Akibat Hukum Terhadap Kelebihan Pemberian Kredit Oleh Bank Umum di Tinjau dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11 POJK.03 2015

BAB II
PENGATURAN PEMBERIAN KREDIT OLEH BANK UMUM
A. Pengertian dan Unsur-Unsur Kredit
1. Pengertian Kredit
Kata kredit berasal dari bahasa Romawi“credere” yang artinya
“percaya”. Dalam bahasa Belanda istilahnya “vertrouwen”, dalam bahasa Inggris
“believe” atau “trust” atau “confidence”, yang kesemuannya berarti percaya,29
jika dihubungkan maka terkandung pengertian bahwa bank selaku pemberi kredit
percaya untuk meminjamkan sejumlah uang kepada nasabah karena debitur dapat
dipercaya kemampuannya untuk membayar lunas pinjamanya setelah jangka
waktu tertentu.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Pasal 1 angka
11 menyebutkan pengertian kredit yaitu penyediaan uang atau tagihan yang dapat
di permasalahkan dengan itu, bedasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
memijam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga,
imbalan atau pembagian hasil tertentu.30
Dari rumusan tersebut dapat diketahui ruang lingkup pengertian kredit
dibatasi dalam hubungan bank dengan nasabahnya. Kredit sebagai penyediaan
uang yang dilakukan oleh bank untuk dipinjamkan kepada nasabahnya dengan


29.

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung : Citra Aditya Bakti,
1991), hal. 21.
30.
Undang-Undang tentang Perbankan Pasal 1 angka (11) Nomor 10 Tahun 1998

Universitas Sumatera Utara

menarik keuntungan berupa bunga. Namun dalam rumusan itu kredit juga
diartikan dengan tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang, yang
dimaksud dengan tagihan adalah tagihan bank pada nasabahnya, karena
pengertian kredit lebih menunjuk pada perjanjian utang piutang bank dengan
nasabahnya, sedangkan tagihan adalah pelaksanaan perjanjian tersebut.
Dengan mendasarkan pengertian Undang-Undang, kredit merupakan
perjanjian pinjam-meminjam uang antara bank sebagai kreditur dengan nasabah
sebagai debitur dalam jangka waktu tertentu dan pengembalian utang disertai
dengan imbalan berupa. Bunga merupakan sebuah keharusan untuk pemberian
kredit karena merupakan imbalan jasa bagi bagi bank yang merupakan
keuntungan perusahaan. 31

Sedangkan pengertian pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan
yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil. 32
Menurut

HMA

Savelberg

dalam

Mariam

Darus

Badrulzaman,

menyatakan bahwa kredit mempunyai arti ;33

a. Sebagai dasar dari setiap perikatan dan seseorang berhak menuntut sesuatu
dari orang lain.
31.

Gatot Supramono, Op.Cit, hal. 153.
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan lainnya, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,
2014), hal. 113.
33.
Mariam Darus Badrulzaman, perjanjian kredit bank, (Bandung : PT, Citra Aditya
Bakti, 1991), hal. 21.
32.

Universitas Sumatera Utara

Dimana dalam setiap perikatan merupakan suatu hubungan hukum antara dua
orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari pihak lain dan pihak
lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan kredit. Hubungan hukum dalam harta
kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian
atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat
diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law

of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam
bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum priadi (pers
onal law).
b. Sebagai jaminan dan seseorang menyertakan sesuatu pada orang lain dengan
tujuan untuk memperoleh kembali apa yang diserahkan.
Dimana dalam jaminan kredit merupakan hak dan kekuasaan atas barang
jaminan yang diserahkan oleh debitur kepada pihak bank guna menjamin
pelunasan utangnya apabila kredit yang diterimanya tidak dapat dilunasi sesuai
waktu yang diperjanjikan dalam perjanjian kredit. Apabila kredit yang diterima
debitur dapat dikembalikan maka jaminan yang diberikan kepada kreditur dapat
diambil kembali.
Menurut Hasibuan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang
harus dibayar kembali bersama bunganya oleh peminjam sesuai dengan perjanjian
yang telah disepakati. 34

34.

Melayu SP.Hasibuan. Dasar-dasar Perbankan, (Jakarta : Bumi Aksara , 2007), hal.

87.


Universitas Sumatera Utara

Latumerissa menyatakan kredit adalah penyerahan sesuatu yang
mempunyai nilai ekonomis pada saat sekarang ini atasdasar kepercayaan, sebagai
pengganti sesuatu yang mempunyai nilai ekonomis yang sepadan dihari
kemudian. 35
Pengertian yang serupa diatur dalam Pasal 1 angka 25 Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pembiayaan adalah penyediaan
dana atau tagihan yang persamakan dengan itu berupa:
a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyawarah;
b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk
ijarah muntahiya bittamlik;
c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna ;
d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
e. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi meltijasa
berdasrkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS
dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas
dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.

Dengan demikian, kredit/pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
merupakan perjanjian pinjam-meminjam (uang) yang dilakukan antara bank
dengan pihak lain dalam hal ini nasabah peminjaman dana. Perjanjian mana
dibuat atas dasar kepercayaan bahwa peminjaman dalam tenggang waktu tertentu

35.

Julius R. Latumerissa, mengenal Aspek-Aspek Bank Umum, (Jakarta : Bumi Aksara,
1999), hal. 45.

Universitas Sumatera Utara

akan melunasi atau mengembalikan uang atau tagihan tersebut kepada bank
disertai bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
Yang menjadi perbedaan antara kredit yang diberikan oleh bank berdasarkan
konvensional dengan pembiayaan yang diberikan oleh bank berdasarkan prinsip
syariah adalah terletak pada keuntungan yang diharapkan. Bagi bank berdasarkan
prinsip konvensional keuntungan yang diperoleh melalui bunga, sedangkan bagi
bank yang berdasarkan prinsip syariah berupa imbalan atau bagi hasil. 36
2. Unsur-Unsur Kredit

Adapun unsur-unsur kredit yang terkandung dalam pemberian suatu
fasilitas kredit adalah sebagai berikut ;37
a. Kepercayaan
Suatu keyakinan pemberian suatu kredit (bank) bahwa kredit yang
diberikan baik berupa uang atau jasa akan benar-benar diterima kembali
dimasa mendatang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank kepada calon
debitur karena sebelum dana tersebut dikucurkan, sudah dilakukan
penelitian bagaimana situasi dan kondisi calon debitur sehingga dapat
dinilai apakah calon debitur tersebut dipastikan memiliki kemauan dan
kemampuan membayar kredit yang disalurkan, sehingga pada saat dana
telah dikucurkan tidak terjadi masalah yang berpengaruh baik bagi bank
maupun debitur.

36.

Kasmir, Op.Cit. Hal. 113-114.
Kasmir, Bank Lembaga Keuangan lainnya ; edisi revisi, (Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2008), hal. 98.
37.


Universitas Sumatera Utara

b. Kesepakatan
Disampaikan unsur kepercayaan didalam kredit juga mengandung unsur
kesepakatan, ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing
pihak mempunyai hak dan kewajibannya, kesepakatan kredit ini
dituangkan dalam akad kredit yang ditandatangani oleh kedua belah pihak,
yaitu bank dan nasabah disaksikan oleh notaris.
c. Jangka Waktu
Setiap kredit yang diberikan pasti memiliki jangka waktu tertentu . jangka
waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati.
Hampir dapat dipastikan bahwa tidak ada kredit yang tidak memiliki
jangka waktu.
d. Risiko
Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu
risiko tidak tertagihnya/macet pemberian kredit. Semakin panjang suatu
kredit semakin besar risikonya demikian pula sebaliknya. Risiko ini
menjadi tanggungan bank, baik risiko yang disengaja oleh nasabah yang
lalai maupun oleh risiko yang tidak disengaja.
e. Balas Jasa

Merupakan keuntungan atas pemberian kredit atau jasa tersebut yang
dikenal dengan nama bunga bank konvensional. Balas jasa dalam bentuk
bunga, biaya provisi, dan komisi serta biaya administrasi, kredit ini
merupakan keuntungan utama suatu bank. Sedangkan bagi bank
berdasarkan prinsip syariah balas jasanya dalam bentuk bagi hasil.

Universitas Sumatera Utara

B. Jenis - Jenis Pemberian Kredit
a. Kredit Investasi
Kredit investasi merupakan kredit jangkah menengah atau panjang yang
diberikan kepada debitur untuk membiayai barang-barang modal dalam
rangka rehabilitas,modernisasi, perluasan ataupun pendirian proyek baru. 38
Menurut Hasibuan, kredit investasi ialah kredit yang dipergunakan untuk
investasi produktif, tetapi baru akan menghasilkan jika dipergunakan. 39
Menurut Firdaus dan Ariyanti, Kredit investasi yaitu kredit yang
digunakan untuk membiayai pembelian barang-barang modal tetap dan
tahan lama.40
b. Kredit modal kerja
Kredit modal kerja merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan

meningkatkan produksi dalam operasional.
Menurut Firdaus dan Ariyanti, kredit modal kerja Yaitu kredit yang
ditunjukan untuk membiayai keperluan modal lancar yang biasanya habis
dalam satu atau beberapa kali proses produksi atau siklus usaha.41
c. Kredit produktif
Kredit produktif merupakan kredit yang digunakan untuk peningkatan
usaha atau

produksi atau

investasi. Kredit

ini

diberikan

untuk

menghasilkan barang atau jasa. 42


38.

Kasmir, Dasar-dasar Perbankan. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal 109
Melayu SP. Hasibuan, Op.Cit, hal 89
40.
Firdaus Rachman dan Maya Ariyanti, Manajemen Perkreditan Bank Umum : Teori
Masalah, Kebijakan dan Aplikasinya Lengkap dengan Analisis Kredit, (Bandung : Alfabeta,
2004), hal. 10.
41.
Kasmir, Loc.Cit.
39.

Universitas Sumatera Utara

Menurut kasmir, kredit produktif yaitu kredit yang digunakan untuk
peningkatan usaha atau produksi atau investasi. Kredit ini diberikan untuk
menghasilkan barang atau jasa. 43
d. Kredit konsumtif
Kredit konsumtif merupakan kredit yang digunakan untuk dikonsumsi
secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa
yang dihasilkan, karena memang untuk digunakan atau dipakai oleh
seseorang atau badan usaha. 44
Menurut Firdaus dan Ariyati, menyatakan bahwa kredit konsumtif yaitu
kredit yang digunakan untuk membiayai pembelian barang – barang atau
jasa-jasa yang dapat memberikan kepuasan langsung terhadap kebutuhan
manusia. 45
e. Kredit perdagangan
Kredit perdagangan merupakan kredit yang digunakan untuk perdagangan,
biasanya

untuk membeli

barang dagangan

yang pembayarannya

diharapkan dari hasil penjualan barang tersebut. Kredit ini diberikan
kepada supplier atau agen-agen perdagangan yang akan membeli barang
dalam jumlah besar. 46
f. Kredit jangka waktu
a) Kredit jangka pendek

42.
43.
44.
45.
46.

Firdaus Rachmat dan Maya Ariyanti, Loc.Cit.
Kasmir, Op Cit., Hal. 110.
Ibid.,
Firdaus Rachman dan Maya Ariyanti., Loc.Cit
Kasmir, Loc.Cit.

Universitas Sumatera Utara

Kredit jangka pendek merupakan kredit yang memiliki jangka waktu
kurang dari 1 (satu) tahun atau paling lama 1 (satu) tahun dan bisanya
digunakan untuk keperluan modal kerja. 47
b) Kredit jangka menengah
Menurut Kasmir, Kredit dilihat dari segi jangka waktu. Kredit jangka
menengah merupakan kredit yang memiliki jangka waktu berkisar
antara 1 (satu) tahun sampai dengan tiga tahun dan biasanya kredit ini
dilakukan untuk melakukan sebuah investasi. 48
Menurut gatot supramono, kredit berdasarkan jangka waktu. Kredit
jangka menengah yaitu kredit yang jangka waktunya antara 1 (satu)
tahun sampai dengan 3 (tiga) tahun. 49
c) Kredit jangka panjang
Menurut Kasmir, menyatakan kredit dilihat dari segi jangka waktu.
Kredit jangka panjang merupakan kredit yang masa pengembaliannya
paling panjang waktu pengembaliannya rata-rata diatas 3 (tiga) tahun
atau 5 (lima) tahun. Biasanya kredit seperti ini untuk investasi jangka
panjang. 50
Menurut Gatot Supramono, kredit berdasarkan jangka waktu. Kredit
jangka waktu panjang yaitu kredit yang mempunyai jangka waktunya
melebihi kredit jangka menengah, yaitu lebih dari 3 (tahun).

47.

Ibid.,
Ibid,
49.
Melayu SP. Hasibuan, Loc.Cit.
50.
Kasmir,Loc.Cit.
48.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Firdaus dan Ariyanti, kredit menurut jangka waktunya. Kredit
jangka panjang yaitu kredit yang berjangka waktu lebih dari 3 (tiga)
tahun. Kredit macam ini biasanya cocok untuk kredit investasi.51
g. Kredit jaminan
a) Kredit dengan jaminan
Kredit dengan jaminan merupakan kredit yang diberikan dengan suatu
jaminan. Jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud ataupun
tidak berwujud atau jaminan orang. Artinya setiap kredit yang
dikeluarkan oleh bank akan dilindungi minimal senilai jaminan atau
untuk kredit tertentu yang jaminannya harus melebihi jumlah Kredit
yang diajukan calon debitur. 52
b) Kredit tanpa jaminan
Menurut Firdaus dan Ariyanti, menyebutkan kredit tidak memakai
jaminan (unsecured loan) yaitu kredit yang diberikan benar-benar atas
dasar kepercayaan saja, sehingga tidak ada “pengaman” sama sekali.
Kredit ini biasanya terjadi di antara sesama pengusaha (untuk tujuan
produktif), atau diantara teman, keluarga, family (biasanya untuk tujuan
konsumtif).53
C. Sumber Hukum Pemberian Kredit
Dalam pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, bank
wajib memerhatikan hal-hal sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 Ayat (1) dan

51.

Firdaus Rachman, Op.Cit., hal. 14.
Kasmir, Op.Cit., hal. 111.
53.
Firdaus dan Ariyanti, Op.Cit., hal. 18.
52.

Universitas Sumatera Utara

(2) Undang-undang No. Tahun 1998 yang berbunyi:54
Pasal 8 Ayat (1):
Dalam memberikan kredit atau pembiayan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank
Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas
itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi
utangnya

atau

mengembalikan

pembiayaan

dimaksud

sesuai

dengan

diperjanjikan.

Pasal 8 Ayat (2):
Bank Umum wajib wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Ketentuan Pasal 8 Ayat (1) dan (2) di atas merupakan dasar atau landasan
bagi bank dalam menyalurkan kreditnya kepada nasabah debitur. Lebih dari itu,
karena pemberian kredit merupakan salah satu fungsi utama dari, maka dalam
ketentuan tersebut juga mengandung dan menerapkan prinsip kehati-hatian
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang No. 10 Tahun
1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan. 55
Menurut penjelasan Pasal 8 Ayat (2) dikemukakan bahwa pedoman
perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia yang wajib dimiliki dan diterapkan oleh bank dalam pemberian
54.
55.

Hermansyah, Op.Cit, hal. 62.
Ibid.,

Universitas Sumatera Utara

kredit dan pembiayaan adalah sebagai berikut:
a. Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dibuat dalam
bentuk perjanjian tertulis.
b. Bank harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah
debitur yang antara lain diperoleh dari penilaian yang saksama terhadap
watak, kemampuan, modal agunan, dan proyek usaha dari nasabah debitur.
c. Kewajiban bank untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian kredit
atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.
d. Kewajiban bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur
dan persyaratan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.
e. Larangan bank untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada nasabah debitur
dan/atau pihak-pihak terafiliasi.
f. Penyelesaian sengketa.
D. Asas – Asas Pemberian Kredit
Dalam setiap pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah yang sehat dan berdasarkan prinsip kehati-hatian. Berdasarkan prinsip
syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut
setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil, sedangkan prinsip
kehati-hatian adalah dalam rangka penyaluran kredit kepada perusahaan-

Universitas Sumatera Utara

perusahaan dan masyarakat untuk kepentingan pembiayaan, maka setiap bank
diwajibkan untuk melaksanakan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kreditkreditnya.
Untuk itu sebelum memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah, bank harus melakukan penilaian yang saksama terhadap berbagai aspek.
Berdasarkan penjelasan pasal 8 Undang-undang Perbankan yang diubah, yang
mesti dinilai oleh bank sebelum memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah adalah watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari
nasabah debitur, yang kemudian dikenal dengan sebutan “ the five C of credit
analysis” atau prinsip 5 C‟s.56
Pada konsep 5 C‟s dapat memberikan informasi mengenai itikad baik (
willingness to pay) dan kemampuan membayar (abality to pay ) nasabah untuk
melunasi kembali pinjaman beserta bungannya.
Arti dari 5 C‟s sebagai berikut
1. Character (penilaian watak)
Penilaian watak atau kepribadian calon debitur dimaksudkan untuk
mengetahui kejujuran dan itikad baik calon debitur untuk melunasi atau
mengembalikan pinjamannya, sehingga tidak akan menyulitkan bank
dikemudian hari. Hal ini dapat diperoleh terutama didasarkan kepada
hubungan yang telah terjalin antara bank dan (calon) debitur atau informasi
yang diperoleh dari pihak lain yang mengetahui moral, kepribadian dan
perilaku calon debitur dalam kehidupan kesehariannya.

56.

Rachmadi Usman, Op.Cit, hal. 246.

Universitas Sumatera Utara

Tujuan bank melakukan penilaian terhadap watak debitur, adalah untuk
mengetahui apakah pemohon kredit ada kemauan membayar utangnya
apabila permohonannya dikabulkan oleh bank. 57
2. Capacity ( penilaian kemampuan )
Bank harus meneliti tentang keahlian calon debitor dalam bidang
usahanya dan kemampuan manajemennya, sehingga bank yakin bahwa usaha
yang akan dibiayainya dikelola oleh orang-orang yang tepat, sehingga calon
debitornya

dalam

jangka

waktu

tertentu

mampu

melunasi

atau

mengembalikan pinjamannya.58
Sebelum

bank

mengabulkan

permohonan

kreditnya,

bank

menilai

kemampuan debitur untuk mengelola usaha yang akan dibiayai dengan kredit.
Bank perlu mengetahui, apakah nasabah mempunyai pengetahuan yang cukup
di bidang usaha tersebut, apakah nasabah cukup berpengalamana mengelola
usaha itu, dan sebagainya. 59
3. Capital ( modal )
Bank harus melakukan analisis terhadap posisi keuangan secara menyeluruh
mengenai masa lalu dan yang akan datang, sehingga dapat diketahui
kemampuan permodalan calon debitur dalam menunjang pembiayaan proyek
atau usaha calon debitur yang bersangkutan. 60
Dalam prakteknya selama ini bank jarang sekali memberikan kredit untuk
membiayai seluruh dana yang diperlukan nasabah. Nasabah wajib

57.

Gatot Supramono, Op.Cit, Hal. 33.
Rahmadi Usman, Op.Cit, Hal. 247.
59.
Gatot Supramono, Loc.Cit.
60.
Rahmadi Usman, Loc.Cit.

58.

Universitas Sumatera Utara

menyediakan modal sendiri, sedangkan kekurangannya itu dapat dibiayai
dengan kredit bank. Jadi bank fungsinya adalah hanya menyiadakan
tambahan modal, dan biasanya lebih sedikit dari pokoknya. 61
4. Collateral (penilaian terhadap agunan)
Untuk menanggung pembayaran kredit macet, calon debitur umumnya wajib
menyediakan jaminan merupakan jaminan berupa agunan yang berkualitas
tinggi dan mudah dicarikan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau
pembiayaan yang diberikan kepadanya. Untuk itu sudah seharusnya bank
wajib meminta agunan tambahan dengan maksud jika calon debitur tidak
dapat melunasi kreditnya, maka agunan tambahan tersebut dapat dicairkan
guna menutupi pelunasan atau pengembalian kredit atau pembiayaan yang
tersisa.62
5. Condition of economy (penilaian terhadap prospek usaha nasabah debitur)
Bank harus menganalisis keadaan pasar di dalam dan di luar negeri baik masa
lalu maupun yang akan datang, sehingga masa depan pemasaran dari hasil
proyek atau usaha calon debitur yang dibiayai bank dapat diketahui.
Selain memperhatikan hal-hal di atas, bank harus pula mengetahui mengenai
tujuan penggunaan kredit dan rencana pengembangan kreditnya serta urgensi
dari kredit yang diminta.63
Penilaian suatu kredit dapat pula dilakukan dengan analisis 7 (Tujuh) P
kredit dengan unsur penilaian sebagai berikut : 64

61.

Gatot Supramono, Op.Cit, Hal. 33-34.
Rahmadi Usman, Op.Cit, Hal. 247-248.
63.
Edy Putra Tje Aman. Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yurid, (Yokyakarta : 1989),
62.

hal. 15.

Universitas Sumatera Utara

1. Personality
Yaitu menilai nasabah dari segi kepbribadiannya atau tingkahlakunya seharihari maupun kepribadiannya masa lalu. Penilaian personality juga mencakup
sikap, emosi, tingkah laku dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu
masalah dan menyelesaikannya.
2. Party
Yaitu mengklarifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu atau
golongan-golongan tertentu, berdasarkan modal, loyalitas, serta karakternya.
Nasabah yang digolongkan ke dalam golongan tertentu akan mendapatkan
fasilitas yang berbeda dari bank.
Menurut Rachmadi Usma yaitu para pihak merupakan titik sentral yang
diperhatikan dalam setiap pemberian kredit. Pemberi kredit harus
memperoleh suatu “kepercayaan” terhadap para pihak.65
3. Purpose
Yaitu Untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit, termasuk
jenis kredit yang diinginkan nasabah. Tujuan pengambilan kredit untuk modal
kerja, investasi, konsumtif, produktif.
Menurut Rachmadi Usman yaitu tujuan dari pemberian kredit juga sangat
penting diketahui oleh pihak kreditur. Harus dilihat apakah kredit akan
digunakan untuk hal-hal yang positif yang benar-benar dapat menaikkan
income peruysahaan. Dan harus pula diawasi agar kredit tersebut benar-benar

64.
65.

Rachmadi Usman, Op.Cit. Hal 248
Ibid.,

Universitas Sumatera Utara

diperuntuhkan untuk tujuan seperti diperjanjikan dalam suatu perjanjian
kredit. 66
4. Prospect
Yaitu Untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan datang
menguntungkan atau tidak atau dengan kata lain mempunyai prospek atau
sebaliknya.
Menurut Hermansyah yaitu dalam hal ini bank harus melakukan analisis
secara cermat dan mendalam tentang bentuk usaha yang akan dilakukan oleh
pemohon kredit. Apakah usaha yang dijalankan oleh pemohon kredit
mempunyai prospek di kemudian hari ditinjau dari aspek ekonomi dan
kebutuhan masyarakat. 67
5. Payment
Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah
diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit. Jika
semakin banyak sumber penghasilan, maka akan semakin baik.
Menurut Hermansyah yaitu bahwa dalam penyaluran kredit, bank harus
mengetahui dengan jelas mengenai kemampuan dari pemohon kredit untuk
melunasi utang kredit dalam jumlah dan jangka waktu yang ditentukan . 68
6. Profitability
Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba.
Profitability diukur dari periode ke periode, apakah akan tetap sama atau akan
semakin meningkat, apalagi dengan tambahan kredit yang akan diperolehnya.
66.

Ibid.,
Gatot Supramono, Op.Cit, Hal. 64.
68.
Ibid.,
67.

Universitas Sumatera Utara

7. Protection
Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar kredit

yang diberikan

mendapatkan jaminan perlindungan, sehingga kredit yang diberikan benarbenar aman. Perlindungan yang diberikan oleh debitur dapat berupa jaminan
barang atau orang atau jaminan asuransi.
Prinsip-prinsip pemberian kredit diatas merupakan suatu upaya yang
ditempuh oleh pihak bank dalam rangka menjaga atau mengamankan dana yang
diberikan kepada pihak kredit.
Selain prinsip-prinsip 5C dan 7P diatas, ada juga prinsip 3R, yaitu
1. Returns (hasil yang dicapai) yaitu penilaian atas hasil yang akan dicapai oleh
perusahaan debitur setelah mendapat kredit, apakah cukup untuk memadai
untuk menutup pinjaman serta sekaligus memungkinkan pula usahanya untuk
berkembang luas.
2. Repayment (pembayaran) yaitu lanjutan dari pada penilaian terhadap Returns
diatas, kemudian diperhitungkan kemampuan jadwal serta jangka waktu
pengembalian kredit.
3. Risk Bearing Ability (kemampuan untuk menanggung resiko) yaitu
kemampuan untuk menanggung resiko kegagalan andaikan terjadi sesuatu hal
yang tidak diinginkan misalnya perusahaan yang memiliki modal kuat,
biasanya akan lebih kuat bersaing dibandingkan dengan perusahaan lain pihak
bank dalam mempertimbangkan pemberian kredit sehat.

Universitas Sumatera Utara

E. Risiko Pemberian kredit
Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 11/25/PBI/2009 tentang Peraturan
Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan
Manajemen Risiko Bagi Bank menyatakan bahwa :69
“Risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain
dalam memenuhi kewajiban kepada Bank”
Dalam surat edaran Bank Indonesia No. 5/21/DPNP disebutkan
bahwa :
Risiko kredit adalah risiko yang terjadi akibat kegagalan pihak lawan
(counterparty) memenuhi kewajibannya. Risiko kredit dapat bersumber dari
berbagai aktivitas fungsional bank seperti penyaluran pinjaman, dan lain
sebagainya.70
Risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan nasabah atau pihak lain
dalam memenuhi kewajiban kepada bank sesuai dengan perjanjian yang
disepakati. Risiko kredit secara umum didefinisikan sebagai potensi kegagalan
nasabah kredit untuk menyelesaiakan kewajibannya sesuai dengan persetujuan. 71
Menurut Nurbaiti Risiko secara umum dapat dikelompok menjadi :
1. Risiko spekulatif adalah risiko yang mengandung dua kemungkinan, yaitu
kemungkinan yang menguntungkan atau kemungkinan yang merugikan.

69.

Peraturan Bank Indonesia no.11/25/PBI/2009
Bambang Riyanto Rustam, Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia,
(Jakarta : 2013), hal. 54.
71.
Ibid.,
70.

Universitas Sumatera Utara

Risiko ini biasanya berkaitan dengan risiko usaha atau bisnis. Risiko ini dapat
dikelompokan kepada empat tipe risiko, yaitu:
a. Risiko Pasar
b. Risiko Kredit
c. Risiko likuiditas
d. Risiko operasional
2. Risiko murni adalah risiko yang hanya mengandung satu kemungkinan yaitu
kemungkinan rugi saja. Risiko murni dapat dikelompokan pada tiga tipe
resiko yaitu:
a. Risiko aset fisik
b. Risiko karyawan
c. Risiko legal
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 tentang
Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, mencakup 8 (delapan) jenis
risiko yaitu :
1.

Risiko Kredit

2.

Risiko Pasar

3.

Risiko Likuiditas

4.

Risiko Operasional

5.

Risiko Kepatuhan

6.

Risiko Hukum

7.

Risiko Reputasi

8.

Risiko Stratejik

Universitas Sumatera Utara

Risiko kredit dapat timbul antara lain karena beberapa hal yaitu adanya
kemungkinan pinjaman yang diberikan oleh bank atau obligasi (surat hutang)
yang dibeli oleh bank tidak terbayar. Secara umum terdapat dua faktor penyebab
terjadinya Risiko Kredit yaitu faktor eksternal dan Faktor Internal yaitu :72
Faktor Eksternal Bank, yaitu
1. Ketiadaan kemauan membayar (willingness to pay); terutama akibat karakter
debitur dan dapat disebabkan oleh kelemahan bank dalam melakukan
identifikasi kelayakan debitur dan/atau itikad tidak baik Bank dalam kegiatan
penyaluran dana.
2. Ketiadaan kemampuaan membayar (ablity to pay); disebabkan menurunnya
kondisi usaha debitur baik akibat kesalahan pengelolaan (mismanagement)
dan atau pengaruh faktor ekonomi makro atau sektor industri tertentu.
Faktor Internal Bank, yaitu :
1. Konsentrasi risiko kredit dalam portofolio asset.
2. Kelemahan sistem pengendalian dan proses Manajemen Risiko Kredit.
3. Itikad tidak baik pengurus bank (misalnya : kesengajaan mengabaikan prinsip
kehati-hatian dalam proses penilaian kelayakan kredit dan penyediaan dana
lainnya,; kerjasama/kolusi dengan debitur.
F. Jaminan Pemberian kredit
Menurut ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
Nomor 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian

72.

https://id.wikipedia.org/wiki/Risiko_kredit (diakses pada tanggal 23 juli 2017 pukul 22

: 30 WIB).

Universitas Sumatera Utara

Kredit, bahwa yang dimaksud dengan jaminan kredit adalah suatu keyakinan bank
atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.
Sedangkan menurut ketentuan Pasal 1 butir 23 yang dimaksud dengan agunan
adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam
rangka pembelian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.
Jaminan pemberian kredit adalah hak dan kekuasaan atas barang jaminan
yang diserahkan oleh debitur kepada pihak bank guna menjamin pelunasan
utangnya apabila kredit yang diterimanya tidak dapat dilunasi sesuai waktu yang
diperjanjikan dalam perjanjian kredit.
Menurut Kasmir jaminan kredit adalah untuk melindungi uang yang
dikucurkan lewat kredit dari risiko kerugian, maka pihak perbankan membuat
pagar pengamanan untuk melindungi

kredit dari risiko kerugian, baik yang

disengaja maupun yang tidak disengaja. 73
Jaminan pemberian kredit dapat dibedakan sebagai berikut:74
a. Jaminan perorangan (personal guarantee)
Suatu perjanjian penanggungan utang di mana pihak ketiga mengikatkan diri
untuk memenuhi kewajiban debitur dalam hal debitur tidak dapat memenuhi
kewajibannya kepada bank/wanprestasi.
Menurut Hermansyah Jaminan Perorangan atau jaminan pribadi adalah
jaminan seorang pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya
kewajiban-kewajiban dari debitur. Dalam pengertian lain dikatakan bahwa

73.
74.

Kasmir, Op.Cit, hal. 123.
Ibid.,

Universitas Sumatera Utara

jaminan perseorangan adalah suatu perjanjian antara seorang berpiutang
(kreditur)

dengan seorang pihak ketiga, yang menjamin dipenuhinya

kewajiban-kewajiban si berutang (debitur).75
b. Jaminan perusahaan (corporate guarantee)
Suatu perjanjian penanggungan untuk yang diberikan oleh perusahaan lain
untuk memenuhi kewajiban debitur dalam hal debitur tidak dapat memenuhi
kewajibannya kepada bank/wanprestasi.
c. Jaminan kebendaan
Penyerahan hak oleh debitur atau pihak ketiga atas barang-barang miliknya
kepada bank guna dijadikan agunan atas kredit yang diperoleh debitur.
Menurut Hermansyah jaminan kebendaan adalah jaminan kebendaan
merupakan suatu tindakan berupa suatu penjaminan yang dilakukan oleh
kreditur terhadap krediturnya, atau antara kreditur dengan seorang pihak
ketiga guna menjamin dipenuhinya kewajiban dipenuhinya kewajibankewajiban dari debitur. Jaminan kebendaan dapat diadakan antara kreditur
dengan debiturnya, tetapi juga diadakan anatara kreditur dengan seorang
pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban dari debitur.76
Jaminan kebendaan terbagi atas 2 (dua) bagian sebagai berikut : 77
a. Jaminan benda berwujud.
Yaitu jaminan barang-barang seperti
-

Tanah

-

Bangunan

75.
76.
77.

Hermansyah, Op.Cit, hal. 74.
Ibid.,
Kasmir, Op.Cit, hal. 124-125.

Universitas Sumatera Utara

-

Kendaraan bermotor

-

Mesin-mesin atau peralatan

-

Barang dagangan

-

Tanaman/kebun/sawah

b. Jaminan benda tidak berwujud
-

Sertifikat Saham

-

Sertifikat Obligasi

-

Sertifikat Tanah

-

Sertifikat Deposit

-

Rekening Tabungan yang dibekukan

-

Rekening giro yang dibekukan

-

Promes

-

Wesel

-

Dan surat tagihan lainnya.

Lembaga-Lembaga jaminan kebendaan terbagi atas 4 (empat) sebagai
berikut :
1. Hak Atas Tanggungan
Yang disebut hak atas tanggungan pengertiannya sebagaimana ditetapkan
dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Hak Tanggungan yaitu hak jaminan yang
dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau
tidak berikut benda-benda lain yang merupakan suatu kesatuan dengan tanah,

Universitas Sumatera Utara

untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan
kepada debitur tertentu terhadap kreditur-kreditu lain.
Dari pengertian tersebut tampak bahwa objek hak tanggungan berupa
tanah seperti diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria. Dari Pasal 51 UUPA
dapat diketahui bahwa objek hak tanggungan terbatas pada tanah-tanah hak milik
(Pasal 25), hak guna usaha (Pasal 33), dan hak guna bangunan (Pasal 39).78
2. Fiducia
Dengan berlakunya Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 maka pengertian
fiducia digunakan rumusan yang terdapat pada Pasal 1 angka 1 yang berbunyi:
fiducia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan
dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap
dalam penguasaan pemilik benda.
Barang yang dapat menjadi objek fiducia pada prinsipnya adalah barang
bergerak. Hal ini disebabkan karena latar belakang fiducia sebagai jaminan utang
berawal dari masalah yang dihadapi oleh jaminan gadai yang prosedurnya wajib
menyerahkan

barang

kepada

kreditur

untuk

dikuasainya.

Dalam

perkembangannya, ternyata bukan hanya barang bergerak saja yang dapat
difiduciakan, akan tetapi barang tidak bergerak juga dapat dijaminkan dengan
jaminan tersebut walaupun sifatnya terbatas.
Adapun objek fiducia berupa barang tidak bergerak, ruang lingkupnya
terbatas pada barang berupa bangunan yang tidak dapat dibebani dengan hak
tanggungan. Bangunan dikatakan sebagai barang tidak bergerak karena pada

78.

Gatot Supramono (2) Op.Cit, hal. 201.

Universitas Sumatera Utara

umumnya bangunan sengaja dibuat untuk menyatu dengan tanah dan tidak
mungkin dapat dipindah-pindahkan dari tempatnya. Mengenai objek hak
tanggungan dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 telah ditentukan bahwa
objek hak tanggungan adalah tanah yang berstatus hak milik, hak guna usaha,
serta hak guna bangunan dan bangunan yang ada di atasnya merupakan suatu
kesatuan dengan tanahnya. 79
3. Gadai
Gadai diatur dalam KUH Perdata Buku Kedua Bab Kedua puluh Pasal
1150 sampai dengan Pasal 1161. Sampai sekarang belum ada perkembangan
mengenai peraturan gadai ini.
Pengertian gadai dalam Pasal 1150 KUH Perdata disebut sebagai berikut :
Gadai adalah sesuatu hak yang diperoleh seorang kredit atas suatu barang
bergerak, yang diserahkan oleh seorang debitur atau orang lain atas namanya, dan
member kekuasaan kepada kreditur untuk mengambil pelunasan dari barang
tersebut dengan mendahulukan dirinya dari pada kreditur-kreditur lainnya, dengan
kekecualian mendahulukan pembayaran-pembayaran biaya untuk melelang
barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang
yang digadaikan itu.
Sebagaimana jaminan-jaminan yang lalu, gadai juga merupakan hak
kebendaan (zakelijk recht). Perjanjiannya bersifat accessoir, karena harus ada
perjanjian pokok yaitu perjanjian utang-piutang. Perjanjian gadai dapat dilakukan
secara tertulis dan lisan. Kebanyakan dalam praktek dilakukan secara lisan.
Obyek gadai berupa barang-barang bergerak, yang meliputi barang
bergerak yang bertubuh dan yang tidak bertubuh. Barang bergerak yang bertubuh
adalah barang-barang seperti kendaraan, perhiasaan, perabotan rumah tangga dan

79.

Ibid., hal. 234-23

Universitas Sumatera Utara

sebagainya. Sedangkan barang bergerak yang tidak bertubuh berupa surat-surat
berharga seperti saham dan surat piutang lainnya. 80
4. Hypotik
Yang dimaksud dengan hipotik adalah suatu hak kebendaan atas bendabenda tidak bergerak, untuk mengambil penggantian dari benda-benda tersebut
bagi pelunas suatu perikatan.
Sejak berlakunya Undang-Undang No. 4/1996 tentang Hak Tanggungan,
maka hypotik atas tanah menjadi tidak berlaku lagi, tetapi yang dipergunakan
dalam pembebanan hak atas tanah tersebut adalah hak tanggungan. Sedangkan
benda tidak bergerak, seperti kapal laut dan pesawat udara tetap berlaku
ketentuan-ketentuan tentang hypotik sebagaimana yang diatur dalam Buku II
KUH Perdata.81
Saat ini, obyek hipotik adalah kapal-kapal Indonesia. Tidak semua kapal
berkebangsaan Indonesia dapat dibebani hipotik, namun hanya kapal-kapal yang
dapat dilakukan pendaftarannya saja dengan syarat-syarat yang ditentukan oleh
undang-undang.
Dasar hukum pendaftaran kapal terdapat pada Pasal 314 ayat (1) KUHD
yang menyebutkan : Kapal-kapal Indonesia yang berukuran paling sedikit dua
puluh meter kubik isi kotor, dapat dibukukan di dalam suatu register kapal

80.

Gatot Supramono, Op.Cit, hal. 72.

81.

https://fitrilestariindonesia.wordpress.com/2015/05/27/hukum-jaminan-hipotik/
(diakses pada tanggal 27 Juli 2017 Pukul 09 : 30 WIB).

Universitas Sumatera Utara

menurut ketentuan-ketentuan yang akan ditetapkan dalam suatu undang-undang
tersendiri.82
Hypotik pesawat udara berdasarkan suatu Surat Keterangan Pendaftaran
Hypotik/Chattel Mortgage yang diterbitkan oleh Direktorat Jendral Perhubungan
Udara-Kementrian Perhubungan RI yang didasarkan pada Akta Hypotik/Chattel
Mortgage yang dibuat oleh dan di hadapan Notaris, berdasarkan Pasal 1162
sampai dengan Pasal 1232 KUH Perdata juncto UU No. 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan (“UU Penerbangan”) maupun berdasarkan Chicago Convention
1944 yang diratifikasi oleh Geneva Convetion on the International Recognition of
Rights in Aircraft 1948 (“Traktat Internasional tentang Pesawat Udara”), dimana
pemanfaat atas pesawat udara dan helicopter tersebut tetap berada pada debitur
atau pihak ketiga pemiliknya. 83
G. Perjanjian Kredit
Menurut tata bahasa Indonesia, “kredit berarti kepercayaan”.84 Dengan
demikian, dapat diartikan bahwa perjanjian pemberian kredit di dalamnya
terkandung dari orang atau badan yang memberikan sesuatu kepada orang atau
badan lain yang menerima. Mariam Darus Badrulzaman mengatakan, “ kredit
adalah meminjamkan benda pada penjamin dengan kepercayaan benda itu akan
dikembalikan di kemudian hari kepada pihak yang meminjamkan”.85
Dalam kenyataan sekarang ini, untuk memperoleh kredit sudah sering
dilakukan oleh masyarakat sehingga kata kredit bukan merupakan kata yang asing
82.

Ibid.,
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4da01c7c236d2/bisakah-diletakkan-sitajaminan-atas-agunan-kredit- (diakses pada tanggal 27 Juli 2017 Pukul 10 : 00 WIB).
84.
Edy Putra, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, (yogyakarta : 1989), hal. 19.
85.
Kasmir, Op.Cit, hal. 137.
83.

Universitas Sumatera Utara

lagi sehingga tidak sedikit orang yang melakukannya. Menurut Pasal 1754 KUH
Perdata menyebutkan bahwa “ pinjam meminjam ialah persetujuan dengan mana
pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu atas
barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang
belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan
keadaan yang sama pula”.
Dari Undang-undang tersebut dikatakan bahwa perjanjian kredit disamakan
dengan perjanjian pinjam meminjam dan objeknya adalah benda yang habis
dipakai. Jadi, ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut memberi isyarat
bahwa perjanjian pinjam-meminjam itu termasuk syarat-syarat sahnya suatu
perjanjian yang disebutkan dalam pasal 1320 KUH Perdata sebagai berikut :
1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak
2. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum
3. Adanya Obyek
4. Adanya kausa yang halal
Setelah terpenuhinya syarat tersebut maka berlaku perjanjian kredit dan dapat
dijadikan sebagai pelengkap dari pasal-pasal yang hendak dimuat di dalam akta
perjanjian kredit itu sendiri, sehingga dengan demikian maka suatu perjanjian
kredit itu sendiri, sehingga dengan demikian maka suatu perjanjian kredit
merupakan hukum yang mengikat bagi para pihak yang membuatnya.
Kredit didasarkan pada unsur kepercayaan, berarti mempunyai suatu unsur
lain yang terkandung di dalamnya yaitu unsur tolong-menolong. Namun demikian
halnya, pada masa sekarang ini dan dalam perkembangannya, menurut Agus Hari

Universitas Sumatera Utara

Widodo, mengatakan bahwa jika dilihat dari pihak kreditur/bank maka unsur
kredit adalah untuk mengambil keuntungan dari modal dengan suatu imbalan
berupa kontraprestasi. Sementara di pihak nasabah debitur adalah merupakan
bantuan dari pihak kreditur/bank untuk menutupi kebutuhan berupa prestasi.
Apabila dilihat dari sisi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
maka dapat dikatakan bahwa walaupun bunyinya berbeda, namun jika kredit
dilihat dari unsurnya maka harus diketahui adanya kesamaan, yaitu :86
a. Adanya orang/badan yang memiliki uang, barang dan jasa dan bersedia untuk
meminjamkan kepada pihak lain, yang biasanya disebut kreditur/bank
b. Adanya orang/badan sebagai pihak yang memerlukan/meminjamkan uang,
barang atau jasa, yang biasanya disebut nasabah debitur
c. Adanya kepercayaan kreditur terhadap nasabah debitur
d. Adanya perbedaan waktu, yaitu perbedaan antara saat penyerahaan uang, b
barang atau jasa oleh kreditur dengan saat pembayaran kembali oleh nasabah
debitur
e. Adanya resiko, sebagai akibat dari adanya perbedaan waktu, karena terbayang
jelas ketidak pastian (uncertainty) untuk masa yang akan datang.
Jika dihubungkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan
pendapat para ahli, maka dapat dikatakan bahwa perjanjian kredit merupakan
suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh orang-orang dengan dasar
kepercayaan atas kemampuan nasabah debitur untuk menunaikan kewajibannya

86.

http://yonioktaviani.blogspot.co.id/2012/12/manajemen-kredit.html (diakses pada
tanggal 27 Juli 2017 Pukul 13:30 WIB).

Universitas Sumatera Utara

sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati oleh pihak nasabah debitur dan
pihak kreditur/bank. Hal ini juga dikatakan bahwa apabila seseorang memperoleh
kredit berarti seseorang telah memperoleh kepercayaan.
Perjanjian kredit bank adalah suatu perjanjian dimana objek perjanjiannya
adalah mengenai pinjaman yang diberikan oleh suatu bank kepada seorang
debitur. Subjek perjanjian kredit adalah pihak bank sendiri dan debitur,
sedangkan objek perjanjian kredit adalah suatu perjanjian yang diberikan oleh
bank kepada debitur.
Objek perjanjian kredit bank biasanya membuat besarnya pinjaman yang
diberikan, jenis pinjamanya, cara penarikan pinjaman, jangka waktunya, cara
pembayaran kembali, suku bunga, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh debitur
dan lain-lainnya. jadi perjanjian kredit adalah suatu perjanjian dimana objek
perjanjian khusus mengenai pinjaman yang diberikan oleh suatu bank kepada
debiturnya dimana suatu bank berhak atas suatu prestasi dan debitur wajib
memenuhi prestasi tersebut dan sebaliknya.

H. Pengawasan terhadap Kredit oleh Bank Umum
Pengawasan kredit adalah suatu fungsi manajemen dan usahanya untuk
penjagaan dan pengawasan pengelolaan kekayaan bank dalam bentuk perkreditan
yang lebih baik dan efisien guna menghindarkan terjadinya penyimpanganpenyimpangan dengan cara mendorong dipatuhinya kebijaksanaan perkreditan

Universitas Sumatera Utara

yang telah ditetapkan serta mengusahakan penyusunan administrasi perkreditan
dengan benar.87
Dalam pengawasan kredit ini lebih merupakan upaya untuk menjaga dan
mengamankan kredit yang bersifat preventif. Pengawasan kredit ini juga
merupakan suatu sistem dalam pengelolaan kredit yang berfungsi sebagai penutup
kelemahan dalam proses perkreditan. Oleh karena itu, pengawasan kredit harus
mempu memberikan feedback agar tidak lanjut perbaikan segera dapat
dilaksanakan.
Menurut Abdullah menyatakan bahwa pengawasan kredit adalah : 88
suatu proses penilaian dan pemantauan kredit sejak analisis bukanlah aktivitas
untuk mencari kesalahan/ penyimpangan debitur khususnya dalam menggunakan
kredit. Melainkan upaya menjaga agar apa yang dilaksanakan dapat berjalan
sesuai dengan rencana kredit, selain itu bahwa proses pengawasan kedit telah
dimulai sejak dini (saat penilaian jaminan).
Dalam pengawasan kredit memiliki beberapa tujuan pengawasan kredit
berupa :
1. Sistem/prosedur dan ketentuan-ketentuan sebagai dasar kredit operation dapat
dilaksanakan semaksimal mungkin.
2. Penjagaan dan pengamanan kredit sebagai kekayaan bank harus dikelola
dengan baik agar tidak timbul risiko yang diakibatkan oleh penyimpanganpenyimpangan, baik oleh nasabah maupun oleh inter bank.
3. Administrasi dan dokumentasi kredit harus terlaksana sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan sehingga ketelitian, kelengkapan,

87.

Jurnal muhamad muslih latief91, pengawasan terhadap kredit oleh bank umum
(diakses pada tanggal 3 juni 2017 pukul 10:10 WIB)
88.
http://www.landasanteori.com/2015/07/pengertian-sistem-pengawasan-kreditdan.html (di akses pada tanggal 23 Juli 2017 Pukul 10:15 WIB).

Universitas Sumatera Utara

keaslian, dan akurasinya dapat menjadi informasi bagi setiap lini manajemen
yang terlibat dalam perkreditan.
4. Efektivitas dan efesiensi meningkat dalam setiap tahap pemberian kredit
sehingga perencanaan kredit dapat dilaksanakan dengan baik.
5. Pembinaan portofolio, baik secara individu maupun secara keseluruhan dapat
dilakukan sehingga bank mempunyai kualitas aktiva yang produktif dan
mendukung menjadi bank yang sehat.89
pengawasan merupakan fungsi manajemen yang menjapai urutan paling akhir
dalam tujuan manajemen. Pengawasan membantu penilaian apakah perencanaan,
perorganisasian, dan pelaksanaan suatu program telah dilaksanakan dengan efektif
atau tidak.
Dalam pengawasan kredit ini, akan melalui beberapa tahapan yang
membentuk suatu proses pengawasan kredit. Proses pengawasan di uraikan
sebagai berikut:90
Dari kredit yang diberikan, dilakukan pemeriksaan, apakah terjadi penyimpangan
dari perjanjian antara pihak debitur dengan bank. Pada tahap ini, penyimpanganpenyimpangan tersebut diidentifikasikan dan dicari tahu apa yang menjadi
penyebab terjadinya penyimpangan tersebut. Penyebab penyimpangan ini bisa
dari pihak bank maupun dari pihak debitur. Penyebab pihak dari bank misalnya
struktur organisasi yang lemah dari pihak bank, kurang akurat dalam melakukan

89.

Ibid.,
Artikel-Tujuan Monitoring dan pengawasan kredit. www.kalkulatorkredit.com (diakses
pada tanggal 27 Juni 2017 Pukul 10:30 WIB).
90.

Universitas Sumatera Utara

penelitian sebelum memberikan kredit, dan sebagainya. Dan dari pihak debitur
biasanya penyebabnya adalah menurunnya kondisi keuangan perusahaan. 91
Dalam melakukan pengawasan kredit dilakukan oleh Bank Indonesia
berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 diatur pada Pasal 8 yang
diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 3 Tahun 2004
menyatakan bahwa Bank Indonesia mempunyai tugas menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran, mengatur dan mengawasi bank.
Ada beberapa prinsip dalam melaksanakan pengawasan bank yakni:
1. Fungsi pengawasan kredit harus diawali dari upaya yang bersifat pencegahan
sedini mungkin terjadinya hal-hal yang dapat merugikan bank dalam
perkreditan atau terjadinya praktek pemberian kredit yang tidak sah.
2. Pengawasan kredit juga harus meliputi pengawasan sehari-hari oleh
manajemen bank atas setiap pelaksanaan pemberian kredit atau lazim dikenal
dengan istilah pengawasan melekat.
3. Pengawasan kredit yang harus meliputi audit intern terhadap semua aspek
perkreditan yang dilakukan oleh audit internal bank.
Pengawasan harus meliputi semua aspek perkreditan serta semua aspek
pengawasan tanpa melakukan pengecualian yaitu :
a. Pengawasan terhadap semua pejabat bank yang terkait dengan perkreditan.
91.

http://www.bi.go.id/id/perbankan/arsitektur/pengawasan (diakses pada tanggal 27 Juni

2017 pukul 12.00 WIB)

Universitas Sumatera Utara

b. Pengawasan terhadap semua jenis kredit, termasuk kredit kepada pihak-pihak
yang terkait dengan bank dan debitur-debitur besar tertentu. Pengawasan
terhadap pihak-pihak yang terkait dengan bank dan debitur-debitur beser
tertentu bahkan harus dilakukan secara intensif.
Cakupan fungsi pengawasan kredit sekurang-kurangnya meliputi hal-hal
sebagai berikut :
a. Mengawasi apakah pemberian kredit telah dilaksanakan sesuai dengan
Kebijakan Perkreditan Bank, prosedur pemberian kredit dan ketentuan intern
bank yang berlaku.
b. Mengawasi pemberian kredit apakah telah memenuhi ketentuan perbankkan
yang berlaku.
c. Memantau perkembangan kegiatan debitur termasuk pemantauan melalui
kegiatan kunjungan kepada debitur dan memberikan peringatan dini
mengenai penurunan kualitas kredit-kredit yang diperkirakan mengandung
risiko bagi bank.
d. Mengawasi apakah penilaian kolektibilitas kredit telah sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
e. Melakukan pembinaan kepada dibitur untuk mengarahkan agar debitur dapat
memenuhi kewajibannya kepada bank.
f. Memantau dan mengawasi secara khusus kebenaran pemberian kredit kepada
pihak yang terkait dengan bank dan debitur-debitur tertentu apakah telah
sesuai dengan Kebijakan Perkreditan Bank.

Universitas Sumatera Utara

g. Memantau pelaksanaan pengadministrasian dokumen perkreditan apakah
telah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.
h. Memantau kecukupan jumlah penyisihan penghapusan kredit.92
Fungsi Otoritas Jasa Keuangan dalam mengawasi Bank sebagai berikut :93
1. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi :
2. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar,
rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger,
konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan
3. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk
hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;
4. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
5. Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal
minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap
simpanan, dan pencadangan bank;
6. Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
7. Sistem informasi debitur;
8. Pengujian kredit (credit testing); dan
9. Standar akuntasi bank;

92.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/63538/Chapter%20II.pdf;jsessionid=0C4A
B163EA8B05CA5393CBDF70122DEC?sequence=3 ( diakses pada tanggal 23 Juli 2017 Pukul
12:00 WIB)
93.
https://zalirais.wordpress.com/2014/12/30/peran-pengawasan-perbankan-oleh-bankindonesia-otoritas-jasa-keuangan-dan-lembaga-penjamin-simpanan/ (diakses

Dokumen yang terkait

Implikasi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan Selaku Pembina dan Pengawas Perusahaan Pembiayaan (Studi Pada : PT. Adira Dinamika Multi Finance Medan)

1 196 93

Analisis Yuridis Terhadap Pengurangan Pungutan Oleh Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Akibat dari Kepailitan

3 95 116

Pertanggungjawaban Hukum Pihak Bank atas Hilangnya Dokumen Agunan Nasabah Ditinjau dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

1 4 41

PERBANDINGAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN NASABAH DEBITUR ANTARA PERATURAN BANK INDONESIA DENGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1/POJK.07/2013.

0 0 1

Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Perlindungan Nasabah Bank Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

0 0 16

peraturan otoritas jasa keuangan nomor 13 pojk 13 2015 tentang penerapan manajemen risiko bpr

0 0 48

Akibat Hukum Terhadap Kelebihan Pemberian Kredit Oleh Bank Umum di Tinjau dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11 POJK.03 2015

0 0 5

Akibat Hukum Terhadap Kelebihan Pemberian Kredit Oleh Bank Umum di Tinjau dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11 POJK.03 2015

0 1 29

Akibat Hukum Terhadap Kelebihan Pemberian Kredit Oleh Bank Umum di Tinjau dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11 POJK.03 2015

0 0 1

Akibat Hukum Terhadap Kelebihan Pemberian Kredit Oleh Bank Umum di Tinjau dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11 POJK.03 2015

0 2 8