Implikasi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan Selaku Pembina dan Pengawas Perusahaan Pembiayaan (Studi Pada : PT. Adira Dinamika Multi Finance Medan)

(1)

IMPLIKASI PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 29/POJK.05/2014 TENTANG PENYELANGGARAAN USAHA

PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SELAKU PEMBINA DAN PENGAWAS PERUSAHAAN PEMBIAYAAN.

(STUDI PADA : PT ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE MEDAN)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

CANRA SINAMBELA NIM : 110200485

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

IMPLIKASI PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 29/POJK.05/2014 TENTANG PENYELANGGARAAN USAHA

PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SELAKU PEMBINA DAN PENGAWAS PERUSAHAAN PEMBIAYAAN.

(STUDI PADA : PT ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE MEDAN)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Oleh:

CANRA SINAMBELA NIM : 110200485

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum NIP. 196603031985081001

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., MS Puspa Melati, S.H., M.Hum NIP : 196204211988031004 NIP :196801281994032001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

NAMA : CANRA SINAMBELA

NIM : 110200485

DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN DAGANG

JUDUL SKRIPSI : IMPLIKASI PERATURAN OTORITAS JASA

KEUANGAN NOMOR 29/POJK.05/2014 TENTANG PENYELANGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SELAKU PEMBINA DAN PENGAWAS PERUSAHAAN PEMBIAYAAN. (STUDI PADA : PT ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE MEDAN)

Dengan ini menyatakan :

1. Bahwa ini skripsi yang saya tulis tersebut di atas adalah benar tidak

merupakan ciplakan dari skirpsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan, maka

segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, 28 Juni 2015

Canra Sinambela 110200485


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul skripsi ini adalah “Implikasi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/Pojk.05/2014 Tentang Penyelanggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan Selaku Pembina Dan Pengawas Perusahaan Pembiayaan. (Studi Pada : PT ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE MEDAN)”

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis dalam proses penyusunan dan penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat di selesaikan dengan baik.

Untuk itu, maka penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, MH, DFM, selaku Wakil Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. OK Saidin, SH, M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. H. Hasim Purba, SH, M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum


(5)

6. Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang juga telah banyak meluangkan waktunya di dalam memberikan bimbingan dan arahan-arahan di dalam proses penulisan skripsi ini.

7. Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Ibu Hj.

Puspa Melati, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah banyak meluangkan waktunya di dalam memberikan bimbingan dan arahan-arahan di dalam proses penulisan skripsi ini.

8. Bapak Mulhadi S.H., M.Hum, selaku Dosen Penasehat Akademik penulis.

9. Bapak-bapak dan Ibu-ibu dosen yang telah memberikan ilmu

kepada penulis selama berada di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ini serta seluruh pegawai administrasi yang telah banyak membantu dalam proses perkuliahan.

10.Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya dan juga

penghargaan yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada kedua orang tua penulis tercinta, Ayahanda Drs.Robet Parlindungan Sinambela S.E., dan Ibunda Yusniar Togatorop S.E., yang telah membesarkan, mendidik, membimbing serta memberikan kasih sayang yang tak terhingga nilainya serta juga selalu memberikan motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

11.Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada

kakak, dan adik-adik penulis tersayang Idhelia Cinry Sinambela S.H., Clara Elisabeth Sinambela, Christian Sinambela , yang telah menjadi


(6)

motivator dan memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

12.Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada

Tuahta Aloysius Saragih S.H., M.Com.Law, selaku Direktur Pengawasan Lembaga Pembiayaan Otoritas Jasa Keuangan, Saryo S.H., selaku Kepala Sub

Bagian Hubungan Masyarakat Otoritas Jasa Keuangan Medan, Herry S.T.,

selaku Branch Manager PT Adira Dinamika Multi Finance ,Tbk, yang telah meluangkan waktunya pada penulis dalam proses wawancara guna mendapatkan informasi sehingga skripsi ini selesai.

13.Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman spesial penulis Oktafia

Sitanggang S.H., yang selalu memberikan dukungan serta motivasi kepada penulis.

13. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada sahabat-sahabat penulis Michael Tommy N, Ernanda Gurning, Jhordy Moses N, Bryan Altama, Prionanta Silaen, Joshua Valdys, Siti Khairunissa, Nugraha Sembiring, Hagani Ginting, Doanta Ginting, Eka Johannes, Carolina Sibarani, Klemensia Michelle, Lorensia Sitanggang, yang telah banyak memberikan dukungan serta motivasi kepada penulis.

14. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada para sahabat seperjuangan stambuk 2011 penulis Patuan Arif Sihombing, Boy C T, Calvin Panjaitan, Mike Sipayung, Wahyu P B D Farasi, Tondi Harahap, Abraham Jofiarno, Merico Sitorus, Cyndi Fransisca, Naomi Manurung, Stevany Claudia, Oren Riff Milano.


(7)

.

15. Dan semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan dan ketidaksempurnaan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik, dan saran serta sumbangan pemikiran yang bersifat membangun, agar bisa lebih baik lagi di kesempatan yang akan datang.

Besar harapan penulis bahwa skripsi ini nantinya dapat bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk memperluas cakrawala dan pengetahuan kita semua.

Medan, 28 Juni 2015 Penulis,

Canra Sinambela 110200485


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAK ... viii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Permasalahan ... 11

C. Tujuan Penulisan... 12

D. Manfaat Penulisan ... ... 13

E. Keaslian Penulisan ... 14

F. Metode Penelitian ... 14

G. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II : TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DI INDONESIA ... 20

A. Pengertian dan Sejarah Perusahaan Pembiayaan ... 20

1. Definisi Perusahaan Pembiayaan ... 20

2. Sejarah Perusahaan Pembiayaan ... 22

B. Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan ... 28

C. Peran dan Fungsi Perusahaan Pembiayaan ... 38

D. Jenis Pembiayaan dalam Perusahaan Pembiayaan ... 38

BAB III : TINJAUAN UMUM MENGENAI OTORITAS JASA KEUANGAN... 43

A. Sejarah Otoritas Jasa Keuangan ... 43

1. Latar Belakang Dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan ... 43

2. Tujuan Dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan ... 50

B. Fungsi dan Tugas Otoritas Jasa Keuangan... 52


(9)

BAB IV : IMPLIKASI PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 29/POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SELAKU PEMBINA DAN PENGAWAS PERUSAHAAN PEMBIAYAAN.

(STUDI PADA : PT ADIRA DINAMIKA MULTI

FINANCE MEDAN) ... 57

A. Kendala-Kendala Otoritas Jasa Keuangan Dalam Melaksanakan Pembinaan Dan Pengawasan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 ... 57

B. Peranan Otoritas Jasa Keuangan Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 Terhadap Perusahaan Pembiayaan (Studi Pada : PT Adira Dinamika Multi Finance Medan) ... 59

C. Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan Selaku Pembina Dan Pengawas Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 (Studi Pada : PT Adira Dinamika Multi Finance Medan) ... 70

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

A. Kesimpulan ... 75


(10)

DAFTAR PUSTAKA ... 78 LAMPIRAN : 1. Surat Jawaban Wawancara dari Otoritas Jasa Keuangan

2. Surat Jawaban Wawancara dari PT Adira Dinamika Multi Finance ,Tbk Medan


(11)

ABSTRAK

Canra Sinambela

Tan Kamello** Puspa Melati***

Dengan semakin berkembang pesatnya kegiatan bisnis dan kebutuhan masyarakat maka keperluan akan modal atau dana semakin meningkat. Oleh karenanya dibutuhkan sarana penyedia dana selain Bank yaitu Perusahaan Pembiayaan. Perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di luar Lembaga Keuangan Bukan Bank untuk memberikan kemudahan, keringanan, pelayanan yang cepat, prosedur yang tidak birokratis dan tidak berbelit-belit kepada masyarakat. Oleh karena pentingnya perusahaan pembiayaan tersebut diperlukan pengawasan dari lembaga pemerintahan yaitu Otoritas Jasa Keuangan yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Sebagai bentuk nyata pengawasan OJK terhadap perusahaan pembiayaan maka dibentuklah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 29/POJK.05/2014 tentang Perusahaan Pembiayaan. Untuk melihat implementasi dari POJK tersebut maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: kendala-kendala OJK dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan perusahaan pembiayaan, peranan OJK dan kewenanganOJK selaku pembina dan pengawas perusahaan pembiayaan berdasarkan POJK tersebut.

Untuk menjawab permasalahan ini maka digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan sifat penelitian deskriptif analitis. Data yang digunakan

dalam skripsi ini adalah data sekunder dengan teknik pengumpulan data library

reseacrh (penelitian kepustakaan) dan field research (penelitian lapangan) dengan

melakukan wawancara (in depth interviewing).

Kendala-kendala yang dihadapi oleh OJK dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan perusahaan pembiayaan yaitu kurangnya sumber daya manusia dan fasilitas yang belum memadai. Peranan OJK sebagai pengawas dan pembina perusahaan pembiayaan berdasarkan POJK Nomor 29/POJK.05/2014 antara lain terjadinya perluasan kegiatan usaha, tingkat kesehatan keuangan, kolektibilitas piutang pembiayaan, pencadangan piutang pembiayaan, dan sumber pendanaan. Dalam melaksanakan pengawasan dan pembinaan perusahaan pembiayaan OJK memiliki memiliki dua kewenangan yaitu kewenangan pengaturan dan kewenangan pengawasan. Untuk mengatasi kendala tersebut diperlukan tenaga kerja yang berpengalaman, hendaknya perananan dan kewenangan OJK berdasarkan POJK tersebut diterapkan secara optimal dan juga memperluas wilayah kerja OJK ke daerah-daerah lain di Indonesia.

Kata Kunci : Perusahaan Pembiayaan, OJK, POJK.

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara *** Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(12)

ABSTRAK

Canra Sinambela

Tan Kamello** Puspa Melati***

Dengan semakin berkembang pesatnya kegiatan bisnis dan kebutuhan masyarakat maka keperluan akan modal atau dana semakin meningkat. Oleh karenanya dibutuhkan sarana penyedia dana selain Bank yaitu Perusahaan Pembiayaan. Perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di luar Lembaga Keuangan Bukan Bank untuk memberikan kemudahan, keringanan, pelayanan yang cepat, prosedur yang tidak birokratis dan tidak berbelit-belit kepada masyarakat. Oleh karena pentingnya perusahaan pembiayaan tersebut diperlukan pengawasan dari lembaga pemerintahan yaitu Otoritas Jasa Keuangan yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Sebagai bentuk nyata pengawasan OJK terhadap perusahaan pembiayaan maka dibentuklah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 29/POJK.05/2014 tentang Perusahaan Pembiayaan. Untuk melihat implementasi dari POJK tersebut maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: kendala-kendala OJK dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan perusahaan pembiayaan, peranan OJK dan kewenanganOJK selaku pembina dan pengawas perusahaan pembiayaan berdasarkan POJK tersebut.

Untuk menjawab permasalahan ini maka digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan sifat penelitian deskriptif analitis. Data yang digunakan

dalam skripsi ini adalah data sekunder dengan teknik pengumpulan data library

reseacrh (penelitian kepustakaan) dan field research (penelitian lapangan) dengan

melakukan wawancara (in depth interviewing).

Kendala-kendala yang dihadapi oleh OJK dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan perusahaan pembiayaan yaitu kurangnya sumber daya manusia dan fasilitas yang belum memadai. Peranan OJK sebagai pengawas dan pembina perusahaan pembiayaan berdasarkan POJK Nomor 29/POJK.05/2014 antara lain terjadinya perluasan kegiatan usaha, tingkat kesehatan keuangan, kolektibilitas piutang pembiayaan, pencadangan piutang pembiayaan, dan sumber pendanaan. Dalam melaksanakan pengawasan dan pembinaan perusahaan pembiayaan OJK memiliki memiliki dua kewenangan yaitu kewenangan pengaturan dan kewenangan pengawasan. Untuk mengatasi kendala tersebut diperlukan tenaga kerja yang berpengalaman, hendaknya perananan dan kewenangan OJK berdasarkan POJK tersebut diterapkan secara optimal dan juga memperluas wilayah kerja OJK ke daerah-daerah lain di Indonesia.

Kata Kunci : Perusahaan Pembiayaan, OJK, POJK.

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara *** Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia dalam mempertahankan hidupnya melakukan berbagai macam cara, yang salah satunya adalah melakukan kegiatan atau aktivitas usaha/bisnis. Melalui kegiatan itu manusia dapat memenuhi tuntutan hidupnya yang semakin hari semakin kompleks. Kehidupan manusia di jaman modern ini begitu cepat berputar. Setiap hari manusia bekerja demi mempertahankan hidupnya.

Kehidupan yang serba cepat memacu manusia untuk dapat memenuhi

kebutuhan hidupnya secara cepat pula.1 Pemenuhan kebutuhan hidup secara cepat

telah mendorong dan membuka peluang bagi manusia untuk melakukan kegiatan bisnis demi mewujudkan kehidupan yang berkecukupan dan makmur.

Di lain pihak untuk mewujudkan suatu masyarakat dengan kehidupan yang adil dan makmur secara merata pemerintah melaksanakan kegiatan pembangunan. Pembangunan itu dilaksanakan di segala bidang kehidupan bangsa, khususnya bidang ekonomi yang menjadi tulang punggung pembangunan lainnya. Pembangunan ini berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi, dimana pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat di indikasi dari laju pertumbuhan pendapatan penduduknya.

Untuk meningkatkan laju pertumbuhan pendapatan ini maka investasi memiliki peranan yang sangat penting. Mengenai investasi ini berkaitan erat

1

P. Lindawaty S. Sewu, Franchise Pola Bisnis Spektakuler Dalam Perspektif Hukum dan Ekonomi, (Bandung : CV. Utomo, 2004), hal. 1.


(14)

dengan ketersediaan dana untuk investasi tersebut secara formal dapat disalurkan oleh lembaga keuangan (lembaga finansial) baik Bank maupun lembaga keuangan bukan Bank lainnya. Di Indonesia, lembaga keuangan tersebut terdiri dari tiga

bagian, yaitu:2

1. Bank

2. Lembaga Keuangan Non-Bank

3. Perusahaan Pembiayaan

Bank secara umum ialah suatu institusi perantara yang dibentuk dengan wewenang mengelola simpanan uang dari masyarakat, meminjamkan uang, serta

mengeluarkan promes (surat berharga) atau banknote (uang kartal asing yang

dikeluarkan dan diterbitkan oleh bank di luar negeri). Bank memiliki fungsi

sebagai :3

1. Agent of trust : yakni institusi dimana kegiatannya berlandaskan asas trust (kepercayaan) apakah itu ketika menghimpun dana ataupun pemberitahuan pinjaman. Masyarakat mau menabung di bank jika mereka percaya dengan bank itu.

2. Agent of development : yakni institusi yang mengelola dana dalam

rangka pembangunan perekonomian. Aktifitas bank baik sebagai

pengumpul dan penyalur dana amanat dibutuhkan untuk kelancaran kegiatan ekonomi utamanya sektor riil.

2

Kasmir,Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada,2008), hal.273.

3

Infobankterbaru.blogspot.com, “Pengertian Bank dan Fungsi Utamanya” melalui http://infobankterbaru.blogspot.com/2014/12/pengertian-bank-dan-fungsi-utamanya.html, diakses pada tanggal 9 Juli 2015.


(15)

3. Agent of service : yakni institusi pengelola dana bagi pembangunan perekonomian. Selain mengumpulkan dan meminjamkan uang, bank juga menyediakan layanan perbankan lain untuk nasabah.

Lembaga keuangan non bank adalah lembaga keuangan yang berperan secara langsung maupun tidak langsung dalam bidang keuangan yang dananya di dapat dengan cara mengeluarkan surat-surat berharga. Selain itu, lembaga keuangan bukan bank juga memberikan jasa-jasa yang berkaitan dengan keuangan yang dananya di tarik dari masyarakat.4

Adapun tujuan dari lembaga keuangan non bank ini adalah untuk memberikan bantuan serta mendorong perkembangan pasar modal untuk perusahaan-perusahaan yang memiliki ekonomi lemah.5

Lembaga keuangan Non Bank memiliki beberapa fungsi diantaranya :6

1. Memberikan modal kepada masyarakat ekonomi lemah untuk membangun

usaha dengan tujuan agar mereka tidak terbelit utang dengan para rentenir.

2. Memperlancar pembangunan industri maupun ekonomi lewat pasar modal

3. Memberikan kredit kepada masyarakat ekonomi rendah. Namun kredit disini ada yang bersifat menjamin surat berharga dan ada juga yang tidak.

Jenis-jenis lembaga keuangan non bank di Indonesia antara lain :7

1. Asuransi

Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1992, Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, di mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu

4

Bayu Pratama, “Pengertian Lembaga Keuangan Non Bank” melalui

http://www.bayupratama.com/2014/11/pengertian-lembaga-keuangan-bukan-bank.html, diakses

pada 9 Juli 2015.

5

Ibid.

6

Ibid.

7


(16)

pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

2. Koperasi simpan pinjam

Koperasi simpan pinjam adalah koperasi yang bekerja untuk menyimpan dan memberikan pinjaman kepada masyarakat. Tujuan lembaga ini adalah untuk mengajarkan anggota agar lebih berhemat dalam kegiatan menyisihkan penghasilan (Simpan) dan memberikan pinjaman kepada anggota yang membutuhkan untuk modal usaha maupun keperluan lainnya.

3. Dana PensiunMenurut UU No.11 Tahun 1992

Dana pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan

program yang menjanjikan dana pensiun.

Dengan adanya dana pensiun, setiap orang mungkin merasa tenang ketika usia telah menginjak umur yang tak muda lagi.

Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha di luar Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan usaha diantaranya sewa guna usaha, anjak piutang, usaha kartu kredit dan atau

pembiayaan konsumen.8

Dengan semakin berkembang pesatnya kegiatan bisnis di masyarakat maka keperluan akan modal atau dana bagi pelaku usaha juga semakin meningkat. Oleh karenanya, sarana penyediaan dana yang dibutuhkan oleh pelaku usaha atau

masyarakat perlu diperluas.9 Umumnya dana yang dibutuhkan tersebut dapat

disediakan oleh lembaga perbankan melalui fasilitas kredit. Namun demikian, fasilitas kredit dari perbankan sangat terbatas dan tidak semua pelaku usaha punya akses untuk mendapatkan bantuan pendanaan dari bank. Untuk itu, maka ada alternatif lain untuk mendapatkan dana, yaitu melalui perusahaan pembiayaan.

Pembangunan ekonomi yang sedang giat dilakukan oleh Pemerintah dan kegiatan bisnis yang berkembang pesat di masyarakat merupakan potensi

8

Wikipedia, “Perusahaan Pembiayaan” melalui

https://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan_Pembiayaan, diakses pada tanggal 9 Juli 2015.

9

Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2001), hal. 45.


(17)

pembiayaan yang besar bagi perusahaan pembiayaan. Hal itu karena dana investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan ekonomi dapat diberikan oleh perusahaan pembiayaan dan dengan adanya perusahaan pembiayaan masyarakat barang-barang kebutuhan sehari-hari maupun barang-barang kebutuhan usaha dapat diperoleh atau digunakan tanpa harus membeli secara tunai dan lunas. Oleh karena itu keberadaan perusahaan pembiayaan sangat diperlukan sebagai suatu lembaga yang dapat memberikan kemudahan dalam hal persyaratan untuk memberikan pembiayaan, mengingat masyarakat maupun investor tidak selalu memiliki sesuatu yang diperlukan dalam memenuhi syarat dalam peminjaman

dana dari lembaga keuangan.10

Perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di luar Badan dan Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus di dirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan. Perusahaan pembiayaan adalah badan usaha yang khusus di dirikan untuk melakukan Sewa Guna Usaha,

Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen, dan/atau usaha Kartu Kredit.11

Masyarakat sebagai konsumen menginginkan adanya kemudahan, keringanan, pelayanan yang cepat, prosedur yang tidak birokratis dan tidak berbelit-belit. Oleh karena itu, beberapa hal akan menjadi pertimbangan konsumen untuk memilih perusahaan pembiayaan mana yang dapat membantu untuk mendapatkan barang-barang konsumsi yang akan dipergunakan. Beberapa

10

Indonesian Commercial Newsletter, “Perkembangan Pembiayaan Mobil di Indonesia

tahun 2010” melalui

www.icn.com/Documents/tanggung%20jawab/Pembiayaan-2010KreditOtomotif.htmlv diakses pada tanggal 1 Mei 2015.

11

H. Ahmad Muliadi, Hukum Lembaga Pembiayaan, (Jakarta : Akademia Permata, 2013), hal.5.


(18)

pertimbangan konsumen yang akhirnya memilih pembiayaan dengan

menggunakan perusahaan pembiayaan adalah antara lain sebagai berikut: 12

1. Persyaratan yang tidak rumit. Perusahaan pembiayaan adalah badan

usaha yang memberikan kemudahan-kemudahan kepada konsumen dalam memperoleh barang yang dibutuhkannya.

2. Proses penelitian konsumen oleh bank/lembaga keuangan. Perusahan

pembiayaan melakukan penelitian baik lapangan maupun dokumen hal ini ditujukan untuk terhindar dari resiko-resiko yang mungkin akan terjadi.

3. Jangka waktu untuk memutuskan pemberian pembiayaan kepada

konsumen yang relatif singkat. Apabila konsumen telah memenuhi persyaratan yang diberikan oleh perusahaan pembiayaan konsumen maka perusahaan pembiayaan konsumen akan segera menyetujui pembiayaan tersebut.

4. Uang muka yang diminta banyak atau sedikit. Dalam hal ini uang

muka pembiayaan konsumen memberikan pilihan kepada konsumen, sesuai dengan kemampuan konsumen, hal ini sangat memudahkan konsumen.

5. Jangka waktu pembayaran yang dimungkinkan. Dalam kasus ini,

konsumen ada yang meminta jangka waktu pendek dan ada pula yang meminta jangka waktu panjang, sesuai dengan kemampuan konsumen.

6. Berapa suku bunga yang ditawarkan, apakah cukup untuk bersaing

atau tidak. Suku bunga yang ditawarkan oleh perusahaan pembiayaan konsumen cukup kompetitif seimbang dengan kemudahan yang diberikannya.

Fasilitas pembiayaan yang diberikan perusahaan pembiayaan kepada konsumen mengandung risiko cukup tinggi dari kemungkinan pihak konsumen tidak dapat memenuhi kewajibannya. Bila hal ini terjadi, maka yang akan memikul kerugian adalah pihak perusahaan pembiayaan. Guna menghindari risiko kerugian itu, maka pada umumnya perusahaan pembiayaan selalu meminta

adanya jaminan.13

12

Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisinis, (Jakarta : Rieka Cipta, 2003), hal.118.

13

Munir Fuady, Hukum Tentang Pembiayaan, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hal.168.


(19)

Keberadaan lembaga jasa keuangan baik Bank maupun Non-Bank memliki hubungan kepemilikan di berbagai sub-sektor keuangan telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antar lembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan tersebut. Munculnya permasalahan lintas sektoral di bidang jasa

keuangan seperti banyaknya tindakan moral hazard yang dilakukan para pelaku di

bidang jasa keuangan, belum optimalnya perlindungan yang diberikan kepada konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan yang pada akhirnya akan mencipatakan kekacauan perekonomian nasional secara keseluruhan, semakin mendorong perlunya pembentukan lembaga pengawasan di

sektor jasa keuangan yang terintegrasi.14

Berkaitan dengan itu, Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya di sebut OJK) mempunyai fungsi untuk menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan mengalami peningkatan. Dengan fungsi diatas, maka tujuan utama di bentuknya OJK adalah agar seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara, secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan

mampu melindungi konsumen dan masyarakat.15

Dengan tujuan ini, OJK diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional. Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional antara lain, meliputi

14

Jonker Sihombing, Otoritas Jasa Keuangan : Konsep, Regulasi & Implementasi, (Jakarta : Ref Publisher, 2012), hal.49.

15

Adrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, (Jakarta : Raih Asa Sukses, 2014), hal.111.


(20)

sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa

keuangan, dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi.16

Alasan pembentukan OJK antara lain adalah makin kompleks dan bervariasinya produk jasa keuangan, munculnya gejala konglomerasi perusahaan jasa keuangan, dan globalisasi industri jasa keuangan. Disamping itu, salah satu alasan rencana pembentukan OJK adalah karena pemerintah beranggapan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral telah gagal dalam mengawasi sektor perbankan. Kegagalan tersebut dapat dilihat pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia

mulai pertengahan tahun 1997, sejumlah bank yang ada pada saat itu dilikuidasi.17

Dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan, OJK mempunyai

wewenang :18

1. Terkait pengaturan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) oleh OJK meliputi :

a. Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;

b. Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan; c. Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK

d. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;

e. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;

f. Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan

g. Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa

keuangan.

16

Ibid.

17

Zainal Arifin Mochtar dan Iwan Satriawan, Jurnal Konstitusi, (Volume 6, Nomor 3, September 2012), hal. 152.

18

Sofyan Syafri Harahap, “Pengawasan Bank: Selamat Datang OJK” melalui


(21)

2. Terkait Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) lainnya meliputi :

a. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;

b. Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;

c. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;

d. Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;

e. Melakukan penunjukan pengelola statuter; f. Menetapkan penggunaan pengelola statuter;

g. Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan

h. Memberikan dan/atau mencabut: izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan pembubaran dan penetapan lain.

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya OJK merupakan lembaga yang independen bahwa OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang. OJK dapat melakukan kerja sama dengan otoritas pengawas Lembaga Jasa Keuangan di negara lain serta organisasi internasional dan lembaga internasional lainnya,

antara lain pada bidang dan/atau kegiatan sebagai berikut:19

1. Pengembangan kapasitas kelembagaan, antara lain pelatihan sumber

daya manusia di bidang pengaturan dan pengawasan Lembaga Jasa Keuangan;

2. Pertukaran informasi; dan

19


(22)

3. Kerja sama dalam rangka pemeriksaan dan penyidikan serta pencegahan kejahatan di sektor keuangan.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan dirilis dalam rangka mendukung perkembangan perusahaan pembiayaan yang dinamis dan mewujudkan industri perusahaan pembiayaan yang tangguh, kontributif, inklusif, serta berkontribusi

untuk menjaga sistem keuangan yang stabil dan berkelanjutan.20

Perusahaan Pembiayaan telah terbukti berperan penting dalam

pendistribusian dan pengalokasian sumber daya keuangan kepada pelaku usaha dan masyarakat Indonesia, baik melalui penyediaan pembiayaan atas barang-barang produktif yang dibutuhkan oleh pelaku usaha maupun barang-barang-barang-barang konsumtif yang menjadi kebutuhan masyarakat, yang pada akhirnya akan mendorong terjadinya peningkatan aktivitas ekonomi dalam masyarakat

Indonesia.21

Di lain pihak, terwujudnya industri Perusahaan Pembiayaan yang tangguh, kontributif, inklusif, juga dapat berkontribusi untuk menjaga sistem keuangan yang stabil dan berkelanjutan sehingga membantu mengurangi kerentanan stabilitas sistem keuangan Indonesia terhadap goncangan keuangan yang mungkin

terjadi di masa mendatang.22

Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan peran industri Perusahaan Pembiayaan, perlu adanya terobosan-terobosan strategis yang dapat memperluas

20

Otoritas Jasa Keuangan, “Peraturan OJK tentang Penyelenggaraan Perusahaan Pembiayaan” melalui http://www.ojk.go.id/peraturan-ojk-tentang-penyelenggaraan-usaha-perusahaan-pembiayaan, diakses pada tanggal 01 Mei 2015.

21

Ibid.

22


(23)

alternatif kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan guna memberikan ketersediaan akses pembiayaan terutama bagi masyarakat yang masih menghadapi keterbatasan akses dalam pilihan pembiayaan. Perluasan kegiatan usaha pembiayaan diharapkan dapat mendorong Perusahaan Pembiayaan

menjadi lebih efisien dalam mengalokasikan modal.23

Berdasarkan latar belakang ini maka akan dibahas lebih lanjut mengenai

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 tentang

Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan, untuk melihat bagaimana keefektifan pelaksanaan sistem pengawasan oleh Otoritas Jasa Keuangan terhadap Perusahaan Pembiayaan, bagaimana kendala yang dihadapi oleh OJK dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan perusahaan pembiayaan berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014, dan bagaimana peranan dan kewenangan OJK terhadap Perusahaan Pembiayaan.

Berdasarkan hal-hal yang dijelaskan diatas, maka permasalahan ini diteliti

lebih lanjut melalui skripsi ini yang berjudul : Implikasi Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 Tentang Penyelanggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan Selaku Pembina dan Pengawas Perusahaan Pembiayaan (Studi Pada : PT Adira Dinamika Multi Finance Medan).

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka terdapat tiga pokok permasalahan yang akan dibahas, yaitu:

23


(24)

D. Bagaimana peranan Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 terhadap Perusahaan Pembiayaan (Studi Pada : PT Adira Dinamika Multi Finance Medan) ?

E. Bagaimana kewenangan Otoritas Jasa Keuangan selaku Pembina dan

Pengawas Perusahaan Pembiayaan berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 (Studi Pada : PT Adira Dinamika Multi Finance Medan)?

F. Bagaimana kendala-kendala Otoritas Jasa Keuangan dalam

melaksanakan pembinaan dan pengawasan perusahaan pembiayaan berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini antara lain :

1. Untuk mengetahui bagaimana peranan Otoritas Jasa Keuangan

berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 terhadap Perusahaan Pembiayaan (Studi Pada : PT Adira Dinamika Multi Finance Medan).

2. Untuk mengetahui bagaimana kewenangan Otoritas Jasa Keuangan

selaku Pembina dan Pengawas Perusahaan Pembiayaan berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 (Studi Pada : PT Adira Dinamika Multi Finance Medan).


(25)

3. Untuk mengetahui kendala-kendala apa sajakah yang dihadapi oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan perusahaan pembiayaan berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan skripsi ini antara lain sebagai berikut :

1. Secara teoritis, untuk mengetahui kendala-kendala apa sajakah yang

dihadapi oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam melaksanakan pembinaan

dan pengawasan perusahaan pembiayaan, untuk mengetahui

bagaimana peranan Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 terhadap Perusahaan Pembiayaan, untuk mengetahui bagaimana kewenangan Otoritas Jasa Keuangan selaku Pembina dan Pengawas Perusahaan Pembiayaan berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 terhadap perusahan pembiayaan.

2. Secara praktis, penulisan skripsi ini bermanfaat untuk menambah

wawasan, selain itu skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah dalam menata peraturan mengenai pembinaan dan pengawasan perusahaan pembiayaan, dan juga menjadi bahan masukan bagi para masyarakat umum dan perusahaan pembiayaan dalam melaksanakan kegiatan pembiayaan dan dapat dijadikan referensi bagi penulisan karya ilmiah selanju


(26)

E. Keaslian Penulisan

Adapun judul dari skripsi ini adalah : “Implikasi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/Pojk.05/2014 Tentang Penyelanggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan Selaku Pembina dan Pengawas Perusahaan Pembiayaan (Studi Pada :

PT Adira Dinamika Multi Finance Medan)” yang diajukan dalam rangka

memenuhi tugas-tugas dan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum. Judul skripsi ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulisan ini berdasarkan referensi dari pemikiran para praktisi, refrensi buku-buku, makalah, hasil seminar, media cetak, media elektronik seperti internet serta bantuan dari berbagai pihak yang berdasarkan pada asas keilmuan yang jujur, rasional, dan terbuka. Oleh karena itu, penulisan ini merupakan sebuah karya asli sehingga tulisan ini dapat di pertanggungjawabkan.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan suatu cara pencarian, bukan

hanya sekedar mengamati dengan teliti suatu obyek.24 Dalam penulisan skripsi

metode penelitian sangat diperlukan agar penulisan skripsi menjadi lebih terarah dengan data yang telah dikumpulkan melalui pencarian-pencarian data yang berhubungan dengan permasalahan dalam skripsi ini. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

24

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003), hal.28.


(27)

1. Jenis dan sifat penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan dalam pembahasan skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam

masyarakat.25 Metode ini juga digunakan agar dapat melakukan penelurusan

terhadap norma-norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan perlindungan konsumen yang berlaku, serta memperoleh data maupun keterangan yang terdapat dalam berbagai literatur di perpustakaan, jurnal hasil

penelitian, koran, majalah, situs internet dan sebagainya.26

Sifat penelitian pada penulisan skripsi ini adalah deskriptif analitis yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori

hukum yang menjadi objek penelitian.27

2. Sumber Data

Penulisan skripsi ini akan menganalisis obyek penelitian dengan menggunakan data sekunder, yaitu data yang mencakup dokumen-dokumen

resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berupa laporan dan sebagainya.28

Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari :29

25

Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum , (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal.105 26

Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung : Alumni, 1994), hal.139.

27

Ibid.,hal.105-106.

28

Amiruddin dan H.Zainal Askin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Rajawali Pers, 2012) , hal.30.

29

Lexy J. Maleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja Rosadakarya, 1996), hal.22.


(28)

a. Bahan Hukum Primer, yang berupa ketentuan hukum dan perundang-undangan yang mengikat serta berkaitan dengan penelitian ini dan peraturan lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

b. Bahan Hukum Sekunder, adalah data yang tidak diperoleh dari sumber

pertama. Data sekunder bisa diperoleh dari literatur-literatur tertulis, baik berbentuk buku-buku, makalah-makalah, dokumen-dokumen, laporan penelitian, surat kabar, makalah, harian elektronik, dan lain sebagainya yang memliki relevansi dengan skripsi ini.

c. Bahan Hukum Tersier, adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti Kamus Hukum, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Ensiklopedia dan sebagainya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Library Research (Penelitian Kepustakaan)

Library Research (Penelitian Kepustakaan) yaitu penulisan yang dilakukan dengan cara pengumpulan literatur dengan sumber data berupa bahan hukum primer dan sekunder dari berbagai bahan-bahan bacaan yang bersifat teoritis ilmiah, buku-buku, peraturan-peraturan, juga dari majalah-majalah dan media elektronik seperti internet dan sebagainya yang ada hubungan dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.


(29)

b. Field Research (Penelitian Lapangan)

Metode pengumpulan data dengan cara penelitian lapangan ini dilakukan

dengan melakukan wawancara secara mendalam (in depth interviewing)30

dengan PT Adira Dinamika Multifinance Medan dan Otoritas Jasa Keuangan.

4. Analisis Data

Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara kualitatif. Analisis kualitatif yaitu suatu kegiatan yang dilakukan untuk menentukan isi atau makna suatu aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang

menjadi obyek kajian.31

5. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan terhadap data yang berhasil dikumpulkan dilakukan dengan mempergunakan metode penarikan kesimpulan secara deduktif maupun secara induktif. Metode penarikan kesimpulan secara deduktif adalah suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui dan berakhir pada suatu

kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus.32 Metode penarikan

kesimpulan secara induktif adalah proses berawal dari proposisi-proposisi khusus (sebagai hasil pengamatan) dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan

30

Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta, 1996), hal.59. 31

Zainuddin Ali, Op.Cit, hal.107. 32

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal 11.


(30)

baru) berupa asas umum33, sehingga akan dapat diperoleh jawaban terhadap permasalahan-permasalahan yang telah disusun.

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, dipaparkan sistematika penulisan dengan tujuan agar mempermudah pengertian dan pendalaman secara jelas. Adapun sistematika dalam penulisan skripsi ini dibagi dalam 5 (lima) bab yang masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab, sebagaimana diuraikan sebagai berikut : Bab I merupakan Bab Pendahuluan. Dalam bab ini diuraikan tentang hal- hal yang bersifat umum, dimulai latar belakang masalah yang menjadi dasar penulisan, memaparkan apa yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini dan manfaat yang diperoleh dari penulisan tersebut. Pada bagian ini juga diuraikan apa yang menjadi permasalahan, keaslian penulisan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II membahas mengenai Tinjauan Umum Perusahaan Pembiayaan Di Indonesia. Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai pengertian dan sejarah perusahaan pembiayaan, kegiatan usaha perusahaan pembiayaan, peran dan fungsi perusahaan pembiayaan, serta jenis pembiayaan dalam perusahaan pembiayaan.

Bab III membahas mengenai Tinjauan Umum Mengenai Otoritas Jasa Keuangan. Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai sejarah OJK, fungsi dan tugas OJK, serta struktur organisasi pada OJK.

33


(31)

Bab IV membahas mengenai Implikasi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

Nomor 29/POJK.05/2014 Tentang Penyelanggaraan Usaha Perusahaan

Pembiayaan Selaku Pembina dan Pengawas Perusahaan Pembiayaan (Studi Pada : PT Adira Dinamika Multi Finance Medan). Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai kendala-kendala apa sajakah yang dihadapi oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan perusahaan pembiayaan, bagaimana peranan Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 terhadap Perusahaan Pembiayaan, dan bagaimana kewenangan Otoritas Jasa Keuangan selaku Pembina dan Pengawas Perusahaan Pembiayaan berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 terhadap perusahan pembiayaan.

Bab V dalam bab ini dirangkum analisa permasalahan dan pembahasannya dari bab-bab terdahulu dan kemudian menyimpulkan isi dari uraian-uraian tersebut, serta mengemukakan sejumlah saran sehubungan dengan topik dari skripsi ini.


(32)

BAB II

TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DI INDONESIA

A. Pengertian dan Sejarah Perusahaan Pembiayaan 1. Defenisi Perusahaan Pembiayaan

Sesuai dengan kaidah ekonomi, dimana ada demand dan di sisi lain ada

supply, yang menciptakan institusi tradisional dimana ada pihak yang kelebihan

dana akan mensuplai dana langsung kepada pihak yang membutuhkan dana.34

Dengan cara ini membawa suatu konsekuensi terhadap pembangunan ekonomi masyarakat yang menuntut adanya suatu kepastian hukum. Karena dalam praktik sering didengar keluhan dari para pelaku usaha yang menyatakan era globalisasi

ekonomi dunia, bukan hanya dalam bentuk direct investment maupun equity

invesment melainkan mengintrodusir investasi dalam bentuk baru yaitu

penyertaan modal secara informal, antara lain dalam bentuk franchising,

licensing, technical assitance, modal ventura, dan lain-lain.35

Perusahaan pembiayaan adalah merupakan bagian dari lembaga pembiayaan yang bertujuan untuk memulihkan perekonomian nasional. Lembaga pembiayaan terdiri dari dua kata, yaitu:

a. Lembaga adalah badan adalah badan atau pranata yang bermaksud

melakukan sesuatu penyelidikan keilmuan atau melakukasn suatu usaha.36

34

Munir Fuady, Hukum tentang Pembiayaan dalam Teori dan Praktek, ( Bandung : Citra Aditya Bakti, 1995), hal.1.

35

Partomuan Pohan, “Selayang Pandang tentang Franchising, Licensing, Technical Assistance, Ventura Capital Factoring dan Costodian”, tulisan dalam Media Notariat, No.20-21, Jakarta, Juli-Oktober 1991, hal.122.

36


(33)

b. Pembiayaan adalah perbuatan untuk membiayai baik perorangan

maupun bentuk perusahaan.37

Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang midal yang termasuk

salah satu dari Lembaga Jasa Keuangan.38 Lembaga pembiayaan meliputi

perusahaan pembiayaan, perusahaan modal ventura dan perusahaan pembiayaan

infrastruktur.39

Perusahaan merupakan badan usaha yang menjalankan kegiatan di bidang perekonomian (keuangan, industri, dan perdagangan), yang dilakukan secara terus

menerus atau teratur (regelmatig) terang-terangan (openlijk), dan dengan tujuan

memperoleh keuntungan dan/ atau laba. 40

Dalam Pasal 1 huruf (b) UU Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan dijelaskan bahwa perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba. Sedangkan pengertian dari Perusahaan Pembiayaan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan, dalam Pasal 1 huruf (b) dikatakan bahwa Perusahaan Pembiayaan yaitu “badan usaha di luar bank dan

37

Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, ( Jakarta : Balai Pustaka, 1985), hal.582.

38

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Pasal 1 Angka 4.

39

Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Pasal 2. 40

Abdul R Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan (Teori dan Contoh Kasus), ( Jakarta : Kencana Renada Media Group, 2005), hal. 100.


(34)

lembaga keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan

yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan.”41

Perusahaan pembiayaan adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan sewa guna usaha, anjak piutang, pembiayaan konsumen, dan/atau

usaha kartu kredit.42 Masing-masing kegiatan perusahaan pembiayaan meskipun

berbeda-beda dan mempunyai karakteristik sendiri-sendiri, tetapi masih banyak terdapat persamaannya. Karena semuanya memang bertujuan untuk memberikan kemudahan finansial bagi perusahaan lain.

2. Sejarah Perusahaan Pembiayaan

Kehadiran industri pembiayaan (multifinance industry) sesungguhnya

belum terlalu lama, terutama bila dibandingkan dengan di negara-negara maju lain. Dari beberapa sumber diketahui industri ini mulai tumbuh di Indonesia pada tahun 1974. Kehadirannya didasarkan pada Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga

menteri yaitu Menteri Keuangan, Menteri Perdangan, dan Menteri Perindustrian.43

Setahun setelah dikeluarkannya SKB tersebut, berdirilah PT Pembangunan Armada Niaga Nasional pada 1975. Kelak, perusahaan tersebut mengganti

namanya menjadi PT (Persero) PANN Multi Finance. Pada tanggal 2 Juli 1982

dibentuk Asosiasi Leasing Indonesia (ALI) yang berkedudukan di Jakarta sebagai

41

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan Pasal 1 Huruf (b).

42

Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Pasal 2 Huruf a.

43

Seputarpembiayan.blogspot.com, “Sejarah Lembaga Pembiayaan Di Indonesia” melalui http://seputarpembiayaan.blogspot.com/2012/05/sejarah-lembaga-pembiayaan-di-indonesia.html diakses pada tanggal 05 Mei 2015.


(35)

satu-satunya wadah komunikasi bagi perusahaan-perusahaan leasing di

Indonesia.44

Kehadiran ALI telah dirasakan manfaatnya oleh seluruh pelaku usaha leasing di Indonesia dan ALI telah berhasil melakukan berbagai aktifitas guna kepentingan para anggotanya, termasuk membantu pengembangan industri usaha leasing di Indonesia bersama pemerintah. Kemudian melalui Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 yang ditindak lanjuti dengan Surat Keterangan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan sebagaimana telah berkali-kali diubah, terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

448/KMK.017/2000 tentang perusahaan pembiayaan. Dalam peraturan

perundang-undangan tersebut diperincikan bahwa kegiatan lembaga pembiayaan

meliputi : 45

1. Sewa Guna Usaha.

2. Modal Ventura.

3. Perdagangan Surat Berharga.

4. Anjak Piutang.

5. Usaha Kartu Kredit.

6. Pembiayaan Konsumen.

Akan tetapi dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan, Lembaga

Pembiayaan yang dijalankan oleh suatu Perusahaan Pembiayaan adalah sebagai

berikut :46

1. Sewa Guna Usaha.

2. Anjak Piutang.

44

Ibid. 45

Munir Fuady, Op.Cit, hal.3.

46


(36)

3. Usaha Kartu Kredit.

4. Pembiayaan Konsumen.

Hal tersebut dikarenakan kegiatan modal ventura dan perdagangan surat berharga mempunyai karakteristik yang sangat berbeda dengan keempat lembaga pembiayaan tersebut.

Disamping itu ditentukan pula bahwa suatu perusahaan pembiayaan tidak

diperkenankan menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk :47

1. Giro.

2. Deposito.

3. Tabungan.

4. Surat Sanggup Bayar. (Promissory Notes), kecuali jika surat sanggup

bayar tersebut hanya dipakai sebagai jaminan hutang kepada bank yang menjadi kreditnya.

Pada tahun 1990, industri leasing mulai kembali pada prinsip dasar

ekonomi. Mereka lebih mengutamakan keuntungan yang sebesar-besarnya. Pada tahun 1991, kembali terjadi perubahan besar-besaran pada perusahaan

pembiayaan. Seiring dengan kebijakan uang ketat (TMP = tight money policy)

yang lebih dikenal dengan Gebrakan Sumarlin I dan II, suku bunga menjadi naik. Akibatnya, banyak kredit yang sudah disetujui terpaksa ditunda pencairannya.

Dari sisi permodalan, TMP membuat perusahaan multifinance menjadi terhambat.

Oleh karena itu banyak perusahaan multifinance yang mengabungkan

perusahaannya agar lebih mudah memperoleh kredit termasuk dari luar negeri.48

47

Munir Fuady, Op.Cit, hal.4.

48


(37)

Seiring dengan pertumbuhan sektor usaha jasa pembiayaan dan guna menampung aspirasi seluruh anggota maka pada tanggal 20 Juli 2000 telah diambil keputusan ALI menjadi Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI). Keputusan itu sejalan dengan keberadaan usaha para anggota sebagai perusahaan pembiayaan yang dapat melakukan aktivitas usaha : sewa guna usaha (leasing), anjak piutang (factoring), pembiayaan konsumen (consumer finance),

dan kartu kredit (credit card).49

Dalam perkembangannya pada tanggal 21 Desember 2000 Asosiasi Factoring Indonesia (AFI) juga bergabung ke dalam APPI. Sesuai dengan tujuan didirikannya APPI bersama pemerintah terus berupaya memberikan andil dan peran lebih berarti dalam peningkatan perekonomian nasional khususnya pada

sektor usaha jasa pembiayaan.50

Sebagai bentuk nyata dari perhatian pemerintah maka dibentuklah

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan dalam rangka meningkatkan peran perusahaan pembiayaan dalam pembangunan nasional dan demi penyempurnaan ketentuan di bidang

Perusahaan Pembiayaan.51

Masing-masing kegiatan perusahaan pembiayaan walaupun berbeda-beda dan mempunyai karakteristik sendiri-sendiri, tetapi masih banyak terdapat

49

Ibid.

50

Ibid.

51

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan bagian Menimbang Huruf a.


(38)

persamaannya. Karena semuanya memang bertujuan untuk memberi kemudahan

finansial bagi perusahaan lain.52

B. Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan

Perusahaan pembiayaan adalah usaha di luar Badan dan Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha Lembaga Pembiayaan.

Perusahaan pembiayaan adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen, dan/atau usaha Kartu Kredit. Kegiatan usaha kartu kredit meliputi:

1. Sewa Guna Usaha;

2. Anjak Piutang

3. Usaha Kartu Kredit

4. Pembiayaan Konsumen

Sewa guna usaha (leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk

penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance

lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan

oleh penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan

pembayaran secara angsuran.53

Pengertian leasing sebagai setiap perjanjian dalam kegiatan pembayaran

perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan, untuk suatu jangka watu tertentu berdasarkan pembayaran

52

Munir Fuady, Op.Cit, hal.4.

53


(39)

secara berkala disertai dengan hak pilihan (opsi) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka

waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama.54

Disisi lain bahwa perjanjian leasing disebut juga sebagai perjanjian

pengikatan hak bersyarat berupa perjanjian sewa guna usaha ( leasing agreement )

adalah suatu perjanjian dimana seseorang (pemberi sewa guna usaha/ lessor)

memberikan hak kepada orang lain ( penerima sewa guna usaha/ lessee) untuk

menguasai suatu objek dengan kompensasi berupa uang sewa atau pembayaran

lainnya.55

Apapun nama perjanjian dalam leasing, harus mencerminkan inti (het

wezen) perjanjian dengan tegas sehingga bentuk hukum peraturan mana yang berlaku, hak-hak dan kewajiban-kewajiban pihak-pihak jelas dan tidak memberi kesempatan atau peluang kepada hakim yang mengadili perselisihan tentang perjanjian itu untuk memberikan interprestasi lain atau melaksanakan perjanjian

itu lain daripada yang dimaksudkan pihak-pihak.56

Leasing memiliki ciri-ciri sebagai berikut :57

1. Para pihak dalam leasing yang terdiri dari :

a. Lessor yang harus berbentuk perseroan atau koperasi yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan.

b. Lessee (perusahaan pembiayaan). c. Supplier.

2. Leasing adalah suatu cara pembiayaan yang dilakukan dalam bentuk

pengadaan barang modal bagi lessee, baik dengan maupun tanpa hak

opsi untuk membeli barang tersebut.

54

Ibid.

55

H.Ahmad Muliadi, Op.Cit, hal.8.

56

Ibid.

57


(40)

3. Perjanjian leasing itu harus berbentuk tertulis dengan tujuan pengawasan dan pembuktian yang disertai dengan pembuatan

dokumentasi yang diperlukan dalam leasing.

4. Adanya hubungan antara jangka waktu lease dan masa kegunaan

benda yang di-lease kan.

5. Hak milik benda yang di-lease-kan ada pada lessor.

6. Objek leasing adalah benda-benda yang dipergunakan dalam suatu

perusahaan.

a. Objek leasing biasanya dibeli lessor atas permintaan lessee dari

supplier menurut spesifikasi yang ditentukan lessee, barang

langsung diserahkan kepada lessee oleh supplier, dan setelah lessor

menerima pemberitahuan dari lessee bahwa ia telah menerima

barang dengan baik, lessor akan membayar harga barang kepada

supplier.

b. Objek leasing harus diperinci jenisnya, kuantitasnya, lokasinya dan

lain-lain, demi kepastian hukum semua pihak dalam perjanjian leasing.

7. Opsi bagi lessee untuk membeli objek leasing, dimana setelah jangka

waktu leasing berakhir dan memenuhi semua kewajibannya

berdasarkan perjanjian leasing, maka lessee mempunyai hak opsi

untuk membeli atau memperpanjang leasing, maka lessee wajib

mengembalikan barang atas biaya lessee kepada lessor, dalam keadaan

baik dan dengan tempatyang ditentukan lessor.

8. Adanya jaminan kebendaan yang diberikan berupa benda yang

di-lease-kan, dan eksekusi jika cicilan macet, serta pengaturan tentang

putusnya perjanjian leasing.

Pada prinsipnya ada dua macam prototipe leasing, yaitu leasing yang

berbentuk operating dan leasing yang berbentuk finansial :58

1. Operating Lease

Operating lease disebut juga Service lease. Operating lease ini

biasanya merupakan suatu corak leasing dengan karakteristik.

2. Financial Lease

Financial lease ini sering disebut juga dengan capital lease atau full-payout lease. Financial lease merupakan suatu corak leasing yang lebih sering diterapkan.

58


(41)

Operating lease dan financial lease memiliki perbedaan sebagai berikut :59 1. Financial Lease adalah suatu perjanjian pembiayaan dimana lessor

diminta untuk membiayai pengadaan barng untuk lessee, sedangkan

operational lease perjanjian menitikberatkan pada pemberian jasa.

2. Pada financial lease, resiko ekonomi atas objeknya berada pada lessee

karena lessee wajib membayar kembali modal yang disediakan lessor

untuk mengadakan barang yang bersangkutan ditambah bunga dan

ongkos lain selama kontrak berjalan, sedangkan operational lease

resiko ekonomis atas barang yang di-lease ada pada lessor.

3. Pada financial lease, lessor hanya memikul resiko berkenaan dengan

keadaan keuangan, kemampuan membayar, serta resiko lessee,

sedangkan pada operational lease, lessor menanggung resiko

hilangnya atau rusakna objek yang di-lease.

4. Pada financial lease jangka waktu kontrak sama atau hampir sama

dengan masa kegunaan barang yang bersangkutan menurut persetujan lessor dan lessee, sedangkan operational lease jangka waktu perjanjian pada umumnya tidak sama dengan masa kegunaan barang yang bersangkutan.

5. Dalam hak opsi untuk membeli barang dari lessor harus disetujui lebih

dahulu, pada financial lease hampir tidak berarti jumlahnya,

sedangkan pada operational lease jumlah harga relatif tinggi menurut

nilai ekonomis riil barang tersebut.

59


(42)

6. Pada financial lease, lessee dilarang mengakhiri kontrak sebelum jangka waktu yang diperjanjikan berakhir,kecuali diperjanjikan lain,

sedangkan pada operational lease jangka waktu leasing tidak tertentu

dan dapat diakhiri oleh lessee.

7. Pada operational lease, lessee pada umumnya memberikan jasa-jasa

untuk kegunaan pengoperasian dan pemeliharaan barang yang di-lease,

sedangkan hal ini tidak terjadi pada financial lease.

Anjak piutang (factoring) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk

pembelian piutang dagang jangka pendek suatu Perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut. Kegiatan anjak piutang merupakan kegiatan pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri, yang dilakukan dengan cara pengambilalihan atau pembelian piutang

tersebut.60

Pengertian anjak piutang (factoring) merupakan usaha pembiayaan atau

tekhnik pendanaan dalam bentuk pembelian dan/atau pengalihan serta pengurusan

piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan (client) yang terbit dari

suatu transaksi perdagangan dalam dan luar negeri oleh client dan nasabah, dengan imbalan biaya administrasi dan bunga yang diberikan kepada perusahaa n factor.61

60

H.Ahmad Muliadi, Op.Cit, hal.43.

61


(43)

Kegiatan anjak piutang dilakukan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut.

Pelaksanaan kegiatan anjak piutang antara lain :62

1. Sumber pembiayaan Usaha Mikro dan Usaha Kecil dengan

pengembangan lembaga anjak piutang.

2. Menerbitkan surat sanggup bayar dengan memenuhi prinsip

kehati-hatian.

Dari kegiatan anjak piutang tersebut diatas dapat dikemukakan :63

1. Usaha anjak piutang terdiri dari 3 (tiga) pihak, yaitu :

a. Perusahaan anjak piutang : ialah perusahaan yang akan membeli

dan/atau menerima pengalihan piutang, yang berfungsi sebagai perantara antara penjual piutang dengan nasabah.

Adapun yang dapat menjadi perusahaan anjak piutang antara lain :

1) Perusahaan yang bergerak khusus dalam usaha anjak piutang.

2) Perusahaan multifinance yang di samping bergerak di bidang

anjak piutang tetapi juga bergerak dibidang usaha financial

lainnya, seperti bidang leasing, consumer finance, kartu kredit

dan sebagainya.

3) Bank yang diperkenankan beroperasi dibidang usaha anjak

piutang berdasarkan Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 dalam Pasal 6 butir (I), dengan bentuk badan usaha perseroan dan koperasi.

62

Munir Fuady, Op.Cit, hal.52.

63


(44)

b. Penjual piutang adalah perusahaan yang menjual piutang dagang

jangka pendek kepada perusahaan pembiayaan dan/atau

mengalihkan piutang atau tagihannya yang timbul dari transaksi

perdagangan kepada perusahaan anjak piutang (factor). Piutang

termasuk benda bergerak tak bertubuh (choses in action) , maka

hak milik atas piutang yang dialihkan dapat beralih kepada pembeli.

c. Nasabah atau pelanggan, adalah pihak (debitur) yang berutang

kepada penjual piutang (klien), yang selanjutnya dengan kegiatan anjak piutang, piutang yang terbit dari utang tersebut dialiihkan kepada perusahaan anjak piutang.

2. Usaha anjak piutang adalah berupa perjanjian jual beli tagihan, oleh

karena perjanjian anjakpiutang harus dianggap sebagai satu jenis atau varian dari perjanjian jual beli, yang diartikan sebagai suatu persetujuan dimana pihak yang satu mengikat dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Dalam proses transaksi/prosedur anjak piutang maka piutang yang dimiliki oleh klien dialihkan (dijual) kepada perusahaan anjak piutang.

3. Jual beli piutang dilakukan secara terus menerus (on a continuing

basis) dengan en bloc ( in bulk) baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada.


(45)

Usaha Kartu Kredit (Credit Card) adalah kegiatan pembiayaan untuk pembelian barang dan/atau jasa dengan menggunakan kartu kredit. Sehingga dengan demikian kartu kredit dapat disebut jenis alat pembayaran yang dapat digunakan oleh masyarakat yang termasuk alat pembayaran yang bersifat elektronis. Usaha kartu kredit merupakan usaha dalam kegiatan pemberian kredit atau pembiayaan untuk pembelian barang atau jasa yang penarikannya dilakukan

dengan kartu.64

Kartu kredit atau credit card adalah suatu kartu yang umumnya dibuat

dari bahan plastik, dengan dibubuhkan identitas dari pemegang dan penerbitnya dengan basis magnetis yang memberikan hak kepada siapa kartu ini diisukan untuk menandatangani tanda pelunasan pembayaran harga dari suatu jasa atau barang yang di beli di tempat-tempat tertentu, yang pembayaran pelunasannya dapat dilakukan oleh pembeli secara sekaligus atau angsuran pada jangka waktu. Seiring dengan pesatnya penggunaan kartu kredit tersebut penyalahgunaannya juga banyak terjadi. Di samping itu,ternyata juga seringkali terjadi bahwa para pihak yang terlibat dalam penggunaan/penerbitan/pemakai kartu kredit tidak

selamanya melaksanakan prestasinya seperti yang di perjanjikan.65

Kegiatan usaha kartu kredit dilakukan dalam bentuk penerbitan kartu kredit yang dapat dimanfaatkan oleh pemegangnya untuk pembelian barang dan atau jasa sepanjang berkaitan dengan sistem pembayaran wajib mengikuti Bank

Indonesia.66

64

H.Ahmad Muliadi, Op.Cit, hal.75.

65

Ibid.

66


(46)

Bentuk fisik dari kartu kredit mencantumkan :67

1. Keterangan tentang badan hukum (perusahaan dan/atau bank) yang

menerbitka kartu kredit. Keterangan ini penting untuk siapa yang bertanggungjawab atas penagihan nantinya dari pihak pedagang. Bagi penerbit sendiri pencantuman ini juga berarti sarana promosi.

2. Nama dan tanda tangan pemegang kartu. Pencantuman nama dan tanda

tangan penting karena hanya orang dan nama tanda tangannya tercantum dalam kartu kredit tersebut yang dapat menggunakan kartu itu, artinya kartu kredit itu tidak dapat dipindah tangankan.

3. Nomor urut kartu kredit. Nomor urut kartu kredit berfungsi untuk

mengetahui berapa kartu kredit yang sudah dikeluarkan oleh penerbit dan sebagai salah satu alat keamanan bagi penerbit dalam menerbitkan daftar hitam yang disebarkan para pedagang.

4. Masa berlakunya kartu. Pencantuman masa berlaku pada kartu kredit

adalah agar para pedagang dapat mengetahui apakah kartu kredit tersebut masih berlaku atau tidak.

5. Kartu kredit bukan termasuk surat berharga, karena tidak memenuhii

ciri-ciri surat berharga, yang antara lain dapat dipindah tangankan dengan mudah.

67


(47)

Ada pun pihak-pihak pendukung terciptanya lalu lintas kartu kredit

yaitu:68

1. Pemegang kartu, adalah seseorang yang namanya tercantum pada kartu

dan berhak menggunakan kartu tersebut.

2. Merchant, adalah perusahaan atau perorangan yang menandatangani perjanjian dengan bank untuk menerima pembayaran atas penjualan barang-barang makanan atau jasa dengan menggunakan kartu kredit

3. Slip penjualan, adalah formulir yang disediakan oleh bank yang

memproses untuk digunakan oleh merchant dalam melakukan

transaksi penjualan barang-barang makanan atau jasa dan merupakan

bukti yang sah bagi merchant untuk menagih kepada bank atau badan

usaha lainnya yang ditunjuk oleh bank penerbit.

4. Lembar penagihan, adalah lembar informasi yang berisi rincian

penggunaan kartu kredit pemegang kartu utama dan tambahan (pembelanjaan, pembayaran, penarikan uang tunai, biaya administrasi) yang di cetak dam dikirimkan oleh penerbit setiap bulannya.

5. Tanggal penagihan, adalah tanggal tutup buku dan sekaligus

merupakan tanggal pencetakan tagihan / bulan.

6. Tanggal jatuh tempo, adalah batas akhir bagi pemegang kartu kredit

untuk melakukan pembayaran tagihan baik minimum, sebagian, maupun seluruh tagihan barang.

68


(48)

7. Batas kredit, adalah batas maksimal penggunaan kartu kredit yang besarnya telah ditentukan penerbit.

Adapun pihak-pihak dalam kartu kredit :69

1. Pihak penerbit (issuer)

Penerbit disini merupakan pihak atau lembaga atau badan usaha (hanya dalam bentuk usaha Perseroan dan Koperasi) yang kegiatan usahanya mengeluarkan dan mengelola kartu kredit.

2. Pemegang kartu (card holder)

Pihak yang telah memenuhi prosedur atau persyaratan yang ditetapkan oleh penerbit untuk dapat diterima sebagai anggota dan yang berhak menggunakannya.

3. Pihak penjual barang atau jasa (merchant)

Pihak yang ditunjuk atau disetujui oleh pihak pengelola untuk dapat melakukan transaksi dengan pemegang kartu kredit sebagai pengganti

uang tunai. Merchant ini dapat berupa pedagang, toko-toko, hotel,

restoran, travel biro, dan sebagainya

4. Perantara (acquirer)

Pihak yang mengelola penggunaan kartu kredit terutama dalam hal

penagihan dan pembayaran antara pihak issuer dan merchant dan/atau

antara pemegang dan penerbit.

Karena itu kehadiran sektor hukum yang adil, tegas dan predictable untuk

menata penggunaan kartu kredit tentu merupakan kebutuhan dunia bisnis yang

69


(49)

nyata dalam praktek. Karena para pihak yang terlibat dalam hubungan dengan kartu kredit ini ingin agar kedudukannya terlindungi secara hukum dengan hak

dan kewajibannya yang reasonable dan transparan.70

Pembiayaan konsumen (consumer finance) adalah kegiatan pembiayaan

untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran. Pembiayaan konsumen sebagai suatu kegiatan perjanjian yang dilakukan dalam bentuk penyediaan dana bagi konsumen untuk pembelian barang

atau jasa yang akan langsung dikonsumsi oleh konsumen.71

Pembiayaan konsumen tergolong kedalam sale credit, karena konsumen

tidak menerima cash, tetapi hanya menerima barang yang dibeli dengan kredit

tersebut untuk tujuan konsumtif. Sistem pembiayaan konsumen memungkinkan perusahaan pembiayaan memberikan bantuan dana untuk pembelian

barang-barang produk dari perusahaan dalam kelompoknya yang disebut captive finance

company.72 Oleh karena itu market untuk perusahaan pembiayaan tersebut sudah

ditentukan, misalnya seperti yang dilakukan oleh general motors acceptance

coorporation yang menyediakan pembiayaan konsumen terhadap produk-produk

penjualan general motors.

Kegiatan pembiayaan konsumen dilakukan dalam bentuk pembiayaan dana untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan

pembayaran secara angsuran antara lain meliputi :73

70

Munir Fuady, Op.Cit, hal.171-172.

71

H.Ahmad Muliadi, Op.Cit, hal.109-110.

72

H.Ahmad Muliadi, Op.Cit, hal.110.

73


(50)

1. Pembiayaan kendaraan bermotor.

2. Pembiayaan alat rumah tangga.

3. Pembiayaan barang-barang elektronik.

4. Pembiayaan perumahan.

C. Peran dan Funsi Perusahaan Pembiayaan

Perusahaan Pembiayaan memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam mendukung perekonomian nasional yaitu sebagai salah satu sumber pembiayaan alternatif bagi masyarakat dalam hal pemenuhan kebutuhan permodalan dan atau untuk membeli barang (asset).

Perusahaan pembiayaan mempunyai peranan yang penting, yaitu sebagai salah satu lembaga sumber pembiayaan alternatif yang potensial untuk menunjang pertumbuhan perekonomian nasional. Disamping peran tersebut diatas, lembaga pembiayaan juga mempunyai peran penting dalam hal pembangunan yaitu menampung dan menyalurkan aspirasi dan minat masyarakat dengan berperan aktif dalam dalam pembangunan. Diharapkan masyarakat atau pelaku usaha dapat

mengatasi salah satu faktor yang umum dialami yaitu faktor permodalan.74

D. Jenis Pembiayaan dalam Perusahaan Pembiayaan

Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 tentang Perusahaan Pembiayaan diatur mengenai jenis-jenis pembiayaan dalam perusahaan pembiayaan. Adapun jenis-jenis pembiayaan perusahaan pembiayaan

74

Suriyadi Adhi, “Pengertian dan Peran Perusahaan Pembiayaan” melalui http://suriyadiadhi.blogspot.com/2011/10/pengertian-dan-peran-perusahaan-pembiayaan.html, diakses pada tanggal 05 Mei 2015.


(51)

yang dinyatakan dalam Pasal 1 Angka 1 sampai 4 Peraturan Ototitas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut POJK) Nomor 29/POJK.05/2014 adalah sebagai berikut :

1. Pembiayaan investasi

Pembiayaan investasi adalah pembiayaan untuk pengadaan barang- barang modal beserta jasa yang diperlukan untuk aktivitas usaha/investasi , rehabilitasi, modernisasi, ekspansi atau relokasi tempat usaha/investasi

yang diberikan pada debitur dalam jangka waktu lebih dari dua tahun.75

Pembiayaan investasi memiliki beberapa cara pemberian sebagai

berikut :76

a. Finance Lease digunakan untuk penyediaan barang oleh Perusahaan Pembiayaan untuk digunakan oleh debitur selama jangka waktu tertentu, yang mengalihkan secara substansial manfaat dan resiko atas barang yang dibiayai.

b. Sale and Finance Leaseback digunakan oleh debitur yang memiliki tagihan dan membutuhkan pendanaan investasi dengan jangka waktu pembiayaan lebih dari dua tahun.

c. Anjak piutang with recourse digunakan oleh debitur yang memiliki

tagihan dan membutuhkan pendanaan investasi dengan jangka waktu pembiayaan lebih dari dua tahun. Debitur menanggung resiko tidak

75

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 tentang Perusahaan Pembiayaan Pasal 1 Angka 2.

76

Otoritas Jasa Keuangan, “Sosialisasi Peraturan OJK Mengenai Perusahaan Pembiayaan” Artikel, hal.4-5.


(52)

tertagihnya sebagian atau seluruh piutang yang dijual kepada perusahaan pembiayaan.

d. Installment Financing digunakan untuk pembiayaan pengadaan barang dimana kepemilikan objek pembiayaan dalam perjanjian beralih dari penyedia barang kepada debitur.

e. Pembiayaan Proyek digunakan untuk pembiayaan yang diberikan

dalam rangka pelaksanaan sebuah proyek yang memerlukan pengadaan beberapa jenis barang modal dan/atau jasa yang terkait dengan pelaksanaan pengadaan proyek tersebut. Pembiayaan proyek ini dapat

dilakukan melalui bundling financing yang terdiri dari finance lease,

lease and leaseback, factoring with recourse, dan installment financing.

f. Pembiayaan Infrastruktur digunakan untuk pembiayaan dalam bentuk

pengadaan barang dan/atau jasa untuk pembangunan infrasturktur.

2. Pembiayaan Modal Kerja

Pembiayaan modal kerja adalah pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan pengeluran-pengeluaran yang habis dalam satu siklus aktivitas usaha debitur dan merupakan pembiayaan dengan jangka

waktu paling lama dua tahun.77

Pembiayaan modal kerja memiliki beberapa cara pemberian sebagai

berikut :78

77

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 tentang Perusahaan Pembiayaan Pasal 1 Angka 3.

78


(1)

operasional untuk melaksanakan proses pengawasan perusahaan pembiayaan.

B. Saran

1. Hendaknya peranan Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 terhadap Perusahaan Pembiayaan dapat diterapkan secara optimal sehingga terlaksana dengan baik dan juga pengawasan oleh Otoritas Jasa Keuangan terhadap perusahaan pembiayaan tidak hanya dilakukan dipusat saja namun juga dilaksanakan oleh cabang OJK terhadap perusahaan pembiayaan di daerah tersebut.

2. Hendaknya Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan kewenangan pengawasan yang lebih dioptimalkan lagi, dengan cara menambahkan cabang OJK di daerah sehingga konsumen tidak perlu resah terhadap perusahaan pembiayaan yang tidak sehat keuangannya.

3. Untuk mengatasi kendala yang dihadapi oleh Otoritas Jasa Keuangan dapat dilakukan dengan cara mengaktifkan lebih banyak lagi tenaga pengawas yang berpengalaman, mengirimkan tenaga pengawas untuk mengikuti training atau pelatihan, hal ini akan semakin memperdalam pengetahuan mereka dan juga untuk melihat sisi lain dari permasalahan yang timbul dalam perusahaan pembiayaan,


(2)

pengawas-pengawas yang muda untuk dididik menjadi tenaga pengawas yang lebih memiliki keahlian.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Amina, Zadiatul, Kajian Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Di Indonesia Melihat Dari Pengalaman Di Negara Lain, Surabaya : Universitas Negeri Surabaya,2012.

Amiruddin, dan H.Zainal Askin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Rajawali Pers, 2012.

Darminta, Poerwa, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1985.

Fuady, Munir, Hukum Tentang Pembiayaan, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2006.

___________, Hukum tentang Pembiayaan dalam Teori dan Praktek, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1995.

Hamzah, Andi, Kamus Hukum, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1986.

Hartono, Sunaryati, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, Bandung : Alumni, 1994.

Kasmir,Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada,2008.

Maleong, Lexy J. , Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : PT Remaja Rosadakarya, 1996.

Muliadi, H. Ahmad, Hukum Lembaga Pembiayaan, Jakarta : Akademia Permata, 2013.

Saliman, Abdul R , Hukum Bisnis Untuk Perusahaan (Teori dan Contoh Kasus), Jakarta : Kencana Renada Media Group, 2005.

Sewu, P. Lindawaty S, Franchise Pola Bisnis Spektakuler Dalam Perspektif Hukum dan Ekonomi, Bandung : CV. Utomo, 2004.


(4)

Simatupang, Richard Burton , Aspek Hukum Dalam Bisinis, Jakarta : Rieka Cipta, 2003.

Sunggono, Bambang , Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.

Sutedi, Adrian, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta : Raih Asa Sukses, 2014.

Usman, Rachmadi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2001.

ARTIKEL

Otoritas Jasa Keuangan, “Sosialisasi Peraturan OJK Mengenai Perusahaan Pembiayaan.”

Otoritas Jasa Keuangan, Makalah “Sosialisasi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Serta Edukasi dan Perlindungan Terhadap Konsumen.”

Pohan, Partomuan , “Selayang Pandang tentang Franchising, Licensing, Technical Assistance, Ventura Capital Factoring dan Costodian”, tulisan dalam Media Notariat, No.20-21, Jakarta, Juli-Oktober 1991.

Mochtar, Zainal Arifin, dan Iwan Satriawan, Jurnal Konstitusi, Volume 6, Nomor 3,September 2012.

UNDANG-UNDANG

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 tentang Perusahaan Pembiayaan.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan.


(5)

DATA LAPANGAN

Wawancara dengan Tuahta Aloysius Saragih, Direktur Pengawasan Lembaga Pembiayaan Otoritas Jasa Keuangan.

Wawancara dengan Saryo, Kepala Sub Bagian Hubungan Masyarakat Otoritas Jasa Keuangan Medan.

Wawancara dengan Herry, Branch Manager PT Asuransi Dinamika Multi Finance Kota Medan.

INTERNET

Indonesian Commercial Newsletter, “Perkembangan Pembiayaan Mobil di

Indonesia tahun 2010” melalui www.icn.com/Documents/ tanggung

/jawab/Pembiayaan-2010KreditOtomotif.htmlv.

Sofyan Syafri Harahap, “Pengawasan Bank: Selamat Datang OJK” melalui http://sofyan.syafri.com/index.php/my-articles/4-economics/12-pengawasan-bank-selamat-datangojk.html.

Otoritas Jasa Keuangan, “Peraturan OJK tentang Penyelenggaraan Perusahaan

Pembiayaan” melalui

http://www.ojk.go.id/peraturan-ojk-tentang-penyelenggaraan-usaha-perusahaan-pembiayaan.

Seputarpembiayan.blogspot.com, “Sejarah Lembaga Pembiayaan Di Indonesia” melalui http://seputarpembiayaan.blogspot.com/2012/05/sejarah-lembaga-pembiayaan-di-indonesia.html.

Suriyadi Adhi, “Pengertian dan Peran Perusahaan Pembiayaan” melalui

http://suriyadiadhi.blogspot.com/2011/10/pengertian-dan-peran-perusahaan-pembiayaan.html.

Rudy D., “Otoritas Jasa Keuangan” melalui http://softskill- rudy.blogspot.com /2011/01/otoritas- jasa-keuangan.html.

Otoritas Jasa Keuangan, “Struktur Organisasi Otoritas Jasa Keuangan” melalui https://labkom34.files.wordpress.com/2013/07/ojk.doc


(6)

Bayu Pratama, “Pengertian Lembaga Keuangan Non Bank” melalui https://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan_Pembiayaan.

Wikipedia, “Perusahaan Pembiayaan” melalui https://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan_Pembiayaan.


Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pencegahan Dan Penghimpunan Dana Ilegal Di Masyarakat

31 230 135

Analisis Pemberian Kredit Dan Penagihan Piutang Pada PT Adira Dinamika Multi Finance Cabang Medan.

102 478 77

PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Tentang Hubungan Hukum Dalam Perjanjian Di PT. Adira Dinamika Perjanjian Pembiayaan Konsumen(Studi Tentang Hubungan Hukum Dalam Perjanjian Di PT. Adira Dinamika Multi Finance Tbk. Cabang Purwodadi).

0 4 14

SKRIPSI PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN Perjanjian Pembiayaan Konsumen(Studi Tentang Hubungan Hukum Dalam Perjanjian Di PT. Adira Dinamika Multi Finance Tbk. Cabang Purwodadi).

0 6 13

PENDAHULUAN Perjanjian Pembiayaan Konsumen(Studi Tentang Hubungan Hukum Dalam Perjanjian Di PT. Adira Dinamika Multi Finance Tbk. Cabang Purwodadi).

0 7 17

PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN OLEH PERUSAHAAN PEMBIAYAAN PT. ADIRA FINANCE.

0 1 11

Adira Dinamika Multi Finance Tbk 2013

0 2 696

BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DI INDONESIA A. Pengertian dan Sejarah Perusahaan Pembiayaan 1. Defenisi Perusahaan Pembiayaan - Implikasi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaa

0 0 23

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Implikasi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan Selaku Pembina dan Pengawas Perusahaan Pembiayaan (Studi Pada : PT. Adira Dinamika Multi Finance Med

0 0 19

IMPLIKASI PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 29POJK.052014 TENTANG PENYELANGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SELAKU PEMBINA DAN PENGAWAS PERUSAHAAN PEMBIAYAAN. (STUDI PADA : PT ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE MEDAN)

0 0 11