MEMBACA KEMBALI SENI LUKIS PEMANDANGAN INDONESIA SEBAGAI GAGASAN BERKARYA SENI KINETIK.

(1)

MEMBACA KEMBALI SENI LUKIS PEMANDANGAN INDONESIA

SEBAGAI GAGASAN BERKARYA

SENI KINETIK

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Seni Rupa

Oleh:

MUCHAMAD RIZKY ZAKARIA

0901858

JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2014


(2)

MEMBACA KEMBALI SENI LUKIS

PEMANDANGAN INDONESIA SEBAGAI

GAGASAN BERKARYA SENI KINETIK

Oleh

Muchamad Rizky Zakaria

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni

© Muchamad Rizky Zakaria 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

MUCHAMAD RIZKY ZAKARIA

MEMBACA KEMBALI SENI LUKIS PEMANDANGAN INDONESIA

SEBAGAI GAGASAN BERKARYA

SENI KINETIK

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:

Pembimbing I

Drs. Harry Sulastianto, M.Sn. NIP. 196605251992021001

Pembimbing II

Yulia Puspita, M.Pd. NIP. 198107012005012004

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Seni Rupa

Bandi Sobandi, M.Pd. NIP.197206131999031001


(4)

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

MUCHAMAD RIZKY ZAKARIA 0901858

MEMBACA KEMBALI SENI LUKIS PEMANDANGAN INDONESIA

SEBAGAI GAGASAN BERKARYA

SENI KINETIK

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:

Penguji I,

Dr. Zakarias S. Soeteja, M.Sn. NIP. 196707241997021001

Penguji II,

Drs. Untung Supriyanto, M.Pd. NIP. 195210161986011001

Penguji III,

Dadang Sulaeman, M.Sn. NIP. 197904292005011003


(5)

iv

Muchamad Rizky Zakaria, 2014

Membaca Kembali Seni Lukis Pemandangan Indonesia sebagai Gagasan Berkarya Seni Kinetik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

Muchamad Rizky Zakaria. 2014. Membaca Kembali Seni Lukis Pemandangan Indonesia Sebagai Gagasan Berkarya Seni Kinetik. Jurusan Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia

Seni kinetik sebagai seni yang memiliki unsur gerak suatu bagian atau keseluruhan benda, terdiri dari bagian yang khusus dirancang dan digerakkan oleh mekanisme internal maupun stimulus eksternal, seperti cahaya atau udara. Dengan rumusan masalah yaitu pengembangan berkarya melalui membaca kembali seni lukis pemandangan indonesia dan ekspresi visual dari gagasan tersebut. Seni lukis pemandangan Indonesia pada awal berdirinya salah satu bawaan dari zaman penjajahan. Metode penciptaan karya mixed media, constructed sculpture dan kinetic sculpture sangat mendukung untuk membuat karya dari segala media dengan memanfaatkan media sederhana untuk menggerakkan benda seperti dinamo dan sistem kerja roda gigi pada sepeda. Media-media tersebut dimodifikasi dan diterapkan pada karya. Hasil yang ditawarkan adalah mengangkat kembali serta mempertanyakan mengenai lukisan pemandangan Indonesia melalui seni kinetik di mana unsur gerak dalam karya selain menjadi hal yang estetik, bentukan baru, juga merujuk kepada tema yang dimaksud. Dengan adanya karya ini akan menumbuhkan keragaman seni rupa sekarang yang mengangkat permasalahan nilai-nilai lokal. Selain itu diharapkan dapat memperkaya wawasan tentang seni rupa serta menumbuhkan sikap apresiasi seni.

Kata kunci: Seni Kinetik, Seni Lukis Pemandangan Indonesia

ABSTRACT

Kinetic Art is art who have movement element on some a part or all of part, structured by special design and the movement element from intern or external mechanism like a light or air. Kinetic art chosen by writer to exploration of making artwork. The problem of formula is to making artwork advance from re-reading Indonesia landscape painting and visual expression from that idea. Indonesia landscape is sect who first time came from colonial age. Methods for making artwork are mixed media, constructed sculpture, and kinetic sculpture. All of methods are supported to making artwork who used any media simply like a dynamo and gear system on bicycle. All of media modificated and unity of whole on artwork. Result is re-question about Indonesia landscape painting within kinetic art when movement element on artworks be aesthetic, new shape, with hint on theme. This artwork will make a variousity about art now whit local values. Beside that, wish could raising about art knowledge and making art appreciation attitude.


(6)

v

Muchamad Rizky Zakaria, 2014

Membaca Kembali Seni Lukis Pemandangan Indonesia sebagai Gagasan Berkarya Seni Kinetik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ...

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR BAGAN ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan ... 1

B. Fokus Masalah Penciptaan ... 5

C. Tujuan Penciptaan ... 4

D. Manfaat Penciptaan ... 4

E. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II LANDASAN PENCIPTAAN A. Landasan Teoritis ... 9

1. Seni Kinetik ... 9

a. Pengertian ... 9

b. Sejarah ... ... 12

c. Seni Kinetik di Indonesia ... 18

d. Seniman Seni Kinetik ... 20

e. Metode ... 25

2. Lukisan Pemandangan Indonesia ... 27

a. Awal Perkembangan Seni Lukis Pemandangan Indonesia.. 28 b. Masalah-masalah yang Timbul Akibat Lukisan


(7)

vi

Muchamad Rizky Zakaria, 2014

Membaca Kembali Seni Lukis Pemandangan Indonesia sebagai Gagasan Berkarya Seni Kinetik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pemandangan Indonesia ... 32

B. Landasan Faktual ... 36

1. Jelekong ... 36

2. Lukisan Pemandangan di Bagian Belakang (Mudflap) Angkutan Kota ... 39

3. Progress Project di Roemah Seni Sarasvati Bandunng ... 41

4. Heri Dono ... 44

C. Teori Visual ... 46

1. Unsur Rupa ... 46

a. Garis ... 46

b. Shape (Bangun) ... 47

c. Tekstur ... 48

d. Warna ... 49

e. Gerak ... 50

2. Prinsip Rupa ... 51

a. Harmoni... 51

b. Kontras ... 51

c. Repetisi (Irama) ... 51

d. Gradasi ... 51

e. Kesatuan ... . 52

f. Keseimbangan ... 53

g. Aksentuasi ... 53

BAB III METODE PENCIPTAAN A. Metode Penciptaan ... 55

1. Penemuan Ide Berkarya ... 56

2. Stimulus ... 56

3. Kontemplasi ... 61

4. Berkarya ... 61

5. Bagan Proses Berkarya ... 62


(8)

vii

Muchamad Rizky Zakaria, 2014

Membaca Kembali Seni Lukis Pemandangan Indonesia sebagai Gagasan Berkarya Seni Kinetik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

7. Proses Pembuatan Karya ... 87

BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN A. Pengembangan Gagasan Berkarya Seni Kinetik dari Membaca Kembali Seni Lukis Pemandangan Indonesia ... 115

B. Ekspresi Visual ... 118

1. Karya ke-1 ... 118

a. Konsep Karya ... 118

b. Ekspresi Visual Karya ... 124

1) Unsur Rupa ... . 124

2) Prinsip Rupa ... 124

2. Karya ke-2 ... 125

a. Konsep Karya ... . 126

b. Ekspresi Visual Karya ... . 129

1) Unsur Rupa ... . 129

2) Prinsip Rupa ... 129

3. Karya ke-3 ... 130

a. Konsep Karya ... . 131

b. Ekspresi Visual Karya ... 135

1) Unsur Rupa ... . 135

2) Prinsip Rupa ... 136

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 137

B.Saran ... 138

DAFTAR PUSTAKA ... 139

DAFTAR ISTILAH ... . 141 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(9)

1

Muchamad Rizky Zakaria, 2014

Membaca Kembali Seni Lukis Pemandangan Indonesia sebagai Gagasan Berkarya Seni Kinetik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Di negara Indonesia, Kota Bandung khususnya, kondisi seni rupa sudah berkembang pesat di mana segala ungkapan artistik terwujudkan dalam berbagai media yang tidak bisa dikategorikan dalam media seni rupa sebelumnya. Lepas dari perkembangan seni rupa yang begitu pesat, namun tetap, jenis seni rupa (seni murni) yang masih dominan diketahui oleh masyarakat luas atau diapresiasi oleh penikmat seni adalah seni lukis. Terbukti dari beberapa wawancara penulis dengan beberapa elemen masyarakat seperti masyarakat umum, kolektor, kurator dan beberapa praktisi seni mengatakan demikian. Seni lukis yang dimaksud adalah seni lukis pemandangan. Penulis mengamati dan menganggap pada awalnya seni lukis pemandangan merupakan suatu karya seni yang menjadi ciri khas negara Indonesia dan menjadi satu bentuk kelaziman dalam membuat lukisan. Setelah diamati lebih jauh ternyata kehadiran seni lukis pemandangan pada mulanya mempunyai masalah yang cukup serius.

Edward Said dalam bukunya Orientalism (1979) menjelaskan bagaimana Barat secara intelektual telah menciptakan dunia Timur. Gambaran Barat tentang negeri-negeri (jajahannya) di Timur begitu Romantik. Sejalan dengan pendekatan Said, saya akan membicarakan Mooi Indie, berarti „Hindia Molek‟. Sederhananya, Mooi Indie adalah penggambaran alam dan masyarakat Hindia Belanda secara damai, tenang dan harmonis. Meskipun warisannya hidup samai hari ini, Mooi Indie jelas ciptaan kolonial. Jika nasionalisme Indonesia bersifat romantik, itulah bukti bahwa Mooi Indie turut mewarnainya (Onghokham, 1994, hlm. 163).

Merujuk kutipan di atas, seni rupa modern Indonesia diawali oleh Orientalisme yang juga datang beriringan dengan penjajahan Belanda. Pada masa awal dibentuknya, sejarah menyebutkan tokoh seni rupa modern Indonesia yang bernama Raden Saleh Syarif Bustaman dengan karya-karyanya yang didominasi oleh lukisan yang menceritakan kehidupan sekitarnya. Subjek-subjek dalam karyanya adalah potret manusia, suasana interaksi manusia, suasana interaksi binatang yang biasanya berlatar belakang lanskap tropis Indonesia.


(10)

Lukisan-2

Muchamad Rizky Zakaria, 2014

Membaca Kembali Seni Lukis Pemandangan Indonesia sebagai Gagasan Berkarya Seni Kinetik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

lukisannya banyak terpengaruh oleh gaya lukisan Eropa yaitu cenderung Romantis.

Selanjutnya perlu juga diketahui kausalitas lain yang bersifat internal kemunculan seni lukis Mooi Indie sendiri, yaitu pengaruh seni lukis Belanda pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20 dan juga kedatangan pelukis-pelukis Eropa ke Hindia Belanda. Permasalahan tersebut perlu diketahui karena yang menjadi perintis seni lukis ini di Batavia adalah pelukis-pelukis Belanda dan Eropa lainnya yang berkunjung dan menetap sementara di Hindia Belanda. Pelukis-pelukis inilah yang membawa norma-norma estetik dan memperkenalkan bentuk-bentuk visual yang sesuai dengan idiom seni lukis Barat (Burhan, 2008, hlm. 25).

Dari sumber di atas dapat diketahui bahwa seni lukis datang beriringan dengan kolonialisme. Masa kolonialisme mengakibatkan akulturasi, di dalamnya termasuk seni rupa. Pemerintah Belanda banyak mendatangkan ahli gambar (schielder) untuk menggambar ulang pemandangan alam Indonesia atau Flora khas Tropis Indonesia untuk kebutuhan ilmu Biologi, Geografi, Seni dan lain-lain. Khusus untuk seni, rekaman alam pemandangan Indonesia yang direka ulang oleh media cat di atas kanvas cukup banyak dihasilkan oleh para schielder. Menurut orang asing, pemandangan alam Indonesia sangat menakjubkan. Langit biru yang cerah, gunung-gunung menjulang tinggi, hamparan sawah-sawah, sungai-sungai mengalir, perkebunan yang rimbun semuanya khas tropis tidak ditemukan oleh orang asing di negerinya. Lukisan ini sering dijadikan souvenir ketika akan kembali ke negaranya. Pada saat ini pula banyak pelukis Indonesia yang mulai melukis pemandangan, di antaranya adalah Wakidi, Abdullah, Dullah, Wahdi. Rata-rata para pelukis ini pernah belajar atau berinteraksi dengan para schielder diantaranya adalah P.A.J. Moojen, Carel Dake, Dolf Breetvelt, Isac Israel, Marius, Romualdo Locatelli, Willew Dooyewaard, Roland Strasser, Rudolf Bonnet dan Walter Spies.

Pada abad ke-18 hingga abad ke-19 wilayah Nusantara direpresentasikan dengan segala hal yang serba tenang, segar, damai dan penuh romansa. Tanpa disadari, melalui penggambaran hutan yang rimbun, tanah yang subur, sungai yang jernih, langit yang luas dan orang-orang yang terlihat giat bekerja, harmonis, seakan semua serba terkendali, sebenarnya sedang berlangsung agresi kolonial dan supremasi Barat. Lukisan-lukisan, cetakan-cetakan


(11)

3

Muchamad Rizky Zakaria, 2014

Membaca Kembali Seni Lukis Pemandangan Indonesia sebagai Gagasan Berkarya Seni Kinetik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

litografi dan etsa yang mengisi khazanah visual pada masa itu merupakan cikal-bakal corak yang kelak pada akhir 1930-an ditinjau secara kritis oleh S.Sudjojono dengan sebutan Mooi Indie (Siregar, 2010, hlm. 44).

Kutipan di atas menunjukkan ada suatu kontradiksi dalam kehadiran seni lukis pemandangan ini, yaitu pada masa ini Indonesia dalam kondisi terjajah. Tentu saja banyak penderitaan, penindasan, pemerasan dan ketidakadilan lainnya, sedangkan para pelukis pribumi bisa dikatakan hanya menjadi pelayan sang penjajah dengan hanya hanya menciptakan kebagusan-kebagusan lewat lukisan pemandangan Indonesia dibalik kepahitan yang ada. Peristiwa ini pernah ditentang keras oleh S.Sudjojono, Bapak Seni Modern Indonesia. Dari sinilah muncul istilah Mooi Indie (Hindia Molek) yang sering diutarakan oleh Sudjojono dalam tulisan-tulisannya maupun orasi-orasinya. Di era ini juga mulai muncul Persagi, gerakan seni yang memperjuangkan spirit dan corak Indonesia. Dalam pengamatan penulis, pada perkembangannya masalah seni lukis pemandangan ini mulai tidak menjadi bahan perdebatan yang serius, namun masih menjadi masalah yang belum usai.

Jauh melompat dari sejarah ke masa sekarang. Warisan melukis pemandangan alam Indonesia masih ada sampai sekarang. Terbukti jika di Kota Bandung penulis menemukan beberapa seniman atau kelompok seniman yang masih melestarikan seni lukis pemandangan ini. Di daerah Jelekong, Jalan Braga, Kebun Seni Tamansari atau penulis menemukan lukisan-lukisan pemandangan ini masih banyak diminati oleh publik. Juga di beberapa rumah makan Padang, rumah masyarakat, rumah di pedesaan, termasuk di rumah penulis ada lukisan pemandangan karya almarhum kakek penulis. Ada juga penerapan subjek lukisan pemandangan ini ke media lain, seperti beberapa mural di sudut kota Bandung, bagian belakang mobil angkutan umum, body truk besar dan beberapa bagian badan becak. Semua itu adalah hasil pengamatan penulis.

Ditinjau dari segi aspek apresiasi, sebenarnya dibebaskan seseorang memiliki karya seni seperti apa pun. Misalnya dalam hal kebebasan seniman sekarang, tidak ada larangan seniman membuat karya seni lukis pemandangan.


(12)

4

Muchamad Rizky Zakaria, 2014

Membaca Kembali Seni Lukis Pemandangan Indonesia sebagai Gagasan Berkarya Seni Kinetik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Namun berdasarkan sejarah, nilai, nasionalisme, perkembangan teknologi, perkembangan edukasi dan spirit sosial sepertinya seni lukis pemandangan menjadi satu tanda tanya besar.

Pengamatan penulis di zaman sekarang, ketika perhelatan-perhalatan seni rupa yang sudah menggunakan berbagai media dalam presentasi karya-karyanya, menjadikan semangat penulis untuk tertarik mengeksplorasi karya. Penggabungan berbagai media membuat karya mempunyai daya tawar yang menarik sesuai kondisi seniman dan apresiator hidup pada zamannya. Di samping itu perkembangan teknologi yang menyebabkan persinggungan seni dan teknologi melahirkan ungkapan-ungkapan baru baik itu yang bersifat digital, cyber, atau hanya fisiknya saja. Penulis fokus pada seni kinetik yang pertumbuhannya di Indonesia menjadi unik dan berbeda karena menggunakan media lokal dengan penyesuaian tema yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat sampai penggabungan antara nilai tradisional dengan modern baik deri segi tema maupun teknis. Terbukti saat penulis mengamati langsung karya Heri Dono di ARTJOG 2013 di Taman Budaya Yogyakarta. Heri Dono menggabungkan teknologi rendah seperti dinamo dan unsur-unsur gerak bayangan yang ada di wayang kulit yang menjadikan karya tersebut memiliki daya tawar yang menakjubkan. Tema yang diangkat merepresentasikan kondisi kemanusiaan sekarang.

Dalam perbendaharaan istilah dan konsep seni rupa, istilah 'seni kinetik' (kinetic art, dari bahasa Yunani 'kinesis' atau 'kinetikos', yang berarti 'gerak') digunakan untuk menjelaskan karya-karya yang berhubungan dengan 'gerak' (movement, motion) dalam berbagai bentuknya. Sejak mengemuka pada awal abad ke duapuluh, spektrum praktik seni kinetik hari-hari telah melampaui definisi karya-karya dengan teknik dan gaya tertentu. Secara umum, spektrum itu berhubungan dengan perkembangan sudut pandang, respon dan pemahaman para seniman terhadap konsep dan fenomena 'gerak'. Di Indonesia, istilah seni kinetik tergolong kurang populer. Meskipun berbagai aspek „gerak‟ bisa ditemukan dalam berbagai karya seniman-seniman Indonesia—khususnya dalam karya-karya yang selama ini populer dengan sebutan 'instalasi'—belum ditemukannya penelitian, pameran maupun diskursus yang membahasnya secara spesifik. Padahal, ketertarikan para seniman Indonesia dalam menggarap berbagai aspek „gerak‟ sangat menarik untuk dikaji. Di samping itu, sebagai suatu kecenderungan, atau bahkan „isme‟, seni kinetik menawarkan potensi eksplorasi artistik dan filosofis yang


(13)

5

Muchamad Rizky Zakaria, 2014

Membaca Kembali Seni Lukis Pemandangan Indonesia sebagai Gagasan Berkarya Seni Kinetik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

luas, dan boleh jadi merepresentasikan situasi budaya tertentu di Indonesia (Kinetic Art. 2011. Edwinsgallery.com. 12.15 am 22 Agustus 2013).

Kehadiran unsur gerak dalam sebuah karya bisa menimbulkan apresiasi lebih. Pemilihan karya seni kinetik juga merupakan bagian dari eksplorasi penulis yang pada masa sebelum-sebelumnya aktif membuat karya dengan medium konvensional. Berhubung dengan permasalahan seni lukis pemandangan Indonesia dan seni kinetik, sebenarnya dari keduanya ada sebuah hubungan garis perkembangan seni. Walaupun secara waktu memang jauh, keduanya jika disatukan akan menjadi sebuah karya yang unik sekaligus merupakan penanda tafsiran baru atas suatu kejanggalan di masa lalu yang berdampak hingga sekarang. Juga di Pendidikan Seni Rupa Universitas Pendidikan Indonesia belum pernah ada yang membuat skripsi dengan mengangkat tema seni kinetik. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membuat karya dengan judul “Membaca Kembali Seni Lukis Pemandangan Indonesia Sebagai Gagasan Berkarya Seni Kinetik”.

B. Fokus Masalah Penciptaan

Terciptanya sebuah karya seni diawali dengan adanya gerakan hati atau semacam intuisi serta adanya pengaruh yang datang dari luar, misalnya pada kehidupan sehari-hari ketika berkegiatan, kejadian-kejadian yang begitu berkesan, pengalaman dan lain-lain yang bisa mempengaruhi kondisi perasaan dan pikiran, hal ini tercipta dari hasil ungkapan batin penciptanya sendiri. Kenyataan ini tidak datang begitu saja tanpa pengalaman artistik senimannya.

Dari latar belakang di atas, penulis dapat menarik beberapa poin yang dalam hal ini dapat dijadikan sebagai suatu rumusan/simpulan permasalahan yang akan penulis gagas, yakni:

1. Bagaimana mengembangkan berkarya seni kinetik dari membaca kembali seni lukis pemandangan Indonesia?

2. Bagaimana ekspresi visual dari gagasan membaca kembali seni lukis pemandangan indonesia sebagai gagasan berkarya seni kinetik?


(14)

6

Muchamad Rizky Zakaria, 2014

Membaca Kembali Seni Lukis Pemandangan Indonesia sebagai Gagasan Berkarya Seni Kinetik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

C. Tujuan Penciptaan

Untuk penciptaan karya seni lukis kinetik dengan gagasan permasalahan dalam lukisan pemandangan Indonesia maka tujuan penciptaan dapat dibuat sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan proses visual konsep dengan gagasan membaca kembali seni lukis pemandangan indonesia sebagai gagasan berkarya seni kinetik.

2. Untuk mendeskripsikan visual dan konsep berkarya dari gagasan membaca kembali seni lukis pemandangan indonesia sebagai gagasan berkarya seni kinetik

D. Manfaat Penciptaan 1. Manfaat Bagi Penulis

a. Dapat mengembangkan dan mengasah proses kreatif juga kemampuan berinovasi dalam proses penggarapan karya penciptaan.

b. Mengetahui bagaimana cara menggarap karya seni kinetik yang baik dengan menggunakan kanvas, cat dan perangkat mekanik

c. Mendapatkan pengalaman estetis dari proses karya yang dibuat

d. Sebagai bagian proses kematangan dalam mengeksekusi karya seni rupa sebelum terjun di medan sosial seni rupa

2. Manfaat Bagi Dunia Seni Rupa

a. Sebagai wujud realitas otentik sejarah seni rupa Indonesia yang berdasarkan riset ilmiah terlebih dahulu

b. Pengembangan khasanah perkembangan pengetahuan, pendidikan dan wacana Seni Rupa

3. Manfaat Bagi Dunia Pendidikan Seni Rupa

a. Sebagai acuan apresiasi karya perkembangan Seni Rupa Indonesia di wilayah Seni Murni


(15)

7

Muchamad Rizky Zakaria, 2014

Membaca Kembali Seni Lukis Pemandangan Indonesia sebagai Gagasan Berkarya Seni Kinetik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

b. Contoh konkret permasalahan seni lukis pemandangan Indonesia untuk dikaji dan dipahami dalam wacana sejarah seni rupa Indonesia yang berhubungan dengan praktek seni dan apresiasi disetiap masing-masing tingkatan pendidikannya

4. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan

a.Aset karya seni murni yang berlandaskan kajian ilmiah yang sudah seharusnya dipelihara dan diproyeksikan

b. Sebagai studi pengayaan kekaryaan bagi mahasiswa dan dosen Jurusan Pendidikan Seni Rupa

5. Manfaat Bagi Masyarakat Umum

a. Sebagai pengembangan khazanah kesenirupaan

b. Menjadi wacana baru sesuai konteks zaman yang layak untuk diapresiasi

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi penciptaan ini adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN

Bab ini meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penciptaan, manfaat penciptaan, kajian sumber penciptaan, dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN PENCIPTAAN

Bab ini menjelaskan landasan yang mendasari proses penciptaan atau rancangan dengan mengkaji berbagai sumber pustaka dan meninjau data informasi lapangan.

BAB III METODE PENCIPTAAN

Bab ini meliputi proses uraian proses perancangan dimulai dari kelengkapan alat dan bahan, pembuatan sketsa, pembuatan model, pengerjaan karya, dan pengemasan karya.


(16)

8

Muchamad Rizky Zakaria, 2014

Membaca Kembali Seni Lukis Pemandangan Indonesia sebagai Gagasan Berkarya Seni Kinetik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan dan menggambarkan hasil karya yang dikaitkan dengan gagasan awal.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi tentang kesimpulan jawaban terhadap tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya dan saran untuk pengembangan selanjutnya.


(17)

55

Muchamad Rizky Zakaria, 2014

Membaca Kembali Seni Lukis Pemandangan Indonesia sebagai Gagasan Berkarya Seni Kinetik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENCIPTAAN

Penulis menganggap bahwa dalam membuat karya seni tidak harus terpaku dalam satu metode tetapi banyak cara atau varian untuk membuatnya. Proses keragaman itu menjadi hal yang spesial dan menarik hingga berbeda dengan cara individu yang lain. Begitupun hasilnya, setiap cara berbeda memiliki hasil akhir yang berbeda pula.

Dalam proses penciptaan karya seni, setiap orang pasti mempunyai teknik atau metodenya sendiri dalam mengekspresikan gagasan dalam menciptakan karya seni yang kreatif. Sederhananya dalam membuat karya seni jika seseorang mempunyai metode atau teknik yang baik, hasil yang diperoleh akan sesuai dengan proses yang dicapai. Hal pertama yang dilakukan adalah menentukan bagaimana memetakan proses membuat karya seni dari mulai penemuan gagasan, pemilihan material, pengolahan material dan gagasan sampai menjadi karya seni yang diinginkan.

Dari pengalaman penulis, setiap orang dalam membuat karya seni dipengaruhi oleh berbagai hal atau pengalaman yang secara tidak langsung mempengaruhi dalam karya seninya. Dengan demikian, hasil karya setiap orang akan berbeda-beda sekalipun metode atau tekniknya sama. Gagasan dari pencipta karya pun sangat berperan penting dalam penciptaan karya seni, karena ia dapat menyampaikan pesan sesuai dengan misi yang diinginkan. Hal itulah yang penting disadari oleh penulis dalam membuat karya seni, dengan mempertimbangkan berbagai hal atau pengalaman untuk membuat karya seni.

A.Metode Penciptaan

Metode yang digunakan pada penciptaan karya ini yaitu melalui proses

intuisi dan kontemplasi serta berdasarkan hasil pengamatan pada karya-karya seni kinetik sebelumnya. Teknik yang digunakan adalah penggabungan teknik melukis dan gerak dengan teknik kerja dinamo, penggabungan teknik melukis dengan sistem kerja roda gigi, penggabungan teknik mematung dengan sistem kerja


(18)

56

dinamo. Dari tiga teknik yang digunakan, akan terbentuk visual yang berbeda. Keragaman visual akhir ini sengaja penulis pilih dengan pertimbangan eksplorasi.

Beberapa tahapan yang digunakan penulis dalam menciptakan karya seni kinetik yaitu:

1. Penemuan Ide Berkarya

Penemuan ide berkarya ini sebenarnya adalah pengembangan gagasan dari proyek seni sebelumnya, yaitu ketika membuat pameran tunggal pada tahun 2012 dengan tema “Gambar Pemandangan, Pemandangan, Bebas”. Dalam pameran tersebut, awalnya membuat karya dengan persoalan gambar pemandangan anak yang berupa dua gunung, satu Matahari, petakan-petakan sawah, dan jalan raya. Dalam pencarian mengenai sejarah seni lukis Indonesia, dari awal pertumbuhannya seni lukis jenis ini bermasalah akibat ketidaksesuaian kondisi sosial dengan penciptaan karya seni. Pasca pameran tersebut penulis sering membuat karya dengan persoalan-persoalan utama yakni lukisan pemandangan Indonesia. Akhirnya permasalahan lukisan pemandangan Indonesia dijadikan pengkajian masalah dalam karya skripsi penciptaan di Jurusan Pendidikan Seni Rupa UPI ini.

Seni kinetik juga salah satu gagasan yang dipilih untuk eksekusi akhir karya. Pada masa sebelumnya penulis memiliki riwayat membuat seni kinetik dengan pengolahan cara kerja dinamo mainan kereta yang dimodifikasi menjadi karya seni kinetik. Saat di arena pameran karya tersebut mendapat perhatian yang lebih serta apresiasi yang baik. Di sisi lain sebagai tantangan pribadi untuk mengeksplorasi karya seni, karena media-media karya yang konvensional dirasa sudah menjadi zona nyaman dalam membuat karya seni. Karena alasan itulah penulis menentukan seni kinetik sebagai karya skripsi penciptaan.

2. Stimulus

Stimulus merupakan dorongan penulis yang timbul lewat kegemaran dalam membuat karya seni rupa dalam bentuk apapun baik yang bersifat internal


(19)

57

maupun eksternal yang bisa membantu terwujudnya gagasan menjadi sebuah karya. Semangat membuat karya seni yang bisa dikatakan menjadi semcacam kegemaran adalah stimulus internal, sedangkan untuk stimulus eksternal didapat dari seringnya penulis mengapresiasi dan mengikuti perkembangan seni rupa. Perkembangan yang sedang terjadi saat ini adalah seni rupa kontemporer. Pada bagian ini, penulis bukan mengulas secara rinci mengenai seni rupa kontemporer yang ditinjau dari berbagai aspek karena bukanlah menjadi fokus kajian dalam pembuatan skripsi penciptaan. Misalnya sejarah, pengaruh akifitas sosial politik, pengaruh peranan besar institusi seni, dan lain sebagainya yang mengukuhkan terjadinya seni rupa kontemporer di Indonesia. Penulis memfokuskan kepada pengaruh perkembangan seni rupa kontemporer terhadap proses penciptaan karya. Bagian ini penting dicatat dalam penulisan karya skripsi penciptaan ini, mengingat penulis lahir dan besar pada saat seni rupa kontemporer di Indonesia khususnya Bandung tumbuh dan cukup dinamis dalam memberikan pengaruh dari segi teknik maupun wacana yang diangkat secara otomatis karena tontonan-tontonan yang hadir memberikan nafas yang terus bergerak menuju kebaruan. Susanto (2011, hlm 355) menulis bahwa seni rupa kontemporer secara umum diartikan seni rupa yang berkembang masa kini, karena kata “kontemporer” itu sendiri berarti masa yang sezaman dengan penulis atau pengamat saat ini. Istilah ini tidak merujuk pada satu karakter, identitas atau gaya visual tertentu. Karena istilah ini menunjuk pada sudut waktu, sehingga yang terlihat adalah tren yang terjadi dan banyak mewarnai pada suatu masa atau zaman.

Dari pengamatan penulis belakangan ini banyak sekali seniman membuat karya seni rupa yang sangat keluar dari bentuk-bentuk seni rupa konvensional. Dari segi teknis saja banyak karya yang menggunakan media yang tidak lazim dalam berkarya juga bentuk-bentuk yang sangat eksploratif. Tahun 2009 adalah pertama kalinya penulis masuk ke perguruan tinggi seni rupa di Bandung dan saat yang bersamaan adalah pertama kalinya berkunjung ke salah satu galeri seni rupa yang sedang menampilkan pameran tunggal dari seniman besar bernama Agus Suwage dengan tajuk “still crazy after all these year”. Sensasi yang dirasakan


(20)

58

cukup heboh dan mulai membuka referensi-referensi baru untuk bertindak kreatif dalam membuat karya seni rupa mengingat karya-karya yang dibuat seniman tersebut pada saat itu bervariasi juga memiliki bentuk-bentuk presentasi yang tidak biasa. Sejak tahun tersebut hingga sekarang cukup banyak tampilan-tampilan seni rupa kontemporer yang cukup memberikan berbagai pengetahuan teknik dan wacana yang diangkat.

Seni rupa kontemporer berorientasi bebas, tidak menghiraukan batasan-batasan kaku seni rupa yang oleh sementara pihak dianggap baku. Ada yang menganggap seni rupa kontemporer dari sudut teknis, seperti munculnya seni instalasi (yang bersifat instalatif, multimedia, site specific installation), menguatnya seni lokal (indegenous art), sebagai jawaban atas masalah-masalah yang muncul dalam praktik dan perilaku artistik yang menyimpang dari konvensi sebelumnya (Modernisme), ada pula yang menganggap menguatnya pengaruh ideologi postmodern (pasca modernisme) dan

post-colonialism dewasa ini, sampai hanya dianggap sebagai pergantian istilah

semata dari kata “modern” pada praktik artistik yang sama (Susanto, 2011, hlm. 355).

Kebebasan memilah dan memilih beragam disiplin ilmu hingga menggabungkannya dalam penciptaan sebuah karya seni sebenarnya sudah terjadi oleh seniman-seniman yang membuat karya seni kinetik jika ditinjau dalam sejarahnya yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Aktivitas tersebut sangat nampak dan cukup lazim dilakukan dalam munculnya kegiatan seni rupa kontemporer di sekitar penulis walaupun karya yang dibuat tidak mengedepankan juga tidak terbatas dengan langgam seni kinetik, namun setidaknya hal itu semakin menguatkan penulis sebagai referensi yang baru dan menjadi kebiasaan dalam proses penciptaan karya seni. Hal itu juga terbukti dengan kemunculan berbagai pencipta karya seni rupa yang bukan melulu dari seniman seperti yang terjadi dalam fase waktu seni rupa modern. Priatna (2013, hlm. 78) menulis hancurnya batas-batas konvensi seni rupa modern (orisinalitas, otensitas dan medium: lukisan, gambar, dan patung) memungkinkan berbagai karya desain, seni jalanan, seni video, ilustrasi, seni mainan dan seni digital masuk ke berbagai ruang pamer di berbagai galeri dan institusi seni di Indonesia. Desainer, fotografer, arsitek, dan musisi yang berkarya adalah figur yang sangat eksotik pada masa tersebut.


(21)

59

Dalam pengantar katalog Bandung Contemporary Art Awards (2011, hlm. 10) karya seni tak cuma soal sensibilitas (kepekaan estetis yang berpangkal kepada semua kepekaan inderawi) yang sering dirancukan secara ngawur dengan sensitifitas (kepekaan rasa-merasa melulu), tapi sedikit banyak juga soal pewacanaan (discoursing), soal keluasan dan kedalaman wawasan dan pengetahuan dan bagaimana memaknainya. Kutipan ini menguatkan bahwa aktivitas seni rupa kontemporer menjadi semacam kewajiban menggali lebih luas dari sisi pengetahuan atas permasalahan yang diangkat. Berbeda dengan praktek seni rupa modern yang misalnya hanya mengutamakan getaran perasaan dalam sebuah penciptaan karya seni. Akibat perluasan dan pendalaman wawasan tersebut paling sedikit bisa diidentifikasi dalam penggunaan atau pengolahan material yang selalu berhubungan dengan konsep. Lebih-lebihnya secara kesatuan dalam karya akan nampak segar dan sangat berhubungan dengan tren yang sedang terjadi bagi pembuat karya seni.

Hal yang lebih penting selain maraknya tontonan seni rupa kontemporer adalah keterbukaan akses informasi. Penulis hidup dalam kondisi zaman yang sangat mudah dan memungkinkan bagi siapa saja untuk membuka wawasan melalui berbagai akses informasi baik itu media cetak maupun online. Penulis merasakan sendiri jika melihat para seniman yang tumbuh sebelum tahun 2000 (bagi penulis keterbukaan informasi marak terbuka sejak tahun 2000) walaupun mengangkat tema yang berbeda-beda namun secara visual nampak memiliki kecenderungan yang sama. Berbeda dengan kondisi hari ini yang memiliki keragaman cara ungkap yang kaya. Seperti apa yang ditulis oleh Zaelani dalam buku Outlet “Yogya dalam Peta Seni Rupa Kontemporer Indonesia” (2000, hlm. 145) bahwa sebenarnya perkara “lintas budaya” adalah fenomena yang paling tampak jelas dalam ekspresi tradisi seni rupa modern Indonesia, sesuatu yang jadi lumrah bagi sebuah “praktek seni serapan”, praktek yang menyerap pengaruh dari kebudayaan lain. Namun bagi seni rupa kontemporer Indonesia, yang terutama berkembang subur di kota-kota besar, perkara “lintas-budaya” kini dipahami sebagai ekspresi kesenian yang begitu bergantung pada (dan merupakan akibat dari) bekerjanya lalu-lintas informasi yang bersifat menjagad. Banyak di antara


(22)

60

seniman lalu menjadi lebih peka terhadap seluruh akses informasi yang disediakan dan dihasilkan oleh sejumlah kemajuan teknologi komunikasi dan informasi dewasa ini, untuk kemudian dijadikan sumber gagasan berkaryanya. Berbeda juga dengan sedikitnya dua puluh tahun sebelumnya, informasi tentang perkembangan seni rupa modern di seluruh dunia kini semakin mudah untuk diperoleh oleh masyarakat luas di luar lingkaran seniman atau pelaku seni di kalangan tertentu saja. Jika sebelumnya informasi dan “ilmu” seni rupa modern sepertinya hanya menjadi milik dan otoritas dunia pendidikan saja, atau seniman yang berada dalam lingkaran dunia pendidikan, maka sejak tahun 80-an persoalan itu telah menjadi perkara bagi lingkaran pemain yang lebih besar, yaitu berbagai lapisan masyarakat yang lebih sadar pada kenyataan hidup yang menjagad.

Dari referensi-referensi tadi, sebenarnya adalah bagaimana seniman hari ini dengan kreatif mengolah gagasan, material dan presentasi karya hingga munculnya karya-karya yang tidak monoton untuk diapresiasi. Salah satu imbasnya adalah dalam pembuatan karya skripsi penciptaan penulis ini tidak lain sebagai salah satu syarat dalam dunia akademik juga merupakan salah satu strategi dalam keberlangsungan proses kreatif penulis. Ada kesempatan untuk meninjau lebih dalam, sehingga masukan dari luar dan dalam sesungguhnya membuka jalan yang lebih eksploratif untuk ke depannya.

Tantangan bagi seniman muda masa kini adalah bagaimana mereka mampu mendefinisikan diri mereka sendiri sebagai seniman dan bagaimana mengartikulasikan definisi tersebut ke dalam karya-karya mereka serta secara cerdik untuk tetap menonjol di tengah-tengah serbuan visual tanpa terlihat sama dan berlebihan (Priatna, 2013, hlm. 80).

Pirous (2013, hlm.11) menulis, kesimpulannya di Bandung dan sekitarnya, nyata telah mewariskan dua kekuatan yang potensial dalam bidang penciptaan, seni rupa murni yang memberikan sumur dalam dengan kemungkinan berbagai fantasi penciptaan. Pengaruh seni rupa kontemporer di Bandung khususnya adalah salah satu contoh bahwa fenomena kesenian yang sedang terjadi akan sangat mempengaruhi proses kreatif bagi siapapun yang ada di dalamnya. Pengaruh-pengaruh tersebut jika dikendalikan dengan sempurna maka akan menghasilkan karya seni yang cukup baik untuk diapresiasi sesuai dengan zamannya.


(23)

61

3. Kontemplasi

Kontemplasi merupakan tahap perenungan saat penulis memilih tema pengkajian terhadap lukisan pemandangan yang dipresentasikan dengan bentuk karya seni kinetik. Perenungan tersebut didapat karena menurut penulis di balik keterpesonaan tampilan lukisan pemandangan terdapat sekelumit permasalahan yang secara kreatif bisa dieksplorasi secara luas untuk dijadikan karya seni. Temuan dari kontemplasi itu adalah membayangkan bentuk akhir yang baru dan menarik dari sebuah karya yang tidak nampak menjadi lukisan pemandangan Indonesia seperti pada umumnya. Tiga karya yang dibuat masing-masing memiliki bentuk secara umum yang berbeda. Karya yang pertama berbentuk lingkaran terinspirasi dari sebuah jam dinding dengan gerakan jarum jamnya. Karya ke-2 seperti rumah-rumahan terinspirasi dari rumah yang isinya didominasi lukisan pemandangan Indonesia dan keadaan seperti itu menurut penulis adalah sesuatu yang ironi. Lalu karya ke-3 berbentuk persegi yang di balik imejnya tersebut ada imej lain. Hal ini adalah hasil dari pengamatan penulis atas dunia bawah sadar orang-orang dalam konteks seni rupa yang hanya mengetahui lukisan pemandangan Indonesia.

4. Berkarya

Bagi penulis berkarya menjadi semacam aktivitas menyatakan persoalan dengan ungkapan artistik yang tidak bisa dilakukan oleh semua orang. Proses pengejawantahan gagasan setiap orang memiliki pola dan proses yang berbeda-beda. Ada kalanya riset dalam membuat karya menjadi hal yang menarik. Karena setiap imej yang diciptakan adalah sebuah informasi yang faktual juga bisa memunculkan gagasan-gagasan kreatif yang tidak biasa.


(24)

62

5. Bagan Proses Berkarya

Bagan 3.1. Bagan Proses Berkarya

Membuat karya seni tentunya hal pertama yang akan dilakukan adalah memikirkan bagaimana karya tersebut bisa direalisasikan dengan kemampuan untuk mencipta sesuatu yang baru dan berbeda dengan karya seni sebelumnya. Kemudian terciptalah suatu ide gagasan yang berasal dari dalam diri pencipta maupun dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Gagasan tersebut diciptakan baik demi kepentingan atau kesenangan diri si pencipta maupun untuk pesan kepada orang lain.

Bagan di atas merupakan salah satu penggambaran proses berkarya penulis dengan jalan awal merupakan pengembangan gagasan berkarya dari proyek


(25)

63

pameran tunggal penulis yang mengkritik seputaran lukisan lanskap Indonesia. Pada saat itu penulis melakukan riset kecil-kecilan terhadap hubungan antara cara menggambar pemandangan yang dilakukan oleh anak-anak Indonesia (berupa dua gunung, petakan sawah, Matahari) dengan awal perkembangan seni lukis modern Indonesia yang didominasi oleh lukisan-lukisan pemandangan (Mooi Indie). Ada asumsi yang kuat akibat sangat populernya lukisan jenis tersebut yang berdampak kuat pada seluruh elemen masyarakat yakni pandangan mayoritas orang pribumi meyakini dan menganggap bahwa seni rupa (seni lukis) adalah lukisan pemandangan. Itu terjadi di wilayah pendidik yang pada akhirnya materi utama dalam pembelajaran seni untuk anak-anak adalah menggambar dengan tema pemandangan yang pasti mengalami penyederhanaan bentuk untuk penyesuaian proses belajar bagi anak-anak. Itu adalah penjelasan singkat mengenai tema yang diangkat pada karya-karya penulis saat pameran tunggal di tahun 2012.

Untuk ide penyelesaian studi di Jurusan Pendidikan Seni Rupa Universitas Pendidikan Indonesia akhirnya penulis memutuskan mengambil tema yang lebih fokus lagi, yaitu mengenai mindset mayoritas orang pribumi meyakini dan menganggap bahwa seni rupa (seni lukis) adalah lukisan pemandangan. Tema tersebut diyakini penulis sangat menarik untuk dikembangkan. Setidaknya ada bekal dari segi estetika dan wacana untuk mengerjakan karya berikutnya. Tahap pengembangan yang lain adalah dengan dipilihnya karya seni kinetik untuk pengucapan artistik akhir dalam berkarya. Pemilihan ini berdasarkan keyakinan penulis menilai seni kinetik yang di dalamnya terdapat unsur gerak selain merupakan tantangan untuk mengeksplorasi karya juga dianggap sangat menarik untuk memperluas gagasan-gagasan atas wacana yang diangkat hingga termuat dalam sebuah gerakan dalam karya yang tentu saja memiliki maksud-maksud tertentu.

Untuk perkembangan proses berikutnya, ide muncul dengan dua faktor yaitu faktor Eksternal dan faktor Internal. Faktor Eksternal muncul dari luar diri penulis yaitu keharusan untuk mencapai proses tertentu yang lahir dari lingkungan sekitar akibat dari pengamatan atas fenomena yang terjadi akibat dampak dari lukisan pemandangan tersebut seperti ketimpangan antara perkembangan seni rupa


(26)

64

dengan minimnya aktifitas apresiasi. Sedangkan faktor Internal yaitu faktor yang muncul dari dalam diri yaitu keinginan yang kuat dalam menciptakan sebuah karya seni dengan jalan kegemaran penulis yang diekspresikan melalui sebuah karya seni kinetik dengan pertimbangan atas ingatan, pengetahuan dan persepsi yang dimiliki.

Setelah menentukan ide kemudian berlanjut ke tahap kontemplasi yaitu penulis merenungkan bagaimana gagasan tersebut bisa dituangkan ke dalam sebuah karya seni dengan menentukan bahan, teknik, alat dan citra yang akan diaplikasikan ke dalam lukisan tersebut. Untuk tahap ini penulis melakukan pengkajian ulang pada karya-karya sebelumnya yang pernah dibuat. Karya-karya ini bukanlah karya berdasarkan proses di tingkatan per mata kuliah pendalaman, melainkan karya-karya seni murni yang dibuat di luar aktivitas akademik yang pernah dipamerkan di berbagai ruang seni. Ada masa perenungan juga perkembangan atas karya-karya tersebut untuk menciptakan karya-karya yang baru. Proses tersebut merupakan proses pematangan saat seseorang akan memilih dan memikirkan bagaimana kita menentukan sebuah tema dalam menciptakan sebuah karya yang akan dijadikan skripsi penciptaan dalam menempuh ujian sidang.

Setelah memikirkan dan merenungkan bagaimana mencapai sebuah gagasan dengan menentukan imej, bahan dan teknik, tahap selanjutnya yaitu tahap Stimulasi atau perangsang yang akan menguatkan ide serta konsep yang akan dibuat dengan cara melihat dan mengamati referensi seniman-seniman pilhan serta melakukan observasi terhadap subjek lukisan pemandangan dan subjek seni kinetik untuk memperkaya gagasan dalam membuat karya. Selain itu, proses stimulasi lainnya adalah mengatasi rasa penasaran dengan mengeksplorasi bahan atau media yang digunakan penulis dengan beberapa cara, yaitu:

a. Mengumpulkan bahan sebagai media.

b. Memilih bahan yang sesuai dengan media yang digunakan penulis. c. Menentukan bahan.


(27)

65

Bahan yang digunakan oleh penulis sangat bervariasi mengingat seni kinetik yang penulis pilih tidak satu macam. Penulis membuat tiga karya seni kinetik yang berbeda dalam pengolahan materialnya. Untuk karya ke-1 bahan yang digunakan adalah dinamo listrik, seng, kabel, adaptor, multiplek, cak aklirik dan kanvas. Untuk karya ke-2 bahan yang digunakan adalah cat besi, akuarium, resin, kayu, cat duco, kain kaos, kain jeans, selang akuarium, adaptor yang digunakan untuk akuarium beserta media pembuat gelembung akuarium, perkabelan, saklar, pasir pantai dan air. Sedangkan untuk karya ke-3 bahan yang digunakan adalah kayu pinus, cat aklirik, rantai sepeda, roda gigi derailleur dalam sepeda, sekrup, engsel dan besi. Bahan-bahan tersebut dipilih karena alasan mudah didapat dan telah dikuasai cara kerjanya oleh penulis.

6. Persiapan Alat dan Bahan

Untuk mempersiapkan alat dan bahan dibutuhkan peralatan sebagai berikut: a. Alat:

1) Kertas Gambar dan Pensil

Gambar 3.1 Kertas Gambar dan Pensil

(Dokumentasi Penulis)

Kertas gambar dan pensil digunakan untuk membuat rancangan-rancangan karya dan pencatatan dalam membuat tahapan-tahapan proses penciptaan karya.


(28)

66

2) Kuas

Gambar 3.2

Kuas Berbagai Jenis dan Ukuran (Dokumentasi Penulis)

Kuas aneka ukuran dan jenis digunakan penulis untuk keperluan membuat image di dalam bidang kanvas, kayu dan kaca. Kuas dengan bulu lebar digunakan untuk mewarnai latar belakang karya supaya cepat tertutupi dengan warna. Untuk membuat detail penulis biasa menggunakan kuas-kuas kecil juga campuran antara kuas dengan ujung bulunya yang runcing dan kuas dengan ujung bulunya yang rata. Kuas ini digunakan juga dalam pembuatan karya-karya berikutnya.

3) Palet

Gambar 3.3

Wadah Plastik Sebagai Palet (Dokumentasi Penulis)


(29)

67

Palet ini berfungsi untuk mencampur atau membubuhkan cat yang bertujuan untuk mendapatkan campuran warna yang diinginkan. Penulis tidak biasa menggunakan palet pada umumnya dalam membuat karya lukis atau yang biasa dijual di toko-toko peralatan seni. Penulis biasa memberdayakan benda-benda tidak terpakai untuk dijadikan kebutuhan membuat karya seni seperti wadah plastik bekas dari tutup air mineral.

4) Gunting

Gambar 3.4 Gunting (Dokumentasi Penulis)

Gunting digunakan untuk berbagai keperluan dalam proses membuat karya. Seperti meggunting kanvas dan memotong kabel-kabel.

5) Stapler

Gambar 3.5

Stapler Besar (kiri) dan Isi Stapler Besar (kanan)


(30)

68

Stapler besar digunakan untuk menempelkan kanvas pada rangka kanvas.

Penulis menggunakan stapler ini karena kanvas yang digunakan tidak berbentuk seperti kanvas yang siap pakai dengan spanram pada umumnya berbentuk persegi. Bentuk lukisan yang pelukis garap adalah lingkaran, jadi dalam penerapan kanvas kepada rangka kanvas harus dilakukan sendiri sesuai keinginan.

6) Solder

Gambar 3.6 Solder dan Timah (Dokumentasi Penulis)

Solder dan timah dibutuhkan untuk menghubungkan arus-arus listrik yang berada di komponen sederhana di dalam bagian karya. Solder dan timah digunakan untuk karya ke-1 dan ke-2 karena di dalam karya tersebut terdapat komponen-komponen listrik.

7) Obeng

Obeng dengan berbagai mata beserta macam-macam sekrup digunakan oleh penulis untuk menerapkan beberapa komponen listrik ke bagian-bagian tertentu. Untuk melubangi beberapa bagian dalam karya, penulis menggunakan bor listrik dengan alasan kepraktisan dan cepat, juga besar lubang bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Untuk obeng, macam-macam sekrup dan bor penulis gunakan sebagai alat bantu untuk semua karya.


(31)

69

Gambar 3.7

Obeng (kiri) dan Macam-macam Sekrup (kanan) (Dokumentasi Penulis)

8) Meteran

Meteran sangat berguna dalam proses pembuatan karya. Selain untuk mengukur bidang garapan pada umumnya, juga berfungsi untuk mengukur media-media lainnya supaya mendapatkan keakuratan panjang atau lebarnya.

Gambar 3.8 Meteran (Dokumentasi Penulis)


(32)

70

9) Bor Listrik

Gambar 3.9

Bor listrik dan Macam-macam Matanya (Dokumentasi Penulis)

Bor listrik digunakan untuk melubangi beberapa bagian karya. Lubang-lubang tersebut sebagian berfungsi untuk menancapkan sekrup-sekrup penghubung di antara material.

10)Jangka

Gambar 3.10 Jangka

(Dokumentasi Penulis)

Ada 2 jenis jangka yang penulis gunakan sebagai bagian proses dalam membuat karya. Pertama jangka biasa yang digunakan untuk membuat


(33)

bentuk-71

bentuk tertentu yang diinginkan dengan ukuran kecil. Hal ini dilakukan pada pembuatan karya ke-3 karena membutuhkan beberapa bidang kanvas berbentuk lingkaran dengan ukuran yang tidak terlalu besar.

Gambar 3.11

Pensil, Paku, Benang (Jangka Rakitan Sederhana untuk Mencapai Bentuk Bulat Besar) (Dokumentasi Penulis)

Sedangkan jenis jangka lainnya adalah jangka rakitan sederhana dari pensil, benang dan paku yang dibutuhkan untuk membuat lingkaran dengan ukuran besar seperti pembuatan bidang kanvas karya ke-1 yang membutuhkan ukuran kanvas berdiameter 100cm. Cara kerjanya adalah jarum sebagai poros yang ditancapkan pada bagian tengah media, lalu diikatkan dengan benang yang panjangnya disesuaikan dengan kebutuhan serta diikatkan pada bagian atas pensil sebagai penanda garis. Setelah itu pensil tinggal ditarik memutar dengan syarat benang harus kencang.

11)Gergaji

Gambar 3.12

Coping Saw (Kiri) dan Gergaji Potong (Kanan) (Dokumentasi Penulis)


(34)

72

Penulis menggunakan 2 jenis gergaji untuk kebutuhan memotong beberapa material karya. Gergaji untuk potongan-potongan normal sedangkan gergaji pola digunakan untuk memotong sesuai dengan pola-pola yang detail.

12)Kompresor

Gambar 3.13

Kompresor (Kiri) dan Spray Gun (Kanan) (Dokumentasi Penulis)

Dalam proses pengecatan karya, penulis tidak hanya menggunakan kuas. Ada beberapa bagian karya yang membutuhkan pewarnaan dengan teknik semprot karena dengan tujuan untuk hasil permukaan yang diwarnai tidak meninggalkan bekas sapuan kuas. Oleh karena itu penulis menggunakan kompresor beserta

spray gun nya untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

13)Lem

Lem digunakan sebagai perekat beberapa material. Lem kayu dan super


(35)

73

Gambar 3.14

Super Glue (Kiri) dan Lem Kayu (Kanan)

(Dokumentasi Penulis) 14)Tang

Gambar 3.15 Tang

(Dokumentasi Penulis)

Tang digunakan untuk menahan beberapa media, seperti penyangga perangkat kinetik yang berasal dari sekrup berbagai ukuran.

15)Kunci Pas

Kunci pas berfungsi untuk mengencangkan baud-baud yang tertempel dalam penyangga dari berbagai sekrup.


(36)

74

Gambar 3.16 Kunci Pas (Dokumentasi Penulis)

16)Kunci Rantai Sepeda

Kunci rantai sepeda digunakan untuk memutus atau menyambungkan rantai sepeda. Sedangkan rantai sepeda itu sendiri digunakan sebagai salah satu media pendukung dalam karya.

Gambar 3.17 Kunci Rantai Sepeda (Dokumentasi Penulis)


(37)

75

b. Bahan

Untuk bahan dasar karya penulis menggunakan kanvas, kayu pinus dan kaca. Selain eksplorasi media, pemilihan bahan yang beragam tersebut dipilih karena pertimbangan kesesuaian gagasan serta kebutuhan penggerak dalam karya.

1) Kanvas

Kanvas yang digunakan penulis adalah kanvas gulungan untuk berbagai jenis cat. Kanvas gulungan yang berarti tidak memiliki span ram dengan ukuran 3 x 1,5 m penulis gunakan dengan alasan kebutuhan media karya yang tidak seragam dan bentuk yang tidak biasa Di karya pertama penulis menggunakan kanvas dengan ukuran diameter 100cm, lalu pada karya ke-3 ada beberapa bagian yang menggunakan potongan-potongan kecil kanvas.

Gambar 3.18 Kanvas (Dokumentasi Penulis) 2) Kaca

Kaca digunakan oleh penulis untuk media dasar melukis. Namun kaca ini akan dikembangkan dan dikombinasikan dengan media-media lain sehingga kaca disini akan dibangun menjadi akuarium serta di dalam dan di luarnya dikonstruksi sesuai gagasan dengan media lain.


(38)

76

Gambar 3.19 Kaca

(Dokumentasi Penulis)

3) Kayu

Kayu sebagai media dasar dipilih karena pertimbangan kesesuaian gagasan. Kayu yang dipilih adalah kayu pinus karena memiliki permukaan estetis yang khas juga keberadaannya mudah didapat serta dianggap mewakili gagasan untuk mendukung mekanisme kerja perangkat kinetik yang diposisikan di berbagai titik. Kanvas tidak akan bisa menampung perangkat tersebut, butuh media yang keras dan mudah untuk dimodifikasi dan dikombinasikan, maka dipilihlah kayu pinus sebagai salah satu media untuk berkarya. Penulis juga menggunakan kayu jenis multiplek untuk beberapa bagian pendukung dalam karya,


(39)

77

Gambar 3.20

Kayu Multiplek (Kiri) dan Kayu Pinus (Kanan)

(Dokumentasi Penulis)

4) Cat

Ada tiga jenis cat yang digunakan penulis dalam berkarya, yaitu cat aklirik, cat besi dan cat duco. Pemilihan cat tersebut disesuaikan dengan kebutuhan karena tidak semua media bisa menggunakan satu jenis cat yang sama.

Gambar 3.21 Cat Aklirik Berbagai Warna


(40)

78

Dalam pembuatan citraan-citraan dalam karya penulis memilih menggunakan cat aklirik dengan alasan kepraktisan dan dirasa telah menguasai media ini pada karya-karya sebelumnya yang didominasi dengan penggunaan cat aklirik. Warna yang digunakan tidak sebatas warna primer saja (merah, biru, putih, merah dan hitam) melainkan penambahan warna-warna lain supaya saat percampuran warna yang dihasilkan menjadi matang dan akselerasi warna di atas bidang bisa maksimal. Cat aklirik ini selain digunakan di karya ke-satu (di atas kanvas) juga digunakan di karya ke-3 dengan bidang kayu pinus.

Gambar 3.22 Cat Besi (Dokumentasi Penulis)

Cat besi digunakan untuk melukis di karya ke-dua (di atas kaca). Cat besi dipilih karena cat jenis ini mempunyai daya rekat yang baik jika diaplikasikan di atas kaca. Selain itu juga memilki ketahanan terhadap air yang kuat jika sudah kering. Kaca yang selanjutnya menjadi akuarium akan diisi air hingga memenuhinya. Oleh karena itu akan tidak mungkin jika menggunakan cat aklirik yang mudah luntur jika terkena air. Sedangkan cat duco, digunakan untuk mewarnai beberapa media pendukung karya yang cara pengaplikasiannya dengan teknik semprot.


(41)

79

Gambar 3.23

Cat Duco (Kiri) dan Thinner (Kanan) (Dokumentasi Penulis)

5) Resin dan perangkatnya

Resin dan perangkatnya yang terdiri dari katalis, talk, gipsum dan vaseline adalah bahan-bahan yang biasa digunakan untuk membuat benda 3 dimensi. Bahan-bahan ini penulis gunakan untuk membuat media-media pendukung dalam kesatuan karya.

Gambar 3.24

Resin (Kiri) dan Vaseline (Kanan) (Dokumentasi Penulis)


(42)

80

Gambar 3.25

Talk (Kiri) dan Gipsum (Kanan) (Dokumentasi Penulis)

Gambar 3.26 Katalis (Dokumentasi Penulis) 5) Rantai dan Roda Gigi

Gambar 3.27

Roda Gigi (Kiri) dan Rantai (Kanan) (Dokumentasi Penulis)


(43)

81

6) Media Penghubung

Media penghubung adalah benda-benda tertentu yang digunakan untuk menghubungkan satu benda dengan yang lain dan dipertimbangkan kepraktisan dalam penggunaannya. Penulis menggunakan engsel juga seng-seng kecil untuk menghubungkan beberapa kayu.

Gambar 3.28

Seng (Kiri) dan Engsel (Kanan) (Dokumentasi Penulis)

7) Dinamo

Dinamo digunakan untuk sumber energi gerak dalam karya. Ada dua jenis dinamo, yaitu dinamo yang biasa digunakan sebagai kipas pendingin komputer dengan kecepatan rotasi per menit 2000 dan dinamo yang biasa digunakan untuk pembuat angin dalam akuarium.

Gambar 3.29 Dinamo (Dokumentasi Penulis)


(44)

82

8) Adaptor

Adaptor berfungsi untuk menyambungkan arus listrik ke dinamo. Adaptor juga berfungsi untuk penyeimbang tegangan arus lisrik.

Gambar 3.30 Adaptor (Dokumentasi Penulis)

9) Limbah besi

Ring, ball bearing, plat, as, dan mur penulis anggap adalah limbah besi yang tersedia di kediaman penulis. Limbah tersebut masih bisa digunakan pada bagian-bagian terentu di badan karya.

Gambar 3.31

(Kiri ke Kanan) As, Mur, Ring, Ball Bearing, dan Plat (Dokumentasi Penulis)


(45)

83

10) Tombol

Tombol digunakan untuk menghidupkan arus listrik. Saklar jenis tombol ini bertipe hidup-mati, jadi jika ingin suatu mesin hidup maka harus ditekan terus.

Gambar 3.32 Tombol (Dokumentasi Penulis)

11) Kabel dan Fitting

Gambar 3.33 Kabel dan Fitting (Dokumentasi Penulis)


(46)

84

12) Clay

Clay digunakan untuk membentuk beberapa bagian dalam karya. Jenis clay

yang digunakan dalam karya ini adalah tanah liat dan malam. Clay ini hanya digunakan untuk membuat model. Lalu model tersebut dicetak karena media utama untuk bagian ini adalah resin yang teruji ketahanan dan kekuatannya.

Gambar 3.34

Malam (Kiri) dan Tanah Liat (Kanan) (Dokumentasi Penulis) 13) Rambut

Rambut digunakan untuk melengkapi salah satu bagian dalam karya. Rambut dipilih karena pertimbangan bahwa media ini akan diterapkan di dalam air. Rambut jika di dalam air akan menimbulkan gerakan karena keringanannya.

Gambar 3.35 Rambut (Dokumentasi Penulis)


(47)

85

14) Kain

Kain berfungsi untuk membuat pakaian pelindung pada salah satu bagian karya yaitu patung-patung kecil. Kain yang digunakan tidak satu jenis, melainkan memanfaatkan kain-kain perca yang beragam di kediaman penulis.

Gambar 3.36 Berbagai Jenis Kain Perca

(Dokumentasi Penulis)

15) Air

Pada umumnya seniman saat membuat karya, air hanya digunakan sebagai pencampur saja. Misalnya air sebagai pencampur cat. Pada karya penulis menggunakan air sebagai salah satu kesatuan media dalam karya. Air menjadi kesatuan media untuk mewujudkan karya seni kinetik yang utuh.

Gambar 3.37 Air


(48)

86

16) Aksesori Akuarium

Aksesoris akuarium adalah media yang biasanya digunakan dalam akuarium untuk membuat gelembung yang berisi udara untuk ikan. Penulis memanfaatkannya sebagai bagian karya.

Gambar 3.38 Aksesori Akuarium (Dokumentasi Penulis) 17) Cermin

Ada beberapa bagian karya yang menggunakan cermin. Cermin digunakan berdasarkan kebutuhan konsep karya.

Gambar 3.39 Cermin (Dokumentasi Penulis)


(49)

87

7. Proses Pembuatan Karya

1) Karya ke-1

Dalam membuat karya pertama ada beberapa tahapan yang perlu dikerjakan. Tahapan awal adalah dengan membuat lukisan di atas kanvas dengan membuat sketsa terlebih dahulu.

Gambar 3.40 Sketsa Karya ke-1 (Dokumentasi Penulis)


(50)

88

Gambar 3.41

Membuat Pola Lingkaran di atas Kanvas dengan Menggunakan Jangka (Dokumentasi Penulis)

Gambar 3.42

Proses Melukis di Atas Kanvas (Dokumentasi Penulis)

Tahapan berikutnya adalah menempel kanvas pada multiplek. Multiplek sebagai pengganti span ram karena dibutuhkan bidang yang keras di balik kanvas untuk menempelkan dinamo. Multiplek yang telah dipotong sebelumnya berbentuk lingkaran. Penempelan kanvas menggunakan lem kayu. Meskipun sudah menggunakan lem kayu, pada bagian belakang kanvas perlu direkatkan dengan menggunakan stapler besar supaya benar-benar memastikan kanvas tersebut menempel pada mutiplek dengan sempurna.


(51)

89

Gambar 3.43

Proses Merekatkan Kanvas ke Kayu dengan Lem (Kiri) dan Stapler Besar (Kanan) (Dokumentasi Penulis)

Setelah kanvas tertempel, tahapan berikutnya adalah memodifikasi dinamo berdasarkan bentuk yang diinginkan. Jika disalurkan listrik, dinamo ini akan bekerja bergerak berputar ke kiri dengan cepat. Putaran tersebut yang dibutuhkan oleh penulis. Tidak semua bahan dalam dinamo tersebut digunakan, melainkan hanya mesinnya saja yang diperluksan lalu ditambahkan dengan media lain.

Gambar 3.44 Proses Memodifikasi Dinamo


(52)

90

Gambar 3.45

Proses Membuat Tuas Bagian dari Rangkaian Dinamo (Dokumentasi Penulis)

Setelah tahap perakitan dinamo tersebut selesai, tahap berikutnya adalah pemasangan dinamo tersebut pada bagian tengah kanvas yang sudah dilubangi sebelumnya serta menghubungkannya dengan adaptor untuk menyalurkan listrik. Lalu menyempurnakan beberapa imej dalam kanvas hingga karya tersebut terpasang pada pigura yang sudah dipersiapkan sebelumnya.

Gambar 3.46

Proses Pemasangan Dinamo ke Kanvas (Dokumentasi Penulis)


(53)

91

Setelah selesai memasang dinamo tahapan terakhir adalah menyempurnakan imej-imej dalam lukisan. Pada tahap ini yang dikerjakan adalah membuat detail-detail dalam karya.

Gambar 3.47

Finishing Touch (Dokumentasi Penulis) 7) Karya ke-2

Karya ke dua ini memerlukan penggabungan berbagai teknik, yaitu antara melukis dan mematung. Sebagaimana telah dijelaskan pada Bab II tentang metode penciptaan karya yaitu mixed media, constructed sculpture dan kinetic sculpture, bagi penulis merupakan metode yang sangat membukakan eksplorasi seluas-luasnya. Untuk tahap awal adalah membuat sketsa dan melukis pada kaca yang nantinya akan menjadi latar belakang dalam akuarium. Lukisan di kaca tersebut dilapisi dengan resin supaya tidak mudah mengelupas ketika diisi air.


(54)

92

Gambar 3.48 Sketsa Karya ke-2 (1)


(55)

93

Gambar 3.49 Sketsa Karya ke-2 (2)

(Dokumentasi Penulis)

Gambar 3.50

Proses Melukis Latar Belakang Karya ke-2


(56)

94

Gambar 3.51

Proses Melapisi Permukaan dengan Resin

(Dokumentasi Penulis)

Tahap berikutnya adalah membuat konstruksi untuk atap akuarium menggunakan kayu pinus yang telah dipotong berukuran kecil. Karya ke-2 ini akan tampak seperti rumah dengan gentengnya. Genteng yang dibuat menggunakan resin yang telah diwarnai.

Gambar 3.52

Proses Membuat Konstruksi Atap


(57)

95

Gambar 3.53

Proses Membuat Model Atap dengan Malam

(Dokumentasi Penulis)

Gambar 3.54

Proses Mencetak Model dengan Gipsum

(Dokumentasi Penulis)

Gambar 3.55

Proses Pengecoran dengan Resin


(58)

96

Gambar 3.56 Atap yang Sudah Jadi

(Dokumentasi Penulis)

Jumlah atap yang dibuat tidak sedikit. Setelah kering atap diwarnai dengan cat aklirik hitam untuk memberikan kesan atap yang sudah berusia lama, juga menjadi ciri khas atap di perumahan orang-orang Indonesia. Untuk penempelannya terhadap rangka yang sudah jadi menggunakan super glue dan bagian atasnya menggunakan resin.

Gambar 3.57

Proses Pewarnaan Atap Menggunakan Cat Aklirik


(59)

97

Gambar 3.58

Proses Pemasangan Atap Menggunakan Super Glue

(Dokumentasi Penulis)

Gambar 3.59

Proses Penerapan Bagian Atas Atap Menggunakan Resin

(Dokumentasi Penulis)

Gambar 3.60 Atap yang Sudah Terpasang


(60)

98

Tahap berikutnya adalah membuat patung-patung kecil. Dalam membuat model patung-patung ini menggunakan tanah liat. Membuat cetakannya dengan menggunakan gipsum dan pengecoran dilakukan dengan bahan resin.

Gambar 3.61

Membuat Model Menggunakan Tanah Liat

(Dokumentasi Penulis)

Gambar 3.62

Membuat Cetakan Menggunakan Gipsum

(Dokumentasi Penulis)

Gambar 3.63 Cetakan yang Sudah Kering


(61)

99

Gambar 3.64

Model yang Sudah Dicor dengan Resin

(Dokumentasi Penulis)

Gambar 3.65

Proses Menghaluskan Permukaan Patung

(Dokumentasi Penulis)

Gambar 3.66

Proses Menerapkan Cermin ke Salah Satu Bagian Patung


(62)

100

Selanjutnya adalah pengecatan menggunakan cat duco dan memakai alat

spray gun melalui kompresor. Penggunaan alat ini dikarenakan hasil yang

diinginkan adalah cat halus dan merata. Oleh karena itu pewarnaan harus dengan teknik cat semprot. Berbeda jika pewarnaan melalui pengolesan cat ke permukaan dengan menggunakan kuas akan meninggalkan tapak-tapak sapuan kuas tersebut.

Gambar 3.67 Proses Pewarnaan Patung

(Dokumentasi Penulis)

Ada bentuk-bentuk tertentu yang sulit dibuat jika menggunakan clay. Penulis menginginkan bentuk otak yang detail. Cara yang paling praktis adalah dengan membuat resin yang kental serta sudah diwarnai lalu memasukannya ke dalam plastik dan membuat lubang kecil pada ujungnya hingga tinggal menekan plastik tersebut sampai resin keluar. Cara ini biasa digunakan untuk menghias kue.

Gambar 3.68

Proses Membuat Detail Patung


(63)

101

Tahap selanjutnya yaitu membuat pakaian dari kain-kain bekas. Cara yang sangat sederhana hanya dengan memotong kain-kain dan menjaitnya dengan jarum dan benang. Lalu menempelkan rambut di kepalanya dengan menggunakan

super glue. Upaya-upaya ini dilakukan supaya patung tampak nyata.

Gambar 3.69 Proses Pemasangan Pakaian

(Dokumentasi Penulis)

Gambar 3.70 Proses Pemasangan Rambut

(Dokumentasi Penulis)

Berikutnya adalah membuat listrik paralel untuk dinamo. Jalur lisrik paralel diperlukan karena ada penambahan tombol untuk membuka arus listrik. Dinamo dipasang dibalik meja yang telah disediakan.


(64)

102

Gambar 3.71 Proses Perakitan Dinamo

(Dokumentasi Penulis)

Gambar 3.72 Proses Pemasangan Tombol

(Dokumentasi Penulis)

Gambar 3.73 Proses Pemasangan Dinamo


(65)

103

Setelah semua media sudah selesai dibuat, tinggal merangkai semua media tersebut hingga menjadi kesatuan karya.

Gambar 3.74

Karya ke-2 yang Sudah Dirangkai

(Dokumentasi Penulis)

8) Karya ke-3

Pada karya ke-3 ini banyak mengolah berbagai media. Media utamanya adalah kayu, namun secara keseluruhan didominasi oleh teknik melukis dengan menggunakan cat aklirik. Kayu dipilih karena bahan tersebut keras dan sangat memungkinkan untuk menempel bahan-bahan lain di kayu tersebut. Untuk unsur gerak dalam karya adalah dengan merangkai roda gigi sepeda dan rantainya. Tahap awal membuat karya adalah membuat sketsa dan memotong kayu sesuai pola.


(66)

104

Gambar 3.75 Sketsa Karya ke-3 (1)


(67)

105

Gambar 3.76 Sketsa Karya ke-3 (2)

(Dokumentasi Penulis)

Gambar 3.77 Proses Pemotongan Kayu


(68)

106

Gambar 3.78

Kayu yang Sudah Dipotong Sesuai Pola

(Dokumentasi Penulis)

Tahap selanjutnya adalah merekatkan tiap-tiap kayunya dengan menggunakan lem kayu lalu perlu ditekan dengan menggunakan alat-alat berat supaya kayu-kayu tersebut rekat maksimal.

Gambar 3.79

Proses Merekatkan Kayu dengan Lem Kayu


(69)

107

Gambar 3.80

Proses Pressing dengan Menggunakan Benda-benda Berat

(Dokumentasi Penulis)

Setelah kayu merekat maksimal tahap selanjutnya adalah membuat imej-imej di atas kayu dengan menggunakan cat aklirik.

Gambar 3.81

Proses Melukis dengan Menggunakan Cat Aklirik

(Dokumentasi Penulis)

Berikutnya adalah membuat lukisan-lukisan kecil dari kanvas. Lukisan-lukisan tersebut berbentuk lingkaran diperlukan untuk kebutuhan karya yang bergerak di dalam karya


(70)

108

.

Gambar 3.82

Proses Pembuatan Pola Lingkaran di Kanvas

(Dokumentasi Penulis)

Gambar 3.83

Proses Melukis dengan Menggunakan Cat Aklirik

(Dokumentasi Penulis)

Tahapan selanjutnya adalah menempelkan lukisan-lukisan tersebut ke kayu yang sudah berbentuk lingkaran dengan ukuran yang telah disesuaikan.

Gambar 3.84

Proses Penerapan Kanvas pada Kayu


(71)

109

Setelah selesai ditempel ke kayu tahap selanjutnya adalah melubangi bagian tengahnya dan merangkai roda gerigi, sekrup, ring dan mur. Rangkaian tersebut dipasang dua sisi supaya bisa menghubungkan tiap-tiap roda giginya dengan menggunakan rantai.

Gambar 3.85 Proses Melubangi Kayu

(Dokumentasi Penulis)

Gambar 3.86

Proses Pemasangan As untuk Roda Gigi

(Dokumentasi Penulis)

Gambar 3.87

Roda Gigi yang Sudah Terpasang


(72)

110

Gambar 3.88

Proses Membuat Dudukan Roda Gigi (1)

(Dokumentasi Penulis)

Gambar 3.89

Proses Membuat Dudukan Roda Gigi (2)

(Dokumentasi Penulis)

Gambar 3.90

Proses Membuat Dudukan Roda Gigi (3)


(73)

111

Gambar 3.91

Proses Melubangi Kayu untuk Memasang Dudukan Roda Gigi

(Dokumentasi Penulis)

Gambar 3.92

Memasang Dudukan Roda Gigi

(Dokumentasi Penulis)

Gambar di atas adalah proses membuat dudukan roda gigi yang akan dipasang di bagian belakang karya. Setelah terpasang tahap selanjutnya adalah merangkai tuas penarik rantai dengan limbah besi.


(74)

112

Gambar 3.93

Bahan-bahan untuk Membuat Tuas

(Dokumentasi Penulis)

Gambar 3.94

Merangkai Tuas (Kiri) dan Tuas yang Sudah Terangkai (Kanan)

(Dokumentasi Penulis)

Gambar 3.95 Merangkai Penarik Tuas


(75)

113

Gambar 3.96

Tuas yang Sudah Terpasang Tampak Samping

(Dokumentasi Penulis)

Tahap terakhir adalah memasang rantai di antara roda gigi. Ketika tuas diputarkan rantai yang dipasang terhubung ke semua roda gigi akan menggerakkan seluruhnya. Tuas tersebut harus digerakkan oleh apresiator sebagai unsur pembuat gerak di dalam karya.

Gambar 3.97 Proses Memasang Rantai


(76)

114

Gambar 3.98

Rantai yang Sudah Terpasang

(Dokumentasi Penulis)

Gambar 3.99 Karya ke-3 Tampak Depan


(77)

137

Muchamad Rizky Zakaria, 2014

Membaca Kembali Seni Lukis Pemandangan Indonesia sebagai Gagasan Berkarya Seni Kinetik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Menurut penilaian penulis, walaupun bukan jenis seni yang baru seni kinetik merupakan jenis seni yang sangat keluar dari bentuk-bentuk seni konvensional. Dalam presentasinya dapat mengaburkan antara material seni rupa dengan material yang tidak biasa menjadi karya seni rupa. Dari segi material saja bisa menunjukkan sekaligus mengedukasi publik awam bahwa karya seni rupa bisa diciptakan dengan menggunakan material apapun, belum lagi kinerja seni kinetik dengan adanya unsur gerak dalam karya sangat bisa mencuri perhatian juga membuka wawasan baru mengenai cara mengekspresikan dan mengaktualisasikan diri dalam karya seni rupa. Dari segi tema, masalah yang dibuat adalah mengenai pembacaan atau pengkajian lukisan pemandangan Indonesia. Jika dilihat dalam konteks sejarah seni rupa, antara lukisan pemandangan Indonesia dengan seni kinetik adalah dua jenis seni yang muncul dan memiliki rentang waktu yang sangat jauh. Sebenarnya ada upaya penulis untuk memilah dan memilih jenis seni tertentu melalui penelusuran sejarah. Hal ini dirasa kreatif dan ingin menunjukkan modus berkarya bisa melalui cara apapun dengan syarat bisa tepat mengaplikasikannya dan mengaitkannya dengan masalah-masalah yang muncul dan berdekatan dengan kehidupan dengan penciptanya sekarang.

Bagi penulis lukisan pemandangan Indonesia merupakan masalah yang tidak akan pernah tuntas dan usang untuk diperbincangkan karena lukisan ini masih banyak diminati oleh banyak orang juga berada di berbagai tempat. Jika dalam konteks sejarah lukisan ini bermasalah karena pada saat bangsa Indonesia dijajah hanya sebagai pelayanan bagi turis yang berarti tidak menunjukkan gagasan-gagasan yang tidak orisinil, sedangkan untuk konteks sekarang maraknya kemunculan lukisan pemandangan Indonesia adalah penanda kegagalan bagi para pekerja seni untuk membina apresiasi seni rupa. Masalah-masalah ini dalam karya seni kinetik kemudian menjadi menarik ditujukan untuk berbagai kalangan. Bagi publik awam karya ini menjadi edukasi mengenai jenis seni dan tema yang


(1)

Gambar 3.98

Rantai yang Sudah Terpasang (Dokumentasi Penulis)

Gambar 3.99 Karya ke-3 Tampak Depan


(2)

Muchamad Rizky Zakaria, 2014

Membaca Kembali Seni Lukis Pemandangan Indonesia sebagai Gagasan Berkarya Seni Kinetik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Menurut penilaian penulis, walaupun bukan jenis seni yang baru seni kinetik merupakan jenis seni yang sangat keluar dari bentuk-bentuk seni konvensional. Dalam presentasinya dapat mengaburkan antara material seni rupa dengan material yang tidak biasa menjadi karya seni rupa. Dari segi material saja bisa menunjukkan sekaligus mengedukasi publik awam bahwa karya seni rupa bisa diciptakan dengan menggunakan material apapun, belum lagi kinerja seni kinetik dengan adanya unsur gerak dalam karya sangat bisa mencuri perhatian juga membuka wawasan baru mengenai cara mengekspresikan dan mengaktualisasikan diri dalam karya seni rupa. Dari segi tema, masalah yang dibuat adalah mengenai pembacaan atau pengkajian lukisan pemandangan Indonesia. Jika dilihat dalam konteks sejarah seni rupa, antara lukisan pemandangan Indonesia dengan seni kinetik adalah dua jenis seni yang muncul dan memiliki rentang waktu yang sangat jauh. Sebenarnya ada upaya penulis untuk memilah dan memilih jenis seni tertentu melalui penelusuran sejarah. Hal ini dirasa kreatif dan ingin menunjukkan modus berkarya bisa melalui cara apapun dengan syarat bisa tepat mengaplikasikannya dan mengaitkannya dengan masalah-masalah yang muncul dan berdekatan dengan kehidupan dengan penciptanya sekarang.

Bagi penulis lukisan pemandangan Indonesia merupakan masalah yang tidak akan pernah tuntas dan usang untuk diperbincangkan karena lukisan ini masih banyak diminati oleh banyak orang juga berada di berbagai tempat. Jika dalam konteks sejarah lukisan ini bermasalah karena pada saat bangsa Indonesia dijajah hanya sebagai pelayanan bagi turis yang berarti tidak menunjukkan gagasan-gagasan yang tidak orisinil, sedangkan untuk konteks sekarang maraknya kemunculan lukisan pemandangan Indonesia adalah penanda kegagalan bagi para pekerja seni untuk membina apresiasi seni rupa. Masalah-masalah ini dalam karya seni kinetik kemudian menjadi menarik ditujukan untuk berbagai kalangan. Bagi publik awam karya ini menjadi edukasi mengenai jenis seni dan tema yang


(3)

untuk segera membenahi wilayah apresiasi seni rupa.

Dari segi fisik banyak cara dan alternatif media untuk menciptakannya. Karya yang dibuat memiliki unsur gerak yang sederhana seperti gerakan berputar yang berasal dari kerja dinamo dan roda gigi, lalu gerakan bukaan yang berasal dari kerja dinamo untuk memompa angin dan keluar dari dalam air. Penulis menyadari betul bahwa dari hal apapun yang berada di Indonesia banyak kemungkinan untuk menerapkan unsur gerak dalam menciptakan karya seni. Mengkombinasikan berbagai unsur seni rupa ke dalam karya adalah pengalaman berkesenian yang baru juga menyenangkan dalam proses eksplorasinya. Setidaknya dalam skripsi penciptaan ini membuka pintu untuk mengeksplorasi seluas-luasnya dalam karya berikutnya.

B.Saran

Berdasarkan pengalaman serta pengetahuan penulis dalam menciptakan karya ini, tentunya mengharapkan kritik serta saran yang membangun untuk mencapai karya yang lebih baik lagi. Selain itu penulis memberikan saran kepada pihak yang terkait sebagai berikut:

1. Jurusan Pendidikan Seni Rupa

Karya skripsi penciptaan ini diharapkan dapat menjadi inspirasi untuk menciptakan sesuatu yang baru dengan cara mengembangkan teknik, modus dan pengolahan media melalui pengkajian sejarah serta fenomena yang muncul berdekatan dengan kehidupan sekitar.

2. Pendidikan di Sekolah

Khususnya mata pelajaran Seni Rupa atau Seni Budaya diharapkan guru dapat memberikan inspirasi kepada siswa mengenai eksplorasi bahan serta alat yang digunakan untuk membuat karya seni yang eksploratif. Hal yang terpenting di lingkungan pendidikan formal adalah terciptanya iklim yang kondusif untuk mengapresiasi karya seni karena hal inilah yang dapat menimbulkan inspirasi juga wawasan baru.


(4)

3. Dunia Kesenirupaan

Karya skripsi penciptaan ini setidaknya memberi masukan kepada para praktisi seni rupa bahwa memperhatikan sejarah seni rupa beserta dampak yang terjadi di kemudian hari sangatlah penting dalam penciptaan karya seni. Dalam pengamatan penulis, karya-karya seni rupa sekarang jauh dari nilai dan konteks yang berkaitan antara praktisi dan lingkungan sekitarnya.

4. Bagi Pemerintah

Pemerintah khususnya lembaga yang berkaitan dengan masalah yang diangkat oleh penulis, sebaiknya memperhatikan mengenai pembinaan pengetahuan seni rupa. Untuk konteks apresiasi, seharusnya ada program mengenai pendidikan seni intensif yang berhubungan dengan pengembangan wawasan serta kreativitas. Dalam konteks para peneliti yang kreatif, seharusnya ada bantuan khusus sehingga proses dan karyanya bisa terpublikasikan dengan baik. Khusus untuk para pembuat lukisan pemandangan Indonesia, karya-karya mereka yang menjadi komoditas seharusnya bisa diakomodir oleh pemerintah sehingga dari pembagian hasil bisa disalurkan ke dua konteks di atas hingga terwujudnya keseimbangan bagi duni seni rupa Indonesia.


(5)

Muchamad Rizky Zakaria, 2014

Membaca Kembali Seni Lukis Pemandangan Indonesia sebagai Gagasan Berkarya Seni Kinetik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sumber Buku:

Adams, Laurie Schneider. (2011). A History Of Western Art. New York: Mc Graw – Hill.

Ades, dkk. (1999). Marcel Duchamp. London: High Holbron.

Anonim. (2011). Bandung Contemporary Art Awards. Bandung: Art Sociates. Anonim. (2012). Art + Science Now. United Kingdom: British Library

Cataloguing.

Anonim. (2013). Bandung Contemporary. Bandung: PT. Lima Enam Tujuh. Atkins, Robert. (1990). Art Speak, a Guide to Contemporary Ideas, Movements,

and Buzzwords. New York: Abberville Press.

Cumming, Robert. (2005). Art. United State: DK Publishing.

Kartika, Dharsono Sony. (2004). Seni Rupa Modern. Bandung: Rekayasa Sains. Rathus, Lois Fitchner. (1995). Understanding Art. New Jersey: Prentice Hall. Siregar, dkk. (2011). Andry Moch (1977-2008). Jakarta: Print Rakyat Bookworks. Smith, Ray. (1997). Art School. New York: DK Publishing.

Sudarmaji, dkk. (1985). Apresiasi Seni. Jakarta: Pasar Seni.

Sudjojono, Sindudarsono. (1946). Seni Loekis, Kesenian dan Seniman. Yogyakarta: Indonesia Sekarang.

Sumardjo, Jakob. (2009). Asal-usul Seni Rupa Modern Indonesia. Bandung: Kelir. Supangkat, Jim Dkk. (1979). Gerakan Seni Rupa Baru. Jakarta: Gramedia.

________________. (2000). Outlet. Yogyakarta: Yayasan Seni Cemeti. Susanto, Mikke. (2003). Membongkar Seni Rupa. Yogyakarta: Jendela.

________________. (2011). DIKSI RUPA, Kumpulan Istilah & Gerakan Seni Rupa (Edisi Revisi). Yogyakarta: Dicti Art Lab.

Wigan, Mark. (2009). Visual Dictionary of Illustration. Singapore: AVA Publishing.


(6)

Sumber Internet:

Anonim. (1999). “Art-O-Motion”, Mechanical Sculpture. [Online]. Tersedia www.dickblick.com, 7:57am 17 Juli 2014.

Anonim. (2013). Introduction to the Artist Marcel Duchamp (1887-1968).

[Online]. Tersedia:

http://www.arthistory.net/artists/marcelduchamp/marcelduchamp1. html (1.31pm, 3 Maret 2014).

Benson. (2004). Vladimir Tatlin (1985-1956) [Online]. Tersedia: http://arts.muohio.edu/faculty/benson/RussianConstructivism/tatlin.html (10.54am, 18 Februari 2014).

Bijlsma, Sarah. (2013). Flying Angels and Other Creatures. [Online]. Tersedia: http://www.takeacharcoal.com/flying-angels-and-other-creatures/ (23.01pm, 3 Maret 2014).

Cuffe, Michael. (2012). Another Man’s Hero. [Online]. Tersedia: http://warholian.com/2012/04/paul-chatem/ (22.00pm, 3 Maret 2014).

Eko. (2011). Perkembangan Seni Kinetik di Indonesia. [Online]. Tersedia: www.mjeducation.com/perkembangan-seni-kinetik-di-indonesia.com,

03:58pm 9 Juli 2014.

Hujatnika. Agung. (2011). Kinetic Art. [Online]. Tersedia: Kinetic Art. 2011. Edwinsgallery.com. 12.15 am 22 Agustus 2013.

Joshua, G. (2011). Review: “Island of The Colorblind” – Paul Chatem @

Shooting Gallery. [Online]. Tersedia:

http://www.creepmachine.com/tag/paul-chatem.com (13.50pm, 2 Maret 2014).

Rusy, Alma. (2014). Jenis-jenis gerak. [Online]. Tersedia: www.pustakasekolah.com. (10:37pm, 14 Juli 2014).

Susanto, Mikke. (2008). Wawancara Mikke Susanto dengan Heri Dono. [Online]. Tersedia: http://mikkesusanto.jogjanews.com/wawancara-mikke-susanto-dengan-heri-dono.html (13.57pm, 2 Maret 2014).

Sumber Majalah :

Yunanto, Ardi. (2014). Gerak-gerik Seni Kinetik. Dari Majalah Sarasvati Edisi Juni 2014. Halaman 27-33.