PENINGKATAN KREATIVITAS SISWA KELAS VIII

Jurnal Vol. 01 Nomor 04 Tahun 2013
PENINGKATAN KREATIVITAS SISWA KELAS VIII-1 PADA MATA PELAJARAN SENI
BUDAYA DAN KETERAMPILAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN
KONTEKSTUAL DI SMP NEGERI 4 PAREPARE
Oleh :
Basuki Rahmat, S.Pd.
(Guru SMP Negeri 4 Parepare)
ABSTRAK

Mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan pada satuan pendidikan tingkat SMP memiliki keunikan,
kebermaknaan, dan kebermanfaatan terhadap kebutuhan perkembangan siswa, yang terletak pada pemberian
pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi/berkreasi dan berapresiasi melalui pendekatan: “belajar
dengan seni,” “belajar melalui seni” dan “belajar tentang seni.” Namun, demikian dalam berekspresi kadang
siswa masih mengalami hambatan, siswa masih ragu-ragu untuk berekspresi secara spontan. Hal ini dapat dilihat
pada hasil belajar siswa pada mata pelajaran SBK di kelas VIII-1 SMP Negeri 4 Parepare minim kreativitas.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kreativitas siswa kelas VIII.1 pada mata pelajaran Seni Budaya
dan Keterampilan dalam menggambar ilustrasi di SMP Negeri 4 Parepare tahun pelajaran 2013/2014. Penelitian
ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan selama dua siklus. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas
VIII-I SMP Negeri 4 Parepare yang berjumlah 17 orang.
Berdasarkan hasil penelitian melalui model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan kreativitas pada
mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan dalam menggambar ilustrasi. Dari hasil gambar ilustrasi siswa

menunjukkan peningkatan. Pada siklus I mengalami peningkatan dengan rata-rata nilai 60,3 dan pada siklus II juga
mengalami peningkatan dari rata-rata nilai 63,63 menjadi 64,78. Ketuntasan menggambar ilustrasi siswa pada
siklus II meningkat 100 %.
Kata kunci : kreativitas, sbk, kontekstual
1

Jurnal Vol. 01 Nomor 04 Tahun 2013
1. Pendahuluan
Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan tidak hanya terdapat dalam satu
mata pelajaran karena budaya itu sendiri meliputi segala aspek kehidupan. Dalam mata pelajaran Seni
Budaya, aspek budaya tidak dibahas secara tersendiri tetapi terintegrasi dengan seni. Karena itu, mata
pelajaran Seni Budaya pada dasarnya merupakan pendidikan seni yang berbasis budaya.
Depdiknas (2006 : 3) menjelaskan bahwa mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan pada
satuan pendidian tingkat SMP memiliki keunikan, kebermaknaan, dan kebermanfaatan terhadap
kebutuhan perkembangan peserta didik, yang terletak pada pemberian pengalaman estetik dalam bentuk
kegiatan berekspresi/berkreasi dan berapresiasi melalui pendekatan: “belajar dengan seni,” “belajar
melalui seni” dan “belajar tentang seni.” Peran ini tidak dapat diberikan oleh mata pelajaran lain.
Oleh karena itu, pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan memiliki peranan dalam pembentukan
pribadi peserta didik yang harmonis dengan memperhatikan kebutuhan perkembangan anak dalam

mencapai multikecerdasan yang terdiri atas kecerdasan intrapersonal, interpersonal, visual spasial,
musikal, linguistik, logik matematik, naturalis serta kecerdasan adversitas, kecerdasan kreativitas,
kecerdasan spiritual dan moral, dan kecerdasan emosional.
Dalam pendidikan seni di SMP, pendidikan seni diarahkan pada pembentukan sikap sehingga
terjadi keseimbangan intelektual, akal pikiran dan kepekaan emosi. Pada masa SMP, ungkapan perasaan
siswa memungkinkan mereka untuk berekspresi secara wajar dan penuh spontan sehingga proses
tersebut memiliki kebermaknaan bagi perkembangan mereka. Namun, demikian dalam berekspresi
kadang siswa masih mengalami hambatan, siswa masih ragu-ragu untuk berekspresi secara spontan. Hal
ini dapat dilihat pada hasil gambar siswa kelas VIII-1 SMP Negeri 4 Parepare yang belum terlihat bagus.
Bentuk-bentuk gambar siswa masih sederhana, belum terlihat kreativitas siswa yang menjadikan gambar
lebih hidup. Kurangnya kreativitas siswa dalam menggambar karena dalam pembelajaran SBK yang
selama ini dilaksanakan masih bersifat konvensional. Contohnya dalam menggambar, guru hanya
memberi contoh gambar tertentu di papan tulis dan siswa menggambar berdasarkan contoh gambar dari
guru.
Menyadari hal tersebut peneliti berusaha mencari terobosan-terobosan agar masalah yang dihadapi
dalam mengajarkan Seni Budaya teratasi sehingga hasilnya sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu
solusi yang mungkin dapat mengatasi masalah tersebut adalah dengan menerapkan Model Pembelajaran
Kontekstual. Dalam pembelajaran kontekstual siswa diajak mengalami sendiri lewat panca indranya
sesuai pemikiran siswa masing-masing, dengan demikian kreativitas siswa akan muncul.
Oleh karena itu, rumusan penelitian ini adalah “Bagaimana meningkatkan kreativitas siswa kelas

VIII-1 pada mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan dalam Menggambar Ilustrasi melalui model
pembelajaran Kontekstual di SMP Negeri 4 Parepare tahun pelajaran 2013/2014 ?”
Dan tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan kreativitas siswa kelas VIII-1 pada mata
pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan dalam Menggambar Ilustrasi melalui model pembelajaran
Kontekstual di SMP Negeri 4 Parepare tahun pelajaran 2013/2014.
2. Kajian Pustaka
Pengertian Kreativitas

Kreativitas merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, yaitu kebutuhan akan perwujudan diri
(aktualisasi diri) dan merupakan kebutuhan paling tinggi bagi manusia . Pada dasarnya, setiap orang
dilahirkan di dunia dengan memiliki potensi kreatif. Kreativitas dapat diidentifikasi (ditemukenali) dan
dipupuk melalui pendidikan yang tepat.
Menurut NACCCE (National Advisory Committee on Creative and Cultural Education) (dalam
Craft, 2005), kreativitas adalah aktivitas imaginatif yang menghasilkan hasil yang baru dan bernilai.
2

Jurnal Vol. 01 Nomor 04 Tahun 2013
Selanjutnya Feldman (dalam Craft, 2005) mendefinisikan kreativitas adalah pencapaian sesuatu yang
luar biasa dan baru, sesuatu yang mengubah dan perubahan bidang usaha secara signifikan atau suatu hal
yang dilakukan untuk mengubah suatu kondisi yang tidak baik menjadi baik.

Sedangkan menurut Munandar (1985), kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi
baru, berdasarkan data, informasi atau unsur-unsur yang ada. Hasil yang diciptakan tidak selalu hal-hal
yang baru, tetapi juga dapat berupa gabungan (kombinasi) dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya.
Selain itu, Csikszentmihalyi (dalam Clegg, 2008) menyatakan kreativitas sebagai suatu tindakan, ide,
atau produk yang mengganti sesuatu yang lama menjadi sesuatu yang baru.
Guilford (dalam Munandar, 2009) menyatakan kreativitas merupakan kemampuan berpikir
divergen atau pemikiran menjajaki bermacam-macam alternatif jawaban terhadap suatu persoalan, yang
sama benarnya (Guilford, dalam Munandar 2009). Sedangkan menurut Rogers (dalam Zulkarnain,
2002), kreativitas merupakan kecenderungan-kecenderungan manusia untuk mengaktualisasikan dirinya
sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
Berdasarkan pengertian kreativitas di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah
kemampuan seseorang untuk menghasilkan suatu produk yang baru ataupun kombinasi dari hal-hal yang
sudah ada sebelumnya, yang berguna, serta dapat dimengerti.
Pengertian Seni Budaya dan Keterampilan di SMP

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan menegaskan bahwa dalam mata pelajaran Seni Budaya, aspek budaya tidak dibahas secara
tersendiri tetapi terintegrasi dengan seni. Karena itu, mata pelajaran Seni Budaya pada dasarnya
merupakan pendidikan seni yang berbasis budaya.
Olehnya itu Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) di SMP memiliki keunikan, kebermaknaan, dan

kebermanfaatan terhadap kebutuhan perkembangan peserta didik, yang terletak pada pemberian
pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi/berkreasi dan berapresiasi melalui pendekatan:
“belajar dengan seni,” “belajar melalui seni” dan “belajar tentang seni.” Peran ini tidak dapat diberikan
oleh mata pelajaran lain (Depdiknas, 2006: 3).
Pendidikan Seni Budaya memiliki sifat multilingual, multidimensional, dan multikultural.
Multilingual bermakna pengembangan kemampuan mengekspresikan diri secara kreatif dengan berbagai
cara dan media seperti bahasa rupa, bunyi, gerak, peran dan berbagai perpaduannya. Multidimensional
bermakna pengembangan beragam kompetensi meliputi konsepsi (pengetahuan, pemahaman, analisis,
evaluasi), apresiasi, dan kreasi dengan cara memadukan secara harmonis unsur estetika, logika,
kinestetika, dan etika. Sifat multikultural mengandung makna pendidikan seni menumbuhkembangkan
kesadaran dan kemampuan apresiasi terhadap beragam budaya Nusantara dan mancanegara. Hal ini
merupakan wujud pembentukan sikap demokratis yang memungkinkan seseorang hidup secara beradab
serta toleran dalam masyarakat dan budaya yang majemuk (Depdiknas, 2006).
Dan mata pelajaran Seni Budaya di SMP bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan yang
meliputi; 1) memahami konsep dan pentingnya seni budaya; 2) Menampilkan sikap apresiasi terhadap
seni budaya; 3) Menampilkan kreativitas melalui seni budaya; dan 4) Menampilkan peran serta dalam
seni budaya dalam tingkat lokal, regional, maupun global.
Depdiknas (2006) menegaskan bahwa ruang lingkup mata pelajaran Seni Budaya di SMP meliputi
empat aspek, yaitu; 1) Seni rupa, mencakup pengetahuan, keterampilan, dan nilai dalam menghasilkan
karya seni berupa lukisan, patung, ukiran, cetak-mencetak, dan sebagainya, 2) Seni musik, mencakup

kemampuan untuk menguasai olah vokal, memainkan alat musik, apresiasi karya musik; 3) Seni tari,
mencakup keterampilan gerak berdasarkan olah tubuh dengan dan tanpa rangsangan bunyi, apresiasi
terhadap gerak tari; dan 4) Seni teater, mencakup keterampilan olah tubuh, olah pikir, dan olah suara
yang pementasannya memadukan unsur seni musik, seni tari dan seni peran.
3

Jurnal Vol. 01 Nomor 04 Tahun 2013
Lebih lanjut Depdiknas (2006) menggarisbawahi bahwa di antara empat aspek bidang seni yang
ditawarkan pada pelaksanaan pembelajaran di SMP, minimal diajarkan satu bidang seni sesuai dengan
kemampuan sumberdaya manusia serta fasilitas yang tersedia. Pada sekolah yang mampu
menyelenggarakan pembelajaran lebih dari satu bidang seni, peserta didik diberi kesempatan untuk
memilih bidang seni yang akan diikutinya.
Berdasarkan petunjuk pelaksanaan KTSP, bahwa seluruh pembelajaran pendidikan seni budaya
dilaksanakan dengan bertolak dari karya seni, meliputi dua materi kegiatan seni yaitu kegiatan
berekspresi/berkreasi seni dan kegiatan berapresiasi seni. Gambaran petunjuk tersebut menunjukkan
bahwa bahan ajar yang bersifat pengetahuan seni tidak diberikan secara terpisah, melainkan secara
integratif menyatu dengan bahan ajar kegiatan. Sehingga dapat dikatakan bahan ajar tipe subyek
menyatu dengan bahan ajar tipe kegiatan. Jika dirinci bahan ajar kegiatan berekspresi/berkreasi seni
meliputi kegiatan berkarya seni dan kegiatan penyajian karya seni, sedangkan kegiatan apresiasi seni
meliputi kegiatan apresiasi itu sendiri dan kegiatan kritik seni.

KTSP 2006 menegaskan bahwa pelaksanaan pembelajaran seni budaya di SMP diintegrasikan
dengan kegiatan apresiasi dan/atau kegiatan berkarya seni. Misalnya ketika menyajikan pembelajaran
menggambar bentuk, maka penyajian yang bersifat pengetahuan tentang bahan apa saja yang bisa
digunakan, obyek apa saja yang dapat digambar, teknik apa saja yang dapat di gunakan dan sebagainya
dapat diberikan mendahului kegiatan menggambar bentuk. Sebaliknya bahan ajar pengetahuan juga
dapat diberikan setelah kegiatan eksperimen menggambar bentuk. Siswa mencoba berbagai teknik dan
berbagai bahan untuk mewujudkan obyek yang akan digambar. Kemudian siswa melakukan kegiatan
mengidentifikasi dan menganalisis tentang bahan, alat dan teknik yang digunakan. Hal ini berarti
pengetahuan yang dapat diserap dari hasil eksperimen.
Pengertian Menggambar Ilustrasi

Secara etimologis dalam Webstion New Compact Format Dictionary (1985), istilah ilustrasi
diambil dari bahasa Inggris, illustration dengan bentuk kata kerja to illustrate dan dari bahasa latin
illustrare yang berarti membuat terang dengan menunjukkan contoh, khususnya dengan menggunakan
bentuk-bentuk, diagram, dan lain sebagainya atau memberi hiasan dengan gambar-gambar. Sedangkan
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999:372), ilustrasi adalah: (1) gambar untuk memperjelas isi
buku, karangan, (2) gambar, desain atau diagram untuk menghias (misalnya halaman sampul), (3)
keterangan (penjelas) tambahan berupa contoh, bandingan dan sebagainya. Untuk memperjelas paparan
tulisan, Mayer (dalam Muharrar, 2003:2) mendefinisikan ilustrasi sebagai: gambar yang secara khusus
dibuat untuk menyertai teks seperti pada buku atau iklan untuk memperdalam pengaruh dari teks

tersebut.
Dalam perkembangannya, ilustrasi tidak lagi hanya terbatas sebagai gambar yang mengiringi teks
tetapi berkembang ke arah yang lebih luas. Ilustrasi kemudian didefinisikan sebagai gambar atau alat
bantu lain yang membuat sesuatu (seperti buku atau ceramah) menjadi lebih jelas, lebih bermanfaat atau
menarik”. (Muharrar, 2003: 2).
Pada The History of Illustrated Book menurut Kurt Weitsman (dalam Muharrar, 2003: 56)
dijelaskan oleh : seorang yang pernah meneliti asal muasal seni ilustrasi mendapatkan bahwa kelahiran
seni ilustrasi didorong oleh kebutuhan akan penjelasan yang bersifat visual, jadi lebih bersifat praktis
daripada dekoratif. Suatu karya ilustrasi visual yang baik harus selalu dapat dikomunikasikan sehingga
bisa mempengaruhi pengamat atau pembaca sebuah cerita sehingga dapat melahirkan suatu tanggapan
atau reaksi atas karya tersebut.
Salam (dalam Muharrar, 2003: 2) menjelaskan bahwa pendekatan, teknik, atau corak yang
digunakan oleh illustrator dapat saja bervariasi, akan tetapi seorang ilustator senantiasa berniat
menggambarkan secara grafis (yaitu bersifat menguraikan atau menjelaskan) dari sebuah obyek (benda,
4

Jurnal Vol. 01 Nomor 04 Tahun 2013
suasana, peristiwa atau ide). Subyek tersebut mungkin berasal dari teks atau murni berasal dari sang
ilustrator; dalam penyajiannya dapat berbentuk realistis ataupun imajinatif, dapat menyampaikan
informasi, mencatat peristiwa, mengkritik, mempropagandakan suatu ide atau menyampaikan ucapan

selamat. Penggunaan media dalam penciptaan ilustrasi dapat bermacam-macam dan bidang yang akan
dikenakan ilustrasi pun beragam. Walaupun begitu ilustrasi diciptakan selalu diniatkan sebagai
penggambaran grafis dari sebuah subyek.
Pengertian Model Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran Kontekstual merupakan satu konsepsi pengajaran dan pembelajaran yang membantu
guru mengaitkan bahan subjek yang dipelajari dengan situasi dunia sebenarnya dan memotivasikan
pembelajar untuk membuat kaitan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan harian mereka
sebagai ahli keluarga, warga masyarakat, dan pekerja.
Menurut Sanjaya (2005: 109) pembelajaran Kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran
yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang
dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk
dapat menerapkannya dalam kehidupan meraka.
Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus dipahami, yaitu; Pertama, pembelajaran Kontekstual
menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi. Artinya, proses belajar
diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks Pembelajaran
Kontekstual tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, tetapi yang diutamakan adalah
proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.
Kedua, pembelajaran Kontekstual mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara
materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata. Artinya, siswa dituntut untuk dapat menangkap

hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting sebab
dengan dapat mengkorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, materi yang
dipelajarinya itu akan bermakna secara fungsional dan tertanam erat dalam memori siswa sehingga tidak
akan mudah terlupakan.
Ketiga, pembelajaran Kontekstual mendorong siswa untuk dapat menerapkan pengetahuannya
dalam kehidupan. Artinya, Pembelajaran Kontekstual tidak hanya mengharapkan siswa dapat memahami
materi yang dipelajarinya, tetapi bagaimana materi itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan
sehari-hari. Materi pelajaran dalam konteks Pembelajaran Kontekstual tidak untuk ditumpuk di otak dan
kemudian dilupakan, tetapi sebagai bekal bagi mereka dalam kehidupan nyata.
Brdasarkan penjelasan di atas, berarti pendekatan kontekstual bertujuan membekali siswa dengan
pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan ke permasalahan
lain dan dari satu konteks ke konteks lainnya. Dengan transfer diharapkan: (a) siswa belajar dari
mengalami sendiri, bukan dari ‘pemberian orang lain’; (b) keterampilan dan pengetahuan itu diperluas
dari konteks yang terbatas (sempit) sedikit demi sedikit; (c) penting bagi siswa tahu ‘untuk apa’ ia
belajar, dan ‘bagaimana’ ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu.
3. Metode Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di Kelas VIII-1 SMP Negeri 4 Parepare. Subyek penelitian
ini adalah siswa kelas VIII-1 SMP Negeri 4 Parepare yang berjumlah 17 orang. Penelitian ini meneliti
kreativitas. Menggambar Ilustrasi dengan menggunakan Model Pembelajaran Kontekstual.
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan melalui dua siklus, namun sebelum pelaksanaan siklus

didahului dengan analisis situasi awal yang dinamakan prasiklus. Analisis situasi awal dilaksanakan
untuk mengetahui kondisi kelas sebelum pelaksanaan PTK, serta proses pembelajaran yang telah
berlangsung selama ini dan kekurangannya. Adapun pelaksanaan siklus I dan siklus II masing-masing
melalui tahapan sebagai berikut: 1) Perencanaan (planning), merupakan kegiatan untuk merencanakan
5

Jurnal Vol. 01 Nomor 04 Tahun 2013
dan mempersiapkan segala sesuatu penelitian.yang diperlukan selama tindakan. 2) Pelaksanaan
Tindakan (acting), merupakan implementasi dari apa yang telah direncanakan. 3) Observasi (observing),
berisi kegiatan pengamatan terhadap tindakan yang di lakukan dengan menggunakan instrumen yang
telah dipersiapkan sebelumnya. 4) Refleksi (reflecting), berisi kegiatan diskusi tentang apa yang telah
dilakukan serta temuan-temuan selama pelaksanaan tindakan berdasarkan hasil observasi.
Data yang dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini sebagian besar berupa data kualitatif.
Pengumpulan data diperoleh dari beberapa sumber diantaranya: 1) Hasil pengamatan pelaksanaan
pembelajaran. 2) Nilai hasil karya siswa sebelum diadakan penelitian.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1)wawancara digunakan
untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap penerapan pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran kontekstual pada materi menggambar ilustrasi. 2) observasi digunakan untuk mengetahui
kreativitas siswa di dalam pembelajaran menggambar ilustrasi menggunakan model pembelajaran
kontekstual dengan lembar observasi yang sekaligus dijadikan instrument penilaian.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif. Data
yang dianalisis berupa rata-rata dan prosentase hasil karya dan unjuk kerja siswa.
Untuk mengetahui keberhasilan penelitian tindakan kelas ini, peneliti menetapkan indikator kinerja
berupa kreativitas menggambar siswa dengan 4 aspek, yaitu; ketepatan tema, komposisi, pewarnaan, dan
kreativitas.
4. Hasil dan Pembahasan
Untuk melihat perubahan peningkatan kreativitas hasil gambar siswa, tiap siklus guru melakukan
penilaian sebanyak satu kali yaitu pada pertemuan kedua dengan menggunakan instrumen yang telah
disediakan. Kreativitas yang diharapkan dapat diukur berdasarkan indikator kinerja yang telah
ditentukan yang bisa disimpulkan dalam nilai sebagai nilai formatif. Indikator kinerja tersebut antara lain
berupa: kesesuaian gambar dengan tema yang ditentukan, pengembangan objek-objek yang digambar,
pewarnaan yang bervariasi, serta ketekunan dalam menggambar.
Dari hasil menggambar siswa yang dirangkum dalam lembar penilaian seperti terlampir di bagian
lampiran dapat dilihat bahwa frekuensi kreativitas siswa tiap siklus mengalami kenaikan. Perubahan
kreativitas tersebut juga mengakibatkan perubahan frekuensi dan persentase ketuntasan belajar siswa.
Selain data tentang hasil menggambar, peneliti juga mencatat tentang masalah-masalah yang muncul
selama proses pembelajaran. Data-data tersebut diperoleh dari hasil pengamatan peneliti selama proses
pembelajaran dalam siklus I dan siklus II.
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa kreativitas hasil menggambar siswa pada siklus I sudah
mengalami kenaikan walaupun belum signifikan yaitu dari 60,3 dengan jumlah 5 siswa dari 17 siswa
tuntas. Hasil menggambar pada siklus II juga mengalami kenaikan dari rata-rata nilai 63,63 menjadi
64,78. Kreativitas menggambar siswa pada siklus II bertambah dari 13 siswa dari 17 siswa tuntas. Proses
dan hasil pembelajaran pada siklus I belum berhasil secara signifikan. Hal ini karena banyak kendala dan
hambatan yang muncul selama pelaksanaan proses pembelajaran tersebut. Adapun kendala dan masalah
yang muncul dalam pelaksanaan pembelajaran untuk siklus I adalah sebagai berikut:
1. Siswa bingung dalam menentukan tema/ objek yang akan digambar sehingga waktunya terbuang
untuk mencari objek.
2. Pada siswa laki-laki sebagian besar apabila diberi waktu untuk keluar kelas mencermati objek,
waktunya lebih banyak dipakai untuk bermain-main.
3. Adanya sikap apatis siswa laki-laki serta tidak ada kemauan untuk melakukan tugas dengan
sungguh-sungguh. Ada kecenderungan sebagian masyarakat di wilayah SMP kami kurang peduli
terhadap pendidikan. Hal ini menjadikan beberapa siswa di SMP kami malas belajar serta
berpengaruh pada aktivitas pembelajaran di sekolah dalam hampir semua mata pelajaran.
6

Jurnal Vol. 01 Nomor 04 Tahun 2013
4. Mengingat objek gambar aktivitas manusia yang selalu bergerak, beberapa siswa mengeluh, mereka
tidak fokus pada bagian-bagian yang digambar.
5. Waktu yang terbatas membuat siswa terburu-buru dan kurang maksimal dalam menggambar.
Dari hasil penelitian selama siklus I, hasilnya masih belum sesuai dengan harapan peneliti.
Perubahan yang terjadi pada hasil gambar siswa masih belum signiftkan. Hanya beberapa siswa saja
yang mencapai perubahan yaitu kreativitas hasil gambarnya lebih terlihat hidup dari hasil sebelumnya.
Untuk itu, peneliti melakukan perbaikan pembelajaran pada siklus II dengan beberapa perbaikan dengan
strategi sebagai berikut:
1. Guru membatasi tema sesuai dengan situasi yang dijumpai siswa di sekolah.
2. Pada pertemuan pertama setelah siswa melihat contoh-contoh gambar ilustrasi, guru mengarahkan
siswa untuk menentukan tema/ objek yang akan digambar nantinya.
3. Perhatian lebih difokuskan pada siswa laki-laki untuk membimbing mereka melaksanakan kegiatan
yang ditugaskan.
4. Guru lebih sering memberi motivasi pada siswa agar siswa bersemangat untuk menggambar.
5. Mengarahkan siswa untuk saling bekerja sama. Misalnya, meminta temannya bergantian menjadi
model gambar dengan posisi diam.
Pembelajaran pada siklus II sudah mengalami peningkatan, narnun masih ada kendala-kendala
yang muncul, antara lain:
1. Siswa merasa kesulitan menggambar bentuk badan manusia, baik bentuk-bentuk wajah, anggota
badan, maupun proporsi.
2. Siswa belum sepenuhnya menggambar sesuai dengan objek yang dilihat, masih ada siswa yang
mengandalkan daya khayal/ imajinasi mereka dalam menggambar sehingga hasilnya tidak sesuai
dengan objek yang digambar.
3. Dalam mewarnai, siswa ada yang belum bisa memadukan warna dengan baik karena kebiasaan
mereka menggambar tanpa diberi warna.
4. Rasa terburu-buru siswa ingin cepat menyelesaikan pekerjaan mereka sehingga hasilnya kurang
maksimal.
Meskipun proses pembelajaran pada siklus II masih muncul masalah, namun secara keseluruhan
pelaksanaan PTK pada siklus II sudah berhasil. Kreativitas siswa dalam menggambar sudah meningkat,
baik dari segi kesesuaian gambar dengan tema yang ditentukan, pengembangan objek-objek yang
digambar, pewarnaan, maupun ketekunan dalam menggambar, walaupun semuanya masih perlu
peningkatan lagi.
Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini tidak perlu dilanjutkan pada siklus berikutnya. Untuk
mengatasi kendala-kendala tersebut dapat dilakukan dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari dengan
meningkatkan pembelajaran pada mata pelajaran Seni Budaya, dengan setrategi sebagai berikut:
1. Sebelum mengajarkan materi tentang ilustrasi manusia dan kehidupannya, siswa diingatkan kembali
pada materi menggambar manusia/proporsi tubuh manusia yang pernah diajarkan di kelas VIII.
2. Siswa dihimbau untuk memiliki alat pewarna (cat air) dan selalu memberi warna pada gambar
mereka sehingga akan terbiasa mewarnai hasil gambar mereka.
3. Guru sering-seringlah memberi motivasi tentang manfaat menggambar dan membuat gambar yang
baik.
4. Hasil gambar siswa yang bagus-bagus, dipajang di dinding kelas agar siswa merasa bangga dan
bersemangat untuk menghasilkan gambar yang baik.
5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan sebanyak dua siklus, dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan kreativitas menggambar
7

Jurnal Vol. 01 Nomor 04 Tahun 2013
ilustrasi. Peningkatan kreativitas tersebut dapat diketahui dari data dan hasil gambar yang dikumpulkan
selama penelitian. Dari hasil gambar siswa dapat dilihat kreativitas siswa dalam menggambar sudah
meningkat, baik dari segi kesesuaian gambar dengan tema yang ditentukan, pengembangan objek-objek
yang digambar, pewarnaan, maupun ketekunan dalam menggambar, walaupun semuanya masih perlu
peningkatan lagi.
Hal itu berdampak pula pada hasil tes formatifnya. Dapat dilihat pada siklus I sudah mengalami
kenaikan walaupun belum signifikan yaitu dari 60,3 dengan jumlah 5 siswa dari 17 siswa tuntas. Hasil
menggambar pada siklus II juga mengalami kenaikan dari rata-rata nilai 63,63 menjadi 64,78.
Kreativitas menggambar siswa pada siklus II bertambah dari 13 siswa dari 17 siswa tuntas.
Dari data tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas yang berjudul
"Peningkatan Kreativitas Menggambar Ilustrasi melalui Model Pembelajaran Kontekstual pada Siswa
Kelas VIII-1 SMP Negeri 4 Parepare" yang dilakukan sebanyak dua siklus dapat meningkatkan
kreativitas siswa dalam menggambar ilustrasi.
Mengingat penerapan model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan kreativitas dalam
menggambar ilustrasi, maka diharapkan pembelajaran ini dapat diterapkan dalam pembelajaran
menggambar di sekolah-sekolah, sehingga tujuan pembelajaran akan berhasil.
Daftar Pustaka
Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP) Sekolah
Menengah Pertama dan Madrasah Sanawiah. Jakarta: Depdiknas.
Herawati, Ida Siti. 1997. Pendidikan Kesenian. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Bagian Proyek Pengembangan Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
Muharam. E. 1993. Pendidikan Kesenian II (Seni Rupa ). Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.
Sugiyanto. 2008. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Pendidikan Latihan Profesi Guru.
Zakarias, Sukarya, dkk. 2008. Pendidikan Seni. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional.

8