Hubungan Perilaku Diet Dengan Early Childhood Caries (Ecc) Pada Anak Usia 37-71 Bulan Di Kecamatan Medan Selayang

(1)

HUBUNGAN PERILAKU DIET DENGAN

EARLY

CHILDHOOD CARIES

(ECC) PADA ANAK

USIA 37-71 BULAN DI KECAMATAN

MEDAN SELAYANG

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh : REZI GUSTIADI

NIM: 090600117

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Tahun 2013

Rezi Gustiadi

Hubungan perilaku diet dengan Early Childhood Caries (ECC) pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Selayang.

xi + 44 halaman

Early Childhood Caries (ECC) merupakan penyakit multifaktorial yang salah satunya berkaitan erat dengan perilaku diet anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara perilaku diet dengan pengalaman ECC pada anak usia 37 – 71 bulan di Kecamatan Medan Selayang. Perilaku diet tersebut dibagi atas pola makan utama, pola makan selingan, pola minum minuman manis, dan pola minum susu. Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain cross sectional. Jumlah sampel adalah 105 sampel, dengan 13 data sekunder (penelitian Nantini) dan 92 data primer yang diambil dengan random purposive sampling. Semua makanan dan minuman yang dikonsumsi anak dalam waktu 24 jam dicatat selama 7 hari dalam lembar catatan diet anak. Indeks pengukuran karies yang digunakan adalah Indeks kriteria Miller (def-t). Uji analisis dilakukan dengan one way anova dan uji T tidak berpasangan dengan nilai kemaknaan p<0,05. Ada hubungan bermakna antara perilaku diet anak dengan pengalaman ECC (p=0,000). Secara rincian item, ada hubungan bermakna antara pola makan selingan (p=0,005), pola minum minuman manis (p=0,048), dan pola minum susu (p=0,000) dengan pengalaman ECC. Tidak


(3)

ada hubungan bermakna antara pola makan utama dengan pengalaman ECC (p=0,48) pada anak usia 37 – 71 bulan di Kecamatan Medan Selayang. Perilaku diet yang buruk akan meningkatkan risiko pengalaman ECC. Pencatatan diet dengan kartu catatan secara individu dapat memberikan evaluasi yang lebih terperinci mengenai perilaku diet seseorang.


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 19 April 2013

Pembimbing : Tanda tangan

Siti Salmiah, drg., Sp. KGA


(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 19 April 2013

TIM PENGUJI

KETUA : Essie Octiara, drg., Sp. KGA

ANGGOTA : 1. Ami Angela Harahap, drg., Sp. KGA., M. Sc


(6)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Ucapan terima kasih yang tiada henti penulis haturkan kepada Ayahanda Asril dan Ibunda Sarbaniah tercinta yang telah membesarkan, mendidik, membimbing, mendoakan serta memberikan dukungan moril maupun materil kepada penulis, juga kepada abang dan adik tersayang Arsil Syahreza dan Zulfahmi Yahya atas motivasi dan doanya selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapat bimbingan, dukungan, motivasi serta do’a dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Nazruddin, drg., C. Ort., Ph.D, Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Yati Roesnawi, drg., selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak (IKGA).

3. Siti Salmiah, drg., Sp. KGA selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang telah begitu banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, khususnya seluruh staff pengajar dan tenaga administrasi Departemen IKGA yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis.

5. Prof. Lina Natamiharja, drg., SKM selaku narasumber, atas keluangan waktu, bimbingan, arahan, serta kritik dan saran yang membangun dalam penulisan skripsi ini.

6. Simson Damanik, drg., M. Kes selaku dosen pembimbing akademik penulis, yang telah membina dan mengarahkan penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.


(7)

7. Teman – teman angkatan 2009, khususnya teman - teman seperjuangan di Departemen IKGA, Sarah, Dameria, Candramala, Putra, Ho Kin Kuan, Daramjit, Izwan, Yenny dan Ikrima.

8. Sahabat-sahabat terbaik penulis, Ridwan, Mike, Fitri, Asri, Tuti, Indah, Mai, Diny, Fauzi, Chris, Simon, Dedek, Lia, Alvin, teman – teman kos dan teman – teman persatuan alumni Agam Cendekia Medan (PACMED) yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas kekompakan dan persahabatan yang telah tercipta, semoga persahabatan kita tak lekang termakan waktu.

9. Keluarga besar K-Mus FKG USU, drg. Andryas, drg. Armia, drg. Hubban, Bang Yusuf, Bang Rudi, Bang Edi, Bang Yogi, Bang Fauzan, Bang Devi, Bang Hilman, Bang Aqwam, Ridho, Ryan, Roni dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas bantuan, motivasi dan kekeluargaan selama menjalani perkuliahan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa penulis masih dalam proses pembelajaran sehingga skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan untuk kedepannya. Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat dan diridhoi oleh Allah SWT.

Medan, 19 April 2013 Penulis,

(Rezi Gustiadi) NIM : 090600117


(8)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR………. x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Hipotesis Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi ECC ... 6

2.1.1 Host... ... 7

2.1.2 Mikroorganisme... ... 7

2.1.3 Waktu... ... 8

2.1.4 Substrat... ... 8

2.2 Perilaku Diet... .... 9

2.2.1 Jenis Konsumsi ... 9

2.2.2 Frekuensi Konsumsi ... 11

2.2.3 Bentuk Fisik ... 12

2.2.4 Durasi Konsumsi ... 12

2.2.5 Cara Konsumsi ... 13

2.3 Kerangka Teori ... 15


(9)

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ... 17

3.2 Tempat dan WaktuPenelitian ... 17

3.3 Populasi dan Sampel ... 17

3.4 Variabel – Variabel Penelitian ... 19

3.5 Definisi Operasional ... 19

3.6 Cara Pengambilan Data ... 24

3.7 Pengolahan dan Analisis Data ... 25

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Responden Anak ... 26

4.2 Analisis Statistik Hubungan Pola Makan Utama dengan Pengalaman ECC ... 26

4.3 Analisis Statistik Hubungan Pola Makan Selingan dengan Pengalaman ECC ... 28

4.4 Analisis Statistik Hubungan Pola Minum Minuman Manis dengan Pengalaman ECC ... 30

4.5 Analisis Statistik Hubungan Pola Minum Susu dengan Pengalaman ECC ... 32

4.6 Analisis Statistik Hubungan Perilaku Diet dengan Pengalaman ECC ... 34

BAB 5 PEMBAHASAN ... 35

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jenis karbohidrat berdasarkan tingkat kariogeniknya ... 10

2. Jenis makanan berdasarkan tingkat kariogeniknya ... 11

3. Definisi operasional perilaku diet pola makan utama ... 20

4. Definisi operasional perilaku diet pola makan selingan ... 21

5. Definisi operasional perilaku diet pola minum minuman manis ... 22

6. Definisi operasional perilaku diet pola minum susu ... 23

7. Nilai pola diet anak ... 24

8. Karakteristik responden anak ... 26

9. Hasil analisis statistik hubungan variabel pola makan utama dengan pengalaman ECC ... 27

10. Hasil analisis statistik hubungan pola makan utama dengan pengalaman ECC ... 27

11. Hasil analisis statistik hubungan variabel pola makan selingan dengan pengalaman ECC ... 29

12. Hasil analisis statistik hubungan pola makan selingan dengan pengalaman ECC ... 30

13. Hasil analisis statistik hubungan variabel pola minum minuman manis dengan pengalaman ECC ... 31

14. Hasil analisis statistik hubungan pola minum minuman manis dengan pengalaman ECC ... 32

15. Hasil analisis statistik hubungan variabel pola minum susu dengan pengalaman ECC ... 33


(11)

16. Hasil analisis statistik hubungan pola minum susu dengan

pengalaman ECC ... 34 17. Hasil analisis statistik hubungan perilaku diet dengan


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Surat persetujuan Komisi Etik 2. Surat izin penelitian

3. Lembar penjelasan kepada subjek penelitian

4. Lembar persetujuan setelah penjelasan (informed consent) 5. Buku lembar pencatatan diet anak

6. Lembar penilaian perilaku diet anak 7. Lembar pemeriksaan pengalaman karies

8. Jenis makanan selingan kariogenik beserta bentuknya 9. Jadwal pelaksanaan penelitian

9. Data hasil penelitian 10. Hasil uji statistik


(14)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Tahun 2013

Rezi Gustiadi

Hubungan perilaku diet dengan Early Childhood Caries (ECC) pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Selayang.

xi + 44 halaman

Early Childhood Caries (ECC) merupakan penyakit multifaktorial yang salah satunya berkaitan erat dengan perilaku diet anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara perilaku diet dengan pengalaman ECC pada anak usia 37 – 71 bulan di Kecamatan Medan Selayang. Perilaku diet tersebut dibagi atas pola makan utama, pola makan selingan, pola minum minuman manis, dan pola minum susu. Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain cross sectional. Jumlah sampel adalah 105 sampel, dengan 13 data sekunder (penelitian Nantini) dan 92 data primer yang diambil dengan random purposive sampling. Semua makanan dan minuman yang dikonsumsi anak dalam waktu 24 jam dicatat selama 7 hari dalam lembar catatan diet anak. Indeks pengukuran karies yang digunakan adalah Indeks kriteria Miller (def-t). Uji analisis dilakukan dengan one way anova dan uji T tidak berpasangan dengan nilai kemaknaan p<0,05. Ada hubungan bermakna antara perilaku diet anak dengan pengalaman ECC (p=0,000). Secara rincian item, ada hubungan bermakna antara pola makan selingan (p=0,005), pola minum minuman manis (p=0,048), dan pola minum susu (p=0,000) dengan pengalaman ECC. Tidak


(15)

ada hubungan bermakna antara pola makan utama dengan pengalaman ECC (p=0,48) pada anak usia 37 – 71 bulan di Kecamatan Medan Selayang. Perilaku diet yang buruk akan meningkatkan risiko pengalaman ECC. Pencatatan diet dengan kartu catatan secara individu dapat memberikan evaluasi yang lebih terperinci mengenai perilaku diet seseorang.


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perhatian terhadap kesehatan gigi dan mulut anak usia prasekolah perlu mendapat prioritas, karena gigi desidui yang rusak dan tidak dirawat akan menyebabkan rasa sakit, gangguan pengunyahan dan selanjutnya dapat terjadi kehilangan gigi desidui sebelum waktunya yang mengakibatkan gangguan perkembangan oklusi gigi.1 Perhatian terhadap gigi desidui masih kurang karena masih banyak masyarakat berpendapat bahwa gigi desidui tidak perlu dirawat sebab akan diganti oleh gigi permanen.

American Academic of Paediatric Dentistry (AAPD) mendefinisikan Early Childhood Caries (ECC) sebagai terdapatnya kerusakan yang terjadi pada satu atau lebih gigi yang dapat berupa lesi kavitas atau nonkavitas, gigi dengan indikasi pencabutan karena karies, adanya tambalan pada permukaan gigi anak usia prasekolah yaitu dibawah 71 bulan. Terjadinya karies permukaan halus pada anak usia < 3 tahun menunjukkan suatu bentuk Sereve Early Childhood Caries (S−ECC). Pada anak usia 3 sampai 5 tahun, apabila dijumpai satu atau lebih kavitas, kehilangan gigi akibat karies, atau terdapatnya tambalan pada gigi anterior maksila dimana skornya ≥ 4 (untuk 3 tahun), ≥ 5 (untuk 4 tahun), dan ≥ 6 (untuk 5 tahun) juga menunjukkan S-ECC.

2

Studi tentang epidemiologi ECC menunjukkan bahwa prevalensi ECC berbeda-beda di setiap populasi. ECC dapat terjadi pada anak tanpa memperhatikan ras, etnik atau budaya. Prevalensi ECC pada 1230 anak usia 3− 5 tahun di 37 Head Start Programs di negara Arkansas, Lousiana, New Mexico, Oklahoma dan Texas didapat sebesar 18,5% untuk usia 3 tahun; 22,4% anak usia 4 tahun; dan 27,9% anak usia 5 tahun.

3

5

Di negara maju seperti Amerika Serikat, dilaporkan bahwa prevalensi ECC pada anak usia prasekolah sebesar 3−45% sedangkan pada populasi


(17)

sosioekonomi rendah Amerika Serikat ditemukan ECC pada bayi dan anak usia prasekolah sebesar 70−90%.

Beberapa penelitian tentang ECC telah dilakukan di Indonesia. Community Data Oral Epidemiology menyatakan anak − anak TK di Indonesia mempunyai risiko karies besar karena anak di perdesaan usia 4 hingga 5 tahun yang terkena karies sebanyak 95,9% dengan nilai def−t 7,98, sedangkan di perkotaan 90,5% dengan nilai def−t 7,92.

6

7

Febriana dkk dalam penelitiannya melaporkan bahwa prevalensi ECC pada anak umur 0 sampai 3 tahun di DKI Jakarta ialah 52,7% dengan rerata def− t 2,85.8 Penelitian yang dilakukan oleh Eka Chemiawan, Eriska Riyanti, Siti Nur Tjahyaningrum pada anak usia 15−60 bulan di Posyandu Desa Cileunyi Wetan Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung, menunjukkan bahwa 180 anak (56,78%) dari 317 anak mengalami nursing mouth caries.

Pendapat terdahulu mengatakan bahwa pemberian susu botol yang inadekuat dianggap sebagai penyebab yang paling berperan untuk terjadinya ECC, tetapi kenyataannya ECC tidak terjadi pada semua anak yang minum susu dengan menggunakan botol.

9

1,6

Timbulnya ECC melalui proses yang sangat kompleks, salah satunya berkaitan erat dengan perilaku diet pada anak yang sering menjadi perhatian karena anak pada umumnya menyukai makanan manis dan dalam menjaga kebersihan mulut mereka masih belum kooperatif.2,4 Feldens dkk melaporkan adanya hubungan perilaku diet dengan frekuensi makan anak yang lebih dari 8 kali sehari terhadap kejadian S−ECC.12 Penelitian Vipeholm menyimpulkan bahwa konsumsi makanan dan minuman yang mengandung gula diantara jam makan berhubungan dengan peningkatan karies yang besar.21 Penelitian Kris Paulus di Taman Kanak − Kanak Aisyiyah Gentungan kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa pada April 2009 sampai Juni 2009 dengan jumlah sampel 30 orang menunjukkan hasil anak dengan frekuensi minum susu diatas 3 kali sehari paling banyak terserang karies yaitu 16 orang (53,45%), frekuensi 2−3 kali sehari masing − masing sebanyak 7 orang (23,3%), dan 1 kali sehari tidak ada yang terserang karies.

Penelitian Nantini Devi pada bulan Mei – Juli 2012 pada 160 siswa Playgroup

dan TK Bunaya serta Playgroup dan TK Holykids Kecamatan Medan Selayang Kota 13


(18)

Medan menunjukkan bahwa prevalensi ECC anak usia 37−71 bulan adalah 86,3%. Tingginya prevalensi tersebut serta dampaknya yang besar pada anak, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berhubungan dengan salah satu faktor risiko karies yaitu perilaku diet anak sehari – hari. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari skripsi Nantini Devi mengenai hubungan antara sosial ekonomi orangtua, perilaku diet, perilaku membersihkan gigi, dan indeks kebersihan rongga mulut pada anak dengan ECC yang belum dipublikasikan di jurnal. Penelitian tersebut menggunakan kuesioner dengan bentuk pertanyaan tertutup, berbeda dengan penelitian ini yang menggunakan buku catatan perilaku diet anak dengan mencatat seluruh makanan dan minuman yang dikonsumsi anak dalam 24 jam selama 7 hari. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder rerata deft siswa di Taman Kanak – Kanak dan playgroup tersebut.

1.2 Rumusan Masalah Rumusan Masalah Umum :

Apakah ada hubungan antara perilaku diet dengan pengalaman ECC pada anak usia 37–71 bulan di Kecamatan Medan Selayang.

Rumusan Masalah Khusus :

1. Apakah ada hubungan antara pola makan utama dengan pengalaman ECC pada anak usia 37–71 bulan di Kecamatan Medan Selayang.

2. Apakah ada hubungan antara pola makan selingan dengan pengalaman ECC pada anak usia 37–71 bulan di Kecamatan Medan Selayang.

3. Apakah ada hubungan antara pola minum minuman manis dengan pengalaman ECC pada anak usia 37–71 bulan di Kecamatan Medan Selayang.

4. Apakah ada hubungan antara pola minum susu dengan pengalaman ECC pada anak usia 37–71 bulan di Kecamatan Medan Selayang.


(19)

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian Umum :

Menganalisis hubungan antara perilaku diet dengan pengalaman ECC pada anak usia 37–71 bulan di Kecamatan Medan Selayang.

Tujuan Penelitian Khusus :

1. Menganalisis hubungan antara pola makan utama dengan pengalaman ECC pada anak usia 37–71 bulan di Kecamatan Medan Selayang.

2. Menganalisis hubungan antara pola makan selingan dengan pengalaman ECC pada anak usia 37–71 bulan di Kecamatan Medan Selayang.

3. Menganalisis hubungan antara pola minum minuman manis dengan pengalaman ECC pada anak usia 37–71 bulan di Kecamatan Medan Selayang.

4. Menganalisis hubungan antara pola minum susu dengan pengalaman ECC pada anak usia 37–71 bulan di Kecamatan Medan Selayang.

1.4 Hipotesa Penelitian Hipotesa Penelitian Umum :

Ada hubungan antara perilaku diet dengan pengalaman ECC pada anak usia 37–71 bulan di Kecamatan Medan Selayang.

Hipotesa Penelitian Khusus :

1. Ada hubungan antara pola makan utama dengan pengalaman ECC pada anak usia 37–71 bulan di Kecamatan Medan Selayang.

2. Ada hubungan antara pola makan selingan dengan pengalaman ECC pada anak usia 37–71 bulan di Kecamatan Medan Selayang.

3. Ada hubungan antara pola minum minuman manis dengan pengalaman ECC pada anak usia 37–71 bulan di Kecamatan Medan Selayang.

4. Ada hubungan antara pola minum susu dengan pengalaman ECC pada anak usia 37–71 bulan di Kecamatan Medan Selayang.


(20)

Manfaat Teoritis :

1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan untuk mengadakan penelitian-penelitian selanjutnya.

2. Menambah wawasan dan pengetahuan serta memberikan pengalaman langsung bagi peneliti dalam melakukan penelitian dan penulisan karya ilmiah.

Manfaat Praktis :

1. Memberikan informasi kepada orang tua mengenai hubungan pola makan dengan terjadinya ECC pada anak.

2. Memberikan motivasi kepada orang tua untuk memperhatikan perilaku diet anak dan menjaga kebersihan rongga mulut anak sejak dini.

3. Hasil penelitian dapat digunakan untuk melakukan penyuluhan mengenai perilaku diet yang baik pada anak juga sebagai penyuluhan pencegahan terjadinya karies pada anak.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Early Childhood Caries (ECC) merupakan gabungan suatu penyakit dan kebiasaan yang umum terjadi pada anak dan sulit dikendalikan.1 Istilah ini menggantikan istilah karies botol atau baby bottle tooth decay yang digunakan sebelumnya untuk menjelaskan suatu bentuk karies rampan pada gigi desidui yang disebabkan oleh penggunaan susu botol yang mengandung gula untuk menenangkan bayi sebelum tidur.14 Secara menyeluruh, ECC ialah suatu istilah luas yang digunakan untuk mendeskripsikan semua karies pada gigi desidui, termasuk lesi yang atau tidak berkavitas yang menunjukkan sifat multifaktorial penyakit ini.

ECC umumnya memiliki suatu pola khusus dari karies yang dimulai dari gigi insisivus maksila desidui pada anak dan seringkali berkembang hingga melibatkan molar desidui. Gigi insisivus maksila adalah yang paling rentan dan paling parah, karena gigi ini yang pertama erupsi dan paling lama terpapar dengan cairan kariogenik, sementara insisivus mandibula dilindungi oleh lidah ketika anak menyusui. Selain itu insisivus mandibula juga mendapat perlindungan dari aliran saliva yang berasal dari kelenjar submandibula dan sublingual.

15

17,24

2.1 Etiologi ECC

Etiologi ECC sama dengan karies pada umumnya yaitu multifaktorial, yang terjadi akibat interaksi faktor yang mempengaruhi aktivitas karies yaitu mikroorganisme, substrat, host (gigi dan saliva), dan waktu. Kondisi setiap faktor tersebut harus bekerja secara simultan untuk terjadinya karies yaitu host yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu yang lama. Faktor

− faktor tersebut digambarkan sebagai empat lingkaran yang salih tumpang tindih (Gambar 1).1,16


(22)

Gambar 1. Skema yang menunjukkan karies sebagai penyakit multifaktorial16

2.1.1 Host

Terjadinya karies gigi dipengaruhi oleh host yang rentan. Lapisan keras gigi terdiri dari enamel (lapisan paling luar) dan dentin. Proses karies dimulai dari lapisan luar, oleh karena itu enamel sangat menentukan terjadinya karies. Karies pada gigi desidui lebih cepat dibandingkan gigi permanen, hal ini terjadi karena gigi desidui mengandung lebih banyak bahan organik dan air, sedangkan jumlah mineral lebih sedikit dibandingkan gigi permanen dan ketebalan enamel gigi desidui hanya setengah dari gigi permanen. Selain itu, susunan kristal-kristal gigi desidui tidak sepadat gigi permanen, padahal susunan kristal ini turut menentukan resistensi enamel terhadap karies, sehingga dapat dikatakan gigi desidui lebih rentan terhadap karies dibanding gigi permanen.

Karena kerentanan gigi terhadap karies banyak bergantung kepada lingkungannya, maka peran saliva sangat besar sekali.

17,18

Saliva merupakan sistem pertahanan utama dari host terhadap karies. Saliva dapat menyingkirkan makanan dan bakteri dan menyediakan sistem buffer terhadap asam yang dihasilkan. Saliva juga berfungsi sebagai reservoir mineral untuk kalsium dan fosfat yang diperlukan untuk remineralisasi enamel gigi.1

2.1.2

Bakteri yang selalu dikaitan dengan ECC ialah Streptococcus mutans. Pada anak yang mengalami ECC, level Streptococcus mutansnya melebihi 30% flora pada


(23)

plak, sedangkan anak dengan aktivitas karies yang rendah level Streptococcus mutans hanya sekitar 0,1%. Secara metabolik, bakteri ini mampu memproduksi asam dengan kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan kemampuan lingkungan biofilm dibawah nilai pH kritis sehingga menghasilkan kerusakan enamel gigi.1,6,19

Streptococcus mutans mendiami kavitas oral setelah erupsi gigi pertama. Transmisi bakteri ini pada anak dapat terjadi secara vertikal, secara langsung dari ibu atau pengasuh ke anak.6

2.1.3

Bakteri dalam plak memanfaatkan substrat untuk menghasilkan zat asam yang terus diproduksi selama mengonsumsi makanan kariogenik. Asam ini akan menyerang permukaan enamel selama 20 menit, hal ini umumnya disebut acid attack. Acid attack yang berulang dan berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan enamel secara terus menerus hingga membentuk sebuah kavitas.

Waktu

19

Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan.27

2.1.4 Substrat

Substrat adalah campuran makanan halus dan minuman yang dikonsumsi sehari-hari dan menempel pada gigi. Seringnya mengonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi. 5 Gula adalah zat yang paling mudah berdifusi ke dalam lapisan plak yang terdapat pada permukaan gigi. Bakteri dalam plak, terutama Streptococcus mutans

memanfaatkan nutrien ini untuk menghasilkan asam yang terus diproduksi selama memakan makanan kariogenik. Asam yang terbentuk akan menyebabkan penurunan pH. Jika pH turun dibawah 5,5 , maka hal ini dapat menyebabkan demineralisasi enamel. Meningkatnya konsumsi makanan kariogenik dapat menyebabkan kerusakan enamel yang berlanjut menghasilkan karies.10 Plak dan asam yang dihasilkan oleh bakteri di dalamnya juga berimplikasi terhadap penyakit periodontal.19


(24)

2.2 Perilaku diet

Diet merupakan makanan/minuman yang dikonsumsi setiap hari. Anak-anak cenderung lebih menyukai makanan manis-manis dan lengket yang bisa menyebabkan terjadinya karies gigi, terutama di lingkungan sekolah yang makanan dan minuman kariogeniknya bervariasi.10 Perilaku diet yang dikonsumsi sangat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu proses perkembangbiakan mikroorganisme di dalam mulut. Perilaku diet yang menyebabkan karies dikarenakan beberapa faktor yang salah dalam aplikasinya. Faktor tersebut adalah jenis makanan/ minuman yang dikonsumsi, waktu, durasi , frekuensi, bentuk makanan yang dikonsumsi serta cara mengonsumsinya.

Analisa diet dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat faktor risiko seseorang terhadap pengalaman karies. Terdapat dua teknik utama dalam mengevaluasi diet yang dikonsumsi. Pertama dengan mencatat konsumsi makanan dalam dua puluh empat jam mendatang. Teknik ini biasa disebut ‘sistem pengamatan 24 jam’. Metode lainnya adalah dengan memperoleh cacatan diet 3-7 hari. Semua makanan atau minuman yang dikonsumsi selama itu dicatat oleh pasien. Dokter gigi harus memberikan instruksi yang jelas agar pasien mengerti dengan pasti cara mengisi lembar dietnya. Beberapa informasi yang harus tertera dalam pencatatan diet adalah Jenis makanan, lama konsumsi, jumlah, waktu konsumsi dan cara konsumsi. Setelah diisi kemudian dokter akan melakukan analisis dan memberikan anjuran diet pada pasien. Sistem pencatatan diet ini tidak terlepas dari kerjasama dan kejujuran pasien.

27

16,20

2.2.1 Jenis konsumsi

Makanan yang mengandung karbohidrat merupakan makanan yang kariogen, namun tidak semua karbohidrat bersifat kariogen. Jumlah dan tipe karbohidrat dalam suatu makanan merupakan faktor yang menentukan efek makanan tersebut terhadap kesehatan gigi (Tabel 1).19


(25)

Tabel 1. Jenis karbohidrat berdasarkan tingkat kariogeniknya Jenis gula

19

Kariogenitas

Sukrosa Tinggi

Laktosa Sedang

Glukosa Sedang

Maltosa Sedang-rendah

Fruktosa Sedang

Sorbitol Rendah

Mannitol Rendah

Xylitol Rendah

Pati Rendah

Simple carbohydrate, yang sering disebut fermentasi karbohidrat, lebih kariogenik dari pada karbohidrat kompleks. Sukrosa merupakan fermentasi karbohidrat yang paling kariogen. Walaupun gula lainnya tetap berbahaya, sukrosa merupakan gula yang paling banyak di konsumsi, sehingga merupakan penyebab karies yang utama. Sukrosa juga merupakan jenis karbohidrat yang merupakan media untuk pertumbuhan dan meningkatkan koloni bakteri Streptococcus mutans. Kandungan sukrosa dalam makanan seperti permen coklat dan makanan manis merupakan faktor pertumbuhan bakteri yang pada akhirnya akan meningkatkan proses terjadinya karies gigi.1 Karbohidrat kompleks, dalam bentuk zat pati di dalam buah dan sayuran, memiliki tingkat kariogenitas yang rendah. Hal ini disebabkan karena zat pati terlebih dahulu diuraikan menjadi gula monosakarida sebelum ia bisa dimanfaatkan oleh plak.

Beberapa penelitian menyatakan protein dan lemak hanya sedikit atau tidak sama sekali menyebabkan kerusakan pada gigi.

10,19

19

Makanan yang mengandung protein yang tinggi seperti daging dan kacang-kacangan akan diubah menjadi zat yang bersifat alkali (basa) oleh bakteri dalam mulut, sehingga dapat menghambat terjadinya karies gigi.

Makanan yang paling tinggi menyebabkan kerusakan merupakan makanan yang kariogenik tinggi. Makanan yang tidak menyebabkan kerusakan gigi disebut makanan nonkariogenik.

10


(26)

di New York mengkategorikan makanan berdasarkan tingkat kariogeniknya (Tabel 2).19

Tabel 2. Jenis makanan berdasarkan tingkat kariogeniknya19

Potensi Jenis Makanan

Tinggi Buah yang dikeringkan, permen, coklat, sereal, kue, biskuit, donat, cupcake, dan bahan pemanis

tambahan.

Sedang Jus buah, sirup, manisan, buah kalengan, minuman ringan, roti dan potato chips.

Rendah Sayur, susu, kacang, jagung dan yoghurt. Tidak berpotensi Daging, ikan, lemak dan minyak Mampu menghambat karies Keju dan golongan xylitol

2.2.2 Frekuensi konsumsi

Konsumsi makanan dan minuman yang mengandung gula diantara jam makan berhubungan dengan peningkatan karies yang besar. Sesuai dengan penjelasan pada kurva Stephan bahwa konsumsi sukrosa akan meningkatkan aktivitas bakteri untuk memproduksi asam dan menurunkan pH rongga mulut dalam waktu 20 sampai 30 menit. Frekuensi konsumsi makanan dan minuman yang terlalu sering dapat menyebabkan buffer saliva tidak mempunyai kesempatan untuk menetralisir pH asam di rongga mulut sehingga proses demineralisasi menjadi dominan.

Penelitian Graff menyatakan bahwa dibutuhkan waktu tiga jam jeda antara waktu makan untuk menormalkan pH setelah terpapar dengan makanan kariogenik.

19,21

21

Jika anak hanya makan tiga kali sehari, tanpa ‘ngemil’ diantara jam makan kecuali air, gigi hanya terpapar asam tiga kali dua puluh menit dalam sehari. Akan tetapi, kebanyakan orang, terutama anak-anak, ngemil diantara jam makan, dan kebanyakan

snack yang dimakan merupakan kariogenik sehingga zat asam yang dihasilkan bertambah. Acid attack yang terus berulang ini dapat menyebabkan kerusakan pada enamel,19 yang merupakan tahap pertama dalam inisiasi karies gigi. Semakin sering terjadi perubahan pH, maka semakin cepat pula proses karies terjadi.23


(27)

2.2.3 Bentuk fisik

Bentuk fisik suatu makanan merupakan hal yang sangat penting dalam menginisiasi kerusakan gigi, tergantung pada jumlah waktu kontaknya makanan tersebut dengan permukaan gigi. Tingkat retensi makanan menggambarkan keadaan lengketnya suatu makanan. Hal ini menentukan seberapa lama makanan tersebut dapat dibersihkan di rongga mulut yang biasa disebut oral clearance time.21

Makanan dalam bentuk cair memiliki oral clearance time tercepat dan

paling tidak berbahaya meskipun makanan ini mengandung persentase sukrosa yang tinggi. Makanan kering atau padat yang mengandung karbohidrat yang cenderung lengket ke gigi mungkin sangat kariogenik. Karena perlahan larut di dalam mulut, maka hal ini dapat menyebabkan Acid attack yang berkepanjangan.19 Makanan yang kasar dan berserat menyebabkan makanan lebih lama dikunyah. Gerakan mengunyah sangat menguntungkan bagi kesehatan gigi dan gingiva. Mengunyah akan merangsang pengaliran air liur yang membersihkan gigi dan mengencerkan serta menetralisasi zat-zat asam yang ada. Makanan berserat menimbulkan efek seperti sikat dan tidak melekat pada gigi.1

Makanan yang paling kariogenik adalah makanan yang mengandung gula dan dalam bentuk paling retentif dengan gigi. Vipeholm melakukan penelitian tentang kejadian karies pada pasien yang memakan roti mengandung sukrosa dan pada pasien yang meminum kopi dan teh yang kadar sukrosanya lebih tinggi. Pasien yang memakan roti memiliki kerusakan gigi empat kali lebih besar dari pada pasien yang meminum teh dan kopi. Ia juga menyatakan bahwa pasien yang memakan roti yang ditaburi gula saat makan memiliki kerusakan gigi dua kali lebih besar dari pada pasien yang menambahkan gula dalam bentuk cair.21

2.2.4 Durasi konsumsi

Lamanya konsumsi makanan dan minuman terutama jenis kariogenik perlu diperhatikan. Selama makanan atau minuman berada di rongga mulut, gigi akan terpapar zat asam dengan pH kritis. Kontak yang lama antara permukaan gigi dengan makanan/ minuman yang mengandung gula akan menyebabkan gigi terpapar zat


(28)

asam lebih lama dan memberikan peluang lebih besar dalam proses perusakan enamel.26

Durasi makanan dan minuman di rongga mulut dapat dipengaruhi oleh bentuk fisik makanan dan cara konsumsi makanan/ minuman. Makanan dalam bentuk cair memiliki durasi yang singkat di dalam rongga mulut, sehingga waktu kontak makanan dengan permukaan gigi tidak lama. Durasi konsumsi minuman yang mengandung gula akan lebih lama pada anak yang mengkonsumsi dengan botol daripada konsumsi dengan gelas.

22

2.2.5 Cara konsumsi

Perpindahan konsumsi susu dari ASI menuju botol (dengan susu formula) sering menimbulkan kendala tersendiri, karena anak enggan minum dengan susu botol. Salah satu trik orang tua adalah dengan menambahkan gula ke dalam susu formula sebagai pengganti rasa manis laktosa yang terdapat dalam ASI dan susu sapi. Dengan menambahkan gula, batita jadi mau meminum susu botolnya, namun hal ini sangat perlu diwaspadai karena pemberian gula pasir untuk seterusnya sangat mempengaruhi timbulnya kerusakan pada gigi. Kontak yang berkepanjangan antara permukaan gigi dengan cairan yang mengandung gula akan menimbulkan pola khas dari karies gigi, terutama pada gigi insisivus.

Memberikan susu botol untuk membuat anak tidur merupakan kebiasaan yang sulit dihentikan. Selama menyusui, dot terletak di bagian palatal sehingga susu atau minuman manis lainnya tergenang pada gigi atas yang dapat menyebabkan mikroorganisme dalam mulut menghasilkan asam disekeliling gigi. Karena aliran dan kapasitas netralisasi saliva yang berkurang saat tidur, maka demineralisasi menjadi proses yang dominan.

7

7,22,24

Menggunakan botol merupakan predisposisi terhadap S-ECC karena dot yang menghambat akses saliva untuk gigi desidui maksila. Disisi lain, gigi insisivus mandibula dekat dengan kelenjar saliva utama dan terlindungi oleh permukaan lidah bagian depan. Hal ini menjadikan pola karies botol yang khas karena gigi insisivus mandibula yang relatif imun terhadap karies.3 Anak yang menggunakan botol mengalami kerusakan pada gigi anterior dibandingkan dengan


(29)

anak yang tidak menggunakan botol. Pola karies di bagian anterior ini juga lebih tinggi pada anak yang menggunakan botol saat akan tidur atau sepanjang hari dibandingkan dengan anak yang tidak memakai botol. American Academic of Pediatric Dentistry tidak merekomendasikan penggunaan dot (pacifier). Beberapa penelitian juga menyatakan bahwa penggunaan dot adalah faktor risiko untuk otitis media pada anak-anak.22

Cara makan pada batita berkaitan dengan pola karies dan keparahannya dan juga bergantung dengan durasi.

22

Banyak orang tua yang mengeluhkan adanya kebiasaan makan anaknya yang tidak berkenan baginya seperti mengemut makanan. Mengemut makanan diartikan sebagai cara makan dengan proses yang lama di luar kewajaran serta mempertahankan makanan di dalam mulutnya tanpa dikunyah dan ditelan. Faktor kemudahan terutama akibat kesibukan di kota besar membuat anak mendapatkan makanan instan yang biasanya lebih memperhatikan kandungan asupan dibandingkan konsistensi dan tekstur dari makanan itu sendiri. Selain itu makanan olahan yang beredar di masyarakat yang merupakan makanan hasil olahan seperti nugget, burger, ayam goreng siap saji, mempunyai rasa yang gurih akan tetapi lunak. Lunaknya makanan akan membuat anak tidak melatih rahangnya untuk mengunyah, sehingga dalam jangka waktu 1 sampai 2 tahun (sekitar anak berusia 3 tahun) kemampuan ototnya untuk menggerakan rahang menjadi lemah dan anak memilih untuk menyimpan makanannya di dalam mulut. Kebiasaan makan sambil bermain atau sambil menonton film kartun kesukaan anak, membuat anak tidak fokus terhadap apa yang seharusnya dia lakukan saat makanan. Semakin lama karbohidrat disimpan di dalam mulut, maka akan menyebabkan gigi terpapar zat asam lebih lama dan memberikan peluang lebih besar dalam proses perusakan enamel dibandingkan makanan yang langsung larut.26


(30)

2.3 Kerangka Teori

Etiologi Early Childhood Caries (ECC)

Host Mikrooganisme Substrat Waktu

Pencegahan

Anjuran dan Analisis Diet Perilaku Diet Anak :

• Pola makan utama

• Pola makan selingan

• Pola minum minuman manis


(31)

2.4 Kerangka Konsep

Analisis Perilaku Diet Perilaku Diet Anak:

• Pola makan utama

• Pola makan selingan

• Pola minum minuman manis

• Pola minum susu

Pengalaman

Early Childhood Caries


(32)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan yaitu penelitian analitik observasi dengan rancangan penelitian cross-sectional.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian a. Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di playgroup dan TK Bunaya, playgroup dan TK Holykids dan tiap kelurahan di Kecamatan Medan Selayang.

b. Waktu penelitian

Waktu penelitian berlangsung selama 9 bulan, dimulai pengajuan proposal bulan Juli hingga penyusunan laporan bulan Maret 2013. Pengajuan judul selama 2 bulan, pembuatan proposal penelitian selama 3 bulan, pengumpulan data 2 bulan, pengolahan data, analisis data dan penyusunan laporan penelitian selama 2 bulan.

3.3 Populasi dan Sampel a. Populasi

Populasi pada penelitian adalah anak berusia 37-71 di Kecamatan Medan Selayang.

b. Sampel

Jumlah sampel diperoleh dengan menggunakan rumus penaksiran proporsi populasi dengan standard deviasi dan presisi mutlak.

n = Z1-α2 / 2Sd d

2


(33)

n = 1,962 / 2 (12 10

)

n =

2

100 3,84/4

n = 0,96(100) n = 96 orang

Keterangan:

Sd = standard deviasi pada penelitian oleh Abdullah S. Almushayt dkk Z = skor ditentukan derajat kepercayaan 95%=1,96

d = presisi mutlak n = jumlah sampel

Minimal jumlah sampel diperoleh sebanyak 96 orang. Penambahan 10% dari besar sampel dilakukan untuk mengantisipasi apabila terjadinya Drop Out sehingga jumlah sampel keseluruhan adalah 105 orang. Teknik pengambilan sampel dengan

random purposive sampling yaitu dengan dasar suatu pertimbangan tertentu dan dibuat oleh peneliti sendiri berdasarkan ciri atau sifat yang telah diketahui sebelumnya. Hasil evaluasi data dari penelitian sebelumnya didapat data usia anak 37-71 bulan hanya berjumlah 49 anak, sehingga sampel baru yang dibutuhkan 56 anak lagi, yang akan diambil dari TK dan Playgroup tersebut serta di tiap kelurahan di Kecamatan Medan Selayang.

Kriteria inklusi :

a. Anak berusia 37 – 71 bulan b. Dalam periode gigi desidui c. Keadaan umum anak baik d. Mendapat persetujuan orang tua


(34)

Kriteria eksklusi :

a. Anak menolak untuk diperiksa b. Gigi berjejal

3.4 Variabel−Variabel Penelitian

a. Variabel Terikat : Pengalaman ECC

b. Variabel Bebas : Perilaku diet anak yaitu pola makan utama, pola makan selingan, pola minum minuman manis, dan pola minum susu.

3.5 Definisi Operasional

a). Early Childhood Caries (ECC) adalah kerusakan yang terjadi pada satu atau lebih gigi yang dapat berupa lesi kavitas atau non kavitas, gigi dengan indikasi pencabutan karena karies, permukaan gigi desidui yang ditambal pada usia 0 – 71 bulan dan diukur dengan indeks kriteria Miller, yaitu :

d (decayed) : Gigi yang mengalami karies dan indikasi tambalan e(extracted) : Gigi yang indikasi pencabutan karena karies f (filling) : Gigi yang sudah ditambal karena karies t(tooth) : Satuan gigi desidui

Cara pengukurannya :

Semua gigi diperiksa dengan satu gigi hanya memiliki satu nilai kategori d atau e atau f.

b). Usia anak adalah 37 – 71 bulan, dihitung dari tanggal lahir sampai waktu dilakukan penelitian sekarang. Apabila sampel terdahulu telah melewati usia 71 bulan sejak penelitian dilakukan maka sampel tidak digunakan.

c). Perilaku diet anak adalah semua makanan dan minuman yang dikonsumsi dalam waktu 24 jam dicatat selama 7 hari yang dicatat dalam lembar pencatatan perilaku diet anak, kemudian akan dikategorikan menjadi pola makan utama, pola makan selingan, pola minum minuman manis dan pola minum susu, yang nantinya


(35)

akan dijumlahkan keseluruhan menjadi nilai pola diet anak. Lembar pencatatan perilaku diet anak diperoleh dari peneliti, lembar tersebut berisi identitas anak, contoh pengisian lembar catatan diet dari peneliti dan lembar catatan diet anak sebanyak 10 lembar (jumlah lembar dilebihkan 3 untuk pencatatan diet yang panjang) untuk diisi oleh orang tua dengan catatan makanan dan minuman yang dikonsumsi anak selama 7 hari. Lembar diet yang telah diisi orang tua kemudian akan dianalisis seperti berikut.

Tabel 3. Definisi operasional perilaku diet pola makan utama

Variabel Defenisi Operasional Hasil Ukur (Nilai Bobot)

Skala Ukur

Frekuensi Makan Utama

Rerata frekuensi makan utama perhari. Didapat dari jumlah keseluruhan frekuensi makan utama selama 7 hari kemudian dibagi 7. Makan utama merupakan keteraturan anak mengkonsumsi makanan berat pada jam-jam tertentu selama ≤ 4 hari.

1-3kali/hari (3) >3 kali/ hari (1)

Ordinal

Durasi Makan Utama

Lamanya/ durasi anak menghabiskan makanan utama dalam sekali makan yang paling sering dilakukan. Diambil dari modus data keseluruhan.

1 - 20 menit (3) 21 – 30 menit (2) > 30 menit (1)

Ordinal

Jumlah 6

Kriteria perilaku diet pola makan utama: a. baik : 5-6 (80%)

b. sedang : 4 (60%-79%) c. buruk : ≤ 3 (59%)


(36)

Tabel 4. Definisi operasional perilaku diet pola makan selingan

Variabel Defenisi Operasional Hasil Ukur (Nilai Bobot)

Skala Ukur Frekuensi Makan

Selingan

Rerata frekuensi makan selingan perhari. Didapat dari jumlah keseluruhan frekuensi makan selingan selama 7 hari kemudian dibagi 7.

0-1 kali/hari (3) 2-3 kali/hari (2)

≥4kali/hari (1)

Ordinal

Durasi Makan Selingan

Lamanya/ durasi anak menghabiskan makanan selingan dalam sekali makan yang paling sering dilakukan. Diambil dari modus data keseluruhan.

1 - 20 menit (3) 21 – 30 menit (2) > 30 menit (1)

Ordinal

Jenis Makanan Selingan Kariogenik

Keteraturan mengonsumsi makanan selingan yang berkariogenik tinggi (buah yang dikeringkan, permen, coklat, sereal, kue, biskuit, donat,

cupcake, dan bahan pemanis tambahan)

Mengonsumsi 0-1 hari /minggu (3)

dalam hitungan hari selama 7 hari/seminggu.

Mengonsumsi 2-3 hari /minggu (2) Mengonsumsi ≥4 hari /minggu (1)

Ordinal

Bentuk Makanan Selingan

Sifat fisik makanan yang sering dikonsumsi dalam 7 hari. Didapat dari modus data keseluruhan. Padat (mie, kentang, lontong, gorengan dan sejenisnya).

Cair (bubur, sup, dan sejenisnya). Lengket (roti, biskuit, sereal, cupcake, donat, kue, coklat, permen, dan sejenisnya)

Padat (3) Cair (2)

Lengket/sticky (1)

Ordinal

Jumlah 12

Kriteria perilaku diet pola makan selingan: a. baik : 10-12 (80%)

b. sedang : 8-9 (60%-79%) c. buruk : ≤ 7 (59%)


(37)

Tabel 5. Definisi operasional perilaku diet pola minum minuman manis (selain susu) Variabel Defenisi Operasional Hasil Ukur

(Nilai Bobot) Skala Ukur Frekuensi Minum Minuman Manis

Rerata frekuensi minum minuman manis perhari. Didapat dari jumlah keseluruhan frekuensi minum minuman manis selama 7 hari kemudian dibagi 7. Minuman manis dapat berupa teh manis, minuman ringan, jus, dan sejenisnya.

0-1kali/hari (3) 2-3 kali/hari (2)

≥4 kali/ hari (1)

Ordinal

Durasi Minum Minuman Manis

Lamanya/ durasi anak menghabiskan minuman manis yang paling sering dilakukan. Diambil dari modus data keseluruhan.

1 - 20 menit (3) 21 – 30 menit (2) > 30 menit (1)

Ordinal

Minuman Manis dengan Botol Pada Malam Hari (sebelum dan sewaktu tidur)

Keteraturan anak mengonsumsi minuman manis dengan botol pada malam hari, terhitung setelah anak selesai makan utama dalam hitungan hari selama 7 hari/seminggu.

Tidak (3)

1-3 hari/minggu (2) 4-7 hari / minggu (1)

Ordinal

Jumlah 9

Kriteria perilaku diet pola minum minuman manis: a. baik : 8-9 (80%)

b. sedang : 6-7 (60%-79%) c. buruk : ≤ 5 (59%)


(38)

Tabel 6. Definisi operasional perilaku diet pola minum susu

Variabel Defenisi Operasional Hasil Ukur (Nilai Bobot)

Skala Ukur Frekuensi

Minum Susu

Rerata frekuensi minum susu perhari. Didapat dari jumlah keseluruhan frekuensi minum susu selama 7 hari kemudian dibagi 7.

0-2 kali/hari (3) 3-4 kali/hari (2)

≥5 kali/ hari (1)

Ordinal

Durasi Minum Susu

Lamanya/ durasi anak menghabiskan susu yang paling sering dilakukan. Diambil dari modus data keseluruhan.

1 - 20 menit (3) 21 – 30 menit (2) > 30 menit (1)

Ordinal

Minum Susu dengan Botol Pada Malam Hari (sebelum dan sewaktu tidur)

Keteraturan anak mengonsumsi susu dengan botol pada malam hari, terhitung setelah anak selesai makan utama dalam hitungan hari selama 7 hari/seminggu.

Tidak (3)

1-3 hari /minggu (2)

≥4 hari /minggu (1)

Ordinal

Jumlah 9

Kriteria perilaku diet pola minum susu : a. baik : 8-9 (80%)

b. sedang : 6-7 (60%-79%) c. buruk : ≤ 5 (59%)


(39)

Tabel 7. Nilai pola diet anak

Perilaku Diet Jumlah Nilai

Nilai maksimal pola makan utama (20%) 6x4 = 24 Nilai maksimal pola makan selingan (30%) 12x6 = 72 Nilai maksimal pola minum minuman manis (25%) 9x5 = 45 Nilai maksimal pola minum susu (25%) 9x5 = 45

Nilai keseluruhan (Total) (100%) 186

Kriteria penilaian pola diet anak: a. baik : 149-186 (80%) b. sedang : 112-148(60%-79%) c. buruk : ≤ 111 (59%)

3.6 Cara Pengambilan Data

Pada awalnya pengambilan data penelitian dilakukan di Playgroup dan TK Bunaya serta Playgroup dan TK Holykids. Setelah mendapat surat persetujuan dari Komisi Etik, dilakukan pengurusan administrasi dengan pihak sekolah dan pendataan subjek pada penelitian sebelumnya, dilanjutkan dengan meminta izin waktu untuk mengumpulkan orang tua siswa. Kepada orang tua siswa diminta kesediaan anaknya untuk menjadi subjek penelitian sekaligus dijelaskan mengenai penelitian dan cara pengisian lembar catatan diet yang akan diisi oleh orang tua. Orang tua mengisi lembar informed consent lalu akan dibagikan lembar catatan diet dalam bentuk buku sebanyak 10 lembar yang disertai contoh cara pencatatan diet dan orang tua diminta untuk mengisi setiap diet anak (makan dan minum) selama 7 hari dalam buku tersebut. Evaluasi kebenaran pengisian lembar diet oleh orang tua dilakukan setelah hari pertama pencatatan, untuk itu orang tua diminta untuk membawa buku tersebut pada pagi hari setelah pencatatan hari pertama selesai dilakukan, namun apabila orang tua tidak membawa catatannya maka peneliti akan menghubungi melalui telepon untuk mengecek kebenaran pencatatan. Pengumpulan catatan perilaku diet


(40)

dilakukan setelah 7 hari pencatatan diet, buku dapat dikumpulkan pada guru atau peneliti sendiri.

Data mengenai pengalaman karies diperoleh menggunakan data sekunder penelitian sebelumnya. Sebanyak 49 data sekunder yang memenuhi kriteria sampel, hanya 13 orang yang dapat digunakan karena sampel lain menolak untuk diteliti. Pemeriksaan karies pada sampel baru dilakukan dengan menggunakan indeks kriteria Miller sampai sampel terpenuhi. Pemeriksaan serta penyebaran kuesioner pada sampel baru dilakukan pada 115 anak di sekolah yang sama. Jumlah kuesioner yang terkumpul dari sampel baru di dua sekolah tersebut hanya 64 kuesioner, sehingga untuk memenuhi total sampel yang dibutuhkan peneliti melakukan pemeriksaan dan penyebaran kuesioner pada 28 sampel baru di tiap kelurahan di Kecamatan Medan Selayang. Sebanyak 143 kuesioner yang disebar terkumpul 92 kuesioner sehingga sampel penelitian diperoleh sebanyak 105 orang. Banyak orang tua calon responden yang menolak berpartisipasi dengan alasan keterbatasan waktu untuk mengisi kuesioner catatan diet selama 7 hari.

3.7 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan Data dilakukan dengan sistem komputerisasi. Data yang diperoleh terdistribusi normal sehingga analisis dilakukan dengan uji One-Way Annova untuk variabel dengan tiga kriteria dan uji Independent T-Test untuk variabel dengan dua kriteria. Analisis Post-Hoc One-Way Annova dilakukan dengan uji Tukey. Nilai kemaknaan p<0,05 dan derajat kepercayaan 95%.


(41)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Responden Anak

Karakteristik responden anak meliputi jenis kelamin dan usia. Berdasarkan jenis kelamin, persentase anak laki – laki sebanyak 48,5% dan perempuan 51,5%. Berdasarkan usia, persentase kelompok anak berusia 37 – 48 bulan sebanyak 23,8%, usia 49 – 59 bulan 53,4% dan usia 60 – 71 bulan 22,8% (Tabel 8).

Rerata pengalaman ECC keseluruhan responden anak usia 37-71 bulan diperoleh sebesar 4,86 ± 4,52. Berdasarkan jenis kelamin, persentase anak laki-laki yang bebas karies sebanyak 25,4% dan perempuan 25,9%. Berdasarkan usia, persentase kelompok anak usia 37 – 48 yang bebas karies sebanyak 32,0%, usia 49 – 59 bulan 30,3% dan usia 60 – 71 bulan 8,3%. Secara keseluruhan jumlah anak yang bebas karies adalah 25,7% (Tabel 8).

Tabel 8. Karakteristik responden anak

Karakteristik Jumlah (n) (%) Bebas karies (n) (%) Jenis kelamin

Laki – Laki Perempuan

51 (48,5) 54 (51,5)

13 (25,4) 14 (25,9) Usia

37 – 48 bulan 49 – 59 bulan 60 – 71 bulan

25 (23,8) 56 (53,4) 24 (22,8)

8 (32,0) 17 (30,3)

2 (8,3)

Total 105 (100) 27 (25,7)

4.2 Analisis Statistik Hubungan Pola Makan Utama dengan Pengalaman ECC

Pola makan utama dibagi atas dua variabel yaitu frekuensi makan utama dan durasi makan utama. Berdasarkan variabel frekuensi makan utama, rerata deft frekuensi 1-3 kali/hari sebesar 4,86 ± 4,52 dan frekuensi >3 kali/hari 4,78 ± 4,76.


(42)

Secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara frekuensi makan utama dengan pengalaman ECC (p = 0,95) (Tabel 9).

Berdasarkan variabel durasi makan utama, rerata deft durasi 1-20 menit sebesar 2,58 ± 2,67, durasi 21-30 menit 4,69 ± 4,53 dan durasi >30 menit 5,73 ± 4,75. Secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara durasi makan utama dengan pengalaman ECC (p = 0,09) (Tabel 9).

Tabel 9. Hasil analisis statistik hubungan variabel pola makan utama dengan pengalaman ECC

Kategori variabel pola makan utama

n (%) Pengalaman ECC (deft) Rerata ± SD

p Frekuensi

- 1-3 kali/hari - ≥4 kali/hari

96 (91,4) 9 (8,6)

4,86 ± 4,52 4,78 ± 4,76

0,95 Durasi

- 1-20 menit - 21-30 menit - >30 menit

12 (11,4) 52 (49,5) 41 (44,1)

2,58 ± 2,67 4,69 ± 4,53 5,73 ± 4,75

0,09

Pola makan utama merupakan jumlah dari nilai bobot frekuensi makan utama dan durasi makan utama. Rerata deft kategori pola makan utama baik sebesar 4,39 ± 4,41, sedang 5,41 ± 4,63 dan buruk 5,71 ± 4,99. Secara statistik tidak ada

hubungan yang bermakna antara pola makan utama dengan pengalaman ECC (p = 0,48) (Tabel 10).

Tabel 10. Hasil analisis statistik hubungan pola makan utama dengan pengalaman ECC

Pola makan utama n (%) Pengalaman ECC (deft) Rerata ± SD

p Baik Sedang Buruk 59 (56,2) 39 (37,1) 7 (11,7)

4,39 ± 4,41 5,41 ± 4,63 5,71 ± 4,99


(43)

4.3 Analisis Statistik Hubungan Pola Makan Selingan dengan Pengalaman ECC

Pola makan selingan dibagi atas empat variabel yaitu frekuensi, durasi, jenis dan bentuk makanan selingan. Berdasarkan variabel frekuensi makan selingan, rerata deft frekuensi 0-1 kali/hari sebesar 3,19 ± 3,86, frekuensi 2-3 kali/hari 4,42 ± 4,08 dan frekuensi ≥ 4 kali/hari 7,70 ± 5,36. Secara statistik ada hubungan yang bermakna antara frekuensi makan selingan dengan pengalaman ECC (p = 0,004) (Tabel 11).

Berdasarkan variabel durasi makan selingan, rerata deft durasi 1-20 menit sebesar 3,38 ± 3,37, durasi 21-30 menit 4,42 ± 4,73 dan durasi >30 menit 4,42 ± 4,73. Secara statistik ada hubungan yang bermakna antara durasi makan selingan dengan pengalaman ECC (p = 0,017) (Tabel 11).

Berdasarkan variabel jenis makanan selingan kariogenik, rerata deft keteraturan konsumsi makanan selingan kariogenik 0-1 hari/minggu sebesar 1,80 ± 1,78, 2-3 hari/minggu 2,33 ± 2,88 dan ≥4 hari/minggu 5,72 ± 4,67. Secara statistik ada hubungan yang bermakna antara jenis makanan selingan kariogenik dengan pengalaman ECC (p = 0,002) (Tabel 11).

Berdasarkan variabel bentuk makanan selingan, rerata deft bentuk makanan selingan padat sebesar 2,78 ± 3,75, cair 5,57 ± 4,72 dan lengket 5,67 ± 4,58. Secara statistik ada hubungan yang bermakna antara bentuk makanan selingan dengan pengalaman ECC (p = 0,02) (Tabel 11).


(44)

Tabel 11. Hasil analisis statistik hubungan variabel pola makan selingan dengan pengalaman ECC

Kategori variabel pola makan selingan

n (%) Pengalaman ECC (deft) Rerata ± SD

p Frekuensi

- 0-1 kali/hari - 2-3 kali/hari - ≥4 kali/hari

16 (15,2) 69 (65,7) 20 (24,1)

3,19 ± 3,86 4,42 ± 4,08 7,70 ± 5,36

0,004*

Durasi

- 1-20 menit - 21-30 menit - >30 menit

26 (24,7) 45 (42,8) 34 (37,5)

3,38 ± 3,37 4,42 ± 4,73 6,56 ± 4,58

0,017*

Jenis makanan selingan kariogenik

- 0-1 hari/minggu - 2-3 hari/minggu - ≥4 hari/minggu

5 (4,7) 21 (20,0) 79 (80,3)

1,80 ± 1,78 2,33 ± 2,88 5,72 ± 4,67

0,002* Bentuk - Padat - Cair - Lengket 27 (25,7) 3 (2,8) 75 (76,5)

2,78 ± 3,75 5,57 ± 4,72 5,67 ± 4,58

0,02*

*p < 0,05

Pola makan selingan merupakan jumlah dari nilai bobot frekuensi, durasi, jenis dan bentuk makanan selingan. Rerata deft kategori pola makan selingan baik sebesar 1,63 ± 1,84, sedang 3,13 ± 3,91 dan buruk 5,74 ± 4,61. Secara statistik ada

hubungan yang bermakna antara pola makan selingan dengan pengalaman ECC (p = 0,005) (Tabel 12).

Analisis Post-Hoc data tabel 12 dilakukan untuk mengetahui perbedaan antar kelompok dengan menggunakan uji Tukey dan diperoleh hasil antara kelompok baik dan sedang p=0,675, antara kelompok baik dan buruk p=0,032 dan antara kelompok sedang dan buruk p=0,035. Diperoleh kesimpulan bahwa kelompok yang mempunyai perbedaan rerata pengalaman karies adalah kelompok anak dengan pola makan selingan baik dan buruk serta kelompok anak dengan pola makan selingan sedang dan buruk.


(45)

Tabel 12. Hasil analisis statistik hubungan pola makan selingan dengan pengalaman ECC

Pola makan selingan n (%) Pengalaman ECC (deft) Rerata ± SD

p Baik

Sedang Buruk

8 (7,6) 23 (21,9) 74 (75,5)

1,63 ± 1,84 3,13 ± 3,91 5,74 ± 4,61

0,005*

*p < 0,05

4.4 Analisis statistik Hubungan Pola Minum Minuman Manis dengan Pengalaman ECC

Pola minum minuman manis dibagi atas tiga variabel yaitu frekuensi, durasi dan minum minuman manis dengan botol pada malam hari. Berdasarkan variabel frekuensi minum minuman manis, rerata deft frekuensi 0-1 kali/hari sebesar 3,96 ± 3,57, frekuensi 2-3 kali/hari 5,81 ± 5,15 dan frekuensi ≥4 kali/hari 8,67 ± 5,50. Secara statistik ada hubungan yang bermakna antara frekuensi minum minuman manis dengan pengalaman ECC (p = 0,03) (Tabel 13).

Berdasarkan variabel durasi minum manis, rerata deft durasi 1-20 menit sebesar 4,26 ± 4,65, durasi 21-30 menit 5,50 ± 4,45 dan durasi >30 menit 7,18 ± 4,55. Secara statistik ada hubungan yang bermakna antara durasi minum minuman manis dengan pengalaman ECC (p = 0,046) (Tabel 13).

Berdasarkan variabel minum minuman manis dengan botol malam hari, rerata deft anak yang tidak minum minuman manis dengan botol malam hari sebesar 4,58 ± 4,27, minum minuman manis dengan botol malam hari 1-3 hari/minggu 6,30 ± 5,94 dan 4-7 hari/minggu 8,50 ± 4,43. Secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara minum minuman manis dengan botol malam hari dengan pengalaman ECC (p = 0,326) (Tabel 13).


(46)

Tabel 13. Hasil analisis statistik hubungan variabel pola minum minuman manis dengan pengalaman ECC

Kategori variabel pola minum minuman manis

n (%) Pengalaman ECC (deft) Rerata ± SD

p Frekuensi

- 0-1 kali/hari - 2-3 kali/hari - ≥4 kali/hari

55 (52,3) 47 (44,7) 3 (2,8)

3,96 ± 3,57 5,81 ± 5,15 8,67 ± 5,50

0,03*

Durasi

- 1-20 menit - 21-30 menit - >30 menit

54 (51,4) 34 (32,3) 17 (16,2)

4,26 ± 4,65 5,50 ± 4,45 7,18 ± 4,55

0,046*

Minum dengan botol malam hari - Tidak

- 1-3 hari/minggu - 4 -7 hari/minggu

91 (86,6) 10 (9,5)

4 (3,8)

4,58 ± 4,27 6,30 ± 5,94 8,50 ± 4,43

0,13

*p < 0,05

Pola minum minuman manis merupakan jumlah dari nilai bobot frekuensi, durasi dan minum minuman manis dengan botol pada malam hari. Rerata deft kategori pola minum minuman manis baik sebesar 4,40 ± 4,63, sedang 6,12 ± 4,54 dan buruk 8,75 ± 1,70. Secara statistik ada hubungan yang bermakna antara pola minum minuman manis dengan pengalaman ECC (p = 0,048) (Tabel 14).

Analisis Post-Hoc data tabel 14 dilakukan untuk mengetahui perbedaan antar kelompok dengan menggunakan uji Tukey dan diperoleh hasil antara kelompok baik dan sedang p=0,045, antara kelompok baik dan buruk p=0,031 dan antara kelompok sedang dan buruk p=0,127. Diperoleh kesimpulan bahwa kelompok yang mempunyai perbedaan rerata pengalaman karies adalah anak dengan pola minum minuman manis baik dan sedang serta kelompok anak dengan pola minum minuman manis baik dan buruk.


(47)

Tabel 14. Hasil analisis statistik hubungan pola minum minuman manis dengan pengalaman ECC

Pola minum minuman manis n (%) Pengalaman ECC (deft) Rerata ± SD

p Baik

Sedang Buruk

68 (64,7) 33 (31,4) 4 (3,80)

4,40 ± 4,63 6,12 ± 4,54 8,75 ± 1,70

0,048*

*p < 0,05

4.5 Analisis Statistik Hubungan Pola Minum Susu dengan Pengalaman ECC

Pola minum susu dibagi atas tiga variabel yaitu frekuensi, durasi dan minum susu botol pada malam hari. Berdasarkan variabel frekuensi minum susu, rerata deft frekuensi 0-2 kali/hari sebesar 4,02 ± 3,77, frekuensi 3-4 kali/hari 6,27 ± 5,31 dan frekuensi ≥5 kali/hari 6,00 ± 1,73. Secara statistik ada hubungan yang bermakna antara frekuensi minum susu dengan pengalaman ECC (p = 0,042) (Tabel 15).

Berdasarkan variabel durasi minum manis, rerata deft durasi 1-20 menit sebesar 3,51 ± 3,44, durasi 21-30 menit 5,31 ± 4,61 dan durasi >30 menit 7,76 ± 5,51. Secara statistik ada hubungan yang bermakna antara durasi minum minuman manis dengan pengalaman ECC (p = 0,001) (Tabel 15).

Berdasarkan variabel minum minuman manis dengan botol malam hari, rerata deft anak yang tidak minum minuman manis dengan botol malam hari sebesar 4,58 ± 4,27, minum minuman manis dengan botol malam hari 1-3 hari/minggu 6,30 ± 5,94 dan 4-7 hari/minggu 8,50 ± 4,43. Secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara minum minuman manis dengan botol malam hari dengan pengalaman ECC (p = 0,326) (Tabel 15).


(48)

Tabel 15. Hasil analisis statistik hubungan variabel pola minum susu dengan pengalaman ECC

Kategori variabel pola minum susu

n (%) Pengalaman ECC (deft) Rerata ± SD

p Fekuensi

- 0-2 kali/hari - 3-4 kali/hari - ≥5 kali/hari

61 (58,1) 41 (39,0) 3 (2,8)

4,02 ± 3,77 6,27 ± 5,31 6,00 ± 1,73

0,042*

Durasi

- 1-20 menit - 21-30 menit - >30 menit

55 (52,3) 29 (27,6) 21 (20,0)

3,51 ± 3,44 5,31 ± 4,61 7,76 ± 5,51

0,001*

Minum dengan botol malam hari

- Tidak

- 1-3 hari/minggu - ≥4 hari/minggu

37 (35,2) 14 (13,3) 54 (51,4)

3,51 ± 3,69 4,29 ± 3,04 5,93 ± 5,10

0,037*

*p < 0,05

Pola minum susu merupakan jumlah dari nilai bobot frekuensi, durasi dan minum susu botol pada malam hari. Rerata deft kategori pola minum susu baik sebesar 3,50 ± 3,26, sedang 3,98 ± 4,09 dan buruk 8,04 ± 5,16. Secara statistik ada

hubungan yang bermakna antara pola minum susu dengan pengalaman ECC (p = 0,000) (Tabel 16).

` Analisis Post-Hoc data tabel 16 dilakukan untuk mengetahui perbedaan antar kelompok dengan menggunakan uji Tukey dan diperoleh hasil antara kelompok baik dan sedang p=0,048, antara kelompok baik dan buruk p=0,000 dan antara kelompok sedang dan buruk p=0,000. Diperoleh kesimpulan bahwa kelompok yang mempunyai perbedaan rerata pengalaman karies adalah kelompok anak dengan pola minum susu baik dan sedang, kelompok anak dengan pola minum susu baik dan buruk serta kelompok anak dengan pola minum minuman manis sedang dan buruk.


(49)

Tabel 16. Hasil analisis statistik hubungan pola minum susu dengan pengalaman ECC Pola minum susu n (%) Pengalaman ECC (deft)

Rerata ± SD

p Baik

Sedang Buruk

36 (34,2) 42 (40,0) 27 (25,7)

3,50 ± 3,26 3,98 ± 4,09 8,04 ± 5,16

0,000*

*p < 0,05

4.2 Analisis Statistik Hubungan Perilaku Diet dengan Pengalaman ECC Nilai perilaku diet merupakan jumlah keseluruhan pola makan utama, pola makan selingan, pola minum minuman manis dan pola minum susu. Rerata deft kategori perilaku diet baik sebesar 2,88 ± 4,30, sedang 4,54 ± 3,98 dan buruk 9,15 ± 5,38. Secara statistik ada hubungan yang bermakna antara perilaku diet dengan pengalaman ECC (p = 0,000) (Tabel 18).

Analisis Post-Hoc dilakukan untuk mengetahui perbedaan antar kelompok dengan menggunakan uji Tukey dan diperoleh hasil antara kelompok baik dan buruk p=0,000, antara kelompok baik dan sedang p=0,042 dan antara kelompok sedang dan buruk p=0,000. Diperoleh kesimpulan bahwa kelompok yang mempunyai perbedaan rerata pengalaman karies adalah kelompok anak dengan perilaku diet baik dan buruk, kelompok anak dengan perilaku diet baik dan sedang, serta kelompok anak dengan perilaku diet sedang dan buruk.

Tabel 17. Hasil analisis statistik hubungan perilaku diet dengan pengalaman ECC Perilaku diet n (%) Pengalaman ECC (deft)

Rerata ± SD

p Baik

Sedang Buruk

16 (15,2) 76 (72,3) 13 (12,3)

2,88 ± 4,30 4,54 ± 3,98 9,15 ± 5,38

0,000*


(50)

BAB 5

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rerata pengalaman karies anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Selayang sebesar 4,86 ± 4,52. Berdasarkan kriteria dari WHO (cit. Kusumawati), Rerata pengalaman karies ini termasuk tinggi (4,5−6,5)31. Jumlah anak yang bebas karies pada penelitian ini adalah sebesar 25,7 % dari 105 anak (Tabel 8). Hasil penelitian ini terlihat lebih rendah dibandingkan penelitian Eka dkk di Cileunyi Bandung pada anak usia 15-60 bulan, anak yang bebas karies sebanyak 43,22 % dari 317 orang anak.9

Pada variabel frekuensi makan utama terlihat bahwa anak dengan frekuensi 1-3 kali/hari memiliki rerata deft lebih tinggi daripada anak dengan frekuensi ≥4 kali/hari. Secara statistik, tidak ada hubungan yang bermakna antara frekuensi makan utama dengan pengalaman ECC (p = 0,95) (Tabel 9). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Eissa dan Andrew (cit. Al-hosani) yang menyatakan tidak ada hubungan antara frekuensi makan utama dengan pengalaman karies pada anak usia 2-4 tahun di Abu Dhabi.

Masih rendahnya pengetahuan mengenai faktor risiko karies dan kesadaran untuk menjaga kebersihan rongga mulut anak sejak dini merupakan kemungkinan penyebab tingginya angka pengalaman karies pada anak.

Pada variabel durasi makan utama terlihat bahwa anak dengan durasi >30 menit memiliki rerata deft paling tinggi dibandingkan dengan durasi <30 menit. Namun secara statistik, tidak ada hubungan yang bermakna antara durasi makan utama dengan pengalaman ECC (p = 0,09) (Tabel 9). Kemungkinan hal ini disebabkan karena kebanyakan sampel mengonsumsi makanan utama dalam durasi 21-30 menit (49,5%) dan >30 menit (44,1%). Hasil ini bertentangan dengan teori yang menyatakan bahwa semakin lama makanan berada di dalam mulut maka akan menyebabkan gigi terpapar zat asam lebih lama dan memberikan peluang lebih besar dalam proses perusakan enamel.

28

26


(51)

Pola makan utama merupakan akumulasi dari nilai frekuensi makan utama dan durasi makan utama. Anak dengan pola makan utama baik memiliki rerata deft terendah yaitu 4,39 ± 4,41, sedangkan anak dengan pola makan utama buruk memiliki rerata deft tertinggi yaitu 5,71 ± 4,99 . Secara statistik pola makan utama tidak menunjukkan hubungan yang bermakna dengan pengalaman ECC (p = 0,48) (Tabel 10).

Pada variabel frekuensi makan selingan terlihat bahwa anak dengan frekuensi

≥4 kali/hari memiliki rerata deft paling tinggi (7,70 ± 5,36). Secara statistik ada hubungan yang bermakna antara frekuensi makan selingan dengan pengalaman ECC (p = 0,004) (Tabel 11). Semakin sering konsumsi makanan manis dapat menyebabkan proses demineralisasi yang dominan, sehingga peluang terjadinya karies semakin besar. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Holt (cit. Moynihan) pada balita di Inggris yang menyatakan bahwa anak yang mengonsumsi makanan manis ≥ 4 kali sehari memiliki pengalaman karies yang lebih tinggi (dmft 1,69)dibandingkan anak yang mengonsumsi makanan manis sekali sehari (dmft 1,01).

Pada variabel durasi makan selingan terlihat bahwa semakin lama durasi makan selingan anak maka semakin tinggi nilai rerata deft nya, terlihat anak dengan durasi >30 menit memiliki rerata deft tertinggi (6,56 ± 4,58). Secara statistik ada hubungan yang bermakna antara durasi makan selingan dengan pengalaman ECC (p = 0,017) (Tabel 11). Hasil penelitian ini sesuai dengan teori bahwa semakin lama gigi terpapar gula semakin cepat demineralisasi dan akan semakin mudah proses karies terjadi.

29

26

Pada variabel jenis makanan selingan kariogenik terlihat bahwa anak yang mengonsumsi makanan selingan kariogenik dengan keteraturan ≥4 hari/minggu memiliki pengalaman ECC yang paling tinggi (5,72 ± 4,67). Secara statistik ada hubungan yang bermakna antara jenis makanan selingan kariogenik dengan pengalaman ECC (p = 0,002) (Tabel 11). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Hestieyonini bahwa anak yang mengonsumsi permen coklat dan biskuit hampir setiap hari memiliki rerata pengalaman karies lebih tinggi (dmft 2,5) dibandingkan anak yang mengonsumsi sayur dan buah-buahan (dmft 1,1).


(52)

Pada variabel bentuk makanan selingan terlihat bahwa anak yang mengonsumsi makanan selingan dalam bentuk lengket memiliki rerata deft paling tinggi (5,67 ± 4,58). Sebanyak 76,5 % anak mengonsumsi makanan selingan dalam bentuk lengket, umumnya berupa snack, kue basah, permen, roti dan permen. Secara statistik ada hubungan yang bermakna antara bentuk makanan selingan dengan pengalaman ECC (p = 0,02) (Tabel 11). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Khoiriyah di MII Syafiiyah Kembangarum, Mranggen, Semarang yang menyatakan bahwa anak yang sering mengonsumsi makanan manis dan lengket memiliki prevalensi karies yang tinggi yaitu 91,6%.

Pola makan selingan merupakan akumulasi dari nilai frekuensi, durasi, jenis dan bentuk makanan selingan. Secara statistik ada hubungan yang bermakna antara pola makan selingan dengan pengalaman ECC (p = 0,005) (Tabel 12). Anak dengan pola makan selingan baik memiliki rerata deft terendah yaitu 1,63 ± 1,84, sedangkan anak dengan pola makan selingan buruk memiliki rerata deft tertinggi yaitu 5,74 ± 4,61. Keempat kategori variabel pola makan selingan yaitu frekuensi, durasi, jenis dan bentuk makanan selingan memiliki risiko yang tinggi terhadap terjadinya karies pada anak.

30

Pada variabel frekuensi minum manis terlihat bahwa anak dengan frekuensi

≥4 kali/hari memiliki rerata deft tertinggi (8,67 ± 5,50). Secara statistik ada hubungan yang bermakna antara frekuensi minum minuman manis dengan pengalaman ECC (p = 0,03) (Tabel 13). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ismail dkk (cit. Moynihan) yang menyimpulkan bahwa frekuensi minuman manis diantara waktu makan memiliki hubungan yang sangat erat dengan peningkatan karies pada anak-anak Amerika, dengan rerata pengalaman karies yang lebih besar pada anak-anak yang frekuensi minum manisnya >3 kali sehari (2,79).

Pada variabel durasi minum minuman manis terlihat bahwa semakin lama durasi minum minuman manis anak maka semakin tinggi rerata deft nya. Secara statistik ada hubungan yang bermakna antara durasi minum minuman manis dengan pengalaman ECC (p = 0,046) (Tabel 13). Hasil ini sesuai dengan teori bahwa durasi yang lama merupakan faktor pemicu karies karena lamanya kontak dengan rongga


(53)

mulut.26

Pada variabel minum minuman manis dengan botol pada malam hari terlihat bahwa anak yang mengonsumsi minuman manis dalam botol pada malam hari 4-7 hari/minggu memiliki rerata deft paling tinggi (8,50 ± 4,43). Hasil statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara minum minuman manis dengan botol pada malam hari dengan pengalaman ECC (p = 0,13) (Tabel 13). Kemungkinan hal ini terjadi karena sebagian besar sampel tidak mengonsumsi minuman manis dengan menggunakan botol pada malam hari (86,6%), dan hanya 3,8% sampel rutin mengonsumsi minuman manis dengan botol pada malam hari 4-7 hari/minggu. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Forrest (cit. Paulus) yang menyatakan bahwa rampan karies disebabkan oleh seringnya gigi berkontak dalam waktu lama dengan cairan yang mengandung gula terutama pada saat tertidur.

Hasil penelitian membuktikan walaupun minum minuman manis dengan gelas namun dengan durasi yang lama tetap mempengaruhi terjadinya karies.

Pola minum minuman manis merupakan akumulasi dari nilai frekuensi, durasi dan minum minuman manis dengan botol pada malam hari. Secara statistik pola minum minuman manis menunjukkan hubungan yang bermakna dengan pengalaman ECC (p = 0,048) (Tabel 14). Berdasarkan perincian variabel hanya minum minuman manis dengan botol pada malam hari yang tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan pengalaman ECC (p = 0,13). Anak dengan pola minum minuman manis baik memiliki rerata deft terendah yaitu 4,40 ± 4,63, sedangkan anak dengan pola minum minuman manis buruk memiliki rerata deft tertinggi yaitu 8,75 ± 1,70.

13

Pada variabel frekuensi minum susu terlihat bahwa anak dengan frekuensi 3-4 kali/hari memiliki rerata deft tertinggi (6,27 ± 5,31), kemudian diikuti frekuensi ≥5 kali/hari (6,00 ± 1,73) dan terendah pada frekuensi 0-2 kali/hari (4,02 ± 3,77). Secara statistik ada hubungan yang bermakna antara frekuensi minum susu dengan pengalaman ECC (p = 0,042) (Tabel 15). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Paulus pada anak usia 4-5 tahun di Kabupaten Gowa bahwa 16 dari 30 anak yang menderita rampan karies meminum susu diatas tiga kali sehari.

Pada variabel durasi minum susu terlihat bahwa semakin lama anak meminum susu maka semakin tinggi rerata deft nya. Secara statistik ada hubungan yang


(54)

bermakna antara durasi minum susu dengan pengalaman ECC (p = 0,001) (Tabel 15). Hasil ini sesuai dengan teori bahwa semakin lama gigi terpapar zat gula maka semakin cepat terjadinya proses demineralisasi dan akan semakin mudah proses karies terjadi.

Pada variabel minum susu botol pada malam hari terlihat bahwa anak yang rutin meminum susu botol malam hari ≥4 hari/minggu memiliki rerata deft tertinggi (5,93 ± 5,10). Secara statistik ada hubungan yang bermakna antara minum susu botol pada malam hari dengan pengalaman ECC (p = 0,037) (Tabel 15). Penggunaan susu atau minuman manis dengan botol sampai anak tertidur akan memperpanjang durasi kontak antara cairan susu yang manis dengan pemukaan gigi anak. Aliran saliva yang rendah akan mengurangi efek oral cleansing pada saat anak tidur. Hal inilah yang akan memperparah risiko terjadinya karies pada anak.

26

3

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ollila dan Larmas yang menyatakan bahwa penggunaan susu botol yang berkepanjangan pada malam hari merupakan salah satu faktor yang sangat berkontribusi terhadap perkembangan karies.22

Pola minum susu merupakan akumulasi dari nilai frekuensi, durasi dan minum susu botol malam hari. Secara statistik pola minum susu menunjukkan hubungan yang bermakna dengan pengalaman ECC (p = 0,000) (Tabel 16). Anak dengan pola minum susu baik memiliki rerata deft terendah yaitu 3,50 ± 3,26, sedangkan anak dengan pola minum susu buruk memiliki rerata deft tertinggi yaitu 8,04 ± 5,16.

Perilaku diet merupakan akumulasi dari pola makan utama, pola makan selingan, pola minum minuman manis dan pola minum susu. Secara statistik ada hubungan yang bermakna antara perilaku diet dengan pengalaman ECC (p = 0,000) (Tabel 17). Hasil analisis uji statistik terlihat rerata pengalaman ECC yang terjadi berbanding lurus dengan kategori perilaku dietnya. Anak dengan perilaku diet baik memiliki rerata deft terendah yaitu 2,88 ± 4,30, sedangkan anak dengan perilaku diet buruk memiliki rerata deft tertinggi yaitu 9,15 ± 5,38. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian di Northumberland, UK dan Michigan,USA yang dilakukan


(55)

dengan menggunakan catatan diet dan menunjukkan peningkatan angka karies pada anak dengan perilaku diet karbohidrat yang tinggi.

Pada penelitian ini terbukti bahwa perilaku diet berpengaruh terhadap terjadinya ECC pada anak. Metode pencatatan diet selama 7 hari mendapatkan hasil yang lebih terperinci dan terpercaya di dalam mengevaluasi perilaku diet seseorang. Disarankan untuk mengevaluasi perilaku diet individu menggunakan kartu catatan diet agar dapat dievaluasi secara indvidu dan dapat memberikan nasihat diet secara individu juga.


(56)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Early Childhood Caries (ECC) merupakan penyakit multifaktorial yang sangat rentan pada anak – anak. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah perilaku diet anak dengan beberapa variabelnya seperti yang dilakukan pada penelitian ini. Pada penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa ada hubungan yang bermakna antara perilaku diet dengan pengalaman ECC (p = 0,000), pola makan selingan dengan pengalaman ECC (p = 0,005), pola minum minuman manis dengan pengalaman ECC (p = 0,048) dan pola minum susu dengan pengalaman ECC (p = 0,01), sedangkan pola makan utama tidak menunjukkan hubungan yang bermakna dengan pengalaman ECC (p = 0,48).

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan program pencegahan melalui analisis diet dengan penjelasan kepada orang tua tentang pola makan yang baik untuk mencegah karies khususnya dan menjaga kesehatan anak umumnya.

2. Perlu dilakukan program penyuluhan dan pencegahan khususnya kepada anak TK dan playgroup untuk lebih memahami pentingnya menjaga kebersihan gigi dan mulut sejak dini.

3. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang faktor risiko yang dapat mempengaruhi proses terjadinya karies.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

1. Zafar S, Harnekar SY, Siddiqi A. Early childhood caries : etiology, clinical consideration, consequences and management. Int Dent SA 2004 ; 11 (4): 24-6.

2. Oewen R, Jakobus R, Betty K, Eka Ch. Prevalensi dan pengaruh beberapa faktor terhadap terjadinya karies rampan pada murid Taman Kanak-kanak di Kecamatan Ujung Berung. JKG UI 1999 ; 11(2): 43.

3. American Academic of Pediatric Dentistry. Policy on early childhood caries (ECC) : classification, consequences and preventive strategies. Oral Health Policies 2011; 33(6): 47-9.

4. Chin SY, Shani AM, Soo KL. A study of dietary intake and its association with early childhood caries. apdsa.com/test/wp-content/.../ Sample2010.pdf

5. Berkowitz RJ. Causes, treatment and prevention of early childhood caries: a microbiologic perspective. Can Dent Assoc 2003; 69(5): 304–7.

(2 Juli 2012)

6. Cvetkovic A, Ivanovic M. The role of streptococcus mutans group and salivary immunoglobulin in etiology of early childhood caries. Serb Dent J 2006; 53: 113-23.

7. Maulani C. Kiat Merawat Gigi Anak: Panduan orang tua dalam merawat dan menjaga kesehatan gigi bagi anak-anaknya. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2005: 25-75.

8. Sugito FS, Djoharnas H, Darwita RR. Hubungan pemberian ASI dengan kejadian karies (early childhood caries) pada anak usia dibawah tiga tahun di DKI Jakarta. http://www.ui.ac.id/id/directories/scholar/archive/1. (20 September 2009). (abstrak).

9. Chemiawan E, Riyanti E, Tjahyaningrum SN. Prevalensi nursing mouth caries pada anak usia 15-60 bulan berdasarkan frekuensi penyikatan gigi di


(58)

posyandu Desa Cileunyi Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung tahun 2004. resources.unpad.ac.id

10. Hadnyanawati H. Pengaruh pola jajan di sekolah terhadap karies gigi pada siswa sekolah dasar di kabupaten jember.JKGUI 2002; 9(3) : 24-7

(4 Juli 2012).

11. Ismail AI. The role of early dietary habits in dental caries development. SCD Special Care in Dentistry 1998; 18(1) : 40-4.

12. Feldens CA, et all. early feeding practices and severe early childhood caries in four-year-old children from southern brazil: A Birth Cohort Study Caries Res 2010; 44: 445–2.

13. Paulus K. Pengaruh susu botol terhadap terjadinya rampan karies pada anak-anak usia 4-5 tahun di taman kanak-kanak aisyiyah gentungan Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa tahun 2009. Med Kes gigi 2010 Ed 1 : 1-6.

14. Chu S. Review – early childhood caries: risk and prevention in underserved populations. JYI 2008; 18 : 1-8.

15. Pasareanu M. Considerations regarding early childhood caries. J Prev Med 2007; 15: 130-3.

16. Kidd EAM, Bechal SJ. Dasar-dasar karies penyakit dan penanggulangannya. Alih Bahasa. Narlan S, Safrida F. Jakarta : EGC, 1991; 85-96

17. Armstrong A, Freeman R, Comb A, Speedy P. Nutrition and dental health : guidelines for professionals, revised 2008 : 1-17; 23-42.

18. Akarslan Z, Sadik B, Erten H. Dietary habits and oral health related behaviours in relation to DMFT indexes of a group of young adult patient attending a dental school. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2008; 13(12) : E800-7.

19. Ehrlich A. Nutrition and dental health. Delmar Publisher Inc 1982 : 163- 70, 181-95.

20. Galarneau C , Brodeur JM. The cariogenic nature of childhood bedtime rituals. JODQ 2006; (Suppl): 17-9.


(59)

21. Nizel AE. Nutrition in preventive dentistry science and practice. 2nd Ed,. Philadelphia: Toronto, 1974 : 375-89.

22. Almushayt AS, Sharaf AA, Meligy OS, Tallab HY. Dietary and feeding habits in a sampel of preschool children in severe early childhood caries (S-ECC). JKAU 2009; 16 (4) : 13-36.

23. Julien M. Dietary recommendation for healthy teeth in children. JODQ 2006; (Suppl): 20-4.

24. McDonald R E, Avery D R. Dentistry for the child and adolescent. 7th Ed. St. Louis: Mosby Inc, 2000: 181-3.

25. Angela A. Pencegahan primer pada anak yang berisiko karies tinggi. Dent J 2005; 38(3) : 130-4.

26. Rizal MF. Anak mengemut makanan : Sekedar kebiasaan atau ada sesuatu yang perlu diwaspadai. http:// hprimaywati. multiply.com/ reviews/ item/ 20?&show_interstitial=1&u=%2Freviews%2Fitem

27. Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat. Medan : USU Press. 2010: 5-6.

(31 Oktober 2012).

28. Al-Hosani E, Gunn R. The relationship between diet and dental caries in 2 and 4 year old children in the Emirates of Abu Dhabi. Saudi Dent J 2000; 12 (3) : 149-55.

29. Moynihan P, Petersen PE. Diet, nutrition and the prevention of dental disease. Public Health Nutrition 2004; 7 (1A), 201-6.

30. Khoriyah,S. Hubungan jenis makanan penyebab karies gigi dan frekuensi gosok gigi dengan kejadian karies gigi anak usia sekolah dasar. http://digilib.unimus.ac.id/gdl.php 2011 (26 Februari 2013).

31. Kusumawati R. hubungan tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor tahun 2010. http: // perpus. fkik. uinjkt. ac. id/ file_digital/ RINA %20 KUSUMAWATI %20 JADI. pdf (10 April 2013).

32. Kidd, E. Eseentials of dental caries the disease and its management. 3rd Ed. Italy: Oxford University Press, 2005:2-8, 88-105.


(60)

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Kepada Yth Ibu... Di tempat

Perkenalkan saya Rezi Gustiadi, mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan dokter gigi di Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara. Bersama ini saya mohon kesediaan Ibu untuk mengizinkan anak Ibu berpartisipasi sebagai subjek penelitian saya yang berjudul: “Hubungan Perilaku Diet Anak dengan

Early Childhood Caries (ECC) pada Anak Usia 37-71 Bulan di Kecamatan Medan Selayang”.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara perilaku diet dengan terjadinya Early Childhood Caries (ECC) pada anak usia 37-71 bulan. Perlu Ibu ketahui bahwa Early Childhood Caries (ECC) merupakan gambaran kondisi karies atau gigi berlubang pada anak-anak usia kurang dari 71 bulan. Kondisi diatas terkait dengan perilaku diet yang merupakan salah satu faktor risiko terjadinya ECC.

Dalam penelitian ini kepada Ibu akan dilakukan pembagian lembar catatan perilaku diet anak, mencakup jenis makanan/ minuman yang dikonsumsi, waktu, durasi, dan cara mengkonsumsi minuman yang dicatat selama 7 hari. Lembar catatan ini diisi oleh Ibu dengan sebenar-benarnya. Pemeriksaan gigi dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya gigi berlubang pada anak. Anak diinstruksikan untuk membuka mulut kemudian dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan kaca mulut untuk melihat ada atau tidaknya gigi berlubang. Pemeriksaan dilakukan selama 3 menit. Pemeriksaan ini tidak dilakukan jika anak telah diperiksa pada penelitian sebelumnya.

Proses penelitian memerlukan kerjasama yang baik dari Ibu untuk melakukan pencatatan perilaku diet anak selama 7 hari pada lembar yang akan disediakan.

Keuntungan menjadi subjek dalam penelitian ini adalah Ibu memperoleh informasi mengenai kondisi rongga mulut anak dan mengetahui risiko Early


(61)

Childhood Caries (ECC) yang disebabkan oleh perilaku diet anak sehingga diharapkan Ibu dapat melakukan pencegahan ECC pada anak.

Jika Ibu bersedia, Lembar Persetujuan Menjadi Subjek Penelitian terlampir harap ditandatangani dan dikembalikan. Perlu diketahui bahwa surat kesediaan tersebut tidak mengikat dan Ibu dapat mengundurkan diri dari penelitian ini selama penelitian berlangsung. Demikian, mudah-mudahan keterangan saya diatas dapat dimengerti dan atas kesediaan anak Ibu berpartisipasi dalam penelitian kami ucapkan terima kasih.

Medan, Desember 2012 Rezi Gustiadi

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Telp : 085363031524


(1)

Hasil analisis statistik hubungan durasi minum susu dengan pengalaman ECC (Tabel

15)

ONEWAY

deft BY durasiminumsusu

/STATISTICS DESCRIPTIVES HOMOGENEITY /MISSING ANALYSIS

/POSTHOC = TUKEY ALPHA(.05).

Oneway

Descriptives pengalaman ECC

21 7,76 5,513 1,203 5,25 10,27 0 20

29 5,31 4,614 ,857 3,56 7,07 0 16

55 3,51 3,442 ,464 2,58 4,44 0 12

105 4,86 4,522 ,441 3,98 5,73 0 20

>30 menit 21-30 menit 1-20 menit Total

N Mean

Std.

Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for

Mean

Minimum Maximum

ANOVA pengalaman ECC

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 283,095 2 141,548 7,831 ,001 Within Groups 1843,762 102 18,076

Total 2126,857 104

Test of Homogeneity of Variances

pengalaman ECC

5,282 2 102 ,067

Levene


(2)

Hasil analisis statistik hubungan minum susu botol malam hari dengan pengalaman

ECC (Tabel 15)

ONEWAY

deft BY minumsusubotolmalam

/STATISTICS DESCRIPTIVES HOMOGENEITY /MISSING ANALYSIS

/POSTHOC = TUKEY ALPHA(.05).

Oneway

Descriptives pengalaman ECC

54 5,93 5,106 ,695 4,53 7,32 0 20

14 4,29 3,049 ,815 2,53 6,05 0 9

37 3,51 3,694 ,607 2,28 4,75 0 13

105 4,86 4,522 ,441 3,98 5,73 0 20

>4 hari/minggu 1-3 hari/minggu tidak

Total

N Mean

Std.

Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for

Mean

Minimum Maximum

Test of Homogeneity of Variances pengalaman ECC

Levene

Statistic df1 df2 Sig. 4,471 2 102 ,097

ANOVA pengalaman ECC

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 133,053 2 66,527 3,403 ,037 Within Groups 1993,804 102 19,547


(3)

Hasil analisis statistik hubungan pola minum susu dengan pengalaman ECC (Tabel

16)

ONEWAY

deft BY polaminumsusu

/STATISTICS DESCRIPTIVES HOMOGENEITY /MISSING ANALYSIS

/POSTHOC = TUKEY ALPHA(.05).

Oneway

Descriptives pengalaman ECC

36 3,50 3,265 ,544 2,40 4,60 0 11

42 3,98 4,099 ,633 2,70 5,25 0 16

27 8,04 5,163 ,994 5,99 10,08 0 20

105 4,86 4,522 ,441 3,98 5,73 0 20

baik sedang buruk Total

N Mean

Std.

Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for

Mean

Minimum Maximum

ANOVA pengalaman ECC

371,918 2 185,959 10,808 ,000 1754,939 102 17,205

2126,857 104 Between Groups

Within Groups Total

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Test of Homogeneity of Variances

pengalaman ECC

3,759 2 102 ,27

Levene


(4)

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

Dependent Variable: pengalaman ECC Tukey HSD

-,476 ,942 ,048 -2,72 1,76 -4,537* 1,056 ,000 -7,05 -2,03 ,476 ,942 ,048 -1,76 2,72 -4,061* 1,023 ,000 -6,49 -1,63 4,537* 1,056 ,000 2,03 7,05 4,061* 1,023 ,000 1,63 6,49 (J) pola minum susu

sedang buruk baik buruk baik sedang (I) pola minum susu

baik

sedang

buruk

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval

The mean difference is significant at the .05 level. *.


(5)

Hasil analisis statistik hubungan perilaku diet dengan pengalaman ECC ( Tabel 17).

ONEWAY

deft BY perilaku diet

/STATISTICS DESCRIPTIVES HOMOGENEITY /MISSING ANALYSIS

/POSTHOC = TUKEY ALPHA(.05).

Oneway

Descriptives pengalaman ECC

16 2,88 4,303 1,076 ,58 5,17 0 16

76 4,54 3,985 ,457 3,63 5,45 0 15

13 9,15 5,383 1,493 5,90 12,41 2 20

105 4,86 4,522 ,441 3,98 5,73 0 20

baik sedang buruk Total

N Mean

Std.

Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for

Mean

Minimum Maximum

Test of Homogeneity of Variances pengalaman ECC

1,192 2 102 ,308

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

ANOVA pengalaman ECC

310,533 2 155,267 8,719 ,000 1816,324 102 17,807

2126,857 104 Between Groups

Within Groups Total

Sum of


(6)

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

Dependent Variable: pengalaman ECC Tukey HSD

-1,664 1,161 ,042 -4,43 1,10 -6,279* 1,576 ,000 -10,03 -2,53 1,664 1,161 ,042 -1,10 4,43 -4,614* 1,267 ,001 -7,63 -1,60 6,279* 1,576 ,000 2,53 10,03 4,614* 1,267 ,001 1,60 7,63 (J) perilaku diet anak

sedang buruk baik buruk baik sedang (I) perilaku diet anak

baik

sedang

buruk

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval

The mean difference is significant at the .05 level. *.