Perubahan Fungsi Boru Dalam Struktur Kekerabatan Batak Toba Pada Acara Pesta Adat

BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN PENELITIAN

2.1. Letak Geografis dan Sejarah Singkat Kabupaten Tapanuli Utara
Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu daerah Kabupaten di
Provinsi Sumatera Utara yang terletak di wilayah pengembangan dataran tinggi
Sumatera Utara yang berada pada ketinggian antara 150-170 meter di atas
permukaan laut. Letak geografisnya berada pada 2-3° Lintang Utara dan 98-99,5
Bujur Timur. Secara geografis letak Kabupaten Tapanuli Utara diapit atau
berbatasan langsung dengan lima kabupaten yaitu, di sebelah Utara berbatasan
dengan Kabupaten Toba Samosir, di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten
Labuhan Batu Utara, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli
Selatan dan di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan
dan Tapanuli Tengah.
Luas Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara sekitar 3.800,31 km yang terdiri
dari luas dataran 3.793,71 km dan luas perairan Danau Toba 6,60 km. Dari 15
kecamatan yang ada, kecamatan yang paling luas di Kabupaten Tapanuli Utara
adalah Kecamtan Garoga sekitar 567,58 km atau 14,58 km atau 14,96% dari luas
Kabupaten dan kecamatan yang terkenal yang terkecil luasnya yaitu Kecamatan
Muara sekitar 79,75 km atau 2,10%.
Kabupaten Tapanuli Utara yang berada pada rat-rata ketinggian lebih dari

900 meter di atas permukaan laut sangat berpeluang memperoleh curah hujan
yang banyak. Wilayah ini merupakan salah satu daerah dengan curah hujan yang

23
Universitas Sumatera Utara

cukup banyak yaitu 0,8 mm pertahun dengan suhu udara rata-rata adalah 22° C.
Adapun lokasi penelitian berada di Kecamatan Sipoholon yang menjadi salah satu
kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Tapanuli Utara.
2.1.1. Sejarah Singkat Kabupaten Tapanuli Utara
Pada masa Hindia Belanda, Kabupaten Tapanuli Utara termasuk
Kabupaten Dairi, Toba Samosir, Samosir, dan Humbang Hasundutan yang
sekarang termasuk dalam Keresidenan Tapanuli yang dipimpin oleh seorang
Residen Bangsa Belanda yang berkedudukan di Sibolga. Sesudah kmerdekaan
Republik Indonesia diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, pemerintah
mulailah membentuk struktur pemerintahan baik di pusat dan daerah. Dr.
Ferdinand Lumbantobing diangkat sebagai Residen Tapanuli Utara dan
disusunlah struktur pemerintahan dalam negeri khususnya di Tapanuli Utara.
Setelah Belanda meninggalkan Indonesia pada pengesahan kedaulatan,
pada permulaan tahun 1950 di Tapanuli dibentuk


Kabupaten baru yaitu

Kabupaten Tapanuli Utara ( dulu Kabupaten Batak), Kabupaten Tapanuli Selatan
( dulu Kabupaten Padang Sidempuan), Kabupaten Tapanuli Tengah ( dulu
Kabupaten Sibolga) dan Kabupaten Nias ( dulu Kabupaten Nias). Dengan
terbentuknya Kabupaten ini, maka kabupaten-kabupaten yang dibentuk pada
tahun 1947 dibubarkan yang pada saat itu juga dibagi menjadi 4 kabupaten.
Disamping itu di tiap kabupaten dibentuk badan legislatif Dewan Perwakilan
Rakyat Sementara yang anggotanya dari anggota partai politik setempat. Pada
tahun 1956 dibentuk Kabupaten Dairi yang pada waktu itu menjadi bagian dari

24
Universitas Sumatera Utara

Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara mengingat luas wilayahnya untuk
meningkatkan daya guna pemerintahan.
Pada tahun 1988 Kabupaten Tapanuli Utara dimekarkan menjadi dua
Kabupaten yaitu Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Toba Samosir sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1988 tentang pembentukan Kabupaten

Toba Samosir dan Kabupaten Mandailing Natal. Kemudian pada tahun 2003
Kabupaten Tapanuli Utara dimekarkan kembali menjadi dua kabupaten yaitu
Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan sesuai dengan
Undang-Undang No.9 Tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Nias Selatan,
Kabupaten Pakpak Barat dan Kabupaten Humbang Hasundutan. Setelah
Kabupaten Tapanuli Utara berpisah dengan Kabupaten Humbang Hasundutan
jumlah kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara menjadi 15 kecamatan yang salah
satunya adalah Kecamatan Sipoholon yang menjadi lokasi penelitian.
Kabupaten Tapanuli Utara merupakan daerah yang cukup terkenal di
kawasan Nusantara, terutama karena potensi alam dan sumber daya manusianya.
Potensi alam antara luasnya lahan kering untuk dijadikan persawahan baru dengan
membangun irigasi. Sebahagian perairan Danau Toba yang dimiliki dan sungai
yang cukup banyak untuk dimanfaatkan potensinya untuk irigasi, pengembangan
perikanan maupun pembangkit tenaga listrik. Keindahan alam dengan panoram
khususnya pulau sibandang di kawasan Danau Toba di Kecamatan Muara, dan
Wisata Rohani Salib Kasih di Kecamatan Siatas Barita. Kekayaan seni dan
budaya

asli


merupakan

potensi

daerah

dalam

upaya

mengembangkan

25
Universitas Sumatera Utara

kepariwisataan nasional. Potensi lain terdapat berbagai jenis mineral seperti
kaolin, batu gamping, belerang, batu besi, mika, batubara, dan panas bumi.

2.2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang menjadi objek kajian dalam tulisan ini adalah

berada di Desa Simanungkalit Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara.
Kecamatan Sipoholon memiliki batas - batas wilayah tertentu. Adapun batas batas wilayah tersebut adalah berbatasan dengan Kecamatan Parmonangan di
sebelah Barat, Kecamatan Andiankonting di Selatan, Kecamatan Tarutung di
sebelah Timur, Kecamatan Siborong - borong dan Pagaran di sebelah Barat Daya.
Sipoholon merupakan satu diantara 15 kecamatan yang ada di Tapanuli Utara.
Kecamatan Sipoholon berada pada ketinggian 300 – 1500 di atas permukaaan
laut. Letak geografis Sipoholon adalah 2000 - 2006 Lintang Utara dan 98045 –
98058 Bujur Timur. Luas wilayah kecamatan Sipoholon adalah 189.20 Km2 dan
jarak Kecamatan Sipoholon 6 km menuju ibukota Kabupaten.
Pada tahun 2010, Kabupaten Tapanuli Utara secara wilayah administrasi
terdiri dari 15 kecamatan yang terbagi dalam 232 desa dan 11 kelurahan.
Kecamatan yang paling banyak jumlah desa/kelurahan yaitu Kecamatan Tarutung
( 24 desa dan 7 kelurahan) dan yang paling sedikit jumlah desa/kelurahan yaitu
Kecamatan Simangumban (8 desa). Keadaan desa/kelurahan ditinjau dari tingkat
perkembangannya masih sangat memprihatinkan, dari 243 desa/kelurahan baru
1,23 % desa/kelurahan swasembada sisanya 30,04 % desa swakarya dan 68,72%
desa swadaya.

26
Universitas Sumatera Utara


Di Kecamatan Sipoholon sendiri terdapat 14 desa atau kelurahan yang
salah satunya adalah Desa Simanungkalit yang menjadi lokasi penelitian dalam
tulisan ini. Desa ini memiliki luas sekitar 13,35 km2 atau 7,06% luas Kecamatan
Sipoholon dan berada pada 969 m di atas permukaan laut.

Peta 2. Wilayah Kecamatan Sipoholon

27
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1
Nama Kepala Desa/Kelurahan Kecamatan Sipoholon

Desa/Kelurahan

Nama
Kepala Desa/Lurah

Rura Julu Toruan

Karim Simanungkalit
Rura Julu Dolok
Marlolo Tambunan
Simanungkalit
Kamirudin Simanungkalit
Hutauruk
Hotmauli Saragih
Situmeang Habinsaran
Gomfrit Hutabarat
Situmeang Hasundutan
Lusperia Sinaga
Lobu Singkam
Jonson Sipahutar
Pagar Batu
Ihwan Nasution
Sipahutar
Johni Sipahutar
Hutaraja
Mindo Sibagariang
Tapian Nauli

Muan Saleh Nababan
Hutaraja Hasundutan
Jonri Sihotang
Hut.raja Simanungkalit
Rimson Simanungkalit
Hutauruk Hasundutan
Rimson Simanungkalit
Panen Hutauruk
Panen Hutauruk
Sumber: Kepala Desa/Lurah se Kecamatan Sipoholon

Jenis
Kelamin
L
L
L
P
L
P
L

L
L
P
L
L
L
L

Pendidikan
SMP
SMP
SMA
SMA
SMA
S-1
SMA
SMA
S-1
SMA
SMA

SMA
SMP
SMP

2.3. Keadaan Iklim
Di daerah Desa Simanungkalit ini dikenal hanya dua musim yaitu: musim
hujan dan musim kemarau. Musim hujan terjadi pada bulan Oktober hingga April
dan musim kemarau terjadi pada bulan April hingga Oktober. Hal ini dipengaruhi
oleh letak wilayah Indonesia yang terletak antara dua benua dan dua samudera
yang mengakibatkan pergantian arah angin setiap enam bulan sekali, yakni angin
musom barat dan angin musom timur.
Desa Simanungkalit berada pada ketinggian tanah dari permukaan laut
950m, banyaknya curah hujan 8,8 mm dan suhu udara desa ini rata-rata 22◦C
dengan luas wilayah seluruhnya adalah 1656 Ha. Desa Simanungkalit Kecamatan

28
Universitas Sumatera Utara

Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara memiliki temperatur yang dingin karena
banyak mengandung uap air dan dipengaruhi oleh topografi yang berbukit-bukit.


2.4. Pola Perkampungan dan Letak Rumah
Berdasarkan pengamatan penulis bahwa pola perkampungan di desa
Simanungkalit sama dengan pola perkampungan Batak Toba pada umumnya.
Letak rumah selalu berhadapan menghadap jalan atau menghadap halaman umum
membentuk sebuah perkampungan. Penduduk yang tinggal memiliki bentuk pola
pemukiman yang berkelompok. Setiap rumah dibangun menghadap jalan dan
sejajar mengikuti alur jalan desa yang berbeda dengan pemukiman yang ada di
dusun-dusun.
Biasanya jarak pusat desa dengan perkampungan lainnya jauh, hal ini
disebabkan banyak masyarakat yang mencari lahan pertanian yang bisa digarap.
Mereka tinggal di dekat lahan tersebut dan kemudian membentuk komunitas
sendiri yang menjadi cikal bakal sebuah perkampungan ataupun dusun. Karena
kebanyakan dusun-dusun berada pada wilayah yang lebih rendah dari jalan desa
atau berada di lembah, maka pola perkampungannya menjadi berbeda dengan
yang ada di pusat desa.

2.5. Penduduk dan Sistem Bahasa
Penduduk yang mendiami wilayah Desa Simanungkalit adalah suku Batak
Toba. Sangat jarang ditemukan suku lain yang mendiami wilayah desa tersebut.
Setiap dusun atau desa di daerah Kecamatan Sipoholon biasanya selalu dihuni

29
Universitas Sumatera Utara

oleh satu kelompok marga. Jumlah Penduduk yang terdapat di desa ini 2.150 jiwa
dengan jumlah rumah tangga sekitar 508 KK.
Sejak berabad-abad yang lampau suku-suku bangsa yang tinggal di
berbagai kepulauan di Nusantara memiliki bahasa masing-masing yang
dipergunakan dalam pergaulan dan komunikasi antar sesama suku tersebut.
Bahasa itu dinamakan sebagai “bahasa daerah” yang disebutkan sesuai dengan
suku bangsa yang memiliki bahasa tersebut. Misalnya bahasa Batak Toba
dipergunakan oleh Batak Toba. Bahasa yang umum digunakan yaitu Bahasa
Indonesia dan Batak Toba. Dalam percakapan sehari-hari karena sudah terbiasa
dan turun temurun bahasa yang digunakan adalah Bahasa Batak Toba. Sementara
Bahasa Indonesia digunakan dalam proses belajar mengajar di sekolah dan di
dalam kegiatan yang bersifat formal dalam urusan administrasi pemerintahan
meskipun sebenarnya karena terbiasa pada saat percakapan berlangsung juga
menggunakan Bahasa Batak Toba.

2.6. Mata Pencaharian
Dengan kondisi alam yang berada pada wilayah pegunungan, mayoritas
penduduk bekerja sebagai petani. Sektor pertanian sampai saat ini masih
merupakan tulang punggung perekonomian daerah pada umumnya sebagai
penghasil nilai tambah dan devisa maupun sumber penghasilan atau penyedia
lapangan pekerjaan sebagai besar penduduk. Pentingnya sektor pertanian
memberikan fasilitas dan dorongan yang lebih terarah bagi perkembangan
pembangunan kerakyatan.

30
Universitas Sumatera Utara

Di desa ini luas lahan pertanian sekitar 155 Ha dengan rata-rata produksi
53,69 Ton/Ha. Hasil pertanian yang dihasilkan diantaranya padi, palawija (jagung,
ubi kayu, kacang tanah, ketela), sayur-sayuran seperti cabe, bawang merah,
buncis, kentang dan yang lainnya. Terdapat juga beberapa hasil dari perkebunan
diantaranya kopi, kelapa, karet. Selain sebagai petani masyarakat yang tinggal di
desa tersebut ada juga yang bekerja di bidang usaha atau profesi lainnya antara
lain seperti di bidang pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, dan juga
bidang akademis seperti PNS ataupun guru dan juga dalam usaha kecil menengah.
Di desa Simanungkalit ini sendiri terdapat beberapa jumlah perkumpulan
kelompok tani sebagai berikut:

Tabel 2.2
Daftar Nama Kelompok Tani dan Jumlah Anggota
Nama Kelompok Tani
Palopo
Melati
Pareme
Dosroha
Tamauli
Satahi
Saroha
Terpadu
Marune
Dame

Jumlah Anggota
25
24
25
25
25
25
26
27
18
32

Sumber: UPT Pertanian Kecamatan Sipoholon

31
Universitas Sumatera Utara

2.7. Sistem Kekerabatan
Sebagai wilayah yang mayoritas Suku Batak Toba maka sistem
kekerabatan ataupun tata cara kehidupan sosial masyarakat yang tinggal tercermin
dalam sebuah konsep budaya yang disebut dengan Dalihan Na Tolu. Dalam setiap
aktivitas, kekerabatan dan adat istiadat di desa ini diatur oleh tiga konsep yaitu
hula-hula (pihak keluarga pemberi istri); anak boru (pihak keluarga penerima
istri); dan dongan tubu (sesama saudara lelaki dari induk marga yang sama).
Ketiga konsep ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Ketiga hal ini mempunyai prestise dan tingkatan yang berbeda. Hula-hula
berada pada status tertinggi baik secara sosial maupun dalam konteks spritual atau
adat. Ketiga konsep ini juga terungkap dalam sebuah pepatah Batak Toba yang
menyatakan somba marhula-hula, elek marboru, manat mardongan tubu. Artinya
setiap orang harus sopan dan hormat terhadap hula-hula, memberikan perhatian
terhadap anak boru, serta harus menjaga hubungan yang baik dengan dongan
tubu. Disamping itu, masyarakat yang tinggal sangat menjunjung tinggi hubungan
antara kelompok sosial yang satu dengan kelompok sosial lainnya berdasarkan
turunan marga.
Ketika seseorang baru bertemu dengan yang lain, biasanya masing-masing
individu akan menyebutkan marganya terlebih dahulu dan kemudian mencari
posisi marganya tersebut dalam keluarga atau turunan marganya. Kemudian hal
ini akan memunculkan posisi baru bagi setiap individu tersebut dalam konteks
adat sesuai dengan konsep dalihan na tolu. Beberapa marga yang mayoritas

32
Universitas Sumatera Utara

menempati desa ini adalah marga Simanungkalit, Situmeang, Hutauruk,
Sibagariang dan Marbun dan beberapa marga lain.

2.8. Sistem Kepercayaan
Sesuai dengan falsafah Negara, pelayanan kehidupan beragama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa senantiasa dikembangkan dan
ditingkatkan. Penduduk yang tinggal di Desa Simanungkalit secara keseluruhan
telah memeluk agama yang telah diakui oleh negara. Agama yang mereka anut
adalah agama Kristen Protestan, Kristen Khatolik, dan Islam. Di desa ini tidak
terdapat masyarakat yang menganut sistem kepercayaan.

33
Universitas Sumatera Utara