Perubahan Fungsi Boru Dalam Struktur Kekerabatan Batak Toba Pada Acara Pesta Adat

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Globalisasi merupakan suatu proses dimana antar individu, antar
kelompok, dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan
mempengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara. Kata globalisasi
merupakan serapan dari bahasa asing yaitu bahasa Inggris globalization. Kata
globalization sendiri sebenarnya berasal dari kata global yang berarti universal
yang mendapat imbuhan -lization yang bisa dimaknai sebagai proses. Jadi dari
asal mula katanya, globalisasi bisa diartikan sebagai proses penyebaran unsurunsur baru baik berupa informasi, pemikiran, gaya hidup maupun teknologi secara
mendunia. Wacana globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu mengubah
dunia secara mendasar.
Sejalan dengan hal
sebagai

sebuah

konsep


itu budaya global (global cuture) dapat diartikan
yang

digunakan

untuk

menjelaskan

tentang

“mendunianya” berbagai aspek kebudayaan di dalamnya terdapat proses
penyatuan, unifikasi, dan homogenisasi. Ohmae (1990) (dalam Nanang Martono,
2014) mengartikan globalisasi sebagai “the bordeless word”, dunia tanpa batas.
Dalam pengertian ini globalisasi merujuk pada suatu keadaan dimana batas-batas
yang ada dalam suatu masyarakat atau batas-batas kebudayaan yang dimiliki
masyarakat kian memudar. Globalisasi telah menciptakan dunia yang semakin
terbuka dan saling ketergantungan antar negara maupun antar suku bangsa.
1
Universitas Sumatera Utara


Indonesia merupakan salah satu negara yang juga termasuk berada dalam
era globalisasi. Dimana bangsa Indonesia harus menerima kenyataan bahwa
kebudayaan asing akan masuk dan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan
bangsa terutama aspek kebudayaan yang dimiliki setiap suku bangsa di indonesia.
Setiap suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki ciri khas masing-masing
sebagai pembeda antara satu suku dengan suku lainnya. Suku- suku bangsa yang
terdapat di Indonesia sendiri memiliki kebudayaan yang disebut sebagai budaya
lokal yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat setempat.
Pengaruh dari masuknya globalisasi ke dalam bangsa Indonesia ternyata
juga turut mempengaruhi budaya lokal yang ada dalam etnis/suku bangsa.
Pengertian dari budaya lokal sendiri adalah budaya asli yang dimiliki oleh
sekelompok masyarakat yang di dalamnya terkandung berbagai kebiasaankebiasaan serta nilai-nilai lokal

yang dijadikan sebagai pandangan hidup

bersama. Adanya globalisasi telah mendorong terjadinya pergeseran atau
perubahan terhadap sistem atau aturan yang tumbuh dan berkembang dalam
budaya lokal suatu masyarakat. Hal tersebut menyebabkan kearifan atau tradisi
lokal yang berlaku dalam masyarakat mulai terkikis. Masyarakat memiliki adat

yang dikenal sebagai adat kedaerahan yang merupakan simbol dari kebudayaan
lokal mulai kehilangan makna yang berarti di era globalisasi. Sehingga kita sulit
memberikan batasan-batasan yang jelas antara budaya lokal dan budaya barat.
Sehubungan dengan kondisi tersebut maka efek yang ditimbulkan oleh pengaruh
budaya global terhadap budaya lokal adalah masuknya secara bebas nilai-nilai

2
Universitas Sumatera Utara

moral, sosial budaya, dan sebagainya yang akan berdampak pada memudarnya
nilai-nilai budaya lokal yang dimiliki oleh masyarakat setempat.
Kondisi yang demikian juga tentunya dialami oleh suku bangsa Batak
Toba sebagai salah satu suku yang terdapat di Sumatera Utara. Yang mana
globalisasi telah ikut mempengaruhi budaya lokal yang dimiliki oleh masyarakat
Batak Toba. Masyarakat Batak Toba merupakan masyarakat yang sangat
menjunjung tinggi dan sangat memegang teguh falsafah hidup mereka yang
disebut dengan Dalihan Na Tolu. Bagi orang Batak menjaga eksistensi dari adat
budaya Dalihan Na Tolu dalam berbagai aktivitas yang mereka lakukan adalah
suatu hal yang wajib. Maka dari itu masyarakat Batak Toba dalam berbagai
aktivitas yang dilakukan harus selalu menggunakan falsafah Batak Dalihan Na

Tolu. Begitu pula halnya dalam kehidupan adat-istiadat

terkhususnya dalam

konteks pesta adat, pelaksanaannya selalu diatur oleh adat budaya Dalihan Na
Tolu.
Pada setiap penyelenggaraan acara pesta adat Batak (paradaton) di
dalamnya terdapat sistem kegiatan gotong-royong1 atau sistem kerjasama tolongmenolong yang bertujuan untuk membantu pihak penyelenggara pesta dalam hal
mempersiapkan keperluan pesta sehari sebelum acara pesta maupun pada saat
acara pesta adat berlangsung. Dalam budaya Batak kegiatan tersebut dinamakan
dengan Marhobas. Kegiatan Marhobas2 ini merupakan tradisi budaya lokal yang
masih dijalankan hingga saat ini. Berhubung karena tradisi marhobas berlangsung

1

Koentjaraninggrat (1982) mengartikan gotong-royong sebagai kerjasama diantara
anggota-anggota suatu komuniti dan di dalamnya terdapat rasa saling membantu.
2
Marhobas adalah sistem kerjasama saling bantu-membantu yang dikerjakan secara
bersama-sama dalam aspek paradaton pada suku Batak Toba.


3
Universitas Sumatera Utara

pada acara pesta adat Batak, maka tentunya pelaksanaan tradisi ini juga berkaitan
serta diatur oleh falsafah adat budaya Dalihan Na Tolu3.
Di dalam nilai adat budaya Dalihan Na Tolu terdapat tiga unsur hubungan
kekerabatan. Ketiga unsur hubungan kekerabatan tersebut terdiri dari Hula-hula (
keluarga dari pihak istri ), Boru ( keluarga dari pihak menantu laki-laki ), serta
Dongan Sabutuha ( teman semarga ), ( Sihombing, T.M. 1986 : 71 ). Hubungan
dalam Dalihan Na Tolu ditata dalam satu falsafah somba marhulahula, elek
marboru, manat mardongan tubu (menyembah hulahula, hati-hati kepada teman
semarga, membujuk/melindungi/mengayomi boru). Setiap kelompok kerabat itu
mempunyai peranan dan kegiatan sendiri-sendiri dalam suatu pesta. Kehadiran
hula-hula, boru, maupun dongan tubu dalam acara adat tersebut untuk
melaksanakan segala kewajiban dan menerima segala hak yang telah ditentukan
oleh adat. Oleh karena itu Dalihan Na Tolu dapat didefinisikan sebagai struktur
kemasyarakatan atas dasar hubungan kekerabatan yang menjadi landasan semua
kegiatan yang bertalian dengan adat khususnya pada acara pesta adat perkawinan.
Juga dapat diartikan bahwa salah satu pernyataan dari prinsip Daihan Na Tolu

adalah gotong-royong.
Berlandaskan pada nilai budaya yang terkandung dalam Dalihan na Tolu,
maka idealnya yang berperan dan berkewajiban melaksanakan tugas dalam
kegiatan marhobas adalah pihak yang berkedudukan sebagai boru4 serta dongan

Dalihan Na Tolu disebut juga “Tungku nan Tiga” yang berarti suatu ungkapan yang
menyatakan kesatuan hubungan kekeluargaan pada suku Batak.
4
Boru dan dongan sahuta sebagai orang yang berperan dan berkewajiban sebagai pelayan
dalam acara pesta dinamai dengan sebutan sebagai parhobas.
3

4
Universitas Sumatera Utara

sahuta dalam sebuah pesta adat. 5Setiap orang yang hadir dalam upacara adat
harus menjalankan perannya sesuai statusnya. Pada sebuah acara pesta,
boru/gelleng beserta dongan sahuta/saulaon bekerja untuk melayani atau
membantu dalam hal membagi makanan, mencuci piring, bersih-bersih maupun
menyiapkan berbagai kebutuhan supaya pesta dapat bejalan lancar.

Seiring dengan perkembangan zaman globalisasi telah mempengaruhi
budaya lokal masyarakat Batak Toba dalam prinsip adat budaya Dalihan Na Tolu
yang berlangsung pada pesta adat Batak. Dimana nilai-nilai budaya global yang
bersifat universal dan tanpa batas itu telah mempengaruhi pelaksanaan pesta adat
Batak terkait dengan fungsi atau peranan boru dalam kegiatan pesta. Maksud
penulis

dalam

konsep

ini

adalah

bahwa

ketika

masyarakat


Batak

menyelenggarakan pesta adat, mereka tetap menganut dan melaksanakan pesta
sesuai dengan esensi adat Batak

yang berlaku seturut dengan falsafah adat

Dalihan Na Tolu. Akan tetapi pengaruh yang dibawa oleh budaya global itu telah
mengaburkan batasan-batasan yang mengatur posisi dan peranan boru serta
dongan sahuta dalam acara pesta adat Batak. Seharusnya menurut esensi niai
budaya Dalihan Na Tolu boru yang berperan sebagai parhobas atau yang
bertanggung jawab sepenuhnya dalam hal persiapan maupun pelayanan dalam
pesta adat. Tetapi karena globalisasi telah mempengaruhi struktur Dalihan Na
Tolu maka struktur itu tidak lagi harus sepenuhnya dijalankan.
Meski demikian dalam acara pesta adat atau dalam acara adat lainnya
hula-hula, boru dan dongan sabutuha tetap menduduki posisi sesuai jabatan
5

Parhobas merupakan orang yang bertugas untuk mempersiapkan penyajian makanan

dalam pesta orang batak.

5
Universitas Sumatera Utara

masing-masing. Jadi dengan adanya budaya global yang mempengaruhi budaya
lokal orang batak, maka fungsi boru yang seharusnya berperan dalam kegitan
marhobas berubah atau tugas dan perannya

tergantikan oleh adanya jasa

catering6 atau di perkotaan posisi ini disebut dengan istilah EO (event organizer).
Dari kondisi ini dapat dilihat bahwa hal yang global tersebut telah mengaburkan
batas-batas yang diatur dalam hal yang lokal yaitu Dalihan Na Tolu. Sehingga
budaya global dan budaya lokal akan saling mempengaruhi di dalam acara pesta
adat Batak. Keadaan ini tentu saja akan menimbulkan terjadinya

perubahan

dalam budaya lokal orang Batak pada konteks pesta adat.

Kondisi inilah yang dialami oleh masyarakat Batak Toba yang berada di
desa simanungkalit beberapa tahun belakangan ini dalam pelaksanaan pesta adat
yang berlangsung ditempat mereka. Maka oleh sebab itu dalam penelitian ini saya
ingin menjelaskan dan mengkaji lebih jauh bagaimana proses dialektika antara
budaya lokal dan budaya global dalam pelaksanaan pesta adat pada masyarakat
Batak yang ada di desa Simanungkalit, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten
Tapanuli Utara.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, telah dijelaskan bahwa di
dalam acara pesta adat Batak telah terjadi perubahan dalam hal tugas maupun
fungsi boru dalam pesta. Yang mana pada hakekatnya dalam aspek struktur
Dalihan Na Tolu tugas dan peranan boru pada acara pesta adalah pihak yang
6

Catering diartikan sebagai suatu usaha dibidang jasa dalam menyediakan atau melayani
permintaan makanan untuk umum pada suatu acara/pesta.

6
Universitas Sumatera Utara


bertugas dan bertanggung jawab atas pelaksanaan sistem kerjasama marhobas.
Akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman dengan adanya budaya gobal
ternyata mempengaruhi budaya lokal orang Batak terkait dengan fungsi dan peran
boru dalam acara pesta sesuai dengan adat budaya Dalihan Na Tolu. Budaya
global telah mempengaruhi budaya lokal dalam konteks pesta adat yang
menimbulkan adanya dialektika antara budaya lokal dan budaya global pada
masyarakat Batak. Kondisi tersebut

menyebabkan adanya perubahan

dalam

budaya lokal Batak Toba yang berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab
boru dalam acara pesta adat Batak yang ada di desa Simanungkalit. Dengan
demikian berdasarkan latar belakang masalah yang telah dirumuskan maka yang
menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
1. Bagaimana peran boru dilakukan dalam pelaksanaan pesta adat Batak
Toba di Desa Simanungkalit Kabupaten Tapanuli Utara?
2. Apa saja yang berubah pada fungsi boru dalam pesta adat Batak Toba?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan dan menjelaskan
bahwa telah terjadi

perubahan fungsi/peran boru sebagai parhobas dalam

pelaksanaan pesta adat Batak Toba akibat pengaruh dari budaya global atau
globalisasi. Dimana idealnya berdasarkan prinsip budaya Dalihan Na Tolu, pihak
yang seharusnya memegang peran dan tanggung jawab dalam sistem kerjasama
marhobas dalam pesta adat batak adalah pihak boru beserta dongan sahuta.
Tetapi saat ini karena adanya pengaruh globalisasi terhadap budaya lokal dalam
pesta adat batak maka menimbulkan adanya perubahan dalam hal kewajiban atau
7
Universitas Sumatera Utara

fungsi boru dalam

pesta adat Batak Toba. Secara akademis bahwa hasil

penelitian ini merupakan bahan untuk skripsi guna memperoleh gelar sarjana
program Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas
Sumatera Utara.

1.4. Manfaat Penelitian
Secara umum penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam memperkaya
pengetahuan tentang budaya lokal pada masyarakat Batak Toba. Dalam hal ini
yang dimaksud adalah tradisi marhobas sebagai sistem kerjasama yang
berlangsung dalam acara pesta adat yang sudah mengalami perubahan dalam hal
pengerjaannya sebagai akibat dari pengaruh budaya gobal di dalam masyarakat.
Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah masukan bagi peneliti selanjutnya
yang ingin meneliti tentang perubahan fungsi boru sebagai parhobas dalam pesta
adat batak karena pengaru budaya global sehingga berdialektika dengan budaya
lokal pada acara pesta adat Batak. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah
kepustakaan dalam ilmu antropologi.

1.5. Tinjauan Pustaka
1.2.1. Budaya Global
Kata globalisasi sebenarnya merupakan serapan dari bahasa asing yaitu
bahasa Inggris globalization. Kata globalization7 sendiri sebenarnya berasal dari
kata global yang berarti universal yang mendapat imbuhan -lization yang bisa

7

https://id.wikipedia.org/wiki/Globalisasi (akses 25 April 2017)

8
Universitas Sumatera Utara

dimaknai sebagai proses. Jadi dari asal mula katanya, globalisasi bisa diartikan
sebagai proses penyebaran unsur-unsur baru baik berupa informasi, pemikiran,
gaya hidup maupun teknologi secara mendunia. Sedangkan dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia kata “global” berarti secara keseluruhan8. Maka dapat diartikan
bahwa Globalisasi berarti suatu proses yang mencakup keseluruhan dalam
berbagai bidang kehidupan sehingga tidak nampak lagi adanya batas-batas yang
mengikat secara nyata.
Dalam keadaan global, tentu apa saja dapat masuk sehingga sulit untuk
disaring atau dikontrol. Rudy (2003:5) mendefenisikan globalisasi sebagai suatu
proses hubungan sosial secara relatif yang menemukan tidak adanya batasan jarak
dan menghilangnya batasan-batasan secara nyata, jadi ruang lingkup kehidupan
manusia makin bertambah dengan memainkan peranan yang lebih luas didalam
dunia sebagai kesatuan tunggal.
Salah satu
Sulistyowati

defenisi globalisasi dikemukakan oleh Kaplinsky (dalam

Irianto 2009: 45) bahwa “globalisasi ditandai dengan adanya

penurunan secara sistematis berbagai penghalang terhadap arus lintas batas atas
buruh, modal, produk, teknologi, pengetahuan, informasi, sistem, kepercayaan,
nilai, dan pemikiran. Budaya global (global culture), yang dapat diartikan sebagai
sebuah konsep yang digunakan untuk menjelaskan tentang ‘mendunianya’
berbagai aspek kebudayaan, yang di dalamnya terjadi proses penyatuan, unifikasi,
dan homogenisasi.

8

http://www.guruips.com/2006/11/pengertian-konsep-ciri-ciri-dan-contoh.html (akses 27
April 2017)

9
Universitas Sumatera Utara

Globalisasi9 telah menciptakan dunia yang semakin terbuka dan saling
ketergantungan antar negara dan antarbangsa. Dan efek yang ditimbulkan adalah
akan masuknya secara bebas nilai-nilai moral, sosial budaya, dan sebagainya yang
akan berdampak pada memudarnya budaya lokal suku bangsa tertentu.
Kebudayaan atau nilai-nilai (value) yang selama ini menjadi sumber identitas
masyarakat lokal pun turut terkikis dan terbawa dalam arus budaya global.
Di berbagai daerah dan bahkan sudah merambah sampai ke pelosokpelosok pedalaman, masifnya perkembangan teknologi komunikasi seperti media
televisi, hand phone, internet, telah menggantikan budaya “kontak fisik” sebagai
sarana utama komunikasi masyarakat lokal selama ini. Realitas saat ini, banyak
komunitas-komunitas mengalami kemerosotan identitasnya. Proses transfer tradisi
dari kaum tua ke generasi muda pun semakin pudar akibat pemanjaan layanan
informasi dan komunikasi yang menyuguhkan kepraktisan. Globalisasi telah
menjelma menjadi sebuah kekuatan besar di dunia, dan kehadirannya telah
merenggut roh-roh kebudayaan masyarakat lokal. Dalam banyak hal, karakteristik
globalisasi mempunyai kemiripan dengan internasionalisasi, sehingga kedua
istilah ini sering dipertukarbalikkan. Sejalan dengan perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi, globalisasi yang beriringan dengan modernisasi
menyebar ke seluruh penjuru dunia sebagai proses yang tak terelakkan.
Modernitas adalah globalisasi, artinya cenderung meliputi kawasan geografis
yang semakin luas dan akhirnya meliputi kawasan seluruh dunia, (Giddens dalam

9

Morrison (dalam Sulistyowati Irianto 2009:45) mengatakan globalisasi terdiri dari
sejumlah proses dimana produk, orang, perusahaan, uang dan informasi dapat bergerak bebas dan
cepat diseuruh dunia, dengan leluasa tanpa dihalangi oleh batas-batas negara atau teritorial
lainnya.

10
Universitas Sumatera Utara

nanang martono, 2014). Modernisasi berarti perubahan dari masyarakat
tradisional menuju masyarakat yang modern. Jadi modernisasi merupakan suatu
proses perubahan ketika masyarakat yang sedang memperbarui dirinya berusaha
mendapatkan ciri-ciri atau karakteristik yang dimiliki masyarakat modern.

Jan Aart Scholte (2001) mengamati proses globalisasi beberapa indikator:
(1) Internasionalisasi mengacu pada kejadian di suatu wilayah yang dapat
memengaruhi kejadian di wilayah lainnya10. (2) Universalisasi digambarkan
sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia,
artinya pengalaman satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia, (3)
Westernisasi merupakan pendifusian11 nilai-nilai barat ke dalam nilai-nilai lokal.
Hal ini diindikasikan dengan mulai memudarnya budaya lokal dan kecenderungan
homogenitas budaya.
Kebudayaan lokal Indonesia yang sangat beranekaragam menjadi suatu
kebanggaan sekaligus tantangan untuk mempertahankan serta mewarisi kepada
generasi selanjutnya. Perkembangan zaman nyatanya menimbulkan perubahan
pola hidup masyakat yang lebih modern. Akibatnya masyarakat lebih memilih
kebudayaan baru yang mungkin dinilai lebih praktis dibandingkan dengan budaya
lokal.

10

A.Safril Mubah, Strategi Meningkatkan Daya Tahan Budaya Lokal dalam Menghadapi
Arus Globalisasi (Artikel Departemen Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Airlangga,
Surabaya)
11
Difusi merupakan proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari satu kelompok ke
kelompok lainnya atau dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya.

11
Universitas Sumatera Utara

Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi,
globalisasi yang beriringan dengan modernisasi menyebar ke seluruh penjuru
dunia sebagai proses yang tak terelakkan. Modernitas adalah globalisasi, artinya
cenderung meliputi kawasan geografis yang semakin luas dan akhirnya meliputi
kawasan seluruh dunia, (Giddens dalam nanang martono, 2014). Modernisasi
berarti perubahan dari masyarakat tradisional menuju masyarakat yang modern.
Jadi modernisasi merupakan suatu proses perubahan ketika masyarakat yang
sedang memperbarui dirinya berusaha mendapatkan ciri-ciri atau karakteristik
yang dimiliki masyarakat modern. Gencarnya modernisasi di bidang teknologi
juga ilmu pengetahuan telah menciptakan isu globalisasi dan pada akhirnya
mengerucut menjadi satu kebudayaan global atau universal. Hasilnya sekarang
kebudayaan asli pun memudar dan menyebarkan fenomena akulturasi budaya.
1.2.2. Budaya Lokal
Kebudayaan

sangat

berhubungan

erat

dengan

masyarakat.

Kebudayaan

membedakan suku yang satu dengan suku lainnya. Menurut Koentjaraninggrat
dalam Takari,dkk (2008:5), “konsep tentang “kebudayaan adalah keseluruhan
sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar”. E.B. Tylor dalam
Soekanto (2013:150) mengatakan “kebudayaan adalah keseluruhan kompleks
yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat
dan kemampuan-kemampuan lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia
sebagai anggota masyarakat”.

12
Universitas Sumatera Utara

Dalam wacana kebudayaan dan sosial, sulit untuk mendefinisikan dan
memberikan batasan terhadap budaya lokal atau kearifan lokal, mengingat ini
akan terkait teks dan konteks, namun secara etimologi dan keilmuan, tampaknya
para pakar sudah berupaya merumuskan sebuah definisi terhadap local culture
atau local wisdom ini. Dalam penjelasannya, kebudayaan suku bangsa adalah
sama dengan budaya lokal atau budaya daerah. Kebudayaan lokal adalah suatu
kebiasaan dan adat istiadat daerah tertentu yang lahir secara alamiah, berkembang,
dan sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah. Budaya lokal (lokal wisdom)
merupakan suatu perilaku manusia yang dianggap memiliki nilai positif dan
manfaat maupun nilai lebih tertentu di dalam kehidupan, yang kemudian dapat
dilihat di dalam hubungan antar masyarakat, hubungan dengan alam dan
lingkungan sekitarnya. Menurut J.W. Ajawaila, budaya lokal adalah ciri khas
budaya sebuah kelompok masyarakat lokal. Dalam pengertian yang luas, Judistira
(2008:113) mengatakan bahwa kebudayaan daerah bukan hanya terungkap dari
bentuk dan pernyataan rasa keindahan melalui kesenian belaka tetapi termasuk
segala bentuk, dan cara-cara berperilaku, bertindak, serta pola pikiran yang berada
jauh dibelakang apa yang tampak tersebut.
Budaya lokal meliputi berbagai kebiasaan dan nilai bersama yang dianut
masyarakat tertentu. Pengertian budaya lokal sering di hubungkan dengan
kebudayaan suku bangsa. Konsep suku bangsa sendiri sering dipersamakan
dengan konsep kelompok etnik. Menurut Fredrik Barth sebagaimana dikutip oleh
Parsudi Suparlan, suku bangsa hendaknya dilihat sebagai golongan yang khusus.
Kekhususan suku bangsa diperoleh secara turun temurun dan melalui interaksi

13
Universitas Sumatera Utara

antarbudaya. Akan tetapi, tidak mudah untuk merumuskan atau mendefinisikan
konsep budaya lokal. Menurut Irwan Abdullah, definisi kebudayaan hampir selalu
terikat pada batas-batas fisik dan geografis yang jelas. Misalnya, budaya jawa
yang merujuk pada suatu tradisi yang berkembang di Pulau Jawa. Oleh karena itu,
batas geografis telah dijadikan landasan untuk merumuskan definisi suatu
kebudayaan lokal. 12
Akan tetapi, dalam proses perubahan sosial budaya telah muncul
kecenderungan mencairnya batas-batas fisik suatu kebudayaan. Hal itu
dipengaruhi oleh faktor percepatan migrasi dan penyebaran media komunikasi
secara global sehingga tidak ada budaya lokal suatu kelompok masyarakat yang
masih sedemikian asli.
1.2.3. Adat Budaya Dalihan Na Tolu
Masyarakat suku Batak memiliki falsafah hidup yang selalu dilaksanakan
dalam setiap aktivitas kemasyarakatan, seperti dalam aktivitas perkawinan,
upacara kematian, upacara menempati rumah yang baru dan sebagainya. Falsafah
hidup masyarakat Batak yang dijunjung tinggi atau yang paling tinggi adalah
Dalihan Na Tolu. Dalihan Na Tolu melambangkan pengakuan atas adanya
pembagian kekerabatan masyarakat Batak Toba dalam tiga kelompok utama.
Yang terdiri dari (1) Hula-hula, yaitu marga asal istri atau keluarga ayah atau
saudara laki-laki dari keluarga istri. (2) Dongan sabutuha/ Dongan tubu artinya,
saudara sekandung seayah dan seibu. Namun bagi masyarakat Batak Toba hal itu
dimaknai secara menyeluruh yaitu, orang-orang yang berasal dari satu marga
12

http://www.com/2016/11/pengertian-konsep-ciri-ciri-dan-contoh.html (akses 29 April

2017).

14
Universitas Sumatera Utara

dengan suami atau saudara laki-laki suami, dan (3) Boru yaitu saudara perempuan
dari pihak suami beserta keluarganya. Dengan timbulnya kelompok tersebut maka
terciptalah struktur sosial yang masyarakat yang baku, dimana ketiga kelompok
tersebut bergerak, berhubungan selaras, seimbang dan teguh dalam suatu tatanan
masyarakat. Ketiga fungsi sosial tersebut terus berinteraksi kedalam dan keluar
kelompok sehingga Dalihan Na Tolu13 dikategorikan sebagai sistem yang
mendekati sempurna dalam pranata adat dan budaya Batak.

Gambar 1: Struktur Dalihan Na Tolu
Tidak hanya sekedar menetapkan struktur sosial dan fungsi dalam tatanan
adat, Dalihan Na Tolu juga menetapkan sikap dan perilaku yang patut ditampilkan
setiap kelompok terhadap kelompok lain. Somba atau sopan serta hormat
merupakan sikap yang patut ditampilkan oleh boru terhadap hula-hula. Manat atau
berhati-hati merupakan sikap terhadap dongan sabutuha (teman satu marga). Bila
ada tindakan yang akan dilakukan dan ada perkataan yang akan diucapkan kepada
dongan tubu harusnya benar-benar dipikirkan dengan bijaksana, sehingga tidak
13

Dalihan Na Tolu artinya tungku berkaki tiga, ketiga kaki tungku melambangkan
pengakuan atas adanya pembagian masyarakat Batak dalam tig kelompok utama. Pembagian inilah
yang menjadi struktur kemasyarakatan bagi orang-orang Batak Toba.

15
Universitas Sumatera Utara

menimbulkan kesalahpahaman. Serta elek atau lemah lembut maupun pandai
membujuk/ mengayomi merupakan sikap yang harus ditampilkan oleh hula-hula
terhadap boru.
Dalam upacara perkawinan secara adat Batak Toba, ketiga unsur Dalihan
Na Tolu dari pihak calon pengantin laki-laki dan perempuan harus hadir. Sebab
perkawinan pada Batak Toba menimbulkan adanya ikatan yang terpadu
(terintegrasi) diantara Daihan Na Tolu, seolah-olah merupakan tiga tungku di
dapur dalam hidup sehari-hari, O.P. Simorangkir (2007:74). Dalihan Na Tolu
berembuk untuk melaksanakan hak dan kewajiban atau mengatur dan
mengendalikan tingkah laku seseorang atau kelompok sesuai adat yang berlaku
yang dirangkum kedalam beberapa kegiatan yang sarat dengan interaksi simbolik
antara lain :
Hula-hula
Kedudukan hula-hula pada suku Batak Toba dianggap sebagai
pemberi kehidupan dan penyalur berkat, karena itu harus dihormati,
walaupun kedudukannya dari segi jabatan dan kepangkatan di luar adat
lebih tinggi, namun secara adat hula-hula tetap harus dihormati. Fungsi
Hula-hula dalam kehidupan masyarakat Batak Toba dapat dirinci dalam
tiga bagian, yaitu:
1. Sebagai tempat meminta nasihat dan bantuan moral pada suatu
musyawarah adat demi terlaksananya sebuah rencana upacara adat.

16
Universitas Sumatera Utara

2. Memberkati dan berdoa ketika upacara adat berlangsung agar upacara
adat dapat berangsung tanpa hambatan dari pihak manapun dan daam
bentuk apapun.
3. Sebagai penengah bila terjadi perselisihan.
Dongan tubu
Dongan tubu/ dongan sabutuha merupakan orang-orang yang posisinya
“sejajar”, yaitu saudara semarga. O.P. Simorangkir (2007:16); setiap
marga yang sama dianggap satu nenek moyang juga termasuk dalam
klasifikasi dongan sabutuha. Prinsip hubungan manat mardongan tubu
artinya hati-hati menjaga persaudaraan agar terhindardari perseteruan.
Fungsi dongan sabutuha di dalam pelaksanaan suatu upacara adat sama
dengan orang yang sedang melaksanakan pesta adat “suhut”. Dalam
merencanakan upacara adat tidaklah dapat bertindak menurut kehendak
sendiri, tetapi harus melalui musyawarah dengan dongan sabutuha.
Boru
Boru dianggap sebagai tiang beban pelaksana setiap horja dalam
hubungan formal dan non-formal. Boru bertindak sebagai parhobas atau
pihak yang mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan
kelancaran jalannya pesta. Ketika diadakan musyawarah dengan dongan
sabutuha, pendapat dan pertimbangan dari boru juga diminta, terutama
mengenai sanggup atau tidaknya rencana keputusan dilaksanakan. Dalam
kesehariannya, Boru bertugas untuk mendukung/membantu bahkan
merupakan tangan kanan dari Hula-hula dalam melakukan suatu kegiatan

17
Universitas Sumatera Utara

paradaton. Harus diingat bahwa filosofi elek marboru : kedudukan “di
bawah” tidak merupakan garis komando, tetapi harus dengan merangkul
mengambil hati dari Boru- nya.
Seiring dengan berkembangnya budaya global ditengah berbagai suku
bangsa, ternyata hal itu juga ikut mempengaruhi kebudayaan lokal suku Batak
Toba yang berhubungan dengan adat budaya Dalihan Na Tolu. Dimana dengan
adanya globalisasi yang mempengaruhi budaya lokal masyarakat batak maka
menimbulkan adanya perubahan peran atau fungsi boru dalam tradisi marhobas
dalam acara adat pesta Batak Toba. Untuk sementara saya dapat menyimpulkan
bahwa ada perubahan di dalam pesta adat Batak Toba dikarenakan adanya
dialektika antara budaya lokal dan budaya global yang terjadi di tengah
masyarakat

khususnya di desa Simanungkalit. Dengan demikian maka saya

tertarik untuk mengkaji dan meneliti lebih jauh tentang perubahan fungsi atau
peran boru dalam pesta adat Batak Toba.

1.6. Metodologi Penelitian
1.6.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Simanungkalit, Kecamatan
Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara. Alasan pemilihan lokasi di desa ini karena
penduduk yang bermukim di tempat tersebut mayoritas suku Batak Toba yang
memiliki cirikhas budaya lokal yaitu marhobas yang mana pelaksanaannya
berdasarkan peranan yang diatur dalam prinsip budaya adat Dalihan na Tolu yang
berlangsung pada acara pesta adat Batak. Namun akhir-akhir ini kebiasaan

18
Universitas Sumatera Utara

marhobas tersebut mulai terkikis dan mengalami perubahan karena akibat
pengaruh dari globalisasi yang masuk ke desa dan mempengaruhi masyarakat
setempat.

Gambar 2 :Peta wilayah kabupaten tapanuli utara
Jarak dari Medan ke Tarutung sebagai pusat Kabupaten Tapanuli Utara
yaitu sekitar 294 km dan dapat ditempuh dengan angkutan umum selama ± enam
jam. Sedangkan jarak dari Tarutung ke desa Simanungkalit yang merupakan
lokasi penelitian berkisar 7,5 km yang jika ditempuh dengan kendaran umum
memakan waktu ± 18 menit.
1.6.2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif etnografi14 yang bertujuan
untuk menjelaskan secara terperinci bagaimana terjadinya perubahan pada budaya
lokal yang dimiliki masyarakat Batak Toba dalam pesta adat setelah adanya
pengaruh dari budaya global. Penelitian ini memberikan gambaran mengenai
14

Metode Etnografi merupakan suatu strategi pencapaian dalam mendeskripsikan tentang
fenomena-fenomena sosial budaya.

19
Universitas Sumatera Utara

pesta adat Batak yang mana di dalamnya telah terjadi dialektika antara budaya
lokal dengan budaya global akibat dari adanya pertemuan dua budaya tersebut.
Pengumpulan data tentang

dialektika kebudayaan lokal dan global pada

pesta adat Batak di desa Simanungkalit, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten
Tapanuli Utara. Data yang diperlukan dikumpulkan dari para informan yang
dianggap perlu dalam kelengkapan skripsi ini. Supaya memperkuat data yang ada,
penulis melakukan pencarian dan pencatatan melalui dokumen-dokumen dari
kantor kepala desa Simanungkalit. Selain data dari kantor kepala desa
Simanungkalit, penulis juga melakukan pencatatan dari buku-buku, artikel dan
internet yang berhubungan dengan Budaya Batak Toba dan yang berkaitan dengan
budaya global. Penulis menggunakan beberapa cara dalam menghimpun dan
mengumpulkan data, antara lain :
Metode Observasi
Pengamatan ( observasi15) dilakukan secara langsung di lapangan
dan juga melakukan kontak secara langsung dengan masyarakat disana. Dalam
kesempatan ini penulis melakukan pengamatan terhadap masyarakat, seperti
mengamati masyarakat yang sedang melakukan acara pesta adat pada
beberapa tempat yang ada

di Desa Simanungkalit. Penulis

mengamati

tingkah laku dan cara pelayanan para penyedia jasa makanan/ pihak catering
pada acara pesta adat yang terselenggara.

15

Menurut Nawawi dan Martini (1990) Observasi merupakan pengamatan dan
pencatatan secara sistematik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejalagejala dalam objek penelitian.

20
Universitas Sumatera Utara

Pengamatan juga dilakukan dengan cara melihat bagaimana sikap dan
reaksi para informan pada saat penulis melakukan wawancara dengan
informan. Ada informan yang santai serta terbuka dalam memberikan
informasi, ada yang sedikit tertutup dalam memberikan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan penulis. Dalam metode ini peneliti tidak hanya
melakukan pengamatan saja tetapi juga mencatat dan mendokumentasikan
(merekam atau mengambil foto) hal-hal penting yang berhubungan dengan
judul penelitian yang tentunya sangat membantu dalam pengumpulan data.
Metode Wawancara Mendalam
Wawancara dalam penelitian ini merupakan hal yang sangat penting
dalam memperoleh informasi yang diperlukan guna kelengkapan data
penelitian. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
mendalam. Wawancara ini dimaksudkan untuk memperoleh sebanyak
mungkin data tentang bagaimana dialektika yang terjadi antara budaya lokal
masyarakat Batak Toba dengan budaya global yang mengarah pada terjadinya
perubahan dalam tradisi marhobas pada pesta adat Batak.

16

Wawancara

dilakukan dengan menggunakan alat tulis untuk mencatat hasil wawancara
dalam hal menghindari terjadinya kelupaan data yang diperoleh dalam
menulis hasil laporan. Wawancara mendalam dilakukan dengan beberapa
tokoh adat yang berada di desa Simanungkalit. Penulis mengetahui siapa-siapa
saja orang yang mengerti akan adat Batak Toba. Penulis juga melakukan
16

Wawancara merupakan suatu proses memperoleh keterangan atau data untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si peneliti dengan objek
penelitian.

21
Universitas Sumatera Utara

wawancara

kepada

para

masyarakat

sekitar

yang

sudah

pernah

menyelenggarakan pesta adat terutama pesta perkawinan.
Wawancara dilakukan juga kepada pihak yang pernah menduduki
posisi sebagai boru dalam suatu acara pesta adat, pun demikian halnya
terhadap mereka yang pernah menduduki posisi sebagai dongan saulaon.
Selain itu wawancara juga dilakukan kepada pihak penyedia jasa makanan
atau biasa disebut dengan pihak catering. Wawancara dilakukan kepada
informan pangkal. Informan pangkal yang penulis jadikan adalah kepala desa
dan para masyarakat yang menyelenggarakan pesta atau yang sudah pernah
menyelenggarakan pesta adat terkushusnya dalam pesta perkawinan. Dari
kepala desa diperoleh keterangan atau data-data yang berhubungan dengan
pendudduk, tingkat pendidikan masyarakat, mata pencaharian serta agama
yang dianut masyarakat.
Sedangkan informan kunci yang penulis jadikan adalah para tokoh
adat atau penatua adat beserta para masyarakat yang berkedudukan sebagai
boru dalam suatu pesta. Dari penatua adat diperoleh keterengan atau informasi
yang berhubungan dengan nilai-nilai budaya Batak Toba serta pelaksanaanya.
Wawancara dilakukan juga terhadap informan biasa. Informan biasa dipilih
dari antara masyarakat desa Simanungkailit. Wawancara terhadap informan
biasa ini adalah untuk melengkapi data yang telah diperoleh guna memperkuat
data yang sudah ada. Wawancara dilakukan beberapa kali sampai penulis
merasa data yang diperlukan sudah diperoleh dari para informan. Wawancara
dihentikan saat informasi yang didapat sudah berulang-ulang.

22
Universitas Sumatera Utara