EFEKTIVITAS TEKNIK RESTRUKTURISASI KOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN SOSIAL PESERTA DIDIK : Penelitian Pra-Eksperimen Terhadap Peserta Didik kelas X SMK Profita Bandung Tahun Ajaran 2013/2014.

(1)

Bandung Tahun Ajaran 2013/2014)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Oleh Niken Nur Anisa

0900768

JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

Oleh Niken Nur Anisa

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Niken Nur Anisa 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Maret 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian


(3)

UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN SOSIAL PESERTA DIDIK

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING: Pembimbing I,

Dr. Anne Hafina, M.Pd NIP. 19600704 198601 2 001

Pembimbing II

Dra. Chandra Affiandary, M.Pd.,Psi NIP. 19570611 198609 2 001

Mengetahui / Mengesahkan Ketua Jurusan

Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. H. Nandang Rusmana, M. Pd. NIP 19600501 198603 1 004


(4)

Niken Nur Anisa, 2014

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial: studi pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK

Niken Nur Anisa, 0900768 (2014). Efektivitas Teknik Restrukturisasi Kognitif Untuk Meningkatkan Kecerdasan Sosial (Studi Pra-Eksperimen Terhadap Peserta Didik Kelas X SMK Profita Bandung Tahun Ajaran 2013/2014). Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia.

Kecerdasan sosial sangat penting dan berperan besar dalam kesuksesan kehidupan seseorang. Kecerdasan sosial mengutamakan pada ranah kognitif dan perilaku yang diwujudkan dalam bentuk pengetahuan dan tindakan dalam kehidupan sehari-hari. Teknik restrukturisasi kognitif merupakan salah satu teknik dalam konseling kognitif perilaku yang berfokus pada aspek kognitif individu. Bertujuan untuk mengetahui keefektifan penggunaan teknik restrukturisasi kognitif dalam meningkatkan kecerdasan sosial peserta didik. Metode yang digunakan adalah pra-eksperimen dengan one group pretest-posttest design. Sampel penelitian adalah peserta didik kelas X SMK Profita Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 yang berjumlah 10 orang kecerdasan sosial menunjukkan kategori rendah. Instrumen yang digunakan adalah angket. Hasil penelitian: (1) sebagian besar peserta didik memiliki kecerdasan sosial yang tinggi; (2) rancangan program intervensi teknik restrukturisasi kognitif dapat digunakan untuk kecerdasan sosial; (3) teknik restrukturisasi kognitif efektif dalam meningkatkan kecerdasan sosial peserta didik.


(5)

Niken Nur Anisa, 2014

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial: studi pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRACT

Niken Nur Anisa, 0900768 (2014). The Effectiviness of cognitive restructuring technique to improve social intelligence (pre experimental study toward 10th grade students in SMK PROFITA BANDUNG period of 2013/2014). Educatation and Guidance Psychology of Education Science Faculty of Indonesia University of Education..

Social intelligence is very important and plays a major role for the successful life. Social intelligence the principle in behavior cognitive counselling that focuses on individual cognitive aspect. The aim of this study is to reveal the use of cognitive restructuring technique to improve social intelligence. This study utilizes pre-experimental method, one pretest-posttest design. Samples are 10th grade students in SMK Profita Bandung period 2013/2014. They are 10 students catagorized as lower social intelligence. Quistionnare is the instrument for this study. Therefore, the result of the study are; 1. Mostly the students have high social intelligence. 2. Design program guidance and counseling of Cognitive restructuring technique can be use to improve social intelligence. 3. Cognitive restructuring technique is effective to improve social intelligence of students. Key words: social intelligence, cognitive restucturing technique.


(6)

Niken Nur Anisa, 2014

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial: studi pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN

KATA MUTIARA

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... iii

UCAPAN TERIMA KASIH... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GRAFIK... x

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah... 7

C. Tujuan Penelitian... 9

D. Manfaat Penelitian... 10

E. Metode Penelitian... 10

F. Asumsi Penelitian... 11

G. Hipotesis Penelitian... 13

H. Struktur Organisasi Skripsi... 13

BAB II KONSEP TEKNIK RESTRUKTURISASI KOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN SOSIAL... 13 A. Konsep Remaja... 13

B. Konsep Dasar Kecerdasan Sosial... 20

C. Layanan Bimbingan dan Konseling Untuk Meningkatkan Kecerdasan Sosial Pada Remaja Melalui Teknik Restrukturisasi Kognitif... 31 D. Layanan Bimbingan dan Konseling Untuk Meningkatkan Kecerdasan Sosial Peserta Didik dengan Teknik Restrukturisasi Kognitif... 46 E. Keunggulan dan Kelemahan Konseling Kognitif Perilaku dengan Menggunakan Teknik Restrukturisasi Kognitif... 50 F. Penelitian Terdahulu... 54


(7)

Niken Nur Anisa, 2014

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial: studi pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III METODE PENELITIAN... 57

A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian... 57

B. Pendekatan dan Desain Penelitian... 58

C. Definisi Operasional Variabel... 59

D. Instrumen Penelitian... 62

E. Pengembangn Instrumen... 62

F. Teknik Pengumpulan Data... 64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 81

A. Deskripsi Hasil Penelitian... 81

1. Gambaran Umum Kecerdasan Sosial Peserta Didik Kelas X SMK Profita Bandung Tahun Ajaran 2013/2014... 81 2. Rumusan Intervensi (Layanan) Teknik Restrukturisasi Kognitif untuk Meningkatkan Kecerdasan Sosial Peserta Didik Kelas X SMK Profita Bandung Tahun Ajaran 2013/2014... 87 3. Efektivitas Teknik Restrukturisasi Kognitif untuk Meningkatkan Kecerdasan Sosial Peserta Didik Kelas X SMK Profita Bandung Tahun Ajaran 2013/2014... 108 B. Pembahasan Hasil Penelitian... 113

1. Gambaran Kecerdasan Sosial Peserta Didik Kelas X SMK Profita Bandung Tahun Ajaran 2013/2014... 113 2. Rancangan Penggunan Teknik Restrukturisasi Kognitif untuk Meningkatkan Kecerdasan Sosial Peserta Didik Kelas X SMK Profita Bandung Tahun Ajaran 2013/2014... 117 3. Efektivitas Teknik Restrukturisasi Kognitif untuk Meningkatkan Kecerdasan Sosial Peserta Didik Kelas X SMK Profita Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 ... 119 C. Keterbatasan Penelitian... 123

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI... 124

A. Kesimpulan... 124

B. Rekomendasi... 125

DAFTAR PUSTAKA... 126


(8)

Niken Nur Anisa, 2014

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial: studi pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu


(9)

Niken Nur Anisa, 2014

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial: studi pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Karakteristik peserta didik di tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) termasuk dalam fase remaja. Peserta didik di tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) pada umumnya berada pada rentang usia antara usia 15/16-18 tahun, dalam konteks psikologi perkembangan individu berada pada fase remaja akhir (late adolescent). Karakteristik remaja pada usia Sekolah Menengah Kejuruan adalah sudah mulai masuk pada hubungan teman sebaya, dalam arti remaja harus sudah mengembangkan interaksi sosial yang lebih luas dengan teman sebaya (Makmum, 2009: 130). Menurut Vygotsky (Yusuf, 2009: 7) menyatakan bahwa :

Pada masa remaja berkembang “social cognition”, yaitu kemampuan

memahami orang lain. Kemampuan memahami orang lain mendorong remaja untuk menjalin hubungan sosial dengan teman sebaya. Teori social cognition menekankan tentang kebudayaan sebagai faktor penentu bagi perkembangan individu, kebudayaan memberikan dua kontribusi terhadap perkembangan kecerdasan peserta didik. Pertama, peserta didik memperoleh banyak sisi pemahamannya; dan Kedua, peserta didik memperoleh banyak cara berpikir atau sarana adaptasi kecerdasan.

Manusia berpikir dan memecahkan suatu masalah menggunakan pikiran atau kecerdasannya. Cepat atau lambat manusia dalam menyelesaikan masalah tergantung kepada kemampuan intelegensinya (Azwar, 2011). Hal ini sesuai dengan pernyataan (Purwanto, 2011):

Kecerdasan adalah kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru dengan menggunakan alat-alat berpikir yang sesuai dengan tujuan. Dengan kecerdasan akan membantu manusia dalam kehidupannya senantiasa dapat menentukan tujuan-tujuan yang baru, dapat memikirkan dan menggunakan cara-cara untuk mewujudkan dan mencapai tujuan itu.

Sternberg pada tahun 1997, mendefinisikan inteligensi atau kecerdasan sebagai suatu kemampuan atau serangkaian kemampuan-kemampuan yang


(10)

memungkinkan individu untuk memecahkan masalah, atau produk sebagai konsekuensi eksistensi suatu budaya tertentu (Safaria, 2005). Teori kecerdasan yang saat ini menjadi acuan dalam mengembangkan potensi remaja adalah teori kecerdasan menurut Howard Gardner yang merumuskan teori Multiple

Intelligence. Hal ini menunjukkan kecerdasan atau inteligensi merupakan

kemampuan setiap individu yang menunjukkan kepada potensi berpikir (kognitif) untuk berhubungan dengan orang lain, bertahan hidup dan menghadapi lingkungan sekitarnya, namun kecerdasan bukan hanya berfokus pada kecerdasan intelektual. Gardner (2009) memaparkan bahwa :

Ada delapan macam kecerdasan yang menurutnya bersifat universal, yaitu: (a) Kecerdasan Linguistik, (b) Kecerdasan Logis-Matematik, (c) Kecerdasan Dimensi-Ruang (Spatial), (d) Kecerdasan Musikal, (e) Kecerdasan Kelincahan Tubuh (Kinestetik), (f) Kecerdasan Sosial/Interpersonal, (g) Kecerdasan Intrapersonal, dan (h) Kecerdasan Naturalis (alam).

Gardner (2009: 3) mengemukakan kecerdasan sosial adalah kemampuan remaja dalam berhubungan dengan orang lain. Remaja yang tinggi inteligensi sosialnya akan mampu menjalin komunikasi yang efektif dengan orang lain, mampu berempati secara baik, mampu mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang lain. Mereka dapat dengan cepat memahami suasana hati, motif dan niat orang lain. Kecerdasan sosial adalah istilah yang menunjuk kemampuan seseorang untuk memahami dan mengelola orang lain, dan untuk terlibat dalm interaksi sosial yang adaptif (Kihlstorm & Cantor, 2000: 359).

Kecerdasan sosial merupakan pencapaian kualitas manusia mengenai kesadaran diri dan penguasaan pengetahuan yang bukan hanya untuk keberhasilan dalam melakukan hubungan interpersonal, tetapi kecerdasan sosial digunakan untuk membuat kehidupan manusia menjadi lebih bermanfaat bagi masyarakat sekitar (Wulandari, 2010: 4). Berdasarkan beberapa pandangan diatas dapat dinyatakan bahwa kecerdasan sosial adalah kemampuan memelihara dan mempertahankan interaksi dengan teman sebaya, keluarga dan masyarakat, mewujudkan hubungan sosial yang positif, menciptakan interaksi sosial yang saling menghormati, menghargai, keharmonisan, dan kenyamanan antar pribadi.


(11)

Pada penelitian Berlina (2012: 3), memaparkan pada observasi yang menunjukkan peserta didik yang memiliki kecerdasan sosial yang rendah adalah peserta didik tidak memperhatikan guru di kelas ketika proses belajar mengajar dikarenakan peserta didik lebih memilih mendengarkan IPOD atau MP3, bermain

handphone untuk melakukan chatting dan mengobrol dengan teman sebangkunya.

Goleman (2006: 10) menjelaskan penyebab terputusnya hubungan antarmanusia dengan diam-diam dan bertahap, mereka menjadi linglung, tersesat dalam rimba lagu-lagu yang tersusun pada daftar pribadi favorit mereka, dan lupa akan apa yang berlangsung disekitar mereka. Bahkan, mereka mengabaikan siapapun yang mereke lewati. Terlalu sering telinga yang disumpal earphone dalam kehidupan sehari-hari akan menjadikan seseorang terisolasi dari lingkungan sosialnya. Bahkan ketika pengguna earphone mengalami perjumpaan langsung dengan seseorang, telinga yang tersumpal langsung adalah dalih untuk memperlakukan orang lain sebagai objek, sesuatu yang harus dilewati, bukan seseorang yang harus dihargai dan diperhatikan.

Berdasarkan penelitian oleh Hartati (2009: 130) terhadap peserta didik kelas XI SMAN 8 Bandung Tahun Ajaran 2008/2009, menunjukkan bahwa peserta didik memiliki tingkat kecerdasan sosial pada kategori sedang, yaitu sebesar 53%. Kemudian hasil penelitian dari Setiawan (2013: 168) menunjukkan kecerdasan sosial peserta didik kelas X MAN Talaga Tahun Ajaran 2012/2013 berada pada tingkat sedang. Terdapat lima aspek kecerdasan sosial yang berada pada tingkatan sedang yaitu aspek kemampuan bersikap empati, aspek kesadaran diri, aspek pemahaman etika dan situasi sosial, aspek pemecahan masalah (konflik) secara efektif, dan aspek kemampuan komunikasi efektif. Sedangkan satu aspek yang berada pada tingkatan tinggi yaitu aspek kemampuan bersikap prososial.

Fenomena yang ditemukan oleh peneliti di SMK Profita ada beberapa peserta didik yang cerdas secara akademik akan tetapi secara sosial rendah ditunjukkan salah satunya dengan sulit berinteraksi dengan kelompok belajar di kelas, sulit menerima pendapat atau kritikan orang lain dan cendereung individual (mementingkan kepentingan pribadi). Sedangkan pada masa remaja adalah masa yang amat baik untuk mengembangkan potensi positif yang dimiliki seperti bakat,


(12)

kemampuan bergaul, dan minat berkelompok (Willis, 2005: 1). Dapat dibayangkan apabila pada masa bergaul dan berkelompok remaja tidak memiliki kecerdasan sosial, dampaknya akan sangat merugikan perkembangan remaja khususnya perkembangan sosial remaja karena akan menimbulkan perilaku yang menyimpang.

Remaja yang dapat diterima oleh lingkungan adalah remaja yang memiliki kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial menjadi penting karena pada dasarnya remaja tidak dapat hidup sendiri. Banyak kegiatan dalam hidup terkait dengan orang lain. Remaja yang gagal mengembangkan kecerdasan sosialnya akan mengalami banyak hambatan dalam dunia sosial (Afrianti, 2009: 3). Individu dikatakan memiliki kecerdasan sosial yang baik jika memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Yusuf, 2011: 235-236), yaitu : memiliki hubungan emosional yang erat dengan orang tuanya serta memiliki ikatan dengan orang-orang yang ada di lingkungannya, mampu memelihara hubungan sosial yang telah dibinanya, mampu mempengaruhi pendapat dan aktivitas kelompok, mampu berkomunikasi secara verbal dan non-verbal, mampu menerima persaaan, pemikiran, motivasi, perilaku dan cara hidup orang lain, mampu mengembangkan proses dan model sosial baru dan mampu mempersepsi berbagai perspektif masalah politik dan sosial.

Sedangkan dari beberapa penelitian menyatakan pentingnya kecerdasan sosial diantaranya dikemukakan oleh Bierman & Furman; Matson & Ollendick, pada tahun 1988 semakin jauh individu berada di bawah harapan sosial akan semakin merugikan penyesuaian pribadi dan sosial serta semakin buruk interaksi yang terjadi (Afrianti, 2009: 75). Akibat lain yang muncul apabila masalah sosial dibiarkan, individu akan mengalami perilaku maladative (Matson & Ollendick, 1988: 3).

Kecerdasan sosial manusia akan memberi ketajaman dan kejernihan dalam memandang masalah. Salah satu variabel penyebab bangsa menggunakan cara anarkis guna menyelesaikan berbagai persoalan atau mencapai tujuan adalah tumpulnya kecerdasan. Ketika kecerdasan sosial seseorang tumpul, maka tindakannya akan mengarah kepada perilaku agresif dalam menghadapi masalah


(13)

yang terjadi. Sebaliknya ketika seseorang memiliki kecerdasan sosial yang tinggi maka tindakannya tidak akan mengarah kepada perilaku agresif dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapinya (Suyono, 2007: 78).

Kecerdasan sosial sangat penting dan berperan besar dalam kesuksesan kehidupan seseorang. Beberapa tokoh dunia yang memiliki kecerdasan sosial yang tinggi dan sukses dalam hidupnya ialah Mahatma Gandhi, Ronald Reagan, Bill Gates, Oprah Winfrey, dan sebagainya. Sebagai contohnya, Bill Gates tahu betul bahwa ia cerdas dalam menyusun program-program komputer (software). Tapi hal itu tidak cukup untuk menjadi wirausaha. Ia juga harus memahami keinginan, kebutuhan, dan kepentingan pasar global terhadap teknologi komunikasi informasi yang mudah dipahami (user friendly). Kemampuannya berempati dengan keinginan, kebutuhan, dan kepentingan orang lain itulah yang membuat Bill Gates sukses dalam menjalankan pekerjaannya dan juga kehidupannya (Setiawan, 2013: 4).

Berdasarkan pada fakta dan gambaran fenomena mengenai kecerdasan sosial peserta didik, maka dibutuhkan layanan bantuan yang dapat membantu peserta didik untuk meningkatkan kecerdasan sosialnya. Nurihsan (2006: 15-16) kecerdasan sosial termasuk kedalam ranah bimbingan pribadi-sosial, sebagai layanan bimbingan untuk membantu individu dalam menyelesaikan masalah-masalah pribadi sosial. Bimbingan pribadi sosial diberikan dengan cara menciptakan lingkungan yang kondusif, interaksi pendidikan yang akrab, mengembangkan sistem pemahaman diri, dan sikap-sikap yang positif, serta keterampilan-keterampilan sosial yang tepat. Keberadaan bimbingan dan konseling di sekolah rupanya disadari maupun tidak memiliki dan memberikan andil yang cukup berarti bagi remaja untuk membantu mengatasi masalah hubungan antar pribadi (Yusuf, 2009: 49).

Sebuah penelitian terbaru dari O’Sullivan, Gullford, dan deMille pada tahun

1965; Kihlstorm & Cantor, 2000, menjelaskan adanya kognisi sosial yang berada di luar struktur intelek yang bisa digunakan untuk menjelaskan kecerdasan sosial, yaitu: (a) kognisi unit perilaku, kemampuan untuk mengidentifikasi tingkat kemampuan mental internal individu; (b) kognisi perilaku kelompok, kemampuan


(14)

untuk menjalin kebersamaan di dalam kelompok; (c) kognisi perilaku hubungan, kemampuan untuk menafsirkan atau menginterpretasikan arti secara hubungan antara perbuatan atau perilaku satu sama lain; (d) kognisi sistem perilaku, kemampuan menginterpretasikan bagian-bagian perilaku sosial; (e) kognisi transformasi perilaku, kemampuan fleksibilitas menginterpretasikan atau merespon perubahan dalam perilaku sosial; dan (f) kognisi implikasi perilaku, kemampuan dalam memprediksi peristiwa atau situasi (Nansook, 2008: 341).

Pada tahun 1999 Gardner menjelaskan masing-masing kecerdasan memiliki keterampilan kognitif yang unik. Kecerdasan sosial melibatkan perilaku individu seperti refleksi diri (self-reflection), refleksi terhadap proses sosial, refleksi secara subjektif dan penafsiran perilaku dan pelatihan kompetensi sosial (Birknerova, 2011: 241). Definsi kecerdasan sosial menekankan pada beberapa komponen seperti persepsi, dimensi analisis kognitif, dan kemampuan untuk mengerti orang lain (Sternberg, 2004: 114). Strategi layanan yang dilakukan untuk meningkatkan kecerdasan sosial peserta didik yaitu melakukan konseling individu atau kelompok.

Konseling kognitif perilaku diungkapkan oleh Monintja pada tahun 2008, merupakan sebuah psikoterapi yang sangat efektif dan efisien dalam mengatasi problem-problem psikologis, dimana efektivitasnya didukung oleh bukti-bukti empirik dengan presentasi terbesar (Hartanto 2010: 13). Penelitian yang dilakukan oleh Patterson pada tahun 1982; Janis & Mann pada tahun 1977, menyatakan konseling kognitif perilaku telah banyak dikembangkan di Indonesia dalam penanganan berbagai masalah. Konseling kognitif perilaku merupakan pendekatan yang sangat kapabel untuk menangani beragam masalah manusia. Konseling kognitif perilaku mampu memperlihatkam sensitivitasnya terhadap sistem yang lebih besar dari individu seperti dalam komunitas, interaksi keluarga dan organisasi.

Dobson (2010: 41) mendefinisikan “konseling kognitif perilaku sebagai pendekatan konseling yang menyatakan kognisi menengahi perilaku dan reaksi emosi terhadap lingkungan dan menentukan tingkat penyesuaian individu”. Teknik restrukturisasi kognitif merupakan salah satu teknik dalam konseling


(15)

kognitif perilaku yang berfokus pada aspek kognitif individu. Menurut Bjorkqvist (Birknerova, 2011: 241), mengatakan bahwa kecerdasan sosial memiliki tiga komponen dasar yaitu perbedaan persepsi, kognitif dan komponen perilaku. Teknik restrukturisasi kognitif membantu seseorang dalam memahami bagaimana aspek pemikiran, perasaan, tindakan, perasaan fisik, dan situasi dari pengalaman seseorang saling berinteraksi sehingga dapat memahami lebih baik masalahnya (Neenan & Dryden, 2004: 78). Berdasarkan pendapat diatas, terdapat hubungan antara kecerdasan sosial dengan teknik restrukturisasi kognitif yang berpusat dalam aspek kognisi.

Hasil 48 penelitian yang dilakukan oleh Milter & Bierman ditemukan bahwa jenis kelamin, usia, pengalaman konselor, durasi perlakuan dan presentasi individual atau kelompok dalam perlakuan tidak mempengaruhi keefektifan teknik restrukturisasi kognitif (Mujiyati, 2012: 54). Konseling dengan menggunakan teknik restrukturisasi kognitif dirancang untuk menangani peserta didik yang memiliki kecerdasan sosial yang rendah agar memperbaiki persepsi negatif tentang dirinya menjadi persepsi yang positif dan menghilangkan keyakinan yang tidak rasional.

Peserta didik diharapkan memiliki pemikiran yang positif tentang dirinya, sehingga diperlukan intervensi (layanan) dalam mengubah persepsi yang hanya berfokus kepada informasi yang negatif menjadi positif. Berdasarkan fenomena mengenai kecerdasan sosial, peneliti tertarik untuk meneliti upaya peningkatan kecerdasan sosial dengan menggunakan teknik restrukturisasi kognitif. Maka dari itu penelitian ini diberi judul Efektivitas Teknik Restrukturisasi Kognitif untuk Meningkatkan Kecerdasan Sosial Peserta Didik.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Goleman (2006: 83) mengatakan bahwa orang awam pun tidak saja menekankan makna intelegensi pada aspek kemampuan intelektual (kognitif) semata akan tetapi mementingkan pula aspek kemampuan sosial yang bersifat nonkognitif. Selanjutnya disimpulkan pula bahwa individu cenderung lebih mengutamakan faktor kognitif daripada faktor-faktor nonkognitif dalam menilai


(16)

intelegensi orang lain maupun intelegensi dirinya sendiri. Menurut Gardner pada tahun 1995 menjelaskan keterampilan itu dapat sangat berkembang pada terapis, guru dan pemimpin politik. Kemampuan untuk membaca orang, mengantisipasi motivasi dan keinginan mereka adalah aspek kecerdasan sosial yang krusial untuk profesionalitas dalam berinteraksi (Peterson, 2004: 93).

Pentingnya kecerdasan sosial dikemukakan oleh Goleman (2006: 83) bahwa kecerdasan emosional berhubungan dengan kecerdasan sosial yang menunjukkan kecakapan dalam berinteraksi dengan orang lain mempengaruhi suasana kapasitas mental individu, emosi, dan secara fisik. Selain itu juga mempengaruhi bagaimana seorang guru memberikan penghargaan untuk memotivasi peserta didik, memberikan dukungan dan bagaimana membantu anak dalam masalah keluarganya. Maka dari itu kecerdasan sosial sangat penting untuk diteliti. Adapun perilaku yang merefleksikan kecerdasan sosial menurut Sternberg, Conway, Ketron, & Bernstain, pada tahun 1981; Kihstorm & Cantor pada tahun 2003 antara lain: (a) menerima orang lain apa adanya, (b) menerima kesalahan, (c) menepati janji, (d) memiliki nurani sosial, (e) berperilaku adil, (f) menunjukkan rasa ingin tahu, (g) sensitif, (h) tidak tergesa-gesa dalam membuat penilaian, (i) terus terang dan jujur dengan diri sendiri dan orang lain, dan (j) menunjukkan minat akan lingkungan terdekat (Puluhulawa, 2012: 23).

Menurut Gardner dan Thorndike (Safaria, 2005: 24) mengatakan bahwa aspek kecerdasan sosial memiliki tiga dimensi utama, yaitu: (1) social insight, (2)

social sensitivity, dan (3) social communication. Ketiga dimensi ini merupakan

satu kesatuan yang utuh dan ketiganya saling mengisi satu sama lain. Sehingga jika satu dimensi timpang, maka akan melemahkan dimensi lain. Menurut Patterson pada tahun 1982; Janis & Mann pada tahun 1977 salah satu alternatif bantuan untuk meningkatkan kecerdasan sosial adalah dengan konseling kognitif perilaku menggunakan teknik restrukturisasi kognitif. Konseling kognitif-perilaku mengkombinasikan antara prosedur pengubahan kognitif dan managemen tingkah laku dan pengalaman belajar yang di desain untuk membuat perubahan pada penyimpangan yang terjadi (Hartanto, 2010: 19).


(17)

Lebih lanjut, Valliant & Antonowics pada tahun 1991; Finch et al., pada tahun 1993; Wilkes et al., pada tahun 1994; Biswas et al., pada tahun 1995 konseling kognitif perilaku telah sukses untuk membantu banyak masalah, kecemasan remaja, depresi, agresif, kejenuhan belajar, prokrastinasi, kesulitan sosial, kecerdasan sosial dan kemampuan sosial (Geldard et all., 2007). Mruk

(2006: 35) mendefinisikan “teknik restrukturisasi kognitif adalah teknik yang

menghasilkan kebiasaan baru pada konseli dalam berpikir, merasa dan bertindak dengan cara mengidentifikasi kebiasaan bermasalah, memberi label pada kebiasaan tersebut, dan menggantikan tanggapan atau persepsi diri yang negatif atau irasional menjadi lebih rasional atau realistis”. Menurut Branden pada tahun 1981 menjelaskan tujuan dari teknik restrukturisasi kognitif adalah mengajak konseli untuk menentang pikiran dan emosi yang salah dengan menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang masalah yang dihadapi (Mujiyati, 2012: 11).

Sejalan dengan definisi dan tujuan dari teknik restrukturisasi kognitif, Gardner (2009: 45) mendefinisikan kecerdasan sosial sebagai kemampuan untuk memahami (kognitif) dan memperkirakan perasaan, temperamen, suasana hati, maksud dan keinginan orang lain serta menanggapinya secara layak (kooperatif).

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka penelitian berfokus pada pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran umum kecerdasan sosial peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun pelajaran 2013/2014?

2. Bagaimana rancangan intervensi (layanan) penerapan teknik restrukturisasi kognitif untuk kecerdasan sosial peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun pelajaran 2013/2014?

3. Apakah teknik restrukturisasi kognitif efektif untuk meningkatkan kecerdasan sosial peserta didik kelas X SMK Profita Bandung Tahun Pelajaran 2013/ 2014?


(18)

Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk menguji Efektivitas Teknik Restrukturisasi Kognitif untuk Meningkatkan Kecerdasan Sosial Peserta Didik Kelas X SMK Profita Bandung Tahun Pelajaran 2013/ 2014.

Berdasarkan tujuan umum penelitian, dirumuskan tujuan-tujuan khusus untuk mencapai tujuan umum, yaitu:

1. Memperoleh gambaran umum kecerdasan sosial peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun pelajaran 2013/2014.

2. Merumuskan rancangan intervensi penerapan teknik restrukturisasi kognitif untuk kecerdasan sosial peserta didik kelas X SMK Profita Bandung Tahun Pelajaran 2013/2014.

3. Mengetahui efektifitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial peserta didik kelas X SMK Profita Bandung Tahun Pelajaran 2013/ 2014.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian adalah:

1. Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan serta keilmuan bimbingan dan konseling, serta dapat memperkaya keilmuan dalam meningkatkan kecerdasan sosial dan penggunaan teknik restrukturisasi kognitif untuk konseling.

2. Praktisi a. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menjadi pengalaman serta menambah wawasan mengenai kecerdasan sosial.

b. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling

Guru bimbingan dan konseling di sekolah dapat menggunakan layanan responsif pada peserta didik sebagai upaya preventif dan keterampilan untuk meningkatkan kecerdasan sosial peserta didik.


(19)

E. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di SMK Profita Bandung yang berlokasi di Jl. Pajagalan No.67 (Blk) Bandung.

2. Populasi Penelitian

Dalam penelitian ini populasi penelitiannya adalah peserta didik kelas X SMK Profita Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 yang secara administratif terdaftar dan aktif dalam pembelajaran yang berjumlah 421 orang peserta didik.

3. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas X SMK Profita Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 yang secara umum tingkat kecerdasan sosial yang rendah berdasarkan pada hasil analisis pre-test instrumen kecerdasan sosial.

4. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif untuk mengetahui keefektifan teknik retsrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial peserta didik kelas X SMK Profita Bandung Tahun Ajaran 2013/2014.

5. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah metode pra-eksperimen. Desain eksperimen yang digunakan adalah one group pre-test post-test. Desain eksperimen ini digunakan untuk mengetahui ketepatan teknik restrukturisasi dalam meningkatkan kecerdasan sosial peserta didik.

F. Asumsi Penelitian

Asumsi penelitian tentang keefektifan teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial peserta didik, sebagai berikut:

1. Pada masa remaja berkembang “social cognition”, yaitu kemampuan

memahami orang lain. Kemampuan memahami orang lain mendorong remaja untuk menjalin hubungan sosial dengan teman sebaya. Teori social cognition menekankan tentang kebudayaan sebagai faktor penentu bagi perkembangan


(20)

individu, kebudayaan memberikan dua kontribusi terhadap perkembangan kecerdasan peserta didik (Yusuf, 2011: 23).

2. Kecerdasan sosial sebagai kemampuan untuk memahami dan memperkirakan perasaan, temperamen, suasana hati, maksud dan keinginan orang lain serta menanggapinya secara layak (Gardner, 2009: 45).

3. Kecerdasan sosial tidak dibawa sejak lahir, namun diperoleh melalui proses belajar yang berkesinambungan (Safaria, 2005: 42).

4. Menurut Gardner pada tahun 1999, masing-masing kecerdasan memiliki keterampilan kognitif yang unik. kecerdasan sosial melibatkan perilaku individu seperti refleksi diri (self-reflection), refleksi terhadap proses sosial, refleksi secara subjektif dan penafsiran perilaku dan pelatihan kompetensi sosial (Santrock, 2007: 156).

5. Kecerdasan sosial menekankan pada beberapa komponen seperti persepsi, dimensi analisis kognitif, dan kemampuan untuk mengerti orang lain (Sternberg, 2004: 114).

6. Menurut Patterson pada tahun 1982; Janis & Mann pada tahun 1977 salah satu alternatif bantuan untuk meningkatkan kecerdasan sosial adalah dengan konseling kognitif perilaku menggunakan teknik restrukturisasi kognitif (Hartanto, 2010: 19).

7. Menurut Valliant & Antonowics pada tahun 1991; Finch et al., pada tahun 1993; Wilkes et al., pada tahun 1994; Biswas et al., pada tahun 1995 konseling kognitif perilaku telah sukses untuk membantu banyak masalah, kecemasan remaja, depresi, agresif, kejenuhan belajar, prokrastinasi, kesulitan sosial, kecerdasan sosial dan kemampuan sosial (Geldard et all., 2007).

8. Restrukturisasi kognitif membantu seseorang dalam memahami bagaimana aspek pemikiran, perasaan, tindakan, perasaan fisik, dan situasi dari pengalaman seseorang saling berinteraksi sehingga dapat memahami lebih baik masalahnya (Neenan & Dryden, 2004).


(21)

9. Dalil dari teknik restrukturisasi kognitif adalah mengubah kognitif seseorang sebagai sentral dari proses perubahan perilaku seseorang (Neenan & Dryden, 2004).

G. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah “Teknik Restrukturisasi Kognitif dapat Efektif untuk Meningkatkan Kecerdasan Sosial Peserta Didik Kelas X SMK Profita Bandung”.

H. Struktur Organisasi Skripsi

Struktur organisasi skripsi ini meliputi Bab I merupakan pendahuluan berisi latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat atau signifikansi penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II merupakan konsep Teknik Restrukturisasi Kognitif untuk Meningkatkan Kecerdasan Sosial Peserta Didik. Bab III merupakan mengenai metode penelitian, termasuk beberapa komponen, diantaranya lokasi, populasi dan sampel penelitian, pendekatan dan desain penelitian, definisi operasional variabel, pengembangan instrumen penelitian, penimbangan penelitian, uji validitas dan realibilitas instrumen penelitian, prosedur dan teknik pengelolahan data. Bab IV merupakan hasil penelitian dan pembahasan. Bab V merupakan kesimpulan dan rekomendasi penelitian.


(22)

Niken Nur Anisa, 2014

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial: studi pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III

METODE PENELITIAN

A.Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di SMK Profita Bandung yang berlokasi di Jl. Pajagalan No.67 (Blk) Bandung.

2. Populasi Penelitian

Dalam penelitian ini populasi penelitiannya adalah peserta didik kelas X Tata Niaga, Keuangan, Administrasi SMK Profita Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 yang secara administratif terdaftar dan aktif dalam pembelajaran yang berjumlah 421 orang peserta didik.

Tabel 3.1 Populasi Penelitian

Peserta Didik Kelas X SMK Profita Bandung Tahun Ajaran 2013/2014

Tahun

Ajaran Kelas Jumlah

2013/2014

X TN 1 45

X TN 2 43

X TN 3 47

X TN 4 45

X TN 5 32

X KU 1 38

X KU 2 43

X AD 1 40

X AD 2 43

X AD 3 45

Jumlah Keseluruhan 421

Alasan rasional yang menjadi pertimbangan dalam menentukan lokasi, populasi, dan sampel penelitian di SMK Profita Bandung sebagai berikut:

a. Peserta didik kelas X merupakan bagian dari masa penyesuaian yang lebih tinggi baik akademis maupun non akademis setelah berakhirnya masa Sekolah


(23)

Niken Nur Anisa, 2014

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial: studi pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Menengah Pertama (SMP) sehingga dapat dijadikan kesempatan untuk meningkatkan kecerdasan sosial peserta didik di sekolah.

b. Sesuai dengan rekomendasi yang diberikan oleh guru pembimbing dimana terdapat berbagai kesulitan dalam masalah sosial khususnya pencapaian kecerdasan sosial peserta didik kelas X untuk meningkatkan kecerdasan sosial yang baik, hal tersebut terlihat dari keseharian peserta didik di sekolah.

c. SMK Profita Bandung merupakan sekolah menengah kejuruan, yang membedakan dengan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) lainnya yang dipersiapkan untuk ke dunia pekerjaan sehingga peserta didik di tuntut untuk lebih mempersiapkan diri salah satunya dalam kecerdasan sosial.

3. Sampel Penelitian

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive

sampling (sampel bertujuan). Pengambilan sampel secara purposive bertujuan

agar sampel yang diambil dari populasinya "representative" (mewakili), sehingga dapat diperoleh informasi yang cukup untuk mengestimasi populasinya.

Pusposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan

tertentu (Sugiyono, 2012: 124). Karakteristik peserta didik yang dijadikan sampel adalah:

a. Peserta didik kelas X SMK Profita Bandung

b. Peserta didik yang diberikan treatment (perlakuan) adalah peserta didik yang memiliki kecerdasan sosial yang memiliki nilai terendah.

c. Peserta didik bersedia mengikuti proses konseling restrukturisasi kognitif sebagai treatment (perlakuan).

B.Pendekatan dan Desain Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mendapatkan data numerikal


(24)

Niken Nur Anisa, 2014

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial: studi pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tentang tingkat kecerdasan sosial pada peserta didik dan keefektifan teknik retsrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial peserta didik kelas X SMK Profita Bandung Tahun Ajaran 2013/2014.

2. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah eksperimen. Penelitian pra-eksperimen dilakukan dengan desain pra tes-pasca tes satu kelompok atau one

group pretest-posttest (Sugiyono, 2012: 110), yaitu desain penelitian dilaksanakan

pada satu kelompok saja tanpa kelompok pembanding yang digunakan untuk mengetahui ketepatan teknik restrukturisasi kognitif dalam meningkatkan kecerdasan sosial.

Gambar 3.1

One Group Pretest-Posttest Design O1 x O2

(Sugiono, 2012: 11)

Keterangan :

O1 = kondisi Pre-test

X = Treatment atau Perlakuan O2 = kondisi Post-test

C.Definisi Operasional Variabel (DOV)

Terdapat dua variabel utama penelitian yaitu kecerdasan sosial peserta didik dan teknik restrukturisasi kognitif. Definisi operasional variabel diuraikan sebagai berikut:

1. Kecerdasan Sosial

Menurut Humprey (Yusuf, 2011: 235) mengungkapkan bahwa kecerdasan sosial ini merupakan bentuk yang paling penting dalam inteligensi (kognitif) manusia, karena mampu memelihara hubungan dengan manusia secara efektif. Menurut Suyono (2007: 106) mengungkapkan kecerdasan sosial adalah kemampuan untuk mengerti dan menjadi peka terhadap perasaan, intense, motivasi, watak, temperamen orang lain. Kepekaan akan ekspresi wajah, suara, isyarat, dari orang lain juga masuk dalam inteligensi ini. Secara umum kecerdasan


(25)

Niken Nur Anisa, 2014

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial: studi pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

sosial berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menjalin relasi dan komunikasi dengan berbagai orang.

Dua tokoh dari psikologi inteligensi yang secara tegas menegaskan adanya sebuah kecerdasan sosial ini adalah Thorndike (Azwar, 2011: 6) dengan Gardner (2009) yang menyebutnya kecerdaasan interpersonal. Selain itu Gardner (2009: 366) mendefinisikan kecerdasan sosial sebagai kemampuan untuk memahami (kognitif) dan memperkirakan perasaan, temperamen, suasana hati, maksud dan keinginan orang lain serta menanggapinya secara layak (kooperatif). Dimensi kecerdasan sosial yang dikembangkan oleh Thorndike dan Gardner (Safaria, 2005: 26), yaitu:

a) Social insight, yaitu kemampuan untuk memahami situasi/etika sosial dan

menemukan pemecahan masalah/konflik sosial. Yang termasuk social insight adalah: (1) Kesadaran diri, (2) Pemahaman situasi sosial dan etika sosial, dan (3) keterampilan pemecahan masalah.

b) Social sensitivity, yaitu kemampuan untuk merasakan dan mengamati

reaksi-reaksi atau perubahan orang lain yang ditunjukkan baik secara verbal maupun nonverbal. Sensitivitas sosial adalah: (1) Sikap empati dan (2) Sikap prososial.

c) Social communication, yaitu kemampuan untuk menggunakan proses

komunikasi dalam menjalin dan membangun interpersonal yang sehat, yaitu: menyampaikan pesan dengan efektif dan menerima pesan dengan efektif.

Kecerdasan sosial dalam penelitian ini yaitu kemampuan peserta didik kelas X SMK Profita Bandung untuk berinteraksi sosial yang meliputi : (1) social

insight (wawasan sosial), ditandai dengan peserta didik memiliki kemampuaan

untuk memahami diri dalam berinteraksi sosial, kemampuan menerima diri dalam berinteraksi sosial, memahami aturan-aturan dalam berteman atau bergaul, menghormati orang lain, dan kemampuan mengendalikan konflik dengan orang lain; (b) social sensitivity (sensitivitas sosial), ditandai dengan kemampuan merasakan perasaan orang lain, merasakan emosi non-verbal terhadap orang lain,


(26)

Niken Nur Anisa, 2014

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial: studi pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

membantu seseorang yang membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain, dan kemampuan mengungkapkan simpati pada orang lain; dan (3) social

communication (komunikasi sosial), yang ditandai dengan kemampuan untuk

menyampaikan pendapat dengan efektif, berbicara dengan hati-hati, mengendalikan diri dalam berbicara, mendengarkan dengan terbuka yang disampaikan orang lain, dan menghargai yang disampaikan orang lain.

2. Teknik Restrukturisasi Kognitif

Dobson (2010: 41) mendefinisikan “konseling kognitif perilaku sebagai

pendekatan konseling yang menyatakan kognisi menengahi perilaku dan reaksi emosi terhadap lingkungan dan menentukan tingkat penyesuaian individu”. Teknik restrukturisasi kognitif merupakan salah satu teknik dalam konseling kognitif perilaku yang berfokus pada aspek kognitif individu. Mruk (2006: 35)

mendefinisikan “teknik restrukturisasi kognitif adalah teknik yang menghasilkan kebiasaan baru pada konseli dalam berpikir, merasa dan bertindak dengan cara mengidentifikasi kebiasaan bermasalah, memberi label pada kebiasaan tersebut, dan menggantikan tanggapan atau persepsi diri yang negatif atau irasional

menjadi lebih rasional atau realistis”.

Tahapan dalam melaksanakan teknik restrukturisasi kognitif (Dobson & Dobson, 2009: 117-127):

a. Tahap Identifikasi Pikiran-Pikiran Negatif.

Sebelum konseli diberikan bantuanuntuk merubah pikiran-pikiran yang mengalami distorsi, terlebih dahulu konselor perlu membantu konseli untuk menyadari pikiran-pikiran negatif yang konseli miliki dan memberitahukan secara langsung kepada konselor. Pada tingkatan umum, konseli didorong untuk kembali pada pengalaman dan melakukan refleksi pengalaman-pengalaman yang sudah dilalui.


(27)

Niken Nur Anisa, 2014

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial: studi pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Para praktisi Beck pada tahun 1979; Dobson-Dobson pada tahun 2009 mengatakan bahwa konseling kognitif perilaku menggunakan Dysfunction

Thought Record. Penggunaan Dysfunction Thought Record dianggap dapat

mendefinisikan karakteristik asesmen kognitif konseli. Ditahap awal konseling, konseli diminta untuk membawa buku catatan kecil untuk menuliskan tugas pekerjaan rumah, hal-hal yang berhubungan dengan perlakuan dalam konseling, dan mencatat pikiran-pikiran negatif (Fadhilah, 2013: 37).

c. Tahap Intervensi Pikiran-Pikiran Negatif

Menurut Dobson & Dobson (2009: 127) menyatakan bahwa langkah intervensi pikiran-pikiran negatif diberikan kepada konseli apabila konselor sudah mendapatkan banyak informasi mengenai pikiran-pikiran negatif konseli itu sendiri.

Secara operasional, teknik restrukturisasi kognitif dalam penelitian ini adalah teknik konseling kognitif-perilaku yang digunakan untuk memodifikasi fungsi berfikir dan emosi dalam peningkatkan kecerdasan sosial dengan mengubah pemikiran dan emosi dari yang negatif menjadi positif.

D.Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatan mengumpulkan data. Variabel kecerdasan sosial pada remaja pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket tertutup dalam bentuk checklist, yaitu angket yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden tinggal memberikan tanda checklist pada kolom jawaban yang sesuai (Arikunto, 2010: 24-27).

Angket yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala Likert. Pernyataan dalam angket terdiri dari pernyataan positif dan pernyataan negatif. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif (Sugiyono, 2012: 134).


(28)

Niken Nur Anisa, 2014

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial: studi pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu E.Pengembangan Instrumen

1. Pengembangan Kisi-kisi Instrumen Penelitian

Kisi-kisi instrumen kecerdasan sosial peserta didik sebelum uji coba disajikan pada tabel 3.3 sebagai berikut.

Tabel 3.3

Kisi-kisi Instrumen Kecerdasan Sosial (Sebelum Uji Coba)

Dimensi Aspek Indikator Item

(+)

Item (-) Σ Social insight yaitu kemampuan untuk memahami situasi/etika sosial dan menemukan pemecahan masalah/konflik sosial

Kesadaran diri Mampu memahami diri dalam

berinteraksi sosial

1, 2, 4, 5, 6, 7

3,8 8

Mampu menerima diri dalam

berinteraksi sosial

10, 14 9, 11, 12, 13 6 Pemahaman situasi/etika sosial Mampu memahami aturan-aturan dalam berteman atau bergaul 15, 16, 17, 20, 22, 24, 25 18, 19, 21, 23 11 Mampu menghormati orang lain 27, 30, 31, 32, 33, 34 26, 3, 28, 29 10 Keterampilan pemecahan masalah sosial Mampu mengendalikan konflik dengan orang lain 35, 36, 37, 39, 40, 41, 42 38, 42, 43, 44 11 Social sensitivity, yaitu kemampuan untuk merasakan dan mengamati reaksi-reaksi atau perubahan

Empati Mampu merasakan

perasaan orang lain

45, 47, 48, 49, 50, 52, 53,

54

46, 50 10

Mampu merasakan emosi non-verbal orang lain 55, 56, 57, 58, 59, 60,


(29)

Niken Nur Anisa, 2014

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial: studi pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

orang lain yang ditunjukkan baik secara verbal maupun nonverbal.

Sikap Prososial Mampu membantu seseorang yang membutuhkan 63, 65, 66, 67, 68, 69, 70

62, 64 9

Mampu bekerjasama dengan orang lain

71, 72, 73, 74, 75, 76, 77, 79

- 8

Mampu

mengungkapkan simpati pada orang lain

80, 81, 82

- 3

Social communication, yaitu kemampuan untuk menggunakan proses komunikasi dalam menjalin dan membangun interpersonal yang sehat Menyampaikan pesan secara efektif Mampu menyampaikan pendapat dengan efektif

85, 83,

84, 86, 87 5 Mampu berbicara dengan hati-hati 88, 89, 90, 91, 92

- 5

Mampu

mengendalikan diri dalam berbicara

94 93,

95, 96 4 Menerima pesan secara efektif Mampu mendengarkan secara terbuka yang disampaikan orang lain 97, 98, 99

- 3

Mampu

menghargai yang disampaikan orang lain

101 100 2

TOTAL 69 32 101


(30)

Niken Nur Anisa, 2014

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial: studi pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Tabel 3.4

Pola Penyekoran Butir Pernyataan Instrumen Kecerdasan Sosial

Pernyataan

Jawaban

Sangat Sesuai (SS)

Sesuai (S)

Kurang Sesuai

(KS)

Tidak Sesuai (TS)

Sangat Tidak Sesuai (STS)

Positif (+) 5 4 3 2 1

Negatif (-) 1 2 3 4 5

Pada alat ukur, setiap item diasumsikan memiliki 1 – 5 dengan bobot tertentu. Bobotnya sebagai berikut.

a. Untuk pilihan jawaban sangat tidak sesuai (STS) memiliki skor 1 pada pernyataan positif dan skor 5 pada pernyataan negatif.

b. Untuk pilihan jawaban tidak sesuai (TS) memiliki skor 2 pada pernyataan positif dan skor 4 pada pernyataan negatif.

c. Untuk pilihan jawaban kurang sesuai (KS) memiliki skor 3 pada pernyataan positif dan skor 3 pada pernyataan negatif.

d. Untuk pilihan jawaban sesuai (S) memiliki skor 4 pada pernyataan positif dan skor 2 pada pernyataan negatif.

e. Untuk pilihan jawaban sangat sesuai (SS) memiliki skor 5 pada pernyataan positif dan skor 1 pada pernyataan negatif.

3. Uji Coba Alat Ukur a. Uji Kelayakan

Sebelum instrumen digunakan, instrumen yang telah disusun selanjutnya di timbang atau di judgement untuk menguji tingkat kelayakan dari instrumen yang telah disusun. Tujuan dari uji kelayakan instrumen ialah untuk mengetahui tingkat kelayakan instrumen dari segi redaksional (bahasa), konstruk, dan konten (isi). Penimbang instrumen kecerdasan sosial yaitu 3 orang pakar ahli yaitu dosen dari jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB). Hasil dari proses judgement oleh 3 orang pakar ahli menghasilkan pertimbangan mengenai kelayakan dari


(31)

Niken Nur Anisa, 2014

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial: studi pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

instrumen yang telah disusun untuk digunakan dalam penelitian ini, dan dijadikan landasan dalam penyempurnaan instrumen.

Tabel 3.5

Kisi-kisi Instrumen Kecerdasan Sosial (Setelah Judgement)

Dimensi Aspek Indikator Item

(+)

Item (-)

Σ

Social insight yaitu kemampuan untuk memahami situasi/etika sosial dan menemukan pemecahan masalah/konflik sosial

Kesadaran diri Mampu memahami diri dalam

berinteraksi sosial

1, 2, 4, 5, 6

3 6

Mampu menerima diri dalam

berinteraksi sosial

8, 12 7, 9, 10, 11 6 Pemahaman situasi/etika sosial Mampu memahami aturan-aturan dalam berteman atau bergaul 13, 14, 15, 17, 19, 21, 22 16, 18, 20 10 Mampu menghormati orang lain 24, 27, 28, 29, 30, 31 23, 25, 26 9 Keterampilan pemecahan masalah sosial Mampu mengendalikan konflik dengan orang lain 32, 33, 35, 36, 39 34, 37, 38 8 Social sensitivity, yaitu kemampuan untuk merasakan dan mengamati reaksi-reaksi atau perubahan orang lain yang ditunjukkan baik secara verbal maupun nonverbal.

Empati Mampu merasakan

perasaan orang lain

40, 41, 42, 43, 44, 47, 48, 49

45, 46 10

Mampu merasakan emosi non-verbal orang lain

50, 51, 52

53 4

Sikap Prososial Mampu membantu seseorang yang membutuhkan 55, 57, 58, 59, 60, 61, 62

54, 56 9

Mampu bekerjasama dengan orang lain

63, 64, 65, 66, 67, 68,

69

- 7


(32)

Niken Nur Anisa, 2014

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial: studi pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mengungkapkan simpati pada orang lain Social communication, yaitu kemampuan untuk menggunakan proses komunikasi dalam menjalin dan membangun interpersonal yang sehat Menyampaikan pesan secara efektif Mampu menyampaikan pendapat dengan efektif

- 72, 73,

74, 75 4 Mampu berbicara dengan hati-hati 76, 77, 78

- 3

Mampu

mengendalikan diri dalam berbicara

- 79, 80 2

Menerima pesan secara efektif Mampu mendengarkan secara terbuka yang disampaikan orang lain

81, 82 - 2

Mampu

menghargai yang disampaikan orang lain

83 - 1

TOTAL 58 25 83

Tabel 3.6

Hasil Judgement Instrumen

Kesimpulan Nomor Item Pernyataan Jumlah

Memadai

3, 5, 6, 7, 8, 12, 14, 15, 16, 19, 20, 21, 22, 24, 27, 30, 31, 32, 33, 34, 36, 37, 39, 41, 42, 46, 47, 48, 50, 51, 52, 53, 57, 58, 59, 62, 64, 65, 68, 70, 71, 72, 73, 75, 76, 77, 79, 80, 82, 85, 86, 87, 88, 89, 90, 91, 92, 93, 96, 97, 99, 101

61

Revisi 1, 2, 9, 10, 18, 26, 28, 29, 40, 43, 44, 45, 54, 55,

56, 60, 61, 63, 66, 74, 84, 100 22 Tidak Memadai 4, 6, 11, 13, 17, 19, 22, 25, 35, 38, 49, 67, 69, 78,

81, 83, 94, 95 18

Total Instrumen 101

Hasil Judgemen 101-18


(33)

Niken Nur Anisa, 2014

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial: studi pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu b. Uji Keterbacaan

Sebelum instrumen kecerdasan sosial di ujikan sebagai pre-test, terlebih dahulu instrumen di uji cobakan dan di uji mengenai keterbacaannya pada 5 orang peserta didik kelas X yang tidak dijadikan sampel. Tujuan uji keterbacaan adalah untuk mengetahui sejauh mana instrumen yang dibuat dapat dipahami dan dimengerti oleh peserta didik dari segi redaksional (bahasa) maupun makna yang terkandung didalamnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa seluruh item pernyataan dapat digunakan dan dapat dipahami oleh peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014.

c. Uji Validitas

Validitas merupakan tingkat penafsiran kesesuaian hasil yang dimaksudkan instrumen dengan tujuan yang diinginkan oleh suatu instrumen (Creswell, 2012: 240). Uji validitas alat pengumpul data dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan dalam penelitian dapat mengukur apa yang akan diukur. Pengujian validitas dilakukan terhadap seluruh butir item pada instrumen yang mengungkap kecerdasan sosial peserta didik.

Dalam menguji validitas instrumen kecerdasan sosial adalah dengan menghitung koefisien korelasi skor setiap butir item dengan skor total, dengan menggunakan rumus korelasi Pearson Product Moment seperti yang diungkapkan oleh Furqon (2011: 103), yaitu:

  

 

 

2

2 2

2

. .

) .(

Y Y

n X X

n

Y X XY

n rhitung

Keterangan :

rhitung = Koefisien korelasi

n = Jumlah responden

X = Skor item

Y = Skor total


(34)

Niken Nur Anisa, 2014

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial: studi pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ∑ Y = Jumlah skor total (seluruh item)

Berdasarkan pengolahan data, hasil uji validitas menunjukkan dari 83 butir pernyataan dari angket kecerdasan sosial didapat 83 butir pernyataan dinyatakan valid pada tingkat kepercayaan 95%.

Tabel 3.7

Hasil Uji Validitas Instrumen

Kesimpulan No Item Jumlah

Valid 1,2,3,4,5,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,19,20 21,22,23,24,25,26,27,28,29,30,31,32,33,34,35,36, 37.38,39,40,41,42,43,44,45,46,47,48,49,50,51,52, 53,54,55,56,57,58,59,60,61,62,63,64,65,66,67,68, 69,70,71,72,73,74,75,76,78,77,79,80,81,82,83

83

Jumlah 83

d. Uji Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas instrumen menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran dengan menggunakan instrumen tersebut dapat dipercaya. Reliabilitas instrumen ditunjukkan sebagai derajat keajegan (konsistensi) skor yang diperoleh oleh subjek penelitian dengan instrumen yang sama dalam kondisi yang berbeda. Untuk menguji reliabilitas instrumen, digunakanlah rumus Alpha untuk mencari

reliabilitas instrumennya”. Adapun rumus Alpha adalah sebagai berikut (Azwar,

2013: 111):

α= )) (1 )

Keterangan:

α : Reliabilitas Instrumen

k : Banyaknya butir pernyatan atau butir soal

: jumlah varians butir

: varians total

Guilford (Furqon, 2011: 144) mengatakan harga reliabilitas berkisar antara -1 sampai dengan +-1, harga reliabilitas yang diperoleh berada di antara rentangan tersebut. Semakin tinggi harga reliabilitas instrumen maka semakin kecil


(35)

Niken Nur Anisa, 2014

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial: studi pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kesalahan yang terjadi, dan semakin kecil harga reliabilitas maka semakin tinggi kesalahan yang terjadi. Metode yang digunakan dalam uji reliabilitas adalah metode Alpha. Uji reliabilitas dengan taraf signifikansi 5%, diolah dengan metode statistika memanfaatkan program komputer Microsoft Excel.

Adapun langkah-langkah mencari nilai reliabilitas dengan rumus alpha adalah sebagai berikut:

Langkah 1: Menghitung varians skor tiap-tiap item dengan rumus:

N N X X S i i i          

2 2

Langkah 2: Menjumlahkan varians semua item dengan rumus:

SiS1 S2 S3....Sn

Langkah 3: Menghitung varians total dengan rumus:

N N X X S t t t          

2 2

Langkah 4: Masukkan nilai alpha dengan rumus:

            

t i S S k k

r . 1

1

11

Selanjutnya untuk mengetahui interpretasi dari reliabilitas yang diperoleh menggunakan tabel interpretasi sebagai berikut:

Tabel 3.8

Interpretasi Reliabilitas

Koefisien Korelasi Kriteria reliabilitas

0,81  r  1,00 Derajat keterandalan Sangat Tinggi 0,61  r  0,80 Derajat keterandalan Tinggi

0,41  r  0,60 Derajat keterandalan Cukup 0,21  r  0,40 Derajat keterandalan Rendah

0,00  r  0,20 Derajat keterandalan Sangat Rendah


(36)

Niken Nur Anisa, 2014

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial: studi pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pada tabel 3.8 disajikan interpretasi ketercapaian tingkat reliabilitas instrumen. Berdasarkan pengolahan data, hasil perhitungan memperlihatkan dari 83 butir item, menunjukkan koefisien reliabilitas (konsistensi internal) instrumen kecerdasan sosial sebesar 0,758. Berdasarkan pada tabel 3.8, diketahui harga reliabilitas instrumen berada pada derajat keterandalan tinggi. Artinya instrumen kecerdasan sosial mampu menghasilkan skor-skor pada setiap item dengan konsisten serta layak untuk digunakan dalam penelitian.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan kuesioner (angket). Sugiyono (2012: 199) memaparkan bahwa kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada siswa untuk menjawabnya. Kuesioner yang disebarkan berisi 83 item pernyataan baik dalam tahap penelitian tes awal (pretest) maupun tes akhir (posttest).

G.Analisis Data

Data penelitian yang diperoleh merupakan data mengenai motivasi belajar siswa. Data tersebut diolah berdasarkan langkah-langkah berikut.

1. Verifikasi Data

Verifikasi data dilakukan untuk memeriksa kelengkapan jumlah angket sebelum dan sesudah disebarkan kepada responden. Pemeriksaan kelengkapan dilakukan juga pada kelengkapan peserta didik mengisi data yang dibutuhkan yaitu data identitas responden sesuai dengan kelas masing-masing dan pilihan jawaban responden terhadap item/ pernyataan dalam instrumen kecerdasan sosial peserta didik.


(37)

Niken Nur Anisa, 2014

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial: studi pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2. Penskoran

Penyekoran instrumen dalam penelitian ini disusun dalam bentuk data interval. Penskoran dilakukan pada setiap alternatif respon jawaban yang dipilih oleh peserta didik. Untuk pernyataan yang positif, peserta didik diberi skor 5 jika memilih pilihan yang sangat sesuai, skor 4 jika memilih pilihan yang sesuai dengan pernyataan, skor 3 jika memilih pilihan yang kurang sesuai, skor 2 jika memilih pernyataan yang tidak sesuai, dan siswa diberikan skor 1 jika memilih respon pernyataan yang sangat tidak sesuai. Sedangkan untuk pernyataan negatif siswa diberi skor 1 jika memilih pilihan respon yang sangat sesuai, skor 2 jika memilih pilihan respon yang sesuai dengan pernyataan, skor 3 jika memilih pilihan respon yang kurang sesuai, skor 4 jika memilih pernyataan yang tidak sesuai, dan siswa diberikan skor 5 jika memilih pernyataan yang sangat tidak sesuai.

3. Pengelompokkan Data

Langkah selanjutnya setelah seluruh data terkumpul adalah mengolah dan menganalisis data sebagai bahan acuan dalam menyusun program intervensi teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial. Data-data yang diperoleh dari hasil penyebaran angket/instrumen kecerdasan sosial kemudian diolah dengan menetapkan ke dalam tiga kategori kecerdasan sosial, apakah berada dalam kategori tinggi, sedang atau rendah. Berikut adalah langkah-langkah dalam penentuan tingkat kategori kecerdasan sosial peserta didik:

a. Menjumlah skor semua peserta didik

b. Mencari nilai rata-rata (X) dan simpangan baku (standar deviasi/ SD) c. Menentukan batas- batas kelompok, yakni:

Berdasarkan langkah-langkah di atas, maka untuk pembagian kategori kecerdasan sosial peserta didik disajikan dalam Tabel 3.9 di bawah ini :

Tabel 3.9

Kategori Pengelompokan Kecerdasan Sosial Peserta Didik Kelas X SMK Profita Bandung Tahun Ajaran 2013/2014


(38)

Niken Nur Anisa, 2014

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial: studi pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

No. Kategori Interval Rentang F %

1. Tinggi (µ + 1,0 s ) < X 334-427 296 70 2. Sedang ( µ - 1,0 s) < X < ( µ + 1,0 s ) 250-333 104 25 3. Rendah X < ( µ - 1,0 s ) 166-249 21 5

Keterangan:

X = skor subjek

μ = rata-rata baku

σ= deviasi standar baku

Untuk lebih jelas, pembagian kategori kecerdasan sosial disajikan dalam Tabel 3.10 di bawah ini :

Tabel 3.10

Interpretasi Kategori Kecerdasan Sosial Peserta Didik

Kategori Interpretasi

Tinggi 334-427

Peserta didik sudah memiliki kecerdasan sosial yang optimal pada setiap dimensi kecerdasan sosial, yaitu dimensi wawasan sosial (social insight), dimensi kepekaan sosial (social

sensitivity), dan dimensi komunikasi sosial (social

communication). Artinya peserta didik memiliki kesadaran diri,

memahami etika sosial dan situasi sosial, memiliki keterampilan pemecahan masalah sosial, mampu untuk bersikap empati, mampu untuk bersikap prososial, mampu menyampaikan pesan secara efektif dan mampu menerima pesan secara efektif. Dengan kata lain peserta didik pada kategori ini memiliki kecerdasan sosial yang tinggi.

Sedang 250-333

Peserta didik sudah cukup memiliki kecerdasan sosial yang optimal pada setiap dimensi kecerdasan sosial, yaitu dimensi dimensi wawasan sosial (social insight), dimensi kepekaan sosial (social sensitivity), dan dimensi komunikasi sosial (social

communication). Artinya peserta didik cukup memiliki

kesadaran diri, cukup memahami etika sosial dan situasi sosial, cukup memiliki keterampilan pemecahan masalah sosial, cukup mampu untuk bersikap empati, cukup mampu untuk bersikap


(39)

Niken Nur Anisa, 2014

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial: studi pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

prososial, cukup mampu menyampaikan pesan secara efektif dan cukup mampu menerima pesan secara efektif. Dengan kata lain peserta didik pada kategori ini peserta didik memiliki kecerdasan sosial yang sedang.

Rendah 166-249

Peserta didik kurang memiliki kecerdasan sosial yang optimal pada setiap dimensi kecerdasan sosial, yaitu dimensi dimensi wawasan sosial (social insight), dimensi kepekaan sosial (social

sensitivity), dan dimensi komunikasi sosial (social

communication). Artinya peserta didik kurang memiliki

kesadaran diri, kurang memahami etika sosial dan situasi sosial, kurang memiliki keterampilan pemecahan masalah sosial, kurang mampu untuk bersikap empati, kurang mampu untuk bersikap prososial, kurang mampu menyampaikan pesan secara efektif dan kurang mampu menerima pesan secara efektif. Dengan kata lain peserta didik pada kategori ini peserta didik memiliki kecerdasan sosial yang rendah.

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data yang diperoleh dari data tes awal (pretest), data tes akhir (posttest). Data dianalisis untuk menjawab pertanyaan penelitian, baik tentang gambaran umum kecerdasan sosial peserta didik. Rumusan program intervensi menggunakan teknik restrukturisasi kognitif, dan efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial peserta didik. Pengolahan data menggunakan bantuan software SPSS (Statistical Product and Service Solution) Statistics 21.0

for windows.

a. Analisis Data Pretest

Skor pretest kecerdasan sosial peserta didik yang telah diperoleh, diuji melalui pengujian normalitas pengujian normalitas ini menggunakan uji statistik

Kolmogorov-Smirnov atau Shapiro-Wilk. Apabila data berdistribusi normal maka

pengujian dilanjutkan dengan uji homogenitas pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah kedua sampel berasal dari populasi yang sama


(40)

Niken Nur Anisa, 2014

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial: studi pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

atau tidak, pengujian homogenitas ini dilakukan dengan menggunakan uji statistik

Levene’s Test selanjutnya apabila data berdistribusi normal dan homogen maka pengujian dilanjutkan dengan uji perbedaan dua rata-rata berpasangan (paired

t-test). Perhitungan perbedaan dua rata-rata berpasangan (paired t-test) dapat

dilakukan apabila data penelitian mempunyai distribusi normal dan homogen berarti mempunyai sebaran yang normal dan dianggap mampu mewakili populasi. Langkah perhitungan paired t-test dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) Uji Normalitas

Uji normalitas menggunakan Kolmogorov-Smirnov atau Shapiro-Wilk untuk setiap data variabel penelitian pada taraf signifikansi α=0.05 rumusan hipotesis uji, yaitu:

H0 : Data berdistribusi normal, jika nilai Sig ≥ α H1 : Data tidak berdistribusi normal, jika nilai Sig < α 2) Uji Homogenitas

Uji homogenitas dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa dua atau lebih kelompok data sampel berasal dari populasi yang memiliki variansi yang sama. Pada analisis regresi, persyaratan analisis yang dibutuhkan adalah bahwa galat regresi untuk setiap pengelompokan berdasarkan variabel terikatnya memiliki variansi yang sama. Uji homogenitas varians menggunakan uji Levene terhadap semua data variabel penelitian pada taraf signifikansi α=0.05. Cara menafsirkan uji Levene ini adalah, jikan nilai Levene statistic > 0.05 maka dapaat dikatakan bahwa variasi data adalah homogen.

b. Analisis Data Posttest

Hasil skor posttest kecerdasan sosial peserta didik yang telah diperoleh

kemudian di uji melalui Skor pretest kecerdasan sosial peserta didik yang telah diperoleh, diuji melalui pengujian normalitas menggunakan uji statistik

Kolmogorov-Smirnov atau Shapiro-Wilk. Apabila data berdistribusi normal maka


(41)

Niken Nur Anisa, 2014

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial: studi pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tujuan untuk mengetahui apakah kedua sampel berasal dari populasi yang sama atau tidak, pengujian homogenitas ini dilakukan dengan menggunakan uji statistik

Levene’s Test selanjutnya apabila data berdistribusi normal dan homogen maka pengujian dilanjutkan dengan uji perbedaan dua rata-rata berpasangan (paired

t-test). Perhitungan perbedaan dua rata-rata berpasangan (paired t-test) dapat

dilakukan apabila data penelitian mempunyai distribusi normal dan homogen berarti mempunyai sebaran yang normal dan dianggap mampu mewakili populasi.

5. Rancangan Program Intervensi (Layanan) a. Rasional

Menurut Vygotsky pada tahun 1934, masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan peserta didik. Pada masa

remaja berkembang “social cognition”, yaitu kemampuan memahami orang lain.

Kemampuan memahami orang lain mendorong remaja untuk menjalin hubungan sosial dengan teman sebaya. Teori social cognition menekankan tentang kebudayaan sebagai faktor penentu bagi perkembangan individu, kebudayaan memberikan dua kontribusi terhadap perkembangan kecerdasan peserta didik.

Pertama, peserta didik memperoleh banyak sisi pemahamannya; dan Kedua,

peserta didik memperoleh banyak cara berpikir atau sarana adaptasi kecerdasan (Yusuf, 2009: 7).

Teori kecerdasan yang saat ini menjadi acuan dalam mengembangkan potensi remaja adalah teori kecerdasan menurut Gardner pada tahun 2003 yang merumuskan teori Intelegensi Ganda yang biasa disebut sebagai Multiple

Intelligence, pada dasarnya menolak pandangan psikometri dan kognitif tentang

kecerdasan. Ada delapan macam kecerdasan yang menurutnya bersifat universal, yaitu: (a) Kecerdasan Linguistik, (b) Kecerdasan Logis-Matematik, (c) Kecerdasan Dimensi-Ruang (Spatial), (d) Kecerdasan Musikal, (e) Kecerdasan Kelincahan Tubuh (Kinestetik), (f) Kecerdasan Sosial/Interpersonal, (g)


(1)

Niken Nur Anisa, 2014

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial: studi pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang positif, serta keterampilan-keterampilan sosial yang tepat (Nurihsan, 2006: 15-16).

Penelitian yang dilakukan oleh Patterson pada tahun 1982; Janis & Mann pada tahun 1977, menyatakan konseling kognitif perilaku telah banyak dikembangkan di Indonesia dalam penanganan berbagai masalah. Dobson (2010: 41) mendefinisikan “konseling kognitif perilaku sebagai pendekatan konseling yang menyatakan kognisi menengahi perilaku dan reaksi emosi terhadap lingkungan dan menentukan tingkat penyesuaian individu”. Teknik restrukturisasi kognitif merupakan salah satu teknik dalam konseling kognitif perilaku yang berfokus pada aspek kognitif individu. Menurut Bjorkqvist (Birknervo, 2011: 241) mengatakan bahwa kecerdasan sosial memiliki tiga komponen dasar yaitu perbedaan persepsi, kognitif dan komponen perilaku. Teknik restrukturisasi kognitif membantu seseorang dalam memahami bagaimana aspek pemikiran, perasaan, tindakan, perasaan fisik, dan situasi dari pengalaman seseorang saling berinteraksi sehingga dapat memahami lebih baik masalahnya (Neenan & Dryden, 2004: 78). Dari pendapat Neenan & Dryden, terdapat hubungan antara kecerdasan sosial dengan teknik restrukturisasi kognitif yang berpusat dalam aspek kognisi.

a. Tujuan

Secara khusus tujuan intervensi (layanan) adalah meningkatkan kecerdasan sosial peserta didik sebagai berikut:

1) Meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menerima pesan secara efektif. 2) Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam pemecahan masalah sosial. 3) Meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menyampaikan pesan secara

efektif.

4) Meningkatkan kesadaran diri peserta didik. 5) Meningkatkan empati peserta didik.


(2)

Niken Nur Anisa, 2014

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial: studi pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tahapan dalam melaksanakan teknik restrukturisasi kognitif (Dobson & Dobson, 2009: 117-127)

1) Tahap Identifikasi Pikiran-Pikiran Negatif.

Sebelum konseli diberikan bantuanuntuk merubah pikiran-pikiran yang mengalami distorsi, terlebih dahulu konselor perlu membantu konseli untuk menyadari pikiran-pikiran negatif yang konseli miliki dan memberitahukan secara langsung kepada konselor. Pada tingkatan umum, konseli didorong untuk kembali pada pengalaman dan melakukan refleksi pengalaman-pengalaman yang sudah dilalui.

2) Tahap Metode Pengumpulan Pikiran-Pikiran Negatif

Para praktisi Beck pada tahun 1979; Dobson-Dobson pada tahun 2009 mengatakan bahwa konseling kognitif perilaku menggunakan Dysfunction Thought Record. Penggunaan Dysfunction Thought Record dianggap dapat mendefinisikan karakteristik asesmen kognitif konseli. Ditahap awal konseling, konseli diminta untuk membawa buku catatan kecil untuk menuliskan tugas pekerjaan rumah, hal-hal yang berhubungan dengan perlakuan dalam konseling, dan mencatat pikiran-pikiran negatif (Fadhilah, 2013: 37). Format untuk mencatat pikiran-pikiran negatif adalah sebagai berikut:

Tabel 3.11 Thought Record

Situation Automatic

Thought

Emotion (list type and rate intensity

0-100

Behavior or Action Tendencies

3) Tahap Intervensi Pikiran-Pikiran Negatif

Menurut Dobson & Dobson (2009: 127) menyatakan bahwa langkah intervensi pikiran-pikiran negatif diberikan kepada konseli apabila konselor sudah


(3)

Niken Nur Anisa, 2014

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial: studi pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mendapatkan banyak informasi mengenai pikiran-pikiran negatif konseli itu sendiri. Beberapa hal mengenai pikiran-pikiran negatif meliputi hal-hal, yaitu: a) Menemukan pikiran-pikiran negatif yang berhubungan dengan reaksi emosi

yang kuat.

b) Menemukan pikiran-pikiran yang berkaitan dengan pola respon perilaku yang kuat.

c) Menemukan pikiran-pikiran yang memiliki tingkatan keyakinan yang tinggi. d) Menemukan pikiran-pikiran yang berulang karena pikiran-pikiran yang

dikemukakan berulang-ulang menunjukkan pola berpikir konseli.

c. Sasaran Intervensi

Sasaran dari program intervensi (layanan) untuk meningkatkan kecerdasan sosial adalah peserta didik kelas X SMK Profita Bandung adalah 10 orang peserta didik memiliki kecerdasan sosial dengan kategori rendah.

d. Isi Intervensi (Layanan)

Intervensi (layanan) teknik restrukrisasi kognitif dalam meningkatkan kecerdasan sosial peserta didik dilakukan selama 7 sesi. Sesi intervensi yang dirancang berdasarkan hasil pertimbangan dari fenomena kecerdasan sosial dan penyesuaian penerapan pendekatan konseling kognitif perilaku khususnya teknik restrukturisasi kognitif. Setiap sesi berdurasi 1x60 menit. Penentuan jadwal intervensi berdasarkan kesepakatan antara konselor dan peserta didik. Pada setiap sesi, intruksi yang diberikan sama, namun dengan topik yang berbeda. Gambaran setiap sesi intervensi sebagai berikut:

Sesi kesatu

Sesi kesatu dilakukan pembuka dan pengenalan mengenai Kecerdasan Sosial sehingga peserta didik memahami makna kecerdasan sosial, dimensi dan aspek kecerdasan sosial . Tujuan dari tahap ini adalah membangun hubungan yang positif dengan peserta didik, serta mengenalkan intervensi kepada peserta didik dan kemampuan apa yang akan peserta didik peroleh. Selain itu pada sesi pertama


(4)

Niken Nur Anisa, 2014

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial: studi pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

konselor menayangkan materi mengenai kecerdasan sosial kepada peserta didik sebagai pengenalan mengenai kecerdasan sosial yang nantinya akan diberikan kepada peserta didik.

Sesi kedua

Sesi kedua dengan materi “Jadi Pribadi Yang Asik”. Sesi kedua bertujuan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memahami kelebihan dan kekurangan pada dirinya dalam hubungan sosial (interaksi sosial), yang tidak disertai perasaan minder, cemas dan merasa dikucilkan.

Sesi ketiga

Sesi ketiga dengan materi “Show Me The Way”. Sesi ketiga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik agar mampu memecahkan konflik pada hubungan pertemanan dengan bijak dan terselesaikan dengan baik (tuntas), dan tidak disertai perasaan khawatir dan malu.

Sesi keempat

Sesi keempat dengan materi “Speak Up”. Sesi keempat bertujuan untuk meningkatkan keterampilan peserta didik agar mampu mampu menyampaikan pesan dengan tidak disertai perasaan takut dan malu dalam berbicara atau mengemukakan pendapat pada orang lain.

Sesi kelima

Sesi kelima dengan materi “Dengarkan, Resapi dan Intropeksi”. Sesi kelima bertujuan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk menerima pendapat (pesan) dari orang lain dengan tidak disertai perasaan sedih, marah dan terintimidasi dalam menerima pendapat (pesan) dari orang lain.

Sesi keenam

Sesi keenam dengan materi “Berkawan dengan Peka”. Sesi keenam bertujuan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk memahami


(5)

Niken Nur Anisa, 2014

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial: studi pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

perasaan orang lain dalam berteman dengan tidak disertai perasaan malu dan tidak peduli dalam berteman.

Sesi ketujuh

Sesi ketujuh bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mengeluarkan pikiran, sikap dan perasaan peserta didik. Tujuan dari tahap ini adalah untuk membantu peserta didik dalam membawa pikiran-pikiran yang mendasari, sikap, dan perasaan yang sepenuhnya tidak disadari oleh peserta didik. Selain itu sesi terakhir ini berbentuk post-test yang bertujuan untuk mengetahui keefektifan penggunakan teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial peserta didik.

e. Evaluasi

Keberhasilan dari konseling teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial peserta didik adalah peserta didik mampu (1) meningkatkan kemampuan dalam menerima pesan secara efektif; (2) meningkatkan keterampilan dalam pemecahan masalah sosial; (3) meningkatkan kemampuan dalam menyampaikan pesan secara efektif; (4) meningkatkan kesadaran diri; dan (5) meningkatkan empati.

Peserta didik berhasil mengikuti kegiatan intervensi (layanan) adalah peserta didik mampu mengubah pikiran-pikiran atau pernyataan negatif menjadi pikiran-pikiran atau pernyataan positif dan memperlihatkan perubahan perilaku dalam setiap sesi intervensi. Sumber utama untuk evaluasi adalah analisis terhadap pekerjaan rumah (homework) dijadikan ukuran untuk mengetahui perubahan pernyataan diri peserta didik yang menjadi indikator keberhasilan dari setiap sesi intervensi. Selain dengan menuliskan pekerjaan rumah (homework) dilihat dari perilakunya dalam kegiatan di sekolah yakni dilihat melalui wawancara dengan guru BK dan wali kelasnya.

Indikator keberhasilan program intervensi (layanan) secara keseluruhan adalah meningkatnya kecerdasan sosial yang rendah. Teknik yang digunakan


(6)

Niken Nur Anisa, 2014

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk meningkatkan kecerdasan sosial: studi pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMK Profita Bandung tahun ajaran 2013/2014

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

untuk mengetahui meningkatnya kecerdasan sosial rendah adalah melalui pre-posttest design.


Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS OUTWARD BOND UNTUK MENINGKATKAN SELF EFFICACY PESERTA

0 3 2

PENERAPAN TEKNIK RESTRUKTURISASI KOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN HARGA DIRI PADA REMAJA OBESITAS

3 14 12

PENGEMBANGAN TEKNIK RESTRUKTURISASI KOGNITIF UNTUK MENURUNKAN KEYAKINAN IRASIONAL PADA GANGGUAN SOMATISASI

4 50 22

Tingkat Kepuasan Peserta Didik Terhadap Pelayanan Proses Pembelajaran di SMK Averus

0 6 120

EFEKTIVITAS TEKNIK SELF-TALK DALAM PENDEKATAN KONSELING KOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN DISIPLIN DIRI PESERTA DIDIK Noviana Diswantika STKIP PGRI Bandar Lampung ABSTRACT - View of Efektivitas Teknik Self-Talk dalam Pendekatan Konseling Kognitif untuk Meningka

0 0 19

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING BERBASIS PRAKTIKUM PADA MATERI SISTEM EKSKRESI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KOGNITIF PESERTA DIDIK SMA

0 2 6

View of PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TYPE MIND MAPPING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN TEKNIK KERJA BENGKEL TENTANG MEMAHAMI KONSEP-KONSEP DASAR ELEKTRONIKA DI KELAS X EA PROGRAM KEAHLIAN TEKNIK AUDIO VIDEO DI SMK NEGERI

0 1 13

Efektivitas Teknik Modeling Melalui Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Karakter Rasa Hormat Peserta Didik (Quasi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas X di SMK Muhammadiyah 2 Bandung Tahun Pelajaran 20142015)

0 0 22

BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN A. Peran guru Pendidikan Agama Islam sebagai Pengajar dalam meningkatkan Perkembangan Emosional Peserta Didik di SMK Islam 1 Durenan - PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN PERKEMBANGAN EMOSIONAL PESERTA DIDIK DI

0 1 13

1 KORELASI AKTIVITAS PESERTA DIDIK BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN INTERAKSI SOSIAL X SMA NEGERI 3 PONTIANAK

0 0 12