2014 Prosisding Semnas Teknologi and Ag

PROSIDING SEMINAR NASIONAL

  Teknologi dan Agribisnis Peternakan untuk Akselerasi Pemenuhan Pangan Hewani (Seri II)

  versi elektronik

  Seminar dilaksanakan pada hari Sabtu, 14 Juni 2014 di Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto

  Diterbitkan oleh :

  versi elektronik

  Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman Jl.Dr. Soeparno No. 60 Purwokerto 53123 http:fapet.unsoed.ac.id Telp.Fax. 0281-638792

  Versi elektronik prosiding ini dapat diakses melalui: versi elektronik http:info.animalproduction.net

  Dicetak oleh UNSOED PRESS Purwokerto ISBN : 978-979-9204-98-1

  http:fapet.unsoed.ac.id

  ISBN: 978-979-9204-98-1

DEWAN PENYUNTING

  Ketua

  versi elektronik Akhmad Sodiq, Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman

  Mochamad Socheh, Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman

  Abdul Razak Alimon, Jurusan Sain Haiwan Universiti Putra Malaysia Adiarto, Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Agus Susanto, Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman

  Anis Wahdi, Prodi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat Diana Indrasanti, Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman Harapin Hafid, Fakultas Peternakan Universitas Haluoleo

  I Gede Suparta Budisatria, Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Juni Sumarmono, Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman Ning Iriyanti, Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman

  versi elektronik Yustina Yuni Suranindyah, Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada

  Samadi, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala Setya Agus Santosa, Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman Sri Nastiti Jarmani, Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor

  Syamsudin Hasan, Fakultas Peternakan Universitas Hasanudin

  Titin Widiyastuti, Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman Triana Setyawardani, Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman

  Sekretariat

  Imbang Haryoko Murniyatun

  versi elektronik

  ISBN: 978-979-9204-98-1

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga prosiding ini dapat disusun dengan baik. Prosiding ini memuat artikel-artikel yang telah dipresentasikan pada Seminar Nasional Teknologi dan Agribisnis Peternakan untuk Akselerasi Pemenuhan Pangan Hewani (Seri II), yang diselenggarakan oleh Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto pada tanggal 14 Juni 2014.

  Sub-sektor peternakan di Indonesia harus dipacu untuk meningkatkan kontribusinya versi elektronik dalam menunjang ketahanan pangan hewani. Pengembangan sumberdaya ternak dan pakan

  Prosiding ini tersusun berkat kerjasama antara berbagai pihak, utamanya penulis,

  yang tersedia secara lokal membutuhkan data-data empiris yang berasal dari kajian-kajian ilmiah yang dilakukan oleh para peneliti bidang peternakan, baik yang berada di berbagai universitas maupun lembaga penelitian. Forum seminar yang berskala nasional telah memberikan wahana bagi para peneliti untuk saling berbagi dan berdiskusi mengenai hasil temuannya sekaligus membangun jejaring dan hasil-hasilnya disajikan pada prosiding ini.

  versi elektronik

  dewan penyunting, sekretariat dan juga percetakan. Terimakasih disampaikan kepada berbagai pihak yang telah berkonstribusi. Semoga semua artikel yang dirangkum pada prosiding ini dapat digunakan sebagai rujukan ilmiah dalam menetapkan strategi dan langkah-langkah selanjutnya untuk mengembangkan sumberdaya peternakan di Indonesia, guna menuju ketahanan pangan hewani dan kesejahteraan masyarakat.

  Purwokerto, 14 Juni 2014 Dekan Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman

  versi elektronik

  Prof. Dr.Ir. Akhmad Sodiq, MSc.Agr.

  ISBN: 978-979-9204-98-1

DAFTAR ISI

  versi elektronik 2. POTENSI LIMBAH TANAMAN PERKEBUNAN SEBAGAI PAKAN HEWAN 8

  MAKALAH UTAMA

  1. MODEL PENGEMBANGAN SAPI POTONG BERBASIS PETERNAKAN

  RAKYAT DALAM MENDUKUNG PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI NASIONAL Syamsuddin Hasan dan Syahdar Baba

  RUMINANSIA Wardhana Suryapratama

  3. APLIKASI TRANSFER EMBRIO (TE) UNTUK PENINGKATAN KUALITAS

  GENETIK TERNAK DI BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG BOGOR Tri Harsi

  versi elektronik MAKALAH PENUNJANG KOMISI A

  4. AKSELERASI TEKNOLOGI PERUNGGASAN UNTUK PEMENUHAN PANGAN

  HEWANI Hidayatullah

DINAMIKA FERMENTASI DAN PERUBAHAN NILAI NUTRISI SELAMA ENSILASE PADA SORGUM MANIS (Sorghum bicolor L. Moen)

  5. PRAKTEK AGROSILVOPASTUR PADA PEKARANGAN MASYARAKAT

  PEGUNUNGAN MENOREH KULONPROGO (Tidak dipresentasikan) Aditya Hani dan Junaedah

  6. PENGARUH PENAMBAHAN BAKTERI ASAM LAKTAT TERHADAP

  versi elektronik

  Badat Muwakhid

  7. FERMENTABILITAS PAKAN SAPI POTONG BERBASIS JERAMI PADI

  AMONIASI YANG DISUPLEMENTASI EKSTRAK KULIT BAWANG PUTIH DAN MINERAL ORGANIK SECARA IN-VITRO Caribu Hadi Prayitno, Suwarno, dan Tri Rahardjo Sutardi

9. PENGARUH PENAMBAHAN DEDAK PADI DAN INOKULUM BAL DARI 61

  8. PENURUNAN KANDUNGAN LIGNIN PADA PROSES FERMENTASI KULIT

  BUAH KAKAO (Theobroma cacao) DENGAN MENGGUNAKAN BERBAGAI JENIS MIKROBIA Engkus Ainul Yakin dan Ahimsa Kandi Sariri

  ISBN: 978-979-9204-98-1

  11. KECERNAAN DAN NERACA ENERGI SAPI JANTAN PERANAKAN ONGOLE

  (PO) YANG DIBERI PAKAN KONSENTRAT DENGAN SUMBER ENERGI YANG BERBEDA Muhamad Bata

  versi elektronik LEVEL TONGKOL JAGUNG TERHADAP PENAMPILAN KAMBING KACANG

  12. TANTANGAN PENGEMBANGAN PASTURE PADA LAHAN PASCA

  TAMBANG PT. INCO, TBK. SOROWAKO KABUPATEN LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN Muh. Irwan, Syamsuddin Hasan, dan Asmuddin Natsir

  13. PENGARUH PEMBERIAN PAKAN KOMPLIT MENGANDUNG BERBAGAI

  JANTA N Muhammad Zain Mide dan Harfiah

  14. FAKTOR HIGROSCOPIS DAN KELARUTAN BAHAN KERING PELET PAKAN

  KOMPLIT DENGAN SUMBER HIJAUAN DAN BAHAN PENGIKAT BERBEDA Munasik, Ika Dewi Kartika, Tri Rahardjo Sutardi, dan Titin Widiyastuti

  versi elektronik KADAR HORMON PROGESTERON DAN ESTROGEN ITIK TEGAL

  15. PEMBERIAN MINYAK IKAN LEMURU DALAM RANSUM AYAM ARAB

  TERHADAP KUALITAS TELUR Ning Iriyanti, R. Singgih Sugeng Santosa, dan Sri Suhermiyati

  16. PEMBERIAN TEPUNG JEROAN SAPI SEBELUM MOLTING TERHADAP

18. PENGARUH PAKAN SUPLEMEN DAUN UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz) 113

  Rosidi, Tri Yuwanta, Ismaya dan Ismoyowati

  17. PRODUKSI DAN NILAI NUTRISI TIGA JENIS LEGUMINOSA HERBA PADA

  TANAH MASAM Sajimin, N.D. Purwantari, dan E. Sutedi

  versi elektronik

  TERHADAP HEMATOLOGIS KERBAU LAKTASI Salam N. Aritonang, Arif Rachmat, Elly Roza, dan Afridina Fitri

  19. PERFORMANS LEGUM RAMBAT Arachis pintoi DAN TERNAK KAMBING DI

  AREAL PERTANAMAN KELAPA Selvie Diana Anis, David Arnold Kaligis, dan Sjul Kartini Dotulong

  21. DEPOSISI PROTEIN DAN KALSIUM DAGING PADA BROILER DIBERI Wirawan Yudha Saputra, Nyoman Suthama, dan Luthfi Djauhari Mahfudz

  20. PENGGUNAAN RAGI, Saccharomyces cerevisiae UNTUK MEMPERBAIKI

  KECERNAAN NUTRIEN S.N.O. Suwandyastuti dan Efka Aris Rimbawanto

  ISBN: 978-979-9204-98-1

  23. PERBAIKAN SKT SAPI BETINA PRODUKTIF DI UNIT PENGOLAH PUPUK

  ORGANIK (UPPO) BOJONEGORO Tri Agus Sulistya, Mariyono, dan Jauhari Effendhy

  DAGING SAPI BRAHMAN CROSS versi elektronik Endang Yuni Setyowati, Undang Santosa, Denny Widaya Lukman, dan Ujang Hidayat

  24. CAMPURAN EKSTRAK KUNYIT (Curcuma domestica), JAHE (Zingiber

  officinale), DAN LENGKUAS (Alpinia galangal L.) SEBAGAI FITOBIOTIK TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI AYAM PEDAGING Dyah Lestari Yulianti, Vinsensius Arivin Wea, dan Johan Erikson Siregar

  25. PENGARUH PEMBERIAN SELENIUM ORGANIK TERHADAP DAYA SIMPAN

BATI KABUPATEN TANAH LAUT KALIMANTAN SELATAN

  Tanuwiria

MAKALAH PENUNJANG KOMISI B

  26. KERAGAAN MANAJEMEN USAHA KERBAU RAWA DI KECAMATAN BATI

  versi elektronik 28. KARAKTERISTIK BIOLOGI SAPI RANCAH DI KABUPATEN SUKABUMI 186

  Anis Wahdi

  27. KAJIAN PENGARUH SUMBER DAYA LOKAL TERHADAP PENGEMBANGAN

  POPULASI SAPI POTONG DI KABUPATEN BANYUMAS Hermin Purwaningsih, Mochamad Socheh, dan Pambudi Yuwono

30. PERFORMANS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KARKAS BERBAGAI 196

  Lisa Praharani, IGM Budiarsana, Elizabeth Juarini, dan Broto Wibowo

  29. PENDUGAAN KUALITAS FISIK KARKAS DOMBA MELALUI PENGUKURAN

  TEBAL LEMAK BERBASIS METODE ULTRASONIK Mochamad Socheh, Agus Priyono, Hartoko, Paulus Suparman, dan Djoko Santoso

  versi elektronik

  GALUR ITIK LOKAL Ismoyowati dan Dattadewi Purwantini

  31. PENGARUH KANDANG DAN WARNA BULU TERHADAP KINERJA

  PRODUKSI TELUR AYAM KAMPUNG Sri Sudaryati, Arrijal Hammi, Jafendi Hasoloan Purba Sidadolog, dan Wihandoyo

  Tri Agus Sulistya, Mariyono, dan Noor Hudhia Krishna

  32. KEMAMPUAN PREDIKSI SEL SOMATIK UNTUK DIAGNOSIS MASTITIS

  SUBKLINIS PADA KAMBING PERANAKAN ETTAWA Sulvia Dwi Astuti SW dan Wulandari

  ISBN: 978-979-9204-98-1

  35. PENGARUH BERBAGAI LEVEL KALIANDRA (Calliandra calothyrsus) DALAM

  RANSUM TERHADAP PRODUKSI, PH, DAN BERAT JENIS SUSU KAMBING PE Yusuf Subagyo

  versi elektronik

  36. AYAM SENTUL SEBAGAI PENGHASIL TELUR

  Sukardi dan Sigit Mugiyono

  37. PENGEMBANGAN KLASTER SAPI POTONG: RANCANGAN PROGRAM DAN

  KEGIATAN Akhmad Sodiq

MAKALAH PENUNJANG KOMISI C

  38. PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI PERSPEKTIF MANAJEMEN

  RANTAI PASOK BERKELANJUTAN Akhmad Mahbubi

  versi elektronik PULUH KOTA SUMATERA BARAT

  39. HUBUNGAN KETERGANTUNGAN KOPERASI TERHADAP ANGGOTANYA

  PADA KOPERASI PETERNAK SAPI PERAH “PESAT” DI KABUPATEN BAYUMAS Anisur Rosyad

  40. INTEGRASI SAPI POTONG TANAMAN KAKAO DI KABUPATEN LIMA

  Arfa`i dan Yuliaty Shafan Nur

  41. URGENSI KEBUTUHAN KEBIJAKAN PENYULUHAN PERTANIAN

  SUBSEKTOR PETERNAKAN DALAM PENCAPAIN SWASEMBADA DAGING SAPI YANG BERKELANJUTAN DI SUMATERA BARAT Basril Basyar

  versi elektronik

  42. ANALISIS USAHA TERNAK DOMBA HASIL PEMULIAAN DITINGKAT

  LAPANG (STUDY KASUS PETERNAKAN DOMBA DI DESA PANDANSARI, KECAMATAN PAGUYANGAN, KABUPATEN BREBES) Broto Wibowo dan Sumanto

  43. ”SUCCESS STORY” USAHA SAPI PERAH RAKYAT DI KABUPATEN

  ENREKANG, PROVINSI SULAWESI SELATAN. Dwi Priyanto dan Taty Herawati

  KARAKTERISTIKNYA DI PASAR HEWAN BOLU KABUPATEN TORAJA Ikrar Mohammad Saleh dan Aslina Asnawi

  44. PENENTUAN HARGA JUAL KERBAU BELANG BERDASARKAN

  ISBN: 978-979-9204-98-1

  46. PENGARUH KEMAMPUAN KEWIRAUSAHAAN DAN SISTEM KEMITRAAN

  TERHADAP MOTIVASI PETERNAK AYAM PEDAGING DI KECAMATAN BANTIMURUNG KABUPATEN MAROS Ilham Rasyid, Amrulah, Muhammad Darwis

  versi elektronik DENGAN JUMLAH TERNAK BERBEDA DI KECAMATAN WATANG

  47. HUBUNGAN ANTARA CURAHAN WAKTU KERJA WANITA DAN

  PENDAPATAN PADA USAHA PENETASAN TELUR ITIK DI KELURAHAN MANISA, KECAMATAN BARANTI, KABUPATEN SIDRAP Kasmiyati Kasim, Sitti Nurani Sirajuddin

  48. EFISIENSI BIAYA TERHADAP PENERIMAAN PETERNAKAN ITIK PETELUR

  SAWITTO, KABUPATEN PINRANG Martha B. Rombe, Ilham Rasyid, dan Aidil Setiadi

  49. POLA PENGELUARAN RUMAH TANGGA PETERNAK SAPI POTONG DI

  KABUPATEN BANJARNEGARA Moch.Sugiarto dan Oentoeng Edy Djatmiko

  versi elektronik PETANI SATU SAPI (SPSS) DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI

  50. PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBERADAAN RUMAH

  PEMOTONGAN HEWAN (RPH) DI KELURAHAN KAMBIOLANGI Muhammad Aminawar, Sitti Nurani Sirajuddin, dan Rahmayani Sila

  51. KAJIAN REKOMENDASI KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM SATU

  DI SUMATERA BARAT Muhamad Reza

  52. TINGKAT PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA PEREMPUAN PADA USAHA

  TERNAK SAPI POTONG JABRES DI KEBUPATEN BREBES Nunung Noor Hidayat dan Imbang Haryoko

  SAPI POTONG DI KABUPATEN BARRU,PROVINSI SULAWESI SELATAN versi elektronik S.N.Sirajuddin , S.Nurlaelah , A.Amrawaty , dan M.Aminawar

  53. PERKEMBANGAN HARGA DAGING SAPI DAN PENGARUHNYA TERHADAP

  PRODUKSI SAPI POTONG DI PROPINSI JAWA TIMUR Rini Widiati dan Tri Anggraeni Kusumastuti

  54. PENERAPAN SISTEM BAGI HASIL TRADISIONAL (TESANG ) PADA USAHA

56. KEUNTUNGAN EKONOMI PEMELIHARAAN SAPI SECARA INTENSIF DI 369

  55. PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI TERHADAP PRODUKTIVITAS

KERJA PETERNAK KERBAU (Studi Kasus di Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang)

  ISBN: 978-979-9204-98-1

  58. KELANGGENGAN USAHA SAPI POTONG RAKYAT POLA GADUHAN DI

  KALIMANTAN SELATAN (STUDI KASUS DI KELOMPOK PETERNAK) Sumanto, IGM Budiarsana, E. Juarini, dan Broto Wibowo

  versi elektronik

  59. STRATEGI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN AGROINDUSTRI SUSU DI

  JAWA TENGAH Syarifuddin Nur, Moch Sugiarto, Oentoeng Edy Djatmiko, dan Sri Mastuti

  60. PENGARUH HARGA JUAL DAN VOLUME PENJUALAN TERHADAP

  PENDAPATAN PEDAGANG PENGUMPUL AYAM POTONG Tanrigiling Rasyid, Sofyan Nurdin Kasim, dan Muh. Erik Kurniawan

  61. PERSEPSI PETERNAK SAPI POTONG TERHADAP PEMANFAATAN LIMBAH

  PERTANIAN DI KABUPATEN SINJAI Veronica Sri Lestari, Djoni Prawira Rahardja, dan Martha Buttang Rombe

MAKALAH PENUNJANG KOMISI D

  IDENTIFICATION versi elektronik Aryogi, D. Ratnawati, dan Y. Adinata

  62. PERFORMA CENTERING DATE METHOD DALAM PENAKSIRAN PRODUKSI

  SUSU SAPI PERAH Agus Susanto, Setya Agus Santosa, dan A.T. Ari Sudewo

  63. EARLY PREGNANCY DIAGNOSIS OF COW WITH PSP – B LEVELS

MOTILITAS SPERMATOZOA AYAM KAMPUNG DAN FERTILITAS TELUR

  64. EKSPRESI RESIDU GULA GLIKOPROTEIN PADA MUKOSA UTERUS DAN

  PERUBAHANNNYA SELAMA PERKEMBANGAN OVIDUK AYAM PETELUR Bambang Ariyadi dan Yukinori Yoshimura

  65. PENGARUH PENAMBAHAN GLISEROL DAN KUNING TELUR TERHADAP

  versi elektronik

  AYAM NIAGA PETELUR Dadang Mulyadi Saleh

  66. PENAKSIRAN PARAMETER GENETIK KARAKTERISTIK BOBOT TETAS DAN

  PERTUMBUHAN ITIK MAGELANG Dattadewi Purwantini, R. Singgih Sugeng Santosa, dan Ismoyowati

TERHADAP ANGKA KEBUNTINGAN SAPI DARA

  67. GAMBARAN HISTOPATOLOGI ORGAN KELINCI YANG TERINFEKSI Eimeria

  sp. KASUS LAPANG DI KABUPATEN BANYUMAS Diana Indrasanti, Mohandas Indradji, dan Sri Hastuti

  ISBN: 978-979-9204-98-1

  70. KAJIAN ANTIMIKROBA SARANG LEBAH SEBAGAI PENGAWET KULIT

  TERNAK Denny Suryanto dan Ellin Harlia

  versi elektronik Jauhari Efendy dan Budi Utomo

  71. EFEK KADAR PENAMBAHAN TEPUNG SAGU TERHADAP NILAI GIZI

  BAKSO SAPI Harapin Hafid, Nuraini, dan Pipit Anggraeni

  72. PEMBERIAN HORMON SINKRONISASI ESTRUS TERHADAP KINERJA

REPRODUKSI SAPI MADURA YANG MENGALAMI CORPUS LUTEUM PERSISTEN (CLP) KUDA

  73. EFEK SUPLEMENTASI VARIASI HERBAL TERHADAP KADAR GLUKOSA

  DARAH DAN BOBOT BADAN BROILER Mei Sulistyoningsih dan Reni Rakhmawati

  74. KARAKTERISTIK YOGHURT DAN KEFIR YANG DIPRODUKSI DARI SUSU

  versi elektronik

  Nurliyani, Zanu Prasetya, M. Arti Wibawantari, dan Indratiningsih

  75. APLIKASI Radioimmunoassay (RIA) DAN SUPLEMENTASI MULTINUTRIENT

  BLOCK UNTUK PERBAIKAN REPRODUKSI Sapi Brahman Cross Nursyam Andi Syarifuddin dan Anis Wahdi

  76. PENDUGAAN PARAMETER GENOTYPE DENGAN KORELASI GENETIK SAPI

  TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA AYAM KAMPUNG Rachmawati WS, Dadang Mulyadi Saleh, Sugiyatno, dan Mas Yedi Sumaryadi

  Peranakan Ongole (PO) UMUR DAN HARI DI FOUNDATION STOCK Prihandini P.W., L. Hakim, V.M.A. Nurgiartiningsih, dan Yuli Arif Tribudi

  77. PENGARUH PENGENCER DAN LAMA PENYIMPANAN SEMEN IN VITRO

  versi elektronik 79. LAMA SIMPAN SPERMA KAMBING PERANAKAN ETTAWA DALAM BAHAN 520

  78. PENGARUH LAMA STIMULASI LISTRIK DENGAN ARUS SEARAH (DIRECT

  CURRENT) TERHADAP KEEMPUKAN, DAYA IKAT AIR DAN SUSUT MASAK DAGING KELINCI R. Singgih Sugeng Santosa dan Prayitno

  80. EFEKTIVITAS PUPUK ORGANIK CAIR USB SUPLEMENTASI HERBAL Sufiriyanto, Sri Hastuti, dan Endro Yuwono

PENGENCER SUSU SKIM DAN AIR KELAPA PADA SUHU PENYIMPANAN

  10 o C Sigit Bintara dan Yuni Suranindyah

  ISBN: 978-979-9204-98-1

  82. CEMARAN MIKROBA SUSU KAMBING DI PETERNAKAN RAKYAT (Studi

  kasus di kelompok peternak kambing perah “Mendani” Kabupaten Tegal) Triana Yuni Astuti, Sunarto, dan Pramono Soediarto

  83. RESPON PROSTAGLANDIN TERHADAP KINERJA BERAHI PADA KAMBING

  Umi Adiati versi elektronik 85. ESTIMASI HERITABILITAS SIFAT KUANTITATIF PADA SAPI MADURA DI 559

  PE DAN SAPERA Umi Adiati

  84. LAJU REPRODUKSI INDUK DOMBA KOMPOSIT SUMATERA DI LAPANG

  PULAU MADURA Yuli Arif Tribudi dan Peni Wahyu Prihandini

  INDEKS PENULIS

  versi elektronik 572

  INDEKS SUBYEK

  versi elektronik

  ISBN: 978-979-9204-98-1

MODEL PENGEMBANGAN SAPI POTONG BERBASIS PETERNAKAN RAKYAT DALAM MENDUKUNG PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI NASIONAL

  versi elektronik memelihara ternak sapi potong dapat ditingkatkan menjadi 10 ekor per rumah tangga peternak, maka

  Syamsuddin Hasan dan Syahdar Baba

  Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar; Telp Fax : 0411 587 217 Email : syam_hasanyahoo.com, syahdar_babayahoo.com

ABSTRAK

  Kontribusi peternakan rakyat dalam pengembangan usaha sapi potong di Indonesia sangat besar. Terdapat 5,6 juta peternak yang memelihara 15,6 juta ekor sapi. Jika kapasitas peternak dalam

  populasi sapi potong di Indonesia meningkat menjadi sekitar 56 juta ekor. Peningkatan kapasitas peternak dalam memelihara sapi potong dapat dilakukan dengan menghilangkan faktor penghambat yaitu waktu kerja peternak yang terbatas dan rendahnya alokasi modal dari peternak untuk aplikasi teknologi. Ada dua bagian pekerjaan yang paling menyita waktu peternak dalam usaha sapi potong yaitu penyediaan pakan dan penanganan limbah ternak. Sekitar 80 waktu peternak dihabiskan untuk menyediakan pakan dan menangani limbah ternak. Penanganan pakan dan limbah ternak oleh perusahaan yang dibentuk dan dikelola oleh tenaga professional akan meningkatkan kapasitas peternak dalam memelihara sapi potong. Perusahaan yang dibentuk memberi layanan penyediaan pakan komplit kepada peternak, layanan kesehatan dan inseminasi buatan (IB). Peternak membayar layanan penyediaan pakan dengan mengumpulkan urine sedangkan pelayanan kesehatan dan IB ternak di bayar oleh peternak dengan mengumpulkan feses ternak. Urine dan feses dikumpulkan oleh perusahaan yang dibentuk dan melakukan pengolahan, pengemasan dan penjualan pupuk organik padat dan biourine. Sisa hasil usaha dipertanggungjawabkan oleh perusahaan kepada peternak melalui pertanggungjawaban perusahaan yang

  versi elektronik dilaporkan kepada peternak.

  cattle can be increased to 10 heads per farmer, the beef cattle population in Indonesia will be increased to

  Kata kunci : Peternakan rakyat, Sapi Potong, Swasembada Daging

ABSTRACT

  Contribution of small holder farmers in beef cattle business development in Indonesia is very high. There were 5.6 million farmers who taking care of 15.6 million heads of beef cattle. If the ownership of beef

  versi elektronik complete feed, health, and artificial insemination (AI). The farmers pay the feed provision service

  around 56 million heads. Improvement of farmers capacity in raising beef cattle can be done by eliminating inhibiting factors limiting time work and low capital owned by the farmers in order to apply technology. There were two activities that consume most of the farmes time in beef cattle business, namely feed provision and waste handling. Aproximetally 80 of farmers’ time was spent for providing feed and handling animal waste. Feed and waste handling by the established company will increase the capacity of the farmers in raising beef cattle. The company will give services to the farmers in form of

PENDAHULUAN

  received from the company by collecting urine while payment for services in health and artificial insemination were carried out by collecting feces. Urine and feces collected by the company then will be processed, packed, and sold further in form of organic fertilizer and biourine. Profit obtained by the company will be reported to the farmers as a part of accountability.

  Key word : Small Holders Farming, Beef Cattle, Beef Self Sufficiency.

  ISBN: 978-979-9204-98-1 Sumber daya manusia yang terlibat dan tersedia untuk mengembangkan sapi potong di Indonesia sudah

  memadai mulai dari SDM peternak, SDM penyuluh dan SDM peneliti. Dukungan infrastruktur usaha dari swasta dan pemerintah sangat memadai seperti ketersediaan rumah potong hewan, pengolahan hasil ternak, ketersediaan sarana IB dan sebagainya. Dukungan kelembagaan pemerintah dari pusat sampai kabupatenkota melalui instansi teknis sangat memadai dengan beragam program seperti penyelamatan betina produktif, gerakan optimalisasi sapi, IB mandiri, pusat perbibitan rakyat, dan beberapa program lainnya.

  versi elektronik pertumbuhan populasi sapi potong setiap tahunnya yang tidak sesuai dengan harapan. Pada tahun 2013,

  Namun demikian, upaya tersebut belum berjalan optimal. Upaya untuk meningkatkan populasi dan bahkan swasembada daging sapi masih jauh dari harapan. Hal ini dapat dilihat pada indikator

  Tantangan terbesar dalam meningkatkan populasi sapi potong di Indonesia ada pada pelaku utama usaha sapi potong yaitu peternak. Posisi peternak sebagai subyek atau pelaku utama usaha peternakan sangat

  populasi sapi potong di Indonesia berkisar 16.607.000 atau meningkat 35,7 dalam 5 tahun terakhir (sejak tahun 2008). Jumlah ini masih jauh dari kebutuhan Indonesia untuk swasembada yaitu dibutuhkan sekitar 60 juta ekor sapi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat 250 juta orang dengan konsumsi perkapita 3 kg. Diperlukan upaya keras dan strategi yang lebih maju lagi agar populasi ternak (sebagai indikator swasembada) dapat dicapai dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama (Anonimous, 2009).

  versi elektronik populasi dasar untuk swasembada yaitu 56 juta ekor.

  penting dalam meningkatkan populasi ternak di Indonesia karena 99 usaha peternakan di Indonesia dikelola oleh usaha peternakan rakyat. Selama ini, kemampuan peternak dalam memelihara ternak sapi potong hanya berkisar 2-3 ekor per peternak sehingga populasi sapi di Indonesia hanya berkisar 15-16 juta ekor. Jika kapasitas peternak memelihara ternak sapi dapat ditingkatkan menjadi 5 ekor, maka populasi ternak akan meningkat drastis menjadi 28 juta ekor dan bahkan jika kapasitas peternak meningkat menjadi 10 ekor, maka total populasi ternak sapi potong di Indonesia mencukupi kebutuhan

  berbagai situasi yang menempatkan peternak pada posisi yang sangat sulit dalam meningkatkan

  Dibutuhkan sebuah model yang tepat sehingga peternak dapat meningkatkan kemampuannya dalam memelihara ternak sapi. Model yang dibangun harus mengeliminir semua faktor pembatas bagi peternak dalam meningkatkan kapasitasnya memelihara ternak. Selain itu, model tersebut harus mengakomodasi posisi ternak sapi potong sebagai usaha sampingan bagi peternak, keterbatasan waktu peternak dalam mengelola usahatani ternaknya, keterbatasan sumber daya lahan, keterbatasan akses teknologi dan

  versi elektronik menjadi tulang punggung pengembangan usaha peternakan sapi potong di Indonesia. Beberapa fenomena

  kapasitasnya dalam memelihara ternak.

PERMASALAHAN SAPI POTONG DI INDONESIA DARI PERSPEKTIF PETERNAK

  Permasalahan sapi potong di Indonesia dapat ditinjau dari beberapa perspektif. Dalam makalah ini, permasalahan usaha sapi potong dikaitkan dengan permasalahan menurut perspektif peternak sebagai pelaku utama usaha peternakan di Indonesia. Peternak dengan segala tanggung jawab yang dimiliki

  usaha sapi potong, maka usaha tanaman pangan lebih di prioritaskan. Peternak biasanya menjual ternak

  yang dapat diamati pada perilaku peternak sapi potong yang menyebabkan usaha sapi potong sangat sulit ditingkatkan skala usahanya di level peternak adalah (Baba, dkk., 2013) :

  Usaha sapi potong ditempatkan peternak sebagai usaha sampingan. Konsekuensinya, curahan waktu, curahan biaya serta investasi untuk usaha peternakan tidak menjadi perhatian utama peternak. Ketika bertemu antara kepentingan usaha tanaman pangan (biasanya sebagai usaha pokok) dengan kepentingan

  ISBN: 978-979-9204-98-1 mempunyai tanggung jawab lain yaitu untuk tanaman pangan, sebagai suami atau istri, tanggung jawab

  sosial yang kesemuanya membutuhkan waktu peternak yang sangat terbatas. Kemampuan peternak memelihara ternak sangat terbatas. Menurut data statistik, skala usaha sapi potong

  versi elektronik optimal diadopsi oleh peternak. Kalaupun digunakan oleh peternak masih terbatas pada uji coba.

  hanya 2-3 ekor utamanya untuk sistem pemeliharaan non landbased. Jika jumlah ternak ditingkatkan, maka peternak sudah tidak mampu lagi yang ditandai dengan sapi yang kurus ataupun kesehatan ternak yang tidak terjamin lagi. Faktor pembatasnya adalah lahan, tenaga kerja, pakan dan waktu kerja.

  Jika peternak mampu meningkatkan skala usahanya lebih dari 3 ekor, maka limbah feses menjadi masalah, utamanya bagi tetangga peternak. Peternak belum mampu mengelola feses menjadi pupuk organik sebagai salah satu cabang usaha yang menguntungkan. Demikian pula teknologi biogas belum

  tidak dapat dioperasionalkan pada level usahatani petani.

  Akses teknologi peternak secara menyeluruh yang terbatas. Peternak sudah banyak mengetahui cara fermentasi jerami maupun silase jagung, namun, belum banyak peternak yang mengetahui bagaimana menyiasati penyediaannya sepanjang tahun sehingga kebutuhan ternak dapat terpenuhi. Demikian pula pembuatan pupuk organik dari limbah ternak sudah banyak diketahui oleh peternak, namun pengetahuan untuk membuatnya dalam sistem produksi yang menguntungkan belum diketahui oleh peternak sehingga

  versi elektronik sisa waktunya, berusaha untuk tidak mengeluarkan biaya, mengurangi seminimal mungkin kebutuhan

  Jika fenomena yang nampak pada peternak dalam memelihara ternak sapi potong di urai, maka akar masalahnya adalah pada posisi sapi potong yang ditempatkan sebagai usaha sampingan. Akibatnya, peternak tidak menempatkan usaha sapi potong sebagai prioritas utama dalam pemanfaatan sumber daya yang dimilikinya. Sumber daya yang dimiliki peternak yang sangat terbatas menyebabkan usaha sapi potong hadir sebagai pelengkap kehidupan peternak selalu ditempatkan pada posisi yang termarginalkan. Alokasi waktu, biaya, investasi, lahan untuk sapi potong sangat terbatas. Peternak hanya memanfaatkan

  lahan untuk sapi potong. Sangat wajar jika kemampuan peternak memelihara ternak sangat terbatas.

MODEL PENGEMBANGAN SAPI POTONG BERBASIS PETERNAKAN RAKYAT

  Upaya memajukan peternakan di Indonesia tidak boleh mengabaikan peternakan rakyat. Di Indonesia, terdapat 5,6 juta peternak sapi potong yang memelihara sekitar 15-16 juta ekor sapi potong. Sekitar 99 lebih dalam bentuk usaha peternakan rakyat dengan skala usaha hanya 2-3 ekor. Peningkatan populasi

  Dalam makalah ini, model pengembangan peternakan rakyat yang akan dimajukan didasarkan pada versi elektronik kondisi faktual peternakan rakyat. Beberapa fenomena yang telah dikemukakan dalam permasalahan

  dengan memanfaatkan potensi peternakan rakyat berpeluang meningkatkan populasi sapi potong. Bisa dibayangkan jika kemampuan peternak dalam memelihara ternak ditingkatkan menjadi 10 ekor, maka populasi ternak akan meningkat menjadi 56 juta ekor yang berarti swasembada daging sapi akan dicapai. Olehnya itu, model pengembangan peternakan di Indonesia harus berbasis pada fenomena dan permasalahan yang dihadapi oleh peternakan rakyat yang berjumlah 5,6 juta orang.

  Peternak memandang usaha peternakan sebagai usaha sampingan. Untuk mengubah pandangan peternak tersebut merupakan hal yang sangat sulit karena bangsa Indonesia memandang usaha pertanian khususnya

  yang dihadapi peternakan rakyat menjadi landasan dalam merumuskan salah satu model yang dapat digunakan dalam memajukan peternakan rakyat. Fenomena tersebut tidak akan dihilangkan hanya akan direkayasa sehingga kemampuan peternak dalam memelihara ternak sapi meningkat. Beberapa fenomena yang dihadapi dan metode rekayasa yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

  ISBN: 978-979-9204-98-1 jawab yang banyak sehingga model yang dikemukakan juga tidak akan mengubah waktu kerja tersebut.

  Yang akan diubah adalah dengan hanya memanfaatkan waktu 2-3 jam, peternak dapat memelihara ternak sapi 10 ekor.

  versi elektronik feses yang dikelola oleh tenaga profesional.

  Alokasi modal yang rendah untuk usaha peternakan sehingga peternak tidak akan membiayai penerapan teknologi untuk usaha peternakan sapi potong. Keadaan ini juga tidak akan diubah karena sumber daya khususnya modal yang dimiliki peternak sangat terbatas. Yang diubah adalah peternak menerapkan teknologi tanpa harus mengeluarkan uang dan tanpa harus melakukannya sendiri. Teknologi diterapkan pada usaha sapi potong dengan bantuan tenaga profesional dan peternak tidak perlu mengeluarkan uang untuk penerapan teknologi, namun menggunakan limbah dari usaha sapi potongnya berupa urine dan

  minum, penanganan reproduksi dan pemasaran ternak. Olehnya itu, model yang dikemukakan dalam

  Rekayasa yang dilakukan dalam meningkatkan kemampuan peternak dalam memelihara ternak sapi sangat ditentukan pada metode penyediaan pakan dan penanganan limbah. Penyediaan pakan merupakan bagian tersulit dan terlama yang dihadapi oleh peternak dalam memelihara ternak sapi. Dari alokasi waktu 2-3 jam per hari, minimal 50 dialokasikan untuk menyediakan pakan. Sekitar 30 dialokasikan untuk menangani limbah (membersihkan kandang, mengumpulkan feses dan membuang feses). Sisa waktu 20 digunakan untuk kepentingan lainnya seperti penanganan kesehatan ternak, penyediaan air

  versi elektronik Jika peternak memanfaatkan limbah pertanian, maka kontiniutas suplai menjadi faktor pembatas utama

  pengembangan usaha peternakan rakyat adalah penanganan pakan dan limbah ternak yang memudahkan peternak sehingga dengan waktu dan biaya yang terbatas kemampuan peternak dalam memelihara ternak dapat ditingkatkan dari 2 ekor menjadi 10 ekor.

  Penanganan pakan hijauan oleh peternak terkendala oleh beberapa hal. Jika peternak harus menanam rumput atau mengambil rumput lapangan, maka lahan merupakan faktor pembatas utama bagi peternak.

  karena tidak adanya tempat penampungan dan penerapan teknologi yang terkendala oleh waktu. Demikian halnya dengan penanganan limbah (feses dan urine) merupakan faktor pembatas utama bagi

  peternak dalam meningkatkan skala usahanya. Jika peternak yang harus mengolah feses menjadi pupuk organik, maka kendala utamanya adalah waktu untuk mengolah pupuk organik yang tidak ada, jumlah feses yang tidak mencukupi, tidak ada penampungan serta tidak mampu memenuhi permintaan pasar karena skala produksi yang terbatas.

  versi elektronik disiapkan oleh perusahaan penyedia pakan dan peternak dapat langsung memberikan pakan kepada ayam

  Menyikapi permasalahan yang dihadapi peternak dalam mengelola usaha sapi potongnya, maka kunci untuk meningkatkan kemampuan peternak dalam memelihara ternak sapi potong ada pada pakan dan penanganan limbah. Penyediaan pakan yang memudahkan peternak dalam pelaksanannya dan tidak membutuhkan waktu yang banyak mampu meningkatkan kemampuan peternak memelihara sapi potong. Bisa dibayangkan kemudahan penyediaan pakan pada usaha ayam ras sehingga peternak ayam ras petelur dapat meningkatkan skala usahanya tanpa kesulitan dalam menyediakan pakan. Pakan lengkap telah

  lengkap.

  tanpa membutuhkan waktu yang lama. Hanya saja, penyediaan pakan ayam ras harus dibeli oleh peternak yang mana hal ini menjadi kendala bagi usaha sapi potong karena peternak sapi potong tidak mau mengeluarkan uang untuk membiayai usahanya. Demikian halnya jika limbah feses dan urine yang selama ini terbuang dan menjadi kendala bagi pengembangan usaha sapi potong, akan memudahkan peternak jika ada yang membeli dalam bentuk segar dan mengolahnya secara terpusat. Hasil penjualan urine dan feses dapat dijadikan biaya pengganti pelayanan kesehatan ternak dan pembelian pakan

  ISBN: 978-979-9204-98-1

  versi elektronik

  versi elektronik

  Gambar 1. Model pengembangan sapi potong berbasis peternakan rakyat Berdasarkan Gambar 1, terdapat tiga stakeholder utama yang berperanan dalam pengembangan sapi

  potong berbasis peternakan rakyat. Yang pertama adalah peternak inti yang menjadi pemilik usaha pengolahan feses, urine dan pakan komplit. Yang kedua adalah usaha pengelola feses, urine dan pakan komplit serta yang ketiga adalah kelompok tani ternak lain diluar usahatani inti dan usaha yang dibangun yang akan membeli jasa layanan yang disiapkan oleh perusahaan yang dibuat oleh peternak.

  versi elektronik mengumpulkan urine ternak setiap tiga kali sehari dalam jerigen tertutup. Perusahaan akan

  Berikut adalah penjelasan dari ketiga stakeholder yang terlibat serta dukungan yang dibutuhkan dari pemerintah dalam penerapan model ini:

  Kelompok tani ternak inti. KTT ini menjadi pemilik usaha yang akan dibentuk untuk menangani feses, urine dan pakan komplit. KTT berkewajiban mengumpulkan feses setiap tiga hari sekali di tempat yang mudah diakses oleh mobil pengangkut feses dari perusahaan. Jumlah feses basah yang dikumpulkan ditimbang dan dihitung sebagai piutang peternak ke perusahaan. Selain feses, peternak juga berkewajiban

  Unit usaha yang dimiliki peternak. Unit usaha yang dibentuk merupakan milik peternak KTT inti. Perusahaan ini dibentuk atas kesepakatan kelompok. Pengelolanya adalah sarjana peternakan yang

  mengumpulkan urine tersebut setiap tiga hari untuk diolah menjadi biourine. Setiap liternya akan dihargai dan dicatat oleh perusahaan sebagai piutang peternak. Jumlah piutang yang bersumber dari feses dapat membiayai pelayanan kesehatan dan IB KTT peternak inti sedangkan piutang dari urine dapat membiayai kebutuhan pakan komplit KTT peternak inti setiap harinya.

  ISBN: 978-979-9204-98-1 adalah membuat pakan komplit. Pakan komplit yang dibuat menggunakan limbah pertanian yang tersedia

  di daerah tersebut. Perusahaan juga berkewajiban memberikan pelayanan IB dan pelayanan kesehatan ternak ke peternak pemilik perusahaan. Biaya pakan dan biaya pelayanan kesehatan ke setiap anggota kelompok inti akan dicatat dalam pembiayaan guna melunasi piutang peternak ke perusahaan.

  versi elektronik

  Kelompok tani lainnya. Kelompok tani lainnya dapat memanfaatkan jasa dari perusahaan yang dibentuk dengan syarata harus membayar biaya yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Pelayanan yang diberikan oleh perusahaa adalah penyediaan pupuk organik padat, penyediaan biourine dan pelayanan pakan komplit. Selain itu, perusahaan dapat pula menjadi pusat pembelajaran bagi peternak lainnya untuk meningkatkan adopsi teknologi pada usaha sapi potong.

  organik padat, pembuatan pakan komplit dari limbah pertanian, pelayanan kesehatan ternak dan

TEKNOLOGI DAN KAPASITAS SDM YANG DIBUTUHKAN

  Dalam upaya mengembangkan model peternakan rakyat yang mampu meningkatkan kapasitas peternak dalam memelihara ternak, maka terdapat beberapa kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh pelaku usaha adalah:

  Kemampuan teknis. Kemampuan teknis yang harus dimiliki utamanya oleh pelaksana perusahaan (sarjana peternakan) dalam melaksanakan model ini adalah pembuatan biourine, pembuatan pupuk

  versi elektronik produk yang dihasilkan. Kemampuan wirausaha dapat diperoleh dengan memagangkan sarjana

  pelaksanaan IB. Kemampuan ini dapat diperoleh dari sarjana peternakan yang menjadi pengelola perusahaan. Sarjana yang dipilih sebagai pengelola adalah sarjana peternakan yang mempunyai kemampuan teknis peternakan sapi potong

  Kemampuan wirausaha. Wirausaha dibutuhkan untuk mengelola perusahaan yang telah dibentuk mulai dari penyediaan bahan baku (feses, urine, bahan pakan), sampai pada manajemen produksi dan penjualan

  peternakan yang akan mengelola usaha ini ke beberapa model usaha sapi potong yang telah berhasil menjual produk pupuk organik, biourine dan pakan komplit.

  Kemampuan pemberdayaan masyarakat. Kemampuan pemberdayaan yang dimaksud adalah kemampuan dalam menumbuhkan semangat beternak peternak, transfer teknologi ke peternak dan membangun kelembagaan yang menguntungkan semua pihak. Kemampuan ini dapat diperoleh melalui beberapa model simulasi

  versi elektronik kelembagaan yang melibatkan tenaga profesional dalam pengelolaan pakan dan limbah ternak, mampu

KESIMPULAN

  Swasembada daging sapi hanya dapat dicapai melalui peningkatan populasi ternak sapi. Untuk meningkatkan populasi ternak sapi sangat tergantung pada kemampuan peternak sapi potong dalam memelihara ternak. Peningkatan populasi dapat dicapai dengan meningkatkan kapasitas peternakan rakyat dalam memelihara ternak melalui penangan pakan dan limbah ternak. Melalui sebuah model

  memanfaatkan sumber daya lokal. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 31 Nomor

  meningkatkan kapasitas peternak dalam memelihara sapi potong. Selain itu, pendapatan peternak akan meningkat karena adanya diversifikasi penerimaan dari berbagai sumber pendapatan.

DAFTAR PUSTAKA

  Anonimous. 2009. Statistik Peternakan 2009. Kementerian Pertanian Republik Indonesia (Kementan RI). Bahri, S., dan B. Tiesnamurti. 2012. Strategi Pembangunan Peternakan Berkelanjutan dengan

  ISBN: 978-979-9204-98-1 Hasan, S. 2013. Perkembangan dan Penerapan Teknologi Peternakan dalam Mendorong Industri

  Perbibitan Sapi di Sulawesi Selatan. Seminar Nasional dan Forum Komunikasi Industri Peternakan. IPB International Convention Center.

  versi elektronik pada tahun 1978, kemudian mulai bekerja di Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin sebagai staf

  Scot, J.C. 1989. Moral Ekonomi Petani. LP3ES Press, Jakarta.

BIODATA SINGKAT PENULIS

  Syamsuddin Hasan, adalah salah satu staf dosen di Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, yang lahir di Pinrang tanggal 23 September 1952. Gelar Insinyur diperoleh dari Fakultas Peternakan UNHAS

  Karir dalam jabatan struktural dimulai dari Ketua Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, yang dilanjutkan menjabat sebagai Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Pembantu Dekan Bidang Akademik dan

  pengajardosen pada tahun 1979 dengan pangkat terakhir saat ini Guru Besar Golongan IVe. Menyelesaikan pendidikan pada program master di Miyazaki University Japan pada tahun 1985 dan program doktor di Kyushu University Japan pada tahun 1989. Dan Post Doktoral selama delapan bulan di Miyazaki Universty pada tahun 1992.

  versi elektronik

  saat ini dipercaya sebagai dekan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin selama dua periode dari tahun 2006 – 2009 dan 2009 - 2014.

  Pengalaman dalam bidang penelitian cukup banyak, dengan berbagai program skim penelitian dalam dan luar negeri, yang dipublikasikan melalui jurnal nasional dan international. Juga aktif sebagai dosen tamu di beberapa perguruan tinggi di dunia di antaranya Univ. Los Banos (Philippines), Univ. Mae Fah Long (Thailand), Univ. Saskatchewan, Saskatoon (Canada) dan Univ. Forest and Agriculture HCMC, Vietnam.

  Memperoleh beberapa penghargaan dari dalam dan luar negeri antara lain sebagai peneliti terbaik (The Best Resercher of SEAMEO Jasper Fellowship) dari SEAMEO pada tahun 2001 yang mengantarkannya sebagai dosen tamu di beberapa universitas dan lembaga riset di Asia Tenggara dan Kanada. Sedangkan penghargaan yang diterima dari dalam negeri dalam bidang pemberdayaan masyarakat adalah IPTEKDA LIPI AWARD 2006 yang diterima sebagai bukti apresiasi LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) atas dedikasi dalam memajukan masyarakat melalui aplikasi teknologi tepat guna yang dikembangkan dalam memberdayakan masyarakat utamanya petani peternak dan usaha kecil dan menengah (UKM). Penghargaan dari Gubernur Sulawesi Selatan sebagai Penggiat Koperasi Tingkat Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009.

  versi elektronik sebagai staf dosen pada tahun 2004 dengan pangkat terakhir saat ini LektorGolongan IIId.

  Syahdar Baba. Adalah salah satu staf dosen di Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, yang lahir di Cabengge Kab. Soppeng tanggal 17 Desember 1973. Gelar Sarjana diperoleh dari Fakultas Peternakan UNHAS pada tahun 1995, kemudian mulai bekerja di Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin

  Menyelesaikan pendidikan pada program master di Program Studi Agribisnis Universitas Hasanuddin pada tahun 1999 dan program doktor di Universitas Diponegoro pada tahun 2011.

  Pengalaman di bidang penelitian dan pengabdian masyarakat khususnya dalam bidang penyuluhan berbasis partisipatory (Farmer Participatory Research) yang diaplikasikan pada masyarakat peternakan sapi potong, perah dan ternak kambing. Saat ini aktif sebagai ketua Himpunan Pengusaha Domba dan Kambing (HPDKI) Provinsi Sulawesi Selatan.

  ISBN: 978-979-9204-98-1

  POTENSI LIMBAH TANAMAN PERKEBUNAN SEBAGAI PAKAN HEWAN RUMINANSIA Wardhana Suryapratama

  Laboratorium Ilmu Bahan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman

  versi elektronik per tahun, telur ayam ras 2,9 per tahun dan permintaan susu naik 12,5 per tahun. Sementara itu

PENDAHULUAN

  Indonesia merupakan negara agraris dengan luas wilayah 1.904.569 km 2 dan jumlah penduduk saat ini sebesar 251.160.124 jiwa dengan laju pertambahan penduduk 1,49 per tahun (Badan Pusat Statistik,

  2014a). Besarnya jumlah penduduk tersebut mengakibatkan permintaan akan bahan pangan asal ternak meningkat terus setiap tahunya. Sejak tahun 2009 sampai tahun 2012 permintaan daging meningkat 2,7

  populasi ternak mengalami kenaikan pula, populasi sapi potong 6 per tahun, ayam ras petelur 6,4 per tahun, ayam ras pedaging 6,4 per tahun, populasi sapi perah naik 6,77 per tahun (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2013). Laju pertumbuhan populasi ternak menunjukkan lebih tinggi dibandingkan laju pertambahan penduduk. Hal ini mencerminkan adanya peningkatan konsumsi per kapita dari ketiga bahan pangan asal ternak tersebut. Selain itu sampai saat ini masih terjadi defisit pada neraca ekspor-impor peternakan. Menurut Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2013)

  Untuk mendukung pertumbuhan komoditas peternakan secara signifikan jelas harus diimbangi versi elektronik penyediaan pakan yang memadai. Namun, penyebaran ternak di Indonesia tidak merata, cenderung

  defisit neraca ekspor–impor peternakan dalam kurun waktu 2011-2012 mengalami peningkatan sebesar 48,13 dari defisit sebesar US 1.445,73 juta pada tahun 2011 menjadi defisit sebesar US 2.141,57 juta pada tahun 2012. Jika pada tahun 2011 rasio ekspor terhadap impor senilai 1:1,90, maka pada tahun 2012 rasionya meningkat menjadi 1:4,85. Hal ini memberikan makna bahwa Indonesia harus segera meningkatkan produksi peternakan secara signifikan agar impor pangan dapat ditekan.

  ruminansia cenderung menyusut setiap tahun karena berubahnya fungsi lahan pertanian menjadi lahan

  mengikuti sebaran penduduk. Nampak bahwa Pulau Jawa yang luasnya hanya 6,9 dari daratan Indonesia harus menanggung beban sejumlah ternak yang cukup banyak. Pada tahun 2013 tercatat 99,02 populasi sapi perah berada di Jawa, demikian pula 93,52 populasi domba, 56,35 populasi kambing, 48,60 populasi sapi pedaging, 72,79 populasi ayam ras pedaging, dan 56,77 populasi ayam ras petelur (Data terolah berdasar sumber Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2013). Akan tetapi lahan pertanian yang selama ini menjadi tumpuan utama dalam penyediaan pakan bagi hewan

  versi elektronik bagasse) saat ini sudah menjadi komoditi yang mahal harganya karena digunakan untuk media biakan

  non pertanian. Menurut Badan Ketahanan Pangan Propinsi Jawa Tengah (2013) bahwa selama 10 tahun terakhir laju alih fungsi lahan pertanian di Jawa Tengah paling sedikit 4 Ha per hari.

  Selain itu di Jawa sudah tumbuh pesat aneka industri yang menggunakan bahan baku yang biasa untuk pakan ternak. Seperti tetes tebu (molasses) yang digunakan untuk industri pembuatan Na-glutamat, spiritus, dan antibiotika maupun produksi protein sel tunggal. Jerami padi maupun bagas tebu (sugarcane

  jamur. Berdasarkan hal tersebut, kendala penyediaan pakan bagi hewan ruminansia dapat mengakibatkan usaha peternakan hewan ruminansia di tahun-tahun mendatang kehilangan keunggulan komparatif dalam memanfaatkan limbah tanaman pangan.

  Untuk mengatasi kendala keterbatasan penyediaan pakan di Jawa, maka ketersediaan sumberdaya pakan di Indonesia perlu ditingkatkan. Inventarisasi potensi aneka macam sumberdaya pakan diperbanyak perbendaharaanya. Limbah tanaman perkebunan (estate crop by products) biasanya dihasilkan pada

  ISBN: 978-979-9204-98-1

LIMBAH TANAMAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

  Indonesia merupakan tempat yang sangat cocok untuk tumbuhnya tanaman kelapa sawit. Hal ini berkaitan dengan persyaratan tumbuh tanaman kelapa sawit, yaitu tumbuh optimum pada daerah sekitar ekuator yang bersifat tropis dan basah (lembab, dengan RH ~ 85), dengan suhu berkisar 24-32°C sepanjang tahun, sinar matahari melimpah, curah hujan tinggi (~ 2,000 mm) (Hariyadi, 2014). Hal tersebut yang menyebabkan saat ini Indonesia menjadi penghasil utama minyak sawit dunia, yang memproduksi lebih dari 44 minyak sawit dunia.

  versi elektronik kelapa sawit, Sumatera 64,15, Kalimantan 32,02, Sulawesi 2,90 dan Papua 0,63 (Direktorat

  Saat ini luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah mencapai 10.010.824 ha, dengan laju pertumbuhan mencapai 4,58 per tahun. Pulau Jawa hanya menopang 0,3 dari total areal perkebunan

  biomassa tandan segar. Sisanya sebanyak 43,5 terdiri dari minyak sawit kasar (crude palm oil = CPO)

  Jenderal Perkebunan, 2014). Adapun luas areal tanaman padi di Indonesia saat ini mencapai 13.837.213

  ha dengan laju pertambahan areal tanaman padi sebesar 1,85 per tahun. Pulau Jawa menopang 46,74 dari total areal tanaman padi, Sumatera 25,44, Kalimantan 9,61, Sulawesi 11,67, Papua hanya 0,35 dan sisanya Maluku-Nusa Tenggara-Bali 6,17 (Badan Pusat Statistik, 2014b).

  Buah kelapa sawit dipanen dalam bentuk tandan buah segar (fresh fruit bunches). Dari panenan tandan buah segar setelah diolah di pabrik dapat menghasilkan ampas tandan (bunch trash) sebanyak 56,5 dari

  versi elektronik 12 serat sawit (PPF), 2 lumpur sawit kering dan 2,25 bungkil kelapa sawit (palm kernel cake =

  sebanyak 19, serat sawit (palm press fiber = PPF) sebanyak 12, cangkang sawit (palm nut shell) sebanyak 8 dan inti sawit (palm kernel) 4,5. Dari 4,5 inti sawit tersebut dapat dihasilkan bungkil kelapa sawit sebanyak 2,25 dan minyak inti sawit kasar (crude palm kernel oil = CPKO) sebanyak 2,25 (Gambar 1). Dari 19 minyak sawit kasar (CPO) dihasilkan limbah berupa lumpur (sludge) yang bila dalam keadaan kering jumlahnya dapat mencapai 2. Jadi dari seluruh biomassa tandan buah dapat dihasilkan tiga jenis limbah yang potensial untuk dimanfaatkan sebagai pakan hewan ruminansia, yaitu

  = OPF). Setiap hari saat panen dapat menghasilkan 45 pelepah daun sawit segar per hektar. Setiap pelepah daun sawit dapat dimanfaatkan sekitar 4,95 kg sebagai pakan ternak, sehingga setiap hektar dapat menghasilkan 220 kg daun sawit segar (Dinas Pertanian Bengkulu, 2003). Andaikata rataan pelepah daun sawit yang dapat dimanfaatkan sebesaar 220 kghahari dan areal tanaman di Indonesia sebanyak 10 juta

  PKC) (Sutardi, 1991). Dari tanaman sawit selain tandan buah yang dipanen, juga dipangkas pelepah daun sawit (oil palm fronds

  versi elektronik Hasil penelitian Dahlan et al. (2000) pada kambing yang mendapat pakan campuran komplit pellet daun

  ha, maka daun sawit segar setiap hari tersedia sebanyak (10 juta ha) (220 kghari) = 2,2 juta ton daun sawit per hari. Jika pemakaiannya pada sapi dewasa rata-rata 5 kghari, maka persediaan itu cukup untuk sekitar 440.000 ekor. Daun sawit terdiri dari tiga bagian utama yaitu pelepah daun, daun dan lidi. Sekitar

  70 bahan kering daun sawit adalah berupa pelepah daun. Kandungan nutrienya rendah yaitu 4,7 prorein kasar, 38,5 serat kasar, 18,5 hemiselulosa dan energinya 5,65 ME MJkg (Zahari et al, 2003).

  sawit menghasilkan pertambahan bobot tubuh yang tertinggi dibandingkan kambing yang mendapat daun sawit segar, maupun silase daun sawit. Hasil penelitian lain yang dilaporkan oleh Zahari et al. (2003) pada sapi potong menunjukkan bahwa daun sawit segar dapat diberikan sampai 60 dari total pakan dan menghasilkan persentase daging-karkas (66,6) dibandingkan dengan campuran pakan yang lain (56,9).

  ISBN: 978-979-9204-98-1

  versi elektronik

  versi elektronik Komposisi kimia serat sawit hampir sama dengan rumput dan lumpur sawit hampir sama dengan dedak

  Sumber : Hariyadi (2014)

  Gambar 1. Dua jenis minyak berasal dari tanaman kelapa sawit, yaitu CPO dan CPKO

  padi (Tabel 1).

  Tabel 1. Komposisi serat sawit, rumput gajah, lumpur sawit dan dedak padi

  Komposisi Kimia

  Serat Sawit

  Rumput Gajah

  Lumpur Sawit

  Dedak Padi

  ----------------------------------------() ----------------------------------------

  Bahan Kering

  versi elektronik

  Komposisi BK :

  Protein kasar

  Serat kasar

  Sumber : Sutardi (1991) Sutardi (1991) juga melaporkan hasil penelitiannya tentang penggunaan lumpur sawit kering sebagai

  pengganti dedak padi pada ransum pertumbuhan sapi perah jantan dan ransum sapi perah laktasi, seperti terlihat pada Tabel 2.

  ISBN: 978-979-9204-98-1

  Tabel 2. Substitusi dedak padi dengan lumpur sawit kering Taraf Substitusi ()

  versi elektronik Lemak tubuh, 31,71 31,90 31,43

  1. Pada Sapi Perah Jantan

  Konsumsi BK, kghari

  Energi Tercerna, Mkalhari

  Retensi N, ghari

  Pertumbuhan, kghari

  Bahan kering tanpa lemak, 7,86 8,25 8,12 7,96

  Taraf Substitusi ()

  2. Pada Sapi Laktasi

  Produksi susu, kghari

  Lemak susu,

  versi elektronik tubuh yang berkisar 31-32. Produksi susu juga cenderung sedikit naik tanpa ada perubahan dalam

  Protein susu,

  Sumber : Sutardi (1991) Dari Tabel 2 terlihat bahwa dedak padi dapat digantikan seluruhnya oleh lumpur sawit, baik dalam pakan

  sapi perah jantan maupun sapi perah laktasi. Laju pertumbuhan sapi perah jantan cenderung meningkat dari 1,2 kghari menjadi 1,4 kghari. Penggemukan sapi juga tidak terganggu, terlihat dari kadar lemak

Taraf Substitusi ()

  kadar lemak susu dan kadar bahan kering tanpa lemak. Bahkan kadar protein susu juga cenderung naik. Hasil penelitian lainnya yang menggunakan serat sawit sebagai pengganti rumput gajah pada sapi perah

  jantan memperlihatkan bahwa serat sawit hanya mampu menggantikan 50 rumput gajah. Lebih dari itu selera makan sapi, kecernaan energI, retensi nitrogen pakan dan rataan pertumbuhan terganggu (Tabel 3).

  Tabel 3. Substitusi rumput gajah dengan serat sawit

  versi elektronik Pertumbuhan, kghari 1,41 0,98

  Peubah yang diamati

  Konsumsi BK, kghari

  Energi tercerna, Mkalhari

  Retensi nitrogen, ghari

  tambahan daun lamtoro karena lamtoro mengandung condensed tannin yang lebih tinggi dibandingkan

  Lemak tubuh,

  Sumber : Sutardi (1991) Hasil penelitian Santoso et al. (2010) pada sapi jantan Peranakan Ongole yang mendapat pakan dasar