PERENCANAAN DAN PEMBUATAN SISTEM PENTANAHAN LABORATARIUM TEGANGAN TINGGI.
LABORATARIUM TEGANGAN TINGGI
PROYEK AKHIR
Diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan sidang yudisium diploma-III tahun akademik 2012/2013.
Disusun Oleh:
BUDI SANUSI ABDURACHMAN 1002386
DIPLOMA-III TEKNIK ELEKTRO
JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2013
(2)
Budi Sanusi Abdurachman, 2013
PERENCANAAN DAN PEMBUATAN SISTEM
PENTANAHAN LABORATORIUM TEGANGAN
TINGGI
Oleh
Budi Sanusi Abdurachman
Sebuah proyek akhir yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Ahli Madya (A.Md) pada Fakultas Pendidikan Teknologi dan
Kejuruan
© Budi Sanusi Abdurachman 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
September 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Tugas Akhir ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
(3)
(4)
Budi Sanusi Abdurachman, 2013
ABSTRAK
PERENCANAAN DAN PEMBUATAN SISTEM PENTANAHAN LABORATORIUM TEGANGAN TINGGI
Oleh
Budi Sanusi Abdurachman 1002386
Sistem pentanahan merupakan suatu tindakan pengamanan pada instalasi listrik dimana rangkaiannya di tanamkan dengan cara mengalirkan arus yang lebih atau arus gangguan ke tanah, pentanahan atau grounding menggunakan elektroda pentanahan yang ditanam dalam tanah. Salah satu faktor untuk mendapatkan nilai tahanan pentanahan yang kecil yaitu letak elektroda yang akan ditanam, untuk mengetahui nilai pentahanan tersebut maka diperlukan pengukuran. Sedangkan salah satu unsur yang perlu diperhatikan dalam pengukuran suatu sistem pentanahan adalah kondisi tanah di daerah dimana sistem pentanahan tersebut akan dipasang.
Untuk tujuan sistem pentanahan atau grounding ini yaitu menjamin keselamatan orang dari sengatan listrik baik dalam keadaan normal atau tidak dari tegangan sentuh dan tegangan langkah serta mencegah kerusakan peralatan listrik akibat arus lebih dari sistem instalasi.
Dari hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa nilai tahanan pentanahan sangat dipengaruhi oleh kedalaman elektroda yang ditanam, jumlah elektroda, jarak antar elektroda dan kondisi tanah dimana elektroda tersebut ditanam.
(5)
ABSTRACT
PLANNING AND MAKING HIGH VOLTAGE LABORATORY EARTHING SYSTEM
By:
Budi Sanusi Abdurachman 1002386
Earthing system is a security measure in electrical installations in the plant where the circuit by flowing currents or fault currents to ground, earthing or grounding using earth electrode planted in soil. One of the factors to get a little grounding resistance value that is where the electrodes that will be planted, to determine the value of the required measurements pentahanan. Meanwhile, one of the elements that need to be considered in the measurement of a grounding system is the condition of the soil in the area where the grounding system will be installed.
For the purpose of this grounding or earthing system which ensures the safety of electric shock or both under normal circumstances not of touch voltage and step voltage, and power equipment to prevent damage due to over flow of the system installation.
From the analysis we concluded that the value of the grounding resistance is strongly influenced by the depth electrodes were implanted, the number of electrodes, the distance between the electrodes and the soil conditions in which electrodes implanted.
(6)
DAFTAR ISI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Batasan Masalah ... 2
1.3 Perumusan Masalah ... 2
1.4 Tujuan Penulisan ... 2
1.5 Manfaat Penulisan ... 3
1.6 Metode Pengumpulan Data ... 3
1.7 Sistematika Penulisan ... 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pentanahan ... 5
2.2 Standarisasi Tahanan Penangkal Petir ... 8
2.2.1 Syarat-syarat Tahanan Penangkal Petir ... 9
2.3 Karakteristik Pentanahan Yang Baik ... 11
2.3.1 Penggunaan Pentanahan Dalam Aplikasi Proteksi ... 11
2.3.2 Bagian-bagian Yang di Tanahkan ... 11
2.4 Kontak Tanah ... 16
2.5 Faktor Penyebab Tegangan Permukaan Tanah ... 18
2.5.1 Pengaruh Uap Lembab Dalam Tanah ... 18
2.5.2 Pengaruh Tahanan Jenis Tanah ... 18
2.5.3 Pengaruh Temperatur ... 19
2.5.4 Perubahan Resitivitas Tanah ... 20
2.5.5 Korosi ... 20
(7)
2.6.1 Perlakuan Kimiawi Tanah ... 21
2.6.2 Perawatan Rutin ... 24
2.7 Tahanan Jenis Tanah ... 25
2.8 Gambar Diagram Pengawatan Untuk Perencanaan Grounding .. 26
2.9 Rumus-rumus Tentang Perhitungan Pentanahan ... 28
2.9.1 Rumus Umum Pentanahan Menurut Hukum Ohm ... 28
2.9.2 Rumus Pentanahan PUIL 2000 ... 28
2.9.3 Rumus Pentanahan Elektroda Batang ... 28
BAB III METODE PENELITIAN DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Perancangan ... 29
3.1.1 Blok Diagram Perancangan Sistem Pentanahan ... 30
3.2 Proses Pembuatan Sistem Pentanahan ... 33
3.3 Hasil Akhir ... 34
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data ... 43
4.2 Hasil Pengukuran Pentanahan ... 48
4.3 Pembahasan dan Analisa dari hasil Penelitian ... 51
4.3.1 Karakteristik Sistem Pentanahan yang Efiktif ... 51
4.3.2 Penggunaan Pentanahan Dalam Aplikasi Proteksi ... 52
4.3.3 Bagian-bagian Yang Ditanahkan ... 52
4.3.4 Kontak Tanah ... 53
4.3.5 beberapa faktor yang mempengaruhi tanahan pentanahan 54 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan ... 56
5.2 Rekomendasi ... 56
DAFTAR PUSTAKA ... 58 LAMPIRAN
(8)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Efek Temperetur Pada Resitivitas Tanah ... 19
Tabel 2.2 Tahanan Jenis Tanah dan Daya Korosinya ... 25
Tabel 2.3 Tahanan Jenis Tanah ... 26
Tabel 2.4 Menunjukan Peralatan yang terdapat pada Diagram ... 27
(9)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kabel Grounding dari Tembaga ... 6
Gambar 2.2 Pemilihan Tanah yang baik untuk memasang Grounding ... 7
Gambar 2.3 Contoh Pemasangan Penangkal petir di gedung ... 8
Gambar 2.4 Grounding Paralel ... 10
Gambar 2.5 Grounding Maksimal ... 10
Gambar 2.6 Macam-macam alat pentanahan ... 13
Gambar 2.7 Batang Pentanahan Beserta Aksesorisnya ... 14
Gambar 2.8 Batang Pentanahan dan lingkaran pengaruhnya ... 15
Gambar 2.9 Perawatan Kimiawi Elektroda Pengawatan ... 24
Gambar 2.10 Diagram Pengawatan ... 26
Gambar 2.11 Diagram Pengawatan Beserta Keterangannya ... 27
Gambar 3.1 Rancangan Awal Penanaman Grounding ... 29
Gambar 3.2 Diagram Blok untuk Alur Pentanahan ... 30
Gambar 3.3 Earth Tester ... 30
Gambar 3.4 Dua batang elektroda bantu ... 31
Gambar 3.5 kabel warna Merah ... 31
Gambar 3.6 Kabel Warna kuning ... 32
Gambar 3.7 Kabel Warna Hijau ... 32
Gambar 3.8 Elektroda dengan menggunakan Kabel BC16 ... 33
Gambar 3.9 Pemilihan Lahan ... 34
Gambar 3.10 Hasil dari titik A ... 35
Gambar 3.11 Lubang di titik A ... 35
Gambar 3.12 Hasil Dari titik B ... 36
Gambar 3.13 Titik B ... 36
Gambar 3.14 Hasil pengukuran di titik C ... 37
Gambar 3.15 Tititk C ... 37
Gambar 3.16 Hasil Pengukuran di titik D ... 38
Gambar 3.17 Tititk D ... 38
Gambar 3.18 hasil pengukuran di titik E ... 39
(10)
Gambar 3.20 Hasil Pengukuran di titik F ... 40
Gambar 3.21 lubang di titik F ... 40
Gambar 3.22 Hasil Grounding yang baru setelah di paralelkan ... 41
Gambar 3.23 Grounding yang sudah terpasang ... 41
Gambar 3.24 Hasil Paralel grounding yang terpasang dengan yang baru 42 Gambar 4.1 Rangkaian Grounding Baru ... 45
Gambar 4.2 Rangkaian Grounding Paralel ... 46
Gambar 4.3 Hasil Pengukuran titik A ... 48
Gambar 4.4 Hasil Pengukuran titik B ... 48
Gambar 4.5 Hasil Pengukuran titik C ... 49
Gambar 4.6 Hasil Pengukuran titik D ... 49
Gambar 4.7 Hasil Pengukuran titik E ... 49
Gambar 4.8 Hasil Pengukuran titik F ... 50
Gambar 4.9 Hasil Paralel Grounding yang baru ... 50
Gambar 4.10 Hasil Grounding yang Sudah Terpasang ... 50
(11)
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Listrik merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia. Karena di zaman modern ini manusia tidak bisa hidup tanpa adanya lisktrik. Hampir semua lini kehidupan membutuhkan listrik. Ada beberapa syarat dan alur perjalanan sehingga listrik itu dapat mengalir ke semua pengguna. Mulai dari sistem pembangkit, sistem transmisi, sistem distribusi, hingga sampai ke konsumen.
Dari semua peralatan listrik tersebut harus dilengkapi dengan pentanahan yang baik. Sistem pentanahan mulai dikenal pada tahun 1900. Sebelumnya sistem-sistem tenaga listrik tidak diketanahkan karena ukurannya masih kecil dan tidak membahayakan. Namun setelah sistem-sistem tenaga listrik berkembang semakin besar dengan tegangan yang semakin tinggi dan jarak jangkauan semakin jauh, baru diperlukan sistem pentanahan. Kalau tidak, hal ini bisa menimbulkan potensi bahaya listrik yang sangat tinggi, baik bagi manusia, peralatan dan sistem pelayanannya sendiri.
Tahanan pentanahan haruslah sekecil mungkin untuk menghindari bahaya-bahaya yang di timbulkan oleh arus gangguan tanah, tahanan pentanahan diharapkan bisa sekecil mungkin, namun dalam prakteknya tidaklah selalu mudah untuk mendapatkannya karena banyak faktor yang mempengaruhi contohnya bentuk elektroda, jenis bahan dan ukuran elektroda, jumlah atau konfigurasi elektroda, kedalaman penanaman di dalam tanah dan masih banyak lagi.
Dari gambaran yang sudah dijelaskan di atas, penulis lebih tertarik untuk memahami pentanahan yang ada di gedung atau laboratorium tegangan tinggi sebagai acuan untuk menjadi tujuan serta judul proyek akhir. Sedangkan untuk judul proyek akhir, penulis memberi judul
(12)
LABORATORIUM TEGANGAN TINGGI” sebagai salah satu hasil dari tugas akhir yang penulis buat.
1.2 Batasan Masalah
Untuk memudahkan penyusunan proyek akhir dan supaya isinya tidak melebar serta lebih terarah, maka penulis membuat batasan masalah untuk penulisan laporan ini. Batasan masalah yang akan penulis bahas adalah: 1. Membahas mengenai pentanahan untuk tegangan tinggi.
2. Ketentuan pentanahan tegangan tinggi dan peralatan apa saja yang akan di
groundingkan.
1.3 Perumusan Masalah
Dari beberapa permasalahan yang terjadi untuk pentanahan yang baik penulis merumuskan beberapa masalah seperti:
1. Syarat nilai tahanan tanah atau pentanahan yang dipasang untuk pengaman system tegangan tinggi.
2. Bagaimana langkah pembumian dan perencanaan sistem pentanahan sehingga mendapatkan harga pentanahan sebesar lebih kecil dari 0,3 ohm. 3. Berapa kedalaman grounding yang akan diukur dan jumlah grounding
yang akan di pasang.
1.4 Tujuan
Ada beberapa tujuan penyusunan proyek akhir tentang pentanahan ini, yang terdiri dari:
1. Dapat mengetahui bagian-bagian instalasi listrik yang ada di laboratorium tegangan tinggi.
2. Dapat mengetahui peralatan-peralatan listrik yang akan di groundingkan. 3. Mengetahui besar kecilnya resistansi suatu pentanahan.
(13)
1.5 Manfaat Penulisan
Manfaat dari penyusunan laporan proyek akhir ini adalah:
1. Mahasiswa dapat merasakan secara langsung keadaan dan situasi yang ada di dunia kerja saat ini.
2. Menambah wawasan tentang ilmu pengetahuan yang sudah ada serta menambah ilmu pengetahuan baru.
3. mahasiswa dapat mengaplikasikan dan keterampilan yang telah didapat di bangku perkuliahan.
4. Produk yang mahasiswa buat bisa di jadikan alat pembelajaran untuk adik-adik tingkat yang masih aktif kuliah.
5. Memberikan inspirasi kepada adik-adik tingkat untuk menambah bahan proyek akhir.
1.6 Metode Pengumpilan Data
Ada beberapa metode yang dilakukan dalam penyusunan laporan proyek akhir ini, diantaranya adalah:
1. Metode Eksperimen (melakukan percobaan)
Metode ini di dapat dengan cara melakukan perencanaan dan perancangan sebelum membuat pentanahan pada laboratorium tegangan tinggi di FPTK khususnya Laboratorium teknik instalasi listrik.
2. Metode Interview (Wawancara)
Melakukan tanya jawab dengan narasumber baik dengan pembimbing proyek akhir maupun teknisi lapangan.
3. Studi Literatur (studi pustaka)
Metode ini di dapat dari materi-materi yang diberikan oleh pembimbing proyek akhir maupun teknisi lapangan dan mencari sumber-sumber yang ada di internet, surat kabar, perpustakaan, buku-buku yang membahas tentang pentanahan atau grounding pada laboratorium tegangan tinggi.
(14)
1.7 Sistematika Penulisan
Di bawah ini adalah sistematika penulisan untuk laporan proyek akhir, yang terdiri dari:
BAB I PENDAHULIAN
Bab ini merupakan pendahuluan dimana didalamnya berisikan tentang latar belakang, batasan masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode pengumpulan data dan sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Berisi tentang pengertian pentanahan, karakteristik pentanahan yang baik, kontak tanah, faktor penyebab tegangan permukaan tanah, usaha menurunkan tegangan permukaan tanah, tahanan jenis tanah, gambar diagram untuk perencanaan grounding dan rumus-rumus tentang perhitungan pentanahan.
BAB III METODE PENELITIAN DAN PENGOLAHAN DATA
Bab ini berisikan tentang perencanaan grounding, pembuatan titik-titik yang akan di Tanami elektroda sampai hasil yang di dapat setelah di lakukan penelitian.
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
Berisi analisa dan pembahasan dari hasil data yang sudah di peroleh saat penelitian serta perhitungan tentang pentanahan.
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari proses perencanaan pembuatan grounding, serta rekomendasi dari penulis untuk perencanaan grounding yang ada pada laboratorium tegangan tinggi.
(15)
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pentanahan
Sistem pentanahan mulai dikenal pada tahun 1900. Sebelumnya sistem-sistem tenaga listrik tidak diketanahkan karena ukurannya masih kecil dan tidak membahayakan. Namun setelah sistem-sistem tenaga listrik berkembang semakin besar dengan tegangan yang semakin tinggi dan jarak jangkauan semakin jauh, baru diperlukan sistem pentanahan. Kalau tidak, hal ini bisa menimbulkan potensi bahaya listrik yang sangat tinggi, baik bagi manusia, peralatan dan system pelayanannya sendiri.
Sistem pentanahan adalah sistem hubungan penghantar yang menghubungkan sistem, badan peralatan dan instalasi dengan bumi/tanah sehingga dapat mengamankan manusia dari sengatan listrik, dan mengamankan komponen-komponen instalasi dari bahaya tegangan/arus abnormal. Oleh karena itu, system pentanahan menjadi bagian esensial dari sistem tenaga listrik.
Oleh karena itu, secara umum, tujuan sistem pentanahan adalah: 1. Menjamin keselamatan orang dari sengatan listrik baik dalam keadaan normal atau tidak dari tegangan sentuh dan tegangan langkah;
2. Menjamin kerja peralatan listrik/elektronik; 3. Mencegah kerusakan peralatan listrik/elektronik; 4. Menyalurkan energi serangan petir ke tanah;
5. Menstabilkan tegangan dan memperkecil kemungkinan terjadinya flashover ketika terjadi transient;
6. Mengalihkan energi radio frekuensi liar dari peralatan-peralatan seperti: audio, video, kontrol, dan komputer.
Sistem pentanahan yang digunakan baik untuk pentanahan netral dari suatu sistem tenaga listrik, pentanahan sistem penangkal petir dan pentanahan untuk suatu peralatan khususnya dibidang telekomunikasi dan elektronik perlu mendapatkan perhatian yang serius, karena pada prinsipnya pentanahan tersebut merupakan dasar yang digunakan untuk suatu system proteksi. Tidak
(16)
jarang orang umum/ awam maupun seorang teknisi masih ada kekurangan dalam mengprediksikan nilai dari suatu hambatan pentanahan. Besaran yang sangat dominan untuk diperhatikan dari suatu sistem pentanahan adalah hambatan sistem suatu sistem pentanahan tersebut.
Sampai dengan saat ini orang mengukur hambatan pentanahan hanya dengan menggunakan earth tester yang prinsipnya mengalirkan arus searah ke dalam system pentanahan, sedang kenyataan yang terjadi suatu system pentanahan tersebut tidak pernah dialiri arus searah. Karena biasanya berupa sinusoidal (AC) atau bahkan berupa impuls (petir) dengan frekuensi tingginya atau berbentuk arus berubah waktu yang sangat tidak menentu bentuknya. Menurut Anggoro (2002)1 perilaku tahanan system pentanahan sangat tergantung pada frekuensi (dasar dan harmonisanya) dari arus yang mengalir ke system pentanahan tersebut. Dalam suatu pentanahan baik penangkal petir atau pentanahan netral sistem tenaga adalah berapa besar impedansi system pentanahan tersebut.
Besar impedansi pentanahan tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak faktor baik faktor internal atau eksternal. Yang dimaksud dengan fator internal meliputi :
a. Dimensi konduktor pentanahan (diameter atau panjangnya).
Untuk pemilihan konduktor yang akan dipasang untuk pentanahan ini adalah dengan memilih kabel jenis BC dengan luas penampang 16 mm.
(17)
b. Resistivitas relative tanah.
Tanah yang bagus untuk pembuatan pentanahan atau grounding adalah dengan memilih tanah yang basah atau lembab, karena kandungan airnya cukup banyak dan dapat langsung menetralisir ketika ada gangguan yang terjadi pada sisitem isntalasi.
Gambar 2.2 pemilihan tanah yang baik untuk pemasangan grounding
c. Konfigurasi system pentanahan.
Sistem pentanahan yang baik haruslah dengan adanya perencanaan yang baik pula harus adanya pengaturan, dalam hal ini perencanaan pentanahan yang akan dibuat adalah dengan mencari nilai tahanan mencapai 0,3 ohm untuk syarat tahanan pentanahan pada tegangan tinggi serta dengan kedalaman elektroda yang di tanam adalah enam meter dan enam buah elektroda yang akan ditanam.
Yang dimaksud dengan faktor eksternal meliputi : a. Bentuk arusnya (pulsa, sinusoidal, searah).
b. Frekuensi yang mengalir ke dalam system pentanahan
Untuk mengetahui nilai-nilai hambatan jenis tanah yang akurat harus dilakukan pengukuran secara langsung pada lokasi yang digunakan untuk system pentanahan karena struktur tanah yang sesungguhnya tidak sesederhana yang diperkirakan, untuk setiap lokasi yang berbeda mempunyai hambatan jenis tanah yang tidak sama (Hutauruk, 1991)5. Tujuan utama pentanahan adalah menciptakan jalur yang lowimpedance (tahanan rendah) terhadap permukaan bumi untuk gelombang listrik dan transient voltage.
(18)
Penerangan, arus listrik, circuit switching dan electrostatic discharge adalah penyebab umum dari adanya sentakan listrik atau transient voltage. Sistem pentanahan yang efektif akan meminimalkan efek tersebut.
Menurut IEEE Std 142™-2007 4, tujuan system pentanahan adalah:
a. Membatasi besarnya tegangan terhadap bumi agar berada dalam batasan yang diperbolehkan
b. Menyediakan jalur bagi aliran arus yang dapat memberikan deteksi terjadinya hubungan yang tidak dikehendaki antara konduktor system dan bumi. Deteksi ini akan mengakibatkan beroperasinya peralatan otomatis yang memutuskan suplai tegangan dari konduktor tersebut
2.2 Standarisasi Tahanan Penangkal Petir
Penangkal petir merupakan hal utama dan wajib diperhatikan oleh pemilik ataupun pengelola bangunan, dengan tujuan keamanan dan keselamatan (peralatan dan person) pada sebuah bangunan.
Penangkal petir sangat vital bagi anda yang mau melindungi rumah, gedung, pabrik, host-server dll dari sambaran petir. Sekali terkena sambaran petir, maka detik itu juga kekayaan investasi anda rusak atau hancur, sehingga penangkal petir termasuk syarat utama dalam standar ISO tentang K3, karena business anda dapat terancam oleh sambaran petir.
(19)
Penangkal petir bekerja sebagai berikut: bila suatu bangunan terkena sambaran petir, maka energi listrik dari petir yang begitu besar dibuang ke dalam tanah. Oleh sebab itu tanah tersebut harus mempunya tahanan 0 Ohm. Energi petir dialirkan kedalam tanah melalui penghantar kawat atau kabel telanjang. Berapa dalam-nya tanah untuk membuang energi petir tergantung dari tahanan tanah tersebut. Tahanan tanah untuk penangkal petir diukur oleh alat Ground Tester.
Kabel penyalur petir adalah jalur elektris yang menghubungkan antara ujung Finial Penerima Petir kedalam Tanah. Maka secara fungsi, kabel penyalur petir ini harus mampu menahan dan menerima beban tegangan kejut dan arus petir yang melaluinya.
Acuan standart untuk Kabel Penyalur Petir ada di luas penghantarnya minimal 50 mm, bahan bisa dengan beberapa alternatif , Tembaga (Cu), Alumunium (Al)
2.2.1 Syarat-syarat Tahanan Penangkal Petir
Syarat utama sebuah grounding itu baik adalah tahanan grounding itu sama dengan 0 Ohm ini adalah tahanan grounding ideal, tetapi kenyataannya boleh sampai 5 Ohm. Jadi bila terjadi hubungan pendek atau short circuit suatu peralatan listrik, maka dengan cepat kebocoran itu dibuang ke bumi atau grounding. Bila gounding tidak bagus, maka peralatan bisa terbakar dan bisa membahayakan keselamatan orang
Penangkal petir tidak akan bekerja / berfungsi tanpa sistem grounding (pentanahan) yang benar (maksimal nilai resistansi 5 Ohm). Jadi grounding berfungsi sebagai sarana pengarah arus petir yang bisa menyebar ke segala arah yang kemudian langsung diarahkan ke dalam tanah. Yang perlu diperhatikan dalam perancangan sistem pentanahan adalah tidak timbulnya bahaya tegangan yang mengalir.
Namun demikian baik-buruknya sistem pentanahan sangat menentukan rancangan sistem penangkal petir internal, semakin tinggi nilai resistansi suatu pentanahan, akan menyebabkan semakin tinggi
(20)
pula tegangan yang terdapat pada penyama potensial (Potensial
Equalizing Bonding), sehingga upaya proteksi internalnya akan akan
kurang efektif. Dengan demikian kita harus menyadari bahwa betapa perlunya sistem pentanahan untuk menghindari resiko kerugian yang lebih besar dari bahaya sambaran petir
Berikut ada beberapa teknik pemasangan grounding.
Gambar 2.4 Grounding Paralel
(21)
2.3 Karakteristik Pentanahan yang baik
Karakteristik sistem pentanahan yang efektif antara lain adalah:
a. Terencana dengan baik, semua koneksi yang terdapat pada sistem harus merupakan koneksi yang sudah direncanakan sebelumnya dengan kaidahkaidah tertentu.
b. Verifikasi secara visual dapat dilakukan.
c. Menghindarkan gangguan yang terjadi pada arus listrik dari perangkat. d. Semua komponen metal harus ditahan/diikat oleh sistem pentanahan dengan tujuan untuk meminimalkan arus listrik melalui material yang bersifat konduktif pada potensial listrik yang sama.
2.3.1 Penggunaan Pentanahan dalam Aplikasi Proteksi:
a. Karena gejala alami, seperti kilat, tanah digunakan untuk membebaskan sistem dari arus sebelum personil atau pelanggan dapat terluka atau komponen sistem yang peka dapat rusak karena adanya arus kejut yang ditimbulkan oleh petir.
b. Karena potensial dalam kaitan dengan kegagalan sistem tenaga listrik dengan kembalian tanah, tanah membantu dalam memastikan operasi yang cepat menyangkut relay proteksi sistem daya dengan menyediakan jalan arus gagal tahanan rendah tambahan. Jalan tahanan rendah menyediakan tujuan untuk mengeluarkan potensial secepat mungkin. Tanah harus mengalirkan potensial sebelum personil terluka atau sistem telepon rusak.
2.3.2 Bagian-bagian yang Ditanahkan
Dalam sebuah instalasi listrik ada empat bagian yang harus ditanahkan atau sering juga disebut dibumikan. Empat bagian dari instalasi listrik ini adalah: a. Semua bagian instalasi yang terbuat dari logam (menghantar listrik) dan dengan mudah bisa disentuh manusia. Hal ini perlu agar potensial dari logam yang mudah disentuh manusia selalu sama dengan potensial tanah (bumi) tempat manusia berpijak sehingga tidak berbahaya bagi manusia yang menyentuhnya.
(22)
b. Bagian pembuangan muatan listrik (bagian bawah) dari lightning arrester. Hal ini diperlukan agar lightning arrester dapat berfungsi dengan baik, yaitu membuang muatan listrik yang diterimanya dari petir ke tanah (bumi) dengan lancar.
c. Kawat petir yang ada pada bagian atas saluran transmisi. Kawat petir ini sesungguhnya juga berfungsi sebagai lightning arrester. Karena letaknya yang ada di sepanjang saluran transmisi, maka semua kaki tiang transmisi harus ditanahkan agar petir yang menyambar kawat petir dapat disalurkan ke tanah dengan lancar melalui kaki tiang saluran transmisi.
d. Titik netral dari transformator atau titik netral dari generator.
Hal ini diperlukan dalam kaitan dengan keperluan proteksi khususnya yang menyangkut gangguan hubung tanah. Dalam praktik, diinginkan agar tahanan
(23)
pentanahan dari titik-titik pentanahan tersebut di atas tidak melebihi 4 ohm. Secara teoretis, tahanan dari tanah atau bumi adalah nol karena luas penampang bumi tak terhingga. Tetapi kenyataannya tidak demikian, artinya tahanan pentanahan nilainya tidak nol. Hal ini terutama disebabkan oleh adanya tahanan kontak antara alat pentanahan dengan tanah di mana alat tersebut dipasang (dalam tanah).
Dari gambar 2.6 tampak bahwa ada empat alat pentanahan, yaitu:
Gambar 2.6 Macam macam alat pentanahan
a. Batang pentanahan tunggal (single grounding rod).
b. Batang pentanahan ganda (multiple grounding rod). Terdiri dari beberapa batang tunggal yang dihubungkan paralel.
c. Anyaman pentanahan (grounding mesh), merupakan anyaman kawat tembaga.
d. Pelat pentanahan (grounding plate) ,yaitu pelat tembaga. Tahanan pentanahan selain ditimbulkan oleh tahanan kontak tersebut diatas juga
(24)
ditimbulkan oleh tahanan sambungan antara alat pentanahan dengan kawat penghubungnya. Unsur lain yang menjadi bagian dari tahanan pentanahan adalah tahanan dari tanah yang ada di sekitar alat pentanahan yang menghambat aliran muatan listrik (arus listrik) yang keluar dari alat pentanahan tersebut. Arus listrik yang keluar dari alat pentanahan ini menghadapi bagian-bagian tanah yang berbeda tahanan jenisnya. Untuk jenis tanah yang sama, tahanan jenisnya dipengaruhi oleh kedalamannya. Makin dalam letaknya, umumnya makin kecil tahanan jenisnya, karena komposisinya makin padat dan umumnya juga lebih basah. Oleh karena itu, dalam memasang batang pentanahan, makin dalam pemasangannya akan makin baik hasilnya dalam arti akan didapat tahanan pentanahan yang makin rendah.
Gambar 2.7 batang pentanahan beserta aksesorisnya
(1) Konduktor tanah,
(2) Penghubung antara konduktor dengan elektroda tanah, dan (3) Elektroda tanah.
(25)
Gambar 2.8 Batang pentanahan dan lingkaran pengaruhnya (sphere of influence)
Sedangkan gambar 3 menggambarkan batang pentanahan beserta lingkaran pengaruhnya (sphere of influence) didalam tanah. Tampak bahwa pengaruh batang pentanahan akan semakin dalam letaknya di dalam tanah dan pengaruh terkecil pada kedalaman yang sama dengan kedalaman batang pentanahan. Lingkaran pengaruh ini makin dekat dengan batang pentanahan. Salah satu faktor utama dalam setiap usaha pengamanan rangkaian listrik adalah pentanahan. Apabila suatu tindakan pengamanan yang baik dilaksanakan maka harus ada system pentanahan yang dirancang dengan baik dan benar.
Syarat sistem pentanahan yang efektif :
a. Membuat jalur impedansi rendah ke tanah untuk pengaman personil dan peralatan dengan menggunakan rangkaian yang efektif.
b. Dapat melawan dan menyebarkan gangguan berulang dan arus akibat surya hubung.
c. Menggunakan bahan tahan korosi terhadap berbagai kondisi kimiawi tanah, untuk memastikan kontinuitas penampilan sepanjang umur peralatan yang dilindungi.
d. Menggunakan system mekanik yang kuat namun mudah dalam perawatan dan perbaikan bila terjadi kerusakan.
Dalam system pentanahan semakin kecil nilai tahanan maka semakin baik terutama untuk pengamanan personal dan peralatan, beberapa patoakan standart yang telah disepakati adalah bahwa saluran tranmisi substasion harus
(26)
direncanakan sedemikian rupa sehingga nilai tahanan pentanahan tidak
melebihi 1Ω untuk digunakan pada aplikasi data dan maksimum harga
tahanan yang diijinkan 5Ω pada gedung. Kisikisi pentanahan tergantung pada
kerja ganda dan pasak yang terhubung. Dari segi besarnya nilai tahanan bahan yang dipakai pasak tidak mengurangi besar tahanan pentanahan sistem namun mempunyai fungsi tersendiri yang penting. Bahannya sendiri mempunyai harga impedansi awal beberapa kali lebih tinggi daripada harga tahanannya terhadap tanah pada frekuensi rendah. Bahan pentanahan dimaksudkan untuk mengontrol dalam batas aman sesuai peralatan yang digunakan, sedangkan pasak adalah batang sederhana, hal ini penyebab utama jatuhnya tahanan tanah dalam gradient tegangan yang tinggi pada permukaan pasak. Sebagai akibat dari sifat ini maka pasak harus ditempatkan didekat atau sekitar bangunan stasion. Dalam saluran tegangan tinggi (132KV) tahanan maksimalnya 15 ohm masih dapat ditoleransi dan dalam saluran distribusi (33-0,4 KV) dipilih tahanan 25 ohm. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menurunkan nilai tahanan pentanahan antara lain dengan : a. Sistem batang pararel
b. Sistem pasak tanam dalam dengan beberapa pasak dan diperlakukan terhadap kondisi kimiawi tanah.
c. Dengan menggunakan pelat tanam, penghantar tanam, dan beton rangka baja yang secara listrik terhubung.
2.4 Kontak Tanah
Bagian lain dari system hubungan pentanahan yaitu tanah itu sendiri dimana kontak antara tanah dengan pasak yang tertanam harus cukup luas sehingga nilai tahanan dari jalur arus yang masuk atau melewati tanah masih dalam batas yang diperkenankan untuk penggunaan tertentu. Hambatan jenis tanah yang akan menentukan tahanan pentanahan yang dipengaruhi oleh beberapa factor yang meliputi :
a. Temperatur tanah.
(27)
c. Kandungan air dan bahan kimia yang ada dalam tanah. d. Kelembaban tanah.
e. Cuaca.
Tahanan dari jalur tanah ini relative rendah dan tetap sepanjang tahun. Untuk memahami tahanan tanah harus rendah, dapat dengan menggunakan
hukum Ohm yaitu : E = I X R Dimana
E adalah tegangan satuan volt I adalah arus satuan ampere R adalah tahanan satuan ohm
Hambatan arus melewati sistem elektroda tanah mempunyai 3 komponen : a. Tahanan pasaknya sendiri dan sambungan-sambungannya.
b. Tahanan kontak antara pasak dengan tanah disekitar. c. Tahanan tanah sekelilingnya
Pasak-pasak tanah, batang logam, struktur dan peralatan lain biasa digunakan untuk elektroda tanah selain itu umumnya ukurannya besar sehingga tahanannya dapat terabaikan terhadap tahanan keseluruhan sistem pentanahan. Apabila pasak ditanam lebih dalam ke tanah maka tahanan akan berkurang, namun bertambahnya diameter pasak secara material tidak akan mengurangi nilai tahanan karena nilai tahanan elektroda pengtanahan tidak hanya bergantung pada kedalaman dan luas permukaan elektroda tapi juga pada tahanan tanah. Tahanan tanah merupakan kunci utama yang menentukan tahanan elektrode dan pada kedalaman berapa pasak harus dipasang agar diperoleh tahanan yang rendah. Elektrode baja digunakan sebagai penghantar saluran distribusi dan pentanahan substasion.
Dalam memilih penghantar dapat mempertimbangkan hal berikut :
a. Untuk tanah yang bersifat korosi sangat lambat, dengan tahanan diatas 100 ohm-m, tidak ada batas perkenan korosi(corosi allowance).
(28)
b. Untuk tanah yang bersifat korosi lambat, dengan tahanan 25-100 ohm-m, batas perkenan korosi adalah 15% dengan pemilihan penghantar sudah mempertimbangkan faktor stabilitas thermal.
c. Untuk tanah yang bersifat korosi cepat, dengan tahanan kurang dari 25 ohm-m, batas perkenan korosi adalah 30% dengan pemilihan penghantar sudah mempertimbangkan faktor stabilitas thermal.
d. Penghantar dapat dipilih dari ukuran standart seperti 10 x 6mm sampai dengan 65 x 8mm.
2.5. Faktor Penyebab Tegangan Permukaan Tanah 2.5.1 Pengaruh uap lembab dalam tanah
Kandungan uap lembab dalam tanah merupakan faktor penentu nilai tegangan tanah. Variasi dari perubahan uap lembab akan membuat perbedaan yang menonjol dalam efektifitas hubungan elektroda pentanahan dengan tanah. Hal ini jelas telihat pada kandungan uap lembab di bawah 20%. Nilai di atas 20% resistivitas tanah tidak banyak terpengaruh, tetapi di bawah 20% resistivitas tanah meningkat drastic dengan penurunan kandungan uap lembab. Berkaitan dengan kandungan uap lembab, tes bidang menunjukkan bahwa dengan lapisan permukaan tanah 10 kali akan lebih baik ditahan oleh batas dasar. Elektroda yang dipasang dengan dasar batu biasanya memberikan kualitas pentanahan yang baik, hal ini disebabkan dasar-dasar batu sering tidak dapat tembus air dan menyimpan uap lembab sehingga memberikan kandungan uap lembab yang tinggi.
2.5.2 Pengaruh tahanan jenis tanah
Tahanan tanah merupakan kunci utama yang menentukan tahanan elektroda dan pada kedalaman berapa elektroda harus ditanam agar diperoleh tahanan yang rendah. Tahanan tanah bervariasi di berbagai tempat dan cenderung berubah menurut cuaca. Tahanan tanah ditentukan juga oleh kandungan elektrolit di dalamnya, kandungan air, mineralmineral dan garam-garam. Tanah yang kering biasanya mempunyai tahanan yang tinggi, namun
(29)
demikian tanah yang basah juga dapat mempunyai tahanan yang tinggi apabila tidak mengandung garam-garam yang dapat larut.Tahanan tanah berkaitan langsung dengan kandungan air dan suhu, dengan demikian dapat diasumsikan bahwa tahanan suatu sistem pentanahan akan berubah sesuai dengan perubahan iklim setiap tahunnya. Untuk memperoleh kestabilan resistansi pentanahan, elektroda pentanahan dipasang pada kedalaman optimal mencapai tingkat kandungan air yang tetap.
2.5.3 Pengaruh temperatur
Temperatur akan berpengaruh langsung terhadap resistivitas tanah dengan demikian akan berpengaruh juga terhadap performa tegangan permukaan tanah. Pada musim dingin struktur fisik tanah menjadi sangat keras, dan tanah membeku pada kedalaman tertentu. Air di dalam tanah membeku pada suhu di bawah 0°C dan hal ini menyebabkan peningkatan yang besar dalam koefisien temperatur resistivitas tanah. Koefisien ini negatif, dan pada saat temperature menurun, resistivitas naik dan resistansi hubung tanah tinggi. Sumber : IEEE std 142-199
Tabel 2.1 efek temperature pada resitivitas tanah
No. Temperature (◦C) Resistivitas (ohm)
1 -5 70.000
2 0 30.000
3 0 10.000
4 10 8000
5 20 7000
6 30 6000
7 40 5000
8 50 4000
(30)
2.5.4 Perubahan resistivitas tanah
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa resistivitas tanah sangat tergantung dengan material pendukung tanah, temperatur dan kelembaban. Daerah dengan struktur tanah berpasir, berbatu dan cenderung berstruktur tanah padas mempunyai resistivitas yang tinggi. Disinyalir kondisi tanah yang demikian diakibatkan kerusakan yang terjadi di permukaan tanah, berkurangnya tumbuhan-tumbuhan yang dapat mengikat air mengakibatkan kondisi tanah tandus dan berkurang kelembabannya.
2.5.5 Korosi
Komponen sistem pentanahan dipasang di atas dan di bawah permukaan tanah, keduanya menghadapi karakteristik lingkungan yang berlainan. Bagian yang berada di atas permukaan tanah, asap dan partikel debu dari proses industri serta partikel terlarut yang terkadung dalam air hujan akan mengakibatkan korosi pada konduktor. Bagian di bawah tanah, kondisi tanah basah yang mengandung materi alamiah, bahanbahan kimia yang terkontaminasi didalamnya juga dapat mengakibatkan korosi. Secara umum terdapat dua penyebab terjadinya korosi yaitu:
1. Korosi bimetal (bimetallic corrosion)
Penyambungan logam yang tidak sejenis dan terdapat cairan konduktiv listrik ringan adalah situasi yang sangat banyak terjadi di bawah tanah. Logam yang mempunyai sifat lebih rentan akan lebih cepat mengalami korosi. Jika logam terletak pada tanah dengan kandungan elektrolit tinggi, logam dengan daya tahan lebih tinggi bersifat katodik sedangkan logam yang lebih rentan bersifat anodik. Logam yang bersifat anodik akan terkorosi. Metode untuk mencegah terjadinya korosi galvanis dengan menerapkan aturan daerah (areas rule). Area logam anodik (khususnya untuk baja) dibagi dengan area logam katodik (khusus untuk tembaga). Perbandingan antara anodik dan katodik menurun, resiko kecepatan korosi naik dengan tajam.
(31)
Masalah lain yang mungkin terjadi adalah sambungan antara logam yang berbeda seperti tembaga dan aluminium atau tembaga dengan baja dimana sambungannya tidak dilindungi dan mudah terpengaruh oleh kelembaban resiko terjadinya korosi sangat tinggi Korosi kimia (chemical
corrosion) Berdasarkan skala pH, kondisi tanah dapat dibedakan menjadi
kondisi asam, basa dan netral. Korosi kimia akan terjadi pada tanah asam ataupun basa. Kecepatan korosi akan dipengaruhi oleh daya tahan logam, jika logam bersifat rentan maka akan lebih cepat terkorosi. Sebagai pedoman, material yang berada di sekeliling elektroda sebaiknya relatif netral.
2.6. Usaha Menurunkan Tegangan Permukaan Tanah 2.6.1 Perlakuan Kimiawi Tanah
Metode konvensional untuk menurunkan tegangan permukaan tanah yang bernilai tinggi adalah dengan menurunkan tahanan jenis tanah. Beberapa zat aditif yang ditambahkan di dalam tanah terbukti mampu menurunkan tahanan jenis tanah dan secara langsung akan menurunkan tegangan permukaan tanah. Beberapa jenis garam yang secara alamiah terkandung di dalam tanah cenderung bersifat konduktif dan menurunkan tahanan jenis tanahnya. Penambahan aditif harus diperhitungkan cermat karena beberapa aditif pada dosis tertentu cenderung bersifat korosif yang sangat dihindari dalam sistem pentanahan. Buku-buku pentanahan kuno (1930-an), menyatakan bahwa tahanan elektroda dapat turun sampai dengan 90 % dengan perlakuan kimia. Bahan bahan yang digunakan adalah sodium klorid (garam), magnesium sulfat (garam Inggris), tembaga sulfat, sodium karbonat (soda api), dan kalsium klorid. Bahan-bahan ini disebar disekitar elektroda melalui sebuah lubang di sekeliling elektroda. Resitivitas yang dihasilkan dapat turun 0,2 Ohm-m dengan menambahkan soda api dan 0,1 Ohm-m dengan penambahan garam dapur. Bahan-bahan terbaru yang digunakan untuk menurunkan tahanan jenis tanah antara lain sebagai berikut:
(32)
1. Bentonite
Bentonite adalah bahan alami berupa tanah liat berwarna coklat muda sewarna minyak zaitun dengan tingkat keasaman rendah, mempunyai pH 10,5. Bentonite mampu menyerap air disekitarnya lima kali berat bentonite sendiri dan menahannya. Dimensinya dapat mengembang 13 kali volume keringnya. Nama kimia bentonite adalah sodium montmorillonite. Dalam kondisi tak jenuh zat ini mampu menyerap kelembaban tanah sekitar dan hal ini yang menjadikan bentonite digunakan. Zat ini mempunyai resistivitas rendah sekitar 5 Ohm dan bersifat non korosif. Bentonite berkarakter tiksotropik, berbentuk gel dan tidak mudah bereaksi sehingga sebaiknya disimpan dalam tempat tertutup. Bentonite biasa digunakan sebagai bahan pengisi untuk driven rod dalam, zat ini cenderung menempel kuat pada rod tersebut. Kondisi tanah yang sangat kering dengan periode yang cukup panjang akan mengakibatkan bentonite pecah dengan sedikit kontak elektroda terhadapnya. Aplikasi bentonite di Inggris tidak terjadi hal yang demikian karena kondisi tanah yang sangat kering jarang terjadi.
2. Marcionite
Marcionite adalah bahan yang bersifat konduktif dengan kandungan kristal karbon yang cukup tinggi pada fase normalnya, dan juga mengandung belerang dan klorida dengan konsentrasi rendah. Seperti halnya bentonite, marcionite akan bereaksi korosif terhadap logam tertentu, dan memiliki tahanan jenis rendah. Logam yang digunakan sebaiknya dilapisi bitumen atau cat bitumastik sebelum dihubungkan dengan marcionite. Aluminium, lapisan timah dan baja galvanis sebaiknya jangan dipasang pada marcionite. Marconite dapat mempertahankan kelembabannya dalam kondisi lingkungan sangat kering sehingga kelemahan bentonite dapat ditutup oleh marcionite. Marcionite juga digunakan sebagai bahan anti statik pada lantai dan tabir elektromagnetik. Marcionite terdaftar dalam merek dagang Marconi
(33)
3. Gypsum
Adakalanya kalsium sulfat (gypsum) digunakan sebagai bahan uruk, baik dalam fase sendiri maupun dicampur dengan bentonite atau dengan tanah alami berasal dari daerah tersebut. Gypsum mempunyai kelarutan yang rendah sehingga tidak mudah dihilangkan, tahanan jenisnya rendah berkisar 5-10 Ohm-m pada kondisi jenuh. Dengan pH berkisar 6,2 -6,9, gypsum cenderung bersifat netral. Gypsum tidak mengkorosi tembaga, meskipun terkadang kandungan ringan SO3 menjadi masalah pada struktur dasar dan fondasi. Zat ini tidak mahal dan biasanya dicampur dengan tanah urukan sekitar elektroda. Diklaim zat ini membantu mempertahankan tahanan yang rendah rengan periode waktu yang relatif lama, pada daerah dengan kandungan garam disekitarnya dilarutkan oleh aliran air (hujan) Resistivitas tanah yang tinggi disinyalir sebagai sebab utama tingginya tahanan tanah. 4. Arang kayu
Perlakuan kimiawi terhadap tanah dirasa cocok dan murah diterapkan sebagai solusi pemecahan terhadap tingginya tahanan tanah. Metode tersebut dilakukan dengan memberikan bahan urukan (backfill material),yang digunakan adalah arang kayu untuk menurunkan resitivitas tanah. Arang kayu dimasukkan dalam lubang yang dibuat di sekitar driven ground dengan dimensi diameter 1 m dan kedalaman 3 m. Abu stasiun pembangkit dan arang digunakan karena kandungan karbon yang tinggi cenderung bersifat kondusif. Namun demikian bahan ini mengandung oksida karbon, titanium, potassium, sodium, magnesium atau kalsium bercampur dengan silika dan karbon. Pada kondisi basah, beberapa zat tersebut tidak dapat dielakkan bereaksi dengan tembaga dan baja menyebabkan korosi. Dengan demikian penggunaan arang kayu sebagai backfill material perlu dievaluasi kembali atau mungkin perlunya lapisan pelindung pada elektroda seperti bitumen ditambahkan.
(34)
Gambar 2.9 Perawatan Kimiawi Elektroda Pentanahan
2.6.2 Perawatan rutin.
Perawatan dilakukan untuk mempertahankan kondisi optimal kinerja sistem pentanahan dilakukan rutin setiap 1 tahun/6 bulan untuk memantau kondisi fisik saluran transmisi berikut sistem pentanahannya. Tahanan pentanahan diukur dengan metode yang telah dijelaskan sebelumnya. Kerusakan yang terjadi pada sistem pentanahan biasanya diakibatkan sambungan kendur atau korosi antar bagian elektroda. Perbaikan dilakukan dengan mengencangkan kembali baut-baut sambungan dan membersihkan bagian elektroda dari korosi.
Telah diketahui bahwa logam, khususnya besi dan baja bila ditanam dalam tanah maka akan terjadi pengaratan (korosif). Tahanan jenis tanah yang rendah menunjukan kandungan larutan garam dan air yang tinggi. Tanah dengan daya hantar tinggi maka akan tinggi pula daya korosinya. Keadaan tanah dapat diklasifikasikan dalam 4 kategori mengacu pada tahanan tanah dan daya korosinya. Seperti terlihat pada tabel 2.2 sebagai berikut:
(35)
Tabel 2.2 Tahanan jenis tanah dan daya korosinya No. Tahanan Jenis Tanah (ohm meter) Daya Korosi
1 0 - 25 Tinggi
2 25 – 50 Menengah
3 50 – 100 Rendah
4 > 100 Sangat Rendah
Suatu kajian yang pernah dilakukan menunjukan bahwa korosi menyebabkan logam berkurang sekitar 0,06 mm per tahun. Pemeliharaan terhadap daya korosi yang tinggi dapat dilakukan dengan cara menabur batu kecil-kecil didaerah pentanahan agar terjadi kenaikan tahanan jenis tanah sehingga daya korosi akan berkurang.
2.7 Tahanan Jenis Tanah
Tahanan jenis tanah sangat menentukan tahanan pentanahan dari elektrodaelektroda pentanahan. Tahanan jenis tanah diberikan dalam satuan Ohm-meter. Dalam bahasan di sini menggunakan satuan Ohm-meter, yang merepresentasikan tahanan tanah yang diukur dari tanah yang berbentuk kubus yang bersisi 1 meter.
Yang menentukan tahanan jenis tanah ini tidak hanya tergantung pada jenis tanah saja melainkan dipengaruhi oleh kandungan moistur, kandungan mineral yang dimiliki dan suhu (suhu tidak berpengaruh bila di atas titik beku air). Oleh karena itu, tahanan jenis tanah bisa berbeda-beda dari satu tempat dengan tempat yang lain tergantung dari sifat-sifat yang dimilikinya. Sebagai pedoman kasar, tabel berikut ini berisikan tahanan jenis tanah yang ada di Indonesia.
(36)
Tabel 2.3 Tahanan Jenis Tanah
Jenis Tanah Tanah Rawa Tanah Liat dan ladang Pasir Basah Kerikil Basah Pasir dan Kerikil Kering Tanah berbatu Tahanan Jenis (ohm Meter)
30 100 200 500 1000 3000
Pengetahuan ini sangat penting khususnya bagi para perancang sistem pentanahan. Sebelum melakukan tindakan lain, yang pertama untuk diketahui terlebih dahulu adalah sifat-sifat tanah di mana akan dipasang elektroda pentanahan untuk mengetahui tahanan jenis pentanahan. Apabila perlu dilakukan pengukuran tahanan tanah. Namun perlu diketahui bahwa sifat-sifat tanah bisa jadi berubah-ubah antara musim yang satu dan musim yang lain. Hal ini harus betul-betul dipertimbangkan dalam perancangan sistem pentanahan. Bila terjadi hal semacam ini, maka yang bisa digunakan sebagai patokan adalah kondisi kapan tahanan jenis pentanahan yang tertinggi. Ini sebagai antisipasi agar tahanan pentanahan tetap memenuhi syarat pada musim kapan tahanan jenis pentanahan tinggi, misalnya ketika musim kemarau.
2.8 Gambar Diagram Pengawatan Untuk Perencanaan Grounding
(37)
Tabel 2.4 Menunjukan Peralatan yang terdapat pada Diagram
Komponen-Komponen No. Tipe Jumlah
HV Test Transformer HV 9105 1
Control Desk HV 9103 1
Measuring Capacitor HV 9141 1
AC Peak Voltmeter HV 9150 1
Connecting rod HV 9108 2
Connecting cup HV 9109 2
Floor Pedestal HV 9110 1
Vacuum and Pressure Vessel HV 9134 1
Spacer Bar HV 9118 1
Earthing Rod HV 9107 1
Sumber: TERCO (Experiment 16)
(38)
2.9 Rumus-rumus Tentang Perhitungan Pentanahan
2.9.1 Rumus Umum Pentanahan Menurut Hukum Ohm R = V
I Dimana:
R = Tahanan Pentanahan (ohm) V = Tegangan (Volt)
I = Arus (ampere)
2.9.2 Rumus Pentanahan Sesuai PUIL 2000
Rp≤ 50
IA
Dimana:
Rp = Tahanan Pentanahan (ohm) IA = Arus Pemutus (Ampere)
2.9.3 Rumus Pentanahan elektroda Batang
RG = RR = ρ 2πLR [In
4LR
AR −1]
Dimana:
RG = Tahanan Pentanahan (ohm)
RR = Tahanan Pentanahan Untuk Batang Tunggal
ρ = Tahanan Jenis Tanah (ohm-meter) LR = Panjang Elektroda (meter)
(39)
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah di lakukan maka dapat di ambil kesimpulan bahwa sistem pentanahan adalah sistem hubungan penghantar yang menghubungkan sistem, badan peralatan dan instalasi dengan bumi/tanah sehingga dapat mengamankan manusia dari sengatan listrik, dan mengamankan komponen-komponen instalasi dari bahaya tegangan/arus abnormal. Oleh karena itu, system pentanahan menjadi bagian esensial dari sistem tenaga listrik.
Bagian-bagian apa sajakah yang harus di tanahkan, antara lain adalah semua bagian instalasi yang terbuat dari logam, bagian pembuangan muatan listrik, kawat petir yang ada di atas saluran transmisi, titik netral dari transformator atau titik netral dari generator.
Kemudian dari hasil penelitian yang di lakukan, grounding yang di dapat adalah 0,68 ohm, jadi perencanaan dan pembuatan grounding ini masih belum sempurna, sedangkan pada perencanaan dan pembuatan grounding di awal bahwa syarat grounding yang baik untuk laboratorium tegangan tinggi adalah sebesar 0,3 ohm.
Jadi perencanaan grounding ini dapat bekerja dengan baik walau nilai resistansi tahanannya masih kurang dari syarat perencanaan.
Jadi kesimpulan untuk perencanaan dan pembuatan sistem pentanahan laboratorium tegangan tinggi ini masih belum sempurna.
5.2 Rekomendasi
Rekomendasi penulis untuk perencanaan dan pembuatan system pentanahan laboratorium tegangan tinggi yaitu:
1. Untuk mencari atau memperoleh tahanan pentanahan yang baik di usahakan mencari tanah yang benar-benar lembab atau basah.
(40)
2. Semakin kecil tanahan tanah maka semakin bagus pula tanahan pentanahan yang di peroleh, begitu juga sebaliknya semakin besar tahanan tanah maka semakin jelek tahanan pentanahan tersebut.
3. Untuk melakukan pembuatan pentanahan tegangan tinggi hendaknya disertai pula dengan peralatan peralatan yang lengkap.
4. Pentanahan yang baik untuk tegangan tinggi harus benar-benar di bawah satu (1 ohm) tahananya, agar ketika terjadi arus lebih maka grounding akan bekerja dengan baik.
(41)
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengumpulan Data
Dari hasil data yang di peroleh saat melakukan penelitian di dapat seperti pada table berikut ini.
Tabel 4.1 Hasil penelitian Tahanan
(ohm)
Titik A Titik B Titik C Titik D Titik E Titik F Paralel
34 Ω 20 Ω 54 Ω 65 Ω 40 Ω 30 Ω 6,1 Ω
Dari hasil pengukuran pentanahan di atas dapat di peroleh data yang di tunjukan pada tabel 4.1, sedangkan untuk kedalaman tanah pada saat membuat pentanahan adalah 6 meter dengan 6 titik yang berbeda kemudian di paralelkan dan menggunakan elektroda batang. Selanjutnya hasil perhitungan pentanahan di tiap-tiap titiknya adalah sebagai berikut:
a. Hasil pengukuran di titik A
RP ≤ 50 IA �� =
50
��
IA = 50 34
= 1,47 Ampere
b. Hasil pengukuran di titik B
RP ≤ 50 IA �� =
50
��
IA = 50 20
(42)
Budi Sanusi Abdurachman, 2013 = 2,5 Ampere
c. Hasil pengukuran di titik C
RP ≤ 50 IA �� =
50
��
IA = 50 54 = 0,93 Ampere
d. Hasil pengukuran di titik D
RP ≤ 50 IA �� =
50
��
IA = 50 65
= 0,77 Ampere
e. Hasil Pengukuran di titik E
RP ≤ 50 IA �� =
50
��
IA = 50 40
= 1,25 Ampere
f. Hasil pengukuran di titik F
RP ≤ 50 IA
(43)
�� = � �
IA = 50 30
= 1,67 Ampere
g. Hasil Grounding yang baru setelah di paralelkan
Hasil tahanannya adalah 6,1 ohm dengan menggunakan earth tester.
Titik F Titik C Titik B
Titik A Titik E Titik D
Rp 30 Ω Rp 54 Ω Rp 20 Ω
Rp 40 Ω Rp 65 Ω Rp 34 Ω
Rangkaian Grounding baru
Gambar 4.1 Rangkaian grounding baru
Dengan perhitungan sebagai berikut:
1 RP =
1 RA +
1 RB +
1 RC +
1 RD +
1 RE +
1 RF+
1 RG = 1 34+ 1 20+ 1 54+ 1 65+ 1 40+ 1 30
= 0,029 + 0,05 + 0,018 + 0,015 + 0,025 + 0,033
1 RP
= 0,17 RP = 5,88 Ohm
Sedangkan dengan menggunakan perhitungan rumus hasil resistansinya adalah 5,88 ohm.
h. Hasil Grounding yang sudah terpasang di Lab. Tegangan tinggi.
RP ≤ 50 IA �� =
50
(44)
Budi Sanusi Abdurachman, 2013
IA = 50 1,6
= 31,25 Ampere
i. Hasil Grounding setelah di paralelkan keduanya
Hasil tahanannya adalah 0,68 dengan menggunakan earth tester.
Titik F Titik C Titik B
Titik A
Titik E Titik D
Ground Lab. Yang terpasang
Rp 30 Ω Rp 54 Ω Rp 20 Ω
Rp 40 Ω Rp 65 Ω Rp 34 Ω
Rp 1.6 Ω
Rangkaian Grounding Paralel
Gambar 4.2 Rangkaian Grounding Paralel
Dengan perhitungan sebagai berikut:
1 RP =
1
RSudah terpasang + 1 RBaru = 1,61 +6,11
= 0,63 + 0, 16
1
RP = 0,79
RP = 1,26 Ohm
Sedangkan dengan perhitungan hasil yang di dapat adalah 1,26 ohm. Dari hasil data yang telah di peroleh, sistem pentanahan yang digunakan baik untuk pentanahan netral dari suatu sistem tenaga listrik, pentanahan sistem penangkal petir dan pentanahan untuk suatu peralatan khususnya dibidang telekomunikasi dan elektronik perlu mendapatkan perhatian yang serius, karena pada prinsipnya pentanahan tersebut merupakan
(45)
dasar yang digunakan untuk suatu system proteksi. Tidak jarang orang umum/ awam maupun seorang teknisi masih ada kekurangan dalam memprediksikan nilai dari suatu hambatan pentanahan. Besaran yang sangat dominan untuk diperhatikan dari suatu sistem pentanahan adalah hambatan sistem suatu sistem pentanahan tersebut. Sampai dengan saat ini orang mengukur hambatan pentanahan hanya dengan menggunakan earth tester yang prinsipnya mengalirkan arus searah ke dalam system pentanahan, sedang kenyataan yang terjadi suatu system pentanahan tersebut tidak pernah dialiri arus searah. Karena biasanya berupa sinusoidal (AC) atau bahkan berupa impuls (petir) dengan frekuensi tingginya atau berbentuk arus berubah waktu yang sangat tidak menentu bentuknya.
system pentanahan sangat tergantung pada frekuensi (dasar dan harmonisanya) dari arus yang mengalir ke system pentanahan tersebut. Dalam suatu pentanahan baik penangkal petir atau pentanahan netral sistem tenaga adalah berapa besar impedansi system pentanahan tersebut.
Besar impedansi pentanahan tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak faktor baik faktor internal atau eksternal. Yang dimaksud dengan fator internal meliputi:
a. Dimensi konduktor pentanahan (diameter atau panjangnya). b. Resistivitas relative tanah.
c. Konfigurasi system pentanahan.
Yang dimaksud dengan faktor eksternal meliputi : a. Bentuk arusnya (pulsa, sinusoidal, searah).
b. Frekuensi yang mengalir ke dalam system pentanahan.
Untuk mengetahui nilai-nilai hambatan jenis tanah yang akurat harus dilakukan pengukuran secara langsung pada lokasi yang digunakan untuk system pentanahan karena struktur tanah yang sesungguhnya tidak
(46)
Budi Sanusi Abdurachman, 2013
sesederhana yang diperkirakan, untuk setiap lokasi yang berbeda mempunyai hambatan jenis tanah yang tidak sama.
4.2 Hasil Pengukuran Pentanahan
Hasil dari pengukuran yang telah di dapat seperti pada gambar berikut ini.
Gambar 4.3 Hasil Pengukuran titik A
(47)
Gambar 4.5 Hasil Pengukuran titik C
Gambar 4.6 Hasil Pengukuran titik D
(48)
Budi Sanusi Abdurachman, 2013
Gambar 4.8 Hasil Pengukuran titik F
Gambar 4.9 Hasil Paralel Grounding yang Baru.
(49)
Gambar 4.11 Hasil Grounding setelah keduanya di paralelkan
4.3 Pembahasan dan Analisa Dari Hasil penelitian
Sistem pentanahan atau biasa disebut sebagai grounding system adalah sistem pengamanan terhadap perangkat-perangkat yang mempergunakan listrik sebagai sumber tenaga, dari lonjakan listrik utamanya petir. Sistem pentanahan digambarkan sebagai hubungan antara suatu peralatan atau sirkit listrik dengan bumi.
Tujuan utama pentanahan adalah menciptakan jalur yang low
impedance (tahanan rendah) terhadap permukaan bumi untuk gelombang
listrik dan transient voltage. Penerangan, arus listrik, circuit switching dan
electrostatic discharge adalah penyebab umum dari adanya sentakan listrik
atau transient voltage. Sistem pentanahan yang efektif akan meminimalkan efek tersebut.
4.3.1 Karakteristik Sistem Pentanahan Yang Efiktif
Karakteristik sistem pentanahan yang efektif antara lain adalah:
a. Terencana dengan baik, semua koneksi yang terdapat pada sistem harus merupakan koneksi yang sudah direncanakan sebelumnya dengan kaidahkaidah tertentu.
b. Verifikasi secara visual dapat dilakukan.
c. Menghindarkan gangguan yang terjadi pada arus listrik dari perangkat.
(50)
Budi Sanusi Abdurachman, 2013
d. Semua komponen metal harus ditahan/diikat oleh sistem pentanahan, dengan tujuan untuk meminimalkan arus listrik melalui material yang bersifat konduktif pada potensial listrik yang sama.
4.3.2 Penggunaan Pentanahan dalam Aplikasi Proteksi
a. Karena gejala alami, seperti kilat, tanah digunakan untuk membebaskan sistem dari arus sebelum personil atau pelanggan dapat terluka atau komponen sistem yang peka dapat rusak karena adanya arus kejut yang ditimbulkan oleh petir.
b. Karena potensial dalam kaitan dengan kegagalan sistem tenaga listrik dengan kembalian tanah, tanah membantu dalam memastikan operasi yang cepat menyangkut relay proteksi sistem daya dengan menyediakan jalan arus gagal tahanan rendah tambahan. Jalan tahanan rendah menyediakan tujuan untuk mengeluarkan potensial secepat mungkin. Tanah harus mengalirkan potensial sebelum personil terluka atau sistem telepon rusak.
4.3.3 Bagian-bagian yang Ditanahkan
Dalam sebuah instalasi listrik ada empat bagian yang harus ditanahkan atau sering juga disebut dibumikan. Empat bagian dari instalasi listrik ini adalah:
a. Semua bagian instalasi yang terbuat dari logam (menghantar listrik) dan dengan mudah bisa disentuh manusia. Hal ini perlu agar potensial dari logam yang mudah disentuh manusia selalu sama dengan potensial tanah (bumi) tempat manusia berpijak sehingga tidak berbahaya bagi manusia yang menyentuhnya.
b. Bagian pembuangan muatan listrik (bagian bawah) dari lightning arrester. Hal ini diperlukan agar lightning arrester dapat berfungs dengan baik, yaitu membuang muatan listrik yang diterimanya dari petir ke tanah (bumi) dengan lancar.
c. Kawat petir yang ada pada bagian atas saluran transmisi. Kawat petir ini sesungguhnya juga berfungsi sebagai lightning arrester.
(51)
Karena letaknya yang ada di sepanjang saluran transmisi, maka semua kaki tiang transmisi harus ditanahkan agar petir yang menyambar kawat petir dapat disalurkan ke tanah dengan lancar melalui kaki tiang saluran transmisi.
d. Titik netral dari transformator atau titik netral dari generator. Hal ini diperlukan dalam kaitan dengan keperluan proteksi khususnya yang menyangkut gangguan hubung tanah. Dalam praktik, diinginkan agar tahanan pentanahan dari titik-titik pentanahan tersebut di atas tidak melebihi 4 ohm. Secara teoretis, tahanan dari tanah atau bumi adalah nol karena luas penampang bumi tak terhingga. Tetapi kenyataannya tidak demikian, artinya tahanan pentanahan nilainya tidak nol. Hal ini terutama disebabkan oleh adanya tahanan kontak antara alat pentanahan dengan tanah di mana alat tersebut dipasang (dalam tanah).
4.3.4 Kontak Tanah
Bagian lain dari system hubungan pentanahan yaitu tanah itu sendiri dimana kontak antara tanah dengan pasak yang tertanam harus cukup luas sehingga nilai tahanan dari jalur arus yang masuk atau melewati tanah masih dalam batas yang diperkenankan untuk penggunaan tertentu. Hambatan jenis tanah yang akan menentukan tahanan pentanahan yang dipengaruhi oleh beberapa factor yang meliputi :
a. Temperatur tanah.
b. Besarnya arus yang melewati.
c. Kandungan air dan bahan kimia yang ada dalam tanah. d. Kelembaban tanah.
e. Cuaca.
Tahanan dari jalur tanah ini relative rendah dan tetap sepanjang tahun. Untuk memahami tahanan tanah harus rendah, dapat dengan menggunakan hukum Ohm yaitu :
(52)
Budi Sanusi Abdurachman, 2013
E = I X R Dimana E adalah tegangan satuan volt
I adalah arus satuan ampere R adalah tahanan satuan ohm
4.3.5 Beberapa faktor yang mempengaruhi tahanan pentanahan a. Bentuk Elektroda
Ada bermacam-macam bentuk elektroda yang banyak digunakan, seperti jenis batang, pita dan pelat.
b. Jenis bahan dan ukuran elektroda
Sebagai konsekwensi peletakannya didalam tanah, maka elektroda dipilih dari bahan-bahan tertentu yang memiliki konduktivitas sangat baik dan tahan terhadap sifat-sifat yang merusak dari tanah, seperti korosi. Ukuran elektroda dipilih yang mempunyai kontak paling efektif dengan tanah.
c. Jumlah atau Konfigurasi ekektroda
Untuk mendapatkan tahanan pentanahan yang dikehendaki dan bila tidak cukup dengan satu elektroda, bisa digunakan lebih banyak elektroda dengan bermacam-macam konfigurasi pemancangannya di dalam tanah.
d. Kedalaman Pemancangan atau penanaman di dalam tanah
Pemancangan ini tergantung dari jenis dan sifat-sifat tanah. Ada yang lebih efektif di tanam secara dalam, namun ada pula yang cukup ditanam secara dangkal.
e. Faktor-faktor alam 1. Jenis Tanah
tanah gembur, berpasir, berbatu, dan lain-lain. 2. Moisture Tanah
semakin tinggi kelembaban atau kandungan air dalam tanah akan memperrendah tahanan jenis tanah.
(53)
air tanpa kandungan garam adalah isolator yang baik dan semakin tinggi kandungan garam akan memperendah tahanan jenis tanah, namun meningkatkan korosi.
4. Suhu Tanah
suhu akan berpengaruh bila mencapai suhu beku dan dibawahnya. Untuk wilayah tropis seperti Indonesia tidak ada masalh dengan suhu, karena suhu tanah ada diatas titik beku.
(54)
BIRO ADMINISTRASI AKADEMIK DAN KEMAHASISWAAN
Jl. Dr. Setiabudi No. 229 Bandung 40154
DATA PRIBADI CALON WISUDAWAN
Fakultas : Pendidikan Teknologi dan Kejuruan
Jurusan/Program Studi : Pendidikan Teknik Elektro/Teknik Tenaga Elektrik
Nama Lengkap : Budi Sanusi Abdurachman
N I M : 1002386
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, Tanggal Lahir : Indramayu, 10 Oktober 1991
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMA
Asal SMA/SMK : SMA PGRI Karangampel
Status Marital :
Alamat : Ds. Pondoh RT 004/002 Kec. Juntinyuat, Indramayu
Nama Orangtua : Cardiwan
Alamat Orangtua : Ds. Pondoh RT 004/002 Kec. Juntinyuat, Indramayu Pekerjaan Orangtua : Wiraswasta
Tahun Terdaftar di UPI/Jalur : 2010/UM-UPI Menerima Beasiswa : Tidak Pernah
Lulus Ujian Sidang : Tanggal 28 Bulan Agustus Tahun 2013
IPK/Yudisium : 2,92
Nomor Ijazah : ...
Jalur Ujian : Tugas Akhir
Judul Tugas Akhir : Perencanaan dan Pembuatan Sistem Pentanahan Laboratorium Tegangan Tinggi
Pembimbing : 1. Drs. I Wayan Ratnata, ST., M.Pd
Bandung, 17 September 2013
Budi Sanusi Abdurachman
(55)
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional. (2000). Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000). Jakarta: BSN
Badaruddin. (2012). Sistem Tenaga Listrik. Pusat Pengembangan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana: Jakarta.
Dermawan, A. (2004). Tahanan Isolasi pada Jaringan Listrik. [Online].
Tersedia: http://elektronika-dasar.web.id/teori-elektronika/tahanan-isolasi-pada-jaringan-listrik/ [21 april 2013].
Jasa Pendidikan dan Pelatihan. (2012). Grounding System. Jakarta: PT PLN (Persero).
Mulyana, E. (2011). Job Sheet Pengukuran Listrik. Jurnal Bahan Ajar Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: tidak diterbitkan.
NN. (2010). Terco High Voltage Experiments, Jurnal Bahan Ajar Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: tidak diterbitkan.
Ratnata, I.W. (2011). Hand-out Teknik Instalasi Listrik. Jurnal Bahan Ajar Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: tidak diterbitkan. Tobing, B.L. (2003). Peralatan Tegangan Tinggi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
(56)
BAB III
METODE PENELITIAN DAN PENGAMBILAN DATA
3.1 Perancangan
Dalam pembuatan pentanahan atau grounding pada laboratorium tegangan tinggi ini terlebih dahulu merangcang atau membentuk pola konsep pentanahan yang ideal dengan syarat mencari nilai tahanan mencapai 0,3 ohm yang akan digunakan pada sebuah laboratorium, pada saat mulai melaksanakan pembuatan grounding ini yaitu dengan membentuk pola dan menggambarnya ke sebuah kertas untuk nanti di kerjakan di lapangan. Kemudian setelah pola desain sudah selesai barulah bekerja di lapangan untuk melihat sebelah mana tempat yang akan kita buat grounding nanti, setelah pola selesai dan pemilihan tempat menanam grounding ideal barulah kita gali tanah itu dengan menggunakan mesin bor, tanah yang sudah dibor dengan kedalaman yang telah di tetapkan yaitu setiap lubang atau titik elektroda memiliki kedalaman enam meter kebawah dan ada enam buah titik elektroda yang selanjutnya akan di ukur tahanan pentanahannya. Berikut adalah gambar rancangan awal penanaman grounding laboratorium tegangan tinggi.
Panel Lab. Tegangan Tinggi
Titik E
Titik A
Titik D Titik C
Titik B Titik F
(57)
Gambar di atas menunjukan skema titik pentanahan yang akan di buat untuk di jadikan pentanahan laboratorium tegangan tinggi. Sedangkan untuk alur atau proses dari system pentanahan itu sendiri di gambarkan dengan sebuah bagan yang seperti ini.
3.1.1 Blok Diagram Perancangan Sistem Pentanahan
Gambar 3.2 Diagram Blok untuk Alur Pentanahan
Gambar di atas menunjukan proses dari sebuah pentanahan atau yang disebut dengan grounding, dimana mulai dari semua beban-beban listrik seperti contohnya: lampu, Sakelar, kotak kontak dan lain sebagainya. Kemudian beban-beban listrik itu akan disatukan atau digabungkan sesuai beban-beban ke panel, setelah semuanya sudah di pasang ke dalam panel barulah dari panel itu ada kabel lagi yang akan menyambungkan ke tanah yang biasa di sebut dengan pentanahan.
Untuk alat-alat yang akan di gunakan dalam membuat system pentanahan ini antara lain:
a. Earth Tester
Earth tester ini di gunakan untuk mengukur tahanan elektroda pada saat
elektroda di tanah ke dalam tanah.
Gambar 3.3 Earth Tester Semua
Beban-beban Listrik Panel
Grounding atau Pentanahan
(58)
Kemudian seperangkat earth tester juga di lengkapi dengan dua buah elektroda batang yg ukurannya pendek dan tiga buah kabel, masing-masing kabel berbeda warna dan berbeda nama. Untuk yang hijau namanya yaitu anoda, sedangkan untuk yang berwarna merah yang dan yang berwarna kuning yaitu Katoda.
Gambar 3.4 dua batang elektroda bantu
Dua buah batang elektroda bantu yang ukurannya pendek, elektroda bantu ini juga untuk menyambungkan antara kabel warna merah dan kabel warna kuning.
Gambar 3.5 kabel warna Merah
Kabel warna merah ini panjangnya bisa dua kali panjang dari kabel yang berwarna kuning dan biasanya disebut dengan kabel katoda.
(59)
Gambar 3.6 Kabel Warna kuning
Kabel katoda warna kuning ini biasanya tempatnya di antara kedua buah elektroda atau bisa dibilang di tengan-tengan antara kabel warna hijau dan kabel warna merah, dan panjang kabel kuning ini lebih pendek dari pada kabel yang berwarna merah.
Gambar 3.7 Kabel Warna Hijau
Kabel ini biasanya di gunakan untuk menjepit elektroda yang akan di ukur dengan menggunakan earth tester, untuk panjang kabel ini sendiri lebih pendek dari panjang kabel warna kuning, dan kabel ini juga biasa di sebut dengan anoda.
b. Elektroda
Pada bagian ini penulis memilih elektroda yang sering banyak di gunakan di pasaran yaitu dengan menggunakan elektroda kabel BC 16.
(60)
Gambar 3.8 Elektroda dengan menggunakan Kabel BC16
Kabel CB 16 ini merupakan elektroda untuk pentanahan atau grounding pada laboratorium tegangan tinggi, kabel ini mungkin kita sering jumpai di pabrik-pabrik atau di perusahaan yang bertegangan tinggi.
c. Pipa Besi
Untuk menanam elektroda ke dalam tanah menggunakan pipa besi dengan ukuran pipa besi yang berdiameter 0,5 inchi, kemudian pipa besi ini di tanam ke dalam tanah yang sudah di bor terlebih dahulu.
3.2 Proses Pembuatan Sisitem Pentanahan
Dari awal merancang sebuah sistem pentanahan kemudian kita langsung membuat pola konsep yang akan dijadikan titik grounding dengan memilih lahan atau tanah yang cocok untuk menanam kabel elektroda tersebut. Setelah pemilihan tanah sudah selesai barulah proses untuk menentukan titik dimana posisi titik akan digali untuk menanam elektroda tadi.
(61)
Gambar 3.9 Pemilihan Lahan
Gambar diatas menunjukan pemilihan tanah pada saat akan di gunakan untuk memasang pentanahan atau grounding, dan sesuai dengan yang ada di gambar tersebut pula titik-titik itu menggambarkan lubang yang sudah digali. Setelah penggalian selesai barulah titik-titik tadi yang sudah berlubang akan di masukan pipa besi untuk menopang lubang galian supaya galian tadi tidak tertutup dengan tanah kembali, sedangkan untuk kedalaman lubang yang sudah di gali adalah enam meter. Setelah ke enam titik itu sudah dimasukan pipa besi kemudian elektroda pun menyusul dengan menanam elektroda ke dalam pipa besi tersebut.
Setelah semua proses tadi sudah di kerjakan dengan baik barulah saatnya untuk melakukan penelitian dengan menggunakan alat yang dinamakan dengan Earth Tester.
3.3 Hasil Akhir
Dari hasil proses perencanaan, perancangan, pembuatan sampai proses penelitian dan pengambilan data barulah kita mendapatkan hasilnya. Dari hasil penelitian yang telah penulis peroleh kemudian di masukan ke dalam
(62)
laporan, hasil yang di dapat saat melakukan penelitian adalah hasil yang riil yang ada di lapangan dan tidak dibuat-buat, dan ini ada bebrapa data sesuai dengan penelitian yang terjadi di lapangan.
a. Pada saat di titik A
Hasil yang terdapat dititik A yaitu sebesar 41 ohm dengan skala 200 Ω
Gambar 3.10 Hasil dari titik A
Gambar di atas menunjukan hasil penelitian di titik A dengan menggunakan earth teaster.
Tahanan yang di peroleh adalah 34 ohm.
Sedangkan untuk lubang yang di ukur di titik A, gambarnya sebagai berikut
(63)
b. Pada saat di titik B
Hasil yang didapat pada saat melakukan penelitian di titik B yaitu sebesar 20 ohm dengan skala 2000 Ω
Gambar 3.12 Hasil Dari titik B
Gambar di atas adalah gambar hasil pengukuran pada saat di titik B Tahanan yang di dapat setelah di lakukan pengukuran adalah 20 ohm. Sedangkan untuk gambar titik B adalah sebagai berikut
Gambar 3.13 Titik B
c. Pada saat di titik C
Hasil yang didapat pada saat melakukan penelitian di titik C yaitu sebesar 54 ohm dengan skala 2000 Ω
(64)
Gambar 3.14 Hasil pengukuran di titik C
Gambar di atas menunjukan hasil pengukuran di titik C dengan menggunakan earth tester.
Tahanan yang di peroleh adalah 54 ohm.
Sedangkan gambar di bawah ini adalah gambar lubang untuk titik C
Gambar 3.15 Tititk C
d. Pada saat di titik D
Hasil yang didapat pada saat melakukan penelitian di titik D yaitu sebesar 65 ohm dengan skala 2000 Ω
(65)
Gambar 3.16 Hasil Pengukuran di titik D
Gambar di atas menunjukan hasil pengukuran di titik D, tahanan yang di dapat pada saat di lakukan penelitian adalah 65 ohm
Sedangkan gambar di bawah ini adalah gambar lubang di titik D
Gambar 3.17 Tititk D
e. Pada saat di titik E
Hasil yang didapat pada saat melakukan penelitian di titik E yaitu sebesar 40 ohm dengan skala 2000 Ω
(66)
Gambar 3.18 hasil pengukuran di titik E
Gambar di atas menunjukan hasil pengukuran di titik E, tahanan yang di dapat pada saat di lakukan penelitian adalah 40 ohm
Sedangkan untuk gambar di titik E seperti gambar di bawah ini
Gambar 3.19 titik pengukuran E
f. Pada saat di titik F
Hasil yang didapat pada saat melakukan penelitian di titik F yaitu sebesar 30 ohm dengan skala 2000 Ω
(67)
Gambar 3.20 Hasil Pengukuran di titik F
Gambar di atas menunjukan hasil pengukuran di titik F, tahanan yang di dapat pada saat di lakukan penelitian adalah 30 ohm
Di bawah ini adalah lubang untuk titik F
Gambar 3.21 lubang di titik F
g. Hasil Paralel Grounding yang baru
Hasil yang di dapat setelah di paralelkan adalah sebesar 6,1 ohm dengan skala 200 Ω
(68)
Gambar 3.22 Hasil setelah di paralelkan.
Gambar di atas adalah gambar grounding baru setelah di paralelkan antara titik A-B-C-D-E-F dan dapat di ketahui tahanannya yaitu sebesar 6,1 ohm.
h. Grounding yang sudah terpasang di lab Tegangan tinggi.
Sedangkan untuk grounding yang sudah terpasang di laboratorium tegangan tinggi yaitu 1,6 ohm dengan skala 200 Ω.
Gambar 3.23 Grounding yang sudah terpasang
i. Hasil Paralel antara Grounding yang sudah terpasang dengan
Grounding yang baru.
Grounding yang sudah terpasang mempunyai tahanan 1,6 ohm sedangkan grounding yang baru tahanannya 6,1 ohm, setelah kedua grounding itu di
paralelkan antara grounding yang sudah terpasang sama grounding yang baru hasilnya adalah 0,68 ohm.
(69)
(1)
Gambar 3.14 Hasil pengukuran di titik C
Gambar di atas menunjukan hasil pengukuran di titik C dengan menggunakan earth tester.
Tahanan yang di peroleh adalah 54 ohm.
Sedangkan gambar di bawah ini adalah gambar lubang untuk titik C
Gambar 3.15 Tititk C
d. Pada saat di titik D
Hasil yang didapat pada saat melakukan penelitian di titik D yaitu sebesar 65 ohm dengan skala 2000 Ω
(2)
Gambar 3.16 Hasil Pengukuran di titik D
Gambar di atas menunjukan hasil pengukuran di titik D, tahanan yang di dapat pada saat di lakukan penelitian adalah 65 ohm
Sedangkan gambar di bawah ini adalah gambar lubang di titik D
Gambar 3.17 Tititk D
e. Pada saat di titik E
Hasil yang didapat pada saat melakukan penelitian di titik E yaitu sebesar 40 ohm dengan skala 2000 Ω
(3)
Gambar 3.18 hasil pengukuran di titik E
Gambar di atas menunjukan hasil pengukuran di titik E, tahanan yang di dapat pada saat di lakukan penelitian adalah 40 ohm
Sedangkan untuk gambar di titik E seperti gambar di bawah ini
Gambar 3.19 titik pengukuran E
f. Pada saat di titik F
Hasil yang didapat pada saat melakukan penelitian di titik F yaitu sebesar 30 ohm dengan skala 2000 Ω
(4)
Gambar 3.20 Hasil Pengukuran di titik F
Gambar di atas menunjukan hasil pengukuran di titik F, tahanan yang di dapat pada saat di lakukan penelitian adalah 30 ohm
Di bawah ini adalah lubang untuk titik F
Gambar 3.21 lubang di titik F
g. Hasil Paralel Grounding yang baru
Hasil yang di dapat setelah di paralelkan adalah sebesar 6,1 ohm dengan skala 200 Ω
(5)
h. Grounding yang sudah terpasang di lab Tegangan tinggi.
Sedangkan untuk grounding yang sudah terpasang di laboratorium
tegangan tinggi yaitu 1,6 ohm dengan skala 200 Ω.
Gambar 3.23 Grounding yang sudah terpasang
i. Hasil Paralel antara Grounding yang sudah terpasang dengan Grounding yang baru.
Grounding yang sudah terpasang mempunyai tahanan 1,6 ohm sedangkan grounding yang baru tahanannya 6,1 ohm, setelah kedua grounding itu di paralelkan antara grounding yang sudah terpasang sama grounding yang baru hasilnya adalah 0,68 ohm.
(6)