this PDF file Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas di Semarang | Shaleh | Kanun : Jurnal Ilmu Hukum 1 PB

Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang
Ismail Shaleh

Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 63-82.

IMPLEMENTASI PEMENUHAN HAK BAGI PENYANDANG DISABILITAS
KETENAGAKERJAAN DI SEMARANG
IMPLEMENTATION OF THE FULLFILMENT OF RIGHTS FOR PEOPLE WITH
DISABILITY IN THE EMPLOYMENT IN SEMARANG

Ismail Shaleh
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Jl. Imam Barjo No. 1-3, Pleburan, Semarang
E-mail: ismaelshaleh171993@gmail.com
Diterima: 12/02/2018; Revisi: 24/03/2018; Disetujui: 31/03/2018
DOI: https://doi.org/10.24815/kanun.v20i1.9829
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang implementasi pemenuhan hak bagi
penyandang disabilitas di bidang ketenagakerjaan di Kota Semarang berdasarkan Pasal
53 UU No. 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas. Metode penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah yuridis empiris. Hasil penelitian ditemukan bahwa Pertama,
implementasi pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas di bidang ketenagakerjaan di
Semarang belum sepenuhnya berjalan sebagaimana mestinya. Kedua, terdapat beberapa
faktor yang menjadikan Pemerintah Kota Semarang belum cukup dalam mengimplementasi pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas ketenagakerjaan di Semarang.
Kata Kunci: Pemenuhan Hak, Penyandang Disabilitas, Hukum Ketenagakerjaan.
ABSTRACT
This study aims to find out examine the implementation of the fulfillment of rights for
people with disabilities in the employment field in Semarang based on Article 53 the
Law Number 8 year 2016 on People with Disability. This research used empirical
juridical method. The results study found that First, the implementation of the
fulfillment of rights for disabilities in Semarang has not been fully implemented
properly. Secondly, there are several factors that make the Government of Semarang
has not properly implemented the rights for people with disabilities in Semarang.
Key Words: Fulfillment of Rights, People with Disability, Labor Law.

PENDAHULUAN
Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menegaskan setiap warga negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Pasal ini dapat dimaknai bahwa negara bertanggung jawab terhadap hak konstitusional warga.
Ketenagakerjaan merupakan salah satu bidang sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan

Kanun: Jurnal Ilmu Hukum. Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. 23111. ISSN: 0854-5499 │e-ISSN: 2527-8482.
Open access: http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/kanun

Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 63-82.

Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang
Ismail Shaleh

seseorang, meskipun dihadapkan pada terbatasnya lapangan kerja. Selain terbatas, masalah lain
yang serius dihadapi terkait perlindungan, pengupahan, kesejahteraan, perselisihan hubungan
industrial, pembinaan, dan pengawasan ketenagakerjaan. Ada kelemahan pemerintah secara
sistemik dalam mengimplementasikan UU Ketenagakerjaan, bahkan cenderung ada penyimpangan.
Hal lain masalah koordinasi dan kinerja antarlembaga pemerintah belum optimal dan
memprihatinkan.1
Perlindungan dan jaminan hak tidak hanya diberikan kepada warga negara yang memiliki
kesempurnaan secara fisik dan mental. Perlindungan hak bagi kelompok rentan seperti penyandang
disabilitas perlu ditingkatkan. Pengertian penyandang disabilitas, berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU
No. 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas, adalah “setiap orang yang mengalami keterbatasan
fisik, intelektual, mental dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi

dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan
efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak”. Penyandang disabilitas harus
mendapat perlindungan. Pasal 1 ayat (5) UU No. 8/2016 menentukan perlindungan terhadap
penyandang disabilitas merupakan upaya yang dilakukan secara sadar untuk melindungi,
mengayomi dan memperkuat hak penyandang disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara, sudah
sepantasnya penyandang disabilitas mendapatkan perlakuan khusus, sebagai upaya perlindungan
dari kerentanan terhadap berbagai tindakan diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia.
Perlakuan khusus dapat dipandang sebagai upaya maksimalisasi penghormatan, pemajuan,
perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia secara universal.2
1

Sutedi Ardrian, Hukum Perburuhan , Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 142. Lihat juga Khairani, Analisis
Permasalahan Outsourching (Alih Daya) dari Perspektif Hukum dan Penerapannya, Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 56
Th XIV, 2012, hlm. 55. Rizqa Maulinda, Dahlan, M. Nur Rasyid, Perlindungan Hukum bagi Pekerja Kontrak Waktu
Tertentu dalam Perjanjian Kerja pada PT. Indotruck Utama, Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18 No. 3, 2016, hlm. 337351.
2
Majda El Muhtaj, Dimensi‐Dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2008, hlm. 273. Bandingkan Budiyono, Muhtadi, Ade Arief Firmansyah, Dekonstruksi Urusan
Pemerintahan Konkuren dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah, Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 67 Th XVII,
2015, hlm. 419-432.


64

Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang
Ismail Shaleh

Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 63-82.

Penyandang disablitas juga merupakan bagian dalam masyarakat yang berhak mendapatkan
pekerjaan sesuai dengan tingkat kecacatannya, Bahkan Pasal 67 UU No. 13/2003 tentang
Ketenagakerjaan menegaskan bahwa pengusaha yang memperkerjakan penyandang disabilitas
wajib memberikan perlindungan yang sesuai dengan tingkat kecacatannya. Meskipun sudah diatur
dalam UU, hak penyandang disabilitas sampai sekarang masih sering mendapatkan perlakuan
diskriminasi oleh perusahaan saat merekrut dan bahkan di tempat kerja.3
Penyandang disabilitas kondisinya beragam, ada yang mengalami disabilitas fisik,
disabilitas mental, dan gabungan disabilitas fisik dan mental. Kondisi penyandang disabilitas
berdampak pada kemampuan untuk berpartisipasi di tengah masyarakat, sehingga memerlukan
dukungan dan bantuan dari orang lain. 4 Penyandang disabilitas juga menghadapi kesulitan yang
lebih besar dibandingkan masyarakat nondisabilitas seperti hambatan dalam mengakses layanan

umum, pendidikan, kesehatan, maupun dalam hal ketenagakerjaan.
Kecacatan seharusnya tidak menjadi halangan penyandang disabilitas untuk memperoleh
hak konstitusionalnya. Pasal 53 ayat (1) UU No. 8/2016 mewajibkan Pemerintah, Pemerintah
Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah untuk mempekerjakan paling
sedikit 2% (dua persen) penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja. Pasal 53 ayat (2)
mewajibkan perusahaan swasta untuk mempekerjakan paling sedikit 1% (satu persen) penyandang
disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerjanya. Dalam praktik, ketentuan tersebut tidak berjalan
lancar. Penyandang disabilitas sering terpinggirkan karena keadaan fisik dan mental. Posisinya yang
memiliki kebutuhan berbeda, harus mendapat perhatian dari semua institusi pemerintah, sehingga
kebutuhan tersebut dapat terpenuhi.5

Metro, “Perusahaan Lakukan Diskriminasi Saat Merekrut Difabel”, dimuat dalam
http://metrosemarang.com/perusahaan-lakukan-diskriminasi-saat-merekrut-kaum-difabel, di akses 9 Agustus 2017.
4
ILO, Kaidah ILO tentang Pengelolaan Penyandang Cacat di Tempat Kerja, ILO Publication, Jakarta, 2006,
hlm. 3.
5
Simgakin, “Data Penyandang Disabilitas”, dimuat dalam http://simgakin.semarangkota.go.id/2015/website/web/pages/119. Diakses Senin 14 Agustus 2017.
3


65

Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 63-82.

Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang
Ismail Shaleh

Berdasarkan data Dinas Sosial, Pemuda dan Olahraga (Disospora) Kota Semarang, pada
tahun 2013 terdapat 6.861 penyandang disabilitas yang tersebar di 16 kecamatan, terdiri dari 796
tunadaksa, 740 tunanetra, 609 tunagrahita, 645 tunarungu, dan 514 cacat ganda. 6 Penyandang
disabilitas merasa dianaktirikan dan belum dapat menikmati hak-hak sebagaimana ditentukan
konstitusi. Di samping peluang yang sulit, tidak jarang mereka mengalami perlakuan yang tidak
mengenakkan, seperti diberhentikan tanpa ada penjelasan dari manajemen perusahaan. Bahkan
penyandang disabilitas tidak dianggap sebagai pekerja, melainkan hanya sebagai peserta magang.7
Kondisi di atas memperlihatkan kondisi penyandang disabilitas yang memprihatinkan,
walau dengan pengaturan dan hak konstitusional yang sudah jelas. Atas dasar itulah, penelitian ini
ingin menjawab dua permasalahan sebagai berikut: (1) bagaimanakah implementasi pemenuhan hak
bagi penyandang disabilitas ketenagakerjaan di Kota Semarang? (2) apa saja faktor yang menjadi
kendala dalam mengimplementasikan pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas ketenagakerjaan

di Kota Semarang?

METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif.
Penelitian hukum normatif tersebut menggunakan data primer, sekunder, dan tersier, menggunakan
pendekatan perundang-undangan (statutory approach) dan pendekatan konseptual (conceptual
approach). Keseluruhan data dianalisis dengan menggunakan analisis sistesis. Dari hasil analisis

sistesis kemudian diambil simpulan seperlunya, sesuai tujuan penelitian yang telah ditentukan.

Metro, “Kesempatan Kerja bagi Penyandang Disabilitas Semarang Masih Minim”, dimuat dalam
http://metrosemarang.com/kesempatan-kerja-bagi-penyandang-disabilitas-semarang-masih-minim, diakses, Senin, 14
Agustus 2017.
7
Ibid.
6

66

Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang

Ismail Shaleh

Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 63-82.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1) Implementasi Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan
Pemenuhan hak penyandang disabilitas dalam memperoleh pekerjaan di Kota Semarang
dilaksanakan dalam rangka meningkatkan harkat, martabat dan harga diri, serta mewujudkan
masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, baik materil maupun spiritual. Penyandang disabilitas
yang sering mendapat diskriminasi, perlu mendapat perhatian khusus karena mereka memiliki
kebutuhan yang berbeda. Dinas Sosial, Dinas Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kota Semarang,
harus memastikan hak memperoleh pekerjaan dapat terpenuhi bagi penyandang disabilitas di Kota
Semarang.
Menurut John C. Maxwell, penyandang disabilitas merupakan seseorang yang mempunyai
kelainan dan/atau yang dapat mengganggu aktivitas. 8 Pasal 4 UU No. 8/2016 menentukan
penyandang disabilitas dalam empat kategori. Pertama, penyandang disabilitas fisik, yaitu
terganggunya fungsi gerak, antara lain amputasi, lumpuh layuh atau kaku, paraplegi, celebral palsy
(CP), akibat stroke, akibat kusta, dan orang kecil. Kedua, penyandang disabilitas intelektual, yaitu
terganggunya fungsi pikir karena tingkat kecerdasan di bawah rata-rata, antara lain lambat belajar,

disabilitas grahita dan down syndrom. Ketiga, penyandang disabilitas mental, yaitu terganggunya
fungsi pikir, emosi, dan perilaku, antara lain: (a) psikososial diantaranya skizofrenia, bipolar,
depresi, anxietas, dan gangguan kepribadian; (b) disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada

kemampuan interaksi sosial di antaranya autis dan hiperaktif. Keempat, penyandang disabilitas
sensorik, yaitu terganggunya salah satu fungsi dari panca indera, antara lain disabilitas netra,
disabilitas rungu, dan/atau disabilitas wicara.
Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) memberikan definisi
disabilitas sebagai keadaan terbatasnya kemampuan untuk melakukan aktivitas dalam batas-batas

8

Sugiono, Ilhamuddin, dan Arief Rahmawan, Klasterisasi Mahasiswa Difabel Indonesia Berdasarkan
Background Histories dan Studying Performance, (2014) 1 Indonesia Journal of Disability Studies 20, 21.

67

Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 63-82.


Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang
Ismail Shaleh

yang dianggap normal. WHO membagi tiga kategori disabilitas, yaitu: (a) impairment, yaitu kondisi
ketidaknormalan atau hilangnya struktur atau fungsi psikologis, atau anatomis; (b) disability yaitu
ketidakmampuan atau keterbatasan sebagai akibat adanya impairment untuk melakukan aktivitas
dengan cara yang dianggap normal bagi manusia; (c) handicap, yaitu keadaan yang merugikan bagi
seseorang akibat adanya impairment, disability yang mencegahnya dari pemenuhan peranan yang
normal (dalam konteks usia, jenis kelamin, serta faktor budaya) bagi orang yang bersangkutan. 9
Sebagai warga negara Indonesia, penyandang disabilitas memiliki kedudukan, hak,
kewajiban dan peran yang sama dengan warga Negara Indonesia lainnya. Bahkan UUD NRI Tahun
1945 mengatur setiap orang mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
Sebagai bentuk dari perlindungan hukum terhadap pemenuhan HAM di Indonesia
khususnya terhadap hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak bagi disabilitas, Indonesia harus
memiliki seperangkat peraturan hukum yang adil dan tegas dalam mengatur, aparat negara yang
sigap dan pro disabilitas, dan masyarakat yang inklusif terhadap isu disabilitas10. Kesempatan untuk
mendapatkan kesamaan kedudukan, hak, dan kewajiban bagi penyandang cacat hanya dapat
diwujudkan jika tersedia aksesibilitas, yaitu suatu kemudahan bagi penyandang cacat untuk
mencapai kesamaan kesempatan dalam memperoleh kesamaan kedudukan, hak, dan kewajiban

sehingga perlu diadakan upaya penyediaan aksesibilitas bagi penyandang cacat. Dengan upaya
dimaksud, diharapkan penyandang cacat dapat berintegrasi secara total dalam mewujudkan tujuan
pembangunan nasional pada umumnya serta meningkatkan kesejahteraan sosial penyandang cacat
pada khususnya. Penyelenggaraan upaya peningkatan kesejahteraan sosial yang antara lain
dilaksanakan melalui kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat, yang pada hakikatnya menjadi
tanggung jawab bersama Pemerintah, masyarakat, keluarga, dan penyandang cacat sendiri. Oleh
9

Ibid, hlm. 20-21.
Jazim Hamidi, Perlindungan Hukum terhadap Disabilitas dalam Memenuhi Hak Mendapatkan Pendidikan
dan Pekerjaan , Jurnal: Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, Vol 23, No 4, 2016.
10

68

Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang
Ismail Shaleh

Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 63-82.

karena itu diharapkan semua unsur tersebut berperan aktif untuk mewujudkannya. Dengan
kesamaan kesempatan tersebut diharapkan para penyandang cacat dapat melaksanakan fungsi
sosialnya dalam arti mampu berintegrasi melalui komunikasi dan interaksi secara wajar dalam
hidup bermasyarakat.11
Hak untuk memperoleh pekerjaan termasuk bagi pekerja disabilitas telah diatur di dalam
konstitusi negara Indonesia. Oleh sebab itu, hak tersebut mendapatkan perlindungan dan dijamin
oleh hukum, sehingga perusahaan yang mempekerjakan penyandang disabilitas pada khususnya
harus melindungi hak-hak penyandang disabilitas. Pasal 41 ayat (2) UU No. 39/1999 tentang HAM
menentukan setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil dan anak-anak
berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus.
Saat ini, data penyandang disabilitas di Kota Semarang belum akurat. Pada tahun 2017,
belum semua data penyandang disabilitas terkumpul disebabkan jumlah petugas pendataan di Dinas
Sosial masih kurang, serta anggaran yang terbatas untuk melakukan pendataan bagi penyandang
disabilitas. Kondisi tersebut berdampak dalam pemenuhan hak memperoleh pekerjaan di Kota
Semarang.12
Posisi penyandang disabilitas yang terkait dengan ketenagakerjaan akan lebih rumit. Pasal 1
angka (1) UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan konsep ketenagakerjaan sebagai
“segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa
kerja”. Menurut Molenaar, perburuhan atau ketenagakerjaan adalah bagian segala hal yang berlaku,
pada pokoknya mengatur hubungan antara tenaga kerja dan pengusaha, antara tenaga kerja dan
tenaga kerja. 13 Hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum masa kerja,

11

Suhartoyo, Perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh penyandang Disabilitas di Indonesia . Jurnal:
Masalah-Masalah Hukum Vol 43, No 4, 2014, hlm. 472.
12
Berdasarkan wawancara dan data Seksi Rehabilitasi Penyandang Disabilitas Dinas Sosial Kota Semarang, 27
November, pukul 09.00 WIB.
13
Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm.
24.

69

Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 63-82.

Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang
Ismail Shaleh

misalnya adalah kesempatan kerja, perencanaan tenaga kerja dan penempatan tenaga kerja,
sedangkan hal sesudah masa kerja seperti masalah pensiun atau jaminan masa tua.
Bekerja merupakan cara manusia mendapatkan harkat dan martabatnya sebagai manusia
karena dengan bekerja akan dapat meningkatkan kesejahteraan hidup untuk menjalankan
kehidupannya. Pasal 5 UU No. 13/2003 menentukan setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang
sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan. Pasal 6 disebutkan setiap pekerja/buruh
berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.
Perlindungan penyandang disabilitas merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan
perlindungan hukum yang diberikan kepada penyandang disabilitas dalam usahanya untuk
memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan penyandang disabilitas itu sendiri. Pada
akhirnya, perlindungan ini juga dapat diartikan sebagai pengakuan bahwa diskriminasi berdasarkan
disabilitas merupakan pelanggaran terhadap harkat dan martabat serta nilai yang melekat pada
setiap orang. Perlindungan penyandang disabilitas juga dapat diartikan sebagai upaya menciptakan
lingkungan dan fasilitas umum yang aksesibel demi kesamaan kesempatan bagi penyandang
disabilitas untuk hidup mandiri dan bermasyarakat.
Selain ditentukan Pasal 27 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, hak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak, turut dipertegas dalam UU No. 8/2016. UU ini sebagai landasan
operasional dalam mewujudkan penyandang disabilitas yang sejahtera dan mandiri. Dalam rangka
memenuhi amanat UU No. 8/2016, perlu disadari bahwa penempatan tenaga kerja penyandang
disabilitas adalah menjadi hak penyandang disabilitas, sekaligus menjadi kewajiban Pemerintah dan
Pemerintah Daerah, BUMN dan BUMD, serta perusahaan swasta, yang perlu diimplementasikan
dengan baik.

70

Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang
Ismail Shaleh

Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 63-82.

Pelaksanaan ketentuan di atas belum berjalan dalam praktik. Berdasarkan data Seksi Bidang
Informasi Pasar Kerja dan Produktivitas Kerja pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota
Semarang, sekarang ini terdapat 3.990 perusahaan, terlihat dalam tabel berikut.14
Tabel 1.
Jumlah Perusahaan Kota Semarang Menurut Status Usaha
No
1.
2.
3.
4.
5.

Jenis Perusahaan
Swasta Murni
Joint Ventura
PMDN
PMA
Lain-lain
Jumlah

2014
1.539
0
466
177
1.550
3.546

2015
1.669
0
586
184
1.550
3.990

Sumber data: Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Semarang

Pada Praktiknya, dari 3.990 jumlah perusahaan yang ada di Kota Semarang, menunjukan
belum terpenuhinya kuota bagi penyandang disabilitas secara maksimal. Hal tersebut dapat dilihat
dari 10 perusahaan yang ada di Kota Semarang sebagai sampel yang di data oleh Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi kota Semarang, aturan terkait kuota bagi penyandang disabilitas dalam hak
memperoleh pekerjaan dalam pelaksanaanya tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka dapat
dilihat bahwa terkait kuota bagi penyandang disabilitas dalam ketenagakerjaan belum berjalan
dengan baik.
Tabel 2.
Perusahaan yang Mempekerjakan Penyandang Disabilitas
No

1

Perusahaan

PT. SAMA

Sektor

Jumlah
pek
erja

Tekstil

2.778

Jumlah tenaga
kerja
penyandan
g
disabilitas
2

14

Wawancara dilakukan dengan staf seksi di bidang Informasi pasar Kerja dan produktivitas Kerja pada Dinas
Tenaga Kerja kota Semarang, 20 November Pukul 12.00 WIB.

71

Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 63-82.

Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang
Ismail Shaleh

2

PT. GBI

Tekstil

2.405

13

3

PT. MG

Tekstil

325

1

4

PT. BI

Tekstil

2.230

5

5

PT. ISM

Makanan

940

1

6
7
8

PT. MPS
PT. IP
PT. AIR

Rokok
Plastik
Tekstil

2.425
29
917

5
1
3

9
10

PT. LWI
PT. FM

Kayu
Pakaian

962
784

3
3

Sumber data: Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Semarang

Data di atas menunjukan bahwa berdasarkan 10 perusahaan sebagai sampel yang di data
oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi kota Semarang pada tahun 2016, perusahaan belum
menjalankan secara maksimal terkait kewajiban pemenuhan kuota tenaga kerja bagi penyandang
disabilitas.

2) Kendala dalam Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan
Perlindungan hukum terhadap penyandang disabilitas dalam pemenuhan hak memperoleh
pekerjaan di Kota Semarang dilaksanakan dalam rangka pembangunan masyarakat yang ada di
Kota Semarang untuk meningkatkan harkat, martabat dan harga diri, serta mewujudkan masyarakat
yang sejahtera, adil, makmur, baik materil maupun spiritual. 15 Penyandang disabilitas sering
mendapat diskriminasi seperti diuraikan sebelumnya terkait keadaan fisik dan mental. Atas dasar
itulah penyandang disabilitas perlu mendapat perhatian khusus karena mereka memiliki kebutuhan
yang berbeda. Kebutuhan yang berbeda ini harus mendapat perhatian dari institusi pemerintah,
khususnya Dinas Sosial, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Semarang, sehingga hak
memperoleh pekerjaan dapat terpenuhi bagi penyandang disabilitas di Kota Semarang.

15

hlm. 8.

72

Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia , cet. II, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007,

Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang
Ismail Shaleh

Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 63-82.

Berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945, negara mengakui persamaan derajat,
persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia. Selain penegasan hak warga atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak, konstitusi juga menyebutkan bahwa setiap warga negara
berhak mendapat pekerjaan berdasarkan pada tingkat pendidikan, keahlian, dan bakat serta
minatnya. Setiap warga negara dalam memperoleh pekerjaan harus sesuai dengan keinginannya,
bukan pekerjaan yang dipaksakan kepadanya. Negara berkewajiban menciptakan lapangan
pekerjaan dan penghidupan yang layak, dengan gaji bulanan, rumah, pakaian, dan makanan. Untuk
melaksanakan hal tersebut pemerintah memberikan aturan dalam gaji yaitu dengan menentukan
upah minimum regional (UMR) yang merupakan kumpulan dari jumlah gaji baik gaji pokok dan
tunjangan yang diberikan serta bonus yang diterima oleh seorang pekerja.
Pelaksanaan pembangunan nasional terkait tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan
yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. Sesuai dengan peranan dan
kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas
tenaga kerja dan peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusian. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan adanya perlindungan terhadap tenaga
kerja yang dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja dan menjamin kesamaan dan
kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan
pekerja dan keluarganya serta tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.
Berdasarkan ketentuan pasal 2 UU No. 13/2003 bahwa pembangunan ketenagakerjaan
berlandaskan atas Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Berdasarkan Penjelasan Pasal 3 UU No.
13/2003 menyatakan terkait asas pembangunan ketenagakerjaan, pada dasarnya sesuai dengan asas
pembangunan nasional, khususnya asas demokrasi Pancasila serta adil dan merata. Pembangunan
ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan dengan berbagai pihak, yaitu antara
pemerintah, pengusaha dan pekerja/buruh. Oleh karena itu, pembangunan ketenagakerjaan
dilaksanakan secara terpadu dalam bentuk kerjasama yang saling menguntungkan. Pembangunan
73

Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 63-82.

Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang
Ismail Shaleh

ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas
sektoral pusat dan daerah.
Pasal 4 UU No. 13/2003 menyatakan bahwa tujuan pembangunan ketenagakerjaan adalah
sebagai berikut:16 Pertama, memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan
manusiawi. Pemberdayaan dan pendayagunaan tenaga kerja merupakan suatu kegiatan yang terpadu
untuk dapat memberikan kesempatan kerja seluas-luasnya bagi tenaga kerja Indonesia. Melalui
pemberdayaan dan pendayagunaan ini diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat berpartisipasi secara
optimal dalam pembangunan nasional, namun dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaanya, sehingga dapat meningkatkan harkat, martabat dan harga diri tenaga kerja serta
mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur dan merata, baik secara materil maupun spiritual.
Kedua, mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai
dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah. Pemerataan kesempatan kerja harus
diupayakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan pasar
kerja dengan memberikan kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan bagi seluruh tenaga
kerja Indonesia sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya. Demikian pula pemerataan
penempatan tenaga kerja, perlu diupayakan agar dapat mengisi kebutuhan di seluruh sektor dan
daerah.
Ketiga, memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan.
Pembangunan ketenagakerjaan harus diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak-hak dan
perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja/buruh serta pada saat yang bersamaan
dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha.
Keempat, meningkatkan Kesejahteraan tenaga kerja dan keluarga. Masyarakat Indonesia
sebagian besar merupakan tenaga kerja dan memiliki keluarga, karena itu kesejahteraan tenaga

16

74

Ibid, hlm. 9.

Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang
Ismail Shaleh

Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 63-82.

kerja dan keluarganya mempunyai andil yang besar dalam mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Masyarakat sejahtera, adil, makmur dan merata, baik materil maupun spiritual
tidak dapat dicapai bila tenaga kerja dan keluarganya tidak sejahtera. Meningkatkan kesejahteraan
tenaga kerja dan keluarganya merupakan bagian dalam rangka mewujudkan kesejahteraan
masyarakat Indonesia.
Terdapat beberapa faktor yang menjadikan Pemerintah Kota Semarang belum cukup
memberikan perlindungan hukum terhadap penyandang disabilitas dalam hak memperoleh
pekerjaan di Kota Semarang, diantaranya adalah sebagai berikut:
a) Peraturan daerah Kota Semarang yang belum tersedia
Tujuan utama dari Perda adalah memberdayakan masyarakat dan mewujudkan kemandirian
daerah. Perda memuat dan mengatur penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, serta
menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundangundangan yang lebih tinggi seperti yang di sebutkan di dalam Pasal 14 UU No. 12/2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Dengan demikian, pembentukan peraturan daerah
menjadi strategis dan penting karena faktor kekhususan daerah dan penjabaran perundang-undangan
yang lebih tinggi. Beberapa undang-undang hanya memuat hal-hal umum yang harus dijabarkan
sesuai dengan kondisi daerah, antara lain terkait kaum disabilitas, perempuan, anak, suku dan
masyarakat adat terpencil, penganut agama dan kepercayaan lokal, kelompok-kelompok minoritas,
serta hal-hal yang khusus dan spesifik di daerah.
Saat ini Kota Semarang belum memiliki peraturan daerah yang mengatur terkait pemenuhan
hak penyandang disabilitas sebagai tindak lanjut dari ketentuan peraturan perundang-undangan
terkait kebijakan perlindungan penyandang disabilitas yang diatur secara nasional di Indonesia,
seperti UU No. 8/2016, UU No. 13/2003. Hal ini menjadi kendala bagi Pemerintah Kota Semarang
khususnya Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam melaksanakan perlindungan hukum
terhadap penyandang disabilitas, dikarenakan penyandang disabilitas juga merupakan bagian dari
75

Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 63-82.

Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang
Ismail Shaleh

masyarakat Kota Semarang yang berhak untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan tingkat
kecacatannya17.
Berdasarkan hal tersebut, terkait pelaksanaan perlindungan hukum terhadap penyandang
disabilitas dalam hak memperoleh pekerjaan di Kota Semarang, peraturan daerah Kota Semarang
menjadi penting sebagai pedoman bagi aparat penegak hukum dalam perlindungan pemenuhan hak
terhadap penyandang disabilitas dalam memperoleh pekerjaan di Kota Semarang.
b) Pengawasan ketenagakerjaan di Kota Semarang
Pengawasan ketenagakerjaan adalah fungsi negara termasuk pengawasan yang dilakukan di
Kota Semarang. Berdasarkan lampiran UU No. 23/2014 disebutkan penetapan sistem pengawasan
ketenagakerjaan dan pengelolaan tenaga pengawas ketenagakerjaan menjadi urusan Pemerintah
Pusat, sedangkan kewenangan penyelenggaraan pengawasan ketenagakerjaan menjadi urusan
Pemerintah Daerah Provinsi. Terhitung sejak Januari 2017, seluruh pegawai pengawas
ketenagakerjaan kabupaten/kota beralih ke provinsi. Sesuai UU No. 23/2014, maka semua fungsi
pengawasan ketenagakerjaan yang ada di setiap kabupaten/kota seluruh Indonesia termasuk di
Provinsi Jawa Tengah, statusnya beralih ke Provinsi.
Terdapat tiga unsur yang saling mempengaruhi dalam ketenagakerjaan, yang mana apabila
salah satu fungsi dan peran dari ketiga unsur ini tidak berjalan, maka kondisi ketenagakerjaan tidak
akan berjalan secara sehat. ketiga unsur tersebut terdiri dari pekerja, pengusaha, dan pemerintah
yang dalam istilah ketenagakerjaan dikenal dengan istilah tripartit. Ketiga unsur tripartit tersebut
memiliki keinginan yang berbeda-beda dan masih banyak yang belum bisa mewujudkan hubungan
yang saling memenuhi keinginannya masing-masing. Untuk terciptanya hubungan yang saling
menguntungkan keinginan masing-masing unsur tripartit tersebut, sebenarnya pemerintah telah
mengaturnya dengan regulasi yaitu Pasal 102 UU No. 13/2003 yang mengatur fungsi dan peran

17

Wawancara dengan staf Seksi Bidang Informasi Pasar Kerja dan Produktivitas Kerja pada Dinas Tenaga
Kerja kota Semarang, Senin, 20 November, Pukul 12.00 WIB.

76

Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang
Ismail Shaleh

Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 63-82.

pemerintah, pekerja, dan perusahaan dalam ketenagakerjaan, diantaranya adalah: Pertama, dalam
melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijakan,
memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap
pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Kedua, dalam melaksanakan
hubungan industrial, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruhnya mempunyai fungsi
menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan
produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan, dan keahliannya
serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya.
Ketiga, dalam melaksanakan hubungan industrial, pengusaha dan organisasi pengusahanya
mempunyai fungsi menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja,
dan memberikan kesejahteraan pekerja/buruh secara terbuka, demokratis, dan berkeadilan.
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, Pasal 102 ayat (1) sangat jelas menyebutkan bahwa
kunci dari semua permasalahan ketenagakerjaan adalah sangat tergantung dari fungsi pemerintah
dalam menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan dan penindakan
terhadap pelanggaran aturan ketenagakerjaan. Fungsi pekerja/buruh sebagaimana disebutkan dalam
ayat (2) akan terlaksana dengan baik apabila fungsi dan peran pemerintah sebagaimana ayat (1)
berjalan dengan baik dan benar, terutama dalam memastikan terpenuhinya hak-hak pekerja yang
merupakan kewajiban pengusaha untuk memenuhinya.
Unsur yang paling dirugikan ketika fungsi masing-masing tersebut tidak berjalan
sebagaimana mestinya adalah pekerja, karena akibat lemahnya fungsi pemerintah, hak-hak pekerja
yang merupakan kewajiban pengusaha masih banyak yang tidak terpenuhi, padahal setiap hak
pekerja yang sudah diatur dalam UU Ketenagakerjaan dilanggar ada sanksi baik administratif
maupun pidana.
Ada beberapa pengertian pengawasan ketenagakerjaan yang terdapat didalam peraturan
perundang-undangan, seperti yang disebutkan pada Pasal 176 UU No. 13/2003 yang menyebutkan
77

Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 63-82.

Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang
Ismail Shaleh

bahwa pengawasan ketenagakerjaan merupakan kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan
peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan. Selanjutnya pada Pasal 1 angka (1)
Perpres No. 21/2010 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa pengawasan
ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundangundangan di bidang ketenagakerjaan. Pengertian tersebut merupakan pengertian yang juga
digunakan di beberapa peraturan yang mengatur tentang pengawasan ketenagakerjaan, seperti UU
No. 21/2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection In
Industry And Commerce (Konvensi ILO Nomor 81 Mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan dalam

Industri dan Perdagangan). Sehingga pengertian ini merupakan pengertian yang baku dalam
mendefinisikan pengertian pengawasan ketenagakerjaan.
Pada Pasal 178 UU No. 13/2003 menyebutkan bahwa pengawasan ketenagakerjaan
dilaksanakan oleh unit kerja tersendiri pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya
dibidang ketenagakerjaan pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota. Hal tersebut juga di sebutkan di dalam Pasal 3 Perpres No. 21/2010 yang
menyebutkan bahwa pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh unit kerja pengawasan
ketenagakerjaan pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
ketenagakerjaan pada pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.
Perlindungan hukum terhadap penyandang disabilitas dalam pemenuhan hak memperoleh
pekerjaan di Kota Semarang memiliki tujuan untuk memberi kepastian hukum, sehingga tujuan
hukum tersebut dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat yang ada di Kota Semarang.
Pengawasan ketenagakerjaan merupakan sebuah sistem yang sangat penting dalam penegakan atau
penerapan peraturan terkait ketenagakerjaan, pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan
mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan.
Penegakan atau penerapan peraturan perundang-undangan merupakan upaya untuk melindungi serta
menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi pengusaha dan pekerja/buruh, keseimbangan
78

Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang
Ismail Shaleh

Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 63-82.

tersebut diperlukan untuk menjaga kelangsungan usaha dan ketenangan dalam bekerja yang pada
akhirnya akan meningkatkan produktivitas kerja dan kesejahteraan tenaga kerja.
Pasal 179 UU No. 13/2003 menyebutkan bahwa unit kerja pelaksana pengawasan
ketenagakerjaan mempunyai dua kewajiban. Pertama, wajib menyampaikan laporan pelaksanaan
pengawasan ketenagakerjaan kepada Menteri Tenaga Kerja, khusus bagi unit kerja pada pemerintah
provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Kedua, wajib merahasiakan segala sesuatu yang menurut
sifatnya patut dirahasiakan dan tidak menyalahgunakan kewenangannya.
Dengan pengawasan ketenagakerjaan terkait penyandang disabilitas dalam hak memperoleh
pekerjaan di Kota Semarang, tidak dilakukan lagi di Dinas Tenaga Kerja kota Semarang dan beralih
pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah, hal ini terjadi kekosongan fungsi
pengawasan terhadap ketenagakerjaan. Hal ini berimplikasi kepada melemahnya dalam penerapan
dan penegakan peraturan terkait ketenagakerjaan.

SIMPULAN
Simpulan penelitian ini adalah: Pertama, pemenuhan hak terhadap penyandang disabilitas
dalam memperoleh pekerjaan di Kota Semarang belum berjalan. Berdasarkan sampel 10 perusahaan
yang didata Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Semarang tahun 2016, dari jumlah
perusahaan dari 3.990 yang ada di Kota Semarang, kuota penyandang disabilitas belum terpenuhi.
Kedua,

faktor

yang

menjadi

kendala

pemenuhan

hak

penyandang

disabilitas

ketenagakarjaan di Kota Semarang, adalah ketiadaan peraturan daerah yang mengatur pemenuhan
hak penyandang disabilitas, sebagai tindak lanjut dari ketentuan peraturan perundang-undangan
terkait kebijakan perlindungan penyandang disabilitas yang diatur secara nasional. Di samping itu,
pengawasan ketenagakerjaan di Kota Semarang, sejak tahun 2017 tidak dilakukan lagi di Dinas
Tenaga Kerja Kota Semarang, melainkan beralih pada Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Tengah

79

Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 63-82.

Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang
Ismail Shaleh

berdasarkan amanat UU Pemerintah Daerah. Kondisi tersebut menyebabkan terjadi kekosongan
fungsi pengawasan terhadap ketenagakerjaan.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Khakim, 2007, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia , cet. II, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung.
Budiyono, Muhtadi, Ade Arief Firmansyah, 2015, Dekonstruksi Urusan Pemerintahan Konkuren
dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah, Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 67 Th XVII.

ILO, 2006, Kaidah ILO tentang Pengelolaan Penyandang Cacat di Tempat Kerja, ILO Publication,
Jakarta.
Jazim Hamidi, 2016, Perlindungan Hukum terhadap Disabilitas dalam Memenuhi Hak
Mendapatkan Pendidikan dan Pekerjaan , Jurnal: Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, Vol 23,

No 4.
Khairani, 2012, Analisis Permasalahan Outsourching (Alih Daya) dari Perspektif Hukum dan
Penerapannya, Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 56 Th XIV.

Lalu Husni, 2007, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Majda El Muhtaj, 2008, Dimensi‐Dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Raja
Grafindo Persada, Jakarta.

Metro,

“Perusahaan

Lakukan

Diskriminasi

Saat

Merekrut

Difabel”,

dimuat

dalam

http://metrosemarang.com/perusahaan-lakukan-diskriminasi-saat-merekrut-kaum-difabel, di
akses 9 Agustus 2017.
Metro, “Kesempatan Kerja bagi Penyandang Disabilitas Semarang Masih Minim”, dimuat dalam
http://metrosemarang.com/kesempatan-kerja-bagi-penyandang-disabilitas-semarang-masihminim, diakses, Senin, 14 Agustus 2017.
80

Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang
Ismail Shaleh

Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 63-82.

Rizqa Maulinda, Dahlan, M. Nur Rasyid, 2016, Perlindungan Hukum bagi Pekerja Kontrak Waktu
Tertentu dalam Perjanjian Kerja pada PT. Indotruck Utama, Kanun Jurnal Ilmu Hukum

Vol. 18 No. 3.
Simgakin,

“Data

Penyandang

Disabilitas”,

dimuat

dalam

http://simgakin.semarangkota.go.id/2015/website/web/pages/119. Diakses Senin 14 Agustus
2017.
Sugiono, Ilhamuddin, dan Arief Rahmawan, 2014, Klasterisasi Mahasiswa Difabel Indonesia
Berdasarkan Background Histories dan Studying Performance, Indonesia Journal of

Disability Studies 20, 21.
Suhartoyo, 2014, Perlindungan Hukum terhadap Pekerja/buruh Penyandang Disabilitas di
Indonesia . Jurnal: Masalah-Masalah Hukum Vol 43, No 4.

Sutedi Ardrian, 2011, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta.

Peraturan Perundang-undangan
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
UU No. 23/2014 tentang Pemerintah Daerah.
UU No. 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas.
UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.
UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
UU No. 19/2011 tentang Pengesahan Convention On The Rights Of Persons With Disabilities
(Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas)
UU No. 21/2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection In
Industry And Commerce (Konvensi ILO Nomor 81 Mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan

Dalam Industri Dan Perdagangan).
81

Kanun Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 20, No. 1, (April, 2018), pp. 63-82.

Implementasi Pemenuhan Hak bagi Penyandang Disabilitas Ketenagakerjaan di Semarang
Ismail Shaleh

Peraturan Presiden No. 21/2010 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan.

82