Pengaruh Harga Jual Obat terhadap Status

PENGARUH HARGA JUAL OBAT TERHADAP
STATUS KESEHATAN RAKYAT INDONESIA

DISUSUN OLEH :
Rahmadi Wijaya / 0913015015
Winda Puji Astuti / 0913015010
Selvi Megawati / 0913015064

UP. FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2011

1

HALAMAN PENGESAHAN
1.

Judul Karya Tulis

: Pengaruh Harga Jual Obat terhadap Status
Kesehatan Rakyat Indonesia


2.

Penulis:
Ketua kelompok
a.

Nama Lengkap

: Rahmadi Wijaya

b.

NIM

c.

Fakultas

: Farmasi


d.

Jurusan

: Farmasi

e.

Universitas

f.

Alamat Rumah

: 0913015015

: Universitas Mulawarman
: Jl. Pattimura RT.02 No. 212 Kel. Rapak


Dalam
Samarinda Seberang
g.
h.

No.Telp/HP
Alamat Email

:

: [email protected]

3.

Anggota

: 2 orang

4.


Tanggal Pengesahan

: 25 Oktober 2011

Pengesahan oleh :
Ketua Program Studi S1 Farmasi Fakultas Farmasi UNMUL

Yurika Sastyarina, S. Farm., Apt., M. Farm
NIP. 198306032008122002
2

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama / NIM (Ketua) : Rahmadi Wijaya / 0913015015
Anggota

: Winda Puji Astuti / 0913015010
Selvi Megawati / 0913015064

Fak./Angk.


: Farmasi/2009

Universitas

: Universitas Mulawarman

Judul Karya Tulis

: Pengaruh Harga Jual Obat terhadap Status Kesehatan
Rakyat Indonesia

Menyatakan bahwa karya tulis ini adalah benar-benar karya asli kami sendiri dan
belum pernah diikutsertakan dalam karya tulis sebelumnya..
Di dalam karya tulis ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau
gagasan orang lain yang kami ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam
bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang kami aku seolah-olah sebagai tulisan
kami sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya.
Apabila kemudian terbukti bahwa kami ternyata melakukan tindakan menyalin
atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran kami sendiri serta

pernah mengikutsertakan karya tulis ini pada lomba karya tulis sebelumnya maka
kami bersedia menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
Samarinda, 25 Oktober 2011
Yang Membuat Pernyataan
Ketua Kelompok

Rahmadi Wijaya
NIM. 0913015015

3

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan kekuatan
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang
berjudul “Pengaruh Harga Jual Obat terhadap Status Kesehatan Rakyat
Indonesia”. Shalawat dan salam semoga tercurah pula kepada Rasulullah
Muhammad SAW, dan para sahabat. Teriring doa dan harap semoga Allah
meridhoi upaya yang penulis lakukan.
Karya tulis ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai penyebab

harga jual obat, keefektifan obat, dampak kepada masyarakat dan cara mengatasi
harga jual obat tersebut.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terselesaikannya karya tulis ini. Penulis berharap karya tulis ini
bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi pembaca pada umumnya.

Samarinda, September 2011

Penulis

4

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ..................................... iii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ...................................................................................................... v
ABSTRAK ......................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................... 1
1.3. Tujuan Penulisan ......................................................................................... 2
1.4. Manfaat Penulisan ....................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3
2.1. Obat ............................................................................................................. 3
2.2. Harga Jual Obat di Indonesia ...................................................................... 3
2.3. Penyebab Mahalnya Harga Obat di Indonesia ............................................ 6
2.4. Penanggulangan Masalah Mahalnya Harga Jual Obat di Indonesia ........... 7
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 10
3.1. Metode Penulisan ........................................................................................ 10
3.2. Sumber Data ................................................................................................ 10
3.3. Sistematika Penulisan .................................................................................. 10
3.4. Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 11
3.5. Teknik Analisis Data ................................................................................... 11
BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS ................................................................ 12
4.1. Analisis ........................................................................................................ 12
4.2. Sintesis ........................................................................................................ 13

5


BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 15
5.1. Kesimpulan ................................................................................................. 15
5.2. Saran ............................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 16
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. 17
KARTU IDENTITAS ......................................................................................... 20

6

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Sejak 30 tahun terakhir, Indonesia masih berkutat dengan sulitnya mengatur
peresepan dokter, yang sebagian besar adalah "obat-obat latah" atau me-too drugs
yang mana obat-obat ini dikemas dan dipasarkan layaknya obat paten, padahal tak
lain adalah obat-obat generik yang bermerek.
Secara umum, obat dikategorikan menjadi 2, obat paten dan obat generik.
Obat paten adalah obat yang masih mendapatkan perlakuan khusus, semacam

monopoli, untuk periode tertentu. Selama masa tersebut, obat paten tidak
memiliki kompetitor langsung dan biasanya produsen mematok harga mahal
karena alasan pengembalian investasi. Sedangkan obat generik adalah obat yang
hak patennya sudah lewat. Setelah obat melewati masa patennya, dalam hitungan
hari akan muncul obat generiknya di pasar. Memasarkan obat generik, bisa
menggunakan nama dagang atau tidak (Anonim, 2011).
Di Indonesia yang terjadi adalah obat generik yang dipasarkan dengan nama
dagang, dianggap obat paten. Yang dianggap generik adalah obat yang dipasarkan
menggunakan nama generik (international nonpropretiary name). Kondisi ini
dimanfaatkan produsen, untuk menetapkan harga obat generik bermerek
mendekati (bahkan bisa lebih mahal dari) obat paten dan terjadi persaingan antara
produsen industri farmasi sehingga jumlah dan jenis obat yang beredar di
Indonesia terlalu banyak. Selain itu, Indonesia juga masih mengimpor sebagian
besar bahan baku obat dari China dan India yang tidak bebas pajak, serta industri
farmasi yang memperhitungkan biaya riset, produksi dan distribusinya.
Akibatnya, harga obat resep di Indonesia tergolong termahal di ASEAN, bahkan
di dunia.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penulisan karya tulis ini, maka dapat dibuat rumusan
masalahnya, antara lain sebagai berikut :


1

a.

Apa yang menyebabkan tingginya harga jual obat?

b.

Apa hubungan antara harga jual obat dengan keefektifan obat?

c.

Bagaimana dampak harga jual obat dalam masyarakat?

d.

Bagaimana cara untuk mengatasi harga jual obat yang tinggi?

1.3. Tujuan Penulisan
a.

Mengetahui penyebab tingginya harga jual obat.

b.

Mengetahui pengaruh harga jual obat terhadap keefektifan obat.

c.

Mengetahui cara mengatasi harga jual obat yang tinggi.

d.

Mengetahui dampak harga jual obat dalam masyarakat.

1.4. Manfaat Penulisan
a.

Bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat tentang perbedaan obat paten,

obat generik, obat generik bermerek dan harga jual obat-obat tersebut serta
pengaruh dengan keefektifan obat tersebut. Sehingga diharapkan dapat memberi
gagasan pada masyarakat, untuk dapat lebih memilih peresepan yang rasional.
b.

Bagi Peneliti
Dapat memperluas wawasan serta pengetahuan tentang harga jual obat yang

ada di masyarakat Indonesia serta mengembangkan pemikiran untuk terus
memberikan solusi tentang pemasaran obat yang ada di masyarakat Indonesia
secara rasional.

2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Obat
Bahan obat adalah zat aktif yang dapat berfungsi untuk mencegah,
meringankan, menyembuhkan atau mengenali penyakit (Mutschler, 1991).
Sedangkan obat merupakan bentuk-bentuk sediaan tertentu dari semua zat
aktif baik kimiawi, hewani, maupun nabati yang dalam dosis layak dapat
bermanfaat untuk menyembuhkan, meringankan atau mencegah penyakit berikut
gejalanya (Tjay, 2007).
Secara umum, obat dikategorikan menjadi dua, yaitu obat paten dan obat
generik. Obat paten merupakan obat dalam keadaan murni atau campuran dalam
bentuk serbuk, cairan, salep, tablet, pil, suppositoria atau bentuk lain dengan nama
dagang yang terdaftar atas nama produsen atau yang dikuasakannya dan dijual
dalam bungkus asli dari pabrik yang memproduksinya (Anief, 2000).
Obat paten masih mendapatkan perlakuan khusus, semacam monopoli,
untuk periode tertentu. Selama masa tersebut, obat paten tidak memiliki
kompetitor langsung dan biasanya produsen mematok harga mahal karena alasan
pengembalian investasi. Sedangkan obat generik merupakan obat yang hak
patennya sudah lewat. Setelah melewati masa patennya, dalam hitungan hari akan
muncul obat generiknya di pasaran. Memasarkan obat generik, bisa menggunakan
nama dagang atau tidak. Para produsen obat generik menggunakan sumber dan
asal bahan baku yang setara. Pertimbangan utamanya adalah kualitas dan harga.
Pembuat obat generik dapat menjual obat generik lebih murah karena pembuat
obat generik tersebut tidak perlu mengeluarkan biaya riset untuk obat tersebut.
Selain itu dengan adanya saingan obat generik yang lain, menyebabkan harga obat
generik bisa tetap lebih murah (Anonim, 2011).
2.2. Sejarah dan Undang-Undang Registrasi Obat
Sistem registrasi obat di Indonesia dibagi atas 4 periode, yakni era 70-an,
80-an, 90-an, dan zaman sekarang (Darmansjah, 2002). Di era 70-an obat

3

didaftarkan berdasarkan surat Menteri Kesehatan No.125/Kab/B.VII/71. tentang
peraturan Wajib Daftar Obat. Obat-obatan pada waktu itu ditandai dengan kode
No.Reg. D (nomor pendek). Dasar hukum yang digunakan pada waktu itu antara
lain adalah Undang-Undang No.9 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan,
Undang-Undang No.7 tahun 1963 tentang Farmasi, Undang-Undang No.9 tahun
1976 tentang Narkotika dan Undang-Undang Obat Keras (St.1937 No.541).
Di tahun 80-an, pendaftaran obat diatur berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan No. 389/MenKes/Per/K/80. tentang Kriteria Pendaftaraan Obat Jadi.
Di tahun 90-an pemerintah kembali merevisi peraturan tentang registrasi
obat jadi yaitu Peraturan Menteri Kesehatan No. 242/Men.Kes./SK/V/1990
tentang Wajib Daftar Obat Jadi. Sistem pendaftaran obat-jadi ini mulai
mempertimbangkan berbagai aspek sebelum obat tersebut diedarkan yaitu khasiat,
keamanan dan mutu obat. Peraturan Menteri Kesehatan tersebut dirangkum dalam
”Kriteria Tata Cara Pendaftaran Obat Jadi”.
Era 2001 sampai sekarang, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan berubah menjadi Badan Pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan
Keputusan Presiden No. 43. Tahun 2001. Tahun 2003, sistem registrasi obat
berubah menjadi Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.
HK.00.05.3.1950 (kontroversial) tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi
Obat. Sistem evaluasi registrasi ini menitikberatkan pada hal-hal perlindungan
masyarakat terhadap peredaran obat yang tidak memenuhi persyaratan efikasi,
keamanan, mutu, dan kemanfaatan.
2.3. Harga Jual Obat di Indonesia
Komponen-komponen yang mempengaruhi harga jual suatu obat terdiri dari
harga bahan baku, harga produksi, biaya pemasaran, profit margin distributor,
profit margin pengecer (di apotek atau di rumah sakit), dan pajak (pajak impor
dan PPN). Kecuali biaya pemasaran dan laba atau profit margin, harga pokok
produksi dan biaya distribusi, relatif sama antara produsen yang satu dan lainnya.
Perbedaan timbul karena faktor efesiensi. Besaran biaya pemasaran dan laba atau
profit margin yang ingin diraih, tidak ada referensi yang baku. Acapkali produsen

4

menggunakan harga obat paten dan obat sejenis yang sudah beredar sebagai
acuan. Ada pula teori tidak tertulis bahwa harga jual minimal 4 kali harga pokok
produksi. Makin efisien proses produksi, makin besar alokasi untuk biaya
pemasaran atau laba yang ingin dicapai (Depkes RI, 2005).
Direktur Unit Bisnis Pharma Glaxo Smith Kline (GSK) Indonesia, Kent K.
Sarosa menyatakan, harga obat berbeda di setiap negara. Di negara-negara Eropa
yang menerapkan asuransi kesehatan sosial, harga obat bergantung pada negosiasi
pemerintah atau pengelola asuransi sosial dengan produsen sehingga bisa lebih
murah dibandingkan harga di negara lain. Selain itu, obat generik lebih
diutamakan sehingga ketika suatu obat habis masa perlindungan patennya,
produsen otomatis menurunkan harga obat agar mampu bersaing dengan produsen
yang membuat obat generik. Masalahnya, menurut Kent, di Indonesia tak ada
rambu penetapan harga obat generik bermerek. Karena itu, produsen yang
memproduksi obat yang habis masa patennya menjual obat dengan harga tak jauh
berbeda dengan obat original (asli). Akibatnya, harga obat original yang patennya
berakhir ataupun obat generik bermerek tidak pernah turun, bahkan cenderung
naik terus. Masalah lainnya adalah ketidakpercayaan masyarakat dan sebagian
dokter terhadap mutu obat generik sehingga pemanfaatan obat generik di
Indonesia masih sedikit (Anonim, 2011).
Ketua Umum Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Drs. M. Dani Pratomo,
M.M., Apt., mengkritisi kenaikan harga obat yang terjadi dalam kurun waktu
beberapa tahun terakhir. Menurutnya, tingginya harga obat membuat Indonesia
menempati urutan kelima di dunia dari daftar negera-negara yang memiliki harga
obat paling tinggi. Pada empat negara urutan teratas, pelayanan obat sudah
menggunakan asuransi. Sedangkan di Indonesia, pembelian obat masih keluar dari
kantong masing-masing pasien.
Harga obat generik yang diproduksi di Indonesia tergolong sangat mahal.
Hal ini terjadi dikarenakan banyak obat generik di Indonesia yang sengaja
dikemas dan dipasarkan serta diberi merek tertentu layaknya obat “paten”
sehingga muncul istilah obat generik bermerek (Anonim, 2010).

5

2.4. Penyebab Mahalnya Harga Obat di Indonesia
Seandainya harga obat murah, biaya pelayanan kesehatan di Indonesia tentu
tidak akan semahal sekarang. Ini karena komponen biaya obat bisa mencapai 45
persen dari total biaya kesehatan. Penyebabnya mahalnya harga obat di Indonesia
adalah tidak ada subsidi sebagaimana harga bahan bakar minyak. Padahal, harga
obat bisa lebih murah kalau kita mengetahui seluk-beluk pasar obat. Berbagai
faktor yang membuat harga obat mahal adalah jumlah dan jenis obat yang beredar
di Indonesia terlalu banyak, baik yang menggunakan nama generik maupun nama
dagang. Jumlahnya sudah ribuan. Padahal, yang diperlukan untuk dapat
memenuhi kebutuhan pengobatan atau medik hanya 800 - 1.000 nama generik dan
dagang. Selain itu, tak jarang satu nama generik diproduksi oleh beberapa
produsen dengan harga yang sangat berbeda. Meski khasiat sama, harganya bisa
berbeda sepuluh kali lipat. Kalau dokter memberi obat yang harganya mahal,
sudah tentu harga resep yang harus ditebus menjadi mahal. Padahal, ada pilihan
obat dengan harga yang bisa jauh lebih murah dengan khasiat yang sama (Anna,
2011).
Menurut Direktur Utama PT Kimia Farma M Syamsul Arifin, saat ini 80
persen bahan baku obat-obatan di Indonesia diimpor dari India dan China.
Walaupun harga bahan baku impor ini murah, setelah diproduksi menjadi obatobat oleh industri farmasi Indonesia, harganya jadi berlipat kali lebih mahal
dibanding harga obat-obat yang sama di India dan China. Ini tak lain karena
industri farmasi di Indonesia masih tetap terjangkit "penyakit" mencari
keuntungan sebesar-besarnya yang telah berlangsung sejak era Orde Baru.
Meningkatnya harga jual obat di Indonesia, dimungkinkan terjadi ketika
proses produksi dimulai. Karena meski bahan baku yang 80% diimpor dari India
dan Cina berharga murah, setelah diproduksi menjadi obat oleh industri farmasi di
Indonesia, harganya jadi melambung. Bahkan harga obat di Indonesia lebih mahal
dari harga obat serupa di dua negara tersebut. Salah satu faktor yang
menyebabkan melambungnya harga obat ketika proses produksi, menurut pakar
kesehatan masyarakat Universitas Indonesia, Profesor Hasbullah Thabrany, adalah
karena perusahaan farmasi ingin meraup keuntungan sebesar-besarnya dari

6

pembeli. Dari sekitar 200 perusahaan farmasi di Indonesia, hampir semua
perusahaan tersebut didominasi oleh swasta. Kalaupun ada badan usaha milik
negara, sebagian besar sahamnya milik masyarakat. Artinya, terjadi mekanisme
pasar murni yang mengondisikan orang per orang untuk membeli obat, sehingga
tidak punya negosiasi harga (Anonim, 2010).
Ada pula tudingan bahwa obat mahal disebabkan oleh adanya kolusi antara
oknum dokter dengan perusahaan farmasi. Hal ini dikuatkan dengan pernyataan
mantan Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Dr. Kartono Muhammad dan
Dr. Firman Lubis MPH dari sub bagian Ilmu Kedokteran Keluarga FKUI, yang
menyampaikan bahwa ada ratusan dokter menerima komisi dari perusahaan
farmasi (Anonim, 2010).
Berdasarkan Departemen Kesehatan RI (2005), determinan terjadinya harga
jual obat yang mahal di Indonesia, antara lain disebabkan :
a. Masih kurang efisiennya produksi sehingga banyak pabrik yang memproduksi
jenis obat yang sama.
b. Biaya pemasaran dan promosi obat pun belum terkendali.
c. Belum ditaatinya standar profesi mengenai manajemen kasus poly pharmacy
dan peresepan yang tidak rasional.
d. Terlalu banyak pedagang besar farmasi untuk tender obat, bukan untuk
melakukan distribusi obat.
e. Ketergantungan pada bahan baku impor, tarif impor dan PPN obat.
f. Penggunaan obat generik yang masih terbatas.
g. Belum ada uji cost effectiveness dari obat baru.
h. Setiap pabrik bisa menyusun harga obatnya sesuai dengan perhitungan masingmasing.
2.5

Penanggulangan Masalah Mahalnya Harga Jual Obat di Indonesia
Harga jual obat di Indonesia tergolong termahal se-ASEAN, bahkan

menempati urutan kelima di dunia. Oleh karena itu, untuk mengatasi persoalan
harga jual obat yang semakin tak terkendali di Indonesia, diperlukan pengaturan

7

yang tegas mengenai harga jual obat generik oleh pemerintah, dalam hal ini
Kementerian Kesehatan RI.
Mahalnya harga jual obat di Indonesia dapat dibuktikan dengan
membandingkan harga salah satu obat esensial, misalnya metformin yang
merupakan obat lini pertama untuk diabetes tipe II. Obat ini lazim dikenal dengan
merek dagang Glucophage, obat "originator" temuan Bristol-Myers-Squibb. Di
apotek di Jakarta, Glucophage, yang sudah lewat masa patennya, untuk satu strip
berisi 10 tablet 500 mg dipatok dengan harga Rp 14.100 dan obat generiknya
dengan bahan aktif

metformin dipasarkan dengan harga Rp 3.000/10 tablet.

Sedangkan di apotek di Kuba, harga satu dus obat metformin berisi 10 strip hanya
dijual dengan harga 1 peso Kuba atau sama dengan Rp 400. Dalam tiap stripnya,
berisikan 10 tablet 850 mg obat generik metformin buatan perusahaan Cipla,
India. Walaupun berdosis lebih besar, harganya hanya Rp 40/10 tablet. Hal ini
dapat diartikan bahwa harga jual obat metformin di Indonesia 75 kali lebih mahal
dibanding harga jual obat metformin di Kuba (Anonim, 2010).
Menurut Prof Dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr PH dari Pengurus Besar
Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), diperlukan adanya aturan harga jual obat
generik yang jelas. Jangan sampai masyarakat yang sudah pusing mencari
ketersediaan obat generik yang “langka” di peredaran masih harus dipusingkan
juga dengan adanya obat generik bermerek yang harganya sangat mahal. Selain
itu, pembiayaan berbasis asuransi jaminan sosial nasional yang merupakan
perintah Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) merupakan
cara yang paling baik untuk mengendalikan harga obat dan peresepan oleh dokter.
Akan tetapi, cari itu sampai saat ini belum juga dilaksanakan oleh pemerintah
sehingga harga obat belum dapat dikendalikan secara sistematis (Anonim, 2010).
Pada dasarnya, dibutuhkan pendekatan menyeluruh dan terpadu untuk
mengendalikan harga obat yang wajar dengan mutu terjamin. Berikut ini
merupakan beberapa rekomendasi Departemen Kesehatan RI (2005) yang dapat
digunakan untuk mereformasi harga jual obat di Indonesia, antara lain :
a.

Melakukan analisis farmakoekonomi pada obat baru.

b.

Meningkatkan efisiensi produksi obat.

8

c.

Mengendalikan biaya pemasaran dan promosi obat.

d.

Mencantumkan label harga dan label nama generik (bila ada) pada kemasan
obat.

e.

Keharusan para dokter untuk mengikuti standar profesi mengenai
manajemen kasus dan rasionalisasi penulisan resep.

f.

Keharusan fasilitas publik (Puskesmas dan RS Pemerintah) untuk
menggunakan obat generik.

g.

Melakukan pengawasan ketat terhadap mutu produksi obat generik.

h.

Memberikan kewenangan secara hukum pada apoteker untuk menawarkan
obat generik pada konsumen dan mengganti obat paten dengan obat generik
bila disetujui dokter maupun konsumen.

i.

Menekan tarif impor bahan baku obat dan pembebasan PPN.

j.

Merangsang terjadinya kompetisi dalam memproduksi obat generik, agar
dapat menurunkan harga jual obat.

9

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penulisan
Penelitian ini menggunakan metode survey cohort dengan pendekatan
longitudinal di mana data variabel independen (faktor risiko) diidentifikasi dulu,
kemudian variabel dependen (efek) diidentifikasi secara prospektif. Dengan
demikian, diperoleh dinamika korelasi antara faktor resiko dengan efek.
3.2. Sumber Data
Informasi atau data yang dikumpulkan pada penulisan ini berasal dari
berbagai kepustakaan, yakni buku dan jurnal.
3.3. Sistematika Penulisan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Abstrak
Bab I. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penulisan
1.4. Manfaat Penulisan
Bab II. Tinjauan Pustaka
2.1. Obat
2.2. Sejarah dan Undang-Undang Registrasi Obat
2.3. Harga Jual Obat di Indonesia
2.4. Penyebab Mahalnya Harga Jual Obat di Indonesia
2.5. Penanggulangan Masalah Mahalnya Harga Jual Obat di Indonesia

10

Bab III. Metode Penelitian
3.1. Metode Penulisan
3.2. Sumber Data
3.3. Sistematika Penulisan
3.4. Teknik Pengumpulan Data
3.5. Teknik Analisis Data
Bab IV. Analisis dan Sintesis
Bab V. Penutup
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
Daftar Pustaka
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mencari informasi atau data dari
berbagai kepustakaan pada masa sekarang dan beberapa tahun lalu yang masih
berlaku.
3.5

Teknik Analisis Data
Informasi atau data dianalisis melalui prosedur bertahap dengan metode

analisis univariate (analisis deskriptif), yakni menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian. Kemudian dilakukan analisis bevariate
untuk mencari hubungan atau korelasi antara dua variabel yang bersangkutan
(variabel independen dan variabel dependen). Lalu, untuk mengetahui hubungan
lebih dari satu variabel independen dengan satu variabel dependen, dilanjutkan
lagi dengan melakukan analisis multivirate.

11

BAB IV
ANALISIS DAN SINTESIS

Perdagangan obat di Indonesia berbeda dengan negara-negara lain di dunia.
Penentuan harga jual obat di pasar Indonesia lebih didominasi oleh pengusaha
industri farmasi. Sedangkan pemerintah lebih banyak bertindak sebagai pengawas.
Pemerintah sebagai lembaga pelindung masyarakat, dituntut melindungi dan
membantu kebutuhan masyarakatnya. Termasuk masalah pelayanan kesehatan,
yang termasuk kebutuhan primer seluruh rakyat. Maka sudah seharusnya,
pemerintah ikut mengatur dan terlibat dalam menyelesaikan masalah-masalah
yang ada di dunia kesehatan. Karena pemerintah dianggap sebagai pemimpin dan
berkuasa menentukan kebijakan-kebijakan terkait pelayanan kesehatan. Namun,
kelemahan pemerintah dalam menjalankan kebijakan-kebijakannya sendiri akan
membuat berbagai peluang terjadinya masalah.
Industri farmasi memiliki hak untuk memproduksi dan memasarkan produkproduknya berupa jasa maupun barang (khususnya obat-obatan) yang diizinkan
peredarannya. Di samping itu industri farmasi memiliki kewajiban-kewajiban
yang harus dilaksanakan jika tetap menginginkan kegiatan operasionalnya
berjalan, seperti patuh dengan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh
pemerintah setempat.
Banyaknya jumlah industri farmasi yang berdiri di Indonesia menjadi bukti
bahwa lemahnya pengawasan dan ketegasan pemerintah Indonesia untuk
mengatur pembangunan industri farmasi. Berbagai industri farmasi yang berstatus
asing, swasta, dan negeri telah menjamur di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini
menyebabkan semakin besar terjadinya persaingan bebas antara industri-industri
farmasi tersebut. Di luar negeri persaingan bebas tersebut lebih banyak
memberikan keuntungan, seperti harga jual obat bersaing dan relatif murah.
Namun, di Indonesia terjadi sebaliknya. Persaingan bebas tersebut menyebabkan
harga jual obat semakin mahal.
Sebuah industri farmasi, akan menentukan harga jual suatu obat hasil
produksinya berdasarkan biaya-biaya yang dikeluarkannya sejak proses

12

pembuatan hingga penjualan. Pada fase produksi, bahan baku yang digunakan
industri farmasi di Indonesia lebih banyak diimpor dari luar negeri seperti Cina
dan India. Meskipun Indonesia kaya akan bahan alam (bahan mentah), namun
keterbatasan industri farmasi yang ada di Indonesia untuk mengolahnya menjadi
bahan

siap

pakai

membuat

‘kekayaan’ tersebut

tidak

begitu

berarti.

Ketergantungan dengan bahan impor menyebabkan harga jual obat di Indonesia
sulit diprediksi karena mengikuti harga pasaran dunia. Setelah produksi obat
selesai, industri farmasi akan memasuki fase penjualan. Pada fase ini, kekuatan
persaingan bebas lebih dirasakan oleh seluruh industri farmasi. Berbagai publikasi
mereka lakukan untuk memasarkan produk-produknya, seperti pengiklanan di
media-media cetak dan elektronik. Hal ini tentu menambah beban biaya penjualan
obat. Sehingga harga jual obat semakin mahal, karena seluruh biaya produksi
hingga penjualan ditambah berbagai pajak akan dikenakan ke pengguna obat,
yakni rakyat.
Penentuan harga jual obat juga harus diimbangi dengan kemanfaatannya.
Maka, sudah seharusnya obat yang harga jualnya mahal memiliki kefektifan yang
tinggi dibandingkan dengan obat-obat sejenis yang lebih murah. Namun, harga
jual obat merupakan komoditi yang sangat baik untuk meraup keuntungan yang
sebesar-besarnya. Harga jual obat dapat dipermainkan oleh industri farmasi,
seperti obat yang habis masa patennya dapat dijual sebagai obat generik bermerek
dengan harga tak jauh berbeda dengan obat asli (obat paten). Hal ini menunjukkan
lemahnya sistem peraturan penetapan harga obat generik bermerek di Indonesia.
Dengan demikian, di Indonesia sulit menemukan korelasi antara harga jual obat
dengan keefektifannya.
Obat memainkan peranan penting dalam dunia kesehatan. Setiap pelayanan
kesehatan tidak akan jauh dari obat. karena saat ini dunia pengobatan khususnya
di Indonesia didasarkan pada penyakit dan obat. Dengan demikian, jika harga jual
obat semakin mahal, maka biaya pelayanan kesehatan akan semakin mahal pula.
Untuk masyarakat menengah ke bawah, hal ini akan membuat mereka semakin
sulit untuk berobat.

13

Kondisi Indonesia saat ini masih disebut negara berkembang. Karena taraf
kesejahteraan rakyatnya belum merata. Tidak banyak rakyat Indonesia yang dapat
merasakan pelayanan kesehatan dengan baik karena keterbatasan ekonomi. Oleh
karena itu, kenaikan harga jual obat dapat menurunkan status kesehatan rakyat
Indonesia. Dampaknya adalah sulit rakyat Indonesia mengobati penyakitnya
ketika mereka sakit dan angka kematian penduduk akan semakin meningkat. Jika
terus dibiarkan, maka perekonomian negara akan menjadi labil. Karena rakyat
harus sehat agar dapat bekerja dengan optimal. Suatu negara dengan rakyat yang
status kesehatannya rendah, akan lebih mudah ‘diserang’ oleh negara lain. Oleh
karena itu, status kesehatan termasuk faktor utama yang menunjang stabilitas
suatu negara.
Apabila menganalisa berbagai masalah terkait harga jual obat, maka yang
menjadi faktor utama yang menimbulkan masalah-masalah tersebut adalah
lemahnya peran pemerintah sebagai badan pengawas dan pengatur perdagangan
obat-obatan di Indonesia. Pemerintah harus bertindak tegas terhadap seluruh
industri farmasi di Indonesia. Dibutuhkan pendekatan yang menyeluruh dan
terpadu untuk mengendalikan harga jual obat yang wajar dengan mutu terjamin.
Dimana kegiatan ini membutuhkan komitmen dan melibatkan berbagai pihak,
seperti industri farmasi, praktisi kesehatan, serta pemerintah.

14

BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.

Tingginya harga jual obat disebabkan beban biaya produksi hingga
penjualan yang tinggi dan adanya permainan harga di pasaran domestik.

2.

Harga jual obat di Indonesia tidak selalu berkorelasi dengan keefektifan obat
tersebut.

3.

Harga jual obat berdampak terhadap status kesehatan masyarakat. Semakin
mahal harga jual obat, maka semakin rendah status kesehatan masyarakat
dan begitupula sebaliknya.

4.

Harga jual obat dapat dikendalikan dengan cara pemerintah serius dan tegas
dalam menjalankan tugasnya sebagai pengawas dan pengatur perdagangan
obat.

5.2. Saran
Industri farmasi dan praktisi kesehatan mengubah paradigmanya bahwa
keuntungan adalah sesuatu yang sangat utama. Melainkan kesejahteraan rakyat
yang paling utama. Sehingga tidak ada lagi usaha-usaha untuk mencari
keuntungan-keuntungan yang justru merugikan rakyat. Sementara pemerintah
menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya sebagai pengatur dan pengawas,
serta bertindak tegas terhadap pihak-pihak yang merugikan.

15

DAFTAR PUSTAKA
Anief, Muhammad. 2000. Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University Press;
Yogyakarta.
Anna,

Lusia Kus. 2011. Bermimpi Obat Murah. Diakses melalui,
http://health.kompas.com/read/2011/02/21/06330077/Bermimpi.Obat.Mur
ah, pada tanggal 18 September 2011.

Anonim. 2011. Harga Obat Sebaiknya Dikendalikan. Diakses melalui, http://
apotekkita.com/2011/03/14/harga-obat-sebaiknya-dikendalikan/#more923,
diakses pada tanggal 17 September 2011.
Anonim. 2011. Harga Obat Ancam Kesehatan. Diakses melalui, http://cetak.
kompas.com/read/2011/02/21/02521949/harga.obat.ancam.kesehatan, pada
tanggal 17 September 2011.
Anonim. 2010. Harga Obat Generik Indonesia Termahal di Asean. Diakses
melalui,
http://www.tempointeraktif.com/hg/kesehatan/2010/04/13/brk,
20100413-239866,id.html , pada tanggal 18 September 2011.
Anonim, 2010. Obat Resep di Indonesia Termahal di Dunia. Diakses melalui
http://www.suaramedia.com/gaya-hidup/kesehatan/17897-obat-resep-diindonesia-termahal-di-dunia.html, pada tanggal 21 September 2011.
Darmansjah, Iwan. 2002. Rasionalisasi Produk Obat yang Beredar. Diakses
melalui http://www.iwandarmansjah.web.id, pada tanggal 18 September
2011.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Hasil Lokakarya Harga Obat
di Indonesia. Diakses melalui, http://www.litbang.depkes.go.id/
update/Hsl_LHO. pdf, pada tanggal 17 September 2011.
Mutschler, Ernst. 1991. Dinamika Obat. ITB; Bandung.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting. PT Elex Media
Komputindo; Jakarta.

16

DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Ketua Kelompok
Nama

: Rahmadi Wijaya

Tempat, tanggal lahir : Samarinda Seberang, 10 Maret 1992
Jenis kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Mahasiswa

Fak./Angk.

: Farmasi/2009

No. HP

:

Email

: [email protected]

Alamat

: Jl. Pattimura RT. 02 No. 212 Kel. Rapak Dalam
Samarinda Seberang

Kewarganegaraan

: WNI

Motto Hidup

: Harapan itu masih ada.

Riwayat Pendidikan :
1. SDN 008 Samarinda Seberang tahun 2003
2. SMP Negeri 8 Samarinda Lulus tahun 2006
3. SMA Negeri 3 Samarinda Lulus tahun 2009
4. S1 Farmasi Universitas Mulawarman hingga sekarang

17

DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Anggota
Nama

: Winda Puji Astuti

Tempat, tanggal lahir : Balikpapan, 9 Februari 1989
Jenis kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Mahasiswa

Fak./Angk.

: Farmasi/2009

No. HP

:

Email

:

Alamat

: Perum.Graha Indah Blok F1 No.2 Balikpapan, KALTIM

Kewarganegaraan

: WNI

Motto Hidup

: Setiap waktu harus menjadi ilmu yang bermanfaat. Jika
belum mampu melakukan semuanya, maka jangan pernah
tinggalkan semuanya.

Riwayat Pendidikan :
1. TK Islam Istiqomah Balikpapan Lulus Tahun 1995
2. SD Patra Dharma 4 Balikpapa Lulus tahun 2001
3. SMP Patra Dharma 1 Balikpapan Lulus tahun 2004
4. SMA Negeri 1 Balikpapan Lulus tahun 2007
5. S1 Farmasi Universitas Mulawarman hingga sekarang

18

DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Anggota
Nama

: Selvi Megawati

Tempat, tanggal lahir : Tenggarong, 13 Mei 1991
Jenis kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Mahasiswa

Fak./Angk.

: Farmasi/2009

No. HP

:

Email

:

Alamat

: Jl. Perjuangan 1 No. 2 Samarinda

Kewarganegaraan

: WNI

Motto Hidup

: Do the Best for the Best.

Riwayat Pendidikan :
1. SD Negeri 021 Tenggarong Lulus tahun 2003
2. SMP Negeri 1 Tenggarong Lulus tahun 2006
3. SMA Negeri 4 Berau Lulus tahun 2009
4. S1 Farmasi Universitas Mulawarman hingga sekarang

19

IDENTITAS (KARTU TANDA MAHASISWA)

20