Ketersediaan unsur hara pada beberapa penggunaan lahan.

(1)

KETERSEDIAAN UNSUR HARA PADA BEBERAPA

PENGGUNAAN LAHAN

OLEH

ANAK AGUNG NGURAH GEDE SUWASTIKA

JURUSAN/PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(2)

ABSTRAK

KETERSEDIAAN UNSUR HARA PADA BEBERAPA PENGGUNAAN LAHAN

Oleh

Anak Agung Ngurah Gede Suwastika

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Nopember sampai Desember 2014. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ketersediaan unsur hara pada beberapa penggunaan lahan di Desa Pengeragoan Kecamatan Pekutatan Kabupaten Jembrana.

Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 7 perlakuan dan 4 ulangan. Pengukuran ketersediaan hara dilakukan dengan mengukur kadar hara N-total tanah, P-tersedia tanah, K-tersedia tanah, pH tanah, C-organik tanah dan rasio C/N.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan lahan berpengaruh nyata sampai sangat nyata terhadap parameter yang diamati. Penggunaan lahan hutan alami menunjukkan terjadi proses ketersediaan hara yang paling tinggi dibandingkan penggunaan lahan lainnya seperti: nilai N-total tanah yaitu 0,17 %, P-tersedia yaitu 23,67 mg kg-1, dan K-tersedia 613,15 mg kg-1, C-organik tanah yaitu 2,53 %, rasio C/N 21,45.

Kata kunci: Ketersediaan hara, penggunaan lahan.

ABSTRACT

NUTRIENTS AVAILABILITY IN SOME LAND USE by

Anak Agung Ngurah Gede Suwastika

The research was conducted in November and December 2014. The purpose of this study was to determine the availability of nutrients in some land use in the village of Pekutatan Pengeragoan District of Jembrana. The method used was a randomized block design with 7 treatments and 4 replications. Measurement of nutrient availability is done by measuring the levels of soil total N, soil available P, soil available K, soil pH, soil organic C and C/N ratio. The results showed that the real effect of land use to highly significant parameters observed. Land use of natural forest shows a process of nutrient availability the highest compared to other land uses such as: total N value was 0.17%, available P ie 23.67 mg kg-1 and available K 613.15 mg kg-1, soil organic C that is 2.53%, and C/N ratio 21.45.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini. Penelitian ini disusun untuk memenuhi kinerja dosen sebagai salah satu pelaksanna Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu bidang penelitian.

Penulis, dalam menyelesaikan penelitian ini mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak, untuk itu diucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai, MS., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana.

2. Ir. I Nyoman Puja, MS., selaku Ketua Jurusan/Prodi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas

3. Staf dosen dan pegawai di Konsentrasi Ilmu Tanah dan Lingkungan, Jurusan/Prodi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas. Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih banyak kekurangannya, sehingga penulis sangat mengharapkan saran dan masukannya untuk perbaikan ke depan. Besar harapan penulis semoga tulisan ini bermanfaat.

Denpasar, Januari 2016


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ketersediaan Hara ... 3

2.2 Penggunaan Lahan ... 5

III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 9

3.2 Deskripsi Daerah Penelitian... 9

3.3 Bahan dan Alat ... 10

3.4 Metode Penelitian ... 10

3.5 Pelaksanaan Penelitian ... 10

3.5.1 Pengambilan Sampel ... 11

3.5.2 Penetapan Ketersediaan Hara N, P, K, pH, dan C-organi……….11

3.6 Analisis data ... 11

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil... 12

4.1.1. N-total Tanah ... 12

4.1..2 P-tersedia Tanah………….. ... 13

4.1..3 K-tersedia Tanah ... 13

4..1.4 pH Tanah ... 13

4..1.5 C-organik Tanah ... 14


(5)

4.2 Pembahasan ... 14

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 20 5.2 Saran ... 20


(6)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

.

1. Signifikansi Pengaruh Penggunaan Lahan terhadap Parameter Pengamatan ...

12

2. Nilai Rata-rata Penggunaan Lahan terhadap Ketersediaan Hara (N, P, K), serta pH, C-organik dan rasio C/N...


(7)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelestarian alam, terutama tanah sangat tergantung pada berbagai proses yang terjadi di atas tanah maupun di dalam tanah. Aktivitas manusia yang terjadi di atas tanah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya memanfaatkan sumber daya lahan secara terus menerus yang menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan.

Perubahan penggunaan lahan akan mempengaruhi jumlah vegetasi dan cara pengelolaan tanah di daerah tersebut yang pada akhirnya akan mempengaruhi sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Terjadi juga perubahan iklim mikro seperti suhu, air, kelembaban tanah, yang secara langsung akan berpengaruh terhadap status kesuburan tanah seperti kandungan bahan organik dan ketersediaan unsur hara.

Bahan organik tanah berperan penting dalam menentukan kesuburan tanah. Peranan bahan organik tanah adalah berkaitan dengan perubahan sifat-sifat tanah, yaitu sifat fisik, kimia, dan sifat biologi tanah. Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah sekitar 3-5%, tetapi memiliki pengaruh yang besar terhadap sifat-sifat tanah. Pada penggunaan lahan hutan akan memberikan kandungan bahan organik yang lebih tinggi dari pada penggunaan lahan lainnya. Tingkat kedalaman tanah juga mempengaruhi kandungan bahan organik. Umumnya kadar bahan organik terbanyak ditemukan pada kedalaman 0–20 cm, semakin ke bawah kadar bahan organik semakin berkurang (Barchia dkk., 2007). Bahan organik berpengaruh secara langsung terhadap pertumbuhan tanaman dan merupakan sumber hara dan energi bagi sebagian besar organisme tanah (Handayanto & Hairiah, 2009; Suwastika dkk., 2012)

Jasad hidup tanah berperan penting dalam perubahan-perubahan yang terjadi di dalam tanah, salah satunya adalah sebagai perombak (dekomposer) yang mengubah bahan organik menjadi senyawa anorganik melalui proses ketersediaan unsur hara di dalam tanah yang akan menentukan kualitas tanah


(8)

Setiap penggunaan lahan yang berbeda akan mempengaruhi sifat sifat fisik, kimia dan biologi tanah, termasuk ketersediaan unsur hara, seperti N, P, dan K. Perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi lahan pertanian atau jenis penggunaan yang lain, menyebabkan perubahan sifat fisik, kimia dan biologi dalam tanah. Kualitas tanah akan lebih tinggi pada penggunaan lahan hutan alami dari pada penggunaan lahan lainnya. Berdasarkan hasil penelitian (Fauzi, 2008) perubahan penggunaan lahan hutan menjadi penggunaan lahan kebun kelapa dapat menurunkan kesuburan tanah, karena penggunaan kebun kelapa sedikit memiliki masukan bahan organik. Hasil analisis kandungan C-organik pada tanah kebun kelapa memiliki nilai <1%, sedangkan kandungan nitrogennya rendah yaitu 0,10%.

Desa Pengeragoan di Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana memiliki luas wilayah 27,62 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 4.648 jiwa. Kondisi wilayah desa terdiri dari 10% daerah datar dan 90% daerah landai/bergelombang. Desa Pengeragoan ini memiliki beberapa penggunaan lahan untuk perkebunan diantaranya untuk penggunaan lahan hutan alami, hutan jati, kebun kopi, kebun campuran, kebun kakao, kebun kelapa serta untuk persawahan (Suratama, 2009). Berbagai penggunaan lahan yang ada di desa ini akan memiliki sifat kimia, seperti proses ketersediaan unsur hara yang berbeda sesuai dengan cara pengelolaan tanah dan jenis vegetasi yang berada di atasnya.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ketersediaan unsur hara N, P, dan K pada beberapa penggunaan lahan di Desa Pengeragoan Kecamatan Pekutatan Kabupaten Jembrana.


(9)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ketersediaan Hara

Ketersediaan adalah perubahan unsur hara dari bentuk organik menjadi bentuk anorganik. Unsur yang ada di dalam tanah akan mengalami proses mineralisasi seperti unsur N, P, dan K. Hasil dari proses mineralisasi bahan organik tanah akan diserap dan dimanfaatkan oleh tanaman (Hariah, 2010; Suwastika dkk., 2012)

Nitrogen merupakan salah satu unsur hara makro bagi pertumbuhan tanaman. Ketersediaan nitrogen di dalam tanah tergolong rendah karena mudahnya hilang melalui proses pencucian dan penguapan dalam bentuk NO3-, NO, dan NO2-. Nitrogen dibutuhkan dalam jumlah besar untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Nitrogen yang tersedia di dalam tanah dapat dipertahankan dengan cara pemupukan dengan pupuk N (Noviardi, 2008). Nitrogen di dalam tanah mengalami mineralisasi, yaitu pembentukan nitrogen anorganik dari nitrogen organik dengan proses amonifikasi (perombakan nitrogen organik menjadi ammonium) dan nitrifikasi (perubahan ammonium menjadi nitrat). Proses amonifikasi dimediasi oleh enzim ekstraseluler dan intraseluler mikroba. Beberapa contoh enzim ektraseluler tersebut adalah proteinase, protease, peptidase, kitinase, kitobiase, lisozim, endonuklease, eksonuklease, dan urease, sedangkan contoh enzim intraseluler adalah deaminase. Ammonium yang terbentuk dapat diasimilasi oleh mikroba, diserap tanaman, dijerap mineral liat atau mengalami proses nitrifikasi (Suwastika dkk., 2012).

Nitrifikasi adalah proses pembentukan nitrat dari oksidasi senyawa nitrogen tereduksi. Nitrifikasi umumnya terjadi dalam reaksi nitritasi yaitu pembentukan nitrit dari oksidasi nitrat dan nitratasi atau pembentukan nitrat dari oksidasi nitrit. Beberapa mikroba khemoototrof yang tergolong bakteri nitrifikasi antara lain adalah kelompok pengoksidasi NH3 (Nitrobacter sp, Nitrococcus, dan

Nitrospira). Prediksi terhadap kemungkinan terjadinya ketersediaan/imobilisasi nitrogen suatu bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah biasanya dilakukan berdasarkan rasio C/N bahan tersebut. Immobilisasi nitrogen terjadi


(10)

bila rasio antara C dan N bahan organik lebih dari 30, sedangkan ketersediaan terjadi bila rasionya kurang dari 20. Rasio antara 20 hingga 30 akan terjadi kesetimbangan antara ketersediaan dan immobilisasi (Suwastika dkk., 20012).

Nitrogen (N) harus ditambat oleh mikroba dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman. Nitrogen yang ada di dalam tanah diikat oleh bakteri dalam bentuk ammonia, selanjutnya oleh bakteri nitrifikasi diubah menjadi nitrit (NO2-), kemudian menjadi nitrat (NO3-) yang mana dapat diserap dari tanah oleh tumbuhan. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup bebas. Mikroba penambat N simbiotik antara lain Rhizobium sp. Mikroba penambat N non-simbiotik misalnya Azospirillum sp dan Azotobacter sp. Mikroba penambat N simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman leguminose, sedangkan mikroba penambat N non-simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman. Mikroorganisme yang terlibat dalam daur nitrogen adalah:

Nitrosomonas mengubah amonium menjadi nitrit, Nitrobacter mengubah nitrit menjadi nitrat . Nitrogen dimanfaatkan oleh tumbuhan dalam bentuk ion ammonium (NH4+) atau ion nitrat (NO3-). Nitrogen ammonium di dalam tanah akan dioksidasi menjadi nitrit atau nitrat. Sejumlah nitrit ini akan digunakan oleh tumbuhan dan jasad mikro dalam tanah, sebagian lagi akan hilang mengikuti air perkolasi dan aliran permukaan, selebihnya akan kembali ke bentuk atmosfer dalam bentuk gas. Mikroorganisme denitrifikasi seperti Alcagenes, Basilus,

Pseudomonas, Rhizobium.

Fosfat (P) merupakan unsur hara esensial makro seperti halnya nitrogen (N). Fosfor yang terdapat di alam dalam bentuk ion fosfat (PO43-). Tanaman memperoleh unsur P seluruhnya berasal dari tanah atau dari pemupukan serta hasil dekomposisi dan ketersediaan bahan organik. Jumlah P total dalam tanah cukup banyak, namun yang tersedia bagi tanaman jumlahnya rendah hanya berkisar 0,01-0,2 mg kg-1 tanah. Ketersediaan fosfat merupakan proses enzimatik. Enzim yang terlibat disebut fosfatase yang mengkatalis berbagai reaksi yang melepaskan fosfat dari senyawa fosfat organik ke dalam larutan tanah (Rodiah & Madjid, 2009).


(11)

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses ketersediaan P di dalam tanah adalah temperatur, kelembaban, aerasi, pH tanah dan kualitas bahan organik yang ditambahkan. Aerasi tanah yang baik dengan kelembaban yang cukup serta temperatur tanah berkisar 30o - 40 oC menentukan jenis dan aktivitas mikroba tanah, selanjutnya dapat menentukan produk akhir dari proses metabolisme mikroba yang bersangkutan (Rodiah & Madjid, 2009). Fosfor yang ada di dalam tanah tergantung dari pH tanah, dimana dalam kondisi basa di atas pH 7, fosfor ditemukan dalam bentuk hydrogenphosphate (HPO42-), dan pada pH asam di bawah 7, fosfor ditemukan dalam bentuk dihydrogenphosphate (H2PO4-) (Adi, 2009).

Unsur kalium merupakan unsur yang paling mudah mengadakan persenyawaan dengan unsur atau zat lainnya, misalnya khlor dan magnesium. Kalium dapat tersedia bagi tanaman dibantu oleh mikroorganisme pelarut K. Unsur kalium berfungsi untuk tanaman yaitu, mempercepat pembentukan zat karbohidrat dalam tanaman, memperkokoh tubuh tanaman, mempertinggi resistensi terhadap serangan hama dan penyakit dan kekeringan, meningkatkan kualitas biji. Sifat K yaitu mudah larut dan terbawa hanyut dan mudah pula terfiksasi dalam tanah. Sumber K adalah beberapa jenis mineral, sisa-sisa tanaman dan jasad renik, air irigasi, larutan dalam tanah, abu tanaman dan pupuk anorganik (Motsara dkk., 1995). Kalium dalam tanah berada dalam mineral yang melapuk dan melepaskan ion-ion kalium. Ion-ion tersebut diserap pada pertukaran kation dan siap tersedia untuk diambil oleh tanaman.

2.2 Penggunaan Lahan

Pengertian lahan menurut Arsyad (1989) adalah : lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air, vegetasi, serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan termasuk di dalamnya hasil kegiatan manusia. Sedangkan penggunaan lahan adalah segala macam campur tangan manusia baik secara permanen maupun secara siklus terhadap suatu kumpulan sumber daya alam dan sumber daya buatan yang secara keseluruhan disebut lahan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan


(12)

hidupnya, baik material, spiritual maupun keduanya. Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lain diikuti oleh berkurangnya penggunaan lahan lain pada suatu waktu ke waktu berikutnya.

Undang – Undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, mendefinisikan hutan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi jenis pepohonan dalam persekutuan dengan lingkungannya, yang satu dengan lain tidak dapat dipisahkan. Ekosistem hutan mempunyai hubungan yang sangat kompleks. Pohon dan tumbuhan hijau lainnya menggunakan cahaya matahari untuk membuat makanannya, karbondioksida diambil dari udara, ditambah air (H2O) dan unsur hara atau mineral yang diserap dari dalam tanah (Subardja, 1999).

Kebun kopi merupakan sistem usahatani yang dapat mengarah ke sistem

agroforestry (wanatani). Penggunaan lahan kebun kopi juga befungsi dalam pengelolaan tanah (soil management) tetapi masih belum banyak diteliti, selain itu penggunaan lahan kopi dapat berfungsi sebagai pengendalian erosi. Untuk memenuhi unsur hara yang diperlukan untuk tanaman, dilakukan pemupukan N, P, K 2 kali setahun, untuk meningkatkan kandungan bahan organik tanah (Dariah dkk.,2008).

Penggunaan lahan kebun campuran adalah daerah yang ditumbuhi vegetasi tahunan satu jenis maupun campuran baik dengan pola acak, maupun teratur sebagai pembatas tegalan. Penggunaan lahan kebun campuran memberikan masukan bahan organik sepanjang tahun melalui daun, ranting dan cabang yang telah gugur di atas permukaan tanah, yang selanjutnya bagian tanaman yang telah mati ini disebut dengan seresah . Bagian bawah (dalam tanah), pepohonan memberikan masukan bahan organik melalui akar-akar yang telah mati, tudung akar yang mati, eksudasi akar dan respirasi akar (Janudianto,2004).

Kakao adalah komoditas perkebunan yang bernilai ekonomi tinggi, tanaman ini berbuah sepanjang tahun, sehingga untuk meningkatkan hasil para petani sering melakukan pemupukan untuk meningkatkan hasil dan menambah unsur hara yang ada di dalam tanah. Pemupukan ini merupakan salah satu usaha


(13)

pengelolaan kesuburan tanah, dengan mengandalkan sediaan hara dari tanah asli, tanpa penambahan hara, produk pertanian akan semakin merosot. Hal ini disebabkan ketimpangan antara pasokan hara dan kebutuhan tanaman. Hara dalam tanah secara berangsur-angsur akan berkurang karena terangkut bersama hasil panen, erosi atau penguapan. Pengelolaan hara terpadu antara pemberian pupuk dan pembenah akan meningkatkan efektivitas penyediaan hara, serta menjaga mutu tanah agar tetap berfungsi secara lestari (Rizal, 2009).

Hutan jati adalah sejenis hutan yang dominan ditumbuhi oleh pohon jati (Tectona grandis). Di Indonesia, hutan jati terutama di jumpai di Jawa, akan tetapi kini juga telah menyebar ke berbagai daerah seperti di pulau-pulau Muna, Sumbawa, Flores dan lain-lain. Penggunaan lahan hutan jati dikatagorikan memiliki tanah yang kurang subur, sehingga memerlukan input yang lebih besar. Pada lahan hutan jati alam, kapasitas bahan organik yang tersedia 1,87-5,5 % berada di permukaan tanah. Rendahnya nilai bahan organik pada tanah hutan jati akan menurunkan tingkat kecepatan tanaman dalam pembentukan akar (Purwidodo,1991).

Tanaman kelapa merupakan komoditi ekspor dan dapat tumbuh di sepanjang pesisir pantai khususnya, dan dataran tinggi serta lereng gunung pada umumnya. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia 60% tanahnya memiliki KTK tanah rendah, <15 me g-1, C-organik < 1%, cadangan mineral rendah, tingkat erodibilitas dan pencuciannya sangat tinggi. Berdasarkan hasil penelitian Fauzi (2008) kandungan C-organik tanah yang dianalisis memiliki nilai <1%, dimana berdasarkan kriteria tanahnya tergolong rendah. Sedangkan kandungan nitrogen (N) yang dianalisis yaitu 0,10 %, dimana berdasarkan kriteria tanah nilai ini juga tergolong rendah, hasil anlisis rasio C/N yaitu >12,9 berdasarkan kriteria tanah nilai ini tergolong tinggi. Berdasarkan hasil penelitian Faiz (2009) juga menyatakan penggunaan lahan kebun kelapa memiliki kesuburan tanah yang rendah, dimana setelah 12 tahun pembukaan perkebunan kelapa sawit di PTP Mitra Ogan Sumatera Selatan terjadi penurunan kandungan bahan organik yang sangat signifikan, yaitu pada tanah Podsolik Kromik yang awalnya kandungan C-organik rata-rata sebesar 2,21% turun menjadi 1,68 – 1,87%, dan pada Podsolik


(14)

Plintik dari 2,27% menjadi 1,37 – 1,50%. Selanjutnya dikatakan bahwa setelah 12 tahun pembukaan kebun kelapa sawit terjadi penurunan kelas kesesuaian lahan. Penurunan kualitas lahan ini terjadi karena menurunnya kandungan bahan organik tanah dan ketersediaan hara tanah karena kation-kation basa tercuci, diserap tanaman dan terangkut oleh hasil panen. Mengingat kesuburan tanah terdegradasi memerlukan waktu yang sangat lama maka pengelolaan yang tepat perlu mendapat perhatian.

Sawah merupakan salah satu sistem budidaya tanaman yang khas dari sudut kekhususan pertanaman yaitu padi, penyiapan tanah, pengolahan air. Pada penggunaan lahan sawah juga terjadi sistem pergiliran tanaman, sehingga perlu diperhatikan dalam penatagunaan lahan. Penyiapan tanah sawah menyebabkan perubahan sifat biologi. Untuk pergiliran tanaman dengan pertanaman lain, biasanya palawija, maka sehabis pertanaman padi keadaan tanah harus diubah kembali sehingga sesuai dengan yang diperlakukan pertanaman palawija. Pengubahan tanah secara bolak-balik berarti memanipulasi sumber daya tanah secara mendalam. Sawah adalah budidaya tanaman yang paling banyak mengunakan air. Air diperlukan banyak untuk melumpurkan tanah, untuk menggenangi petak tanaman, dan untuk dapat dialirkan dari petak satu ke petak yang lain. Ini berarti penggunaan lahan sawah memiliki cara pengelolaan tanah yang berebeda dengan penggunaan lahan lainnya (Wandi, 2010).


(15)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Pengeragoan Kecamatan Pekutatan Kabupaten Jembrana. Sampel tanah dianalisis di Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Penelitian dilaksanakan pada musim hujan bulan Nopember-Desember 2014.

3.2 Deskripsi Daerah Penelitian

Secara administratif lokasi penelitian terletak di Desa Pengeragoan Kecamatan Pekutatan Kabupaten Jembrana. Desa Pengeragoan memiliki batas – batas wilayah sebagai berikut :

• Sebelah Utara : Kabupaten Buleleng • Sebelah Timur : Kabupaten Tabanan • Sebelah Selatan : Samudera Hindia • Sebelah Barat : Desa Gumbrih

Desa Pengeragoan ini terbagi menjadi 5 banjar yaitu Pasut, Mengenu Anyar, Bading Kayu, Pengeragoan Dauh Tukad, dan Pengeragoan Dangin Tukad. Desa ini berada pada ketinggian 0-375m dpl, yang memiliki curah hujan 2650,20 mm/th, temperatur 25o C -29o C, dengan pH tanah 5,8-6,8 (Suratama, 2009).

Data dari Kantor Desa Pengeragoan, penggunaan lahan di daerah penelitian terdiri dari : perkebunan yaitu 1866,78 ha, persawahan 44,00 ha, pemukiman 29,90 ha, bangunan umum dan jalan 12,80 ha, lapangan 1,30 ha, kuburan 1,95 ha. Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik lahan di Desa Pengeragoan, pada masing-masing penggunaan lahan yang ada di daerah tersebut memiliki cara pengolahan tanah yang berbeda yaitu cara pemupukan maupun jenis pupuk yang digunakan berbeda-beda. Penjabaran lebih lanjut tentang pengelolaan tanah yang digunakan pada masing-masing penggunaan lahan disajikan pada (Lampiran 1).


(16)

3.3 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel tanah yang diambil secara komposit dari Desa Pengeragoan Kecamatan Pekutatan Kabupaten Jembrana. Bahan untuk analisis yaitu KOH 0,2 N, HCl 0,1 N, phenolptalin (PP), metil oranye, larutan P-A, larutan P-B, larutan P-C danaquadest.

Alat – alat yang digunakan untuk pengambilan sampel seperti : bor tanah, cangkul, kantong plastik, kertas label, dan pisau lapangan. Alat – alat untuk analisis sampel tanah di laboratorium adalah sebagai berikut: erlenmeyer, pipet, pH meter, timbangan, labu Kjeldahl, alat destruksi, tabung reaksi, gelas ukur, gelas piala, botol film, kertas saring Whatman 24, flame photometer, dan mesin pengocok.

3.4 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan faktor penggunaan lahan (T) sebagai perlakuan yang terdiri dari 7 jenis penggunaan lahan (Lampiran 2) yaitu:

1. Th: Lahan Hutan Alami 2. Tk : Lahan Kebun Kopi 3. Tc : Lahan Kebun Campuran 4. To : Lahan Kebun Kakao 5. Tj : Lahan Hutan Jati 6. Ta : Lahan Kebun Kelapa 7. Ts : Lahan Sawah

Masing – masing penggunaan lahan diambil 4 titik sampel sebagai ulangan pada kedalaman 0-30 cm (Suardewa, 2011) sehingga banyak sampel yang akan dianalisis secara keseluruhan adalah 28 sampel tanah.

3.5 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaa penelitian ini dimulai dari pengambilan sampel tanah, penetapan ketersediaan hara (N, P, K), serta pH, C-organik, rasio C/N, kemudian dilanjutkan dengan analisis data.


(17)

3.5.1 Pengambilan Sampel

Sampel tanah untuk penelitian diambil di Desa Pengeragoan, Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali pada kedalaman 0-30 cm. Sampel tanah diambil pada musim hujan yaitu bulan November 2014. Penetapan lokasi pengambilan sampel pada berbagai penggunaan lahan dilakukan menggunakan metode sampel random sederhana. Setelah titik sampel ditentukan, maka dilakukan pengambilan sampel.

3.5.2 Penetapan Ketersediaan Unsur Hara N, P, dan K, pH, C-organik, serta Rasio C/N

Ketersediaan hara N, P, K didekati dengan mengukur kadar hara N-total tanah, P-tersedia tanah, K-tersedia tanah pada setiap sampel tanah, dan sebagai data pendukung diukur pH tanah, C-organik tanah dan rasio C/N. Penetapan N total dengan menggunakan metode Kjeldhal, penetapan P tersedia dan K-tersedia menggunakan metode Bray I. Analisis tanah juga dilakukan terhadap pH dengan cara elektrolit, C-organik tanah dengan metode Walkley dan Black, dan Rasio C/N yang diperoleh dengan membandingkan C-organik tanah dengan N-total tanah (Sudjadi dkk, 1971).

3.6. Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis secara statistika yang meliputi analisis sidik ragam (anova) sesuai dengan Rancangan Acak Kelompok. Bila hasil yang diperoleh menunjukkan pengaruh nyata atau sangat nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Duncan (Gaspersz, 1991).


(18)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam berdasarkan signifikansi pengaruh penggunaan lahan terhadap parameter yang diamati disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Signifikansi Pengaruh Penggunaan Lahan terhadap Parameter Pengamatan.

No Parameter Pengamatan Signifikansi 1

2 3 4 5 6

N-Total Tanah P-tersedia Tanah K-tersedia Tanah pH Tanah C-organik Tanah Rasio C/N

** ** ** ** ** * Keterangan : tn : Berpengaruh tidak nyata (P≥ 0,05)

* : Berpengaruh nyata (P<0,05) ** : Berpengaruh sangat nyata (P<0,01)

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa penggunaan lahan berpengaruh sangat nyata terhadap parameter yang diamati dan berpengaruh nyata terhadap rasio C/N. Ketersediaan hara N, P, K didekati dengan mengukur variabel seperti: kadar hara N-total, P- tersedia tanah, K-tersedia tanah, pH tanah, C-organik tanah,dan rasio C/N.

4.1.1 N-total Tanah

Berdasarkan hasil analisis statistika, penggunaan lahan berpengaruh sangat nyata terhadap N-total tanah. Nilai rata-rata N-total tanah pada masing-masing penggunaan lahan disajikan pada Tabel 2. Nilai N-total tanah tertinggi ditunjukkan pada penggunaan lahan hutan alami (Th) dengan nilai 0,17 % yang berbeda tidak nyata terhadap penggunaan lahan kebun campuran (Tc). Penggunaan lahan pada kebun kopi (Tk) memiliki N-total tanah yaitu 0,16% yang


(19)

berbeda tidak nyata dengan penggunaan lahan sawah (Ts), sedangkan pada penggunaan lahan kebun kakao (To) berbeda tidak nyata dengan penggunaan lahan kebun jati (Tj).

4.1.2. P-tersedia Tanah

Berdasarkan hasil analisis statistika, penggunaan lahan berpengaruh sangat nyata terhadap P-tersedia tanah (P<0,01) . Nilai rata-rata P-tersedia tanah pada masing-masing penggunaan lahan disajikan pada Tabel 2. Nilai P-tersedia tertinggi ditunjukkan pada penggunaan lahan hutan alami ( Th) dengan nilai 23,67 mg kg-1 yang berbeda tidak nyata terhadap penggunaan lahan kebun campuran (Tc), dan berbeda nyata terhadap semua penggunaan lahan lainnya. Penggunaan lahan kebun kakao (To) memiliki nilai P-tersedia yang berbeda tidak nyata dengan penggunaan lahan hutan jati (Tj), dan penggunaanlahan sawah (Ts) dan berbeda nyata dengan penggunaan lahan lainnya. Penggunaan lahan kebun kelapa (Ta) memiliki P-tersedia paling rendah yaitu 16,77 mg kg-1.

4.1.3 K-tersedia Tanah

Berdasarkan hasil analisis statistika, penggunaan lahan berpengaruh sangat nyata terhadap K-tersedia tanah (P<0,01). Nilai rata-rata K-tersedia tanah pada masing-masing penggunaan lahan disajikan pada Tabel 2. Nilai K-tersedia tertinggi ditunjukkan pada penggunaan lahan hutan alami (Th) dengan nilai 613,15 mg kg-1 yang berbeda tidak nyata terhadap penggunaan lahan kebun campuran (Tc), penggunaan lahan kebun kopi (Tk), dan berbeda nyata terhadap penggunaan lahan lainnya.

4.1.4 pH Tanah

Berdasarkan hasil analisis statistika, penggunaan lahan berpengaruh sangat nyata terhadap pH tanah (P<0,01). Nilai rata-rata pH tanah pada masing-masing penggunaan lahan disajikan pada Tabel 2. Nilai pH tanah tertinggi terdapat pada penggunaan lahan hutan jati (Tj) dan penggunaan lahan kebun kelapa (Ta) yaitu 6,87 dan berbeda tidak nyata pada penggunaan lahan sawah (Ts), dan berbeda


(20)

nyata dengan penggunaan lahan lainnya. Penggunaan lahan kebun campuran (Tc) memiliki pH tanah yang paling rendah yaitu 6,52 yang berbeda tidak nyata dengan penggunaan lahan hutan alami (Th).

4.1.5 C-organik Tanah

Berdasarkan hasil analisis statistika, penggunaan lahan berpengaruh sangat nyata terhadap C-organik tanah (P<0,01). Nilai rata-rata C-organik pada masing-masing penggunaan lahan disajikan pada Tabel 2. Nilai C-organik tertinggi pada Tabel 2 ditunjukkan pada penggunaan lahan hutan alami (Th) sebesar 2,53 % yang berbeda nyata dengan semua penggunaan lahan lainnya. Penggunaan lahan kebun kopi (Tk) memiliki nilai C-organik yang berbeda tidak nyata dengan penggunaan lahan kebun campuran (Tc). Penggunaan lahan kebun kakao (To) memiliki nilai C-organik 2,65% yang berbeda tidak nyata dengan penggunaan lahan hutan jati (Tj). Penggunaan lahan kelapa (Ta) memiliki nilai C-organik yang paling rendah yaitu 2,61% yang berbeda tidak nyata dengan penggunaan lahan sawah (Ts).

4.1.6 Rasio C/N

Berdasarkan hasil analisis statistika, penggunaan lahan berpengaruh nyata terhadap rasio C/N tanah (P<0,05). Nilai rata-rata rasio C/N pada masing-masing penggunaan lahan disajikan pada Tabel 2. Nilai rasio C/N pada penggunaan lahan hutan alami (Th) berbeda tidak nyata terhadap penggunaan lahan lainnya dan berbeda nyata dengan penggunaan lahan sawah (Ts).


(21)

Tabel 2. Nilai Rata-rata Penggunaan Lahan terhadap Ketersediaan Hara (N, P, K), pH, C-organik, dan Rasio C/N

Penggunaan Lahan

N-total (%)

P-tersedia mg kg-1

K-tersedia mg kg-1

pH Tanah C-Organik (%) Rasio C/N Th Tk Tc To Tj Ta Ts 0,17 a 0,16 b 0,17 a 0,15 c 0,15 c 0,14 d 0,16 b 23,67 a 21,10 b 22,80 a 18,79 c 18,49 c 16,77 d 18,85 c 613,15 a 550,46 a 570,85 a 442,41 b 462,17 b 515,50 b 450,72 b 6,54 d 6,62 c 6,52 d 6,80 b 6,87 a 6,87 a 6,86 a 2,53 a 3,20 b 3,27 b 2,74 d 2,70 d 2,61 e 2,63 e 21,45 a 20,26 a 20,68 a 19,70 a 19,20 a 19,15 a 16,75 b Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan

yang sama adalah berbeda tidak nyata berdasarkan uji Duncan.

4.2 Pembahasan

Berdasarkan analisis sidik ragam yang disajikan pada Tabel 1 terlihat bahwa penggunaan lahan yang ada di Desa Pengeragoan berpengaruh sangat nyata terhadap semua parameter yang diamati, dan berpengaruh nyata pada rasio C/N.

Penggunaan lahan menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap N-total tanah, P-tersedia tanah, dan K-tersedia tanah. Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa, penggunaan lahan hutan alami (Th) memiliki nilai unsur hara yang berbeda nyata dengan penggunaan lahan lainnya. Tingginya nilai unsur hara pada penggunaan lahan hutan alami (Th) disebabkan karena tingginya kandungan bahan organik dan berbeda nyata dengan penggunaan lahan lainnya. Bakteri dan jamur yang terdapat pada tanah akan memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi yang menyebabkan terjadinya proses ketersediaan. Selama proses ketersediaan ini, nitrogen akan dirubah menjadi ammonium (NH4+). Dalam keadaan suasana aerob akan mengalami proses oksidasi sehingga terbentuk nitrat (NO3-). Nitrat di dalam tanah sangat mudah larut sehingga cepat hilang karena


(22)

pencucian. Menurut Handayanto dan Hairiah (2009); Suwastika dkk. (2012) bahwa nitrogen dalam tanah sangatlah labil, mudah mengalami pencucian (leaching) dan penguapan. Ketersediaan nitrogen pada tanah sangat tergantung pada banyaknya bahan organik, dan populasi mikroorganisme tanah. Pada penggunaan lahan hutan alami (Th) menunjukkan proses ketersediaan dan imobilisasi hara N seimbang, dimana nilai rasio C/N pada penggunaan lahan hutan alami (Th) yaitu 21,45. Rasio C/N merupakan perbandingan C-organik tanah dan N-total dalam tanah. Menurut (Suwastika dkk.,2012) dekomposisi bahan organik dengan rasio C/N yang tinggi melebihi 30 menunjukkan dekomposisi tahap awal, rasio C/N lebih kecil dari pada 20 menunjukkan terjadinya proses mineralisasi N, sedangkan diantara 20-30 terjadinya proses ketersediaan dan imobilisasi seimbang. Tingginya rasio C/N pada lahan hutan dikarenakan kadar C-organik pada lahan ini paling tinggi yaitu 2,53% dan berbeda nyata dengan penggunaan lahan lainnya. C-organik yang tinggi pada lahan hutan akan meningkatkan rasio C/N. Hasil proses ketersediaan N diserap oleh tanaman dan digunakan oleh mikroorganisme untuk memperbanyak diri sehingga populasi total bakteri dan jamur akan meningkat. Penggunaan lahan kebun kopi (Tk) memiliki N-total tanah berbeda tidak nyata dengan penggunaan lahan sawah (Ts), karena masing-masing lahan dilakukan pemupukan yaitu pada kebun kopi menggunakan pupuk kandang dan pada lahan sawah menggunakan pupuk gramafika yang mengandung unsur hara N, P, K pada saat menanam padi untuk meningkatkan kandungan hara yang ada di dalam tanah agar tersedia bagi tanaman seperti terlihat pada Lampiran 1. N-total tanah pada penggunaan lahan kebun kakao (To) dan penggunaan lahan jati (Tj) berbeda tidak nyata karena pemupukan yang terjadi jarang yaitu pada kebun kakao terjadi pemupukan satu kali setahun dan pada hutan jati dua tahun sekali, sehingga bahan organik di dalam tanah yang merupakan sumber energi mikroorganisme akan kurang.

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa penggunaan lahan hutan alami (Th) memiliki P-tersedia 23,67 mg kg-1 yang berbeda tidak nyata dengan penggunaan lahan kebun campuran (Tc). Bakteri dan jamur akan menguraikan bahan-bahan organik didalam tanah kemudian melepaskan fosfor yang dapat diambil oleh


(23)

tumbuhan. Tingginya P-tersedia juga karena pada tanah hutan memiliki masukan bahan organik alami yang tinggi dan sama halnya pada kebun campuran terjadi penambahan bahan organik melalui pupuk kandang yang memacu pelarutan fosfat. Menurut Rodiah & Madjid (2009) pemberian pupuk kandang, dapat memacu pelarutan fosfat melalui peningkatan aktivitas biologi. Tingginya P-tersedia pada tanah juga dikarenakan hasil pelapukan bahan organik, seperti humus diperkirakan efektif dalam pembentukan kompleks dengan senyawa besi dan alumunium. Pengikatan besi dan alumuniun ini akan mengurangi fiksasi fosfat anorganik. Kedua bahan tersebut sangat efektif membebaskan fosfor yang semula terikat sebagai besi fosfat dan aluminium fosfat sehingga menjadi tersedia bagi tanaman. Tabel 2 dapat dilihat nilai P-tersedia pada penggunaan lahan kebun kakao (To) berbeda tidak nyata dengan penggunaan lahan hutan jati (Tj) dan penggunaan lahan sawah (Ts) karena pada lahan tersebut memiliki C-organik yang lebih rendah dari pada penggunaan lahan hutan alami maupun campuran, sehingga aktivitas mikroorganisme yang terjadi akan menjadi rendah. Aktivitas mikroorganisme yang rendah menyebabkan proses ketersediaan bahan-bahan anorganik di dalam tanah menjadi lambat. Penggunaan lahan kebun kelapa (Ta) memiliki nilai P-tersedia untuk tanaman paling rendah dan berbeda nyata dengan penggunaan lahan lainnya, hal ini dikarenakan kandungan bahan organik pada lahan kebun kelapa rendah, dimana pemupukan yang dilakukan tiga kali setahun. Fosfor yang tersedia untuk tanaman rendah karena fosfor ini di dalam tanah tersedia dalam jumlah terbatas yaitu P dalam tanah dijerap oleh koloid tanah, difiksasi menjadi bentuk yang sukar tersedia bagi tanaman, tidak mampu menyediakan P-tersedia untuk tanaman.

Pada penggunaan lahan hutan alami (Th) memiliki K-tersedia yang berbeda tidak nyata dengan penggunaan lahan kebun kopi (Tk) dan penggunaan lahan kebun campuran (Tc), sedangkan penggunaan lahan kebun kakao (To) berbeda tidak nyata dengan penggunaan lahan hutan jati (Tj), penggunaan lahan kebun kelapa (Ta) dan penggunaan lahan sawah (Ts).

Berdasarkan hasil penelitian, penggunaan lahan berpengaruh sangat nyata terhadap pH tanah. Penggunaan lahan hutan jati (Tj) memiliki nilai pH yang


(24)

paling tinggi yaitu 6,87 dan berbeda tidak nyata dengan penggunaan lahan kelapa (Ta), penggunaan lahan sawah (Ts), dan berbeda nyata dengan penggunaan lahan lainnya. Penggunaan lahan hutan jati (Tj) berbeda tidak nyata dengan penggunaan lahan kebun kelapa (Ta) dan penggunaan lahan sawah (Ts) karena pada penggunaan lahan tersebut mengandung OH- lebih tinggi dari H+. Pada penggunaan lahan kebun campuran (Tc) memiliki nilai pH yang paling rendah yaitu 6,52 berbeda tidak nyata dengan penggunaan lahan hutan alami (Th), rendahnya nilai pH pada penggunaan lahan tersebut dikarenakan terbentuknya asam sulfat sebagai hasil dari proses dekomposisi bahan organik. Masukan bahan organik yang tinggi yang pada penggunaan lahan hutan dan kebun campuran yang dicirikan dengan tingginya kadar C-organik pada lahan tersebut yang menyebabkan meningkatnya akumulasi dari asam sulfat yang pada akhirnya menyebabkan pH yang lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya, selain itu asam – asam organik hasil dekomposisi bahan organik yang terakumulasi di dalam tanah juga dapat menurunkan pH tanah. Asam sulfat ini bersifat asam kuat, apabila bereaksi dengan air akan menghasilkan ion-ion H+, sehingga kandungan H+ lebih tinggi dari pada OH-. Menurut Hardjowigeno (1987) pada tanah-tanah asam, jumlah ion H+ lebih tinggi dari pada OH-, sedangkan pada tanah alkalis (basa), kandungan OH- lebih banyak dari pada H+. Bila kandungan ion H+ sama dengan OH- maka tanah bereaksi netral. Tanah dikatakan netral apabila memiliki pH 6,6-7,5, sangat asam <4,5, asam 4,5-5,5, agak alkalis 7,6-8,5, alkalis >8,5. Berdasarkan hasil analisis statistika, penggunaan lahan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar C-organik. Pada Tabel 2 terlihat bahwa penggunaan lahan hutan alami (Th) memiliki nilai kadar C-organik yang paling tinggi yaitu 2,53% yang berbeda nyata dengan penggunaan lahan lainnya, tingginya C-organik pada penggunaan lahan hutan alami (Th) disebabkan karena pada lahan tersebut memiliki masukan bahan organik yang alami, dan tidak ada pengolahan tanah. Menurut Ansori (2005) kandungan bahan organik dalam setiap jenis tanah tidak selalu sama, hal ini tergantung dari beberapa hal yaitu: tipe vegetasi yang ada di daerah tersebut, populasi mikroorganisme tanah, keadaan drainase tanah, curah hujan, dan pengelolaan


(25)

tanah. Penggunaan lahan kebun kakao (To) memiliki C-organik yang berbeda tidak nyata dengan penggunaan lahan hutan jati (Tj) karena pada penggunaan lahan tersebut memiliki serasah daun yang sukar melapuk dan terjadi dan proses pemupukan yang jarang yaitu 2 kali setahun. Kadar C-organik tanah yang paling rendah terdapat pada penggunaan lahan kebun kelapa (Ta) dengan nilai 2,61% dan berbeda tidak nyata dengan penggunaan lahan sawah (Ts) dengan nilai 2,63%, rendahnya bahan organik yang terdapat pada lahan kebun kelapa disebabkan karena sedikit adanya penambahan bahan organik dari vegetasi maupun penambahan bahan organik dari petani, sedangkan pada penggunaan lahan sawah (Ts) terlalu intensif terjadi pengolahan tanah sehingga kandungan bahan organik akan berkurang. Menurut (Barchia dkk.,2007) bahwa perubahan sifat akibat perubahan tipe vegetasi penutup tanah secara langsung berpengaruh terhadap distribusi bahan organik tanah. Semakin intensif penggunaan suatu lahan dan semakin rendah masukan bahan organiknya maka akan terjadi penurunan kadar bahan organik yang cepat pada lahan tersebut (Ansori, 2005).

Rasio C/N pada penggunaan lahan hutan alami (Th) berbeda tidak nyata dengan penggunaan lahan lainnya dan berbeda nyata dengan penggunaan lahan sawah (Ts) dengan nilai 16,75. Rendahnya rasio C/N dikarenakan pada penggunaan lahan sawah memiliki C-organik rendah yaitu 2,63 % dan N-total tanah 0,16 %, rendahnya C-organik pada lahan sawah ini disebabkan karena pada penggunaan lahan sawah terjadi pengelolaan tanah yang sangat intensif pada saat musim tanam padi. Rendahnya C-organik juga dikarenakan pada saat pengambilan sampel tanah dilakukan setelah panen padi sehingga unsur hara yang ada di dalam tanah akan diangkut oleh hasil panen. Rasio C/N 16,8 pada lahan sawah menunjukkan pada lahan sawah terjadi proses mineralisasi. Ketersediaan N ini terjadi karena nitrogen yang tersedia di dalam tanah lebih dari yang dibutuhkan oleh mikroorganisme, sehingga nitrogen dapat tersedia bagi tanaman. Rasio C/N yang rendah akan menyebabkan proses dekomposisi bahan organik menjadi lebih cepat.


(26)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:

Penggunaan lahan hutan alami mempunyai ketersediaan hara yang paling tinggi dibandingkan penggunaan lahan lainnya seperti: nilai N-total tanah yaitu 0,17%, P-tersedia yaitu 23,67 mg kg-1, K-tersedia 613,15 mg kg-1, C-organik tanah yaitu 2,53%, dan rasio C/N sebesar 21,45.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan saran sebagai berikut:

Perlu dilakukan penambahan bahan organik khususnya pada penggunaan lahan kebun kelapa untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara di dalam tanah.


(27)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, F. 2009. Biota Penambat N. Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Ansori,T. 2005. Mengenal Bahan Organik Lebih Jauh. http://elisa.ugm.ac.id/files/ cahyonoagus/hDXa17zE/tugasithkul.doc . Diakses tanggal 11 Oktober 2014

Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Bogor

Barchia, F., A. Nugroho, & P. Prawito. 2007. Bahan Organik dan Respirasi di Bawah Beberapa Tegakan pada Das Musi Bagian Hulu. Jurnal Akta Agrosia Edisi Khusus.

Dariah, A. Agus & F. Maswari. 2008. Kualitas Tanah pada Lahan Usahatani Berbasis Tanaman Kopi. http://www.reposito/ /kualitas tanah tanaman kopi/ abstract.pdf. Diakses Tanggal 23 Desember 2014.

Faiz, M. 2009. Rapuhnya Agroekosistem Sawit. http://faizbarchia./06/rapuhnya-agroekosistem-sawit.html. Diakses tanggal 23 Desember 2014.

Fauzi, A. 2008. Tugas Akhir Analisis Kadar Unsur Hara Karbon Organik dan

Nitrogen di dalam Tanah Perkebunan Kelapa Bengkalis Riau.

http://repository.usu.ac /16789//09E00402.pdf. Diakses tanggal 23 Desember 2014.

Gaspersz, V. 1991. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Tarsito. Bandung.

Handayanto, E & K. Hairiah. 2009. Biologi Tanah, Landasan Pengelolaan Tanah Sehat. Pustaka Adipura, Yogyakarta.

Hariah,K. 2010. Neraca Hara dan Karbon dalam Sistem Agroforestri.

http://www.worldagrofores/s/ LectureNotes/LectureNote6.pdf. Diakses tanggal 21 Desember 2012.

Janudianto. 2004. Analisis Perubahan Penggunaan / Penutup Lahan. http://www.scr23/7/Jenis-Penggunaan-Lahan. Diakses Tanggal 23 Desember 2014.

Motsara, M. R., P. Bhattacharyya dan B. Srivastava. 1995. Biofertilizer Technology, Marketing and Usage a Sourcebook-cum-Glossary. Fertilizer Development and Consultation Organization.


(28)

Noviardi, H. 2008. Laju Ketersediaan N-NH4+ dan N-NO3- Tanah Andisol Pada

Pertanian Organik dan Konvensional yang di Tanami kentang.

http://reposito/bitstream/handle/123456789/ abstract.pdf?sequence=1. Diakses tanggal 21 Desember 2014.

Purwidodo.1991. Hutan Jati dan Kemakmuran, Problematika dan Strategi Pemecahannya. Bigraf Publishing. Yogyakarta.

Rizal. 2009. Budidaya tanaman kakao. http://www.bi.go.id/NR/rdonl/Boks1.pdf. Diakses Tanggal 23 Desember 2014.

Rodiah & Madjid .2009. Teknologi Pupuk Hayati Fungi Pelarut Fosfat (FPF). http://dasar2ilmutanah.blogspm/2009/05/teknologi-pupuk-hayati-fungi-pelarut_8331.html. Diakses tanggal 21 Desember 2014

Suardewa, I. W. P. 2011. Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Beberapa Penggunaan Lahan dan Kedalaman Tanah di Desa Candikuning Kecamatan Baturiti Kabupaten Tabanan. Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Denpasar.

Subardja, D. 1999. Perkembangan Metoda Survei Tanah dan Evaluasi Lahan di Indonesia. Kongres Nasional VII HITI. 2 – 4 Nopember 1999, Bandung. Sudjadi, M., I. M. Widjik & M. Soleh. 1971. Penuntun Analisis Tanah. Lembaga

Penelitian Tanah Bogor, Bogor.

Suratama, W. 2009. Data Monografi Desa/WKPP Pengeragoaan

BPP/Kecamatan Pekutatan. Desa Pengeragoan, Jembrana, Bali.

Suwastika, A. A. N.G ; N.N.Soniari.& I.A.A.Kesumadewi. 2012. Biologi Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, UNUD, Denpasar.

Wandi. 2010 . http://h0404055.wordpress.com/2010/04/02/analisis-sistem-usaha- tani-pada-masyarakat-petani-desa-ngargorejo-kecamatan-ngemplak-kabupaten-boyolali/. Diakses Tanggal 23 Desember 2014.


(29)

Lampiran 1. Pengelolaan Tanah pada masing-masing Penggunaan Lahan Penggunaan

Lahan

Pemupukan Dosis Pemupukan

Frekuensi Pemupukan

Pengelolaan tanah Lahan Hutan

Alami - - Lahan Kebun Kopi Pupuk kandang (kotoran kambing)

20 kg per pohon

1 kali setahun pada musim kemarau

Dibuat rolak atau lubang Lahan Kebun Campuran Pupuk kandang (kotoran kambing)

20 kg per pohon

1 kali setahun

Dibuat rolak atau lubang

Lahan Kebun Kakao

Urea TSP

140 kg ha-1 200 kg ha-1

1 kali setahun Serasah daun dibiarkan menumpuk tanpa ada pengelolaan pada lahan Lahan Hutan

Jati

Pupuk NPK 250 g per pohon 2 tahun sekali Serasah daun dibiarkan menumpuk tanpa ada pengelolaan pada lahan Lahan Kebun Kelapa

Urea 500 g per pohon 3 tahun sekali Serasah tanaman berupa pelepah diambil untuk keperluan rumah tangga Lahan Sawah Pupuk Buatan Gramafika

120 kg ha-1 2 kali setahun

Pada pengambilan sampel tanah dilakukan setelah panen padi


(1)

paling tinggi yaitu 6,87 dan berbeda tidak nyata dengan penggunaan lahan kelapa (Ta), penggunaan lahan sawah (Ts), dan berbeda nyata dengan penggunaan lahan lainnya. Penggunaan lahan hutan jati (Tj) berbeda tidak nyata dengan penggunaan lahan kebun kelapa (Ta) dan penggunaan lahan sawah (Ts) karena pada penggunaan lahan tersebut mengandung OH- lebih tinggi dari H+. Pada penggunaan lahan kebun campuran (Tc) memiliki nilai pH yang paling rendah yaitu 6,52 berbeda tidak nyata dengan penggunaan lahan hutan alami (Th), rendahnya nilai pH pada penggunaan lahan tersebut dikarenakan terbentuknya asam sulfat sebagai hasil dari proses dekomposisi bahan organik. Masukan bahan organik yang tinggi yang pada penggunaan lahan hutan dan kebun campuran yang dicirikan dengan tingginya kadar C-organik pada lahan tersebut yang menyebabkan meningkatnya akumulasi dari asam sulfat yang pada akhirnya menyebabkan pH yang lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya, selain itu asam – asam organik hasil dekomposisi bahan organik yang terakumulasi di dalam tanah juga dapat menurunkan pH tanah. Asam sulfat ini bersifat asam kuat, apabila bereaksi dengan air akan menghasilkan ion-ion H+, sehingga kandungan H+ lebih tinggi dari pada OH-. Menurut Hardjowigeno (1987) pada tanah-tanah asam, jumlah ion H+ lebih tinggi dari pada OH-, sedangkan pada tanah alkalis (basa), kandungan OH- lebih banyak dari pada H+. Bila kandungan ion H+ sama dengan OH- maka tanah bereaksi netral. Tanah dikatakan netral apabila memiliki pH 6,6-7,5, sangat asam <4,5, asam 4,5-5,5, agak alkalis 7,6-8,5, alkalis >8,5. Berdasarkan hasil analisis statistika, penggunaan lahan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar C-organik. Pada Tabel 2 terlihat bahwa penggunaan lahan hutan alami (Th) memiliki nilai kadar C-organik yang paling tinggi yaitu 2,53% yang berbeda nyata dengan penggunaan lahan lainnya, tingginya C-organik pada penggunaan lahan hutan alami (Th) disebabkan karena pada lahan tersebut memiliki masukan bahan organik yang alami, dan tidak ada pengolahan tanah. Menurut Ansori (2005) kandungan bahan organik dalam setiap jenis tanah tidak selalu sama, hal ini tergantung dari beberapa hal yaitu: tipe vegetasi yang ada di daerah tersebut, populasi mikroorganisme tanah, keadaan drainase tanah, curah hujan, dan pengelolaan


(2)

tanah. Penggunaan lahan kebun kakao (To) memiliki C-organik yang berbeda tidak nyata dengan penggunaan lahan hutan jati (Tj) karena pada penggunaan lahan tersebut memiliki serasah daun yang sukar melapuk dan terjadi dan proses pemupukan yang jarang yaitu 2 kali setahun. Kadar C-organik tanah yang paling rendah terdapat pada penggunaan lahan kebun kelapa (Ta) dengan nilai 2,61% dan berbeda tidak nyata dengan penggunaan lahan sawah (Ts) dengan nilai 2,63%, rendahnya bahan organik yang terdapat pada lahan kebun kelapa disebabkan karena sedikit adanya penambahan bahan organik dari vegetasi maupun penambahan bahan organik dari petani, sedangkan pada penggunaan lahan sawah (Ts) terlalu intensif terjadi pengolahan tanah sehingga kandungan bahan organik akan berkurang. Menurut (Barchia dkk.,2007) bahwa perubahan sifat akibat perubahan tipe vegetasi penutup tanah secara langsung berpengaruh terhadap distribusi bahan organik tanah. Semakin intensif penggunaan suatu lahan dan semakin rendah masukan bahan organiknya maka akan terjadi penurunan kadar bahan organik yang cepat pada lahan tersebut (Ansori, 2005).

Rasio C/N pada penggunaan lahan hutan alami (Th) berbeda tidak nyata dengan penggunaan lahan lainnya dan berbeda nyata dengan penggunaan lahan sawah (Ts) dengan nilai 16,75. Rendahnya rasio C/N dikarenakan pada penggunaan lahan sawah memiliki C-organik rendah yaitu 2,63 % dan N-total tanah 0,16 %, rendahnya C-organik pada lahan sawah ini disebabkan karena pada penggunaan lahan sawah terjadi pengelolaan tanah yang sangat intensif pada saat musim tanam padi. Rendahnya C-organik juga dikarenakan pada saat pengambilan sampel tanah dilakukan setelah panen padi sehingga unsur hara yang ada di dalam tanah akan diangkut oleh hasil panen. Rasio C/N 16,8 pada lahan sawah menunjukkan pada lahan sawah terjadi proses mineralisasi. Ketersediaan


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:

Penggunaan lahan hutan alami mempunyai ketersediaan hara yang paling tinggi dibandingkan penggunaan lahan lainnya seperti: nilai N-total tanah yaitu 0,17%, P-tersedia yaitu 23,67 mg kg-1, K-tersedia 613,15 mg kg-1, C-organik tanah yaitu 2,53%, dan rasio C/N sebesar 21,45.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan saran sebagai berikut:

Perlu dilakukan penambahan bahan organik khususnya pada penggunaan lahan kebun kelapa untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara di dalam tanah.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, F. 2009. Biota Penambat N. Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Ansori,T. 2005. Mengenal Bahan Organik Lebih Jauh. http://elisa.ugm.ac.id/files/ cahyonoagus/hDXa17zE/tugasithkul.doc . Diakses tanggal 11 Oktober 2014

Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Bogor

Barchia, F., A. Nugroho, & P. Prawito. 2007. Bahan Organik dan Respirasi di Bawah Beberapa Tegakan pada Das Musi Bagian Hulu. Jurnal Akta Agrosia Edisi Khusus.

Dariah, A. Agus & F. Maswari. 2008. Kualitas Tanah pada Lahan Usahatani Berbasis Tanaman Kopi. http://www.reposito/ /kualitas tanah tanaman kopi/ abstract.pdf. Diakses Tanggal 23 Desember 2014.

Faiz, M. 2009. Rapuhnya Agroekosistem Sawit. http://faizbarchia./06/rapuhnya-agroekosistem-sawit.html. Diakses tanggal 23 Desember 2014.

Fauzi, A. 2008. Tugas Akhir Analisis Kadar Unsur Hara Karbon Organik dan Nitrogen di dalam Tanah Perkebunan Kelapa Bengkalis Riau. http://repository.usu.ac /16789//09E00402.pdf. Diakses tanggal 23 Desember 2014.

Gaspersz, V. 1991. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Tarsito. Bandung.

Handayanto, E & K. Hairiah. 2009. Biologi Tanah, Landasan Pengelolaan Tanah Sehat. Pustaka Adipura, Yogyakarta.

Hariah,K. 2010. Neraca Hara dan Karbon dalam Sistem Agroforestri.

http://www.worldagrofores/s/ LectureNotes/LectureNote6.pdf. Diakses tanggal 21 Desember 2012.


(5)

Noviardi, H. 2008. Laju Ketersediaan N-NH4+ dan N-NO3- Tanah Andisol Pada Pertanian Organik dan Konvensional yang di Tanami kentang. http://reposito/bitstream/handle/123456789/ abstract.pdf?sequence=1. Diakses tanggal 21 Desember 2014.

Purwidodo.1991. Hutan Jati dan Kemakmuran, Problematika dan Strategi Pemecahannya. Bigraf Publishing. Yogyakarta.

Rizal. 2009. Budidaya tanaman kakao. http://www.bi.go.id/NR/rdonl/Boks1.pdf. Diakses Tanggal 23 Desember 2014.

Rodiah & Madjid .2009. Teknologi Pupuk Hayati Fungi Pelarut Fosfat (FPF). http://dasar2ilmutanah.blogspm/2009/05/teknologi-pupuk-hayati-fungi-pelarut_8331.html. Diakses tanggal 21 Desember 2014

Suardewa, I. W. P. 2011. Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Beberapa Penggunaan Lahan dan Kedalaman Tanah di Desa Candikuning Kecamatan Baturiti Kabupaten Tabanan. Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Denpasar.

Subardja, D. 1999. Perkembangan Metoda Survei Tanah dan Evaluasi Lahan di Indonesia. Kongres Nasional VII HITI. 2 – 4 Nopember 1999, Bandung. Sudjadi, M., I. M. Widjik & M. Soleh. 1971. Penuntun Analisis Tanah. Lembaga

Penelitian Tanah Bogor, Bogor.

Suratama, W. 2009. Data Monografi Desa/WKPP Pengeragoaan BPP/Kecamatan Pekutatan. Desa Pengeragoan, Jembrana, Bali.

Suwastika, A. A. N.G ; N.N.Soniari.& I.A.A.Kesumadewi. 2012. Biologi Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, UNUD, Denpasar.

Wandi. 2010 . http://h0404055.wordpress.com/2010/04/02/analisis-sistem-usaha- tani-pada-masyarakat-petani-desa-ngargorejo-kecamatan-ngemplak-kabupaten-boyolali/. Diakses Tanggal 23 Desember 2014.


(6)

Lampiran 1. Pengelolaan Tanah pada masing-masing Penggunaan Lahan Penggunaan

Lahan

Pemupukan Dosis Pemupukan

Frekuensi Pemupukan

Pengelolaan tanah Lahan Hutan

Alami - - Lahan Kebun Kopi Pupuk kandang (kotoran kambing)

20 kg per pohon

1 kali setahun pada musim kemarau

Dibuat rolak atau lubang Lahan Kebun Campuran Pupuk kandang (kotoran kambing)

20 kg per pohon

1 kali setahun

Dibuat rolak atau lubang

Lahan Kebun Kakao

Urea TSP

140 kg ha-1 200 kg ha-1

1 kali setahun Serasah daun dibiarkan menumpuk tanpa ada pengelolaan pada lahan Lahan Hutan

Jati

Pupuk NPK 250 g per pohon 2 tahun sekali Serasah daun dibiarkan menumpuk tanpa ada pengelolaan pada lahan Lahan Kebun Kelapa

Urea 500 g per pohon 3 tahun sekali Serasah tanaman berupa pelepah diambil untuk keperluan rumah tangga Lahan Sawah Pupuk Buatan Gramafika

120 kg ha-1 2 kali setahun

Pada pengambilan sampel tanah dilakukan setelah panen padi