kandungan Gizi Tahu Per 100 gram ……….. 20

Tabel 3. Volume Pengambilan Larutan Formalin 50 ppm……… 27

Tabel 4. Data Absorbansi Larutan Formalin dengan Adanya Matriks Glukosa……… 38

Tabel 5. Data Absorbansi Larutan Formalin dengan Adanya Matriks Galaktosa………. 40

Tabel 6. Data Absorbansi Larutan Formalin dengan Adanya Matriks Campuran Glukosa dan Galaktosa………... 42

Tabel 7. Data Persentase Galat Absorbansi Larutan Formalin dengan Adanya Matriks………... 44

Tabel 8. Data Absorbansi Larutan Standar……….... 53

Tabel 9. Statistika Dasar Uji Linieritas……….. 53

Tabel 10. Data Absorbansi Larutan Sampel Tahu Kontrol………. 55

Tabel 11. Data Absorbansi Larutan Sampel Tahu Berformalin Tanpa Matriks………. 55

Tabel 12. Data Absorbansi Larutan Sampel Tahu Berformalin dengan Adanya Matriks……… 56

Tabel 13. DataRata-rata Absorbansi Larutan Formalin danAbsorbansi Matriks………. 57


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Rumus Struktur Formaldehid………. 8

Gambar 2. Kurva Absorbansi (A) Vs Konsentrasi (C)……… 14

Gambar 3. Struktur Fischer Glukosa……… 18

Gambar 4. Struktur Fischer Galaktosa………. 19

Gambar 5. Spektrum Absorbsi Larutan Formalin 20 ppm dengan Pereaksi Schryver………. 35

Gambar 6. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Formalin……… 36

Gambar 7. Perbedaan Struktur Fischer (a) Glukosa dan (b) Galaktosa……... 37

Gambar 8. Grafik Perbandingan Absorbasni Larutan Formalin Tanpa Matriks dengan Absorbansi Larutan Formalin dengan Adanya Matriks Glukosa 1 ppm……….. 39

Gambar 9. Grafik Perbandingan Absorbasni Larutan Formalin Tanpa Matriks dengan Absorbansi Larutan Formalin dengan Adanya Matriks Galaktosa 1 ppm………... 41

Gambar 10. Grafik Perbandingan Absorbasni Larutan Formalin Tanpa Matriks dengan Absorbansi Larutan Formalin dengan Adanya Matriks Campuran Glukosa dan Galaktosa……… 43


(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema Prosedur Kerja ... 52

Lampiran 2. Penentuan Persamaan Kurva Kalibrasi ... 53

Lampiran 3. Penentuan Kadar Formalin pada Sampel Tahu Merk P ... 55

Lampiran 4. Perhitungan Uji Selektivitas ... 57

Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian ... 62

Lampiran 6. Spektrum Penentuan Panjang Gelombang ... 66

Lampiran 7. Hasil Pengukuran Larutan Standar Formalin ... 67

Lampiran 8. Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Sampel Tahu Kontrol ... 68


(15)

xv

SELEKTIVITAS METODE ANALISIS FORMALIN SECARA SPEKTROFOTOMETRI DENGAN PEREAKSI SCHRYVER

Oleh : Leni Fauzy 12307141017

Pembimbing Skripsi: Regina Tutik Padmaningrum

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui selektivitas pereaksi Schryver dalam analisis formalin dalam sampel tahu berformalin, yang terlebih dahulu mengetahui panjang gelombang yang memberikan absorbansi maksimum, range

konsentrasi formalin yang linier, pengaruh matriks glukosa dan galaktosa terhadap pengukuran absorbansi larutan formalin secara spektrofotometri dengan pereaksi Schryver.

Subjek penelitian ini adalah analisis formalin secara spektrofotometri sinar tampak dengan pereaksi Schryver. Objek penelitian ini adalah selektivitas pereaksi Schryver dengan adanya matriks berupa glukosa dan galaktosa dalam sampel tahu. Sampel yang digunakan adalah tahu yang diberi formalin. Selektivitas pereaksi Schryver dinyatakan dengan persentase galat hasilpengukuran absorbansi larutan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa selektivitas pereaksi Schryver kurang baik untuk uji formalin. Panjang gelombang yang memberikan absorbansi maksimum yang dihasilkan adalah 516,5 nm. Kurva standar formalin dengan pereaksi Schryver pada konsentrasi formalin (2-35) ppm membentuk garis linier dengan persamaan Y = 0,01644X + 0,04092 dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,9964. Penambahan matriks glukosa, galaktosa, dan campuran keduanya, masing-masing menurunkan absorbansi secara berturut-turut sebesar 18,88%, 18,03%, dan 31,53%. Untuk uji formalin dalam sampel tahu, penambahan matriks campuran glukosa dan galaktosa menunjukkan selisih konsentrasi sebesar 219,934 ppm dengan nilai galat sebesar 33,63%.


(16)

xvi

SELECTIVITY OF SPECTROPHOTOMETRY METHOD FOR FORMALIN ANALYSIS USING SHRYVER REAGENT

By : Leni Fauzy 12307141017

Supervisor : Regina Tutik Padmaningrum ABSTRACT

The aims of this research were to determine the selectivity of Schryver reagent for formalin analysis in tofu sample that had been given formalin, the first to find out the maximum wavelength, range linier concentration of formalin, the influence of glucose and galactose matrix toward absorbance measurement of formalin by Spectrofotometry using Schryver reagent.

The subject of this research was analysis formalin by spectrophotometry using Schryver reagent. The object of this research was selectivity of Schryver reagent by adding glucose and galactose matrix in tofu sample. The sample was tofu that had been given formalin. Glucose and galactose matrix was added to the sample

then measured that’s absorbance using Schryver reagent. The selectivity of Schryver

reagent expressed as a percentage error absorbance measurement of the solution. The result of this research showed that the selectivity of Schryver reagent for analysis formalin was not good enough. The maximum wavelength obtained was 516.5 nm. The standard curve formed by formalin and Schryver reagent under concentration range (2-35) ppm forms a linier regression line in equation Y = 0.01644X + 0.04092 with correlation coefficient (r) was 0.9964. The addition of glucose matrix, galactose matrix, and the mixture of both matrix each decrease absorbance respectively 18.88%, 18.03%, and 31.53%. The additional mixed matrix of glucose and galactose in tofu sample obtain difference concentration by 219.934 ppm with 33.63% of the errors.


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Formalin merupakan jenis bahan tambahan berbahaya yang masih sering digunakan secara bebas oleh pedagang atau produsen pangan yang tidak bertanggung jawab. Larangan penggunaan formalin sebagai bahan tambahan makanan telah tercantum dalam Permenkes RI No.033 tahun 2012, tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP), bagian bahan yang dilarang digunakan sebagai BTP (Herman Suryadi dkk, 2010: 2).

Penyalahgunaan formalin dapat ditemukan pada makanan yang tidak tahan lama, seperti: mie basah, bakso, ikan segar, dan tahu. Hasil penelitian Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia (2010), penggunaan formalin pada ikan dan hasil laut menempati peringkat teratas, yaitu 66% dari total 786 sampel. Sementara, mie basah menempati posisi kedua yaitu sebanyak 57%. Tahu dan bakso berada pada urutan berikutnya yaitu 16% dan 15%. Penyalahgunaan formalin dalam tahu dikarenakan tahu yang mudah rusak. Kerusakan tahu ditandai dengan bau asam dan berlendir. Kandungan gula sebesar 3 % dalam tahu akan memacu bakteri untuk melakukan metabolisme (Fifit Indriastuti, 2013:58). Kandungan gula tersebut diasumsikan sebagai glukosa dan galaktosa yang merupakan senyawa aldehid. Selain itu, hasil penelitian Sri Ratna Sari Wulan (2015) tentang identifikasi formalin pada bakso dari pedagang bakso di Kecamatan Panakukkang kota Makassar menunjukkan


(18)

2

hasil 4 dari 30 sampel bakso positif mengandung formalin dengan kadar berkisar

antara 0,321 g/g hingga 1,510 g/g.

Penyalahgunaan tersebut mengisyaratkan perlunya analisis formalin dalam makanan yang beredar di pasaran. Analisis formalin dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain dengan metode HPLC, kolorimetri, spektrofotometri, kromatografi cair kinerja tinggi, dan kromatografi gas (Bianchi, et al, 2007). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotometri dengan pereaksi Schryver.

Formalin merupakan larutan formaldehid 35-40% dalam air dengan metanol 10-15% sebagai stabilisator. Analisis formalin dapat didasarkan pada penetapan kadar formaldehidnya. Pada penetapan kadar formaldehid secara spektrofotometri diperlukan suatu reaksi derivatisasi untuk membentuk gugus kromofor. Selain menggunakan pereaksi Schryver, dalam proses ini dapat digunakan beberapa pereaksi warna sehingga formaldehid dapat membentuk warna dan memberi serapan pada panjang gelombang sinar tampak, yaitu: pereaksi KMnO4, asam kromatopat, Nash’s,

Schiff’s, dan Fehling.

Pada penelitian ini pereaksi Schryver dipilih karena praktis dan mudah dilakukan karena tidak memerlukan proses pemanasan. Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan validasi metode analisis formalin secara spektrofotometri dengan pereaksi Schryver (Dhanianto, 2016). Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk


(19)

3

membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan penggunaannya. Parameter yang digunakan dalam validasi meliputi linieritas, daerah kerja, batas deteksi, batas kuantitasi, presisi, akurasi, dan selektivitas. Dalam penelitian tersebut belum dipelajari selektivitas pereaksi Schryver, yaitu pengaruh senyawa asing (matriks) terhadap kinerja pereaksi Schryver.

Analisis kuantitatif formalin secara spektrofotometri dengan pereaksi Schryver didasarkan pada reaksi kondensasi antara formaldehid dengan pereaksi Schryver. Berdasarkan hal tersebut adanya senyawa aldehid lain dalam sampel kemungkinan akan ikut bereaksi dengan pereaksi Schryver. Oleh sebab itu perlu dilakukan uji selektivitas pereaksi Schryver terhadap adanya matriks berupa senyawa aldehid yang lain dalam sampel tahu, yaitu glukosa dan galaktosa. Pada penelitian ini dibuat sampel hipotetik, yaitu tahu berformalin. Selektivitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel (Harmita, 2004:127).

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasi berbagai masalah sebagai berikut:

1. Formalin adalah salah satu bahan tambahan yang penggunaannya sering disalahgunakan dalam produk pangan. Formalin berbahaya bagi kesehatan manusia sehingga perlu dilakukan analisis formalin dalam makanan.


(20)

4

2. Terdapat beberapa pereaksi yang dapat digunakan untuk analisis formalin dalam sampel makanan namun belum diketahui selektivitasnya.

3. Adanya senyawa pengganggu (matriks), yaitu glukosa dan galaktosa dalam sampel tahu akan mempengaruhi hasil pengukuran dengan pereaksi Schryver. C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dikemukakan batasan masalah sebagai berikut:

1. Bahan makanan yang digunakan untuk sampel penelitian ini adalah tahu.

2. Jenis pereaksi yang digunakan dalam analisis formalin adalah pereaksi Schryver. 3. Pada penelitian ini akan dipelajari selektivitas pereaksi Schryver terhadap matriks

yang berupa glukosa dan galaktosa dalam sampel tahu. D. Perumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah:

1. Berapakah panjang gelombang yang memberikan absorbansi maksimum dalam analisis formalin secara spektrofotometri dengan pereaksi Schryver?

2. Berapakah range konsentrasi formalin yang linier dalam analisis formalin secara spektrofotometri dengan pereaksi Schryver?

3. Bagaimanakah pengaruh matriks glukosa terhadap pengukuran absorbansi larutan formalin secara spektrofotometri dengan pereaksi Schryver?


(21)

5

4. Bagaimanakah pengaruh matriks galaktosa terhadap pengukuran absorbansi larutan formalin secara spektrofotometri dengan pereaksi Schryver?

5. Bagaimanakah pengaruh matriks campuran glukosa dan galaktosa terhadap pengukuran absorbansi larutan formalin secara spektrofotometri dengan pereaksi Schryver?

6. Bagaimanakah pengaruh matriks campuran glukosa dan galaktosa terhadap pengukuran absorbansi larutan formalin secara spektrofotometri dengan pereaksi Schryver dalam sampel tahu?

7. Bagaimanakah selektivitas pereaksi Schryver terhadap pengukuran absorbansi larutan formalin secara spektrofotometri dengan adanya matriks glukosa dan galaktosa?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah maka dapat dipaparkan tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Mengetahui panjang gelombang yang memberikan absorbansi maksimum dalam analisis formalin secara spektrofotometri dengan pereaksi Schryver.

2. Mengetahui range konsentrasi formalin yang linier yang diamati secara spektrofotometri.

3. Mengetahui pengaruh matriks glukosa terhadap pengukuran absorbansi larutan formalin secara spektrofotometri dengan pereaksi Schryver.


(22)

6

4. Mengetahui pengaruh matriks galaktosa terhadap pengukuran absorbansi larutan formalin secara spektrofotometri dengan pereaksi Schryver.

5. Mengetahui pengaruh matriks campuran glukosa dan galaktosa terhadap pengukuran absorbansi larutan formalin secara spektrofotometri dengan pereaksi Schryver.

6. Mengetahui pengaruh matriks campuran glukosa dan galaktosa terhadap pengukuran absorbansi larutan formalin secara spektrofotometri dengan pereaksi Schryver dalam sampel tahu.

7. Mengetahui selektivitas pereaksi Schryver terhadap pengukuran absorbansi larutan formalin secara spektrofotometri dengan adanya matriks glukosa dan galaktosa.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :

1. Memberikan informasi tentang cara menguji adanya formalin dalam bahan makanan bagi masyarakat.

2. Sebagai referensi bagi penelitian berikutnya tentang selektivitas pereaksi Schryver yang diaplikasikan untuk uji formalin.

3. Meningkatkan wawasan dalam ilmu kimia terutama bidang kimia analisis bagi peneliti.


(23)

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori

1. Formalin

Formalin merupakan larutan 37% formaldehida dalam air. Dalam larutan formalin biasanya ditambahkan alkohol (metanol) sebanyak 10-15% yang berfungsi sebagai stabilisator agar formalin tidak mengalami polimerisasi (Mulono, 2005). Larangan penggunaan formalin sebagai bahan tambahan makanan telah tercantum dalam Permenkes RI No.033 tahun 2012, tentang Bahan Tambahan Pangan bagian bahan yang dilarang digunakan sebagai BTP (Herman Suryadi dkk, 2010: 2). Meskipun sebagian banyak orang sudah mengetahui terutama produsen bahwa zat ini berbahaya jika digunakan sebagai pengawet, namun penggunaannya bukannya menurun namun semakin meningkat dengan alasan harganya yang relatif murah dibanding pengawet yang tidak dilarang (Sri Hastuti, 2010: 1).

Akibat yang ditimbulkan oleh formalin tergantung pada kadar formalin yang terakumulasi di dalam tubuh, semakin tinggi kadar formalin yang terakumulasi semakin parah pula akibat yang ditimbulkan. American Conference of Governmental and Industrial Hygienists (ACGIH) menetapkan ambang batas aman formalin dalam tubuh adalah 0,4 ppm (Alsuhendra dan Ridawati, 2013). Menurut International Programme on Chemical Safety (IPCS), lembaga khusus dari tiga organisasi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yaitu International Labour Organization (ILO),


(24)

8

(WHO) yang peduli pada keselamatan penggunaan bahan-bahan kimia, bahwa secara umum ambang batas aman formalin dalam makanan yang masih bisa ditolerir dalam tubuh orang dewasa adalah 1,5 mg hingga 14 mg per hari sedangkan formalin dalam bentuk air minum yang masih bisa ditolerir dalam tubuh yaitu 0,1 ppm (Herman Singgih, 2013).

Formalin sebenarnya adalah bahan pengawet yang digunakan dalam dunia kedokteran misalnya sebagai bahan pengawet mayat. Bahan ini juga biasa digunakan untuk mengawetkan hewan–hewan untuk keperluan penelitian. Selain sebagai bahan pengawet formalin juga memiliki fungsi lain sebagai berikut:

1. Zat antiseptik untuk membunuh mikroorganisme. 2. Desinfektan pada kandang ayam dan sebagainya.

3. Antihidrolik (penghambat keluarnya keringat) sehingga sering digunakan sebagai bahan pembuat deodorant.

4. Bahan campuran pembuatan tisu, dan

5. Bahan baku industri pembuatan lem plywood, resin maupun tekstil (Cahyo dan Diana, 2006: 62).

Struktur dari formaldehid dapat dilihat pada Gambar 1.


(25)

9

Formaldehid pada konsentrasi 0,5–1 bpj di udara dapat dideteksi dari baunya. Konsentrasi 2–3 bpj dapat menyebabkan iritasi ringan dan konsentrasi 4–5 bpj pada umumnya tidak dapat ditoleransi oleh manusia. Jika disimpan formaldehid akan dimetabolisme menjadi asam formiat dan metanol. Asam formiat kemudian dikonversi menjadi metilformiat. Pada suhu sangat rendah akan terbentuk trioksimetilin. Titik didih formaldehid pada 1 atm adalah 96C, pH 2,8–4,0 dan dapat bercampur dengan air, aseton, dan alkohol (Wisnu Cahyadi, 2009: 259).

2. Analisis Kualitatif Formalin

Terdapat banyak metode untuk mengetahui apakah suatu bahan makanan mengandung formalin atau tidak, mulai dari pengamatan secara fisik makanan seperti warna pada makanan lebih terang, tekstur kaku, dan yang dapat teramati lebih detail adalah pada keawetan makanan tersebut. Namun pada konsentrasi rendah pengamatan secara fisik akan sukar dilakukan sehingga perlu dilakukan analisis kualitatif formalin dalam bahan makanan agar diketahui ada atau tidaknya formalin. Analisis kualitatif cenderung mudah dilakukan yaitu dengan menambahkan pereaksi tertentu ke dalam bahan makanan yang diduga mengandung formalin sehingga akan dihasilkan perubahan warna yang khas. Uji seperti ini disebut juga spot test. Analisis kualitatif formalin dapat dilakukan dengan pereaksi KMnO4, K2Cr2O7, FeCl3, asam

kromatofat, Schiff’s, fehling, dan Schryver.


(26)

10

a. Pereaksi asam kromatofat (C10H6Na2O8S2.2H2O)

O

H H

OH

SO3

--O 3S

OH

2 H

2SO4

C H O+

-O

3S OH HO SO3

-SO3

--O 3S

Larutan jernih tak berwarna larutan berwarna ungu (Paris, 1989)

b. Pereaksi Schiff’s

2CH2O 2H2SO3

H2N NH3+

NH2 CH3 N NH 3+ NH CH3 C C H H

SO3 -H

H

H

-O 3S

SO3H

Larutan jernih tak berwarna larutan berwarna ungu (Keusch, 2012)

c. Pereaksi KMnO4

3CH2O(aq) + 2KMnO4(aq) + H2O(l) 3CH2O2(aq) + 2KOH(aq) + 2MnO2(s)

Larutan berwarna merah endapan coklat d. Pereaksi Fehling

CH2O(aq)+ 2Cu2+(aq) + 5OH-(aq) HCOO-(aq) + 3H2O(l) + Cu2O (s)

Larutan berwarna biru endapan merah bata (Fessenden, 1986)


(27)

11 e. Pereaksi Schryver

NH

NH2

. HCl + C

O

H H

H+ NH

N CH2

Fenilhidrazin hidroklorida

Formaldehida

N+ H

NH

Fe3+ H

+

N N C

H N N

Larutan kompleks berwarna merah (Suryadi, Herman, Hayun, dan Harsono, 2008)

Pereaksi Schryver merupakan pereaksi yang spesifik untuk uji formalin. Reaksi kimia yang terjadi berdasarkan kondensasi antara formalin dengan fenihidrazin, yang pada suatu reaksi oksidasi akan menghasilkan suatu basa lemah. Hasil reaksi berupa larutan kompleks berwarna merah, yaitu senyawa kompleks formazil, yaitu senyawa yang memiliki gugus azo (mengandung nitrogen). Kemudian dengan adanya kelebihan asam kuat akan menghasilkan garam dan pada akhirnya mengalami disosiasi hidrolitik pada pengenceran. Schryver kemudian memodifikasi pereaksi yang digunakan, yaitu dengan mengganti ferri klorida dengan agen


(28)

12

pengoksidasi yang tidak menghancurkan warna yaitu kalium ferrisianida, dan dengan menggunakan asam klorida pekat sebagai pengganti asam sulfat pekat (Schryver S.B., 1910: 220).

3. Analisis Kuantitatif Formalin secara Spektrofotometri

Analisis kuantitatif digunakan untuk menentukan kadar suatu senyawa dalam sampel atau menetapkan banyaknya suatu zat tertentu yang ada dalam sampel. Metode spektrofotometri adalah metode yang sering digunakan untuk mengetahui kadar formalin dalam sampel. Prinsip metode spektrofotometri didasarkan adanya interaksi dari energi radiasi elektromagnetik dengan suatu zat kimia. Tempat cahaya putih diubah menjadi cahaya monokromatis yang bisa dilewatkan ke dalam larutan berwarna, sebagian cahaya diserap dan sebagian diteruskan (Abdul Rohman & Sumantri, 2007:243). Panjang gelombang dan warna yang diabsorbsi dapat ditunjukan pada Tabel 1.

Tabel 1. Panjang gelombang dan warna yang diabsorbsi (Bassett, J. 1994: 810) Warna yang diabsorbsi Panjang Gelombang (nm)

Ultraviolet <400

Violet 400 – 450

Biru 450 – 500

Hijau 500 – 570

Kuning 570 – 590

Jingga 590 – 620

Merah 620 – 670


(29)

13

Jika suatu berkas cahaya melewati suatu medium homogen, sebagian dari cahaya datang (Po) diabsorbsi sebanyak (Pa), sebagian dapat dipantulkan (Pr), sedangkan sisanya ditransmisikan (Pt) dengan efek intensitas murni sebesar :

Po = Pa + Pt + Pr Keterangan: Po : intensitas cahaya masuk

Pa : intensitas cahaya diabsorbsi Pr : intensitas cahaya dipantulkan Pt : intensitas cahaya ditransmisikan.

Pada praktiknya, nilai Pr adalah kecil yaitu kurang dari 4%, sehingga dapat diabaikan dan diperoleh:Po = Pa + Pt

Lambert (1760), Beer (1852) dan Bouger menunjukkan hubungan berikut :

T =�� =� − �

log � = �� [��] = − �[� ] log[ ][�] = log[��][� ] = � = �

− �� � = � = �

Keterangan: a : tetapan absorptivitas b : tebal kuvet

C : konsentrasi T : transmitansi A : absorbansi


(30)

14

Berdasarkan hukum Beer, absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi sehingga kurva Absorbansi (A) Vs Konsentrasi (C) digambarkan garis linier melalui titik (0,0). Kurva yang diperoleh dengan persamaan Y= mX dapat dilihat pada Gambar 2.

Absorbansi (A)

Konsentrasi (C)

Gambar 2. Kurva Absorbansi (A) Vs Konsentrasi (C)

Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometri UV-VIS yaitu :

a. Pembentukan Molekul yang Dapat Menyerap Sinar UV-VIS

Hal ini perlu dilakukan jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap pada daerah tersebut. Cara yang digunakan dengan merubah menjadi senyawa lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu. Pereaksi yang digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu:

1) Reaksinya selektif dan sensitif

2) Reaksinya cepat, kuantitatif, dan reprodusibel 3) Hasil reaksi stabil dalam jangka waktu yang lama


(31)

15 b. Waktu Optimal

Pengukuran waktu optimal bertujuan untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu optimal ditentukan dengan menentukan hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi larutan dengan cara mengukur absorbansi larutan pada periode waktu tertentu.

c. Pemilihan Panjang Gelombang

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimum. Untuk memilih panjang gelombang yang memberikan absorbansi maksimum ( max), dilakukan dengan

membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu (Ibnu Gholib Gandjar dan Abdul Rohman, 2007: 254).

d. Pembuatan Kurva Baku

Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi.

Bila hukum Lambert-Beer terpenuhi maka kurva baku berupa garis lurus. Kurva baku sebaiknya sering diperiksa ulang. Penyimpangan dari garis lurus biasanya disebabkan oleh: (1) kekuatan ion yang tinggi, (2) perubahan suhu, (3) reaksi kimia yang terjadi (Ibnu Gholib Gandjar dan Abdul Rohman, 2007: 255).


(32)

16

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan kurva standar antara lain: 1. Dibuat suatu deret larutan standar yang akan dianalisis dengan berbagai

konsentrasi.

2. Masing-masing larutan dengan konsentrasi tertentu diukur pada max (berdasarkan

hasil panjang gelombang yang diperoleh) dan waktu optimal (berdasarkan data yang diperoleh).

3. Kurva standar merupakan hubungan antara konsentrasi (sumbu X) dan absorbansi (sumbu Y).

4. Deret konsentrasi yang dibuat paling tidak lima titik

5. Jika kurva baku berupa garis lurus maka hukum Lambert-Berr terpenuhi.

6. Harga koefisien determinasi (R2) menunjukkan baik tidaknya suatu kurva standar. Kurva standar yang baik akan harga koefisien determinasinya mendekati satu. 7. Pada kurva standar akan diperoleh persamaan Y = bX + a

8. Berdasar perhitungan slope dan intersep tersebut maka akan diperoleh suatu koefisen korelasi (r), yaitu r = √R²

e. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan

Absorbansi yang terbaca pada spetrofotometer hendaknya antara 0,2-0,8 atau 15-70% T jika dibaca dengan transmitan. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa kesalahan pembacaan T adalah 0,005 atau 0,5% (Ibnu Gholib Gandjar dan Abdul Rohman, 2007: 252-256).


(33)

17

Hasil analisis kuantitatif formalin dengan menggunakan metode spektrofotometri, positif dengan asam kromathopat (berwarna ungu), maka intensitas warna diukur dengan panjang gelombang 560 nm. Makin tinggi kandungan formaldehid dalam sampel maka nilai absorbansinya akan makin besar. Nilai absorbansi kemudian dibandingkan dengan kurva standar (Wisnu Cahyadi, 2009: 243).

Salah satu pereaksi yang dapat digunakan dalam analisis kuantitatif formalin menggunakan spektrofotometer adalah perekasi Schryver (Annisrakhma Swastiniar K, 2011). Menurut Schryver (1910) jika pereaksi Schryver bereaksi dengan formalin akan terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah dan dapat diukur serapannya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 518 nm. Pada mulanya metode analisis menggunakan metode ini menyatakan ketika larutan formaldehid direaksikan dengan fenilhidrazin klorida, kemudian ditambahkan setetes ferri klorida, dan asam sulfat akan menghasilkan warna merah, akan tetapi reaksi ini kemudian dikatakan tidak pasti, hal ini dikarenakan jumlah ferri klorida yang ditambahkan sedikit maka warna merah tidak terbentuk. Sebaliknya, jika larutan ferri klorida yang ditambahkan terlalu banyak maka warna merah yang terbentuk akan cepat hilang. Selain itu, penggunaan asam sulfat pekat menyebabkan metode ini kurang disukai untuk pengujian kuantitatif (Annisrakhma Swastiniar K, 2011). 4. Glukosa dan Galaktosa


(34)

18

Glukosa merupakan salah satu monosakarida sederhana yang mempunyai rumus molekul C6H12O6. Nama lain dari glukosa antara lain: dekstrosa, D-glukosa,

atau gula buah karena di alam glukosa terdapat dalam buah- buahan dan madu lebah (Anna Poedjiadi, 2006: 26). Struktur glukosa dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur Fischer Glukosa

Glukosa merupakan suatu senyawa berupa serbuk berwarna putih dengan titik leleh yang yang cukup tinggi, yaitu 149-1520C. Glukosa merupakan senyawa yang stabil dan dapat bereaksi kuat dengan suatu oksidator kuat.

b. Galaktosa

Monosakarida ini jarang terdapat dalam alam. Galaktosa umumnya berikatan dengan glukosa dalam bentuk laktosa, yaitu gula yang terdapat dalam susu. Galaktosa mempunyai sifat memutar bidang cahaya terpolarisasi ke kanan. Pada proses oksidasi oleh asam nitrat pekat dan dalam keadaan panas galaktosa menghasilkan asam musat yang kurang larut dalam air bila dibandingkan dengan asam sakarat yang dihasilkan oleh oksidasi glukosa. Galaktosa dapat mereduksi larutan fehling membentuk endapan merah bata, tidak dapat difermentasi (Anna Poedjiadi, 2006: 28-29). Struktur galaktosa dapat dilihat pada Gambar 4.


(35)

19

Gambar 4. Struktur fischer galaktosa

Berdasar Gambar 3 dan 4 dapat diketahui bahwa glukosa dan galaktosa mempunyai gugus aldehid. Senyawa aldehid memiliki sebuah atom hidrogen yang terikat pada gugus karbonilnya. Hal tersebut menyebabkan aldehid sangat mudah teroksidasi.

5. Tahu

Bahan baku pembuatan tahu adalah kacang kedelai. Kacang kedelai merupakan salah satu sumber protein nabati yang bermutu tinggi setelah diolah. Kandungan proteinnya sekitar 40% (berat kering), dan susunan asam amino proteinnya hampir mendekati protein hewani. Protein kacang kedelai kaya akan lisin dan triptopan, tetapi kekurangan asam amino yang mengandung belerang seperti metionin dan sistein (Deddy Muchtadi, 2010:12). Kandungan gizi tahu dapat dilihat pada Tabel 2. Perendaman tahu dalam air yang diberi formalin akan membuat tahu menjadi lebih keras dan kenyal, sehingga tidak mudah hancur dan tahan terhadap mikroorganisme, sehingga awet dan dapat bertahan hingga tujuh hari (Widyaningsih dan Murtini, 2006: 9-10).


(36)

20

Tabel 2. Kandungan gizi tahu per 100 gram(Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1981 : 23)

Parameter Kandungan

Kalori 68 kal

Protein 7,8 gram

Lemak 4,6 gram

Karbohidrat 1,6 gram

Kalsium 124 mg

Fosfor 63 mg

Besi 0,8 mg

Vitamin A 0,01 mg

Vitamin B1 0,06 mg

Vitamin C 0,01 mg

Air 84,8 gram

Kerusakan tahu ditandai dengan bau asam dan berlendir. Kandungan gula sebesar 3 % dalam tahu akan memacu bakteri untuk melakukan metabolisme. Kerusakan tahu ditandai dengan bau asam dan berlendir. Kandungan gula sebesar 3 % dalam tahu akan memacu bakteri untuk melakukan metabolisme. Kedelai sebagai bahan baku pembuatan tahu mengandung karbohidrat sekitar 35 persen, kandungan karbohidrat tersebut terdiri atas golongan oligosakarida dan golongan polisakarida. Golongan oligosakarida terdiri dari sukrosa, stakiosa, dan raffinosa yang larut dalam air. Raffinosa merupakan polisakarida yang terdiri dari glukosa, glukosa, dan galaktosa yang merupakan senyawa aldehid. Sedangkan golongan polisakarida terdiri dari erabinogalaktan dan bahan-bahan selulosa yang tidak larut dalam air dan alkohol (Santoso, 2005: 3-4).


(37)

21 6. Selektivitas

Selektivitas merupakan salah satu parameter dalam uji validasi suatu metode analisis. Validasi adalah suatu proses untuk membuktikan bahwa suatu metode uji layak untuk digunakan. Berdasarkan SNI-19-17025-2000, suatu metode dikatakan valid apabila mempunyai akurasi dan presisi yang tinggi. Rentang ukur dan akurasi nilai yang diperoleh dari metode yang divalidasi, misalnya: ketidakpastian hasil, batas deteksi, selektivitas metode, linieritas, keterulangan dan ketangguhan terhadap pengaruh eksternal dan atau sensitivitas silang terhadap gangguan matriks sampel yang diuji harus relevan dengan kebutuhan (Harmita, 2004:130-131). Salah satu metode analisis yang telah tervalidasi sehingga dapat digunakan untuk analisis secara rutin adalah metode analisis formalin secara spektrofotometri (Dhanianto, 2016).

Selektivitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan (Harmita, 2004:127).

Selektivitas mengacu pada sejauh mana metode dapat digunakan untuk menentukan analit tertentu dalam campuran tanpa gangguan dari komponen lain dari perlakuan serupa. Hal tersebut menunjukkan bahwa selektivitas dianggap sebagai


(38)

22

sesuatu yang dapat dinilai. Metode analisis dapat digambarkan memiliki selektivitas yang baik atau kurang baik (Vessman, Jorgen, et al, 2001:1383).

Selektivitas dinyatakan dengan galat. Galat didasarkan pada perbedaan numerik antara nilai yang dihitung dengan nilai sebenarnya. Galat dapat juga disebut sebagai kesalahan dalam proses pengambilan data yang disebabakan ketidakmampuan objek untuk berperilaku sama. Galat dapat dihitung dengan rumus:

� % =A i e eA y −Ai e e yi e guku X 100%

B. Penelitian Yang Relevan

Formalin merupakan bahan tambahan yang sering disalahgunakan dalam makanan. Analisis formalin dapat dilakukan dengan beberapa pereaksi, salah satunya pereaksi Schryver. Dalam penelitian ini akan dilakukan uji selektivitas terhadap pereaksi Schryver tersebut. Penelitian yang akan dilakukan didasarkan pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian tentang validasi metode spektrofotometri sinar tampak untuk analisis formalin dalam tahu oleh Muhamad Aswad, dkk (2011) relevan terhadap metode yang digunakan yaitu spektrofotometri. Hasil penelitian tersebut diperoleh akurasi sebesar 102,84%, presisi 1,198%, koefisien korelasi 0,999, batas deteksi 0,0375 bpj dan batas kuantitasi 0,1250 bpj. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa metode analisis formalin dalam tahu dengan metode spektrofotometri sinar tampak dinyatakan valid. Penelitian oleh Dhanianto (2016) tentang validasi metode analisis formalin secara spektrofotometri sinar tampak dengan pereaksi Schryver relevan dalam hal metode


(39)

23

analisis formalin secara spektrofotometri sinar tampak dengan pereaksi Schryver. Hasil analisis kuantitatif formalin menggunakan pereaksi Schryver menunjukkan batas deteksi 0,0829 ppm, batas kuantitasi 0,2763 ppm, presisi 0,95%, dan akurasi 11,48%.

Penelitian tentang uji selektivitas dan validasi pada kinerja test kit merkuri (II) oleh Bhurman Pratama Putra, dkk (2014) relevan terhadap penentuan selektivitas. Uji selektivitas pada penelitian tersebut dilakukan dengan mempelajari pengaruh ion asing yang dapat mempengaruhi kinerja test kit merkuri(II) terhadap sampel merkuri pada penambangan emas rakyat di lapangan. Banyak logam lain yang biasanya bersamaan dengan limbah penambangan emas tersebut, seperti perak timbal. Logam ini biasanya berbentuk ion yang akan berikatan dengan ditizon dan yang dapat mengganggu pengukuran kompleks Hg(II)-DTZ. Pada penelitian tersebut, peneliti melakukan uji selektivitaas terhadap ion Ag+ dan Pb2+ dan juga validitas test kit

merkuri(II) terhadap sampel merkuri sintetis dengan membandingkannya pada hasil yang diperoleh dari metode standar AAS. Penentuan uji selektivitas tersebut dilakukan dengan melihat pengaruh absorbansi Hg(II)-DTZ yang diukur dengan

Spectronic 20 dengan adanya matriks pengganggu. Berdasar penelitian dapat diperoleh hasil berupa penurunan absorbansi test kit merkuri(II) akibat adanya pengaruh ion Ag+ sebesar 12,12 %, sedangkan absorbansi test kit merkuri(II) relatif konstan dengan adanya pengaruh ion Pb2+.


(40)

24 C. Kerangka Berfikir

Bahan tambahan yang sering disalahgunakan penggunaannya dalam makanan salah satunya adalah formalin. Banyaknya formalin dalam makanan dapat diketahui dengan pengukuran kimia (analisis kuantitatif). Larangan penggunaan formalin sebagai bahan tambahan makanan telah tercantum dalam Permenkes RI No.033 tahun 2012, tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP) bagian bahan yang dilarang digunakan sebagai BTP. Penggunaan formalin pada makanan tidak diperbolehkan karena dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia. Penyalahgunaan tersebut mengisyaratkan perlunya analisis formalin dalam makanan yang beredar di pasaran.

Analisis formalin menggunakan metode spektrofotometri bisa dilakukan dengan pereaksi Schryver. Validasi analisis formalin secara spektrofotometri dengan pereaksi Schryver telah dilakukan dalam penelitian sebelumnya, namun salah satu parameter validasi yaitu selektivitas belum dipelajari. Berdasarkan reaksi antara pereaksi Schryver dengan formalin, diketahui bahwa fenilhidrazin bereaksi dengan formaldehid. Di dalam sampel tahu yang berformalin biasanya formaldehid berada bersama dengan senyawa aldehid lain, yaitu glukosa dan galaktosa. Adanya senyawa tersebut akan mempengaruhi kinerja pereaksi Schryver. Oleh sebab itu perlu dilakukan uji selektivitas pereaksi Schryver terhadap pengukuran absorbansi secara spektrofotometri dengan adanya matriks berupa glukosa dan galaktosa dalam sampel tahu.


(41)

25 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah analisis formalin secara spektrofotometri sinar tampak dengan pereaksi Schryver.

2. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah selektivitas pereaksi Schryver dengan adanya matriks berupa glukosa dan galaktosa dalam sampel tahu untuk analisis formalin secara spektrofotometri.

B. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat yang Digunakan

a) Spektrofotometer UV-2450PC Series b) Neraca analitik

c) Pipet volum d) Pipet tetes

e) Rak tabung reaksi f) Erlenmeyer g) Tabung reaksi h) Corong i) Kuvet


(42)

26 j) Pengaduk

k) Labu ukur l) Gelas kimia

m) Mortar dan lumpang porselin 2. Bahan yang Digunakan a) Akuades

b) Larutan formalin 37% (p.a) c) Larutan HCl 4,5 M (p.a)

d) Kristal fenilhidrazin hidroklorida (p.a) e) Kristal kalium ferrisianida (p.a) f) Kristal glukosa (Merck)

g) Kristal galaktosa (Merck) h) Tahu organik merk P i) Kertas saring

C. Prosedur Penelitian 1. Penyiapan Larutan

a) Pembuatan Larutan Formalin 1000 ppm dari Formalin 37% b/v

Membuat larutan formalin 1000 ppm (larutan induk) sebanyak 1000 mL dengan konsep pengenceran.

Formalin 1000 ppm = 1000 mg/L= 100 mg/100 mL= 0,1 g/100 mL= 0,1% b/v V1 × M1 = V2 × M2

V1 × 37% = 1000 mL × 0,1%


(43)

27

Formalin dengan kadar 37% sebanyak 2,70 mL dimasukkan ke dalam labu takar 1000 mL yang sudah berisi sedikit akuades. Akuades ditambahkan sampai tanda batas kemudian dikocok hingga homogen.

b) Pembuatan Larutan Standar Formalin

1) Larutan standar formalin 50 ppm dibuat dari larutan formalin 1000 ppm sebanyak 250 mL.

V1 × M1 = V2 × M2

V1 × 1000 ppm = 250 mL × 50 ppm

V1 = 12,5 mL

Formalin diambil sebanyak 12,5 mL dari larutan induk formalin 1000 ppm, kemudian dimasukkan kedalam labu takar 250 mL. Akuades ditambahkan hingga tanda batas kemudian dikocok hingga homogen.

2) Larutan standar formalin dengan konsentrasi 0; 2; 6; 10; 15; 20; 25; 30; dan 35 ppm dibuat dari larutan formalin 50 ppm. Pengambilan larutan formalin 100 ppm mengikuti komposisi seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Volume Pengambilan Larutan Formalin 50 ppm

Konsentrasi Formalin(ppm) Volume Larutan Formalin 50 ppm (mL)

0 0

2 0,4

6 1,2

10 2

15 3

20 4

25 5

30 6


(44)

28

Pengambilan larutan formalin 50 ppm mengikuti komposisi seperti pada Tabel 3, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL. Akuades ditambahkan hingga tanda batas kemudian dikocok hingga homogen.

c) Pembuatan Larutan Glukosa 1 ppm dari Glukosa 99% b/b dan Galaktosa 1 ppm dari Galaktosa 99% b/b

Membuat larutan glukosa 1 ppm sebanyak 100 mL, berdasarkan perhitungan sebagai berikut:

ppm = � � � � � %

� � � �

1 ppm = � � � 99 % , �

� � � � = ,

,99

� � � � = 0,101

1) Serbuk glukosa ditimbang sebanyak 0,101 mg lalu dilarutkan dengan sedikit akuades dalam gelas beker.

2) Larutan glukosa dituangkan ke dalam labu takar 100 mL.

3) Gelas beker dibilas dengan akuades dan dituang dalam labu takar tersebut. 4) Akuades ditambahkan hingga tanda batas kemudian dikocok hingga homogen.

Pembuatan larutan galaktosa 1 ppm mengikuti langkah pembuatan larutan glukosa 1 ppm dengan mengganti serbuk glukosa menjadi serbuk galaktosa. 2. Pembuatan Pereaksi Schryver

a. Sebanyak 5 mL larutan fenilhidrazin klorida 1% (baru dibuat), ditambah 3 mL larutan asam klorida 4,5 M dan diaduk.


(45)

29

b. Sebanyak 3 mL dari campuran tersebut diambil dan ditambah 2 mL larutan kalium ferrisianida (baru dibuat), diaduk.

3. Penentuan Panjang Gelombang yang Memberikan Absorbansi Maksimum a. Sebanyak 5 mL larutan standar formalin 20 ppm ditambahkan 5 mL pereaksi

Schryver.

b. Sebanyak 5 mL larutan akuades ditambahkan 5 mL pereaksi Schryver sebagai larutan blanko.

c. Absorbansi larutan standar dan blanko diukur pada panjang gelombang 300-700 nm, kemudian dibuat kurva absorbansi lawan panjang gelombang (A vs ). d. Panjang gelombang () yang menghasilkan absorbansi terbesar ditentukan

sebagai  maksimum.

4. Pembuatan Kurva Kalibrasi

a. Larutan standar formalin 2; 6; 10; 15; 20; 25; 30; dan 35 ppm masing-masing diambil sebanyak 5 mL.

b. Sebanyak 5 mL larutan standar formalin dari setiap konsentrasi ditambah 5 mL pereaksi Schryver.

c. Larutan standar dan larutan blanko diukur absorbansinya pada panjang gelombang 516,5 nm, kemudian diibuat kurva hubungan absorbansi dan konsentrasi larutan.

5. Penyiapan Sampel Tahu Penyiapan sampel tahu kontrol :


(46)

30

a. Sampel tahu dihaluskan dengan menggunakan mortar.

b. Sampel tahu yang telah halus ditimbang sebanyak 10 gram, lalu direndam dalam 25 mL akuades.

c. Campuran dimasukkan ke dalam botol.

d. Campuran dikocok dan dibiarkan beberapa saat.

e. Campuran disaring dengan menggunakan corong dan kertas saring.

f. Filtrat ditampung dalam botol dan ditutup rapat (larutan sampel tahu kontrol). Penyiapan sampel tahu berformalin :

a. Sampel tahu sebanyak 300 gram direndam dengan menggunakan 500 mL larutan formalin 37% selama 10 jam.

b. Sampel tahu yang telah direndam selanjutnya dihaluskan dengan menggunakan mortar.

c. Sampel tahu yang telah halus ditimbang masing-masing sebanyak 100 gram. d. Campuran sampel tahu dan formalin dimasukkan ke dalam botol lalu direndam

dalam 500 mL akuades selama 30 menit.

e. Campuran sampel tahu dan formalin disaring dengan menggunakan corong dan kertas saring.

f. Masing- masing filtrat ditampung dalam botol dan ditutup rapat (larutan sampel tahu berformalin).

6. Uji Formalin dalam Sampel Tahu secara Spektrofotometri UV-Vis

a. Sebanyak 5 mL filtrat sampel tahu kontrol dalam botol 100 mL diambil, kemudian ditambah 5 mL pereaksi Schryver.


(47)

31

b. Larutan blanko disiapkan dengan mengganti 5 mL filtrat sampel tahu dengan 5 mL akuades, lalu dilakukan langkah yang sama seperti 7.a.

c. Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 516,5 nm. D. Teknik Analisis Data

1. Penentuan Panjang Gelombang yang Memberikan Absorbansi Maksimum Penentuan panjang gelombang yang memberikan absorbansi maksimum diamati dengan membuat kurva spektrum absorbsi lawan panjang gelombang. Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi terbesar.

2. Kurva Standar

Kurva standar dibuat dengan menyalurkan data absorbansi larutan standar yang diukur pada panjang gelombang yang memberikan absorbansi maksimum dengan konsentrasi larutan standar seperti ditunjukkan pada Gambar 2.

3. Selektivitas

Selektivitas dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan. Selektivitas dapat dinyatakan dengan galat. Galat hasil pengukuran dapat ditentukan dengan rumus:


(48)

32 4. Penentuan Kadar Formalin

Penentuan kadar formalin dengan mensubstitusikan nilai absorbansi dari sampel yang diuji ke dalam persamaan regresi yang diperoleh dengan memperhitungkan faktor pengenceran dan berat sampel.

Y = aX ± b , sehingga X = ±

Kadar formalin (ppm) = × � � �� � �

� � � × fp × 10

6


(49)

33 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui selektivitas pereaksi Schryver untuk analisis formalin dalam sampel tahu berformalin, mengetahui panjang gelombang maksimum, range konsentrasi formalin yang linier, pengaruh matriks glukosa dan galaktosa terhadap pengukuran absorbansi larutan formalin secara spektrofotometri dengan pereaksi Schryver.

A. Penentuan Panjang Gelombang yang Menghasilkan Serapan Maksimum Penentuan panjang gelombang maksimum merupakan bagian yang penting dalam penelitian ini. Pada analisis secara spektrofotomertri panjang gelombang maksimum memiliki kepekaan maksimum karena terjadi perubahan absorbansi yang paling besar untuk setiap satuan konsentrasi. Absorbansi yang terbaca pada spetrofotometer hendaknya antara 0,2-0,8 atau 15-70% T jika dibaca dengan transmitan (Ibnu Gholib Gandjar dan Abdul Rohman, 2007: 252-256). Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari larutan formalin 20 ppm yang telah direaksikan dengan pereaksi Schryver yang baru dibuat. Larutan tersebut kemudian diukur absorbansinya pada rentang panjang gelombang 300-700 nm. Blanko yang digunakan merupakan campuran pereaksi Schryver dengan akuades. Spektrum absorbsi untuk larutan formalin 20 ppm dengan pereaksi Schryver dapat dilihat pada Gambar 5.


(50)

34

Gambar 5. Spektrum Absorbsi Larutan Formalin 20 ppm dengan Pereaksi Schryver Menurut Schryver (1910) jika pereaksi Schryver bereaksi dengan formalin akan terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah dan dapat diukur serapannya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang yang memberikan absorbansi maksimum 518 nm. Panjang gelombang yang memberikan absorbansi maksimum dalam penelitian terletak pada 516,50 nm dengan nilai absorbansi sebesar 0,605. Panjang gelombang ini kurang sesuai dengan teori yang ada. Ketidaksesuaian hasil tersebut dikarenakan spektrum absorbsi mengalami pergeseran hipsokromik, yaitu pergeseran ke arah panjang gelombang yang lebih pendek yang disebabkan pengaruh adanya pelarut (C. Budimarwanti, 2012: 2)

B. Penentuan Kurva Kalibrasi

Kurva kalibrasi merupakan kurva hubungan antara absorbansi (Y) dengan konsentrasi (X). Pada kurva kalibrasi akan diperoleh persamaan Y= bX ± a. Penentuan kurva standar dilakukan dengan pengukuran absorbansi larutan formalin 2,


(51)

35

6, 10, 15, 20, 25, 30, dan 35 ppm yang direaksikan dengan pereaksi Schryver pada panjang gelombang 516,50 nm. Larutan formalin tersebut diukur mengunakan Spektrofotometer UV- 2450.

Berdasarkan data nilai absorbansi larutan standar formalin dibuat kurva seperti pada Gambar 6, diperoleh persamaan garis Y= 0,01644X + 0,04092, nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,99291, dan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,9964.

Gambar 6. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Formalin Y = 0.01644X + 0.04092

R² = 0.99291

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7

0 10 20 30 40

A

b

so

rb

an

si

Konsentrasi (ppm)

Series1 Linear (Series1)


(52)

36 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Panjang gelombang yang memberikan absorbansi maksimum dalam analisis formalin secara spektrofotometri dengan pereaksi Schryver terletak pada 516,50 nm.

2. Kurva kalibrasi larutan standar formalin pada konsentrasi (2-35) ppm dalam analisis formalin secara spektrofotometri dengan pereaksi Schryver adalah linier dengan persamaan regresi Y= 0,01644X + 0,04092, dan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,9964.

3. Matriks glukosa mempengaruhi kinerja pereaksi Schryver pada pengukuran absorbansi larutan formalin (2-35) ppm secara spektrofotometri dengan penurunan absorbansi rata-rata sebesar 18,88%.

4. Matriks galaktosa mempengaruhi kinerja pereaksi Schryver pada pengukuran absorbansi larutan formalin (2-35) ppm secara spektrofotometri dengan penurunan absorbansi rata-rata sebesar 18,03%.

5. Matriks campuran glukosa dan galaktosa mempengaruhi kinerja pereaksi Schryver pada pengukuran absorbansi larutan formalin (2-35) ppm secara spektrofotometri dengan penurunan absorbansi rata-rata sebesar 31,53%.


(53)

37

6. Matriks berupa campuran glukosa dan galaktosa mempengaruhi kinerja pereaksi Schryver dalam sampel tahu merk P dengan menurunkan konsentrasi formalin sebesar 219,934 ppm dan nilai galat sebesar 33,63%.

7. Selektivitas pereaksi Schryver terhadap pengukuran absorbansi larutan formalin secara spektrofotometri dengan adanya matriks glukosa dan galaktosa adalah kurang baik untuk sampel tahu merk P karena mempunyai nilai galat sebesar 33,63%.

B. Saran

Dalam penelitian selanjutnya disarankan:

1. Perlu dilakukan pemilihan pereaksi yang sesuai untuk menggantikan pereaksi Schryver dalam uji formalin agar diperoleh data yang memenuhi validitas.

2. Pengujian formalin dalam sampel tahu dengan pereaksi Schryver sebaiknya dilakukan dengan pemanasan/pengukusan terhadap sampel tahu terlebih dahulu untuk menghilangkan adanya matriks yang berupa gugus aldehid alami yang dimiliki kedelai sebagai bahan baku pembuatan tahu.


(54)

38

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rohman & Sumantri. (2007). Analisis Makanan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Alsuhendra dan Ridawati. (2013). Bahan Toksik Dalam Makanan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Ana Poedjiadi dan F.M. Titin Supriyanti. (2006). Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI-Press.

Annisrakhma Swastiniar Kuswan. (2011). Optimasi Pereaksi Schryver dan Penetapannya pada Analisis Formaldehid dalam Sampel Usus dan Hati Ayam secara Spektrofotometri. Skripsi Telah Diterbitkan. FMIPA UI.

Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia. (2010). Laporan Tahunan 2010 Balai Besar POM Semarang. Semarang: Badan POM.

Barnen, A.L, dan P.M.Davidson. (1983). Antimicrobial in Food. New York: Marcel Dekkers.

Bassett, J., R. C. Denney, G.H Jeffery, J. Mendhom.(1994). Buku Ajar Vogel; Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Bianchi F., Careri, Musci, and Mangia. (2007). Fish And Food Safety: Determination

of Formaldehyde In 12 Fish Species by SPME Extraction and GC-MS Analysis. Food Chem.,100: 1049-1053.

Bhurman Pratama Putra, Hermin Sulistyarti, Qonitah Fardiyah. (2014). Uji Selektivitas dan Validitas pada Kinerja Test Kit Merkuri(II). Kimia Student Journal, 1(2).

Cahyo Saparinto & Diana Hidayati. (2006). Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta: Kanisius.

C.Budimarwani, Sri Atun, Sri Handayani. (2012). Kimia Analisis Organik. Yogyakarta: FMIPA UNY.

Deddy Muchtadi. (2010). Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Bandung: Alfabeta. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. (1981). Daftar Komposisi Bahan


(55)

39

Dhanianto Choirudin Mabrury. (2016). Validasi Metode Analisis Formalin secara Spektrofotometri Sinar Tampak dengan Pereaksi Schryver. Skripsi Telah Diterbitkan. FMIPA UNY.

Fessenden, R.J dan Fessenden J.S. (1986). Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Fifit Indriastuti. (2013). Pengembangan Tester Kit untuk Uji Formalin dengan

Pereaksi Schiff’s dan Nash’s. Skripsi Telah Diterbitkan. FMIPA UNY.

Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya.

Artikel Majalah Ilmu Kefarmasian,1(3).

Herman Singgih. (2013). Uji Kandungan Formalin Pada Ikan Asin Menggunakan Sensor Warna dengan bantuan FMR (Formalin Main Reagent). Jurnal ELTEK, 11(01): 55-70.

Herman Suryadi, Maryati Kurniadi, dan Yuanki Melanie. (2010). Analisis Formalin Dalam Sampel Ikan dan Udang Segar Dari Pasar Muara Angke. Majalah Ilmu Kefarmasian, VII(03): 16-31.

Hikmanita Lisan Nashukha, dkk. (2014). Uji Linieritas, Selektivitas, dan Validitas Metode Analisis Merkuri(Ii) secara Spektrofotometri Berdasarkan Penurunan Absorbansi Kompleks Besi(Iii) Tiosianat. Kimia.Studentjournal, 2(2).

Ibnu Gholib Gandjar dan Abdul Rohman. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Keusch, Peter. (2012). Test For Adehydes- Schiff’s Reagent.

Muhammad Aswad, Aisyah Fatmawaty, Nursansiar, dan Rahmawanti. (2011). Validasi Metode Spektrofotometri Sinar Tampak untuk Analisis Formalin dalam Tahu. Majalah Farmasi dan Farmakologi, 15(1): 26-29.

Mulono. (2005).Toksikologi Lingkungan. Surabaya: Universitas Airlangga Press. Nyi Mekar Saptarini, Yulia Wardati, dan Usep Supriatna (2011). Deteksi Formalin

Dalam Tahu di Pasar Tradisional Purwakarta. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, 12(01): 37-44.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.


(56)

40

Paris, E. Georghiou and Chi Keung (jimmy) Ho. (1989). The Chemistry of The Chromathrophic Acid Method for The Analysis of Formaldehyde.

Rika Setianingrum. (2016). Validasi Paper Test untuk Uji Formalin dengan Pereaksi

Schiff’s. Skripsi Telah Diterbitkan. FMIPA UNY.

S. M. Khopkar. (2008). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.

Santoso. (2005). Teknologi Pengolahan Kedelai (Teori dan Praktek). Malang: Fakultas Pertanian Universitas Widyagama.

Schryver S.B. (1910). The Photochemical Formation of Formaldehyde In Green Plants. Proc. Roy. Soc. London, Series B,82(554): 227.

Siska Dewi. (2013). Validasi Metode Analisis Formalin secara Spektrofotometri Sinar Tampak dengan Pereaksi Schryver. Skripsi Telah Diterbitkan. FMIPA UNY.

Sri Hastuti. (2010). Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Formaldehid pada Ikan Asin di Madura. Agrointek, 4(2): 132-137.

Sri Ratna Sari Wulan. (2015). Identifikasi Formalin pada Bakso dari Pedagang Bakso di Kecamatan Panakukkang Kota Makassar. Skripsi Telah Diterbitkan. FMIPA UNHAS.

Suryadi, Herman, Hayun, dan Harsono. (2008). Selection of Formalin Method of Analysis Based on Colour Reaction and Spectrophotometry UV-Vis. Proseeding Kongres Ilmiah ISFI; 1-10.

Vessman, Jorgen, Raluca I. Stefan, Jacobus F. Van Staden, Klaus Danzer, Wolfgang Lindner, Duncan Thorburn Burns, Ales Fajgelj, andHelmut Müller. (2001). Selectivity In Analytical Chemistry (IUPAC Recommendations 2001). Pure Appl. Chem.,37(8).

Widyaningsih TD. dan Murtini ES. (2006). Alternatif Pengganti Formalin pada Produk Pangan. Surabaya: Trubus Agrissarana.

Wisnu Cahyadi. (2009). Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara.


(57)

41 Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian

Kristal Fenilhidrazin Klorida Kristal Kalium Ferrisianida

Larutan Formaldehid 37% Pereaksi Schryver


(58)

42

Deret Standar Formalin Setelah Ditambah Pereaksi Schryver

Deret Standar Formalin + Pereaksi Schryver + Glukosa 1 ppm


(59)

43

Larutan Glukosa 1 ppm dan Galaktosa 1 ppm Sampel Tahu

Spektrofotometri UV-2450


(60)

44

Penyaringan Filtrat Sampel Tahu Setelah Perendaman dengan Formalin 37 %


(1)

39

Dhanianto Choirudin Mabrury. (2016). Validasi Metode Analisis Formalin secara Spektrofotometri Sinar Tampak dengan Pereaksi Schryver. Skripsi Telah

Diterbitkan. FMIPA UNY.

Fessenden, R.J dan Fessenden J.S. (1986). Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Fifit Indriastuti. (2013). Pengembangan Tester Kit untuk Uji Formalin dengan Pereaksi Schiff’s dan Nash’s. Skripsi Telah Diterbitkan. FMIPA UNY.

Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya.

Artikel Majalah Ilmu Kefarmasian,1(3).

Herman Singgih. (2013). Uji Kandungan Formalin Pada Ikan Asin Menggunakan Sensor Warna dengan bantuan FMR (Formalin Main Reagent). Jurnal

ELTEK, 11(01): 55-70.

Herman Suryadi, Maryati Kurniadi, dan Yuanki Melanie. (2010). Analisis Formalin Dalam Sampel Ikan dan Udang Segar Dari Pasar Muara Angke. Majalah Ilmu

Kefarmasian, VII(03): 16-31.

Hikmanita Lisan Nashukha, dkk. (2014). Uji Linieritas, Selektivitas, dan Validitas Metode Analisis Merkuri(Ii) secara Spektrofotometri Berdasarkan Penurunan Absorbansi Kompleks Besi(Iii) Tiosianat. Kimia.Studentjournal, 2(2).

Ibnu Gholib Gandjar dan Abdul Rohman. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Keusch, Peter. (2012). Test For Adehydes- Schiff’s Reagent.

Muhammad Aswad, Aisyah Fatmawaty, Nursansiar, dan Rahmawanti. (2011). Validasi Metode Spektrofotometri Sinar Tampak untuk Analisis Formalin dalam Tahu. Majalah Farmasi dan Farmakologi, 15(1): 26-29.

Mulono. (2005).Toksikologi Lingkungan. Surabaya: Universitas Airlangga Press.

Nyi Mekar Saptarini, Yulia Wardati, dan Usep Supriatna (2011). Deteksi Formalin Dalam Tahu di Pasar Tradisional Purwakarta. Jurnal Penelitian Sains &

Teknologi, 12(01): 37-44.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 Tentang Bahan


(2)

40

Paris, E. Georghiou and Chi Keung (jimmy) Ho. (1989). The Chemistry of The Chromathrophic Acid Method for The Analysis of Formaldehyde.

Rika Setianingrum. (2016). Validasi Paper Test untuk Uji Formalin dengan Pereaksi Schiff’s. Skripsi Telah Diterbitkan. FMIPA UNY.

S. M. Khopkar. (2008). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.

Santoso. (2005). Teknologi Pengolahan Kedelai (Teori dan Praktek). Malang: Fakultas Pertanian Universitas Widyagama.

Schryver S.B. (1910). The Photochemical Formation of Formaldehyde In Green Plants. Proc. Roy. Soc. London, Series B,82(554): 227.

Siska Dewi. (2013). Validasi Metode Analisis Formalin secara Spektrofotometri Sinar Tampak dengan Pereaksi Schryver. Skripsi Telah Diterbitkan. FMIPA UNY.

Sri Hastuti. (2010). Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Formaldehid pada Ikan Asin di Madura. Agrointek, 4(2): 132-137.

Sri Ratna Sari Wulan. (2015). Identifikasi Formalin pada Bakso dari Pedagang Bakso di Kecamatan Panakukkang Kota Makassar. Skripsi Telah Diterbitkan. FMIPA UNHAS.

Suryadi, Herman, Hayun, dan Harsono. (2008). Selection of Formalin Method of Analysis Based on Colour Reaction and Spectrophotometry UV-Vis. Proseeding Kongres Ilmiah ISFI; 1-10.

Vessman, Jorgen, Raluca I. Stefan, Jacobus F. Van Staden, Klaus Danzer, Wolfgang Lindner, Duncan Thorburn Burns, Ales Fajgelj, andHelmut Müller. (2001). Selectivity In Analytical Chemistry (IUPAC Recommendations 2001). Pure

Appl. Chem.,37(8).

Widyaningsih TD. dan Murtini ES. (2006). Alternatif Pengganti Formalin pada

Produk Pangan. Surabaya: Trubus Agrissarana.

Wisnu Cahyadi. (2009). Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara.


(3)

41 Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian

Kristal Fenilhidrazin Klorida Kristal Kalium Ferrisianida

Larutan Formaldehid 37% Pereaksi Schryver


(4)

42

Deret Standar Formalin Setelah Ditambah Pereaksi Schryver

Deret Standar Formalin + Pereaksi Schryver + Glukosa 1 ppm


(5)

43

Larutan Glukosa 1 ppm dan Galaktosa 1 ppm Sampel Tahu

Spektrofotometri UV-2450


(6)

44

Penyaringan Filtrat Sampel Tahu Setelah Perendaman dengan Formalin 37 %