Akibat Hukum Terhadap Kelebihan Pemberian Kredit Oleh Bank Umum di Tinjau dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11 POJK.03 2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemberian kredit sudah dilakukan sejak dulu kala, dimana perkembangan
lembaga keuangan dimulai sejak kira-kira 2000 SM di Babylonia, yaitu berupa
lembaga keuangan semacam bank. Lembaga semacam bank ini meminjamkan
emas dan perak dengan tingkat bunga 20 % (dua puluh persen) setiap bulan,
lembaga tersebut di kenal dengan sebutan Temples of Babylon. Di negara
Babylonia dalam abad ke-9 sebelum masehi telah dipraktekkan instrumen kredit
dalam bentuk “janji” membayar atau “perintah” membayar uang logam emas
dan perak.1
Pada zaman Yunani dan Romawi kuno, praktek pemberian kredit sudah
lazim dilakukan. Dalam buku berbahasa Sansekerta lama dari pembentukan
undang-undang yang bernama Manu, penuh dengan peraturan berkenaan dengan
kredit. Misalnya dalam Sansekerta menyebutkan berkenaan dengan prosedur
yudisial untuk memeriksa instrumen kredit, berkenaan dengan tingkat suku bunga,
dan bahkan juga diatur mengenai perpanjangan dari suatu commercial paper.
Dalam sekitar 500 SM, bermunculanlah bankir-bankir profesional di Yunani
menurut ukuran zaman itu, dan disana terdapat bank yang disebut dengan Greek
Temple. Greek Temples ini mempunyai kegiatan di bidang simpan pinjam dengan


1.

Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, ( Bandung : Citra Aditya Bakti
,2000), hal. 38.

Universitas Sumatera Utara

para nasabahnya adalah masyarakat. Pada zaman Romawi kegiatan perbankan
sudah lebih luas yakni berupa simpanan uang dalam deposito pemberian kredit.2
Pemberian kredit bagi bank merupakan kegiatan yang utama, karena
pendapatan terbesar bank berasal dari sektor tersebut baik dalam bentuk bunga,
provisi ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan
menentukan keuntungan dan kesinambungan usaha dari sebuah bank. Oleh karena
itu, pemberian kredit harus dilakukan dengan sebaik-baiknya, mulai dari
perencanaan besarnya kredit, penentuan suku bunga, prosedur pemberian kredit,
analisis pemberian kredit, sampai kepada ke pengadilan atas kredit macet.
pemberian kredit meruapakan fungsi strategis yang dimiliki bank dan fungsi ini
pula yang sering kali menjadi penyebab bangkrutnya sebuah bank.
Asas yang berlaku dalam pemberian kredit adalah siapa yang berutang
maka dialah yang wajib membayarnya. Orang yang berutang pada umumnya

karena ada sesuatu kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi sehingga harus mencari
dana untuk menutupi dengan cara meminjam. 3
Nasabah yang datang ke bank untuk dapat memperoleh kredit tertentu
bank tidak dapat langsung memberikan kredit yang dikehendakinya begitu saja.
Sebuah kredit mengandung risiko sehingga bank sebelum memutuskan
memberikan kredit perlu informasi mengenai data-data calon penerima kredit.
Data-data tersebut penting bagi bank untuk menilai keadaan dan kemampuan

2.

Munir Fuady, Hukum Perbankan Modren, (Bandung : Citra Aditya Bakti , 1999), hal.

16-17.
3.

Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit, (Jakarta : PT RINEKA CIPTA,
2009), hal. 157.

Universitas Sumatera Utara


nasabah sehingga menumbuhkan kepercayaan bagi bank dalam memberikan
kreditnya.
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 (Revisi UU No.14 Tahun 1992)
mendefinisikan kredit adalah :
Penyediaan uang atau tagihan yang dapat di persembahkan dengan itu,
berdasarkan persetujuan minjam-meminjam antara pihak bank dengan
pihak lain, pihak peminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga atau bagi hasil yang telah
ditetapkan. Kredit diberikan berdasarkan kepercayaan kedua belah pihak
yaitu pemberian kredit (kreditur) dan penerima (debitur) aktivis ini
mengandung tingkat risiko tertentu, maka dibutuhkan suatu pengelolaan
untuk meminimalisir risiko ini.
Untuk mengurangi resiko atau kerugian terhadap pemberian kredit, Bank
harus melakukan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta
kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya. Untuk memperoleh
keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur, maka sebelum memberikan
kredit perlu informasi mengenai data-data calon penerima kredit.
Dengan adanya data-data penunjang, bank dapat menilai kemampuan
nasabah dalam mengelola usahanya. Bank juga dapat menilai kemampuan
nasabah terhadap kredit yang dimohonkan, apakah nantinya dapat mengelola

kredit dan dapat mengembalikan tepat pada waktunya atau tidak. Di sini peranan
bank dalam bidang perkreditan, bukan semata-mata memberikan kredit dengan
pertimbangan ada jaminannya yang cukup, tetapi bank juga membina usaha
nasabah agar kelancaran usaha nasabah dapat membuat pengembalian kredit bank
berjalan dengan lancar.

Universitas Sumatera Utara

Dalam prinsipnya bank baru memutuskan memberikan kredit, apabila
bank telah memperoleh keyakinan tentang nasabahnya. Keyakinan tersebut
didasarkan atas hasil analisis yang mendalam tentang itikad baik nasabah dan
kemampuan serta kesanggupan untuk membayar utangnya pada bank. Itikad baik
nasabah akan diperoleh bank dari data-data yang disampaikan oleh nasabah dalam
permohonan kredit.
Untuk memperoleh keyakinan maka bank sebelum memberi keputusan
tentang pemberian kredit, dilakukan penilaian terhadap watak, kemampuan,
modal, agunan, dan prospek usaha debitur. Dalam dunia perbankan kelima factor
yang dinilai tersebut dikenal dengan sebuah the five of credit analysis atau prinsip
5 C‟s (Character, Capacity, Capital, Collaterall, dan Condition of economic).
Prinsip tersebut sudah diatur dan bank selalu mempraktikannya sejalan dengan

prosedur pemberian kredit.4
Dengan melakukan penilaian seluruh unsur maka bank akan menilai ada
atau tidaknya itikad baik nasabah dan kemampuan serta kesanggupannya untuk
mengembalikan uang pada bank.
Salah satu unsur penting dalam pemberian kredit adalah jaminan
(collateral). Isltilah jaminan berasal dari bahasa Belanda yaitu zekerheid atau
cautie, yaitu kemampuan debitur untuk memenuhi atau melunasi perutangannya
kepada debitur, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai

4.

Ibid.,

Universitas Sumatera Utara

ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atas utang yang diterima debiturnya
terhadap krediturnya.5
Dalam membicarakan sistem pemberian kredit berkaitan dengan apa yang
disebut dengan Batas Maksimum Pemberian Krdit (BMPK). Pengaturan BMPK
dilakukan karena dalam hubungannya dengan prinsip kehati-hatian bank dalam

melayani kepentingan masyarakat.
Ketentuan BMPK ditunjukan kepada para peminjam dari kelompok yang
sama dengan bank pemberi kredit. Hal ini dilatarbelakangi adanya kelompok atau
grup perusahaan yang salah satu usahanya bergerak di bidang perbankan. Dalam
sebuah kelompok perusahaan masing-masing perusahaan menjadi nasabah pada
perusahaan yang usahanya perbankan. Selain itu bank juga menghadapi orang
dalam bank seperti pemilik, pengurus, pengawas, atau pegawai juga menjadi
nasabahnya.
Tujuan BMPK dimaksudkan untuk mengatur penyaluran fasilitas kredit
agar dana bank yang diperoleh dari simpanan masyarakat tidak dinikmati oleh
sekelompok debitur tertentu. Hal ini berarti termasuk mengatur penyebaran risiko
kemacetan kredit demi keamanan dan kesehatan bank itu sendiri. Kalau tidak
dibatasi, maka bank bersangkutan akan banyak memberikan kredit dengan
mengutamakan para nasabah dari kelompoknya. Begitu terjadinya kemacetan
kredit

nasabah

yang


bersangkutan

akan

sulit

memenuhi

kewajiban

mengembalikan utangnya karena masih satu grup perusahaan. Suatu risiko yang

5.

Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta : Sinar Grafik, 2008), hal.

66.

Universitas Sumatera Utara


yang besar dalam menggunakan modal dari dana yang berasal dari masyarakat.
Sedangkan di lain pihak, bank tersebut harus memenuhi kewajibannya kepada
nasabah-nasabah lainnya.
Timbulnya kelebihan pemberian kredit dikarenakan penurunan Modal Bank
serta penggabungan usaha, peleburan usaha, pengambil alihan usaha, perubahan
struktur kepemilikan, dan/atau perubahan kepengurusan yang menyebabkan
perubahan Pihak Terkait dan/atau kelompok Peminjam dan perubahan ketentuan.
Bahwa

untuk

merespons

kondisi

melambatnya

petumbuhan

perekonomian, diperlukan kebijakan yang bersifat countercyclical dan bersifat

sementara untuk mendorong optimalisasi fungsi intermediasi perbankan dan
pertumbuhan ekonomi dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
Diperlukan kebijakan untuk mendukung program pemerintah dalam rangka
meningkatkan kesejateraan dan pertumbuhan ekonomi terutama yang berpihak
kepada usaha mikro,kecil dan menengah.6
Dalam upaya meningkatkan pembiayaan kepada usaha mikro, kecil, dan
menengah serta melindungi kepentingan masyarakat, Bank wajib memelihara
kesehatan dan kelangsungan usahanya dengan memperhatikan prinsip kehatihatian dalam penyediaan dana. Penerapan prinsip kehati-hatian dalam penyediaan
dana perlu dilakukan, antara lain dengan penyebaran portofolio penyediaan dana
yang diberikan agar risiko penyediaan dana tersebut tidak terpusat pada peminjam
atau kelompok tertentu.

6.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2015, Bagian Menimbang

Universitas Sumatera Utara

Sehubung dengan beralihnya fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan
pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Bank Indonesia ke Otoritas

Jasa Keuangan, diperlukan pengaturan kembali mengenai batas maksimum
pemberian kredit Bank.
Agar tidak terjadinya kelebihan pemberian kredit, BMPK telah diatur di
dalam buku saku Otoritas Jasa Keuangan edisi ke 2 tentang berapa besarnya
maksimum pemberian kredit yang wajib dipatuhi oleh bank sebagai berikut : 7
a. Untuk pihak yang tidak terkait dengan bank : penyediaan dana kepada satu
peminjam yang bukan merupakan pihak terkait ditetapkan paling tinggi 20
% dari modal bank, sedangkan untuk satu kelompok peminjam yang
bukan pihak terkait titepkan paling tinggi 25 % dari modal bank.
b. Untuk pihak yang terkait dengan bank : seluruh fortofolio Penyediaan
Dana kepada pihak terkait dengan bank ditetapkan paling tinggi 10 % dari
modal bank.
c. Penyediaan Dana oleh bank dikategorikan sebagai Pelampauan BMPK
apabila disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: (i) penurunan modal
bank; (ii) perubahan nilai tukar; (iii) perubahan nilai wajar; (iv)
penggabungan usaha, perubahan struktur kepemilikan dan atau perubahan
struktur kepengurusan yang menyebabkan perubahan pihak terkait dan
atau kelompok peminjam; dan (v) perubahan ketentuan.
d. Terhadap


pelampauan

Batas

Maksimum

Pemberian

Kredit

dan

pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit bank diwajibkan
7.

Buku Saku Otoritas Jasa Keuangan 2, hal. 115-116.

Universitas Sumatera Utara

menyampaikan action plan kepada Otoritas Jasa Keuangan dan dikenakan
sanksi penilaian tingkat kesehatan bank.
Pelanggaran terhadap ketentuan BMPK merupakan tindak pidana di
bidang perbankan yaitu kejahatan yang menyangkut ketidaktaatan bank terhadap
peraturan perbankan. Pejabat bank yang melanggar BMPK sebagaimana
ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Perbankan dipandang tidak melakukan
langkah-langkah agar bank tetap mematuhi peraturan perundang-undangan di
bidang perbankan. Selain dapat dikenakan pidana, bank juga dapat dijatuhi sanksi
administrasi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. 8
B. perumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diambil beberapa
pokok permasalahan yang akan dibahas. Adapun rumusan masalah yang akan
dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah :
1. Bagaimana pemberian kredit oleh Bank Umum sesuai peraturan per
Undang-Undangan bidang perbankan ?
2. Bagaimana kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam kegiatan Perbankan
di Indonesia ?
3. Bagaimana akibat hukum yang ditimbulkan dari kelebihan pemberian
kredit terhadap bank umum ditinjau dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 11/POJK.03/2015 ?

8

Gatot Supramono, Op.Cit, hal. 160

Universitas Sumatera Utara

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Penulisan ini bertujuan :
a. mengetahui pemberian kredit oleh Bank Umum sesuai ketentuan per
Undang-Undangan bidang perbankan
b. mengetahui Kedudukan Otoritas Jasa Keuangan dalam kegiatan Perbankan
di Indonesia
c. mengetahui akibat hukum yang ditimbulkan dari kelebihan pemberian
kredit terhadap bank umum ditinjau dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 11/POJK.03/2015
2. Manfaat Penulisan :
a. Manfaat Teoritis
Hasil skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan
sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya terhadap
pengetahuan tentang Akibat Hukum Terhadap Kelebihan Pemberian Kredit Oleh
Bank Umum Ditinjau Dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
11/POJK.03/2015.
b. Manfaat secara praktis
Manfaat secara praktis diharapkan memberikan pengetahuan mengenai,
Akibat Hukum Terhadap Kelebihan Pemberian Kredit Oleh Bank Umum Ditinjau
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2015.
1. Penjabaran Pengaturan Pemberian Kredit

Oleh Bank Umum

berdasarkan perundang-undangan di bidang perbankan .

Universitas Sumatera Utara

2. Penjabaran Kedudukan Otoritas jasa Keuangan dalam Kegiatan
Perbankan di indonesia .
3. Penjabaran akibat hukum terhadap kelebihan pemberian kredit
terhadap bank umum ditinjau dari peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 11/POJK.03/2015.
D. Keaslian Penulisan
Untuk mengetahui orisinalitas penulisan, sebelum melakukan penulisan
skripsi berjudul “Akibat Hukum Terhadap Kelebihan Pemberian Kredit Oleh
Bank Umum Di Tinjau Dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
11/POJK.03/2015,” maka terlebih dahulu dilakukan penelusuran terhadap
berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas HukumUniversitas Sumatera
Utara.
Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara/Pusat Dokumentasi dan informasi Hukum Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara melalui surat tertanggal 13 Maret 2017 yang menyatakan bahwa
“tidak ada judul yang sama” dan tidak ada terlihat adanya keterkaitan.
Selain hal tersebut di atas, juga dilakukan penelusuran berbagai judul karya
ilmiah melalui media internet, dan sepanjang penelusuran yang dilakukan belum
ada yang mengangkat topic tersebut. Permasalah yang dibahas dalam skripsi ini
adalah murni hasil pemikiran sendiri yang didasarkan pada pengertian-pengertian,
teori-teori, dan aturan hukum yang diperoleh melalui referensi media cetak
ataupun media elektronik. Oleh karena itu skripsi ini adalah karya asli dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Universitas Sumatera Utara

E. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Bank
Dalam undang-undang lama maupun undang-undang baru pengertian bank
pada pokoknya sama, hanya bedanya dalam Undang-Undang Perbankan 1992
menghilangkan kedudukannya sebagai lembaga keuangan dan diganti dengan
badan usaha.
Adapun pengertian bank dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang
Perbankan 1992 selengkapnya sebagai berikut:
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Perubahan istilah lembaga
keuangan menjadi badan usaha, dimaksudkan agar lembaga perbankan
lebih profesional dalam mengelola usaha perputaran uang dari dan ke
masyarakat.
Dari pengertian tersebut usaha bank lebih terarah tidak semata-mata
memutar uang untuk mencari keuntungan perusahaan, tetapi undang-undang
menghendaki agar taraf hidup rakyat banyak ditingkatkan. Hal ini merupakan
tanggung jawab bank dalam rangka mewujudkan cita-cita negara untuk mencapai
masyarakat adil dan makmur. 9
Dalam pengaturan perbankan memiliki beberapa asas, fungsi, dan tujuan
dalam perbankan sebagai berikut:10
Mengenai asas perbankan yang dianut di Indonesia dapat di ketahui dari
ketentuan Pasal 2 undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang

9.

Gatot Supramono, Perbankan dan masalah kredit, (Jakarta : Djambatan, 1995), hal. 1-

10.

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2005), hal.

2.
18-20.

Universitas Sumatera Utara

mengemukakan bahwa, “perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya
berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian”.
Yang dimaksud dengan demokrasi ekonomi adalah menganut Demokrasi
Ekonomi dengan dasar kekeluargaan (Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945),
dengan demikian kemakmuran tidak hanya untuk individu atau kelompok
melainkan untuk semua orang. Demokrasi Ekonomi yang ditegaskan dalam Pasal
33 ayat 4 Undang-Undang Dasar 1945 (setelah amandemen) tersebut
dilaksanakan dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan
kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Pembangunan ekonomi harus selalu mengarah kepada mantapnya sistem
ekonomi nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang
disusun untuk mewujudkan Demokrasi Ekonomi yang harus menjadikan dasar
pelaksanaan pembangunan yang memiliki cirri sebagai berikut :11
a. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan.
b. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
c. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sebagai pokok
kemakmuran rakyat dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.

11.

http://jurnal-perspektif.org/index.php/perspektif/article/viewFile/199/161 (diakses
pada tanggal 26 Juli 2017 pukul 18.15 WIB)

Universitas Sumatera Utara

d. Sumber

kekayaan

dan

keuangan

negara

dipergunakan

dengan

permufakatan lembaga perwakilan rakyat dan pengawasan terhadap
kebijaksanaannya ada pada lembaga perwakilan rakyat pula.
e. Perekonomian daerah dikembangkan secara serasi dan seimbang antar
daerah

dalam

satu

kesatuan

perekonomian

nasional

dengan

mendayagunakan potensi dan persen serta daerah secara optimal dalam
rangka mewujudkan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.
f. Warganegara

memiliki

kebebasan

dan

memiliki

pekerjaan

yang

dikehendaki dan mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan.
g. Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatanya tidak boleh bertentangan
dengan kepentingan masyarakat.
h. Potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap warganegara; dikembangkan
sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum.
i. Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
Mengenai apa yang dimaksud dengan prinsip-prinsip kehati-hatian
sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Perbankan di
atas tidak ada penjelasan secara resmi, tetapi dapat dikemukakan bahwa bank dan
orang-orang yang terlibat di dalamnya, terutama dalam membuat kebijaksanaan
dan menjalankan kegiatan usahanya wajib menjalankan tugas dan wewenangnya
masing-masing secara cermat, teliti, dan profesional sehingga memperoleh
kepercayaan masyarakat. Selain itu, bank dalam membuat kebijaksanaan dan
menjalankan kegiatan usahanya harus selalu mematuhi seluruh peraturan

Universitas Sumatera Utara

perundang-undangan yang berlaku secara konsisten dengan didasari oleh itikad
baik. Kepercayaan masyarakat merupakan kata kunci utama bagi berkembang
atau tidaknya suatu bank, dalam arti tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat
suatu banki tidak akan mampu menjalankan kegiatan usahanya.
Mengenai fungsi perbankan dapat dilihat dalam ketentuan pasal 3 Undangundang Perbankan yang menyatakan bahwa,”Fungsi utama Perbankan Indonesia
adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat”. Dari ketentuan ini
tercermin fungsi bank sebagai perantara pihak-pihak yang memiliki kelebihan
dana ( surflus of funds) dengan pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan
dana (lacks of funds).
Perbankan di Indonesia mempunyai tujuan yang strategis dan tidak
semata-mata berorientasi ekonomis, tetapi juga berorientasi kepada hal-hal yang
non ekonomis seperti masalah stabilitas nasional yang mencakup antara lain
stabilitas politis dan stabilitas sosial. Tujuan perbankan diatur dalam ketentuan
pasal 4 Undang-Undang Perbankan yang berbunyi, “ Perbankan Indonesia
bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah
peningkatan kesejahteraan rakyat banyak”.
Dalam Undang-Undang Perbankan Tahun 1967, jenis bank dapat
dibedakan dari segi fungsi dan segi pemiliknya. Dari segi fungsinya ada empat
jenis bank yaitu:12Bank sentral, Bank Umum, Bank Tabungan, dan Bank

12.

Gatot Supramono, Op.Cit, hal. 3.

Universitas Sumatera Utara

Pembangunan. Sedangkan dilihat dari segi pemiliknya terdapat 3 jenis bank, yaitu
Bank Milik Negara, Bank Koperasi, dan bank swasta
Namun dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
tampakanya pengaturan jenis bank hanya dilihat dari segi fungsinya saja. Hal
mana diatur dalam Pasal 5 ayat (1), yang terdiri dari :
a. Bank Umum, yaitu bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran (pasal 1 butir 2)
b. Bank Perkreditan Rakyat, yaitu bank yang menerima simpanan hanya
dalam bentuk deposita berjangka, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu (Pasal 1 butir 3).
2. Pengertian Kredit
Kredit berasal dari kata credere atau creditum. Credere dari bahasa Yunani
yang berarti kepercayaan, sementara creditum berasal dari bahasa latin yang
berarti kepercayaan atau kebendaan. Arti kata tersebut memiliki implikasi bahwa
setiap kegiatan perkreditan harus dilandasi kepercayaan. Dapat dikatakan dalam
hubungan ini bahwa kreditor (yang memberi kredit, lazimnya bank) dalam
hubungan perkreditan dengan debitor (nasabah atau penerima kredit) mempunyai
kepercayaan, bahwa debitor dalam waktu dan dengan syarat-syarat yang telah
disetujui bersama, dapat mengembalikan kredit yang bersangkutan.13
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 (Revisi UU No. 7 Tahun 1992)
Definisi kredit adalah:

13.

Rahmadi Usman, Op.Cit, hal. 236.

Universitas Sumatera Utara

Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersembahkan dengan itu,
berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam antara pihak bank dengan pihak
lain, pihak peminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan jumlah bunga atau bagi hasil yang telah ditetapkan.
Penyediaan uang atau tagihan adalah uang yang di sediakan oleh pihak bank
dalam pemberian kredit. dimana dalam pemberian kredit bank sebagai pihak
kreditur memberikan uang kepada pihak debitur dengan adanya jaminan. Dan
pihak kreditur dapat menagih kembali uang tersebut apabila terjadi kredit macet.
Persetujuan pinjam-meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang
satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang
yang menghabis karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang belakangan
ini akan mengembalikan sejum lah yang sama dari macam dan keadaan yang
sama pula. Diatur dala Pasal 1754 KUH Perdata.
Dalam obyeknya utama dari persetujuan pinjam-meminjam adalah barang
yang dapat habis dalam pemakaian ataupun barang yang dapat diganti dengan
keadaan dan jenis yang sama maupun berupa uang.
Barang – barang yang dipinjamkan, haruslah dalam jumlah tertentu. Dalam
hal peminjaman uang, maka hutang yang terjadi karena peminjaman hanyalah
terdiri atas jumlah uang yang disebutkan dalam persetujuan (Pasal 1756 KUH
Perdata).14

14 .

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/26707/Chapter%20II.pdf;jsessionid=DED4
AF3D69FA2A80533A11C649D79C58?sequence=3 (diakses pada tanggal 21 juli 2017 pukul
10:30 WIB).

Universitas Sumatera Utara

Berkewajiban melunasi hutang adalah pihak yang terkait dalam suatu
perjanjian hutang piutang wajib untuk memenuhi klausul-klausul yang telah
disepakati dalam perjanjian. Ketentuan pasal 1338 dan pasal 1339 KUH Perdata.15
Pasal 1338
Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik
kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan
yang telah ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan
dengan itikad baik.
Pasal 1339
Persetujuan tidak hanya mengikat apa yang tegas ditentukan didalamnya,
melainkan juga segala sesuatu yang memuat sifatnya persetujuan dituntut
berdasarkan keadilan, kebiasaan atau undang-undang.
Waktu tertentu adalah waktu yang diberikan oleh bank dalam pemberian
kredit dengan waktu terbatas, macam-macam waktu dalam kredit yaitu kredit
jangka pendek, kredit jangka menengah, kredit jangka panjang diatur pada Pasal 1
huruf d Undang-Undang Perbankan 1967.
Kredit jangka pendek adalah kredit yang berjangka waktu paling lama satu
tahun. Dalam kredit ini juga termasuk untuk bidang tanaman yang berjangka
waktu dari satu tahun.

15.

https://www.academia.edu/5936759/Makalah_utang (diakses pada tanggal 27 Juli 2017
Pukul 08 : 15 WIB).

Universitas Sumatera Utara

Kredit jangka menengah adalah kredit yang diberikan bank untuk jangka
waktu antara satu tahun sampai dengan tiga tahun, kecuali kredit dipergunakan
untuk tanaman musiman tersebut.
Kredit jangka panjang adalah kredit yang mempunyai jangka waktu
melebihi kredit jangka menengah, yaitu lebih dari tiga tahun.
Jumlah bunga adalah bunga merupakan batas jasa yang diberikan oleh pihak
bank (konvensional) untuk nasabah yang memiliki simpanan dan yang harus
dibayarkan nasabah kepada bank jika nasabah memilki pinjaman kepada bank.
Dalam konvensional istilah bunga yang digunakan dalam jasa keuangan ada
banyak, diantaranya yaitu:
1. Bunga flat, bunga jenis ini sistem pembayaran uang pokok dan bunga kredit
besarnya akan sama setiap bulannya. Nilai bunga akan tetap sama setiap
bulannya karena sistem ini menghitung dari awal.
2. Bunga efektif, dimana besar bunga dihitung berdasarkan nilai pokok yang
belum dibayar dan dilakukan di setiap akhir periode angsuran. Nilai bunga
yang dibayar akan semakin mengecil sehingga angsuran perbulan juga akan
semakin menurun dari waktu ke waktu.
3. Bunga anuitas, pada bunga ini porsi atau komposisi bunga dan pokok akan
berubah setiap periodenya, akan tetapi besar angsuran tetap sama setiap
periodenya. Dimana, untuk perhitungannya porsi bunga awal akan sangat
besar sedangkan pokok kecil kecil, dan di akhir pembayaran bunga yang
mengecil sedangkan pokok besar.

Universitas Sumatera Utara

4. Sistem ini besar bunga tergantung atau mengikuti suku bunga pasar.
Dimana, jika suku bunganya naik maka besar bunga akan naik pula, dan jika
suku bunga pasar turun maka besar bunga juga akan turun.
Bagi hasil berdasarkan syariah adalah pembagian laba, Pembagian hasil
usaha antara pemilik modal (shahibul maal) dan pengelola (mudharib). Bagi hasil
juga merupakan keuntungan atau hasil yang diperoleh dari pengelolaan dana baik
investasi maupun transaksi jual beli yang diberikan kepada nasabah.
Beberapa skema dari bagi hasil, diantaranya adalah :
1. Profit sharing, dimana sistem ini dilakukan dengan membagikan
keuntungan yang di dapat dari suatu usaha. Keuntungan yang didapt
berasal dari selisih antara pendapatan dari usaha yang telah dikurangi
dengan biayai lainnya, biasa dibilang laba bersih.
2. Gross profit sharing, sistem ini dilakukan dengan membagikan
keuntungan uang dapat di laba kotor (pendapatan usaha yang dikurangi
biaya produksi).
3. Revenue sharing, sistem ini menggunakan pendapatn usaha saja yang
dijadikan dasar perhitungan pembagian.16
Kredit diberikan berdasarkan kepercayaan kedua belah pihak yaitu pemberi
kredit (kreditur) dan penerima (debitur) aktivitas ini mengandung tingkat risiko
tertentu, maka dibutuhkan suatu pengelolaan untuk meminimalisir risiko ini.

16 .

http://www.syariahbank.com/perbedaan-antara-bunga-bank-konvensional-dan-bagihasil-bank-syariah/ (diakses pada tanggal 21 juli 2017 Pukul 11:30 WIB).

Universitas Sumatera Utara

Jenis-jenis Kredit
Pada prinsipnya, kredit itu Cuma satu macam saja, yaitu uang bank yang
dipinjamkan kepada nasabah dan akan dikembalikan pada suatu waktu tertentu di
masa mendatang, disertai dengan suatu kontra prestasi berupa bunga, tetapi
berdasarkan berbagai keperluan usaha serta berbagai unsur ekonomi yang
mempengaruhi bidang usaha para nasabah, maka jenis kredit menjadi beragam,
yaitu berdasarkan: sifat penggunaan, keperluan, jangka waktu, cara pemakaian
dan jaminan atas kredit-kredit yang diberikan bank.
Menurut Kamsir secara umum jenis-jenis kredit dapat dilihat dari berbagai
segi antara lain :
1) Dilihat dari segi kegunaan :
a. Kredit investasi
b. Kredit modal kerja
2) Dilihat dari segi tujuan kredit
a. Kredit produktif
b. Kredit konsumptif
c. Kredit perdagangan
3) Dilihat dari segi jangka waktu
a. Kredit jangka pendek
b. Kredit jangka menengah
c. Kredit jangka panjang
4) Dilihat dari segi jaminan
a. Kredit dengan jaminan

Universitas Sumatera Utara

b. Kredit tanpa jaminan
5) Dilihat dari sector usaha
a. Kredit pertanian
b. Kredit perternakan
c. Kredit industri
d. Kredit pertambangan
e. Kredit pendidikan
f. Kredit profesi
g. Kredit perumahan
3. Pengertian Otoritas Jasa Keungan
Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem
pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di
dalam sektor jasa keuangan, dimana sebelumnya kewenangan pengaturan dan
pengawasan dilaksanakan oleh kementerian keuangan, Bank Indonesia dan Badan
Pengawasan Pasar Modal dan Lemabaga Keuangan. 17 Otoritas Jasa Keuangan
memiliki arti yang sangat penting tidak hanya bagi masyarakat umum dan
pemerintahan saja, akan tetapi juga bagi dunia usaha. Bagi masyarakat tertentunya
dengan adanya Otoritas Jasa Keuangan akan memberikan perlindungan dan rasa
aman atas investasi atau transaksi yang dijalankannya lewat lembaga jasa
keuangan. Bagi pemerintah adalah akan memberikan keuntungan rasa aman bagi
masyarakatnya dan perolehan pendapatan dari perusahaan berupa pajak atau
17.

https://id.wikipedia.org/wiki/Otoritas_Jasa_Keuangan (diakses pada tanggal 21 Juli
2017 Pukul 14:30 WIB).

Universitas Sumatera Utara

penyediaan barang dan jasa yang berkualitas baik. Sedangkan bagi bank dunia
usaha, dengan adanya Otoritas Jasa Keuangan maka pengelolaan semakin baik
dan perusahaan yang dijalankannya makin sehat dan lancar yang pada akhirnya
akan memperoleh keuntungan yang berlipat.
Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen dan bebas dari
campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang
pengaturan, pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang ini. 18
Sebelum keluarnya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 pengawasan
terhadap perusahaan yang bergerak di bidang keuangan dilakukan oleh 2 lembaga,
yaitu :
a. Lembaga keuangan bank (perbankan) dilakukan oleh Bank Indonesia
seperti Bank Sentral fungsi dan tugas diatur dalam Undang-undang
No. 3 Tahun 2004, Bank Umum yang kegiatan utamanya menerima
simpanan dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyrakat
yang membutuhkan dana bank umum yang menjadi 2 yaitu bank
konvensional dan bank syariah, Bank Perkreditan Rakyat merupakan
salah satu jenis bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. semua aktivitas
perbankan dilakukan oleh Bank Indonesia.
b. Lembaga keuangan bukan bank seperti pasar modal, perasuransian,
dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan

18.

Buku Saku Otoritas Jasa Keuangan 2, Op.Cit, Hal. 221.

Universitas Sumatera Utara

lainnya kegiatannya diawasi oleh Kementrian Keuangan,Bank
Indonesia dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.
Namun sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan non bank seperti
pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiyaan, dan
lembaga jasa keuangan lainnya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan
(OJK). Satu tahun kemudian dengan keluarnya Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 maka seluruh pengawasan yang berhubungan
dengan jasa keuangan, baik jasa keuangan bank maupun jasa bukan
bank dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Otoritas Jasa Keuangan berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan
pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan. Mengenai tujuan Otoritas Jasa Keuangan dapat dilihat dalam ketentuan
Pasal 4 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan selengkapnya ketentuan Pasal 4
berbunyi sebagai berikut :
a. Terselenggaranya kegiatan sektor jasa keuangan secara teratur, adil,
transparan, dan akuntabel;
b. Mampu

mewujudkan

sistem

keuangan

yang

tumbuh

secara

berkelanjutan dan stabil; dan
c. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasannya
terhadap :
a. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan

Universitas Sumatera Utara

b. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan
c. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya.
F. Metode Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada
metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari
satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara melakukan analisis. 19
“selain itu, diadakan pada pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum
yang

relevan,

untuk

kemudian

mengupayakan

suatu

pemecahan

atas

permasalahan-permasalah yang timbul dalam gejala yang bersangkutan”. 20 Untuk
melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah, maka metode yang digunakan antara lain.
1. Spesifikasi Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini
adalah jenis penelitian hukum normatif, yaitu sebuah penelitian yang
dilakukan bersumberkan dari peraturan perundang-undangan, teori
hukum, dan pendapat para sarjana hukum yang berkaitan dengan
skripsi.21 Penilaian hukum normatif ini disebut juga sebagai penelitian
perpustakaan atau studi dokumen sebab penelitian ini lebih banyak
dilakukan terhadap data-data yang bersifat sekunder yang ada di
perpustakan, seperti buku.
19.

Soerjono soekanto, pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia,
2007), hal. 3.
20.
Ibid.,
21.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan
Singkat ) (Jakarta: Rajawali Pers, 2001), hlm 13.

Universitas Sumatera Utara

Penyusunan skripsi ini juga tidak terlepas dari data-data lain yang
diolah selain dari sumber buku, seperti makalah dan berbagai tulisan di
internet yang berkaitan dengan akibat hukum terhadap kelebihan
pemberian kredit oleh bank umum di tinjau dari peraturan otoritas jasa
keuangan nomor 11/POJK.03/2015. penelitian perpustakaan demikian
dapat dikatakan sebagai lawan dari penelitian empiris (penelitian
lapangang).22 selanjutnya, dalam pendekatan yang digunakan adalah
metode pendekatan perundang-undang, yaitu penelitian terhadap produkproduk hukum.
2. Data Penelitian
Sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data
sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer,sekunder, dan tersier.
a. Bahwa hukum primer adalah bahan hukum yang otoritas nya adala
peraturan perundang-undangan. Dalam penulisan skripsi ini bahan
hukum primer nya adalah Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas jasa Keuangan, POJK Nomor 11/POJK.03/2015 tentang
Ketentuan Kehati-hatian dalam Rangka Stimulus Perekonomian
Nasional

Bagi

Bank

Umum, Peraturan Bank

Indonesia

No.

11/25/PBI/2009 tentang peraturan Perubahan atas Peraturan Bank
Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi
Bank, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

22.

Suratman dan Philips Daillah, Metode Penelitian Hukum (Bandung: Alfabeta, 2013),

hlm 51.

Universitas Sumatera Utara

b. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku, artikel-artikel, tulisan
ilmiah, hasil penelitian ilmiah, yang terkait dengan judul skripsi yang
berkaitan dengan materi penelitian.
c. Bahan hukum tersier merupakan petunjuk dan penjelasan terhadap
bahan hukum primer dan bahan hukum skunder, bahan hukum tersier
dapat beberapa kamus hukum, jurnal kimia, ensklopedia, majalah, surat
kabar yang relevan dan dapat digunakan dalam penulisan skripsi ini.
3. Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan yaitu
dengan mencari data dengan cara membaca, menelaah, mengklarifikasi,
mengidentifikasi, dan melakukan pemaham terhadap bahan-bahan hukum.23
Hasil dari kajian tersebut kemudian diringkas secara sistematis sebagai inti
sari hasil pengkajian studi dokumen.24 Tujuan dari teknik dokumentasi adalah
untuk mencari konsep, teori-teori, pendapat-pendapat, atau penemuanpenemuan yang berhubungan dengan permasalahn penelitian. 25
4. Analisi data
Analisis data dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode
kualitatif. Analisis tersebut dilakukan dengan cara mengolah dan menganalisis
data serta mendeskripsikannya dengan kata-kata sehingga diperoleh bahasa
atau paparan dalam bentuk kalimat yang sistematis dan dapat dimengerti serta
dapat ditarik suatu kesimpulan.

23.

Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum sebagai
Bahan Ajaran l, (Medan : Fakultas Hukum USU, 2009).
24.
Ibid.
25.
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan
bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah menjadi satuan
yang dapat dikelolah, mensintesiskan, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa
yang dapat diceritakan kepada orang lain.26
Adapun tujuan analisis data kualitatif adalah mencari makna
dibalik data yang melalui pengakuan subyek pelakunya. 27 Peneliti dihadapkan
kepada berbagai objek penelitian yang semuannya menghasilkan data yang
membutuhkan analisis. Data yang didapatkan dari obyek penelitian memiliki
kaitan yang masih belum jelas. Oleh karenanya, analisis diperlukan untuk
mengungkap kaitan tersebut secara jelas sehingga menjadi pemahaman umum.
Meskipun analisis kualitatif ini tidak menggunakan teori secara
pasti sebagaimana kuantitatif, akan tetapi keabsahan dan kevalidan temuannya
juga diakui sejauh peneliti masih menggunakan kaidah-kaidah penelitian.
Menurut Patton dalam Kristi Poerwandari, yang harus selalu diingat penelitian
adalah bagaimanapun analisis dilakukan, peneliti wajib memonitor dan
melaporkan proses dan prosedur-prosedur analisisnya sejujur dan selengkap
mungkin.28

26.

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2009), hlm. 248.
27.
H. Moh. Kasiram, Metode Penelitian Kualitatif-Kualitatif, (Malang: UIN Maliki
Press, 2010), hlm. 355.
28.
Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Perilaku Manusia,
(Depok: LPSP3 FP UI, 2005), HLM. 143.

Universitas Sumatera Utara

G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini dibuat secara sistematis, agar mudah untuk
dimengerti, maka akan diberikan gambaran secara ringkas mengenai uraian dari
bab ke bab yang berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya, adapun
sistematika penulisan ini dibuat sebagai berikut :
BAB I merupakan bab pendahuluan yang berisikan latar belakang,
perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan,
tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan, yang berkaitan
dengan Akibat Hukum Terhadap Kelebihan Pemberian Kredit Oleh Bank Umum
Ditinjau Dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2015.
BAB II merupakan bab yang membahas tentang Pengertian Pemberian
Kredit, Unsur-Unsur Pemberian Kredit, Sistem Pemberian Kredit, Perjanjian
Pemberian Kredit, Risiko Pemberian Kredit.
BAB III merupakan bab yang membahas tentang latar belakang
pembentukan Otoritas Jasa Keuangan, fungsi , tujuan dan wewenang Otoritas Jasa
Keuangan dalam pengawasan Perbankan di Indonesia, hubungan kelembagaan
Otoritas Jasa Keuangan.
BAB IV merupakan pembahasan yang membahas tentang kehati-hatian
bagi

bank

umum

berdasarkan

peraturan

Otoritas

Jasa

Keuangan

No.11/POJK.03/2015, batas-batas maksimal pemberian kredit, akibat hukum
terhadap kelebihan kredit ditinjau dari peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
11/POJK.03/2015.

Universitas Sumatera Utara

BAB V Bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan skripsi ini. Bab
ini berisikan kesimpulan dari permasalahan pokok dari keseluruhan isi.
Kesimpulan bukan merupakan rangkuman ataupun ikhtisar. Saran merupakan
upaya yang diusulkan agar hal-hal yang dikemukakan dalam pembahasan
permasalah dapat lebih berhasil guna berdaya guna.
DAFTAR PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Implikasi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan Selaku Pembina dan Pengawas Perusahaan Pembiayaan (Studi Pada : PT. Adira Dinamika Multi Finance Medan)

1 196 93

Analisis Yuridis Terhadap Pengurangan Pungutan Oleh Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Akibat dari Kepailitan

3 95 116

Pertanggungjawaban Hukum Pihak Bank atas Hilangnya Dokumen Agunan Nasabah Ditinjau dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

1 4 41

PERBANDINGAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN NASABAH DEBITUR ANTARA PERATURAN BANK INDONESIA DENGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1/POJK.07/2013.

0 0 1

Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Perlindungan Nasabah Bank Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

0 0 16

peraturan otoritas jasa keuangan nomor 13 pojk 13 2015 tentang penerapan manajemen risiko bpr

0 0 48

Akibat Hukum Terhadap Kelebihan Pemberian Kredit Oleh Bank Umum di Tinjau dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11 POJK.03 2015

0 0 5

Akibat Hukum Terhadap Kelebihan Pemberian Kredit Oleh Bank Umum di Tinjau dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11 POJK.03 2015

0 0 37

Akibat Hukum Terhadap Kelebihan Pemberian Kredit Oleh Bank Umum di Tinjau dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11 POJK.03 2015

0 0 1

Akibat Hukum Terhadap Kelebihan Pemberian Kredit Oleh Bank Umum di Tinjau dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11 POJK.03 2015

0 2 8