Perbandingan Karakteristik Saliva Pada Anak Usia ≤ 24 Bulan Antara S-Ecc (Severe Early Childhood Caries) dan Bebas Karies di Kecamatan Medan Tuntungan

13

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yaitu enamel,
dentin dan sementum; disebabkan aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu
karbohidrat yang diragikan. Proses ini ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada
jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organiknya.1 Karies masih
menjadi salah satu masalah yang sering terjadi pada masyarakat Indonesia, bukan
hanya pada orang dewasa tetapi juga pada anak-anak.2
American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD) mendefinisikan Early
Childhood Caries (ECC) sebagai terdapatnya satu atau lebih kerusakan gigi baik
berupa kavitas atau non-kavitas, kehilangan gigi (karena karies), atau adanya
tambalan pada permukaan gigi sulung pada anak usia dibawah 71 bulan. AAPD juga
menetapkan bahwa anak usia dibawah 3 tahun memiliki tanda kerusakan gigi pada
permukaan halus didefinisikan sebagai Severe Early Childhood Caries (S-ECC).1
Pada anak usia kurang dari 23 bulan yang memiliki 1 atau lebih dmfs pada
permukaan gigi didefinisikan sebagai S-ECC.3
S-ECC adalah pengalaman karies yaitu terdapatnya satu atau lebih kerusakan

berupa lesi kavitas, kehilangan gigi (karena karies), atau adanya tambalan pada
permukaan halus pada gigi apa saja untuk anak di bawah usia 3 tahun. Pada anak usia
3 sampai 5 tahun, S-ECC adalah terdapatnya 1 atau lebih kavitas, kehilangan karena
karies atau tambalan pada permukaan halus gigi anterior desidui maksila atau skor >
4 untuk usia 3 tahun,> 5 untuk usia 4 tahun, dan > 6 untuk usia 5 tahun.4
S-ECC ditandai dengan perkembangan kerusakan gigi sangat cepat pada gigi
sulung bayi dan anak-anak pra-sekolah. Dari pemeriksaan klinis anak yang
mengalami S-ECC pada usia 2, 3, dan 4 tahun memiliki bentuk dan pola khas yang
tetap.Tanda awal gigi yang terlibat karies pada gigi anterior maksila, gigi molar

Universitas Sumatera Utara

14

sulung maksila dan mandibula, dan tidak jarang pada gigi kaninus mandibula,
sedangkan gigi insisivus mandibula jarang terlibat.5
Di negara berkembang prevalensi dari S-ECC cenderung meningkat termasuk
di Indonesia.6 Prevalensi karies di Indonesia mencapai 90.05% pada populasi anak
balita.7 Karies pada anak-anak usia 3-5 tahun di DKI Jakarta adalah 81,2%. Penelitian
pada anak usia dibawah 3 tahun yang dilakukan oleh Febriana dkk tahun 2008 di DKI

Jakarta mencapai 52,7%.8 Data menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun
2007 menunjukkan bahwa prevalensi karies di Sulawesi Utara menempati peringkat
kedua tertinggi di Indonesia dengan persentase sebesar 57,2%.9 Di Sumatera Barat
mencapai 70,06% dan di kota Padang 52,2%.10
Prevalensi karies pada anak dibawah usia 5 tahun cukup tinggi di beberapa
negara. 11 Jose et al., di India 44% anak usia 8-48 bulan mengalami karies, di
pedesaan Cina mencapai 85,5%. 12 Penelitian Weddel dan Kleom dalam Dental
Caries (2008) menyatakan dari 441 anak usia antara 6-36 bulan terdapat karies 4,2%
pada usia 12-17 bulan, 19,8% pada usia 24-29 bulan dan 36.4% pada usia 30-36
bulan. Di USA prevalensi karies pada anak 3-5 tahun adalah 90%, Ghent (Belgium)
Martens et al., 2004 24-36 months 18.3%.13
Keluhan yang paling sering disampaikan anak mengalami ECC, sering
mengemut makanan karena rasa sakit bila mengunyah, anak sering menangis karena
rasa nyeri yang mengenai seluruh gigi serta adanya bau mulut.6,14 ECC yang tidak
dirawat juga dapat mengakibatkan bakterimia, maloklusi gigi permanen yang
berdampak pada psikologis, masalah (pengucapan) fonetik, gangguan tumbuh
kembang anak.Gigi anterior yang berkaitan dengan estetika juga berpengaruh kepada
kepercayaan diri anak.6, 15
Faktor etiologi karies meliputi, host, agen, substrat, dan waktu.1 Saliva
merupakan sistem pertahanan host terhadap karies. Faktor yang ada dalam saliva

yang berhubungan dengan karies antara lain adalah aksi buffer dari saliva, komposisi
kimiawi, laju alir (flow), viskositas dan faktor anti bakteri. Saliva menjadi salah satu
komponen yang mempengaruhi proses terjadinya karies karena saliva selalu
membasahi gigi geligi sehingga mempengaruhi lingkungan dalam rongga mulut.

Universitas Sumatera Utara

15

Saliva mempunyai peran sebagai penyangga sehingga naik turunnya derajat
keasaman (pH) dapat ditahan, sehingga proses demineralisasi dapat dihambat.16
Dalam penelitian Febriana dkk di Jakarta tahun 2008 menunjukkan prevalensi
keparahan ECC berdasarkan pH saliva sebesar 45,56% sampai dengan 55,55%
berdasarkan kapasitas buffer saliva sebesar 51,34% sampai dengan 63,28%. Di USA
prevalensi ECC 3-6% pada anak 1-3 tahun, Puerto Rico Lopez del Valle et al., 1998
pada anak usia 6-47 bulan 62.6%, Rosenblatt et al., 2002, pada anak usia 12-36 bulan
28.5% Sao Paolo (Brazil) Santos and Soviero, 2002, pada anak usia 0-36 bulan
41.6%. 13, 17
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan prevalensi S-ECC
menunjukkan angka yang tinggi, oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang perbandingan karakteristik saliva pada anak usia ≤ 24 bulan
dengan S-ECC dan bebas karies di kota Medan. Kecamatan yang dipilih peneliti
adalah Kecamatan Medan Tuntungan dengan alasan sampel mudah dijangkau dan
dekat dengan tempat tinggal peneliti.

1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Rumusan Masalah Umum Penelitian
Apakah ada perbedaan antara pH,, laju aliran, volume, kapasitas buffer saliva
terhadap pasien anak penderita S-ECC dan bebas karies di Kecamatan Medan
Sunggal?

1.2. Rumusan Masalah Khusus Penelitian
1. Apakah ada perbedaan distribusi penderita berdasarkan kelompok usia pada
anak ≤ 24 bulan antara Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan Bebas karies di
Kecamatan Medan Tuntungan?
2. Apakah ada perbedaan Volume saliva pada anak usia ≤ 24 bulan antara
Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan Bebas karies di Kecamatan Medan
Tuntungan?

Universitas Sumatera Utara


16

3. Apakah ada perbedaan laju alir saliva ≤ 24 bulan antara Severe Early
Childhood Caries (S-ECC) dan Bebas karies di Kecamatan Medan Tuntungan?
4. Apakah ada perbedaan pH saliva pada anak usia ≤ 24 bulan antara
penderita Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan Bebas karies di Kecamatan
Medan Tuntungan?
5. Apakah ada perbedaan kapasitas buffer saliva pada ≤ 24 bulan antara
Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan Bebas karies di Kecamatan Medan
Tuntungan?

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui perbedaan distribusi penderita berdasarkan kelompok usia pada
anak usia ≤ 24 bulan antara Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan bebas
karies di Kecamatan Medan Tuntungan
2. Mengetahui perbedaan Volume saliva pada anak usia ≤ 24 bulan antara
Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan bebas karies di Kecamatan Medan
Tuntungan.

3. Mengetahui perbedaan laju alir saliva ≤ 24 bulan antara Severe Early
Childhood Caries (S-ECC) dan bebas karies di Kecamatan Medan Tuntungan.
4. Mengetahui perbedaan pH saliva pada anak usia ≤ 24 bulan antara Severe
Early Childhood Caries (S-ECC) dan bebas karies di Kecamatan Medan Tuntungan.
5. Mengetahui perbedaan kapasitas buffer saliva pada ≤ 24 bulan antara
Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan bebas karies di Kecamatan Medan
Tuntungan.

Universitas Sumatera Utara

17

1.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah
1. Ada perbedaan distribusi penderita berdasarkan kelompok usia pada anak
usia ≤ 24 bulan antara Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan bebas karies di
Kecamatan Medan Tuntungan.
2. Ada perbedaan Volume saliva pada anak usia ≤ 24 bulan antara Severe
Early Childhood Caries (S-ECC) dan bebas karies di Kecamatan Medan Tuntungan.
3. Ada perbedaan laju alir saliva ≤ 24 bulan antara Severe Early Childhood

Caries (S-ECC) dan bebas karies di Kecamatan Medan Tuntungan.
4. Ada perbedaan pH saliva pada anak usia ≤ 24 bulan antara Severe Early
Childhood Caries (S-ECC) dan bebas karies di Kecamatan Medan Tuntungan.
5. Ada perbedaan kapasitas buffer saliva pada ≤ 24 bulan antara Severe Early
Childhood Caries (S-ECC) dan bebas karies Kecamatan Medan Tuntungan.

1.5 Manfaat Penelitian
Manfaaat untuk masyarakat:
1. Memberikan informasi kepada orangtua tentang saliva sebagai faktor resiko
terjadinya karies pada anak.
2. Memotivasi orangtua untuk memperhatikan dan memberikan panduan
kepada anak sejak dini untuk memelihara kebersihan ronga mulut.
Manfaat untuk pengembangan ilmu pegetahuan :
1. Penelitian ini sebagai referensi tambahan di Departemen Ilmu Kedokteran
Gigi Anak (IKGA) FKG USU.
2. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar program pemerintah dalam
bidang kesehatan gigi dan mulut anak untuk penyuluhan pencegahan terjadinya karies
pada anak usia dini.
3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah acuan untuk penelitianpenelitian selanjutnya.


Universitas Sumatera Utara