Perbandingan Karakteristik Saliva Pada Anak Usia ≤ 24 Bulan Antara S-Ecc (Severe Early Childhood Caries) dan Bebas Karies di Kecamatan Medan Tuntungan

18

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi ECC dan S-ECC
Menurut American Dental Association (ADA), ECC ditandai dengan satu atau
lebih kerusakan gigi, baik lesi dengan kavitas atau tanpa kavitas, kehilangan gigi
akibat karies, atau penambalan permukaan gigi sulung pada usia prasekolah antara
usia lahir hingga 71 bulan.6 ECC biasanya pertamakali melibatkan permukaan labial
dan palatal gigi insisif sulung rahang atas. Pada kondisi kerusakan gigi berlanjut,
maka karies akan melibatkan gigi molar sulung rahang atas bahkan seluruh gigi
sulung. Gigi insisif rahang bawah jarang terkena karies, kecuali dalam kasus yang
paling parah. Pada anak usia dibawah 3 tahun, segala tanda karies pada permukaan
gigi yang halus diindikasikan sebagai S-ECC.7
S-ECC menunjukkan suatu pola karies gigi yang akut, progresif. Pada anak usia
antara 3-5 tahun, terdapat satu atau lebih kavitas, kehilangan gigi akibat karies,
terdapatnya tambalan (dmfs) dengan nilai >4 (untuk usia 3 tahun) >5 (untuk usia 4
tahun), >6 (untuk usia 5 tahun). Definisi Early Childhood Caries (ECC) dan Severe
Early Childhood Caries (S-ECC) oleh peserta rapat di Bethesda.13 (Tabel 1).


Tabel. 1 Definisi Early Childhood Caries dan Severe Early Childhood Caries 28
Usia
(bulan)
4

Universitas Sumatera Utara

19

Usia
(bulan)
48-59

60-71

Early Childhood Caries
1 atau lebi h dmfs

1 atau lebih dmfs


Severe Early Childhood Caries
1 atau lebih kavitas, tambalan,dan hilang
(karena karies) pada permukaan halus gigi
anterior maksila atau skor dmfs >5
1 atau lebih kavitas, tambalan,dan hilang
(karena karies) pada permukaan halus gigi
anterior maksila atau skor dmfs >6

Di negara berkembang ECC dan S-ECC merupakan masalah yang signifikan
dengan prevalensi yang terus meningkat. Menurut penelitian Edalat et al., prevalensi
S-ECC pada anak usia 3-6 tahun di Shiraz 55%.2 Prevalensi karies ECC dan S-ECC
di Lithuania masing-masing 50,65% dan 6,5% yang dilakukan oleh Egle et al.9
Penelitian yang lain melaporkan bahwa indeks karies def-t pada anak usia 1 tahun
sebesar 0.37%, usia 2 tahun 2,77%, 3 tahun sebesar 6,25%, dan usia 4 tahun sebesar
9,52%. 14 Penelitian yang dilakukan selama tahun 2008 sampai 2010 di Prasekolah
Bahadurgah, Haryana, di India prevalensi S-ECC sebesar 42,03%.18
Tahun 2007 di Quchan (Iran) prevalensi S-ECC sebesar 25% sedangkan Seoul
memiliki prevalensi yang lebih tingggi, yaitu 47%. Kota Diamantina (Brazil
Tenggara), prevalensi karies ECC yang dilaporkan oleh Martins-Júnior et al pada
anak usia 2-5 tahun adalah 52,2%. Meningkatnya prevalensi pada penelitian ECC di

Iran pada anak usia 1-3 tahun menyatakan bahwa prevalensi karies terlihat pada anak
yang memiliki orangtua yang berpendidikan rendah.19, 20

2.2 Etiologi
Karies dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa
faktor yang menjadi penyebab terbentuknya karies. Tiga faktor utama yang
memegang peranan yaitu faktor host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme,
substrat atau diet ditambah faktor waktu (Gambar.1). Faktor ini digambarkan sebagai
tiga lingkaran yang bertumpang-tindih dan waktu. Untuk terjadinya karies, maka

Universitas Sumatera Utara

20

kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung yaitu host, agen, substrat yang
sesuai dan waktu yang lama.21

Gambar1. Skema yang menunjukkan karies
sebagai penyakit multifaktorial1


2.2.1 Faktor Host atau Tuan Rumah
Faktor utama host terhadap perkembangan karies berupa morfologi dan
anatomi gigi serta saliva. Gigi merupakan jaringan paling keras yang dimiliki oleh
tubuh, dikatakan paling keras karena komponen zat organik yaitu kristal
hidroksiapatit lebih banyak dibandingkan bagian tubuh lain seperti tulang. Enamel
merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia yang kompleks mengandung 97%
mineral (kalsium, fosfat, karbonat, flour), air 1% dan bahan organik 2%. Bagian luar
enamel mengalami mineralisasi yang lebih sempurna, mengandung banyak flour dan
fosfat dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal sangat menentukan kelarutan
enamel. Semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin
padat dan semakin resisten.1

Universitas Sumatera Utara

21

Faktor risiko host terhadap perkembangan karies, antara lain enamel pascaerupsi yang imatur, adanya kerusakan enamel terutama hipoplasia, ciri morfologi dan
genetik gigi (ukuran, permukaan, kedalaman fossa dan fisur 6. Permukaan gigi yang kasar
memudahkan plak melekat dan membantu perkembangan karies. Gigi sulung lebih
mudah terserang karies dibanding gigi permanen, hal ini disebabkan oleh jumlah mineral

gigi sulung lebih sedikit, kristal-kristal gigi sulung tidak sepadat gigi tetap1.
Saliva menjadi salah satu komponen yang mempengaruhi proses terjadinya karies
karena selalu membasahi gigi geligi sehingga mempengaruhi lingkungan rongga mulut.
Saliva berfungsi sebagai tempat penyimpanan mineral kalsium dan fosfat yang penting
untuk remineralisasi enamel serta mengandung subtansi anti bakteri.6,16

2.2.2 Faktor Agen yaitu Mikroorganisme Kariogenik
Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri dari kumpulan mikroorganisme
yang berkembang biak di atas suatu lapisan matriks yang terbentuk dan melekat erat
pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan1. Terdapat sejumlah mikroorganisme
kariogenik yaitu, Streptococcus mutans (S. mutans), Streptococcus sangulis (S.
sanguis), Lactobacillus acidophilus (L. acidophilus), Lactobacillus Casei (L. Casei)
dan Actinomyces viscosus. Bakteri- bakteri mempunyai kemampuan berkolonisasi
untuk menurunkan pH sampai 4,1 sehingga menyebabkan karies. Bakteri penyebab
utama karies adalah S. mutans,

mempunyai kemampuan untuk melekat pada

permukaan gigi melalui pelikel gigi dari saliva dan enamel gigi. Bakteri S. mutans
mampu memetabolisme karbohidrat menjadi asam,sehingga menurunkan pH saliva

dibawah pH kritis 5,5 bahkan sampai 4,1 sehingga dapat melarutkan enamel. S.
mutans mampu mensistesis glukan dari sukrosa dan glukan yang terbentuk
merupakan massa seperti lumpur, pekat tidak mudah larut serta bersifat lengket dan
berperan dalam perlekatan S. mutans pada permukaan licin dan keras.18
Makanan yang tertinggal dalam mulut dan diantara gigi menyediakan media
yang kaya akan nutrisi untuk pertumbuhan mikroorganisme dalam mulut.22 Sisa
makanan dapat diragikan membentuk asam sehingga pH plak akan menurun sampai
dibawah 5 dalam tempo 1-3 menit.

Penurunan pH yang berulang-ulang akan

Universitas Sumatera Utara

22

mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi. Produksi asam oleh mikroorganime
merupakan faktor pencetus terjadinya demineralisasi gigi yang menyebabkan karies.23
Bukti ilmiah menunjukkan S .mutans adalah agen utama dalam perkembangan
S-ECC. Tingkat keparahan ECC secara langsung berkaitan dengan pembentukan
awal S. mutans pada bayi. Pada saat periode erupsi gigi insisivus bawah (6 bulan) dan

molar atas (24 bulan), Streptococcus meningkat. Ditemukan mikroorganisme lainnya
termasuk Lactobacillus, dikaitkan juga dengan perkembangan lesi dan perkembangan
karies pada anak-anak.26

2.2.3 Faktor Substrat atau Diet
Anak-anak yang menderita karies memiliki kebiasaan mengonsumsi gula
dalam bentuk cairan dengan waktu yang lama. Sukrosa, glukosa dan fruktosa yang
terkandung dalam jus buah atau minuman lainnya dimetabolisme oleh Streptoccus
dan

Lactobacillus dengan sangat cepat menjadi asam organik yang akan

mendemineralisasi struktur enamel dan dentin. Kebiasaan penggunaan botol untuk
minum susu pada malam hari merupakan hal yang paling sering terjadi sebagai
penyebab karies dini pada anak.2
Pola pemberian yang salah, misalnya anak dengan ECC mempunyai
kebiasaan minum air susu ibu ataupun susu botol setiap hari dalam waktu yang lama
dan kadang dibiarkan sampai anak tertidur sepanjang malam. Penggunaan botol bayi
sepanjang malam dihubungkan dengan penurunan aliran saliva dan kapasitas
netralisasi saliva, hal ini dapat menyebabkan berkumpulnya sisa susu pada gigi dan

terjadinya fermentasi karbohidrat.6,27 Makanan yang menempel pada permukaan gigi
akan memberikan lingkungan bagi pertumbuhan mikoroorganisme dan dekalsifikasi
enamel. Semakin sering gigi berkontak dengan gula saat waktu makan dan sering
mengonsumsi makanan ringan, maka akan mengakibatkan gigi semakin rentan.7
Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih bersifat lokal
daripada sistemik, terutama dalam hal frekuensi mengonsumsi makanan. Setiap kali
seseorang mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat,
maka mikroorganisme penyebab karies di rongga mulut akan mulai memproduksi

Universitas Sumatera Utara

23

asam sehingga terjadi demineralisasi yang berlangsung selama 20-30 menit setelah
makan. Di antara waktu makan, saliva akan bekerja menetralisir asam dan membantu
proses remineralisasi. Makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat terlalu
sering dikonsumsi, mengakibatkan enamel gigi tidak akan mempunyai kesempatan
untuk melakukan remineralisasi dengan sempurna sehingga terjadi karies.1

2.2.4 Faktor Waktu

Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang
berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang
dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi,
diperkirakan 6-48 bulan.1
Penelitian Vipeholm (1945-1953) menyimpulkan bahwa konsumsi makanan
dan minuman yang mengandung gula diantara jam makan dan pada saat makan
berhubungan dengan peningkatan karies. Faktor makanan yang dihubungkan dengan
terjadinya karies adalah jumlah fermentasi, konsentrasi, dan bentuk fisik (bentuk cair,
tepung, padat) dari karbohidrat yang dikonsumsi, retensi di mulut, frekuensi makan,
dan snack serta lamanya interval waktu makan. Anak yang beresiko karies tinggi
sering mengkonsumsi makanan minuman manis di antara jam makan.8 Semakin
lama

gigi

terpapar

berbagai

faktor


risiko

karies,

semakin

besar

risiko

terjadinya karies.7
Segera setelah mengonsumsi karbohidrat (sukrosa, glukosa) maka sisa makanan
akan mengalami fermentasi. pH dalam plak akan turun dalam (5-10 menit) sampai
dibawah 5 atau 5.5, yaitu pH kritis untuk enamel mengalami demineralisasi.
Penurunan pH yang berulang-ulang akan mengakibatkan demineralisasi permukaan
gigi.1, 24

2.3 Mekanisme Terjadinya S-ECC
Secara biologi ECC merupakan proses infeksi yang dikatalisis oleh

pemaparan yang sering dan dalam waktu lama dari susu, formula, dan jus buah

Universitas Sumatera Utara

24

terhadap permukaan gigi. Kebiasaan membiarkan anak menggunakan susu botol saat
tidur pada siang hari dan malam hari terpapar cairan gula yang menyebabkan
genangan berjam-jam di sekeliling gigi. Selanjutnya cairan gula berkontak dengan
enamel gigi dan bergabung dengan bakteri seperti S. mutans yang muncul setelah gigi
pertama erupsi. Demineralisasi enamel dan dentin gigi disebabkan oleh produksi
asam yang dihasilkan oleh Streptococcus dan Lactobacilli.8
Secara spesifik mikroorganisme, debris makanan dan saliva bergabung
membentuk subtansi berupa plak yang melekat pada gigi. Mikroorganisme pada plak
gigi mengubah gula menjadi asam yang merusak mineral enamel gigi. Bercak putih di
sekitar gigi adalah tanda pertama dan biasanya tidak diperhatikan oleh orangtua. Jika
demineralisasi tidak ditanggulangi, akan menyebabkan lubang pada gigi. Warna
kuning, coklat atau hitam di sekitar servikal gigi, menandakan demineralisasi
meningkat menjadi pembusukan. Gigi yang berwarna coklat kehitaman, menandakan
kerusakan meluas menjadi pembusukan termasuk empat gigi anterior atas.5

2.3.1 Tahap Perkembangan S-ECC
Tahap perkembangan S-ECC terdiri dari empat tahap, yaitu tahap insisal,
tahap kedua, tahap ketiga dan tahap keempat.5
1. Tahap insisal
Tahap ini terjadi pada usia 10-20 bulan atau lebih muda.
Pada tahap ini gigi terlihat seperti kapur, lesi demineralisasi berwarna opak pada
permukaan halus gigi sulung insisivus maksila. Terdapat garis putih yang menonjol
terlihat pada daerah servikal dari permukaan vestibular dan palatal gigi sulung
insisivus maksila (Gambar 2). Pada tahap ini tidak ada gejala, biasanya tidak
diketahui oleh orang tua atau pemeriksaan klinis pertama pada rongga mulut anak.
Lesi ini hanya dapat diketahui setelah seluruh gigi dikeringkan dengan pus-pus.

Universitas Sumatera Utara

25

Gambar 2. Tahap pertama5

2. Tahap kedua
Tahap ini terjadi pada usia 1≤ 24 bulan. Dentin mengalami kerusakan apabila
lesi putih pada insisivus berkembang dengan cepat menyebabkan enamel rusak.
Dentin terpapar dan terlihat lunak berwarna kuning (Gambar 3). Pada molar sulung
maksila terjadi lesi insisal pada permukaan servikal, proksimal, dan oklusal. Pada
tahap ini anak mulai mengeluh adanya rasa ngilu saat tersentuh makanan atau
minuman yang dingin. Orang tua biasanya sudah memperhatikan perubahan warna
pada gigi anaknya.

Gambar 3. Tahap kedua5

Universitas Sumatera Utara

26

3. Tahap ketiga
Tahap ketiga terjadi pada anak usia 20-36 bulan. Lesi sudah pada salah satu
insisivus maksila dan pulpa sudah teriritasi (Gambar 4). Anak merasa sakit saat
mengunyah, saat gosok gigi, dan sakit spontan pada waktu malam. Pada tahap ini,
molar sulung maksila mengalami kerusakan pada enamel, dentin terpapar, dan terlihat
berwarna kuning.Gigi molar sulung mandibula dan kaninus sulung maksila terlihat
seperti kapur, lesi demineralisasi berwarna opak.

Gambar 4. Tahap ketiga5

4. Tahap keempat
Tahap ini terjadi pada anak usia 30-48 bulan. Mahkota gigi anterior maksila
fraktur sebagai akibat dari rusaknya enamel dan dentin (Gambar 5). Pada tahap ini
gigi insisivus sulung maksila biasanya sudah mengalami nekrosis dan molar satu
sulung maksila berada pada tahap ketiga. Molar kedua desidui dan kaninus desidui
maksila serta molar pertama desidui mandibula pada tahap kedua. Beberapa anak
akan menderita tetapi tidak dapat mengekspresikan rasa sakitnya, mereka juga susah
tidur dan menolak untuk makan.

Universitas Sumatera Utara

27

Gambar 5. Tahap keempat5

2.4 Saliva
Saliva menjadi salah satu komponen yang mempengaruhi proses terjadinya
karies karena saliva selalu membasahi gigi geligi sehingga mempengaruhi lingkungan
rongga mulut16. Saliva adalah suatu cairan yang tidak berwarna yang terdiri atas
campuran sekresi dari kelenjar saliva besar dan kecil yang ada pada mukosa oral.
Dalam tubuh manusia terdapat 2 jenis kelenjar liur, yaitu 3 pasang kelenjar saliva
mayor dan kelenjar saliva minor yang tersebar dibawah mukosa rongga mulut.
Kelenjar saliva mayor merupakan struktur berpasangan yang terdiri atas kelenjar
parotis, kelenjar submandibularis, dan kelenjar sublingualis. Kelenjar saliva minor
terdiri atas kelenjar labialis, kelenjar bukalis, kelenjar lingualis, kelenjar palatal.27, 28
Pembentukan kelenjar ludah dimulai pada awal kehidupan fetus (4–12
minggu) sebagai invaginasi epitel mulut yang akan berdiferensiasi ke dalam duktus
dan jaringan asinar.27 Saliva terdapat sebagai lapisan setebal 0,1-0,01 mm yang
melapisi seluruh jaringan rongga mulut. Kelenjar parotis mensekresikan 60-65%
saliva yang bersifat serous (dengan kandungan 99% air) yang mengandung banyak
komponen protein. Kelenjar submandibular mensekresikan 20-30% saliva yang
bersifat serous dan mukous (kental) dan kelenjar sublingualis yang ukurannya paling
kecil mensekresikan 2-5% saliva yang bersifat viscous dan kental.28

Universitas Sumatera Utara

28

2.4.1 Fungsi Saliva dan Komposisi Saliva
Pengecapan
Saliva pada awal dibentuk di dalam asini bersifat isotonik, akan tetapi seiring
berjalannya proses melalui saluran saliva, sifatnya berubah menjadi hipotonik.
Hipotonisitas saliva (kadar glukosa, sodium, klorida, dan urea yang rendah) dan
kemampuannya untuk melarutkan zat membuat bud bisa merasakan rasa yang berbeda.
Proteksi dan Lubrikasi
Saliva membentuk penutup seromukosal yang melumaskan dan melindungi
jaringan rongga mulut dari agen pengiritasi. Ini terjadi karena musin (protein dengan
karbohidrat tinggi) berperan sebagai pelumas. Secara selektif saliva juga dapat
memodulasi perlekatan mikroorganisme pada permukaan jaringan rongga mulut,
yang berperan dalam mengontrol kolonisasi bakteri dan jamur. Pengunyahan,
pengucapan, dan penelanan dibantu oleh efek lubrikasi dari protein.
Kapasitas Buffer
Saliva berperan sebagai buffer untuk melindungi mulut antara lain untuk
mencegah kolonisasi mikroorganisme patologis dan menetralisir asam yang
diproduksi mikroorganisme asidogenik sehingga mencegah demineralisasi enamel.
Sialin, peptida saliva, memiliki peranan penting dalam meningkatkan pH biofilm
setelah terpapar karbohidrat yang bisa terfermentasi. Urea adalah penyangga lain
yang terkandung dalam saliva, merupakan produk katabolisme asam amino dan
protein menyebabkan peningkatan pH yang cepat pada biofilm dengan menghasilkan
amonia dan karbondioksida ketika dihidrolisis oleh bakteri. Asam karbonat adalah
buffer yang paling penting pada saliva yang distimulasi, sedangkan pada saliva yang
tidak distimulasi berupa sistem buffer fosfat.
Keutuhan Enamel Gigi
Saliva memainkan peran penting dalam mempertahankan keutuhan fisik dan
kimiawi enamel gigi dengan memodulasi demineralisasi dan remineralisasi. Faktor
penting yang mengontrol stabilitas hidroksiapatit enamel adalah konsentrasi kalsium,
fosfat, dan fluoride pada pH saliva. Fosfat inorganik memiliki fungsi biologis

Universitas Sumatera Utara

29

mempertahankan struktur gigi. Fungsi lainnya adalah kapasitas buffer yang ditemui
pada saliva yang tidak distimulasi.
Kandungan fluor dalam saliva, walaupun dalam jumlah yang sedikit,
menentukan dalam stabilisasi mineral gigi. Kehadiran ion fluoride dalam fase cair
mengurangi kehilangan mineral selama pH biofilm menurun, ion ini juga mengurangi
larutnya

hidroksiapatit

gigi,

sehingga

membuat

makin

resisten

terhadap

demineralisasi. Fluoride juga bisa mengurangi produksi asam pada biofilm.
pH saliva normal 6-7 dan bervariasi tergantung laju alirannya, dari 5,3 (aliran
sedikit) sampai 7,8 (aliran tertinggi). Semakin tinggi aliran sekresi saliva yang
distimulasi, semakin tinggi konsentrasi ion bikarbonat, maka kekuatan buffer saliva
akan meningkat pesat.
Pencernaan
Saliva berperan dalam awal pencernaan pati, membantu dalam pembentukan
bolus makanan. Aksi ini terjadi karena adanya enzim pencernaan α-amylase (ptialin)
dalam komposisi saliva. Fungsi biologisnya adalah untuk mengubah pati menjadi
maltose, maltotriosa, dan dekstrin. Enzim ini dianggap sebagai indikator yang baik
dari fungsi kelenjar saliva, berperan 40% sampai 50% dari total protein dalam saliva
yang diproduksi kelenjar. Bagian terbesar dari enzim ini 80% disintesis di kelenjar
parotid dan sisanya di kelenjar submandibular.

2.4.2 Kapasitas Buffer dan Derajat Keasaman (pH) Saliva
Kapasitas buffer saliva merupakan faktor primer yang penting pada saliva
untuk mempertahankan pH saliva berada dalam interval normal sehingga
keseimbangan mulut terjaga.27 Keasaman saliva dapat diukur dengan satuan pH.
Skala pH berkisar 0-14 dengan perbandingan terbalik, dimana makin rendah nilai pH
makin banyak asam dalam larutan. Sebaliknya, meningkatnya nilai pH berarti
bertambahnya basa dalam larutan. Air ludah secara normal sedikit asam pHnya 6,5;
dapat berubah sedikit dengan perubahan kecepatan aliran dan perbedaan waktu.18
Titik kritis dari pH untuk kerusakan gigi adalah 5,5. pH saliva normal 6-7 dan
bervariasi tergantung laju alir, dari 5,3 (aliran sedikit) sampai 7,8 (aliran tertinggi).

Universitas Sumatera Utara

30

Semakin tinggi aliran sekresi saliva, semakin tinggi konsentrasi ion bikarbonat,
semakin tinggi juga pH akan meningkat, sehingga kekuatan buffer saliva akan
meningkat pesat.18
Pada subyek karies gigi, terutama pada lubang gigi banyak terdapat bakteri
yang mampu hidup dalam suasana asam (asidogenik) dan bakteri yang dapat
menghasilkan asam (asidurik), sehingga memiliki potensi pembentukan asam yang
lebih tinggi dari sisa-sisa makanan yang terdapat dalam lubang gigi, dan penurunan
pH yang lebih yang lebih terlihat pada intensitas karies yang lebih tinggi (Nolte,
1982; Ariesanti, 2004). Saliva mempunyai peran sebagai penyangga naik turunnya
derajat keasaman (pH), sehingga proses dekalsifikasi dapat dihambat (Amerongen et
al, 1992). Senyawa organik yang terkandung di dalam saliva yang mempengaruhi pH
terutama gugus bikarbonat, fosfat, asam karbonat, amonia, dan urea.29 Shena
Muchandi et al 2015, pH S-ECC (6,42±0,34) dan bebas karies 7,46±0,37). pH S-ECC
lebih rendah dibandingkan pH bebas karies.31 Menurut Amoregen (1991) pH saliva
normal berkisar antara 6,7-7,3. Derajat keasaman yang dibawah normal menyebabkan
adanya demineralisasi yang menyebabkan larutnya ion hidrogen yang merusak ion
hidroksiapatit enamel.30
Derajat keasaman saliva dapat berubah-ubah yang disebabkan oleh beberapa
hal, diantaranya adalah diet kaya karbohidrat akan menaikkan metabolisme dan
produksi asam oleh bakteri-bakteri mulut yang menurunkan kapasitas buffer.
Stimulus sekresi saliva, misalnya mengunyah permen karet dapat menaikkan
kapasitas buffer. Saliva berperan sebagai buffer untuk melindungi mulut antara lain
mencegah kolonisasi mikroorganisme patologis dan menetralisir asam yang
diproduksi mikroorganisme asidogenik sehingga mencegah demineralisasi enamel.
Komposisi saliva antara lain, sialin dan peptida, memiliki peranan penting dalam
meningkatkan pH biofilm setelah terpapar karbohidrat yang bisa terfermentasi.
Berkurangnya sekresi saliva dan kapasitas buffer juga dipengaruhi malnutrisi dan
berat badan lahir rendah yang termasuk kelahiran prematur yaitu predisposisi
tingginya level kolonisasi S. mutans.6,28

Universitas Sumatera Utara

31

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Febrina dkk yang menemukan
pemeriksaan kapasitas buffer saliva anak ECC terbanyak pada kategori sangat rendah
sebesar 62,43%, kategori rendah 32,98%, dan kategori tinggi 4,58%.17 Penelitian
lainnya yang dilakukan oleh Ali dan Gholamreza di Iran menunjukkan kapasitas
buffer saliva pada kelompok bebas karies secara signifikan lebih tinnggi dari
kelompok S-ECC (p=0,002).30

2.4.3 Laju Alir dan Volume Saliva
Laju alir saliva merupakan pengaturan fisiologis sekresi saliva. Pada keadaan
normal, laju alir saliva berkisar 0,05-1,8 ml/menit. Beberapa studi tentang laju alir
saliva yang tidak distimulasi pada individu sehat didapatkan rata-rata saliva sekitar
0,3ml/menit. Hasil dibawah 0.1 ml/menit dianggap sebagai hiposalivasi, dan hasil di
antara 0,1-0,25 ml/menit merupakan laju alir rendah.18
Laju alir yang meningkat akan menyebabkan konsentrasi fosfat, magnesium,
dan urea menurun. Laju alir saliva yang tinggi akan meningkatkan kemampuan
menetralkan asam yang dapat mencegah penurunan pH saliva dan mencegah
demineralisasi gigi. Kalsium dan fosfat memegang peranan penting dalam
mekanisme penolakan terhadap dekalsifikasi enamel gigi dalam lingkungan asam
(demineralisasi), sedangkan ion-ion lainnya memungkinkan terjadinya remineralisasi
pada permukaan gigi

yang terkikis. Keadaan individu yang menyebabkan

berkurangnya alir saliva mengakibatkan kerentanan gigi terhadap karies meningkat
terutama pada bayi ketika sedang tidur.6,28
Navazesh et. al menemukan bahwa laju alir saliva yang tidak distimulasi
memiliki kekuatan validitas prediksi yang sangat kuat untuk memperkirakan risiko
karies. Saliva yang tidak distimulasi mengandung sedikit ion bikarbonat, dengan ion
Ca2+ yang lebih sedikit dan ion HPO42- yang lebih banyak daripada di dalam plasma.
Stimulasi refleks aliran saliva yang terjadi saat pengunyahan atau ketika
mengonsumsi makanan asam dapat meningkatkan aliran saliva hingga lebih dari
sepuluh kali.26 Penelitian Vehkalahti et al (cit. Gopinath) yang menyatakan bahwa
rendahnya laju aliran saliva mempengaruhi peningkatan insiden karies.31 Pada

Universitas Sumatera Utara

32

penelitian lainnya yang dilakukan oleh El-kwatehy menunjukkan perbedaan yang
bermakna antara laju alir anak yang karies dan yang bebas karies dengan nilai
(p=0,000).32
Salah satu pengukuran volume saliva dapat dilakukan dengan tanpa stimulasi
(unstimulated whole saliva) yaitu jumlah saliva yang dihasilkan tanpa rangsangan
baik mekanis maupun kimiawi (seperti permen karet, paraffin, asam sitrun, dll) yang
diketahui dengan menampung saliva dalam pot saliva kemudian di hitung volumenya
dan dinyatakan dalam ml.28
Saliva berperan sebagai pembersih mekanis terhadap sisa-sisa di dalam mulut
seperti bakteri yang tidak melekat dan debris makanan. Laju alir saliva mengeliminasi
kelebihan karbohidrat yang akan mengurangi ketersediaan gula bagi mikroorganisme.
Semakin besar laju alir saliva, semakin besar kapasitas pelarut dan pembersihnya;
namun jika terjadi gangguan kesehatan yang mengurangi laju alir saliva, akan terjadi
penurunan kebersihan rongga mulut (self cleansing).18

Universitas Sumatera Utara

33

2.5 Kerangka Teori

Keadaan Gigi anak

Severely Early Childhood Caries
(S-ECC)

Bebas karies

Etiologi

Host

Gigi

pH

Bakteri

Substrat

Waktu

Saliva

Laju Alir

Volume

Kapasitas Buffer

Universitas Sumatera Utara

34

2.6 Kerangka Konsep

pH

Laju Alir
Karakteristik Saliva
Volume
S-ECC
Kapasitas Buffer

BEBAS
KARIES
Usia ≤ 24
bulan

Universitas Sumatera Utara