Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (1)

RMK AKUNTANSI
PEMERINTAHAN
PERTEMUAN VII
DANAR SUTOPO SIDIG
NOMOR 14

KELAS A STAR
UNIVERSITAS HASNUDDIN

Halaman 1 dari 5
SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH PUSAT
A. Pendahuluan
1. Ruang Lingkup SAPP
Penerapan SAPP meliputi:
a. Lembaga tinggi negara, contohnya Mahkamah Agung dan Dewan Perwakilan
Rakyat.
b. Lembaga eksekutif, contohnya Departemen dan Lembaga Pemerintah
Nondepartemen.
c. Pemerintah daerah yang mendapatkan dana APBN terkait dengan dana
dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
Tidak termasuk dalam ruang lingkup SAPP adalah

a. Pemerintah daerah yang mana sumber dananya berasal dari APBD
b. Badan Usaha Milik Negara/Daerah yang terdiri dari:
1) Perusahaan Perseoran
2) Perusahaan Umum.
2. Tujuan SAPP
a. Menjaga aset pemerintah pusat dan instansi-instansinya melalui proses
akuntansi.
b. Menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu tentang anggaran dan
kegiatan keuangan Pemerintah Pusat, baik secara nasional maupun instansi
yang berguna sebagai dasar penilaian kinerja.
c. Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang posisi keuangan suatu
instansi dan Pemerintah Pusat secara keseluruhan.
d. Menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk perencanaan,
pengelolaan dan pengendalian kegiatan dan keuangan pemerintah secara
efisien.
3. Ciri-ciri pokok SAPP
a. Basis akuntansi: Akrual
b. Sistem pembukuan berpasangan
c. Dana tunggal: pendapatan dan belanja pemerintah dipertanggungjawabkan
sebagai kesatuan dana tunggal

d. Desentralisasi pelaksanaan akuntansi: dilaksanakan secara berjenjang baik pada
kantor pusat maupun instansi di daerah
e. Bagan akun standar: menggunakan ankun standar yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan yang berlaku untuk tujuan penganggaran maupun akuntansi
f. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)

Halaman 1 dari 5
4. Kerangka Umum SAPP
Kerangka Umum SAPP

SAPP

DJKN

SAI

SAK

SA-BUN


SIMAKBMN

SiAP

SAKUN

SAU

SAUP&H

SA-IP

SA-PP

SA-TD

SA-BL

SA-BSBL


SA-TK

Kerangka Umum SA-BUN

MENTERI KEUANGAN

Selaku Pimpinan
Departemen Keuangan
(PA)

Selaku
Bendahara Umum
Negara (SA-BUN)

Dilaksanakan oleh
Setjen Depkeu
(SAI)

UA-BUN


Pengelola
BAPP

Pengelola Barang
(DJKN)
SIMAK-BMN

“BUN”
(SiAP)

Pengelola Utang
Pemerintah dan Hibah

Pengelola
Investasi Pemerintah

Pengelola
Penerusan Pinjaman

Pengelola

Transfer ke Daerah

Pengelola
Belanja Subsidi dan
Belanja Lain-lain

Pengelola
Badan Lain

Pengelola
Transaksi Khusus

Dilaksanakan
DJPU

Dilaksanakan
DJKN

Dilaksanakan
DJPBN


Dilaksanakan
DJPK

Dilaksanakan
DJA

Dilaksanakan
DJPBN

Dilaksanakan
Masing-masing
Eselon I Depkeu

SA-UPH
061,096,097,
101,102

SA-IP
099


SA-PP
098

SA-TD
070,071

SA-BSBL
062,069

SA-BL

SA-TK

Lender vs BUMN/ Pemda
(Utang) (Piutang)

Halaman 1 dari 5

B. Pembiayaan

Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang

Halaman 1 dari 5
bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan sebagaimana
dapat bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran Daerah, penerimaan
Pinjaman Daerah, Dana Cadangan Daerah, dan hasil penjualan kekayaan Daerah
yang dipisahkan. Penerimaan pinjaman daerah dan dana cadangan daerah dibahas
secara terperinci sebagai berikut.
1. Penerimaan Pinjaman Daerah
Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima
sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga
Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. Sehubungan dengan
hal tersebut, Pemerintah menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman
Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan memperhatikan keadaan dan prakiraan
perkembangan perekonomian nasional. Batas maksimal kumulatif pinjaman
tersebut adalah tidak melebihi 60% dari Produk Domestik Bruto tahun
bersangkutan. Menteri Keuangan menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman
Pemerintah Daerah secara keseluruhan selambat-lambatnya bulan Agustus untuk
tahun anggaran berikutnya. Pinjaman Daerah bersumber dari:

a. Pemerintah;
b. Pemerintah Daerah lain;
c. lembaga keuangan bank;
d. lembaga keuangan bukan bank; dan
e. masyarakat.
Pinjaman Daerah yang bersumber dari Pemerintah diberikan melalui Menteri
Keuangan. Sedangkan Pinjaman Daerah yang bersumber dari masyarakat adalah
berupa Obligasi Daerah diterbitkan melalui pasar modal.
Berdasarkan jangka waktu jatuh temponya, Pinjaman Daerah dapat diklasifikasikan
sebagai berikut.
a. Pinjaman Jangka Pendek
Pinjaman Jangka Pendek merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu
kurang atau sama dengan satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran
kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain
seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Pinjaman
Jangka Pendek dipergunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas.
b. Pinjaman Jangka Menengah
Pinjaman Jangka Menengah merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu
lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman
yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi dalam kurun

waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan Kepala Daerah yang bersangkutan.
Pinjaman Jangka Menengah dipergunakan untuk membiayai penyediaan layanan
umum yang tidak menghasilkan penerimaan. Pinjaman Jangka Menengah wajib
mendapatkan persetujuan DPRD.

Halaman 1 dari 5
c. Pinjaman Jangka Panjang
Pinjaman Jangka Panjang merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu
lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman
yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi pada tahuntahun anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang
bersangkutan. Pinjaman Jangka Panjang dipergunakan untuk membiayai proyek
investasi yang menghasilkan penerimaan. Pinjaman Jangka Panjang wajib
mendapatkan persetujuan DPRD.
Dalam melakukan pinjaman, Daerah wajib memenuhi persyaratan:
a. jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak
melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD
tahun sebelumnya;
b. rasio kemampuan keuangan Daerah untuk mengembalikan pinjaman ditetapkan
oleh Pemerintah;
c. tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang berasal dari
Pemerintah.
Ketentuan lain terkait pinjaman daerah adalah bahwa Daerah tidak dapat
memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain. Pendapatan Daerah dan/atau
barang milik Daerah tidak boleh dijadikan jaminan Pinjaman Daerah. Namun,
Proyek yang dibiayai dari Obligasi Daerah beserta barang milik Daerah yang
melekat dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan Obligasi Daerah.
2. Dana Cadangan Daerah
Daerah dapat membentuk Dana Cadangan guna mendanai kebutuhan yang tidak
dapat dibebankan dalam satu tahun anggaran yang ditetapkan dengan Peraturan
Daerah. Dana Cadangan tersebut dapat bersumber dari penyisihan atas penerimaan
APBD kecuali dari DAK, Pinjaman Daerah, dan penerimaan lain yang
penggunaannya dibatasi untuk pengeluaran tertentu. Penggunaan Dana Cadangan
dalam satu tahun anggaran menjadi penerimaan pembiayaan APBD dalam tahun
anggaran yang bersangkutan.
Dana Cadangan ditempatkan dalam rekening tersendiri dalam Rekening Kas Umum
Daerah. Dalam hal Dana Cadangan dimaksud belum digunakan sesuai dengan
peruntukannya, dana tersebut dapat ditempatkan dalam portofolio yang
memberikan hasil tetap dengan risiko rendah.