PENGGUNAAN TEKNIK SOSIODRAMA DALAM MENGEMBANGKAN KEKOHESIFAN KELOMPOK BELAJAR PESERTA DIDIK : Penelitian Pra Eksperimen terhadap Peserta Didik Kelas XI MAN 1 Bandung Tahun Ajaran 2013-2014.

(1)

No. Daftar: 127/S/PPB/2013

PENGGUNAAN TEKNIK SOSIODRAMA DALAM MENGEMBANGKAN

KEKOHESIFAN KELOMPOK BELAJAR PESERTA DIDIK

(

Penelitian Pra Eksperimen terhadap Peserta Didik Kelas XI MAN 1 Bandung Tahun Ajaran 2013-2014

)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh

Umi Rahayu Fitriyanah 0900728

JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG


(2)

PENGGUNAAN TEKNIK SOSIODRAMA DALAM MENGEMBANGKAN

KEKOHESIFAN KELOMPOK BELAJAR PESERTA DIDIK

(

Penelitian Pra Eksperimen terhadap Peserta Didik Kelas XI MAN 1 Bandung

Tahun Ajaran 2013-2014

)

Oleh

Umi Rahayu Fitriyanah

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Umi Raayu Fitriyanah 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Desember 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

(4)

ABSTRAK

Umi Rahayu Fitriyanah. (2013). Penggunaan Teknik Sosiodrama dalam Mengembangkan Kekohesifan Kelompok Belajar Peserta Didik (Penelitian Pra Eksperimen terhadap Peserta Didik Kelas XI MAN 1 Bandung Tahun Ajaran 2013-2014)

Penelitian dilatarbelakangi oleh pentingnya kekohesifan kelompok belajar peserta didik dalam mencapai prestasi belajar. Tujuan penelitian adalah menguji secara empirik keefektifan penggunaan teknik sosiodrama dalam mengembangkan kekohesifan kelompok belajar. Metode yang digunakan adalah pra eksperimen dengan desain one group pre and post test dengan sampel sebanyak 22 peserta didik Kelas XI MAN 1 Bandung Tahun Ajaran 2013-2014. Pengumpulan data diperoleh melalui angket kekohesifan kelompok belajar, observasi, dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan: (1) kekohesifan kelompok belajar peserta didik pada umumnya berada pada kategori sedang; (2) penggunaan teknik sosiodrama dirancang berdasarkan indikator kekohesifan kelompok belajar dengan ketercapaian rendah; (3) penggunaan teknik sosiodrama efektif dalam mengembangkan kekohesifan kelompok belajar peserta didik. Rekomendasi penelitian ditujukan bagi: (1) Guru Bimbingan dan Konseling, diharapkan dapat menggunakan teknik sosiodrama dalam mengembangkan kekohesifan kelompok belajar peserta didik; (2) Peneliti selanjutnya, diharapkan dapat memperkaya sumber rujukan mengenai teknik yang dapat digunakan dalam mengembangkan kekohesifan kelompok belajar peserta didik.

Kata kunci: kekohesifan kelompok; kelompok belajar; bimbingan kelompok;


(5)

ABSTRACT

Umi Rahayu Fitriyanah. (2013). The Use of Sociodrama Techniques to Develop

Students’ Group Learning Cohesiveness (A Pre Experimental Research on Student at Class XI of MAN 1 Bandung in Academic Year 2013-2014)

The background of the research was the importance of students group learning cohesiveness for achieving learning achievement. The purpose of the research was to test empirically the effectiveness of the use of sociodrama technique to develop learning group cohesiveness. The method used in this research was a pre experimental with one group pre and post test design with the sample as many 22 students Class XI of MAN 1 Bandung in academic year 2013-2014. The collection of data obtained through the questionnaire learning group cohesiveness, observation, and interviews. The results showed: (1) students’ learning group cohesiveness in general is in the medium category, (2) the use of sociodrama technique was designed based on indicators of learning group cohesiveness with low achievement, (3) the use of sociodrama technique is effective for developing learning group cohesiveness. Research recommendation is intended for: (1) The school counselor, is expected to use the sociodrama technique to develop

students’ learning group cohesiveness, (2) The further researcher, is expected to enrich the reference about the technique that can be used to develop students' learning group cohesiveness .


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GRAFIK ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Penelitian ... 1

B.Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 9

C.Tujuan Penelitian ... 11

D.Manfaat Penelitian ... 12

E. Struktur Organisasi Skripsi ... 12

BAB II KONSEP TEKNIK SOSIODRAMA DAN KEKOHESIFAN KELOMPOK BELAJAR ... 14 A.Konsep Dasar Kekohesfian Kelompok Belajar ... 14

B.Sosiodrama dalam Konteks Bimbingan Kelompok ... 30

C.Teori yang Mendukung Pengembangan Program... 47

D.Penelitian yang Pernah Dilakukan ... 51

E.Hipotesis Penelitian ... 52

F. Kerangka Pemikiran dan Alur Penelitian ... 53

BAB III METODE PENELITIAN ... 56

A.Sampel dan Lokasi Penelitian ... 56

B.Metode dan Desain Penelitian ... 57

C.Pendekatan Penelitian ... 57

D.Definisi Variabel ... 58

E. Pengembangan Instrumen Penelitian dan Program Bimbingan Kelompok dengan Menggunakan Teknik Sosiodrama dalam Mengembangan Kekohesifan Kelompok Belajar ... 62

F. Prosedur Pengolahan Data ... 69

G.Prosedur dan Tahapan Penelitian ... 79

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 82

A.Deskripsi Hasil Penelitian ... 82

B.Pembahasan Hasil Penelitian ... 161

C.Keterbatasan Penelitian ... 185

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 187

A.Kesimpulan ... 187


(7)

DAFTAR PUSTAKA ... 190 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 194


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Penelitian

Pendidikan secara garis besar terdiri dari tiga bagian penting, yaitu: administrasi dan kepemimpinan (manajemen pendidikan), intruksional dan kurikuler (berkaitan dengan pembelajaran bidang studi), serta bimbingan dan konseling. Keseluruhan bagian penting pendidikan tersebut bertujuan untuk mencapai tujuan pendidikan. Lebih jauh lagi, ketiga bagian pendidikan tersebut merupakan bagian dari pendidikan yang berkolaborasi untuk dapat mencapai perkembangan peserta didik yang optimal (dalam aspek pribadi, sosial, akademik, dan karir).

Bimbingan dan konseling merupakan bagian yang terintegrasi dari pendidikan yang terkait dengan program pemberian layanan untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya dalam segala aspek kehidupannya ataupun dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya.

Peserta didik yang sedang belajar di sekolah merupakan subjek layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Peserta didik merupakan individu yang sedang berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Oleh karena itu, peserta didik diasumsikan masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan yang cukup mengenai diri dan lingkungannya serta pengalaman dalam menentukan arah hidupnya, sehingga untuk berkembang ke arah kematangan peserta didik memerlukan bantuan.

Pada umumnya peserta didik di sekolah terdiri dari berbagai karakteristik usia sesuai dengan jenjang sekolah tersebut. Peserta didik di Madrasah Aliyah pada umumnya berada pada rentang usia 15–18 tahun, maka dalam hal ini peserta didik tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam fase remaja madya (pertengahan).

Fase remaja merupakan sebuah fase perkembangan dalam kehidupan setiap individu, yaitu sebuah fase yang berada di antara fase anak-anak dan fase dewasa. Masa remaja menurut Salzman (Yusuf, 2009: 184) merupakan „masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orang tua ke arah


(9)

2

kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral‟. Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa salah satu pengertian masa remaja adalah suatu masa ketika individu mengalami perkembangan sikap dari tergantung kepada orang tua menjadi lebih mandiri, perkembangan sikap tergantung menjadi mandiri ini, tentu mengalami proses yang panjang. Remaja menunjukkan sikap mandirinya dengan adanya keinginan untuk lebih bebas dari aturan-aturan yang dibuat oleh orang dewasa (orang tua), lebih senang bergaul dengan teman sebayanya, tidak ingin diawasi oleh orang tuanya, merasa mampu melakukan beberapa hal sendiri, merasa mampu memahami permasalahan-permasalahannya tanpa bantuan dari orang dewasa dan lain sebagainya.

Salah satu aspek perkembangan remaja adalah aspek sosial. Perkembangan aspek sosial ini meliputi hubungan remaja dengan lingkungan sosialnya termasuk teman sebayanya. Remaja lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah bersama dengan teman-teman sebayanya. Santrock (2003: 219) mengungkapkan yang dimaksud dengan teman sebaya adalah “anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama”.

Remaja lebih banyak menghabiskan waktunya untuk berinteraksi dengan teman sebayanya. Dalam suatu penelitian disebutkan anak-anak berinteraksi dengan teman sebayanya 10% dari satu hari pada usia 2 tahun, 20% pada usia 4 tahun, dan lebih dari 40% pada usia antara 7 dan 11 tahun (Barker & Wright, 1951; Santrock, 2003). Remaja dan teman-teman sebayanya pada umumnya cenderung bergabung dalam suatu kelompok. Hal ini berawal dari pola interaksi remaja dengan teman sebaya yang intens, remaja akan mulai menemukan teman sebaya yang dapat membuatnya nyaman dan terbentuklah kelompok-kelompok pada remaja.

Menurut Santrock (2003: 244) fungsi kelompok bagi remaja adalah “untuk memenuhi kebutuhan pribadi remaja, memberi penghargaan kepada mereka, memberikan informasi, menaikkan harga diri mereka dan memberikan identitas”. Kelompok memiliki fungsi dan peran yang besar dalam kehidupan remaja. Kelompok remaja yang ada saat ini bukan hanya kelompok-kelompok remaja


(10)

3

yang memiliki nilai-nilai yang positif dan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat, namun tidak sedikit kelompok remaja yang memiliki nilai-nilai negatif dan cenderung tidak sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

Salah satu kelompok remaja yang memiliki nilai positif bagi remaja adalah kelompok belajar. Sesuai dengan karakteristik remaja yang sedang mencari identitas diri dan cenderung mudah terpengaruh teman dalam kelompoknya, maka kelompok belajar dianggap memberikan pengaruh terhadap belajar peserta didik khususnya dalam meningkatkan keefektifan proses ataupun hasil kegiatan belajar peserta didik yang berada dalam fase remaja.

Belajar merupakan sebuah proses yang terus berlangsung dalam kehidupan manusia. Menurut Hintzman (Syah, 2010: 88), belajar adalah „suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme‟. Jadi belajar merupakan perubahan tingkah laku pada diri organisme baik manusia ataupun hewan yang merupakan hasil dari pengalaman interaksi organisme tersebut dengan organisme lain.

Proses belajar terjadi sejak individu dilahirkan sampai menjelang akhir hayatnya, atau yang biasa dikenal dengan konsep life-long learning. Belajar dapat ditempuh melalui jalur formal dan informal. Belajar di sekolah termasuk pembelajaran yang ditempuh melalui jalur formal. Keefektifan proses belajar di sekolah yang dilakukan oleh peserta didik tidak terlepas dari faktor-faktor yang terdapat dalam diri peserta didik (raw input) maupun dari lingkungan atau luar diri peserta didik. Yang termasuk faktor yang mempengaruhi belajar peserta didik yang berasal dari dalam diri peserta didik adalah kapasitas (IQ), minat, bakat, motivasi, kematangan atau kesiapan peserta didik dalam belajar, sikap atau kebiasaan peserta didik. Sedangkan faktor yang mempengaruhi belajar peserta didik yang berasal dari luar diri peserta didik adalah lingkungan sosial peserta didik baik dalam keluarga maupun pergaulan dengan teman sebayanya dan lingkungan sekolah.

Makmun (2007: 166) secara sistematik mengungkapkan komponen perilaku belajar mengajar terdiri dari empat komponen, sebagai berikut:


(11)

4

a) the expected output, menunjukkan kepada tingkat kualifikasi ukuran

baku (standard norms) akan menjadi daya penarik dan motivasi, b) karakteristik peserta didik (raw input), c) instrumental input (sarana),

menunjukkan kualifikasi serta kelengkapan sarana yang diperlukan untuk dapat berlangsungnya proses belajar mengajar; d) environmental input, menunjukkan situasi dan keadaan fisik (kampus, sekolah, iklim, letak sekolah, dan sebagainya), hubungan antarinsani (human relationship) baik dengan teman mapun dengan guru dan orang-orang lainnya, hal-hal ini juga akan mungkin menjadi faktor-faktor penunjang atau penghambat (S factor).

Berdasarkan komponen perilaku belajar mengajar di atas, dapat diketahui bahwa perilaku belajar mengajar di sekolah juga dipengaruhi oleh lingkungan, termasuk di dalamnya hubungan peserta didik dengan teman-temannya ataupun dengan guru serta orang-orang yang terdapat di lingkungnnya. Kelompok belajar memiliki dampak yang positif ketika keberadaannya mempengaruhi kehidupan peserta didik khususnya dalam menunjang keberhasilan belajarnya di sekolah.

Keefektifan belajar di sekolah juga dapat didukung dari kenyamanan peserta didik dalam mengikuti kegiatan belajar di sekolah. Joyce, dkk (2009: 304) mengemukakan “peserta didik merasa nyaman dalam model belajar pengelompokan, sebab mereka dapat meningkatkan perasaan positif terhadap diri sendiri maupun orang lain”. Kelompok belajar cenderung membuat peserta didik lebih termotivasi untuk belajar. Peserta didik yang berada dalam suatu kelompok belajar akan memiliki anggapan bahwa tugas-tugas ataupun tuntutan yang ada dalam belajar bukan beban yang berat, karena bukan hanya peserta didik tersebut yang mengalaminya, tapi kelompok belajarnya pun mengalami hal yang sama. Hal ini akan menghilangkan sifat mudah menyerah dan meningkatkan tanggung jawab peserta didik dalam belajar. Seperti yang diungkapkan oleh Joyce, dkk (2009: 304) “fokus untuk bekerjasama juga merupakan suatu hal yang dapat menghilangkan sifat yang cepat menyerah dan meningkatkan tanggung jawab belajar pribadi”.

Kelompok belajar juga dapat mempengaruhi motivasi belajar peserta didik. Kelompok belajar dapat mengubah tataran atau tingkat motivasi belajar peserta didik yang tadinya berada pada motivasi eksternal menjadi motivasi internal. Sharan dalam Joyce, dkk (2009: 309) mengatakan:


(12)

5

Pembelajaran dengan sistem pengelompokan dapat meningkatkan sebagian proses pembelajaran, sebab pengelompokan dapat menyebabkan berpindahnya motivasi dari tataran eksternal pada tataran internal. Dengan kata lain, ketika peserta didik bekerjasama dalam menyelesaikan sebuah tugas, mereka akan tertarik pada materi pembelajaran tersebut karena menyadari kepentingannya sebagai peserta didik terhadap materi tersebut.

Kelompok belajar yang mempengaruhi anggota kelompoknya adalah kelompok belajar yang dapat membuat setiap anggotanya merasa nyaman berada dalam kelompok tersebut, sehingga anggota kelompok dapat menunjukkan kinerja yang baik ketika menyelesaikan tugas-tugas kelompoknya. Dalam dinamika kelompok, kenyamanan dan daya tarik menarik antaranggota kelompok ini disebut kekohesifan kelompok.

Kekohesifan dapat diartikan sebagai suatu kondisi dalam kelompok ketika terdapat ketertarikan antaranggota kelompok untuk tetap berada di dalam kelompok. Menurut Chaplin (2011: 91) kekohesifan (cohesion or cohesiveness) diartikan sebagai “kualitas kebergantungan satu sama lain, atau kualitas saling tarik-menarik. Istilah tersebut dapat digunakan dalam kelompok sosial, gejala perseptual (pengenalan), atau pada item-item dalam kegiatan belajar”. Lot & Lott (Forsyth, 2010: 118) mengungkapkan kekohesifan dalam kelompok kecil dapat didefinisikan sebagai „daya tarik antaranggota kelompok, dimana kelompok merupakan kekuatan dari sikap yang positif antaranggota‟. Berdasarkan pengertian kekohesifan tersebut, adanya kekohesifan dalam kelompok belajar akan menjadi daya tarik sendiri bagi setiap peserta didik untuk berada dalam kelompok belajarnya.

Peserta didik dalam kelompok belajar yang kohesif akan senang mengerjakan tugas-tugas yang ada dalam kelompoknya sehingga kelompok belajar tersebut akan menjadi suatu kelompok yang memberikan banyak manfaat dalam belajar peserta didik. Kelompok belajar yang kohesif juga akan turut menunjang peserta didik untuk berprestasi dalam belajar. Sebaliknya, kelompok belajar yang tidak kohesif akan membuat anggota kelompok enggan berada di kelompok tersebut, sehingga anggota kelompok tidak dapat melakukan tugas-tugas kelompok dengan baik dan pada akhirnya akan berdampak pada


(13)

6

ketidakefektifan kelompok belajar. Selain itu, kelompok yang memiliki kekohesifan rendah tidak akan memberikan pengaruh positif terhadap anggota kelompoknya, dalam hal ini kelompok belajar yang tidak kohesif tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap belajar peserta didik. Lebih jauh lagi, kelompok belajar yang tidak kohesif dapat dikatakan tidak memfasilitasi peserta didik mencapai prestasi belajar baik prestasi kelompok atau prestasi secara individu.

Kekohesifan kelompok belajar memiliki nilai positif dan berpengaruh terhadap belajar peserta didik di sekolah. Oleh karena itu, kekohesifan kelompok belajar perlu dikembangkan oleh peserta didik di sekolah, terutama bagi peserta didik di MAN 1 Bandung. Masa belajar di sekolah yang berlangsung sekitar kurang lebih 8 jam memungkinkan peserta didik memiliki kecenderungan kejenuhan dalam belajar. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Nopember 2012, diketahui masih terdapat klik antarkelompok di kelas, sehingga memunculkan ketidakmampuan peserta didik untuk bekerjasama dengan baik di kelas. Selain itu, hasil wawancara tidak terstruktur yang mengungkap aspek kematangan hubungan dengan teman sebaya terhadap beberapa orang peserta didik menunjukkan masih terdapat peserta didik yang tidak dapat bekerjasama dan bersosialisasi dengan peserta didik lainnya. Peserta didik juga menyatakan kenyamanan belajar di sekolah sangat ditunjang oleh adanya teman dekat sesama peserta didik serta adanya kekompakan dalam kelompok belajar.

Studi pendahuluan tersebut juga didukung dengan pengukuran kekohesifan kelompok belajar peserta didik Kelas XI MAN 1 Bandung Tahun Ajaran 2013-2014 yang menunjukkan kekohesifan kelompok belajar peserta didik Kelas XI MAN 1 Bandung Tahun Ajaran 2013-2014 mayoritas berada pada kategori sedang, yaitu dari 295 peserta didik yang dijadikan sampel dalam penelitian, sebanyak 45,1 % (133 peserta didik) termasuk dalam kategori sedang. Adapun minoritas peserta didik Kelas XI MAN 1 Bandung Tahun Ajaran 2013-2014 termasuk dalam kategori sangat tinggi sebanyak 3,4% (10 peserta didik) dan sangat rendah 7,5% (22 peserta didik). Selanjutnya peserta didik yang lain


(14)

7

termasuk dalam kategori tinggi dan rendah, yaitu 20% (62 peserta didik) dan 23,1% (68 peserta didik).

Berdasarkan studi pendahuluan pada peserta didik MAN 1 Bandung di atas, maka perlu adanya upaya pengembangan kekohesifan kelompok belajar peserta didik yang akan menstimulasi keefektifan belajar di sekolah. Kekohesifan kelompok belajar peserta didik merupakan kompetensi yang perlu dimiliki oleh peserta didik dalam mencapai keefektifan belajar di sekolah melalui kelompok belajar. Artinya, kelompok belajar merupakan sarana atau fasilitas dalam upaya mengembangkan kekohesifan kelompok belajar peserta didik. Pengukuran kekohesifan kelompok belajar dilakukan terhadap peserta didik sebagai individu yang menjadi bagian dari kelompok belajar. Sehingga untuk dapat meningkatkan kekohesifan suatu kelompok belajar perlu dilakukan upaya peningkatan kekohesifan kelompok yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik yang menjadi bagian dari kelompok belajar.

Bimbingan dan konseling di sekolah memegang tugas dan tanggung jawab untuk mengembangkan lingkungan perkembangan, membangun interaksi dinamis antarindividu dengan lingkungannya, membelajarkan individu untuk mengembangkan, memperbaiki, dan memperhalus perilaku. Maka, dalam hal ini peran bimbingan dan konseling berdasarkan need assessment tersebut adalah sebagai fasilitator dalam pengembangan kekohesifan kelompok belajar peserta didik sehingga dapat membantu peserta didik mencapai keefektifan dalam belajarnya di sekolah.

Salah satu jenis layanan dalam bimbingan dan konseling yang dapat digunakan dalam upaya mengembangkan kekohesifan kelompok belajar adalah dengan menggunakan bimbingan kelompok. Teknik dalam bimbingan kelompok yang digunakan dalam mengembangkan kekohesifan kelompok belajar adalah melalui sosiodrama.

Sosiodrama yang ditemukan dan dikembangkan oleh Moreno merupakan salah satu teknik yang telah digunakan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan sosial serta digunakan dalam meningkatkan atau mengembangkan keterampilan-keterampilan individu yang dibutuhkan untuk menunjang


(15)

8

keefektifan interaksi dengan lingkungan sosialnya. Kellermann (2007: 15) mendefinisikan sosiodrama sebagai “sebuah pengalaman kelompok sebagai prosedur untuk melakukan eksplorasi sosial dan transformasi konflik antarkelompok”.

Sosiodrama merupakan sebuah teknik yang digunakan untuk mencegah dan mengembangkan ataupun mengobati permasalahan-permasalahan sosial dengan cara pendramaan permasalahan-permasalahan yang sedang terjadi. Sosiodrama merupakan laboratorium mini dari permasalahan sosial yang dihadapi peserta didik dalam kehidupan nyata. Sehingga dengan melakukan sosiodrama diharapkan peserta didik dapat memiliki gambaran mengenai permasalahan sosial dalam kehidupannya ataupun mengenai kompetensi yang harus dimiliki serta dikembangkan peserta didik dalam kehidupan nyata. Pada akhirnya, peserta didik diharapkan dapat memahami serta mengaplikasikan penyelesaian-penyelesaian permasalahan sosial yang didapatkannya dari sosiodrama tersebut dalam kehidupan nyatanya.

Blatner (2011) mengungkapkan bahwa “sosiodrama mirip dengan psikodrama, yaitu keduanya memanfaatkan dinamika kelompok, pemberlakuan, dan metode psychodramatic. Mereka berbeda dalam fokus masalah yang sedang ditangani”. Sosiodrama berbeda dengan psikodrama. Perbedaan itu ditekankan pada fokus permasalahan yang akan diselesaikan. Sosiodrama berfokus kepada permasalahan sosial, sedangkan psikodrama lebih menekankan kepada permasalahan pribadi. Selanjutnya psikodrama lebih bersifat psikoterapi, sedangkan sosiodrama dapat bersifat preventif dan pengembangan.

Dalam hal ini sosiodrama diartikan sebagai sebuah teknik dalam bimbingan kelompok yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kekohesifan kelompok belajar melalui dramatisasti keadaan sesuai dengan tema yang diangkat berdasarkan need assessment yang dilakukan terhadap peserta didik.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sosiodrama efektif dalam menyelesaikan permasalahan sosial ataupun dalam mengembangkan kompetensi sosial peserta didik. Di antaranya sosiodrama dapat digunakan sebagai teknik untuk meningkatkan kemampuan interaksi sosial peserta didik. Hal ini sesuai


(16)

9

dengan penelitian yang dilakukan oleh Mustikaningrum (2011) yang menunjukkan teknik sosiodrama efektif untuk meningkatkan keterampilan sosial peserta didik SMP. Di samping itu, sosiodrama juga dapat meningkatkan kepercayaan diri peserta didik sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Djannah dan Yulita (2013) yang menyatakan bahwa sosiodrama bisa meningkatkan kepercayaan diri peserta didik di SMP Kristen 1 kelas VIII B.

Berdasarkan pemaparan hasil penelitian di atas, dapat diketahui bahwa permasalahan sosial dapat diselesaikan dengan menggunakan sosiodrama. Kekohesifan kelompok merupakan salah satu keadaan yang diharapkan dapat dikembangkan dalam lingkungan, hal ini sesuai dengan fokus sosiodrama yang mengangkat permasalahan sosial untuk dapat diselesaikan ataupun kompetensi sosial yang perlu dikembangkan.

Kesuksesan belajar peserta didik dapat diraih di antaranya dengan cara membentuk kelompok belajar. Kelompok belajar yang efektif adalah kelompok belajar yang berhasil mencapai tujuan kelompok (dalam hal ini prestasi belajar peserta didik baik secara kelompok ataupun individu) serta berhasil mempertahankan interaksi yang baik antaranggota kelompok. Hal-hal tersebut dapat dicapai dengan adanya kekohesifan kelompok belajar. Kekohesifan kelompok belajar berkorelasi positif dengan produktivitas kelompok. Sehingga perlu adanya pengembangan kekohesifan kelompok belajar untuk mencapai kelompok belajar yang efektif dan lebih jauh lagi berdampak kepada keberhasilan peserta didik dalam belajarnya.

B.Identifikasi dan Perumusan Masalah

Kekohesifan kelompok merupakan suatu keadaan dimana setiap anggota kelompok memiliki perasaan tertarik untuk berada dalam sebuah kelompok. Menurut Walgito (2010: 46) kekohesifan kelompok merupakan “bagaimana para anggota kelompok saling menyukai dan saling mencintai satu sama lainnya”. Kelompok belajar yang kohesif akan membuat anggota kelompoknya nyaman berada dalam kelompok belajar tersebut, memiliki keinginan untuk bekerjasama dan bertanggung jawab terhadap tugas-tugas dalam kelompok ataupun untuk


(17)

10

melakukan usaha terbaiknya demi kepentingan kelompok. Kekohesifan kelompok juga didefinisikan oleh Johnson dan Johnson (Budiharto, 2004; Trihapsari & Nashori) sebagai daya saling ketertarikan antaranggota kelompok yang menyebabkan anggota kelompok tersebut berkeinginan untuk tetap tinggal dalam kelompok tersebut, dan juga daya tarik antar individu dengan kelompok atau organisasinya.

Adanya kekohesifan dalam suatu kelompok belajar merupakan hal penting. Tanpa adanya kekohesifan dalam kelompok belajar, maka kelompok belajar tersebut tidak akan efektif. Kelompok belajar dengan kekohesifan yang tinggi akan menunjang produktivitas kelompok tersebut, dalam hal ini prestasi kelompok belajar pada umumnya dan setiap anggota kelompok belajar khususnya. Terdapat beberapa penelitian yang menyatakan bahwa kelompok yang kohesif berkorelasi positif dengan hasil produktivitas kelompok. Penelitian yang dilakukan oleh Goodacre (Shaw, 1979; Walgito, 2010) serta penelitian Hemphill dan Sechrest pada tahun 1952 (Walgito, 2010: 50) yang meneliti para personel militer menunjukkan hasil bahwa ada perbedaan antara kelompok kohesi tinggi dengan kelompok kohesi rendah.

Kekohesifan kelompok belajar perlu untuk dikembangkan, karena pengembangan kekohesifan kelompok belajar merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan keefektifan proses belajar peserta didik di sekolah. Sosiodrama merupakan salah satu teknik dalam bimbingan dan konseling yang diasumsikan dapat meningkatkan kekohesifan kelompok belajar. Menurut Marineau (2010) sosiodrama adalah “ilmu dan seni: berfokus pada akar dan makna hubungan antarkelompok dan konflik, dan cara untuk mengubah mereka, bila diperlukan. Sosiodrama meliputi pencegahan dan pengobatan”. Sosiodrama dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan ataupun suatu kondisi sosial dengan mengeksplor emosi dan perasaan-perasaan kelompok. Tema atau fokus dalam pelaksanaan sosiodrama disesuaikan dengan permasalahan yang akan diselesaikan ataupun keterampilan serta kondisi sosial yang akan dikembangkan. Dalam penelitian ini, maka tema dari pelaksanaan sosiodrama merupakan tema-tema


(18)

11

kelompok belajar yang diharapkan dapat mengembangkan kekohesifan kelompok belajar.

Berdasarkan pemaparan di atas maka pertanyaan umum penelitian adalah teknik sosiodrama yang bagaimana yang dianggap efektif dalam meningkatkan kekohesifan kelompok belajar peserta didik Kelas XI MAN 1 Bandung. Dari pertanyaan penelitian umum tersebut, dapat diuraikan kembali dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan khusus sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran awal kekohesifan kelompok belajar Peserta didik Kelas XI MAN 1 Bandung Tahun Ajaran 2013-2014?

2. Bagaimana prosedur teknik sosiodrama yang digunakan dalam mengembangkan kekohesifan kelompok belajar peserta didik Kelas XI MAN 1 Bandung Tahun Ajaran 2013-2014?

3. Bagaimana keefektifan teknik sosiodrama dalam mengembangkan kekohesifan kelompok belajar peserta didik Kelas XI MAN 1 Bandung Tahun Ajaran 2013-2014?

C.Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui keefektifan teknik sosiodrama yang digunakan sebagai salah satu teknik dalam bimbingan kelompok untuk meningkatkan kekohesifan kelompok belajar peserta didik.

Tujuan khusus penelitian adalah memperoleh fakta empirik tentang:

1. Gambaran awal kekohesifan kelompok belajar peserta didik Kelas XI MAN 1 Bandung Tahun Ajaran 2013-2014;

2. Penggunaan teknik sosiodrama dalam mengembangkan kekohesifan kelompok belajar peserta didik kelas XI MAN 1 Bandung Tahun Ajaran 2013-2014; 3. Keefektifan teknik sosiodrama dalam mengembangkan kekohesifan kelompok


(19)

12

D.Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian terdiri dari manfaat teoretis dan praktis. 1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis hasil penelitian diharapkan dapat memperkaya pengetahuan serta keilmuan bimbingan dan konseling mengenai kekohesifan kelompok belajar sehingga dapat menjadi salah satu rujukan keilmuan mengenai kekohesifan kelompok belajar bagi peserta didik di sekolah.

Selain itu, manfaat teoretis penelitian adalah memberikan sumbangan bagi pengembangan teori mengenai bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama dalam meningkatkan kekohesifan kelompok belajar, sehingga dapat dijadikan salah satu sumber referensi pendidikan yang dapat dikaji dalam penerapan layanan bimbingan dan konseling dalam setting sekolah.

2. Manfaat Praktis

a. Guru Bimbingan dan Konseling

Penelitian yang efektif mengenai teknik sosiodrama dalam mengembangkan kekohesifan kelompok belajar akan dapat dijadikan salah satu layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Dengan penelitian ini guru bimbingan dan konseling akan lebih mudah mengembangkan kekohesifan kelompok belajar peserta didik sehingga peserta didik dapat mencapai hasil belajar yang maksimal melalui pengengembangan potensi diri yang optimal.

b. Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi acuan atau sumber rujukan pada penelitian-penelitian selanjutnya pada fokus kekohesifan kelompok ataupun penelitian-penelitian yang relevan lainnya.

E.Struktur Organisasi Skripsi

Sistematika skripsi terdiri atas lima bab. Bab I Pendahuluan, yang memaparkan latar belakang penelitian yang terdiri dari alasan ketertarikan pengkajian permasalahan penelitian, gejala-gejalan kesenjangan yang terjadi di lapangan, dampak jika kondisi dalam penelitian tidak dikembangkan, teknik yang digunakan dalam mengembangkan kondisi dalam penelitian. Selain itu dalam Bab


(20)

13

I dipaparkan pula identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penyusunan skripsi. Bab II merupakan kajian pustaka, yang berisi konsep-konsep atau teori-teori utama dalam bidang yang dikaji, penelitian terdahulu yang relevan dengan bidang yang dikaji, serta kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian. Bab III merupakan metode penelitian, dalam bab ini dijelaskan secara rinci, lokasi dan subjek populasi atau sampel penelitian, desain serta metode yang digunakan dalam penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data serta analisis data. Bab IV merupakan hasil penelitian dan pembahasan. Bab V berisi Kesimpulan dari keseluruhan proses penelitian dan Saran.


(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Sampel dan Lokasi Penelitian

Subjek penelitian adalah peserta didik di MAN 1 Bandung, dengan populasi penelitian seluruh peserta didik Kelas XI MAN 1 Bandung Tahun Ajaran 2013-2014.

Jumlah sampel penelitian adalah 295 orang peserta didik yang terbagi ke dalam 10 kelas, dengan rincian setiap kelas sebagai berikut.

Tabel 3. 1

Jumlah Sampel Penelitian

No Kelas Jumlah Peserta Didik

1 XI IPA A (RKI) 27

2 XI IPA B 33

3 XI IPA C 34

4 XI IPA D 31

5 XI IPA E 32

6 XI IPS A 34

7 XI IPA B 24

8 XI IPA C 32

9 XI AGAMA 38

Jumlah 295

Pengambilan sampe dalam penelitian menggunakan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dari penelitian dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Adapun hal-hal yang menjadi pertimbangan-pertimbangan pemilihan sampel yaitu sebagai berikut.

1. MAN 1 Bandung merupakan sekolah yang memiliki jam pelajaran lebih banyak dibanding sekolah lainnya, sehingga peserta didik rentan memiliki kejenuhan untuk belajar jika tidak terdapat kekohesifan dengan kelompok belajarnya;

2. peserta didik kelas XI berada pada fase remaja yang memiliki minat dan kecenderungan untuk berinteraksi dalam kelompok;


(22)

57

3. berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa orang peserta didik diketahui terdapat ketidaknyamanan berada di kelas karena kebanyakan peserta didik di kelasnya selalu berinteraksi dengan teman kelompoknya dan tidak melibatkan teman lain yang bukan merupakan anggota dari kelompoknya tersebut.

B.Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian pra eksperimen. Pada metode penelitian pra eksperimen tidak terdapat penyamaan karakteristik sampel penelitian (random) serta tidak ada pengontrolan variabel.

Desain penelitian yang digunakan adalah satu kelompok subjek (one group pre test-post tes design) yaitu suatu desain penelitian yang hanya meliputi satu kelompok yang diberikan pra dan pasca uji (Subana dan Sudrajat, 2005: 99). Menurut Arikunto (2010: 124) pre test and post test group merupakan suatu desain penelitian pra eksperimen dengan pola penelitian sebagai berikut.

Keterangan:

01 = observasi yang dilakukan sebelum eksperimen disebut pre-test

02 = observasi yang dilakukan setelah eksperimen disebut post-test

X = eksperimen yang diberikan pada sampel penelitian

Perbedaan antara 01 dan 02 yakni 02 - 01, diasumsikan merupakan efek dari

treatment atau eksperimen.

C.Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Menurut Sukmadinata (2011: 95) pendekatan kuantitatif merupakan “sebuah pendekatan dalam penelitian yang menggunakan instrumen-instrumen formal, standar dan

bersifat mengukur”.


(23)

58

D.Definisi Variabel

1. Kekohesifan Kelompok Belajar

a. Definisi Konseptual

Menurut Chaplin (2011: 91) kekohesifan (cohesion or cohesiveness) diartikan sebagai kualitas kebergantungan satu sama lain, atau kualitas saling tarik-menarik. Istilah tersebut dapat digunakan dalam kelompok sosial, gejala perseptual (pengenalan), atau pada item-item dalam kegiatan belajar.

Kohesi kelompok menurut Walgito (2010: 46) merupakan “cara para

anggota kelompok saling menyukai dan mencintai satu dengan yang lainnya.”

Jadi, kohesi kelompok menurut Walgito dapat disimpulkan sebagai suatu kondisi atau keadaan dimana setiap anggota kelompok memiliki perasaan saling menyukai maupun mencintai dengan anggota kelompok yang lain. Hartinah (2009: 72) mendefinisikan kohesi sebagai “sejumlah faktor yang memengaruhi

anggota kelompok untuk tetap menjadi anggota kelompok tersebut.” Newcomb,

dkk (Arninda & Safitri, 2012) mengistilahkan kekohesifan dengan kekompakkan. Sedangkan Arninda & Safitri (2012) mendefinisikan kekohesifan sebagai

“kekuatan ikatan sejauh mana anggota secara psikologis memiliki rasa keterikatan

terhadap kelompok, saling tergantung dan memengaruhi, saling bekerjasama dan mempunyai komitmen serta kepercayaan antaranggota yang kuat untuk mencapai tujuan kelompok sehingga setiap anggota kelompok menginginkan untuk tetap

bertahan dalam kelompok tersebut.” Menurut Ahmadi (2007: 111) kohesi adalah “pola nyata dan suatu hubungan, mempertegas dan memperkuat hubungan.”

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa kekohesifan kelompok merupakan suatu kekuatan atau daya tarik dalam kelompok yang dapat mempersatukan anggota kelompok satu dengan yang lain sehingga setiap anggota kelompok dapat merasa nyaman berada dalam kelompok, memiliki keinginan untuk melakukan tugas-tugas kelompok dalam upaya mencapai tujuan kelompok ataupun memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam kelompok.


(24)

59

b. Definisi Operasional

Secara operasional, kekohesifan kelompok belajar yang dimaksud dalam penelitian merupakan ketertarikan peserta didik Kelas XI MAN 1 Bandung Tahun Ajaran 2013-2014 sebagai anggota kelompok belajar terhadap anggota kelompok belajar lainnya ataupun terhadap kelompok belajarnya sehingga membuat peserta didik memiliki keinginan untuk tetap berada dalam kelompok belajarnya dan melakukan kinerja yang baik dalam kelompok belajar. Adanya kekohesifan dalam kelompok belajar bertujuan untuk mencapai sebuah kelompok belajar yang efektif, yaitu kelompok belajar yang dapat memfasilitasi peserta didik kelas XI MAN 1 Bandung Tahun Ajaran 2013-2014 dalam upaya mencapai prestasi belajar di sekolah. Kekohesifan kelompok belajar ini terdiri dari empat komponen, yaitu: kohesi sosial (group cohesion), tugas (task), perasaan/persepsi (perceived), dan kohesi emosi (emotional cohesion).

1) Kohesi Sosial (Social Cohesion)

Kohesi sosial merupakan sebuah daya tarik di antara setiap anggota kelompok belajar untuk membentuk sebuah kelompok belajar sebagai suatu keseluruhan. Kohesi sosial diindikasikan dengan adanya saling menyukai sebagai satu keutuhan kelompok belajar, menyukai kebersamaan dalam kegiatan kelompok belajar, adanya komunikasi antar anggota kelompok, menjunjung nama baik kelompok belajar, bangga menjadi anggota kelompok belajar, menggunakan atribut kelompok belajar yang dapat membedakan dengan kelompok belajar lain. 2) Kohesi Tugas (Task Cohesion)

Kohesi tugas merupakan ketertarikan yang dimiliki anggota kelompok belajar untuk saling mendukung dalam memenuhi sesuatu tugas atau tujuan kelompok belajar. Kohesi tugas diindikasikan dengan adanya komitmen teradap tugas, sepakat dalam tugas, melakukan tugas bersama, percaya kepada kemampuan anggota kelompok belajar untuk menyelesaikan tugas, dan percaya kepada kemampuan kelompok belajar untuk menyelesaikan tugas.

3) Kohesi Persepsi (Perceive Cohesion)

Kohesi persepsi merupakan ketertarikan yang dimiliki oleh anggota kelompok belajar karena perasaan memiliki kelompok belajar ataupun sebuah rasa


(25)

60

kesatuan (kebersamaan). Kohesi persepsi ini dapat diindikasikan dengan adanya memiliki perasaan kebersamaan, dan menganggap diri sebagai bagian dari kelompok belajar.

4) Kohesi Emosi (Emotional Cohesion)

Kohesi emosi (Emotional Cohesion) merupakan rasa kebersamaan dan perasaan positif antara anggota kelompok belajar. Kohesi emosional ini dapat diindikasikan dengan membantu anggota kelompok, memberikan pendapat yang membangun terhadap kelompok, meningkatkan kinerja pribadi untuk mendukung kinerja kelompok.

2. Sosiodrama

a. Definisi Konseptual

Secara bahasa istilah sosiodrama berasal dari kata “sosio” yang berarti sosial dan “drama” yang berarti suatu kejadian atau peristiwa dalam kehidupan

manusia yang mengandung konflik kejiwaan, pergolakan, clash atau benturan antara dua orang atau lebih (Wijayanti, 2012: 55). Menurut Marineau (2010)

sosiodrama adalah “ilmu dan seni: berfokus pada akar dan makna hubungan

antarkelompok dan konflik, dan cara untuk mengubah mereka, bila diperlukan.

Sosiodrama meliputi pencegahan dan pengobatan”.

Sosiodrama dan psikodrama keduanya menggunakan metode dan teknik yang serupa yaitu teknik role-playing spontan dan mengeksplorasi aspek kehidupan melalui tindakan nyata. Seperti psikodrama, tujuan penting dari sosiodrama adalah wawasan yang lebih besar dan pemahaman tentang hubungan manusia, ekspresi yang lebih lengkap dan tepat dari emosi, dan eksperimen dengan perilaku baru atau sikap dalam lingkungan yang saling mendukung. (Propper, 2010). Menurut Kellermann (2007: 15) “sosiodrama merupakan sebuah pengalaman kelompok sebagai prosedur untuk melakukan eksplorasi sosial dan

transformasi konflik antarkelompok”. Sosiodrama menurut Sternberg & Garcia (Leveton, 2010: 16) adalah “sebuah metode tindakan spontan yang dilakukan

seseorang dalam memberlakukan situasi sosial sebagai cara untuk memahami


(26)

61

Berdasarkan pemaparan mengenai pengertian sosiodrama di atas, dapat disimpulkan sosiodrama merupakan sebuah teknik yang digunakan untuk mencegah ataupun mengobati permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kehidupan sosial dengan cara mendramakan permasalahan-permasalahan yang sedang terjadi. Dalam hal ini sosiodrama diartikan sebagai sebuah teknik dalam bimbingan dan konseling kelompok yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kekohesifan kelompok belajar di antara peserta didik melalui dramatisasti keadaan sesuai dengan tema yang diangkat, yaitu peningkatan kekohesifan kelompok belajar.

Sosiodrama dalam bimbingan dan konseling dapat digunakan sebagai teknik dalam membantu peserta didik dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan sosial yang dimilikinya ataupun dalam mengembangkan keterampilan sosialnya.

b. Definisi Operasional

Sosiodrama dalam penelitian ini merupakan suatu upaya konselor (peneliti) dalam mengembangkan kekohesifan kelompok belajar peserta didik Kelas XI MAN 1 Bandung Tahun Ajaran 2013-2014 melalui serangkaian kegiatan yang meliputi pemeranan permasalahan-permasalahan sosial. Sosiodrama dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahapan sebagai berikut.

1) Tahap Awal (pemanasan)

Tahap awal ini terdiri dari kegiatan-kegiatan yang dipimpin oleh konselor untuk memberikan stimulus kepada peserta didik untuk dapat turut terlibat dalam kegiatan sosiodrama. Tahap awal ini juga ditandai dengan adanya penentuan pemimpin (sutradara) yang siap memimpin kelompok dan konseli (peserta didik) yang siap dipimpin dan berpartisipasi dalam kegiatan sosiodrama.

2) Tahap Inti

Pada tahap ini seluruh peserta didik yang bertugas sebagai pemain dalam sosiodrama mulai dilibatkan untuk mengekspresikan emosi dan permasalahan-permasalahan yang muncul dalam kelompok dan menemukan cara baru yang efektif untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Dalam penelitian ini isu yang dimaksud adalah permasalahan seputar kekohesifan kelompok belajar


(27)

62

peserta didik Kelas XI MAN 1 Bandung Tahun Ajaran 2013-2014. maka pada tahap inti ini diharapkan dapat menghasilkan cara yang efektif untuk meningkatkan kekohesifan kelompok belajar.

3) Tahap Akhir

Tahap akhir dalam kegiatan sosiodrama adalah berbagi dan diskusi. Dalam tahap ini seluruh anggota kelompok mendiskusikan hal-hal yang terjadi dalam kegiatan sosiodrama.

E.Pengembangan Instrumen Penelitian dan Program Bimbingan Kelompok

dengan Menggunakan Teknik Sosiodrama dalam Mengembangkan Kekohesifan Kelompok Belajar

1. Pengembangan Instrumen

Instrumen penelitian yang digunakan adalah angket untuk mengungkap kekohesifan kelompok belajar peserta didik. Tujuan penggunaan angket adalah untuk mengetahui gambaran mengenai kekohesifan kelompok belajar peserta didik Kelas XI MAN 1 Bandung Tahun Ajaran 2013-2014.

a. Jenis Instrumen Penelitian

Jenis instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah kuesioner. Kuesioner digunakan sebagai alat pengumpul data dan sebagai alat ukur ketercapaian tujuan penelitian yang dilakukan. Menurut Sugiyono (2013: 199)

“kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk

dijawabnya”.

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kuesioner yang diaplikasikan dalam Instrumen atau Angket Kekohesifan Kelompok Belajar dengan menggunakan bentuk skala Likert. Menurut Sugiyono (2013: 134) “skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan pesepsi seseorang atau

sekelompok orang tentang fenomena sosial.” Alternatif respon terhadap

pernyataan dalam instrumen terentang dari satu hingga lima. Alternatif respon dalam instrumen disusun berdasarkan kemungkinan kesesuaian tertinggi sampai dengan kesesuaian terendah, yaitu: (1) Sangat Sesuai (SS); (2) Sesuai (S); (3)


(28)

63

Kurang Sesuai (KS); (4) Tidak Sesuai (TS); dan (5) Sangat Tidak Sesuai (STS). Setiap pilihan alternatif respon memiliki penyebaran pola skor sebagai berikut.

Tabel 3.2

Pola Skor Pilihan Respon Angket Kekohesifan Kelompok Belajar

Pernyataan Skor Lima Pilihan Alternatif Respon

SS S KS TS STS

Positif 5 4 3 2 1

Negatif 1 2 3 4 5

b. Pengembangan Kisi-kisi Instrumen

Kisi-kisi dan instrumen yang digunakan dikembangkan dalam bentuk angket sebelumnya telah dikembangkan oleh Iis Rahmawati (2012) yang selanjutnya disebut dengan Angket A. Angket yang pernah dikembangkan tersebut selanjutnya dimodifikasi untuk dapat digunakan dalam penelitian ini, yang disebut dengan Angket B. Instrumen yang berupa angket digunakan untuk mengidentifikasi tingkat kekohesifan kelompok belajar sampel penelitian sebelum dan sesudah dilakukan intervensi berupa sosiodrama.

Modifikasi angket dilakukan dalam pernyataan-penyataan mengenai jenis kelompok yang diteliti. Hal ini dilakukan karena terdapat perbedaan jenis kelompok dalam penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Instrumen yang dikembangkan oleh Iis Rahmawati (2012) merupakan instrumen yang dikembangkan untuk meneliti kelompok siswa dalam satu kelas, sedangkan instrumen dalam penelitian ini dikembangkan untuk meneliti kelompok belajar peserta didik. Berikut ini merupakan kisi-kisi kekohesifan kelompok belajar yang selanjutnya dikembangkan menjadi Angket B.

Tabel 3. 3

Kisi-Kisi Instrumen Kekohesifan Kelompok Belajar Peserta Didik Kelas XI MAN

Komponen Indikator Nomor Item Jumlah

(+) (-)

Daya tarik antar anggota kelompok

Saling menyukai


(29)

64

Komponen Indikator Nomor Item Jumlah

(+) (-)

untuk membentuk sebuah kelompok sebagai suatu keseluruhan (social cohesion) keutuhan kelompok belajar Menyukai kebersamaan dalam kegiatan kelompok belajar

5, 6, 7, 8,

9 10, 11 7

Adanya komunikasi antar anggota kelompok belajar

12, 13,

14 - 3

Menunjung nama baik kelompok belajar

15, 16 - 2

Bangga menjadi anggota kelompok belajar

17, 18,

19 - 3

Menggunakan atribut kelas yang dapat membedakan dengan kelompok belajar lain

20, 21,

22 23 4

Kesatuan anggota kelompok yang saling mendukung untuk mencapai tujuan (task cohesion)

Komitmen terhadap

tugas 24, 25 26, 27 4

Sepakat dalam tugas

28, 29,

30 - 3

Melakukan tugas bersama

31, 32,

33 34 4

Percaya kepada kemampuan anggota kelompok belajar untuk menyelesaikan tugas 35, 36,

37, 38 - 4

Percaya akan kemampuan kelompok belajar untuk menyelesaikan tugas 39, 40,

41 - 3

Kesatuan anggota kelompok yang didasarkan pada perasaan kebersamaan (perceive cohesion)

Memiliki perasaan kebersamaan

42, 43,

44, 45 - 4

Menganggap diri sebagai bagian dari

kelompok belajar 46, 47 48 3

Intensitas afektif, nada afektif positif, dalam membentuk kesatuan kelompok (emotional cohesion) Membantu anggota kelompok belajar 49, 50,

51, 52 53 5

Memberikan pendapat yang membangun terhadap kelompok belajar 54, 55,

56, 57 - 4


(30)

65

Komponen Indikator Nomor Item Jumlah

(+) (-) kinerja pribadi untuk mendukung kinerja kelompok belajar 60

Jumlah 60 Item

Kisi-kisi di atas selanjutnya dikembangkan ke dalam pernyataan-pernyataan dalam angket untuk mengukur kekohesifan kelompok belajar. Berikut merupakan contoh pernyataan sebelum dan sesudah dimodifikasi.

Tabel 3. 4

Contoh Pernyataan Sebelum dan Sesudah Modifikasi dari Setiap Komponen Kekohesifan Kelompok

No Komponen

Kekohesifan Kelompok

Sebelum Modifikasi Sesudah Modifikasi

1. Kohesi Sosial (Social Cohesion)

Saya senang berada bersama teman-teman di kelas

Saya senang berada bersama teman- teman kelompok belajar saya 2. Kohesi Tugas

(Task Cohesion)

Saya sepakat berbagi tugas dengan teman dalam kelas

Saya sepakat berbagi tugas dengan teman satu kelompok belajar 3. Kohesi Persepsi

(Perceive Cohesion)

Saya merasa menjadi bagian dari kelas

Saya merasa menjadi bagian dari kelompok belajar

4. Kohesi Emosional (Emotional Cohesion)

Saya senang mengejek teman-teman dalam kelas

Saya senang mengejek teman-teman dalam kelompok belajar

Secara keseluruhan modifikasi pernyataan dalam instrumen kekohesifan kelompok belajar dapat dilihat pada lampiran pernyataan sebelum dan sesudah modifikasi.

c. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

1) Uji Validitas Instrumen

Uji validitas instrumen bertujuan mengetahui tingkat kevalidan instrumen yang digunakan dalam mengukur kekohesifan kelompok belajar peserta didik.


(31)

66

Pengujian validitas instrumen dilakukan terhadap seluruh item yang terdapat dalam instrumen kekohesifan kelompok belajar.

Hasil uji validitas item Instrumen A bergerak pada korelasi 0,340 sampai pada 0,778 berbeda dengan Instrumen B, hasil uji validitas Instrumen B bergerak pada korelasi 0,199 sampai pada 0,702. Secara lebih rinci hasil uji validitas pada Instrumen A dan Instrumen B adalah sebagai berikut.

Tabel 3.5

Perbandingan Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian Terdahulu dengan Penelitian yang Dilakukan

No Komponen Hasil Uji Validitas

Korelasi A (N=304) Korelasi B (N=295)

1. Kohesi sosial (social cohesion)

Bergerak pada 0,340 sampai pada 0,688

Bergerak pada 0,199 sampai pada 0,581 2. Kohesi tugas (task

cohesion)

Bergerak pada 0,404 sampai pada 0,755

Bergerak pada 0,355 sampai pada 0,555 3. Kohesi persepsi

(perceive cohesion)

Beregerak pada 0,403 sampai pada 0,778

Bergerak pada 0,393 sampai pada 0,702 4. Kohesi emosi

(emotional cohesion)

Bergerak pada 0,439 sampai pada 0,687

Bergerak pada 0,319 sampai pada 0,590

Keseluruhan Bergerak pada 0,340

sampai pada 0,778

Bergerak pada 0,199 sampai pada 0,702

Berdasarkan Tabel 3.5 diketahui terdapat perbedaan pergerakan angka validitas item pada Instrumen A dan Instrumen B. Pergerakan angka validitas pada Instrumen B dimulai dari angka yang lebih kecil dibandingkan dengan pergerakan angka validitas Instrumen A, namun secara keseluruhan seluruh item pada Instrumen B dapat dinyatakan valid.

Perbandingan hasil validitas Instrumen A dan Instrumen B secara lebih rinci pada setiap item instrumen dapat dilihat pada lampiran.

2) Uji Reliabilitas Instrumen

Uji reliabilitas instrumen bertujuan untuk mengetahui konsistensi atau keterpercayaan instrumen dalam sutu pengukuran. Menurut Azwar (2006: 83)


(32)

67

reliabilitas suatu instrumen mengacu kepada konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran.

Perhitungan koefisien reliabilitas instrumen menggunakan program SPSS 20 dengan model Alpha. Kriteria untuk mengetahui tingkat reliabilitas, digunakan klasifikasi sebagai berikut.

Tabel 3. 6

Kriteria Keterandalan (Reliabilitas) Instrumen

0,80-1,00 Derajat keterandalan sangat tinggi 0,60- 0,799 Derajat keterandalan tinggi 0,41-0,599 Derajat keterandalan sedang 0,20-0,399 Derajat keterandalan rendah

0,00-0,199 Derajat keterandalan sangat rendah

Berdasarkan hasil perhitungan statistik untuk mengetahui tingkat reliabilitas angket pengungkap kekohesifan kelompok belajar peserta didik diperoleh hasil reliabilitas Angket B adalah 0,877 dan Angket A adalah 0,937; Berikut disajikan secara lebih jelas rincian perbedaan tingkat reliabilitas Angket A dan Angket B.

Tabel 3. 7

Tingkat Reliabilitas Angket A dan Angket B Reability Statistics

Angket Cronbach’s Alpha N of Items N of Population

Angket A 0, 937 60 304

Angket B 0,877 60 295

Berdasarkan tabel di atas diketahui terdapat perbedaan tingkat reliabilitas Angket A dan Angket B. Berdasarkan kriteria tingkat reliabilitas pada Tabel 3.6, maka reliabilitas Angket A dan Angket B dapat dikategorikan pada kategori sangat tinggi. Artinya kedua angket tersebut dapat menghasilkan skor-skor pada setiap item dengan konsisten serta layak untuk digunakan dalam penelitian mengenai kekohesifan kelompok belajar peserta didik.


(33)

68

2. Program Bimbingan Kelompok dengan Menggunakan Teknik

Sosiodrama dalam Mengembangkan Kekohesifan Kelompok Belajar

Program bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik sosiodrama dalam mengembangkan kekohesifan kelompok belajar dikembangkan melalui beberapa proses sebagai berikut.

a. Perencanaan program meliputi analisis kebutuhan (need assessment) berdasarkan gambaran umum kekohesifan kelompok belajar peserta didik, rancangan program bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik sosiodrama dalam mengembangkan kekohesifan kelompok belajar, validasi program, dan revisi program.

b. Pelaksaan program meliputi pelaksanaan bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik sosiodrama.

c. Evaluasi program meliputi: evaluasi proses pelaksanaan program dan hasil yang dicapai setelah pelaksanaan program.

Pengembangan program bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik sosiodrama diawali dengan proses perancangan program selanjutnya rancangan program tersebut divalidasi pada dua orang ahli (dosen) dan satu orang praktisi (guru BK di sekolah).

a. Uji Validasi Program

Uji validasi program bertujuan untuk menimbang kelayakan penggunaan program bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik sosiodrama dalam mengembangkan kekohesifan kelompok belajar peserta didik. Uji validasi program dilakukan oleh kelompok penimbang yang terdiri dari dua orang dosen jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang berkompeten dalam bidangnya dan seorang Guru BK di MAN 1 Bandung.

Komponen program yang divalidasi meliputi: rasional, deskripsi kebutuhan, tujuan program, sasaran layanan, rencana operasional, pengembangan Satuan Layanan Kegiatan Bimbingan dan Konseling (SKLBK), serta evaluasi dan tindak lanjut. Penilaian pada satuan layanan meliputi: nama kegiatan, jenis kegiatan,


(34)

69

tujuan, kompetensi yang dicapai peserta didik, alat/bahan, durasi, dan proses kegiatan. Setelah melalui uji validasi, selanjutnya program direvisi dan dapat diujicobakan.

b. Uji Coba Program

Uji coba program bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik sosiodrama dilakukan sesuai dengan deskripsi kebutuhan pada program, yaitu program diujicobakan kepada peserta didik dengan tingkat kekohesifan kelompok belajar pada kategori sangat rendah yaitu sebanyak 22 peserta didik.

Uji coba program bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik sosiodrama dalam mengembangkan kekohesifan kelompok belajar peserta didik dapat berubah dan mengalami perbaikan berdasarkan hasil dari sesi sebelumnya.

F. Prosedur Pengolahan Data

Data yang telah diungkap dengan menggunakan instrumen kekohesifan kelompok belajar yang telah disebarkan pada peserta didik kelas XI MAN 1 Bandung Tahun Ajaran 2013-2014 merupakan data mengenai gambaran tingkat kekohesifan kelompok belajar peserta didik. Tahapan-tahapan yang dilaksanakan dalam mengolah data yang diperoleh yaitu sebagai berikut.

1. Verifikasi Data

Verifikasi data dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui data yang layak untuk diolah dan data yang tidak layak untuk diolah. Verifikasi data tersebut terdiri dari beberapa langkah sebagai berikut.

a. Melakukan pengecekan jumlah instrumen yang telah terkumpul.

b. Melakukan perekapan data dari seluruh peserta didik yang telah mengisi instrumen dengan melakukan penyekoran data sesuai dengan langkah penyekoran yang telah ditentukan. Setelah melakukan penyekoran data tersebut selanjutnya data diolah dengan menggunakan perhitungan statistik sesuai dengan analisis yang dibutuhkan dalam penelitian.

Data yang diperoleh dari 295 responden yang mengisi instrumen kekohesifan kelompok belajar semuanya dinyatakan layak digunakan sebagai data


(35)

70

penelitian karena semua responden dapat mengisi instrumen kekohesifan kelompok belajar dengan baik.

2. Penyekoran Data Item Angket Penelitian Kekohesifan Kelompok Belajar

Penyekoran data hasil penelitian dilakukan dengan cara pemberian skor pada masing-masing item dengan kriteria skor tiap item pada Tabel 3.8 berikut.

Tabel 3. 8

Kategori Pemberian Skor Alternatif Respon

Pernyataan Skor Lima Pilihan Alternatif Respon

SS S KS TS STS

Positif 5 4 3 2 1

Negatif 1 2 3 4 5

3. Analisis Data

a. Analisis Data Gambaran Awal Kekohesifan Kelompok Belajar Peserta

Didik Kelas XI MAN 1 Bandung Tahun Ajaran 2013-2014

Analisis data untuk mengetahui gambaran awal kekohesifan kelompok belajar peserta didik merupakan tahapan yang dilakukan setelah seluruh data awal penelitian (data pre-test) terkumpul dan diolah. Hasil analisis data penelitian selanjutnya dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan program bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik sosiodrama dalam mengembangkan kekohesifan kelompok belajar peserta didik kelas XI MAN 1 Bandung Tahun Ajaran 2013-2014. Selanjutnya data-data yang diperoleh dari hasil penyebaran instrumen kekohesifan kelompok belajar diolah dengan menetapkan tingkat kekohesifan kelompok belajar peserta didik pada tingkatan sangat tinggi, tinggi, sedang, sangat rendah, atau rendah.

Tahapan-tahapan yang ditempuh dalam menentukan peserta didik ke dalam lima kategori tersebut adalah sebagai berikut.

1) Menentukan Z Score, dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Score d

x x Z

s  


(36)

71

Keterangan

x = Nilai kekohesifan kelompok belajar

x = Rata-rata kekohesifan kelompok belajar

Sd = Simpangan baku kekohesifan kelompok belajar

2) Data instrumen ditransformasikan ke dalam data interval, dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

3) Data hasil tranformasi dikategorikan ke dalam lima kategori, dengan rumus. (  + 1,5 s) < X Sangat Tinggi

(  + 0,5 s)

< X ≤ (  + 1,5 s)

Tinggi (  - 0,5 s) < X ≤ (  + 0,5

s)

Sedang (  - 1,5 s) < X ≤ (  - 0,5 s

)

Rendah X ≤ (  - 1,5 s

)

Sangat Rendah

dengan  = 50 dan s = 10

Setiap kategori memiliki arti sebagai berikut.

Tabel 3. 9

Deskripsi Tiap Kategori Kekohesifan Kelompok Belajar Peserta Didik

KATEGORI DESKRIPSI

Sangat Tinggi Peserta didik telah memiliki pencapaian tingkat kekohesifan kelompok belajar jauh di atas rata-rata pada semua

komponen kekohesifan kelompok

Tinggi Peserta didik telah memiliki pencapaian tingkat kekohesifan di atas rata-rata pada semua komponen kekohesifan

kelompok

Sedang Peserta didik telah memiliki pencapaian tingkat kekohesifan mendekati rata-rata pada semua komponen kekohesifan kelompok

Rendah Peserta didik telah memiliki pencapaian tingkat kekohesifan di bawah rata-rata pada semua komponen kekohesifan kelompok


(37)

72

KATEGORI DESKRIPSI

Sangat Rendah Peserta didik telah memiliki pencapaian tingkat kekohesifan jauh di bawah rata-rata pada semua komponen kekohesifan kelompok

Berdasarkan hasil perhitungan kategori di atas, diperoleh kategorisasi kekohesifan kelompok belajar secara umum dan komponen, sebagai berikut.

Tabel 3.10

Kategori Kekohesifan Kelompok Belajar Peserta Didik Kelas XI MAN 1 Bandung Tahun Ajaran 2013-2014

Kategori Social

Cohesion

Task Cohesion

Perceive Cohesion

Emotional Cohesion

Total

Jumlah Item 23 18 7 12 60

Skor Max Item 5 5 5 5 5

Skor Min Item 1 1 1 1 1

Sangat Tinggi 66

Tinggi 56-65

Sedang 46-55

Rendah 36-45

Sangat Rendah ≤35

Berdasarkan tabel di atas diketahui pengkategorian tingkat kekohesifan kelompok belajar peserta didik terbagi ke dalam lima kategori. Peserta didik yang termasuk dalam kategori sangat tinggi memiliki skor lebih dari sama dengan 66, tinggi memiliki skor antara 56-65, sedang 46-55, rendah 36-45, dan sangat rendah kurang dari sama dengan 35.

b. Penyusunan Program Bimbingan Kelompok dengan Menggunakan

Teknik Sosiodrama dalam Mengembangkan Kekohesifan Kelompok

Belajar Peserta Didik Kelas XI MAN 1 Bandung Tahun Ajaran 2013-2014

Penyusunan program bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik sosiodrama dalam mengembangkan kekohesifan kelompok belajar peserta didik dikembangkan berdasarkan hasil pengolahan data pre-test mengenai kekohesifan kelompok belajar.


(38)

73

Program bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik sosiodrama terdiri dari beberapa komponen (lihat pada bagian uji validasi program). Selanjutnya komponen-komponen program tersebut dinilai oleh kelompok penimbang dengan unsur penilaian berupa skala 1-5, dengan kualifikasi 1 (kurang sekali), 2 (kurang), 3 (cukup), 4 (baik), dan 5 (baik sekali). Format penilaian program tersebut dapat dilihat pada lampiran.

Berdasarkan penilaian pakar yang telah dilakukan terdapat beberapa komponen program yang direvisi. Komponen-komponen program yang direvisi tersebut meliputi: deskripsi kebutuhan, tujuan program, dan komponen program.

Perbaikan yang dilakukan dalam komponen program deskripsi kebutuhan adalah mencantumkan deskripsi kebutuhan peserta didik berdasarkan indikator terendah pada setiap komponen kekohesifan kelompok belajar serta layanan yang diberikan berdasarkan indikator-indikator terendah tersebut. Selanjutnya perbaikan yang dilakukan dalam tujuan program adalah membuat tujuan program yang sesuai dengan prioritas layanan, sedangkan perbaikan yang dilakukan pada komponen program adalah mencantumkan sasaran layanan pada setiap komponen program. Secara lebih rinci rekapitulasi penilaian pakar terhadap program bimbingan kelompok dalam mengembangkan kekohesifan kelompok belajar peserta didik dapat dilihat pada bagian lampiran.

c. Analisis Data Keefektifan Teknik Sosiodrama dalam Kekohesifan

Kelompok Belajar Peserta Didik Kelas XI MAN 1 Bandung Tahun Ajaran 2013-2014

Analisis data untuk mengetahui keefektifan teknik sosiodrama dalam mengambangkan kekohesifan kelompok belajar peserta didik dilakukan setelah peserta didik yang memiliki kekohesifan kelompok belajar pada kategori sangat rendah diberikan layanan intervensi berupa bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik sosiodrama dan selanjutnya diberikan post-test. Data hasil post-test tersebut kemudian diolah dan dianalisis untuk mengetahui keefektifan penggunaan teknik sosiodrama dalam mengembangkan kekohesifan kelompok belajar peserta didik.


(39)

74

Tahapan-tahapan yang ditempuh untuk mengetahui keefektifan teknik sosiodrama dalam mengembangkan kekohesifan kelompok belajar peserta didik adalah sebagai berikut.

1) Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi data. Hasil uji normalitas data menentukan metode statistik yang digunakan untuk menganalisis data penelitian. Jika data berdistribusi normal, maka statistik yang digunakan adalah parametrik. Namun jika data berdistribusi tidak normal, maka statistik yang digunakan adalah non parametrik.

Uji normalitas untuk mengetahui kenormalan data pre-test dan post-test menggunakan uji statistik One-Sampel Kolmogorov-Smirnov. Hipotesis uji normalitas skor pre-test dan post-test kekohesifan kelompok belajar peserta didik adalah:

H0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal

Dengan kriteria uji, pada taraf signifikansi α tolak H0 jika p-value lebih kecil dari

α (α = 0,05).

2) Uji Perbedaan Dua Rata-rata

Uji perbedaan rata-rata skor pre-test dan post-test bertujuan untuk mengetahui perbedaan rata-rata skor sebelum dan sesudah diberikan intervensi. Uji perbedaan rata-rata skor pre-test dan post-test menggunakan uji Mann-Whitney. Hipotesis uji perbedaan dua rata-rata skor pre-test dan post-test kekohesifan kelompok belajar peserta didik adalah:

H0 : Tidak terdapat perbedaan rata-rata data pre-test dan post-test

H1 : Terdapat perbedaan rata-rata data pre-test dan post-test

Dengan kriteria uji, pada taraf signifikansi α tolak H0 jika p-value lebih kecil dari

α (α = 0,05).

3) Uji Gain Ternormalisasi

Uji Gain ternormalisasi bertujuan untuk mengetahui kualitas dari skor peningkatan sampel. Adapun rumus yang digunakan, yaitu sebagai berikut.


(40)

75

Dengan N-Gain ≤ 1, skor maksimal ideal untuk kekohesifan kelompok belajar peserta didik mencapai 300 dan kategori N-Gain-nya adalah sebagai berikut.

Tabel 3.11

Klasifikasi N-Gain

Indeks Gain Klasifikasi N-Gain

N –Gain > 0,7 Tinggi

0,30 < N –Gain ≤ 0,7 Sedang

N –Gain ≤ 0,3 Rendah

Nilai N-Gain yang diperoleh dapat dilihat untuk melihat peningkatan kekohesifan kelompok belajar peserta didik. Jika terdapat peningkatan tingkat kekohesifan kelompok belajar peserta didik, maka pelaksanaan bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik sosiodrama dalam mengembangkan kekohesifan kelompok belajar dapat dikatakan efektif, namun apabila tidak terdapat peningkatan tingkat kekohesifan kelompok belajar peserta didik setelah diberikan layanan bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik sosiodrama maka layanan tersebut dapat dikatakan tidak efektif.

4) Triangulasi Data

Triangulasi data dilakukan dengan tujuan untuk memerikasa atau memvalidasi data hasil post-test yang telah diperoleh dengan membandingkan melalui teknik lain, yaitu wawancara dan observasi.

a) Observasi

Menurut Sugiyono (2013: 203) observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar. Pelaksanaan observasi dalam penelitian ini dilakukan untuk mengamati kekohesifan kelompok belajar peserta didik yang menjadi sampel

Gain ternormalisasi = – –


(41)

76

penelitian setelah pelaksanaan intervensi berupa layanan bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik sosiodrama dan pelaksanaan post-test. Observasi dilakukan dengan cara melihat langsung kegiatan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari yang terkait dengan kekohesifan kelompok belajarnya, yaitu peneliti masuk ke kelas peserta didik yang menjadi sampel penelitian, mengamati peserta didik dalam kegiatan belajar kelompok di kelas, mengamati kagiatan peserta didik pada saat istirahat, serta menggunakan observer lain dalam proses observasi. Selain itu, untuk menunjang perolehan informasi yang optimal pada proses observasi maka terdapat penggunaan instrumen sederhana, yaitu berupa pedoman observasi, catatan lapangan, dan kamera. Berikut kisi-kisi pedoman pelaksanaan observasi mengenai kekohesifan kelompok belajar peserta didik.

Tabel 3.12

Kisi-kisi Pedoman Observasi Kekohesifan Kelompok Belajar Peserta Didik

No Komponen Indikator Situasi Observer Alat

1. Daya tarik antar anggota kelompok untuk membentuk sebuah kelompok sebagai suatu keseluruhan (social cohesion)

Saling menyukai sebagai satu keutuhan kelompok belajar

a. KBM di kelas b. Kegiatan

belajar kelompok di kelas

c. Kegiatan pada saat istirahat d. Kegiatan di

luar jam pelajaran (di sekolah) Peneliti, Rekan sesama Peserta Didik, guru BK Pedoman observasi dan kamera foto Menyukai kebersamaan dalam kegiatan kelompok belajar Adanya komunikasi antar anggota kelompok belajar

Menunjung nama baik kelompok belajar Bangga menjadi anggota kelompok belajar Menggunakan atribut kelas yang dapat membedakan dengan kelompok belajar lain 2. Kesatuan

anggota kelompok yang saling mendukung untuk mencapai tujuan (task cohesion) Komitmen terhadap tugas a. Kegiatan belajar kelompok di kelas b. Kegiatan saat

mengerjakan tugas kelompok

Peneliti Pedoman observasi dan kamera foto Sepakat dalam tugas

Melakukan tugas bersama

Percaya kepada kemampuan anggota kelompok belajar untuk menyelesaikan tugas Percaya akan


(42)

77

No Komponen Indikator Situasi Observer Alat

kemampuan kelompok belajar untuk

menyelesaikan tugas 3. Kesatuan

anggota kelompok yang didasarkan pada perasaan kebersamaan (perceive cohesion) Memiliki perasaan kebersamaan a. Kegiatan belajar kelompok di kelas b. Kegiatan saat

istriahat

Peneliti Pedoman observasi dan kamera foto Menganggap diri sebagai

bagian dari kelompok belajar

4. Intensitas afektif, nada afektif positif, dalam membentuk kesatuan kelompok (emotional cohesion) Membantu anggota kelompok belajar

a. KBM di kelas b. Kegiatan belajar kelompok di kelas c. Kegiatan pada saat istirahat d. Kegiatan di

luar jam pelajaran (di sekolah)

Peneliti Pedoman observasi dan kamera foto Memberikan pendapat yang membangun terhadap kelompok belajar Meningkatkan kinerja pribadi untuk mendukung kinerja kelompok belajar

Secara operasional pedoman observasi kekohesifan kelompok belajar peserta didik Kelas XI MAN 1 Bandung Tahun Ajaran 2013-2014 dapat dilihat pada lampiran.

b) Wawancara

Wawancara dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui informasi mengenai sampel penelitian yang belum diketahui dari observasi serta untuk mengetahui hal-hal yang terkandung dalam pikiran dan hati responden. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan teknik yang digunakan untuk mengetahui keefektifan pelaksanaan bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik sosiodrama dalam mengembangkan kekohesifan kelompok belajar peserta didik dengan cara bertanya langsung kepada peserta didik yang menjadi sampel penelitian. Hal-hal yang diungkap dalam wawancara adalah komponen kekohesifan kelompok, yaitu: 1) kohesi sosial (social cohesion), 2) kohesi tugas (task cohesion), 3) kohesi persepsi (perceive cohesion), dan 4) kohesi emosi (emotional cohesion). Berikut merupakan kisi-kisi pedoman pelaksanaan


(43)

78

wawancara untuk mengetahui keefektifan teknik sosiodrama dalam mengembangkan kekohesifan kelompok belajar peserta didik.

Tabel 3.13

Kisi-kisi Pedoman Wawancara Kekohesifan Kelompok Belajar Peserta Didik

No Komponen Indikator Jawaban

1. Daya tarik antar anggota kelompok untuk membentuk sebuah kelompok sebagai suatu keseluruhan (social cohesion)

Saling menyukai sebagai satu keutuhan kelompok belajar Menyukai kebersamaan dalam kegiatan kelompok belajar Adanya komunikasi antar anggota kelompok belajar Menunjung nama baik kelompok belajar Bangga menjadi anggota kelompok belajar

Menggunakan atribut kelas yang dapat membedakan dengan kelompok belajar lain 2. Kesatuan anggota

kelompok yang saling mendukung untuk mencapai tujuan (task cohesion)

Komitmen terhadap tugas Sepakat dalam tugas Melakukan tugas bersama Percaya kepada kemampuan anggota kelompok belajar untuk menyelesaikan tugas Percaya akan kemampuan kelompok belajar untuk menyelesaikan tugas 3. Kesatuan anggota

kelompok yang didasarkan pada perasaan kebersamaan (perceive cohesion)

Memiliki perasaan kebersamaan

Menganggap diri sebagai bagian dari kelompok belajar

4. Intensitas afektif, nada afektif positif, dalam membentuk kesatuan kelompok (emotional

cohesion)

Membantu anggota kelompok belajar

Memberikan pendapat yang membangun terhadap kelompok belajar

Meningkatkan kinerja pribadi untuk mendukung kinerja kelompok belajar


(1)

188

Umi Rahayu Fitriyanah, 2014

Penggunaan Teknik Sosiodrama dalam Mengembangkan Kekohesifan Kelompok Belajar Peserta Didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

B.Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat rekomendasi yang diharapkan dapat memberikan kontribusi positif pada penggunaan teknik sosiodrama dalam mengembangkan kekohesifan kelompok belajar peserta didik.

1. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling

Hasil penelitian mengenai penggunaan teknik sosiodrama dalam mengembangkan kekohesifan kelompok belajar peserta didik dapat dimanfaatkan sebagai salah satu acuan dalam optimalisasi layanan bimbingan dan konseling di sekolah oleh pelaksana layanan bimbingan dan konseling di MAN 1 Bandung. Langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh guru BK di sekolah adalah sebagai berikut.

a. Melakukan need assessment untuk mengungkap tingkat kekohesifan kelompok belajar peserta didik berdasakan jenis kelamin dan tingkatan pendidikan peserta didik.

b. Melaksanakan layanan dasar dalam upaya meningkatkan, mempertahankan dan mengembangkan kekohesifan kelompok belajar peserta didik sehingga dapat membantu peserta didik dalam mencapai proses dan hasil belajar yang optimal.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka terdapat beberapa rekomendasi bagi peneliti selanjutnya, yaitu sebagai berikut.

a. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengungkap faktor-faktor yang mempengaruhi kekohesifan kelompok belajar sehingga kekohesifan kelompok belajar tidak hanya diukur berdasarkan komponen kekohesifan kelompok. b. Pada penelitian ini, peneliti hanya mengambil subjek penelitian kepada peserta

didik Kelas XI MAN 1 Bandung, untuk itu peneliti selanjutnya direkomendasikan untuk meneliti pada setiap jenjang pendidikan peserta didik yang berbeda serta tingkat kekohesifan kelompok belajar peserta didik berdasarkan jenis kelamin sehingga gambaran mengenai kekohesifan kelompok belajar peserta didik dapat diperoleh secara lebih komprehensif.


(2)

189

Umi Rahayu Fitriyanah, 2014

c. Memperbanyak sumber referensi mengenai konsep kelompok belajar.

d. Mengembangkan beberapa teknik dalam bimbingan dan konseling yang diasumsikan dapat mengembangkan kekohesifan kelompok belajar, misalnya permainan kelompok, outbond ataupun teknik-teknik bimbingan kelompok lainnya.

e. Menggunakan metode penelitian kuasi eksperimen sehingga ada kelas kontrol untuk melihat lebih jelas keefektifan penggunaan teknik sosiodrama dalam mengembangkan kekohesifan kelompok belajar peserta didik.


(3)

Umi Rahayu Fitriyanah, 2014

Penggunaan Teknik Sosiodrama dalam Mengembangkan Kekohesifan Kelompok Belajar Peserta Didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Nurina. (2011). Profil Kohesivitas Kelompok Peserta Didik (Studi Deskriptif ke Arah Pengembangan Program Bimbingan Probadi Sosial di Kelas XI MAN Se-Kota Bandung Tahun Pelajaran 2010-2011). Skripsi pada UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Ahmadi, Abu. (2007). Psikologi Sosial. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyono. (2008). Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Arninda dan Ranni Merli Safitri. (2012). Hubungan Antara Kohesivitas Kelompok dengan Motivasi Kerja Pegawai Kelurahan di Kecamatan Kasihan

Kabupaten Bantul. [Online]. Tersedia:

http://fpsi.mercubuana- yogya.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/Arninda-Ranni-MS-Kohesivitas-Kelompok..ok_.pdf. (14 Maret 2013).

Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedure Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Azwar, Saifuddin. (2006). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Blatner, Adam. (2011). Reflections on Sociodrama. [Online]. Tersedia: www.blatner.com/adam/pdntbk/sociodrama.html. (06 April 2013).

Catwright, Dorwin dan Alvin Zander. (1956). Group Dynamics Research and Theory. New York: Row, Peterson and Company.

Chaplin, J. P. (2011). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Rajagrafino Persada. Corey, Gerald. (2012). Theory and Practice of Group Counseling.United State:

The Thomson Corporation.

Darmawani, Evia. (2012). Model Bimbingan Kelompok dengan Metode Sosiodrama Untuk Meningkatkan Motivasi dan Disiplin Peserta didik. Disertasi pada UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Djannah dan Yulita. (2013). Teknik Sosiodrama Untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Peserta didik Kelas VIII B SMP Kristen 1 Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012. [Online]. Tersedia: http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/cons/article/view/728. (5 Februari 2013).


(4)

191

Umi Rahayu Fitriyanah, 2014

Depertemen Pendidikan Nasional. (2008). Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Echols, John M dan Hassan Shadily. (2005). An English Indonesia Dictionary. Jakarta: PT Gramedia.

Forsyth, Donelson R. (2010). Group Dynamics. Canada: Cengage Learning. Fox, Jonathan. (1987). The Essential Moreno. United States of Amerca: Springer

Publishing Company, Inc.

Gibson, Robert L dan Marianne H. Mitchell. (2011). Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hartinah, Sitti. (2009). Konsep Dasar Bimbingan Kelompok. Bandung: PT Refika Aditama.

Intime. (1999-2002). Chapter 1. Cooperative Learning Overview. [Online]. Tersedia: http://www.intime.uni.edu/coop_learning/ch1/definition.htm. (24 Oktober 2012).

Isjoni. (2012). Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta.

Joyce, B. et al. (2009). Models Of Teaching. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kellermen, Peter Felix. (2007). Sociodrama and Collective Trauma. London: Jessica Kingsley Publishers.

Kurniawan, Deni. (2008). Regresi Linier. [Online]. Tersedia: http://ineddeni.wordpress.com. (01 Oktober 2013).

Leveton, Eva. (2010). Healing Collective Trauma Using Sociodrama and Dram Therapy. New York: Springer Publishing Company.

Making Learning Visible. (2005). Group Learning. [Online]. Tersedia: http://trc.cpsd.us/media/network/10526/media/TRC/documents/making_l earning_visible/definition_of_a_learning_group.pdf. (24 Oktober 2012). Makmun, Abin Syamsudin. (2007). Psikologi Kependidikan. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Marineau, René F. (2010). The Foundations of Sociodrama: Reflecting on Our


(5)

192

Umi Rahayu Fitriyanah, 2014

Penggunaan Teknik Sosiodrama dalam Mengembangkan Kekohesifan Kelompok Belajar Peserta Didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

http://psychodramequebec.org/Foundations%20sociodrama.pdf. (15 November 2012).

Mustikaningrum, Ratna Ayu. (2011). Efektivitas sosiodrama untuk meningkatkan keterampilan sosial peserta didik kelas VII di SMP Laboratorium UM. [Online]. Tersedia: http://library.um.ac.id/free-

contents/index.php/pub/detail/efektivitas-sosiodrama-untuk-meningkatkan-keterampilan-sosial-peserta didik-kelas-vii-di-smp-laboratorium-um-ratna-ayu-mustikaningrum-52228.html. (5 Februari 2013).

Nurhayati, Rika. (2011). Teknik Sosiodrama untuk Mengurangi Konformitas Berlebihan pada Peserta didik. Skripsi pada UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Nurihsan, Ahmad Juntika. (2006). Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung: PT Refika Aditama.

Nurihsan, Ahmad juntika dan Mubiar Agustin. (2011). Dinamika Perkembangan Anak dan Remaja Tinjauan Psikologi, Pendidikan, dam Bimbingan. Bandung: PT Refika Aditama.

Propper, Herb. (2010). A Concise Introduction to Psychodrama, Sociodrama and

Sociometry. [Online]. Tersedia:

http://www.banglatele.com/Banglatele/Welcome_files/psychodrama.conc iseintro.pdf. (15 November 2012).

Rahmawati, Iis. (2012). Program Bimbingan Pribadi Sosial untuk Meningkatkan Kohesivitas Kelompok. Skripsi pada UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Santrock, John W. (2003). Adolescence. Jakarta: Erlangga.

Shaw, Marvin E. (1977). Dynamics of Small Group Behavior. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing Company LTD.

Subana dan Sudrajat. (2005). Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: CV Pustaka Setia.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, Nana Saudih. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.

Supriyatna, Mamat. (2011). Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.


(6)

193

Umi Rahayu Fitriyanah, 2014

Surya, Muhamad. (2003). Teori-teori Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy. Syah, Muhibbin. (2010). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Trihapsari, Vivia R dan Fuad Nashori. (2011). “Kekohesifan Kelompok dan Komitmen Organisasi Pada Financial Advisor Asuransi “X” Yogyakarta”. Proyeksi, Vol. 6 (2) 2011, 12-20.

Walgito, Bimo. (2010). Psikologi Kelompok. Yogyakarta: CV Andi Offset.

Wicaksono, Bayu dan Hendro Prabowo. (2010). “Kohesivitas Tim Pendukung Sepakbola Persija”. Jurnal Psikologi Volume 3, No. 2.

Widarto, Nirmala Andari. (2009). Hubungan Kohesivitas Kelas dengan Motivasi Berprestasi Pada Siswa SMP Al-Falah Deltasari Sidoarjo. Skripsi pada Universitas Airlangga: tidak diterbitkan.

Wijayanti, Dewi. (2012). Efektivitas Teknik Sosiodrama dalam Meningkatkan Hubungan Interpersonal Remaja. Skripsi pada UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Winkel, W. S dan M. M Sri Hastuti. (2012). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.

Yusuf, Syamsu. (2009). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

____________. (2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: Rizqi Press.


Dokumen yang terkait

PENGGUNAAN TEKNIK PSIKODRAMA UNTUK MEREDUKSI KONFORMITAS TEMAN SEBAYA YANG BERLEBIHAN PADA PESERTA DIDIK: Penelitian Pra-Eksperimen terhadap Peserta Didik Kelas VIII di SMP Negeri 43 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015.

1 7 49

TEKNIK RESTUKTURISASI KOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN HARGA DIRI (SELF ESTEEM) PESERTA DIDIK : Penelitian Pra-Eksperimen terhadap Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 23 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014.

0 2 47

EFEKTIVITAS TEKNIK RESTRUKTURISASI KOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN SOSIAL PESERTA DIDIK : Penelitian Pra-Eksperimen Terhadap Peserta Didik kelas X SMK Profita Bandung Tahun Ajaran 2013/2014.

0 3 48

Efektivitas Teknik Role Playing untuk Mengurangi Perilaku Bullying Peserta Didik (Penelitian Eksperimen Kuasi terhadap Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 1 Maja Tahun Ajaran 2013/2014).

1 3 44

EFEKTIVITAS TEKNIK SELF INSTRUCTION UNTUK MEREDUKSI PERILAKU KONSUMTIF: Penelitian Pra-Eksperimen Terhadap Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.

6 18 48

PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI SOSIAL UNTUK MENGEMBANGKAN HUBUNGAN INTERPERSONAL PESERTA DIDIK : Studi Pra Eksperimen Terhadap Peserta didik Kelas XI SMA Negeri 11 Bandung Ajaran 2013/2014.

0 4 54

ASSERTIVE TRAINING UNTUK MEREDUKSI PESERTA DIDIK YANG MENGALAMI GEJALA ADIKSI HANDPHONE : Penelitian Pra-Eksperimen terhadap Peserta Didik Kelas XI SMA Pasundan 8 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014.

2 4 31

PENGGUNAAN TEKNIK SOSIODRAMA UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN INTERPERSONAL PESERTA DIDIK : Penelitian Pra-Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013.

2 7 60

EFEKTIVITAS TEKNIK SOSIODRAMA UNTUK MENINGKATKAN PENYESUAIAN SOSIAL: Penelitian Pra-eksperimen terhadap Peserta Didik Kelas X SMA Pasundan 8 Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.

2 3 64

LAYANAN KONSELING BERDASARKAN STRUKTUR CARKHUFF UNTUK MENINGKATKAN SELF-MANAGEMENT DALAM BELAJAR PADA PESERTA DIDIK : Penelitian Pra-Eksperimen terhadap Peserta Didik Kelas XI di Salah Satu SMA Negeri Kota Bandung Tahun Ajaran 2013/2014.

3 5 47