PENGGUNAAN TEKNIK SOSIODRAMA UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN INTERPERSONAL PESERTA DIDIK : Penelitian Pra-Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013.

(1)

PESERTA DIDIK

(Penelitian Pra-Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Dewi Kumayasari 0802737

JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2013


(2)

PENGGUNAAN TEKNIK SOSIODRAMA UNTUK

MENINGKATKAN KECERDASAN INTERPERSONAL

PESERTA DIDIK

Oleh Dewi Kumayasari

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Dewi Kumayasari 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Desember 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

PENGGUNAAN TEKNIK SOSIODRAMA UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN INTERPERSONAL PESERTA DIDIK

(Studi Pra Eksperimen Terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013 )

Disetujui dan disahkan oleh:

Pembimbing I

Dr. H. Agus Taufiq M,Pd NIP 195808161985031007

Pembimbing II

Dadang Sudrajat, M.Pd NIP 196808281998021002

Mengetahui,

Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. Nandang Rusmana, M. Pd. NIP 196005001 198603 1 004


(4)

ABSTRAK

Dewi Kumayasari (2013). Penggunaan Teknik Sosiodrama untuk Meningkatkan Kecerdasan Interpersonal Peserta Didik (Penelitian Pra Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kecerdasan interpersonal peserta didik dengan menerapkan teknik sosiodrama. Kecerdasan Interpersonal pada peserta didik perlu ditingkatkan karena mempunyai peran penting dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam membina dan mempertahankan hubungan dengan orang lain, oleh karena itu perlu diterapkan suatu teknik bimbingan dan konseling yang tepat, menarik, dan menyenangkan. Salah satu cara untuk meningkatkan kecerdasan interpersonal adalah dengan menerapkan teknik sosiodrama. Penelitian ini merupakan penelitian Pra Eksperimen. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang tahun ajaran 2012/2013. Data yang digunakan untuk mengetahui peningkatan kecerdasan interpersonal siswa dikumpulkan melalui angket. Data dianalisis dengan teknik komparasi/perbandingan, yaitu membandingkan antara pretest dan postest. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok eksperimen ada perbedaan antara skor pre-test dan skor post-test (nilai thitung = 8,245 > ttabel 1,746 pada derajat bebas 16 lebih

besar daripada nilai t-tabel dengan nilai signifikansi 2-tailed = 0.000 < 0.05). Treatment teknik sosiodrama terbukti efektif untuk meningkatkan kecerdasan interpersonal siswa dengan perbedaan rata-rata gain skor posttes dan pretest sebesar 39,3 poin. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan metode sosiodrama dapat meningkatkan kecerdasan interpersonal peserta didik. Hal ini membuktikan bahwa hipotesis yang diajukan telah teruji kebenarannya.


(5)

ABSTRACT

Dewi Kumayasari (2013). Use of Techniques sociodramas to Improve Interpersonal Intelligence Students ( Pre Experiment Research on Eighth Grade Students of SMP Negeri 1 Lembang Academic Year 2012/2013 ).

This study aims to determine the increase in interpersonal learners by applying techniques sociodrama. Interpersonal intelligence on the learner needs to be improved because it has an important role in everyday life, especially in developing and maintaining relationships with others, therefore it is necessary to apply a technique of proper guidance and counseling, interesting , and fun. One way to improve interpersonal intelligence is to apply the techniques sociodrama . This research is a Pre- Experiment. Subjects in this study were eighth grade students of SMP Negeri 1 Lembang school year 2012/2013. The data used to determine the increase in students interpersonal intelligence gathered through a questionnaire. Data were analyzed by comparative techniques / comparisons, that is comparing pretest and posttest. Results showed that the experimental group was no difference between the scores of pre-test and post-test scores ( tcount = 8.245 > 1,746 ttable on 16 degrees of freedom is greater

than the value of t table with 2 - tailed significance value = 0,000 > 0,05 ). Treatment

sociodramas techniques proven effective for improving interpersonal differences of students with an average gain posttes and pretest scores by 39,3 points. The conclusion of this research is the application of methods sociodramas can improve interpersonal learners . This proves that the hypothesis has been verified.


(6)

KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRAK... DAFTAR ISI...

DAFTAR BAGAN………

DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... BAB I PENDAHULUAN...

A. Latar Belakang Masalah... B. Identifikasi dan Rumusan Masalah... C. Tujuan Penelitian... D. Metode Penelitian... E. Manfaat Penelitian... F. Struktur Organisasi Penelitian... BAB II KAJIAN TEORI EFEKTIVITAS TEKNIK SOSIODRAMA DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN INTERPERSONAL SISWA...

A. Karakteristik Perkembangan Siswa Remaja Awal... 1. Pengertian Remaja... 2. Karakteristik Perkembangan... 3. Tugas Perkembangan Remaja... B. Konsep Kecerdasan Interpersonal... 1. Pengertian Kecerdasan ... 2. Pengertian Kecerdasan Interpersonal... 3. Faktor Kecerdasan Interpersonal... 4. Aspek Kecerdasan Interpersonal... 5. Ciri Kecerdasan Interpersonal... 6. Fungsi Kecerdasan Interpersonal...………... 7. Pengukuran Kecerdasan Interpersonal... C. Konsep Dasar Bimbingan Kelompok... 1. Definisi Bimbingan Kelompok... 2. Tujuan Bimbingan Kelompok ... 3. Fungsi Bimbingan Kelompok ... 4. Azaz Bimbingan Kelompok ... 5. Keuntungan Bimbingan Kelompok ... D. Teknik Sosiodrama...

1. Sejarah Sosiodrama... 2. Pengertian Sosiodrama... 3. Tujuan, Manfaat, Ciri-Ciri Sosiodrama... 4. Prinsip Sosiodrama... 5. Komponen Dasar Sosiodrama... 6. Langkah-Langkah Sosiodrama...

i ii iii vi ix ix xi 1 1 9 9 10 14 15 16 16 16 18 22 24 24 30 31 32 34 37 38 38 39 40 41 42 42 43 45 44 49 50 51 52


(7)

9. Pengukuran Sosiodrama... E. Penggunaan Bimbingan Kelompok Melalui Teknik Sosiodrama

untuk Meningkatkan Kecerdasan Interpersonal Peserta Didik ... F. Pengembangan Program Bimbingan Kelompok ... 1. Program Bimbingan Kelompok ... 2. Model-Model Program Bimbingan dan Konseling ... G. Penelitian Terdahulu ... H. Kerangka Berfikir ... I. Hipotesis Penelitian ...

BAB III METODE PENELITIAN...

A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian... B. DesainPenelitian... C. Pendekatan dan Metode Penelitian...…...…... D. Definisi operasional Variabel... E. Instrumen Penelitian ... 1. Penyusunan Instrumen ... 2. Pengembangan Kisi-kisi Instrumen ... 3. Pedoman Skoring... F. Pengembangan Instrumen ...

1. Uji Validitas Item ... 2. Uji Reliabilitas Instrumen... G. Teknik Pengumpulan Data... H. Teknik Pengolahan dan Analisis Data... I. Prosedur Penelitian ...

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...

A. Deskripsi Hasil Penelitian... 1. Gambaran Kecerdasan Interpersonal Siswa ... 2. Gambaran Setiap Aspek Kecerdasan Interpersonal... 3. Gambaran Setiap Indikator Kecerdasan Interpersonal... B. Rancangan Program Bimbingan Kelompok dengan Teknik

Sosiodrama ... C. Pelaksanaan Intervensi dengan Teknik Sosiodrama ... D. Penggunaan Teknik Sosiodrama dalam Meningkatkan Kecerdasan Interpersonal Siswa ... E. Implementasi Program Perubahan Pretest-Posttest ...

1. Uji Hipotesis ... 2. Gain (Peningkatan) Kecerdasan Interpersonal siswa ... F. Pembahasan Hasil Penelitian ... 1. Gambaran Umum Kecerdasan Interpersonal ... 2. Gambaran Aspek Kecerdasan Interpersonal ... 3. Pelaksanaan Program Intervensi Teknik Sosiodrama untuk

Meningkatkan Kecerdasan Interpersonal Peserta Didik ... 57 59 62 62 64 74 77 80 82 82 83 84 84 90 90 92 93 94 97 98 99 99 103 106 106 106 113 113 117 147 158 159 159 161 166 166 170 173


(8)

5. Keterbatasan Penelitian ...

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI...

A. Kesimpulan... B. Rekomendasi...

DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN-LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP PENULIS

179 181 181 182 183


(9)

2.1 Gambar Dimensi Kecerdasan Interpersonal ... 2.2 Bagan Alur Penelitian ...

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 2.2 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6

Persamaan dan Perbedaan Sosiodrama, Psikodrama, dan Bermain Peran (Role Playing) ... Model-model Promgram Bimbingan dan Konseling Komprehensif .. Jumlah Sampel Penelitian ... Rentang Skala Likert ... Kisi-kisi Instrumen Pengungkap Kecerdasan Interpersonal Peserta Didik ... Pola Penyekoran Butir Pernyataan Instrumen ... Hasil Judgement Instrument ... Kriteria Keterandalan (Reliabilitas) Instrumen ... 3.7 3.8 3.9 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11 4.12 4.13

Reliabilitas Instrumen ... Deskripsi Kategori Setiap Komponen Kecerdasan Interpersonal ... Kategori Kecerdasan Interpersonal Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013 ... Gambaran Umum Kecerdasan Interpersonal Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang ... Rekapitulasi Kategori Aspek Kecerdasan Interpersonal Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang ...

Rekapitulasi Komponen Kecerdasan Interpersonal Siswa SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013 ...

Presentase Ketercapaian Skor Kecerdasan Interpersonal Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang ... Persentase Ketercapaian Skor Indikator Sensitifitas Sosial Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang ...

Persentase Ketercapaian Skor Indikator Wawasan Sosial Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang ... Persentase Ketercapaian Skor Indikator Komunikasi Sosial

Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang ... Gambaran Umum Kecerdasan Interpersonal Siswa Pada Masing-masing Aspek ... Gambaran Indikator Aspek Sensitifitas Sosial ... Gambaran Indikator Aspek Wawasan Sosial ... Gambaran Indikator Aspek Komunikasi Sosial ... Gambaran Siswa yang Memiliki Kecerdasan Interpersonal Sangat Rendah ... Rancangan Teknik Sosiodrama untuk Meningkatkan Kecerdsasan Interpersonal Siswa ...

32 80 43 64 83 92 93 94 96 98 99 101 101 107 108 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118


(10)

4.15

4.16 4.17 4.18 4.19 4.20 4.21 4.22 4.23

Rencana Operasional (Action Plan) Program Bimbingan Kelompok melalui Teknik Sosiodrama Dalam Meningkatkan Kecerdasan Interpersonal Siswa ... Materi Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Kecerdasan Interpersonal Siswa ... Hasil Uji Normalitas Data Hasil Penelitian ... Hasil Uji t Perbedaan Kecerdasan Interpersonal Siswa SMP Negeri 1 Lembang Sebelum dengan Sesudah diberi Perlakuan Teknik Sosiodrama ... N- Gain Pre Test - Post Test Peningkatan Kecerdasan Interpersonal Siswa SMP Negeri 1 Lembang ... N- Gain Aspek Sensitifitas Sosial ... N- Gain Aspek Wawasan Sosial ... N- Gain Aspek Komunkasi Sosial ...

132 139 159

160 162 163 164 165


(11)

4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8

Gambaran Umum Kecerdasan Interpersonal Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang ... Persentase Ketercapaian Skor Indikator Komunikasi Sosial Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang ... Grafik Presentase Ketercapaian Skor Indikator Pada Aspek Sensitifitas Sosial ... Grafik Presentase Ketercapaian Skor Indikator Pada Aspek Wawasan Sosial ... Grafik Presentase Ketercapaian Skor Indikator Pada Aspek Wawasan Sosial ... Gambaran Umum Indikator Sensitifitas Sosial ... Gambaran Umum Indikator Wawasan Sosial ... Gambaran Umum Indikator Komunikasi Sosial ...

95 107 109 110 111 112 114 116 117


(12)

(13)

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Dilihat dari perkembangannya anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada umumnya berada pada rentang usia antara usia 12/13-15 tahun, dalam konteks psikologi perkembangan individu berada pada fase remaja awal. Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Remaja senang kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan “narcistic”, yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang punya sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu, remaja berada dalam kondisi kebingungan karena tidak tahu harus memilih yang mana: peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau materialis, dan sebagainya. Untuk mengatasi kebingungan tersebut remaja diharapkan memiliki kecerdasan interpersonal, sehingga remaja mampu menentukan perilaku yang sesuai dalam berhubungan dengan lingkungan sosialnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Berndt dan Keefe (1996: 319) bahwa: Remaja yang memiliki pertemanan yang positif menunjukkan perilaku prososial yang lebih baik, lebih populer, memiliki self esteem yang tinggi, memiliki masalah-masalah emosional yang lebih sedikit, dan memiliki sikap yang lebih baik terhadap sekolah. Sebaliknya, pertemanan yang negatif akan mengurangi keterlibatan remaja terhadap sekolah serta mengarah pada perilaku-perilaku yang merusak.

Remaja dalam rentang kehidupannya memiliki berbagai tugas perkembangan. Salah satu tugas perkembangan yang harus dicapai oleh remaja yaitu mampu bergaul dengan teman sebaya atau orang lain secara wajar. Sejalan dengan studi yang dilakukan Larson, Csikszantmihalyi, dan Graef (Wisnuwardhani & Fatmawati, 2012:1) yang menemukan bahwa 70 persen dari 179 remaja dan orang dewasa melakukan aktivitas bersama orang lain setidaknya dua kali dalam sehari. Dengan kata lain, peserta didik harus


(14)

memiliki kemampuan untuk memahami dan berkomunikasi dengan orang lain, serta kemampuan untuk memahami dan bekerjasama dengan orang lain.

Havighurst (Hurlock, 1995: 10) mengemukakan sebagai berikut:

Dalam perkembangannya remaja memiliki tugas perkembangan yang menitikberatkan kepada hubungan sosial yang diantaranya: mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita, mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab, serta memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi.

Pergaulan remaja di masyarakat, khususnya di sekolah sering dijumpai adanya persinggungan emosional dan sosial yang barangkali disebabkan oleh pengaruh situasi sosial budaya yang ada. Remaja ingin tampil dan dan menunjukkan jati dirinya, namun yang tampak adalah perilaku yang menyimpang dari norma kesopanan dan tata krama yang ada. Permasalahan tentang persinggungan emosional dan sosial disebabkan kurangnya kecerdasan interpersonal remaja (peserta didik) dalam melakukan interaksi interpersonal dengan baik.

Orang yang memiliki kecerdasan interpersonal yang rendah dapat memunculkan konflik interpersonal. Hal ini ditegaskan oleh Sullivan (Chaplin, 2000: 257) bahwa penyakit mental dan perkembangan kepribadian terutama sekali lebih banyak ditentukan oleh interaksi interpersonalnya daripada oleh faktor-faktor konstitusionalnya.

Kecerdasan interpersonal atau bisa juga dikatakan sebagai kecerdasan sosial, diartikan sebagai kemampuan dan keterampilan seseorang dalam mencipatakan relasi, membangun relasi dan mempertahankan relasi sosialnya sehingga kedua belah pihak berada dalam situasi menang-menang atau atau saling menguntungkan.

Gardner (Safaria, 2005: 23) mengatakan:

Kecerdasan interpersonal akan menunjukkan kemampuan anak dalam berhubungan dengan orang lain. Anak yang tinggi intelegensi interpersonalnya akan mampu menjalin komunikasi yang efektif dengan orang lain, mampu berempati secara baik, mampu mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang lain. Mereka ini dapat dengan cepat memahami tempramen, sifat, dan kepribadian orang lain, mampu


(15)

memahami suasana hati, motif dan niat orang lain. Semua kemampuan ini akan membuat mereka lebih berhasil dalam berinteraksi dengan orang lain.

Humprey (Campbell et. al. 2002: 172) mengatakan:

Bahwa intelegensi sosial adalah hal yang paling penting dalam intelek manusia. Humprey mengatakan manusia bahwa kegunaan kreatif dari pikiran manusia yang paling besar adalah mengadakan cara untuk mempertahankan sosial manusia secara efektif. Banyak orang mampu memikirkan semua konsekuensi dari apa yang telah mereka perbuat, mengantisipasi tingkah laku orang lain, menentukan keuntungan dan kerugian benefit, dan mengatasi dengan baik hal-hal interpersonal. Hidup yang berhasil terkadang sangat tergantung pada kemampuan interpersonal yang dia miliki.

Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan di atas dapat ditegaskan bahwa kecerdasan interpersonal merupakan kemampuan yang sangat penting bagi manusia. Menurut Lwin et al. (2008: 199-201) dengan kecerdasan interpersonal yang baik seseorang dapat menjadi orang dewasa yang sadar secara sosial dan mudah menyesuaikan diri, menjadi berhasil dalam pekerjaan, dan mewujudkan kesejahteraan emosional dan fisik.

Kecerdasan interpersonal mempunyai peran penting dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam berhubungan dengan orang lain. Dengan kecerdasan interpersonal akan memudahkan seseorang menyesuaikan diri, bersosialisasi dengan orang lain maupun lingkungan, menjadi orang dewasa yang sadar secara sosial, dan akan berhasil dalam pekerjaan (Surya, 2006: 31). Seseorang yang memiliki kecerdasan interpersonal cenderung mudah memahami perasaan orang lain sehingga akan disenangi banyak teman, menjadi pemimpin di antara teman-temannya dan pandai mengkomunikasikan keinginannya pada orang lain.

Myrna Shure dan George Spivak (Safaria, 2005: 15) dari Hahnemann Community Mental Health Center Philadelphia menjelaskan bahwa sejumlah masalah penyesuaian perilaku yang dijumpai anak-anak paling tidak, mungkin sebagian adalah akibat dari kurangnya keterampilan kognitif dalam pemecahan masalah antar pribadi. Maksudnya anak-anak yang agresif, impulsif atau amat penakut terhadap orang lain mungkin tidak mempunyai keterampilan


(16)

dasar dalam memahami orang lain dan dalam menangani hubungan antar pribadi.

Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Center for Creative Leadership 1983 di Greensboro, Nort California yang membandingkan 21 eksekutif yang gagal dengan 20 eksekutif yang berhasil menduduki puncak organisasi. Para eksekutif yang gagal sebenarnya merupakan orang-orang yang cerdas, ahli dalam bidangnya masing-masing, merupakan orang-orang pekerja keras, dan diharapkan maju dengan cepat, tetapi sebelum para eksekutif sampai kepuncak organisasi, para eksekutif dipecat atau dipaksa untuk pensiun/mengundurkan diri. Hasil penelitian menunjukkan para eksekutif yang gagal bukan karena para eksekutif tidak ahli di bidangnya, tetapi karena tidak memiliki keterampilan membina hubungan dengan orang lain. Para eksekutif digambarkan sebagai sebagai orang yang dingin, tidak memiliki sikap empati, mementingkan diri sendiri, menjaga jarak, terlalu ambisius, sehingga para eksekutif ini lebih banyak dibenci oleh para bawahannya (Safaria, 2005: 14).

Berdasarkan uraian di atas, pada kehidupan peserta didik tidak hanya membutuhkan kecerdasan linguistik ataupun logis-matematis tetapi memerlukan kecerdasan interpersonal. Siswa yang tidak memiliki kecerdasan interpersonal tidak akan mampu menjalin hubungan yang baik dengan orang lain sekalipun memiliki IQ yang tinggi. Hasil pemaparan menggambarkan kecerdasan interpersonal tidak kalah pentingnya dengan kecerdasan logis-matematis yang selalu dianggap menguasai kecerdasan seseorang.

Menurut Widodo (Hartati, 2009: 4), di Negara China sudah mulai menjalankan program akselerasi sejak tahun 1978 dan telah menghasilkan 673 wisudawan usia dini, dan dinyatakan sekitar 15% mahasiswa akselerasinya memiliki kecerdasan interpersonal rendah dengan kecenderungan mahasiswa akselerasi tersebut menjadi bersikap introvert.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hartati terhadap siswa kelas X-2 SMAN 8 Bandung Tahun Ajaran 2007/2008 diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa siswa masih memiliki kecerdasan interpersonal yang rendah. Hal ini ditunjukkan bahwa siswa masih belum mampu untuk bersikap


(17)

simpati dan empati terhadap orang lain, belum mampu bekerja sama dalam kelompok, dan masih adanya klik di antara para siswa yang terbagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dimana antara satu kelompok dengan kelompok lainnya tidak mampu melakukan kerja sama, baik dalam belajar maupun dalam pergaulan sehari-hari.

Kemudian hasil penelitian yang dilakukan peneliti diperoleh gambaran umum kecerdasan interpersonal siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013 berada pada kategori sedang dengan perhitungan rata-rata sebesar 227,55, nilai tertinggi berada pada angka 280, nilai terendah berada pada angka 140, mediannya berada pada angka 227, dan modus pada angka 220.

Berdasarkan pada fakta dan gambaran fenomena yang telah diuraikan, menunjukkan ketidakmampuan peserta didik dalam meningkatkan kecerdasan interpersonal, cenderung menunjukan perilaku yang negatif sehingga diperlukannya pemberian bantuan kepada peserta didik dalam meningkatkan kecerdasan interpersonal. Yusuf (2005: 26) menyatakan “peserta didik yang memiliki perilaku negatif di sekolah akan menimbulkan gangguan dalam berinteraksi sosial yang mengakibatkan keterasingan peserta didik dari lingkungannya.”

Penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah memiliki peranan penting dalam upaya memfasilitasi peserta didik agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya secara optimal. Sesuai dengan kurikulum yang berlaku saat ini (kurikulum 2013) dimana dalam salah satu prinsip pengembangan kurikulum tersebut menyatakan bahwa kurikulum berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik serta lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik berada pada posisi sentral dan aktif dalam belajar. Dari pernyataan tersebut menjadikan penyelenggaraan bimbingan dan konseling merupakan suatu langkah untuk tercapainya tujuan dari kurikulum 2013 yang dirancang untuk mempersiapkan insan indonesia memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warganegara yang: a) produktif, b)


(18)

kreatif, inovatif dan afektif serta, c) mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan peradaban dunia.

Suherman (2007: 10) menyatakan:

Bimbingan dan konseling dapat diartikan sebagai proses bantuan kepada individu sebagai bagian dari program pendidikan yang dilakukan oleh tenaga ahli agar individu mampu memahami dan mengembangkan potensinya secara optimal sesuai dengan tuntutan lingkungannya.

Kecerdasan interpersonal merupakan serangkaian kemampuan yang perlu dimiliki oleh peserta didik. Dalam bimbingan dan konseling, hal tersebut termasuk kedalam ranah bimbingan pribadi-sosial. Nurihsan (2007: 15) mengartikan bimbingan pribadi sosial sebagai layanan bimbingan untuk membantu individu dalam menyelesaikan masalah-masalah pribadi sosial. Bimbingan pribadi sosial diberikan dengan cara menciptakan lingkungan yang kondusif, interaksi pendidikan yang akrab, mengembangkan sistem pemahaman diri, dan sikap-sikap yang positif, serta keterampilan-keterampilan yang tepat (Nurihsan, 2007: 16).

Orang yang memiliki kecerdasan interpersonal menyukai dan menikmati bekerja secara berkelompok, belajar sambil berinteraksi dan bekerja sama, juga kerap merasa senang bertindak sebagai penengah dalam perselisihan sampai pada kemampuan memanipulasi sekelompok besar orang menuju pencapaian tujuan bersama seperti halnya direktur perusahaan besar. Sehingga bimbingan kelompok dapat digunakan untuk meningkatkan kecerdasan interpersonal.

Prayitno (1995: 178) mengemukakan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Artinya, semua peserta dalam kegiatan kelompok saling berinteraksi, bebas mengeluarkan pendapat, mananggapi, memberi saran, dan lain sebagainya, apa yang dibicarakan itu semuanya bermanfaat untuk diri peserta yang bersangkutan sendiri dan peserta lainnya. Sementara itu, Wibowo (2005: 17) menyatakan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan kelompok dimana pemimpin kelompok menyediakan


(19)

informasi-informasi dan mengarahkan diskusi agar anggota kelompok menjadi lebih sosial atau membantu anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Salah satu teknik dalam bimbingan kelompok ialah teknik sosiodrama yang dipandang tepat dalam membantu meningkatkan kecerdasan interpersonal peserta didik. Teknik sosiodrama sebagai media dalam upaya membimbing individu yang memerlukan dengan memanfaatkan dinamika kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Dengan teknik sosiodrama siswa dapat saling berinteraksi antar anggota kelompok dengan berbagai pengalaman, pengetahuan, gagasan atau ide-ide dan diharapkan dapat membantu peserta didik dalam mengembangkan kecerdasan interpersonal. Selain untuk membantu memecahkan permasalahan secara bersama, dalam kegiatan bimbingan kelompok ini mereka juga bisa berlatih cara meningkatkan kecerdasan interpersonal di hadapan teman-teman mereka. Mereka juga belajar mengungkapkan maksud dan keinginan mereka, serta memodifikasi tingkah laku mereka sampai orang lain mempresepsikannya sebagaimana yang mereka maksud.

Roestiyah (2001: 90) mengemukakan bahwa:

Dengan menggunakan metode sosiodrama siswa dapat mendramatisasikan tingkah laku, atau ungkapan gerak-gerik wajah seseorang dalam hubungan sosial antar manusia, atau siswa dapat memainkan peranan dalam dramatisasi masalah sosial atau psikologi.

Bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya masalah atau kesulitan pada diri siswa dalam membuat rencana dan keputusan yang tepat. Selain itu, melalui teknik sosiodrama, siswa diharapkan memperoleh suatu dorongan atau kekuatan untuk menjaga hubungan interaksi dengan sesama, hal ini dimaksudkan agar siswa mampu belajar menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekitar, lingkungan yang dimaksud meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat (Natawidjaya, 1987: 33).

Teknik sosiodrama dapat digolongkan dalam model pembelajaran sosial, hal tersebut sebagaimana dijelaskan Bandura (Lapono, 2008: 9), yaitu : „Belajar sosial sebagai sebagai aktivitas meniru melalui pengamatan (observasi). Individu yang perilakunya ditiru menjadi model pembelajaran yang meniru.‟Sedangkan Mulyasa (2003: 39) yang mengemukakan “dalam


(20)

teknik sosiodrama, siswa mempunyai kesempatan untuk menggali potensi belajar yang dimiliki melalui sebuah pemeran tokoh tertentu kaitannya dengan permasalahan sosial.” Teknik sosiodrama juga mempunyai implikasi terhadap penggunaan metode dan penyajian materi, indikasi kemampuan dan keterampilan siswa yang dapat dikembangkan dalam penerapan metode sosiodrama, antara lain siswa dapat melatih dan memiliki kemampuan kerjasama, komunikatif, dan menginterprestasikan suatu kejadian.

Dalam kegiatan sosiodrama, akan terjadi interaksi antar anggota kelompok dan akan timbul rasa saling percaya untuk mengungkapkan masalah. Dari hasil pembahasan dalam permainan sosiodrama itu maka anggota kelompok (peserta didik) dapat belajar dari pengalaman baru yang berupa penilaian ingatan dan pemahaman yang dialami. Saat kegiatan sosiodrama ini dilaksanakan, akan terjadi suatu hubungan komunikasi antara pemimpin kelompok dan antara anggota kelompok sehingga akan tercipta suatu pemahaman melalui diskusi dan tanya jawab antara anggota kelompok mengenai topik yang sedang dibahas.

Pada teknik sosiodrama menuntut kualitas tertentu pada siswa, yaitu siswa diharapkan mampu menghayati tokoh-tokoh (peran) atau posisi yang dikehendaki keberhasilan siswa dalam menghayati peran itu akan menentukan apakah proses pemahaman, penghargaan, dan identifikasi diri terhadap nilai berkembangya (Hasan, 1993: 266).

Melalui metode ini para siswa diajak untuk belajar memecahkan dilema-dilema pribadi dengan bantuan kelompok sosial yang anggota-anggotanya adalah teman sendiri. Dengan kata lain, dilihat dari dimensi pribadi, model ini berupaya membantu peserta didik dengan proses kelompok sosial.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penelitian ini diberijudul : Penggunaan Teknik Sosiodrama untuk Meningkatan Kecerdasan Interpersonal Peserta Didik di SMP Negeri 1 Lembang (Penelitian Pra-Eksperimen Terhadap Siswa SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013).


(21)

B.Identifikasi dan Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Kecerdasan interpersonal menjadi penting karena pada dasarnya manusia tidak dapat menyendiri. Banyak kegiatan dalam hidup anak terkait dengan orang lain. Anak-anak yang gagal mengembangkan kecerdasan interpersonal, akan mengalami banyak hambatan dalam dunia sosialnya. Akibatnya mereka mudah tersisihkan secara sosial. Seringkali konflik interpersonal juga menghambat anak untuk mengembangkan dunia sosialnya secara matang. Akibatnya dari hal ini anak kesepian, merasa tidak berharga, dan suka mengisolasi diri. Pada akhirnya menyebabkan anak mudah menjadi depresi dan kehilangan kebermaknaan hidup. Seperti yang dikemukakan oleh Victor Frankl (Safaria, 2005: 13) “Sebagai simpton noogenis neurosis atau eksistensial vacumm. Anak-anak yang terbatas pergaulan sosialnya ini jelas akan banyak mengalami banyak hambatan ketika mereka memasuki masa sekolah atau masa dewasa.”

2. Rumusan Masalah

Sesuai dengan uraian di atas mengenai penggunaan bimbingan kelompok melalui teknik sosiodrama sebagai strategi untuk mengembangkan kecerdasan interpersonal peserta didik, maka penulis merumuskan pertanyaan penelitian sebagai arahan perumusan dalam penelitian, yaitu.

1. Bagaimana gambaran umum kecerdasan interpersonal siswa kelas VIII di SMP Negeri 1 Lembang?

2. Model rancangan operasional sosiodrama untuk mengembangkan kecerdasan interpersonal peserta didik kelas VIII di SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013.

3. Bagaimana penggunaan bimbingan kelompok melalui teknik sosiodrama untuk mengembangkan kecerdasan interpersonal siswa kelas VIII di SMP Negeri 1 Lembang?

C.Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data dan informasi mengenai efektifitas


(22)

penggunaan teknik sosiodrama dalam meningkatkan kecerdasan interpersonal peserta didik di SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013.

Berdasarkan tujuan umum, penulis menjabarkan lagi tujuan tersebut ke dalam beberapa tujuan khusus, maka secara spesifik penelitian bertujuan memperoleh gambaran empiris tentang :

1. Tingkat kecerdasan interpersonal siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013.

2. Model rancangan operasional teknik sosiodrama untuk meningkatkan kecerdasan interpersonal siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013.

3. Penggunaan teknik sosiodrama untuk meningkatkan kecerdasan interpersonal siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013.

D.Metode Penelitian

Metode Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian yaitu metode eksperimen. Metode penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan (Sugiyono,2011: 72).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan bentuk Pre-eksperimental Design. desain ini belum merupakan eksperimen sungguh-sungguh karena masih terdapat variabel dependen. Jadi hasil eksperimen yang merupakan variabel dependen itu bukan semata-mata dipengaruhi oleh variabel kontrol, dan sampel tidak dipilih secara random.

Bentuk pre-eksperimental designs ada beberapa macam dan peneliti memilih bentuk pre-test dan post-test dalam penelitiannya. Sampel dalam penelitian ini dipilih berdasarkan hasil instrumen yang dikembangkan. Siswa yang terpilih sebagai sampel akan mendapatkan perlakuan berupa bimbingan kelompok melalui teknik sosiodrama. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi atau mengungkap ada tidaknya perubahan pada siswa setelah


(23)

diberikan perlakuan. Perubahan ini diketahui melalui hasil pengukuran dari pelaksanaan post-test yang dilaksanakan setelah siswa diberikan bimbingan kelompok melalui teknik sosiodrama.

Secara teknis prosedur penggunaan sosiodrama dalam meningkatkan kecerdasan interpersonal peserta didik ialah sebagai berikut:

a. Tahap Awal (Pemanasan)

Pada tahap awal ini atau tahap pemanasan terdiri dari kegiatan awal yang diperlukan untuk meningkatkan keterlibatan dan spontanitas dalam sosiodrama. Hal ini bertujuan untuk mendorong siswa untuk terlibat secara langsung. Dalam tahap ini kegiatan kegiatan sosiodrama terdiri atas:

1) Membangun kepercayaan dan interaksi kelompok.

2) Mengidentifikasi tema kelompok, menentukan pemeran utama (protagonis), sampai aksi protagonis ke panggung (Blatner, 2002). 3) Para peserta dibantu untuk bersiap-siap melaksanakan kegiatan

sosiodrama selama fase tindakan (tahap inti). Kesiapan tersebut meliputi motivasi untuk merumuskan tujuan seseorang dan kenyamanan untuk mempercayai orang lain (teman sebaya) dalam kelompok. Teknik fisik untuk pemanasan kelompok biasanya diperkenalkan dan mungkin termasuk menggunakan musik, menari, dan gerakan atau latihan nonverbal lainnya.

4) Selama tahap pemanasan, anggota harus diyakinkan bahwa kegiatan sosiodrama merupakan kegiatan yang menyenangkan dan memberi rasa nyaman, bahwa mereka adalah orang-orang untuk memutuskan apa yang mereka akan ungkapkan dan kapan mereka akan mengungkapkan hal itu, dan bahwa mereka bisa berhenti kapan pu mereka mau.

b. Tahap Tindakan (Aksi/Inti)

Tahap tindakan merupakan kegiatan inti dalam permainan sosiodrama yang menggunakan kejadian masa lalu atau kejadian masa sekarang yang terjadi dalam kejadian nyata sehari-hari. Tujuan dari fase ini adalah untuk membantu peserta didik dalam membawa pikiran-pikiran


(24)

yang mendasari sikap dan perasaan yang peserta didik tidak sepenuhnya sadar. Hal ini berguna untuk memfasilitasi proses sosiodrama sehingga protagonis dapat bergerak ke dalam tindakan sesegera mungkin. Dalam melakukan hal ini, pemimpin dapat menarik isyarat penting terhadap protagonis dalam menyajikan peranannya, termasuk ekspresi wajah, kiasan, dan postur tubuh. Pemimpin (guru BK) membantu protagonis mendapatkan fokus yang jelas pada perhatian khusus.

Titik intervensi ini adalah untuk menghindari komentar dan untuk mencoba pendekatan alternatif dalam tindakan. Setelah protagonis memiliki rasa yang jelas tentang apa yang ia ingin kembangkan, adalah mungkin untuk menciptakan adegan dan pelatihan ego tambahan. Saran lain adalah bahwa kemampuan berfantasi tentang masa depan, sehingga berbagi pemikiran dengan penonton. Durasi tahap tindakan bervariasi dan tergantung pada evaluasi pemimpin (guru BK) dalam keterlibatan protagonis dan pada tingkat keterlibatan kelompok.

Pada akhir tahap tindakan, penting untuk membantu siswa memperoleh makna dan perasaan untuk setiap adegan dalam sosiodrama yang telah mereka perankan. Salah satu cara yang berguna untuk mengakhiri kegiatan sosiodrama adalah mengatur praktek perilaku untuk membantu protagonis menerjemahkan kelompok belajar dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi dari praktek perilaku adalah untuk menciptakan iklim yang memungkinkan mencoba berbagai perilaku baru. Kemudian siswa dapat menerapkan beberapa perilaku yang dengan orang lain yang signifikan di luar kelompok dan menghadapi situasi yang lebih efektif. Berbagai teknik yang digunakan, seperti pembalikan peran, proyeksi masa depan, teknik kaca, dan umpan balik, sering digunakan untuk membantu protagonis mendapatkan ide yang jelas tentang dampak dari perilaku barunya.

c. Tahap Akhir (Berbagi dan Diskusi)


(25)

1) Diskusi yang pertama, terdiri dari pernyataan tentang diri sendiri, sebuah diskusi dari proses kelompok berikutnya. Setelah adegan itu dapat diterapkan, pemimpin (guru BK) mengundang semua anggota kelompok untuk mengekspresikan bagaimana perasaan mereka secara pribadi mengenai kegiatan sosiodrama yang telah dimainkan. Mereka yang menjadi peran pembantu dapat berbagi dalam dua cara: a) Pertama, mereka mungkin didorong untuk membagikan apa yang mereka temukan dalam diri mereka tentang perasaan atau pemikiran dalam peran mereka.

b) Kedua, mereka bisa memerankan lebih lanjut dan berbagi dari kehidupan mereka sendiri yang tersentuh kedalam setiap adegan sosiodrama.

2) Anggota kelompok dalam sosiodrama tidak seharusnya memberikan saran atau analisis terhadap protagonis tetapi berbicara tentang diri mereka dan bagaimana mereka dipengaruhi oleh kegiatan soiodrama. Setiap anggota kelompok dapat lebih terbuka dan berbagi pendapat dan hal ini memiliki efek penyembuhan. Pengungkapan pengalaman orang lain memberikan perasaan bahwa mereka tidak sendirian dan menimbulkan sebuah ikatan. Interpretasi dan evaluasi datang kemudian, ketika protagonis tidak begitu peka.

3) Selama fase berbagi dalam sosiodrama, fungsi pemimpin (guru BK) adalah untuk memimpin diskusi yang termasuk sebagai peserta dalam umpan balik. Tahap berbagi memberikan semua anggota dalam kelompok sosiodrama mendapatkan kesempatan untuk mengepresikan perasaan mereka. Jika mereka telah membuka diri dan menyatakan perasaan yang mendalam, mereka harus bis mengandalkan dukungan kelompok untuk mengintegrasikan melalui berbagi dan beberapa makna daya eksploratif dari pengalaman peserta didik.

4) Pemimpin (guru BK) harus memperkuat jenis diskusi yang memerlukan pengungkapan diiri, dukungan, dan keterlibatan


(26)

emosional terhadap sebagian dari anggota. Diskusi ini lebih baik terstruktur sehingga anggota berdiskusi tentang bagaimana mereka dipengaruhi oleh setiap sesi.

5) Penutupan tidak selalu berarti bahwa kekhawatiran dapat diselesaikan, tapi semua yang terlibat dalam sosiodrama harus memiliki kesempatan untuk berbicara tentang bagaimana mereka terkena dampak dan apa yang mereka pelajari. Sebuah aspek kunci dari penutupan adalah proses pembekalan dari protagonis dan peran pembantu.

6) Salah satu tugas yang paling menantang bagi pemimpin (guru BK) adalah belajar untuk membawa penutupan dalam setiap sesi tanpa membatasi diri lebih lanjut anggota kelompok sosiodrama untuk bereksplorasi, yang diperlukan adalah jalan keluar yang mendalam tentang masalah mereka.

E.Manfaat Penelitian

Setelah rumusan tujuan dapat tercapai, maka penelitian ini dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis.

1. Secara teoritis

Dari hasil penelitian ini juga diharapkan berguna untuk mengembangkan wawasan pengetahuan secara teoritis dan menemukan pemikiran konseptual serta dapat menambah wawasan ilmu dalam bidang Bimbingan dan Konseling khususnya mengenai kecerdasan interpersonal siswa.

2. Secara Praktis

a. Bagi peneliti, dapat memperoleh bekal cara penanganan permasalahan kurangnya kecerdasan interpersonal siswa dan juga mengetahui keadaan sekolah;

b. Bagi sekolah, dapat dijadikan masukan dalam membantu siswa untuk dapat mengembangkan kecerdasan interpersonal di lingkungan sekolah;


(27)

c. Bagi Guru pembimbing, dapat mengetahui cara membantu siswa agar dapat mengembangkan kecerdasan interpersonal sehingga menunjang pula untuk dapat berhasil di sekolah baik akademik maupun non-akademik.

d. Bagi lembaga, dapat memberikan masukan dalam membantu siswa untuk dapat mengembangkan kecerdasan interpersonal di lingkungan sekolah; e. Bagi perkembangan ilmu, dapat mengetahui cara membantu siswa agar

dapat mengembangkan kecerdasan interpersonal sehingga menunjang pula untuk dapat berhasil di sekolah baik akademik maupun non-akademik. f. Bagi peneliti selanjutnya, dapat menjadi bahan acuan untuk melakukan

penelitian selanjutnya dengan menggunakan teknik yang lainnya.

F. Struktur Organisasi

Pada bab I berisi latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, manfaat atau signifikasi penelitian, dan struktur organisasi. Pada bab II di dalamnya dibahas mengenai pengertian kecerdasan interpersonal, faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan interpersonal, kecerdasan interpersonal remaja di sekolah, aspek-aspek kecerdasan interpersonal, karakteristik kecerdasan interpersonal, konsep dasar teknik sosiodrama, penggunaan bimbingan kelompok melalui teknik sosiodrama dalam mengembangkan kecerdasan interpersonal siswa di sekolah, pengembangan program bimbingan kelompok, penelitian terdahulu, kerengka berfikir dan hipotesis penilitan. Pada bab III berisi penjabaran yang rinci mengenai metode penelitian yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan. Pada bab IV mengenai hasil penelitian dan pembahasan dari penelitian yang dilakukan. Pada bab V kesimpulan dan saran menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian.


(28)

METODE PENELITIAN

A.Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013. Alasan pemilihan lokasi penelitian karena peneliti melihat fenomena yang terjadi di sekolah remaja cenderung memiliki perilaku prososial yang rendah. Hal ini tampak dari perilaku siswa yang sering membuat keributan di kelas, menggangu teman yang sedang belajar, kurangnya sikap empati kepada teman, berperilaku kurang sopan santun ketika berbicara dengan guru, kurang menghargai teman, dan lain sebagainya. Alasan peneliti memilih kelas VIII karena dalam standar kompetensi pengembangan diri siswa kelas VIII SMP salah satunya ialah menghargai diri sendiri dan orang lain. Dengan diadakannya penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa dalam memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan interpersonal untuk membantu memahami diri dan orang lain.

Menurut Arikunto (2006: 174), sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling (sampel bertujuan). Pusposive sampling (sampel bertujuan yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011: 124).

Pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan berdasarkan strata, random atau daerah tetapi berdasarkan adanya tujuan tertentu (Arikunto, 2006: 183). Dengan menggunakan teknik purposive sampling, peneliti dapat mengambil sampel dengan tujuan tertentu, tetapi ada syarat-syarat yang harus dipenuhi (Arikunto, 2006: 183). 1. Pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri, sifat-sifat atau


(29)

2. Subjek yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan subjek yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi (key subjectis).

3. Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat didalam studi pendahuluan.

Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2012/2013 yang skor tingkat kecerdasan interpersonal berada dalam kategori sangat rendah berdasarkan pada hasil analisis pretest instrumen kecerdasan interpersonal.

Tabel 3.1

Jumlah Sampel Penelitian

Kategorisasi Interval Jumlah siswa Persentase

Sangat Tinggi 65 < X 16 6,4

Tinggi 55 < X < 65 43 17,3

Sedang 45 < X < 55 109 43,8

Rendah 35 < X < 45 64 25,7

Sangat Rendah X < 35 17 6,8

Jumlah 249 100

B.Desain Penelitian

Desain eksperimen yang digunakan adalah desain eksperimen One Group Pre-test-Post-test Design. Data pre-test post-test diambil melalui instrumen untuk mengungkap tingkat hubungan interpersonal siswa. Adapun desain pra-eksperimen dengan model pre-test post-test dari Arikunto (2006: 85) dapat diuraikan sebagai berikut:

Keterangan:

O1 : Nilai Pre-test (sebelum treatment)

X : Eksperimen/tindakan (treatment) O2 : Nilai post-test (Setelah treatment)


(30)

C.Pendekatan dan Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif, yaitu suatu pendekatan yang memungkinkan dilakukan pencatatan dan penganalisian data hasil penelitian secara eksak mengenai efektivitas teknik sosiodrama dalam meningkatkan kecerdasan interpersonal pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang dalam bentuk angka, sehingga memudahkan proses analisis dan penafsirannya dalam menggunakan hubungan perhitungan statistik. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang membutuhkan jawaban secara deskriptif.

Pendekatan kuantitatif sebagai pendekatan ilmiah didesain untuk menjawab pertanyaan penelitian/hipotesis secara spesifik dengan penggunaan statistik. Pendekatan Kuantitatif digunakan untuk memperoleh data mengenai tingkat kecerdasan interpersonal remaja dengan menggunakan teknik sosiodrama.

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode Pre Eksperimental, yaitu metode penelitian yang memberikan intervensi atau perlakuan dan juga memiliki perbandingan, namun memiliki kekurangan dalam kontrol yang terdapat dalam eksperimen. Penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan kecerdasan interpersonal remaja yang rendah melalui teknik sosiodrama pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 lembang.

D. Definisi Operasional Variabel 1. Kecerdasan Interpersonal

Menurut Lwin et al. (2008: 197) “kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk memahami dan memperkirakan perasaan, temperamen, suasana hati, maksud dan keinginan orang lain dan menanggapinya secara layak.”


(31)

Prasetyo dan Andriani (2009: 74) “Kecerdasan interpersonal adalah kapasitas untuk memahami maksud, motivasi, dan keinginan orang lain”. Kecerdasan interpersonal, menurut Safaria (2005: 23), merupakan “kemampuan dan keterampilan seseorang dalam menciptakan relasi sosialnya sehingga kedua belah pihak berada dalam situasi menang-menang atau saling menguntungkan.” Menurut Safaria (2005: 23) individu yang tingggi kecerdasan interpersonalnya akan mampu menjalin komunikasi yang efektif dengan orang lain, berempati secara baik, mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang lain, dapat dengan cepat memahami temperamen, sifat, suasana hati, motif orang lain.

Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan di atas dapat ditegaskan bahwa kecerdasan interpersonal merupakan kemampuan yang sangat penting bagi manusia. Menurut Lwin et. al. (2008: 199 – 201) dengan kecerdasan interpersonal yang baik seseorang dapat : a. menjadi orang dewasa yang sadar secara sosial dan mudah menyesuaikan diri, b. menjadi berhasil dalam pekerjaan, dan c. mewujudkan kesejahteraan emosional dan fisik. Dan untuk itulah pengembangan kecerdasan interpersonal merupakan usaha yang harus dilakukan oleh setiap individu dengan: a. melatih dirinya berkomunikasi secara efektif, b. belajar bekerja sama dengan orang lain, c. belajar untuk memahami pikiran, perasaan, dan maksud orang lain, d. mengembangkan karakter yang mendukung aktivitas menjalin relasi dengan orang lain, misalnya ramah, rendah hati, berpikiran positif, dst.

Konsep kecerdasan interpersonal yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep kecerdasan interpersonal dari Howard Gardner.

Gardner (Safaria, T, 2005: 23) mengatakan

kecerdasan interpersonal akan menunjukkan kemampuan anak dalam berhubungan dengan orang lain. Anak yang tinggi intelegensi interpersonalnya akan mampu menjalin komunikasi yang efektif dengan orang lain, mampu berempati secara baik, mampu mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang lain. Mereka ini dapat dengan cepat memahami tempramen, sifat, dan kepribadian orang lain, mampu memahami suasana hati, motif dan niat orang lain. Semua kemampuan ini akan membuat mereka lebih berhasil dalam berinteraksi dengan orang lain.


(32)

Kecerdasan interpersonal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebagai kemampuan siswa dalam mempersepsi dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi, dan keinginan orang lain, serta mampu memberikan respons secara tepat terhadap suasana hati, tempramen, motivasi dan keinginan orang lain. Siswa yang memiliki kecerdasan interpersonal tinggi dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain, menangkap maksud dan motivasi orang lain bertindak sesuatu, serta mampu memberikan tanggapan yang tepat sehingga orang lain merasa nyaman.

Menurut Gardner (Safaria 2005: 24) menyatakan kecerdasan sosial atau kecerdasan interpersonal mempunyai tiga aspek yaitu:

1) Social sensitivity (kepekaan sosial) yaitu kemampuan siswa untuk mampu merasakan dan mengamati reaksi-reaksi atau perubahan orang lain yang ditunjukkannya baik secara verbal maupun nonverbal. Siswa yang memiliki social sensitivity akan mudah memahami dan menyadari adanya reaksi-reaksi tertentudari orang lain, baik reaksi positif maupun reaksi negatif. Social sensitivity meliputi:

a. Sikap empati. Feshbach (Safaria, 2005: 104) mengatakan empati adalah sejenis pemahaman perspektif yang mengacu pada “respon emosi yang dianut bersama dan dialami individu ketika ia mempersepsikan reaksi emosi orang lain.” Empati memiliki dua komponen yaitu kognitif dan afektif. Komponen kognitif itu pertama adalah kemampuan individu untuk mengidentifikasikan den melabelkan perasaan orang lain. Kedua kemampuan individu mengasumsikan perspektif orang lain. Komponen afektif adalah kemampuan dalam keresponsifan emosi.

b. Sikap prososial. Perilaku prososial adalah tindakan moral yang harus dilakukan secara cultural seperti berbagi, membantu seseorang yang membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain dan mengungkapkan simpati.

2) Social Insight (wawasan sosial) yaitu kemampuan siswa untuk memahami dan mencari pemecahan masalah yang efektif dalam suatu interaksi sosial,


(33)

sehingga masalah tidak menghambat apalagi menghancurkan relasi sosialyang telah dibangun siswa. Pondasi dasar dari social insight adalah berkembangnya kesadaran diri siswa secara baik. Kesadaran diri yang berkembang akan membuat siswa mampu memahami dirinya baik keadaan internal maupun eksternal seperti menyadari emosi-emosi yang muncul (internal) atau menyadari cara berbicara dan intonasi suaranya (eksternal). Pemahaman sosial ini meliputi:

a. Kesadaran diri. Kesadaran diri adalah mampu menyadari dan menghayati totalitas keberadaanya di dunia seperti menyadari kegiatan-kegiatannya, cita-citanya, harapan-harapannya, dan tujuan-tujuannya dimasa depan. Kesadaran diri ini sangat penting dimiliki oleh siswa karena kesadaran diri memiliki fungsi monitoring dan fungsi kontrol dalam diri.

b. Pemahaman situasi sosial dan etika sosial. untuk sukses dalam membina dan mempertahankan sebuah hubungan, individu perlu memahami norma-norma moral dan sosial yang berlaku di masyarakat (Safaria, 2005:65). Di dalam norma moral dan sosial terdapat ajaran yang membimbing individu bertingkah laku yang benar dalam situasi sosial.

c. Pemecahan masalah efektif. Setiap individu membutuhkan keterampilan untuk memecahkan masalah secara efektif. Apalagi jika masalah tersebut berkaitan dengan konflik interpersonal. Menurut Safaria (2005: 77) “Semakin tinggi kemampuan individu dalam memecahkan masalah, maka akan semakan positif hasil yang akan didapatnya dari penyelesaian konflik antar pribadi tersebut.”

3) Social Communications atau keterampilan komunikasi sosial merupakan kemampuan individu untuk menggunakan proses komunikasi dalam menjalindan membangun hubungan interpersonal yang sehat. Keterampilan komunikasi yang harus dikuasai adalah keterampilan mendengarkan efektif, dan keterampilan berbicara dengan orang lain (Safaria, 2005: 25).

2. Bimbingan Kelompok Melalui Teknik Sosiodrama dalam Mengembangkan Kecerdasan Interpersonal Siswa


(34)

Prayitno (1995:178) mengemukakan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Artinya, semua peserta dalam kegiatan kelompok saling berinteraksi, bebas mengeluarkan pendapat, menanggapi, memberi saran, dan lain-lain sebagainya, apa yang dibicarakan itu semuanya bermanfaat untuk diri peserta yang bersangkutan sendiri dan untuk peserta lainnya. Sementara itu, Wibowo (2005:17) menyatakan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan kelompok dimana pemimpin kelompok menyediakan informasi-informasi dan mengarahkan diskusi agar anggota kelompok menjadi lebih sosial atau membantu anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

Oemarjoedi (Rusmana, 2009: 56) berpendapat bahwa sosiodrama merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang di dramatisasikan sedemikian rupa sehingga konseli dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulisan atau pun melalui gerakan-gerakan dramatisasi.

Teknik sosiodrama merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan dalam bimbingan kelompok. Proses bimbingan kelompok yang menggunakan teknik sosiodrama cenderung obyeknya bukan benda atau kegiatan yang sebenarnya, melainkan kegiatan bimbingan kelompok yang bersifat pura-pura. Disamping itu dalam teknik sosiodrama siswa diajak untuk bermain beberapa perilaku yang dianggap sesuai dengan tujuan bimbingan yang ingin dicapai (Anitah, 2009: 523).

Winkel (2012: 571) juga mengungkapkan bahwa “Sosiodrama merupakan dramatisasi dari persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam pergaulan dengan orang-orang lain, termasuk konflik yang sering dialami dalam pergaulan sosial.”

Dalam kegiatan sosiodrama, siswa mengamati dan menganalisis interaksi antara pemeran sedangkan bimbingan merencanakan, menstruktur, memfasilitasi dan memonitor jalannya sosiodrama tersebut kemudian membimbing untuk menindaklanjuti pembahasan tersebut. Dalam metode sosiodrama juga


(35)

digambarkan cara bersosialisasi yang baik dengan orang lain sehingga dapat memunculkan pemikiran rasional siswa yaitu individu (pemeran) dapat meyakini sebenarnya setiap individu mampu melakukan cara bersosialisasi yang baik dengan orang lain asalkan adanya keinginan untuk melatihnya.

Menurut Winkel (2012: 572) pola prosedural dalam penggunaan sosiodrama pada dasarnya adalah sebagai berikut:

a. Menentukan topik persoalan. Persoalan yang menyangkut pergaulan dengan orang lain diketengahkan dan diuraikan situasi pergaulan yang akan dikaji. b. Menentukan pemeran. Penentuan ini didasarkan pada kerelaan beberapa

siswa yang menyatakan kesediannya untuk maju dan memegang peranan tertentu.

c. Pemeran memainkan peran secara spontan. Permainan tidak boleh berjalan terlalu lama dan hanya berlangsung cukup lama untuk mengetengahkan situasi problematis serta cara pemecahannya.

d. Pemeran mengungkapkan apa yang dirasakannya selama memainkan peran tersebut.

e. Penyaksi mendiskusikan jalannya permainan tadi dan efektivitas dari cara pemecahan yang terungap dalam dramatisasi.

f. Bila dianggap perlu, adegan yang sama diulang kembali dengan mengambil pelaku-pelaku yang lain.

Dari beberapa penjabaran di atas maka definisi operasional variabel teknik sosiodrama, secara operasional, teknik sosiodrama yang dimaksud dalam penelitian ini didefinisikan sebagai suatu teknik bimbingan dan konseling kelompok dimana guru bimbingan dan konseling memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan bermain peran, dimana siswa memerankan peranan tertentu seperti yang terdapat dalam masalah-masalah sosial, yang dapat melatih siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial yang menghambat atau yang menyebabkan rendahnya kecerdasan interpersonal.

Teknik sosiodrama merupakan sebuah teknik dari bermain peran, metode ini merupakan salah satu metode dalam memecahkan permasalahan yang timbul pada siswa dalam lingkungan sosial dengan cara mendramakan masalah-masalah


(36)

yang timbul dengan kelompok teman sebaya dalam pergaulan tersebut melalui drama.

Pada metode ini siswa diajak untuk bisa memecahkan permasalahan pribadi di dalam lingkungan sosial. Dalam penelitian ini siswa belajar untuk mengamati, menganalisis, menstruktur, merencanakan peran atau tokoh yang akan diperankan dengan mengeksplor dirinya sendiri dan kelompok teman sebayanya dalam memerankan beberapa peran atau tokoh.

Aplikasi dari metode sosiodrama ini melibatkan beberapa siswa yang memainkan peran pada suatu tokoh tanpa menghafal naskah hanya perlu mempersiapkan diri untuk bisa mengembangkan yang hanya berpegangan pada judul dan garis besar skenario yang telah ditentukan. Siswa diminta menghayati setiap perannya seakan-akan peristiwa dalam drama tersebut pernah terjadi dan memang bisa diimplementasikan pada kehidupan nyata yang sesungguhnya.

Langkah-langkah dalam sosiodrama melibatkan tiga fase : 1) fase pemanasan (tahap awal) yang ditandai dengan penentuan sutradara yang siap memimpin kelompok dan konseli siap dipimpin, 2) fase tindakan (tahap inti) yang melibatkan tindakan yang jelas pada pemain protagonis untuk mengekspresikan emosi-emosi yang muncul dan menemukan cara baru yang efektif untuk mengatasinya, 3) fase integrasi (tahap akhir) yang melibatkan kegiatan diskusi dan penutupan (dosure), umpan balik sangat penting dari setiap konseli dan protagonis agar mendapat jalan keluar yang jelas mengenai permasalahan yang diangkat dalam sebuah judul sosiodrama kemudian terjadi perubahan dan terciptanya integrasi (Gladding, 1995).

E.Instrumen Penelitian

1. Penyusunan Instrumen

Prinsip penelitian adalah melakukan pengukuran, seperti yang dikemukakan Emory (Sugiyono,2010: 102) bahwa:

“Meneliti adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena sosial maupun alam. Meneliti dengan data yang sudah ada lebih tepat kalau dinamakan


(37)

membuat laporan daripada melakukan penelitian. Namun demikian dalam skala yang paling rendah laporan juga dapat dinyatakan sebagai bentuk penelitian.”

Karena pada prinsipnya meneliti adalah mengukur, maka untuk melakukan suatu penelitian diperlukan alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakan instrumen penelitian (Sugiono,2010: 102). Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, maka teknik pengumpulan data utama yang digunakan yaitu kuesioner atau angket. Menurut Sugiyono (2009: 199), “Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.”

Angket ini digunakan untuk mengungkap tingkat kecerdasan interpersonal siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang tahun ajaran 2012/2013. Angket digunakan sebagai teknik pengumpulan data utama karena angket memungkinkan dalam mengumpulkan data pada waktu yang bersamaan dan dengan populasi yang cukup besar.

Bentuk angket yang digunakan adalah angket berstruktur dengan bentuk jawaban tertutup. Angket bentuk ini merupakan angket yang jawabannya telah tersedia dan responden hanya menjawab setiap pernyataan dengan cara memilih alternatif jawaban yang telah disediakan. Seperti yang dikemukakan oleh Ali (1993: 69), “Bentuk jawaban tertutup (closed form atau pre-coded), yakni angket yang pada setiap itemnya sudah tersedia berbagai alternatif jawaban”.

Butir-butir pernyataan dalam angket ini merupakan gambaran tentang kecerdasan interpersonal siswa dan perilaku siswa yang mengalami kesulitan dalam bersosiaalisasi dengan lingkungan sosialnya. Instrumen pengungkap kecerdasan interpersonal adalah instrumen yang disusun penulis berdasarkan pengembangan teori dan perumusan teori mengenai kecerdasan interpersonal.

Langkah-langkah dalam penyusunan angket pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Merumuskan tujuan angket dan menatapkan batasannya.


(38)

c. Merumuskan indikator-indikator yang akan dijadikan pertanyaan melalui kisi-kisi instrumen penelitian.

d. Menyusun pernyataan angket beserta alternatif jawabannya.

Skala yang digunakan dalam angket ini adalah skala Likert yang telah dimodifikasi, Sugiyono (2010: 134) menyatakan “Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial”. Fenomena sosial di sini telah ditetapkan sebagai variabel penelitian. Lebih lanjut Sugiyono (2010: 134) menjelaskan bahwa “Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan.”

Data yang keluar sebagai hasil pengukuran skala Likert dalam penelitian ini termasuk ke dalam golongan data interval seperti yang dinyatakan oleh Sugiyono (2011: 134) bahwa skala Likert, skala Guttman, rating scale, dan semantic deferential bila digunakan dalam pengukuran akan mendapatkan data interval atau rasio.

Berikut digambarkan rentang skala pada model Likert yang digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 3.2 Rentang Skala Likert

Pernyataan

Alternatif Jawaban dan Skor Sangat

Sesuai (SS)

Sesuai (S)

Kurang Sesuai

(KS)

Tidak Sesuai (TS)

Sangat Tidak Sesuai (STS)

Positif (+) 5 4 3 2 1

Negatif (-) 1 2 3 4 5

2. Pengembangan Kisi-Kisi Instrumen

Kisi-kisi instrumen untuk mengungkap tingkat kecerdasan interpersonal remaja dikembangkan dari definisi operasional yang di dalamnya terkandung aspek dan indikator untuk kemudian dijabarkan dalam bentuk pernyataan.


(39)

Berikut kisi-kisi instrumen kecerdasan interpersonal peserta didik disajikan pada Tabel 3.3:

Tabel 3.3

Kisi-kisi Instrumen Pengungkap Kecerdasan Interpersonal Siswa SMP

No. Aspek Indikator

Pernyataan Jumlah Butir

Item

No. Urut Instrumen (+) (-)

1. Social Sensitivity (Sensitivitas Sosial)

Mampu

menunjukan sikap empati

5 4 9 1,2,3,4,5,6,7,8

,9 Mampu

menunjukan sikap prososial

6 4 10

10,11,12,13,1 4,15,16,17,18, 19

2. Social Insight (wawasan sosial)

Mampu menunjukkan kesadaran diri

5 4 9 20,21,22,23,2

4,25,26,27,28 Mampu

menunjukkan pemahaman situasi sosial dan etika social

7 5 12

29,30,31,32,3 3,34,35,36,37, 38,39,40 Mampu memecahkan masalah secara efektif

4 3 7

41,42,43,44,4 5,46,47

3. Social Communication (Keterampilan

Komunikasi Sosial)

Mampu mendengarkan secara efektif

3 2 5 48,49,50,51,5

2 keterampilan

berbicara dengan orang lain

3 5 8 53,54,55,56,5

7,58,59,60

Total 60 item


(40)

Jenis instrumen pengungkap data dalam penelitian ini adalah berupa inventori berskala. Skala yang digunakan dalam instrumen adalah skala Likert. Sistem penilaian item dalam penelitian ini menggunakan sistem penilaian skala 5 dengan menggunakan 5 alternatif. Pernyataan atau item-item yang terdapat dalam skala kecerdasan interpersonal terdiri dari 33 item favorable dan 27 item unfavorable. Item favorable adalah item yang mengandung nilai-nilai yang mendukung secara positif terhadap satu pernyataan tertentu. Sedangkan item unfavorable adalah item yang mengandung nilai-nilai yang mendukung secara negatif terhadap satu pernyataan tertentu.

Instrumen pengungkap kecerdasan interpersonal peserta didik menggunakan skala Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Kurang Setuju (KS), Tidak Setuju (TS), dan Sanngat Tidak Setuju (STS). Butir-butir pernyataan positif pada alternatif jawaban siswa diberi skor 5,4,3,2, dan 1. Sedangkan butir-butir pernyataan negatif pada alternatif jawaban siswa diberi skor 1,2,3,4, dan 5. Semakin tinggi alternatif jawaban siswa, maka semakin tinggi tingkat kecerdasan interpersonal siswa. Dan semakinrendah alternatif jawaban siswa, maka semakin rendah kecerdasan interpersonal siswa.

F. Pengembangan Instrumen

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah gambaran kecerdasan interpersonal siswa SMP. Sesuai dengan kebutuhan tersebut, maka instrumen penelitian yang digunakan sebagai alat pengumpul data yang dikembangkan adalah inventori kecerdasan interpersonal siswa SMP.

Alat pengumpul data mengenai kecerdasan interpersonal siswa SMP mengguanakan skala Likert dengan lima alternatif pilihan jawaban, yaitu:

Tabel 3.4

Pola Penyekoran Butir Pernyataan Instrumen


(41)

Sangat Sesuai (SS)

Sesuai (S)

Kurang Sesuai

(KS)

Tidak Sesuai (TS)

Sangat Tidak Sesuai (STS)

Positif (+) 5 4 3 2 1

Negatif (-) 1 2 3 4 5

Konstruk kecerdasan interpersonal SMP dikembangkan berdasarkan teori multiple intelligent Gardner (Safaria, 2005). Berdasarkan konstruk tersebut, dikembangkan kisi-kisi alat pengumpul data penelitian yang disajikan dalam bentuk tabel yang selanjutnya dijabarkan dalam butir-butir pernyataan.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini menggunakan angket. Teknik pengumpulan data melalui angket merupakan cara pengumpulan data dengan menggunakan daftar pertanyaan atau pernyataan yang telah disiapkan dan disusun sedemikian rupa sehingga responden tinggal mengisi atau menandai dengan mudah dan cepat (Sudjana, 2005: 8). Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri atas: studi pendahuluan, perizinan dan pelaksanaan pengumpulan data.

Alat pengumpul data yang layak dan memenuhi kriteria diperoleh melalui Tahap pengujian, sebagai berikut:

Pertama, menguraikan variabel kecerdasan interpersonal siswa SMP yang diteliti dan disusun dalam bentuk kisi-kisi alat pengumpul data.

Kedua, menguraikan masing-masing aspek dan indikator yang diteliti ke dalam bentuk pernyataan.

Ketiga, melakukan penimbangan (judgement) kepada tiga orang Dosen. Instrumen yang disusun, sebelum digunakan pada sampel yang telah ditetapkan, terlebih dahulu instrumen dijudge oleh 3 orang dosen dari Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang dipandang ahli di bidangnya.

Ketiga dosen ahli adalah Dr. H. Mubiar Agustin, M.Pd., Nandang Budiman, S.Pd., M.Si., dan Dra. SA. Lily Nurillah, M.Pd. Penimbangan dilakukan dengan meminta pendapat dosen ahli untuk memberikan penilaian pada setiap item yang di klasifikasikan ke dalam tiga kategori memadai, kurang memadai, dan


(42)

tidak memadai. Memadai artinya butir instrumen tersebut dapat langsung digunakan, kurang memadai artinya butir instrumen tersebut harus direvisi terlebih dahulu sebelum digunakan, dan tidak memadai artinya butir instrumen tersebut tidak dapat digunakan atau harus dibuang. Selanjutnya hasil pertimbangan instrumen tersebut dijadikan landasan dalam penyempurnaan instrumen yang telah disusun.

Hasil penelitian menunjukkan secara konstruk hampir seluruh item pada angket hubungan interpersonal termasuk memadai. Terdapat item-item yang perlu diperbaiki dari segi bahasa dan isi. Hasil penimbangan dari tiga dosen ahli dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya item-item pernyataan dapat digunakan dengan beberapa perbaikan redaksi supaya mudah dipahami siswa.

Dari 60 butir soal untuk instrumen hubungan interpersonal, diperoleh 6 item soal yang harus diperbaiki berdasarkan penimbangan tiga dosen ahli tersebut, sehingga total item soal yang dinyatakan memadai adalah 54 item. Berikut ini disajikan rincian item yang lolos uji penimbangan dari instrumen penelitian angket kecerdasan interpersonal dalam tabel 3.5 di bawah ini.

Tabel 3.5

Hasil Judgement Instrument

Kesimpulan Nomor Item Jumlah

Memadai 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 15, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60.

54

Revisi 13, 14, 16, 27, 28, 52 6

Jumlah 60

Keempat, melakukan uji keterbacaan, uji keterbacaan dilakukan pada siswa kelas VIII yang tidak menjadi sampel penelitian. Uji keterbacaan dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen yang telah dibuat dapat dipahami dan dimengerti oleh siswa baik dari segi penggunanaan bahasa, penggunaan istilah dan maksud dari pernyataan yang ada.


(43)

Hasil dari uji keterbacaan yang dilakukan terhadap 6 (enam) orang siswa kelas VIII secara umum tidak mendapatkan kesulitan yang berarti, dalam arti para siswa mengerti pernyataan yang ada di dalam instrumen. Uji coba alat pengumpul data dilakukan untuk mendapatkan item-item instrumen penelitian yang berkualitas meliputi pengujian validitas dan reliabilitas.

Uji Validitas dan Reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui ketepatan/ kesahihan (validitas) dan keterandalan (reliabilitas) alat ukur yang telah disusun dan akan digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan secara built–in. Angket disebarkan secara bersama terhadap siswa yang menjadi sampel penelitian. Kemudian dilakukan analisis validitas dan reliabilitas data hasil uji coba untuk menentukan keterandalan instrumen penelitian.

1. Uji validitas item

Uji validitas dilakukan berkenaan dengan ketepatan alat ukur terhadap konsep yang diukur sehingga benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur.

Riduwan (Arikunto, 2006: 97) menjelaskan yang dimaksud dengan “Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat ukur. Apabila instrumen dikatakan valid, berarti menunjukkan alat ukur yang digunakan untuk memperoleh data dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.

Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak (software) SPSS version 20.0 for Windows. Rumus yang digunakan untuk menghitung validitas setiap item pernyataan adalah rank difference correlation yang dikenal Sperman’s rho dengan Rumus 3.1 berikut.

Keterangan: ρ = koefisien korelasi tata jenjang/korelasi rho b = singkatan dari beda/selisih peringkat antarsubjek n = jumlah sampel


(44)

(Arikunto, 2006: 179) Berdasarkan hasil pengujian validitas instrumen kecerdasan interpersonal siswa SMP dengan menggunakan teknik korelasi item-total product moment didapatkan seluruh item pernyataan yang disusun dinyatakan valid.

2. Pengujian Reliabilitas

Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian suatu instrumen dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik (Arikunto, 2006: 154). Pengujian reliabilitas instrumen pengumpul data penelitian dimaksudkan untuk melihat konsistensi internal instrumen yang digunakan. Pengujian reliabilitas menggunakan teknik

Cronbach’s Alpha dengan bantuan perangkat lunak (software) SPSS version 20.0 for Windows. Sebagai tolak ukur, digunakan klasifikasi rentang koefisien reliabilitas dengan Rumus 3.2 berikut.





2

2 11

1

1

t b

k

k

r

Keterangan: r11 = reliabilitas instrument

k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

2

b

 = jumlah varian butir/item

2

t

 = varian total

(Sugiyono, 2010: 257)

Tabel 3.6

Kriteria Keterandalan (Reliabilitas) Instrumen

Antara 0.800 sampai dengan 1.00 Derajat keterandalan tinggi Antara 0.600 sampai dengan 0.800 Derajat keterandalan cukup Antara 0.400 sampai dengan 0.600 Derajat keterandalan agak rendah Antara 0.200 sampai dengan 0.400 Derajat keterandalan rendah Antara 0.000 sampai dengan 0.200 Derajat keterandalan sangat rendah

(tidak berkorelasi)


(45)

(Arikunto, 2010: 319) Berdasarkan hasil perhitungan ststistik untuk mengetahui tingkat reliabilitas instrumen kecerdasan interpersonal peserta didik. Diperoleh hasil bahwa ke-60 item yang valid, menunjukkan koefisien reliabilitas instrument sebesar 0,864 yang menunjukkan derajat keterandalan tinggi, artinya instrumen memiliki tingkat keterandalan tinggi untuk dijadikan sebagai alat pengungkap data.

Tabel 3.7 Reliabilitas Instrumen

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

N of Items N of Population .864 60 249

G. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini menggunakan angket. Teknik pengumpulan data melalui angket adalah cara pengumpulan data dengan menggunakan daftar pertanyaan atau pernyataan yang telah disiapkan dan disusun sedemikian rupa sehingga calon responden hanya tinggal mengisi atau menandai dengan mudah dan cepat (Sudjana, 1975: 7). Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini, terdiri atas: studi pendahuluan, perizinan, dan pelaksanaan pengumpulan data.

H.Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data dilakukan setelah seluruh data penelitian terkumpul dan diolah. Hasil analisis data penelitian selanjutnya dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan program bimbingan kelompok dengan menggunakan teknik sosiodrama dalam meningkatkan kecerdasan interpersonal siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Lembang Tahun Ajaran 2012-2013. Selanjutnya data-data yang diperoleh dari hasil penyebaran instrumen kecerdasan interpersonal diolah dengan menetapkan tingkat kecerdasan interpersonal siswa pada tingkatan: sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah.


(46)

Langkah-langkah yang ditempuh dalam menentukan siswa ke dalam lima kategori tesebut adalah sebagai berikut.

a. Menentukan Skor z, dengan menggunakan Rumus 3.3

Rumus 3.3

Keterangan :

zi = Skor Baku

xi = Skor Siswa

̅ = Rata-rata

(Susetyo, 2010: 77) b. Data instrumen ditransformasikan ke dalam data interval, dengan

menggunakan Rumus 3.4.

Rumus 3.4

(Riduwan, 2012: 132)

c. Data hasil transformasi dikategorikan ke dalam lima kategori, dengan Rumus 3.4.

Rumus 3.4

(µ + 1,5 x s) < X Sangat Tinggi

(µ +0,5 x s) < X < (µ + 1,5 x s) Tinggi (µ - 0,5 x s) < X (µ + 0,5 x s) Sedang (µ - 1,5 x s) < X ≤ (µ - 0,5 x s) Rendah

X ≤ (µ - 1,5 x s) Sangat Rendah Keterangan :

µ = 50 s = 10

̅


(1)

183

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan oleh peneliti selanjutnya, yaitu:

a. Penelitian mengenai teknik sosiodrama dalam meningkatkan kecerdasan interpersonal siswa dengan menggunakan metode pre-eksperimen. Pemberian intervensi hanya untuk meningkatkan kecerdasan interpersonal siswa belum optimal, sehingga disarankan untuk mengembangkan dan menagapresiasikan potensi yang ada pada dirinya . b. Kecerdasan interpersonal tidak hanya harus dimiliki oleh siswa SMP,

namun harus dimiliki pula oleh siswa SD, SMA dan Perguruan Tinggi. Untuk itu penggunaan teknik sosiodrama dalam meningkatkan kecerdasan interpersonal siswa dapat dilakukan pada jenjang sekolah yang berbeda misalnya pada jenjang siswa SD, SMA, Perguruan Tinggi atau berbeda status sosial misalnya anak jalanan atau berbeda gender yaitu laki- laki dan perempuan.

c. Membandingkan gambaran umum tingkat kecerdasan interpersonal siswa dengan pengelompokkan usia, jenis kelamin, lingkungan, kondisi ekonomi berdasarkan teori, konsep dan aspek-aspek kecerdasan interpersonal yang berbeda.


(2)

Abit, A. (2012). Sociodrama. [Online] Tersedia: http://abitadya.wordpress.com/. [2 Februari 2012]

Hartati, A. (2011). Program Bimbingan dan Konseling Pribadi-Sosial untuk

Mengembangkan Kecerdasan Interpersonal Siswa. Skripsi. PPB FIP UPI

Bandung: Tidak Diterbitkan.

Ali, M. (1993). Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi. Bandung: Angkasa.

Alvianni, Z. K. (2009). Efektivitas Metode Permainan Tradisional Untuk

Mengembangkan Kecerdasan Interpersonal Siswa. Skripsi. PPB FIP UPI

Bandung: Tidak Diterbitkan.

Anitah, S. (2005). Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

Bumi Aksara.

Berlina, B. (2012). Profil Kecerdasan Interpersonal Siswa dan Implikasinya Bagi

Bimbingan dan Konseling. Skripsi. PPB FIP UPI Bandung: Tidak

Diterbitkan.

Berndt, T. J, & Keefe, K. (1995). Friends' influence on adolescents' adjustment to

school. Child Development, 66, 1312-1329.

Blatner, A. (2002). Role Playing In Education. [Online]. Tersedia: http://Blatner.com/adam/papers/.html. [15 November 2012].

Boeana. (2009). Mulitiple Intelligence. [Online] Tersedia: http://reksaboeana.blogspot.com. [23 Desember 2012]

Campbell, L. et al. (2002). Multiple Intelegences Metode Terbaru Melesatkan

Kecerdasan. Jakarta: Inisiasi Press.

Chaplin, J.P. (2000). Kamus Lengkap Psikologi (Terjemahan Kartono, K). Jakarta: PT. Raja grafindo Persada.

Conger and Miller. (1966). Personality, Social Class, and Deliquency. New York: Wiley.

Corey, G. (2007). Teori dan Praktek Konseling &Psikoterapi. Bandung : Refika Aditama.


(3)

184

Depdiknas. (2007). Penataan pendidikan profesional konselor dan layanan

bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal. Bandung:

asosiasi bimbingan dan konseling indonesia.

Wojowasito, S. (2001). Kamus Bahasa Indonesia, Edisi Revisi. Malang: C.V. Pengarang

De Vito, J.A. 1999. The International Comunication Book. 7th ad. New York : Harper Collins College.

Djumhur & Surya, Moh. (2001). Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung: C.V ILMU.

Ewintri. (2012). Bimbingan Kelompok. [Online] Tersedia: http://ewintri.wordpress.com.[23 Desember 2012]

Gardner, H. (2003). Kecerdasan Majemuk (Terjemahan Alexander Sindoro). Batam: Interaksara.

Gozali. (2011). Kecerdasan Interpersonal. [Online] Tersedia: http://gozaligunadarma.blogspot.com. [23 Desember 2021].

Hartati, A. (2009). Program Bimbingan Pribadi Sosial untuk Meningkatkan

Kecerdasan Interpersonal Siswa SMA. Skripsi Jurusan PPB Fip Upi

Bandung: Tidak diterbitkan.

Hasan, M. Ali. (1993). Pengembangan kurikulum di sekolah. Cetakan Kedua. Bandung: Trigenda Karya.

Hake. (2003). Analisis Data. [Online] Tersedia: http://id.scribd.com/doc/58769376/Analisis-Data. [19 November 2013] Hurlock, E. (1974). Personality Development: MC Graw Hill

. (1995).Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

. (1991). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan (Terjemahan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo). Jakarta :

Penerbit Erlangga.

Joyce, B. (2009). Models of Teaching. Yogyakarta : Pustaka Peserta Didik.

Kellermann, P.F. (2007). Sociodrama and Collective Trauma. London : Jessica Kingsley Publishers.

Lapono, N. (2008). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.


(4)

Lwin, M. et al. (2008). Cara Mengembangkan Berbagai Komponen Kecerdasan. Yogyakarta: PT INdeks.

Mardiyah, I.A. (2012). Program Bimbingan Pribadi-Sosial Berdasarkan Lokus

Kendali Peserta Didik Madrasah Aliyah. Skripsi Jurusan PPB FIP UPI

Bandung: Tidak diterbitkan.

Mirna, R. (2009). Program Bimbingan dan Konseling Pribadi Sosial untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Interpersonal Siswa. Skripsi. PPB FIP UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Mulyasa, E. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep; Karakteristik dan Implementasi. Jakarta: PT Rosda Karya.

Natawidjaya, R. (1987). Pendekatan-Pendekatan dalam Penyuluhan Kelompok I. Bandung: Diponegoro.

NK, Roestiyah. (2001). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: P.T Rineka.

Nurihsan, A J. (2007). Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar

Kehidupan. Bandung: Refika Aditama.

Pikunas, L. (1976). Human Development an Emergent Science. Mc. Grawhill. Inci Prasetyo, J.J. Reza dan Yeni Andriani. (2009) Multiply Your Multiple

Intelligences. Yogyakarta: Andi.

Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok (Dasar dan Profil). Jakarta: Ghalia Indonesia.

Purnamasari, A. (2007). Hubungan Antara Kecerdasan Interpersonal Remaja

dengan Efektivitas Komunikasi pada Orang Tua. Skripsi. Fakultas

Psikologi UIN Malang: Tidak Diterbitkan.

Nurhayati, R. (2011). Teknik Sosiodrama untuk Konformitas yang Berlebihan

Pada Siswa. Skripsi Jurusan PPB FIP UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Riwidikdo. (2007). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Bina Pustaka. Rohaeni, N. (2010). Perbedaan Prestasi Belajar antara Siswa Populer dengan

Siswa Terisolir di Sekolah Dasar. Skripsi Jurusan PPB FIP UPI

Bandung: Tidak diterbitkan.

Romlah, T. (2001). Teori dan Praktek Bimbingan Kelompok. Malang: Universitas Negeri Malang.


(5)

186

Rusmana, N. (2009). Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah (Metode,

Teknik, dan Aplikasi). Bandung: Rizqi Press.

Sa’adah, M. (2011). Pengembangan Model Sosiodrama untuk Meningkatkan

Percaya Diri Siswa. Tesis Jurusan PPB FIP UPI Bandung: Tidak

Diterbitkan.

Safaria, T. (2005) Interpersonal Intelligence: Metode Pengembangan Kecerdasan

Interpersonal Anak. Yogyakarta: Amara Books.

Santrock, J.W. (2002). Live Span Development (Perkembangan Masa Hidup). Edisi 5. Alih Bahasa : Chausairi, A. Jakarta : Erlangga.

Sarwono, Sarlito Wirawan. 1998. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta. Sears, David O. 1988. Psikologi Sosial (Jilid 1). Jakarta: Erlangga.

Sobur, A. (2003). Psikologi Umum. Bandung: CV Pustaka Setia Sudjana. (1996). Metoda Statistika (Edisi 6). Bandung: Tarsito ______. (2002). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito

Sudradjat, A. 2009. Melatih Anak Terampil Berbicara. http://www.wordpres.com, diakses tanggal 16 September 2011.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif, R & D. Bandung: alfabeta.

. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Suherman, U. (2007). Manajemen Bimbingan & Konseling. Bandung: Madani Production.

Surya, H. (2006). Kiat Membina Anak Agar Senang Berkawan. Jakarta: Gramedia.

Syaodih, N. (2007). Bimbingan dan Konseling Dalam Praktek. Bandung: Maestro.

Gladding, S. (1995). Group Work A Counseling Speciality Second Edition. USA : Prentice, INC USA.


(6)

Tn. (2009). Mengasah Kecerdasan Interpersonal Siswa. [Online] Tersedia:

http://wywId.wordpress.com/2009/12/21/mengasah-kecerdasan-interpersonal-siswa-interpersonal-intelligence/ [20 September 2012] Tn. (2011). Pelaksanaan Bimibingan Kelompok di Sekolah. [Online] Tersedia:

http://id.shvoong.com [20 Januari 2013]

Gunawan, A. (2007). Born to be genius. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Wibowo, M.E. (2005). Konseling Kelompok Perkembangan. Semarang: UNNES Press.

Wisnuwadhani, D dan Fatmawati-Mashoedi, S. (2012) Hubungan Interpersonal. Jakarta: Salemba Humanika.

Winkel, W.S. (2012). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.

Wulandari, A. (2010). Efektivitas Sosiodrama Untuk Meningkatkan Kepercayaan

Diri Siswa Kelas V SD. Skripsi PPB FIP UPI.

Yusuf, S. (2006). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

. (2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: Rizqi press.

. (2005). Psikologi Perkembangan anak dan Remaja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.


Dokumen yang terkait

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE TERHADAP PENGUASAAN MATERI POKOK SISTEM PERNAPASAN (Studi Eksperimen Siswa Kelas VIII SMP Negeri 20 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2011/2012

0 6 47

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA (Studi pada Siswa Kelas VII.2 Semester Ganjil SMP Negeri 1 Gadingrejo Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 7 54

PENGARUH PENGGUNAAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) IPA SMP BERBASIS INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS (Kuasi Eksperimental pada Siswa Kelas VII Semester Genap di SMP Negeri 1 Pagelaran Tahun Ajaran 2014/2015 pada Materi Pokok Penye

0 7 72

PENGGUNAAN MEDIA PREZI PADA MATERI SISTEM PEREDARAN DARAH MANUSIA UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS PESERTA DIDIK SMA NEGERI 1 LHOKSUKON

0 0 5

MENINGKATKAN KEKOMPAKAN PESERTA DIDIK MELALUI LAYANAN INFORMASI MENGGUNAKAN SOSIODRAMA Kelas X MIPA 5 SMA NEGERI 1 Pasaman

0 0 8

MENINGKATKAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PESERTA DIDIK KELAS VIII A SMP STELLA MATUTINA SALATIGA TAHUN AJARAN 20162017 MELALUI TEKNIK TOKEN ECONOMY ARTIKEL TUGAS AKHIR - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Komunikasi In

0 0 17

TEKNIK SOSIODRAMA UNTUK MENINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI SISWA KELAS VIII B SMP KRISTEN 1 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 20112012

1 1 114

1 ANALISIS KECERDASAN SPIRITUAL PESERTA DIDIK KELAS VII SMP KEMALA BHAYANGKARI 1 PONTIANAK

0 0 10

PENGARUH MEDIA PREZI TERHADAP HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK PADA MATERI SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIA (Studi Eksperimen di Kelas VIII SMP Negeri 20 Kota Tasikmalaya, Tahun Ajaran 20182019)

0 0 8

SMP Negeri 1 Singaraja Tahun Ajaran 20122013

0 0 19