Pengaruh Karakter Eksekutif Perusahaan Manufaktur Terhadap Agresivitas Pajak dengan Variabel Moderasi Efektivitas Dewam Komisaris

41

BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Agresivitas Pajak
Definisi dari agresivitas pajak dalam penelitian ini mengacu pada
definisi yang diberikan oleh Frank (2009 : 81) “Aggressive act of taxation as
an act which aims to derive fiscal profit through tax planning, either in a
manner that is deemed or not considered an act of tax avoidance”. Secara
konseptual, tindakan agresif pajak merupakan tindakan memanupulasi untuk
menurunkan laba fiskal melalui perencanaan pajak (tax avoidance). Meskipun
tindakan pajak yang dilakukan tidak menyalahi hukum perpajakan, namun
semakin perusahaan mengambil langkah penghindaran pajak dengan
memanfaatkan celah-celah dari peraturan yang ada, maka tindakan tersebut
akan dinilai semakin agresif.
Selain agresivitas pajak, terdapat pula istilah penghindaran pajak (tax
avoidance), penggelapan pajak (tax evasion), dan Tax sheltering. Richardson
(2013 : 66) mendefinisikan Tax avoidance as a tax savings that arise by
utilizing tax provisions made legally to minimize tax payments. (Dyreng, 2010 :

49) Tax evasion (penggelapan pajak) merupakan Efforts to minimize the tax
amount by violating the applicable tax provisions. (Graham, 2006 : 4) Tax
sheltering didefinisikan sebagai Efforts to avoid taxes without being exposed to
economic risks or losses. Dalam beberapa penelitian sebelumnya, seperti dalam

Universitas Sumatera Utara

42

penelitian Richardson (2013), istilah-istilah perpajakan tersebut dapat
digunakan secara bergantian. Meskipun secara harfiah memiliki definisi yang
berbeda, namun pada dasarnya istilah-istilah pajak tersebut memiliki tujuan
yang mirip, yakni untuk mengurangi beban pajak yang harus dibayar oleh
perusahaan.
2.1.2 Metode Pengukuran Agresivitas Pajak
Hanlon (2010 : 6), “We survey four main areas of the literature: (1)
the informational role of income tax expense reported for financial accounting,
(2) corporate tax avoidance, (3) corporate decision-making including
investment, capital structure, and organizational form, and (4) taxes and asset
pricing” dalam penelitiannya menjabarkan mengenai metode-metode apa saja

yang dapat digunakan untuk mengukur agresivitas pajak serta kelebihan dan
kekurangan dari masing-masing metode. Para peneliti harus mengindentifikasi
metode apa yang paling tepat untuk mengukur agresivitas pajak agar dapat
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang melatar belakangi penelitian yang
dilakukan dengan tepat. Metode pengukuran agresivitas pajak dapat dilihat di
tabel 2.1.
Tabel 2.1 Metode Pengukuran Agresivitas Pajak
Proksi Pengukuran
ETR

Rumus Perhitungan
Worldwidetotalincometaxexpanse
Worldwidetotalpre - Taxaccountingincome

Current ETR

Worldwidecurrentincometaxexpanse
Worldwidetotalpre - Taxaccountingincome

Universitas Sumatera Utara


43

WorldwideCashtaxespaid

Cash ETR

Worldwidetotalpre - Taxaccountingincome
∑(WorldwideCashtaxespaid)

Long-runCash ETR

∑(Worldwidetotalpre – Taxaccountingincome)
Statutory ETR – GAAP ETR

ETR Differential

Error term from the following regression:

DTAX


ETR Differential x Pre-tax book income = a+b x
controls +e
Pre-tax book income –U.S.CTE + FgnCTE( NOLt – NOL t-1)

Total BTD

U.S.STR

Deferredtaxexpanse

Temporary BTD

U.S.STR
Residual fromBTD = βT Ait + βmi + eit

Abnormal Total BTD
TAit

Disclosed amount post-FIN48


Unrecognized Tax
Benefits
Tax Shelter Activity

Indicator variable for firms accused of engaging in a
tax shelter

Marginal TaxRate

Simulated marginaltaxrate

Sumber : Hanlon dan Heitzman (2010)
ETR menggambarkan rata-rata tarif pajak per satuan mata uang atau
arus kas. Berdasarkan cara perhitungannya, ETR dapat dikelompokkan menjadi

Universitas Sumatera Utara

44


5 yakni ETR, Cash ETR, Current ETR, Long-run ETR dan ETR Differential.
ETR merupakan tarif pajak yang dapat mempengaruhi pendapatan akuntansi.
Strategi penangguhan pajak seperti percepatan depresiasi tidak akan mengubah
ETR. Sebaliknya, hal-hal yang dilakukan bukan untuk strategi perencanaan
pajak, seperti perubahan valuasi, dapat mengubah ETR. ETR menggunakan
perhitungan jumlah total pajak perusahaan, berbeda dengan Current ETR yang
hanya memperhitungkan pajak kini perusahaan. Cash ETR menggunakan
jumlah kas yang dibayarkan untuk pajak sebagai numerator, sehingga
dipengaruhi oleh strategi penundaan pajak. Namun, Cash ETR dapat
menyebabkan ketidaksesuaian (mismatch) numerator dan denumerator jika kas
pembayaran pajak yang dibayarkan termasuk untuk pajak penghasilan pada
periode yang sedang berlangsung saja. Long-run Cash ETR mengukur jumlah
kas yang dibayarkan untuk pajak selama lebih dari 10 tahun dibagi dengan
jumlah pendapatan sebelum pajak untuk periode yang sama. Kelebihan dari
metode ini adalah dapat menghilangka volatilitas pada ETR setiap tahun.
Namun, ukuran ini tidak dapat secara langsung menggambarkan penghindaran
pajak.
Dibandingkan dengan ETR, book-tax differences (BTD) atau book-tax
gap (BTG) lebih dapat memberikan informasi mengenai penghindaran pajak.
Hal ini dikarenakan BTG memperhitungkan perbedaan antara laba menurut

akuntansi dan laba menurut pajak, sedangkan ETR menghitung rasio dari
jumlah pajak dengan jumlah pendapatan. Dari beberapa penelitian tersebut,
terbukti bahwa dewan komisaris memiliki pengaruh terhadap tindakan agresif

Universitas Sumatera Utara

45

pajak perusahaan. BTG dapat dihitung secara total atau hanya diambil
abnormal atau diskresionernya saja. (Desai, 2003 : 42) Abnormal BTG adalah
nilai residu dari hasil regresi total book-tax difference atau total akrual. Total
akrual menggambarkan agresivitas pajak. Frank (2009 : 43) menyebut
abnormal BTG ini sebagai discretionary portion (DTAX) dari perbedaan
permanen (PERMDIFF). Perbedaan permanen disebabkan oleh adanya
perbedaan pengakuan pendapatan dan pengeluaran berdasarkan undang-undang
perpajakan dengan standar akuntansi yang berlaku umum, sehingga nilai residu
dari perbedaan permanen tersebut murni merefleksikan tindakan manajemen
terhadap besaran beban pajak perusahaan.
Wilson (2009 :7) menemukan bahwa “Companies that use taxshelter
will show a larger BTG”. Hal ini membuktikan bahwa BTG dapat menangkap

elemen dari penghindaran pajak. Desai (2003 : 51) membuktikan bahwa
semakin besar perbedaan antara pendapatan buku dan pajak maka menunjukan
tingkat agresivitas pajak yang semakin tinggi.

2.1.3 Keuntungan dan Kerugian dari Agresivitas Pajak
Menurut Chen (2010 : 5) “Aggressive tax action can provide marginal
benefit and marginal cost”. Marginal benefit yang mungkin didapat adalah
adanya penghematan pajak (tax savings) yang signifikan bagi perusahaan,
sehingga porsi keuntungan yang dapat dinikmati oleh pemilik perusahaan akan
menjadi lebih besar. Tindakan agresif pajak juga dapat memberikan
keuntungan bagi manajer, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Universitas Sumatera Utara

46

Manajer dapat memperoleh kompensasi yang lebih tinggi jika manajer dapat
membuat beban pajak perusahaan yang dibayarkan menjadi lebih rendah.
Selain itu, manajer juga dapat memperoleh keuntungan pribadi dengan
melakukan rent extaction. Rent extraction merupakan suatu tindakan manajer

yang tidak memaksimalkan kepentingan pemilik, tindakan ini dapat berupa
penyusunan laporan keuangan yang agresif, mengambil sumber daya atau aset
perusahaan untuk kepentingan pribadi, maupun melakukan transaksi dengan
pihak istimewa.
Fatharani (2012 : 37) mengungkapkan bahwa :
“Marginal cost yang mungkin timbul adalah penalti atau sanksi
administrasi yang dikenakan oleh petugas pajak yang merupakan akibat
dari ditemukannya kecurangan-kecurangan di bidang perpajakan ketika
dilakukan audit terhadap perusahaan.jika kecurangan-kecurangan itu
ditemukan ketika dilakukan pemeriksaan, maka akan berpotensi
memunculkan biaya-biaya non-pajak lainnya yang tentunya saja dapat
merugikan perusahaan dan merusak reputasi perusahaan.”
Salah satu contoh biaya non-pajak tersebut adalah penurunan harga saham
perusahaan. (Desai, 2006 : 66) “The decline in stock price of the company as a
result of the assumption from the shareholders that aggressive tax actions
undertaken by the manager is a rent extraction action that can harm
shareholders.”

2.1.3 Teori Agensi dan Karakter Eksekutif Perusahaan


Universitas Sumatera Utara

47

Hubungan agensi sebagai sebuah kontrak dimana satu pihak yang
berperan sebagai pemilik (principal) memperkerjakan orang lain sebagai agen
(agent) untuk melakukan sejumlah jasa sesuai dengan keinginan mereka,
termasuk

pendelegasian

kewenangan

untuk

mengambil

keputusan,

implementasi dari hubungan agensi ini dapat dilihat dalam perusahaan.

Menurut Kim (2010 : 73), pada umumnya “There is a separation between the
owner of the company and the management, which will affect the growth of a
company's business”. Agar bisnis dapat berjalan sesuai dengan yang
diharapkan, maka para pemilik perusahaan atau pemegang saham akan
memperkerjakan manajer yang menjadi bagian dari suatu manajemen untuk
menjalankan bisnis tersebut.
Namun, adanya pemisahan kepemilikan antara pemilik perusahaan
dengan manajemen yang menjalankan perusahaan ternyata menyebabkan
terjadinya konflik diantara kedua belah pihak, yang biasa disebut dengan
masalah keagenan (agency problem). Ketika manajer perusahaan selaku agen
juga berpikiran untuk memenuhi kepentingan pribadinya, maka akan timbul
asymetric information antara pemegang saham dengan manajer perusahaan.
Asymetric Information menjadi dua jenis, yakni adverse selection dan
moral hazard. Penjelasan dari kedua golongan asymetric informationtersebut
adalah sebagai berikut:
 Adverse Selection
Adverse selection terjadi ketika salah satu pihak, yakni manajer, memiliki
informasi yang lebih banyak mengenai keadaan perusahaan saat ini maupun

Universitas Sumatera Utara

48

prospek perusahaan di masa mendatang, sehingga manajer memanfaatkan
kelebihan informasi tersebut untuk kepentingannya sendiri dan merugikan
investor atau pemegang saham.
 Moral Hazard
Moral hazard terjadi karena tidak mungkin bagi pemegang saham atau
investor untuk mengawasi secara efektif seluruh tindakan yang dilakukan
oleh manajer, sehingga manajer bisa saja tidak melakukan upaya terbaik
untuk kepentingan pemegang saham dan kemudian mengalihkan kesalahan
pada faktor eksternal yang dapat dia kendalikan untuk menutupi
tindakannya.
Untuk meminimalisir benturan kepentingan antara principal dan agen,
maka perlu dibentuk mekanisme pengawasan untuk mensejajarkan kepentingan
antara principal dan agen. Namun, mekanisme pengawasan tersebut tentunya
akan menimbulkan biaya tersendiri bagi perusahaan, yang disebut dengan
agency cost.
Kim (2007 : 43) mengklasifikasikan agency cost menjadi tiga jenis,
yakni monitoring cost, bonding cost, dan residual loss. Penjelasan dari setiap
agency cost tersebut adalah sebagai berikut:
 Monitoring Cost
Monitoring cost merupakan biaya yang dikeluarkan oleh pemilik
untuk membatasi perbedaan kepentingan dengan memberikan insentif
kepada agen dan dengan merancang biaya pengawasan untuk
membatasi perilaku menympang dari agen. Monitoring cost dapat

Universitas Sumatera Utara

49

berupa membayar jasa audit untuk mengaudit kinerja manajemen dan
mendeteksi apakah terdapat tindakan kecurangan yang dilakukan oleh
manajemen.
 Bonding Cost
Bonding cost merupakan biaya yang dikeluarkan oleh agen untuk
meyakinkan prinsipal bahwa tindakan dan kinerjanya sudah sesuai
dengan tujuan pricipal dan tidak ada tindakan yang dapat merugikan
perusahaan.
 Residual Loss
Residual loss merupakan biaya atas berkurangnya kesejahteraan yang
dialami oleh prisipal akibat adanya perbedaan-perbedaan kepentingan
dengan agen.

Low (2006) mengatakan bahwa, eksekutif sebagai manajemen yang
menjalankan perusahaan memiliki dua karakter dalam menjalankan tugasnya
sebagai pimpinan perusahaan yakni risk taker dan risk averse. Eksekutif yang
memiliki karakter risk taker adalah eksekutif yang lebih berani dalam
mengambil keputusan bisnis dan biasanya memiliki dengan kuat untuk
memiliki penghasilan, posisi, kesejahteraan, dan kewenangan yang lebih tinggi.
Bertolak belakang dengan risk taker, eksekutif yang memiliki karakter
risk averse cenderung tidak menyukai resiko, sehingga dalam mengambil
keputusan bisnis akan cenderung menghindari resiko. Eksekutif yang bersifat
risk averse jika mendapat peluang akan cenderung memilih resiko yang lebih

Universitas Sumatera Utara

50

rendah. Pada umumnya, eksekutif yang memiliki karakter risk averse adalah
eksekutif yang berusia lebih tua, sudah lama memegang jabatan, dan memiliki
ketergantungan dengan perusahaan.

2.3.1 Pengertian dan Tujuan Corporate Governance
Pengertian Corporate Governance (tatakelola perusahaan) menurut
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) adalah
suatu struktur yang terdiri dari pemegang saham, Board of Directors (BOD),
dan manajemen, yang berhubungan antara satu sama lain dan saling
bertanggung jawab untuk meningkatkan kinerja perusahaan dalam mencapai
tujuan

perusahaan.

Sedangkan

menurut

Komite

Nasional

Kebijakan

Governance (KNKG), Good Corporate Governance (GCG) merupakan salah
satu pilar dari sistem ekonomi pasar. GCG diperlukan untuk mendorong
terciptanya pasar yang efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan
perundang-undangan. Menurut KNKG, penerapan GCG perlu didukung oleh
tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai
regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna
produk dan jasa dunia usaha.
Tujuan diterapkannya corporate Governance adalah agar laporan keuangan
yang dihasilkan oleh manajemen disajikan dengan prinsip akuntabilitas dan
tranparansi, sehingga tidak terjadi asymetric information antara manajemen
dengan pemegang saham perusahaan. Sedangkan tujuan dibuatnya pedoman
umum GCG dan KNKG adalah:

Universitas Sumatera Utara

51

1. Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan
yang didasarkan pada asas tranparansi, akuntabilitas, responsibilitas,
independensi, serta kewajaran dan kesetaraan.
2. Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing organ
perusahaan, yakni Dewan Komisaris, Direksi dan Rapat Umum Pemegang
Saham.
3. Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi
agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakannya dilandasi oleh
nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan.
4. Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan
terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar
perusahaan.
5. Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap
memperhatikan kepentingan lainnya.
6. Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun internasional,
sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus
investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan.

2.1.6 Prinsip-Prinsip Corporate Governance Berdasarkan KNKG (Komite
Nasional Kebijakan Governance)

Universitas Sumatera Utara

52

Selain pedoman pelaksanaan corporate Governance, di Indonesia juga
terdapat panduan pelaksanaan good corporate Governance. Prinsip-prinsip
good corporate Governance antara lain:


Transparansi
Perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan
cara yang mudah diakses dan dipahami oleh para pemangku kepentingan.
Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkap masalah yang
diisyaratkan undang-undang dan hal penting lainnya untuk pengambilan
keputusan para pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan
lainnya.



Akuntabilitas
Perusahaan harus dapat mempertanggung jawabkan kinerjanya secara
transparan dan wajar. Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan
tanggung jawab setiap organ perusahaan. Perusahaan harus meyakini setiap
organ perusahaan memiliki kemampuan sesuai dengan tugas dan tanggung
jawab masing-masing. Perusahaan harus memiliki pengendalian internal yang
efektif, ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan. Dalam pelaksanaan
tugas dan tanggung jawab harus berpegang pada etika bisnis.



Responsibilitas
Perusahaan harus mematuhi peraturan undang-undang serta melaksanakan
tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat
terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat
pengakuan sebagai good corporate citizen.

Universitas Sumatera Utara

53



Independensi
Perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ
perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak
lain.



Kewajaran dan Kesetaraan
Perusahaan harus memperhatikan kepentingan para pemegang saham dam
pemangku kepentingan lainnya. Kesempatan harus diberikan kepada
pemangku kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan
pendapat untuk kepentingan perusahaan. Perlakuan yang wajar juga harus
diberikan kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan
kontribusi yang diberikan kepada perusahaan.

2.1.7 Mekanisme Monitoring CG
Kim (2010 : 62) mengemukakan bahwa “Companies have become
larger and shareholders will become increasingly diversified widely, so that
separation of control between company owners and management is required.”
Hal

tersebut

dilakukan

karena

sangat

tidak

memungkinkan

untuk

mengumpulkan seluruh pemegang saham yang terdiversifikasi di setiap harinya
untuk mengambil keputusan dalam perusahaan.
Setiap keputusan yang diambil oleh manajer perusahaan harus
dimonitor untuk memastika bahwa keputusan manajer menguntungkan bagi
pemegang saham. Menurut Kim, Nosfinger, dan Mohr (2010), kegiatan
pengawasan (monitoring) terdapat baikdalam struktur perusahaan, di luar

Universitas Sumatera Utara

54

struktur perusahaan,maupun pemerintah. Kegiatan monitor dalam struktur
perusahaan dilakukan oleh Board of Commissioners. Kegiatan monitor di luar
struktur perusahaan dilakukan oleh auditor, analis, bankers, creditagencies, dan
kuasa hukum. Sedangkan untuk kegiatan monitor dalam pemerintahan
dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(Bapepam-LK).

2.1.8 Monitoring dalam Struktur Perusahaan

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kegiatan pengawasan dalam
struktur perusahaan dilakukan oleh Boardof Commissioners (BOC). Boardof
Commissioners, atau dewan komisaris, merupakan pihak yang mewakili
pemegang saham dalam memastikan tercapainya tujuan pemegang saham.
Anggota Board of Commissioners dipilih oleh para pemegang saham melalui
RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). (Adhikari, 2006 : 12) Board of
Commissioners memiliki wewenang untuk memperkerjakan eksekutif yang
menjalankan bisnis sehari-hari perusahaan dan juga memiliki wewenang untuk
mengganti eksekutif perusahaan tersebut jika board tidak puas dengan kinerja
eksekutif tersebut. Selain itu, Board of Commissioners juga mengevaluasi
manajemen dan menentukan jumlah kompensasi serta gaji bagi manajemen
sesuai dengan kinerja manajemen dalam meningkatkan nilai perusahaan.

2.1.8.1 Peran Dewan Komisaris (Board of Commissioners)

Universitas Sumatera Utara

55

Dewan komisaris merupakan faktor utama dari corporate
Governance, karena dewan komisaris bertindak sebagai wakil dari pemilik
perusahaan yang mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan.
Menurut UU No. 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas, Pasal 1 ayat 6,
dewan komisaris didefinisikan sebagai organ perseroan yang bertugas yang
bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai
dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi. Dewan
komisaris bertugas melakukan mengenai perseroan maupun usaha
perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi untuk kepentingan
Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
Brandle dan Noll (2004) menyebutkan bahwa terdapat dua macam
sistem board, yakni one tier system dan two tier system. Dalam one tier
system, tidak ada pemisahan antara peran pengawas dan pelaksana
perusahaan. Sedangkan dalam two tier system, terdapat pemisahan yang
jelas antara peran pengawas dan pelaksana perusahaan. Perusahaan di
negara-negara maju seperti Amerika dan Inggris, pada umumnya menganut
one tier system, sedangkan untuk two tier system digunakan di negaranegara Eropa. Indonesia sendiri menganut two tier system, dengan kata lain,
terdapat pemisahan antara board of commissioners dan board of directors,
sehingga tidak akan terjadi masalah CEO-Chair duality.

2.1.8.2 Efektivitas Dewan Komisaris

Universitas Sumatera Utara

56

Dalam kaitannya dengan tindakan agresif pajak atau penghindaran
pajak, pada penelitian-penelitian terdahulu, efektivitas dewan komisaris
pada umumnya diukur dengan proporsi komisaris independen. Namun,
untuk mengukur tingkat efektivitas dewan komisaris, sebaiknya seluruh
karakteristik dewan komisaris seperti independensi, ukuran, aktivitas, dan
kompetensi anggota dewan komisaris, perlu diukur secara komperhensif
dalam suatu skor atau indeks, karena seluruh karakteristik tersebut
mempengaruhi efektivitas dewan komisaris. Oleh karena itu, hanya melihat
proporsi komisaris independen pada perusahaan tidaklah cukup untuk
menjadi tolak ukur dari efektivitas dewan komisaris.
Karakteristik dewan komisaris yang dapat digunakan untuk
mengukur efektivitas dari fungsi pengawasannya, karakteristik tersebut
antara lain:
1. Independensi Dewan Komisaris
Menurut task force Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance,
komisaris independen merupakan anggota dewan komisaris yang tidak
terafiliasi dengan direksi, anggota dewan komisaris lainnya, dan
pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau
hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk
bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan
perusahaan. Afiliasi yang dimaksud disini adalah adanya hubungan
istimewa seperti hubungan keluarga akibat perkawinan atau keturunan,

Universitas Sumatera Utara

57

ataupun adanya hubungan karena pekerjaan. Sedangkan yang dimaksud
dengan pemegang saham pengendali adalah pemegang saham yang
memiliki saham lebih dari atau sama dengan 20% atas perusahaan, atau
memiliki kemampuan untuk menentukan baik secara langsung maupun
tidak langsung atas pengelolaan dan/atau kebijaksanaan perusahaan
meskipun jumlah saham yang dimiliki kurang dari 20%. Adanya
komisaris independen akan membuat fungsi pengawasan menjadi lebih
efektif sehingga dapat memastikan kualitas laporan keuangan yang
disajikan.

Keberadaan

komisaris

independen

akan

mengurangi

probabilitas kecurangan dalam penyajian laporan keuangan.
2. Aktivitas Dewan Komisaris
Efektivitas dewan komisaris dapat dinilai dengan melihat aktivitas dewan
komisaris yang diukur dengan frekuensi rapat. Dewan komisaris yang
memiliki frekuensi rapat lebih tinggi diharapkan dapat melaksanakan
tugasnya yang sesuai dengan kepentingan pemegang saham dengan baik.
Sebab, dewan komisaris dengan frekuensi pertemuan yang tinggi serta
teratur dapat mengetahui permasalahan lebih dini dan melakukan
pengawasan lebih sistematis.
3. Ukuran Dewan Komisaris
Reza (2012 : 29) mengatakan bahwa ukuran dewan komisaris yang
besar dapat mencakup anggota profesional dengan latar belakang yang
berbeda-beda, sehingga pemikiran dan kontribusi yang diberikan pun
akan menjadi lebih beraneka ragam dan bernilai tambah. Penelitian ini

Universitas Sumatera Utara

58

menemukan bahwa perusahaan dengan ukuran dewan yang lebih besar
akan lebih kecil kemungkinannya untuk gagal dalam kegiatan bisnis.
Namun, di lain sisi, dewan komisaris dengan ukuran yang lebih kecil
dapat menjadi hal yang baik. Perusahaan yang memiliki ukuran dewan
komisaris yang berukuran lebih kecil akan terbebas dari masalah free
rider. Dlaam ukuran board yang lebih kecil, anggota board akan
cenderung melakukan usaha monitoring yang lebih tinggi seiring ia
menyadari bahwa hanya ada sedikit anggota lainnya yang mengawasi
perusahaan, sedangkan dalam board dengan ukuran yang lebih besar,
setiap anggota akan berasumsi bahwa masih banyak anggota lainnya
yang juga mengawasi perusahaan, sehingga ia tidak melakukan usaha
monitoring yang lebih baik.
Meskipun terdapat perbedaan pendapat atas ukuran dewan
komisaris yang ideal, dapat disimpulkan bahwa ukuran dewan komisaris
akan mempengaruhi efektivitas dari peran pengawasan yang dilakukan
oleh dewan komisaris.
4. Kompetensi Anggota Dewan Komisaris
Kompetensi pribadi dewan komisaris yang independen mencakup hal-hal
sebagai berikut:
 Memiliki integrasi dan kejujuran yang tidak diragukan.
 Memahami seluk beluk pengelolaan bisnis dan/atau keuangan
perusahaan.
 Memahami dan mampu membaca laporan keuangan perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

59

 Memiliki kepekaan terhadap perkembangan lingkungan yang dapat
mempengaruhi bisnis perusahaan.
 Memiliki wawasan yang luas dan kemampuan berpikir strategis.
 Memiliki karakter kepemimpinan, mampu berkomunikasi dan bekerja
sama dengan orang lain, dan
 Memiliki komitmen dan konsisten dalam menjalankan profesinya
sebagai komisaris independen.

2.1.9 Monitoring di Luar Struktur Perusahaan

Kegiatan monitoring dari pihak luar organ perusahaan dilakukan oleh
auditor, analis, investment banks, credit rating agencies, dan penasehat hukum
luar. Auditor memeriksa sistem akuntansi perusahaan dan memberikan
argumen apakah laporan keuangan perusahaan telah disajikan secara wajar dan
menggambarkan keadaan perusahaan yang sebenarnya.

Investor dan

stakeholders lainnya menggunakan laporan keuangan publik tersebut untuk
membuat keputusan mengenai kesehatan keuangan, prospek, kinerja dan nilai
perusahaan. Meskipun investor tidak memiliki kemampuan atau kesempatan
untuk memastikan aktivitas perusahaan, akuntan dan auditor dapat
membukukan kesehatan keuangan perusahaan dan aktivitasnya.
Analis investasi memiliki evaluasi yang independen mengenai
aktivitas bisnis perusahaan dan melaporkan penemuan mereka kepada
komunitas investasi. Analis harus memberikan penilaian yang ahli dan tidak

Universitas Sumatera Utara

60

bias terhadap kondisi perusahaan. Investment banks juga berinteraksi dengan
manajemen dengan membantu perusahaan mengakses pasar modal. Ketika
memperoleh modal lebih dari investor publin, perusahaan harus mendaftarkan
dokumen dengan regulator yang menunjukan kondisi perusahaan untuk
ditunjukan kepada calon investor. Investment banks membantu perusahaan
dalam proses tersebut dan memberikan nasehat kepada manajer perusahaan
mengenai bagaimana berinteraksi dengan pasar modal.

2.1.10 Penelitian Sebelumnya Terkait dengan Tindakan Agresif Pajak

Salah satu faktor yang terbukti mempengaruhi agresivitas pajak
perusahaan adalah eksekutif perusahaan. Desai (2006 : 12) melakukan
penelitian yang bertujuan untuk mengetahui “The influence of high-powered
incentives for corporate executives against tax evasion”. Dengan menggunakan
sampel perusahaan-perusahaan global yang terdaftar dalam Database
Compustat dan menggolongkan perusahaan atas kuat atau lemahnya susunan
corporate Governance perusahaan, peningkatan kompensasi insentif untuk
eksekutif cenderung mengurangi tingkat Tax sheltering, terutama pada
perusahaan yang memiliki susunan corporateGovernance yang lemah.
Dyreng (2010 : 41) melakukan penelitian yang bertujuan untuk ”See
the effect of individual executives on tax evasion”. Penelitian yang
menggunakan sampel seluruh manajer yang terdaftar di dalam Database
Execucomp pada tahun 1992 sampai dengan 2006, dengan total sampel

Universitas Sumatera Utara

61

sebanyak 908 eksekutif. Hasil tersebut menyimpulkan bahwa eksekutif
memiliki peranan signifikan terhadap adanya penghindaran pajak.
Chyz (2013 : 21), juga melakukan penelitian terkait pengaruh
eksekutif perusahaan terhadap agresivitas pajak. Penelitian yang dilakukan
bertujuan untuk membuktikan apakah “The existence of the suspect executive
(the executive who is suspected of tax avoidance over his personal tax) in the
company affect the level of corporate tax aggressiveness”. Penelitian
menggunakan sampel perusahaan-perusahaan yang transaksinya tercatat dalam
SEC dan Database Thomson Financial Insider Filling untuk periode 19962002. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa terdapat hubungan positif
antara Tax sheltering perusahaan dengan suspect executives. Lebih lanjut,
ditemukan bahwa perusahaan yang didalamnya terdapat suspect executives
memiliki Cash tax savings yang lebih besar dibandingkan perusahaan yang
tidak terdapat suspect executives di dalamnya. Semakin besar proporsi outside
directors dalam board perusahaan, tingkat keagresifan pajak perusahaan
semakin rendah. Dengan demikian, penelitian yang dilakukan berhasil
membuktikan bahwa tingkat agresivitas pajak pada perusahaan yang memiliki
suspect executives lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang tidak memiliki
suspect executives memiliki Cashtaxsavings ynga lebih besar dibandingkan
perusahaan yang tidak terdapat suspect executives didalamnya. Dengan
demikian, penelitian yang dilakukan berhasil membuktikan bahwa tingkat
tinggi dibandingkan perusahaan yang tidak memiliki suspect executives.

Universitas Sumatera Utara

62

Di Indonesia, penelitian mengenai mengenai pengaruh eksekutif
terhadap agresivitas pajak juga sudah pernah dilakukan. (Budiman, 2012 : 46)
melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui karakter eksekutif yang
seperti apakah yang dapat mempengaruhi penghindaran pajak perusahaan. Di
Indonesia, penelitian terkait pengaruh dewan komisaris terhadap tindakan
pajak agresif juga pernah dilakukan. Penelitian yang dilakukan menggunakan
sampel perusahaan-perusahaan Non-Banking, Credit Agencies Other Than
Bank, Securities, Insurance dan investasi menurut klasifikasi Indonesian
Capital MarketDirectory (ICMD) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
periode 2006-2010. Dalam penelitian tersebut, resiko perusahaan digunakan
untuk mengetahui karakter eksekutif dan penghindaran pajak diukur dengan
CASH ETR (Cash Effective Tax Rate). Semakin tinggi resiko perusahaan, maka
mengindikasikan bahwa eksekutif memiliki karakter yang semakin risk taker,
semakin rendah CASH ETR perusahaan, mengindikasikan bahwa tingkat
penghindaran pajak perusahaan semakin tinggi.
Hasil penelitian yang membuktikan bahwa karakter eksekutif yang
risk taker berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak. Semakin eksekutif
bersifat risk taker, maka akan semakin tinggi tingkat penghindaran pajak
perusahaan. Hal tersebut diduga karena eksekutif yang memiliki karakter risk
taker lebih berani untuk menanggung resiko atas keputusan yang diambil,
sehingga tingkat penghindaran pajak perusahaanpun tinggi dengan indikasi
berkurangnya CASH ETR perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

63

Faktor lainnya yang terbukti mempengaruhi agresivitas pajak suatu
perusahaan adalah dewan komisaris, penelitian mengenai pengaruh komposisi
dewan komisaris dalam perusahaan terhadap tindakan pajak agresif
perusahaan. Penelitian ini menggunakan data sampel perusahaan-perusahaan
yang terdaftar di Australian Stock Exchange untuk periode 2001-2006. Hasil
penelitian membuktikan bahwa semakin banyak proporsi outsidedirectors
dalam board perusahaan, tingkat keagresifan pajak perusahaan akan semakin
rendah.
Penelitian lain terkait pengaruh Board of Directors terhadap tingkat
agresivitas pajak perusahaan juga dilakukan oleh (Richardson, 2013 : 35).
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh karakteristik oversight BOD
terhadap tindakan pajak agresif perusahaan. Dalam penelitian ini, sampel yang
digunakan adalah 300 perusahaan publik Australia terbaik dengan periode
tahun 2006-2009. Hasil penelitian membuktikan bahwa perusahaan dengan
BOD yang memiliki risk management system and internal controls (RMS)
yang efektif lebih kecil kemungkinannya untuk terlibat dalam tindakan pajak
agresif. Selain ini, dalam penelitian ini juga dibuktikan bahwa tingginya rasio
independent directors dan RMS yang efektif secara bersamaan dapat
mengurangi tindakan pajak agresif.
Di Indonesia, penelitian terkait pengaruh dewan komisaris terhadap tindakan
pajak agresif juga pernah dilakukan. Penelitian tentang pengaruh dewan komisaris
dan komite audit terhadap penghindaran pajak. Penelitian ini menggunakan
sampel perusahaan-perusahaan dalam industri non keuangan yang terdaftar dalam

Universitas Sumatera Utara

64

Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2009-2010. Dalam penelitian ini, dewan
komisaris diukur melalui jumlah rapat dewan komisaris, presentase kehadiran
anggota dewan komisaris, dan ketua dewan komisaris. Hasil dari penelitian ini
menunjukan bahwa jumlah rapat, presentase kehadiran anggota dewan komisaris
dan independensi ketua dewan komisaris tidak memiliki pengaruh terhadap
penghindaran pajak.
Selanjutnya, terdapat juga penelitian terkait peran efektivitas dewan komisaris
dalam hubungan efek entrenchment pemegang saham pengendali dengan
penghindaran pajak. Penelitian ini ingin melihat pengaruh karakter eksekutif
terhadap agresivitas pajak perusahaan. Penelitian ini menggunakan sampel
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun
2010 sampai 2013, dengan total sampel sebanyak 280 perusahaan. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa Efek entrenchment pemegang saham pengendali
berpengaruh negatif terhadap tindakan penghindaran pajak perusahaan. Selain itu,
penelitian ini juga menunjukan bahwa efektivitas dewan komisaris terbukti
memperlemah hubungan antara efek entrenchment pemegang saham pengendali
dengan tindakan penghindaran pajak perusahaan. Adanya dewan komisaris dapat
mengurangi konflik keagenan dengan membatasi dan melakukan pengawasan
yang efektif pada manajemen atau pemilik saham mayoritas yang dapat
melakukan tindakan sesuai kepentingan sendiri.
Berikut merupakan rangkuman penelitian terdahulu yang berkaitan dengan
penelitian ini:

Universitas Sumatera Utara

65

Tabel 2.2 Rangkuman Penelitian Terdahulu
Variabel-Variabel yang
No.

Peneliti

Hasil Penelitian
Digunakan

1.

Desai

dan Dependen:

Peningkatan

Dharmapala

Tax shelteringresiduals

insentif

(2006)

Independen:

cenderung





kompensasi

untuk

eksekutif
mengurangi

Tax

sheltering.

Insentif

tingkat

manajemen

Terutama pada perusahaan

Governance

yang

memiliki

susunan

corporateGovernance yang
lemah.
2.

Dyreng et
(2010)

al. Dependen:

Eksekutif memiliki peranan

Penghindaran pajak

signifikan terhadap adanya

Independen:

penghindaran pajak.

Eksekutif perusahaan
3.

Chyz (2013)

Dependen:

Tingkat agresivitas pajak

Tax sheltering

pada

Independen:

memiliki suspect executives

Suspect executives

lebih tinggi dibandingkan

perusahaan

perusahaan
memiliki

yang

yang

tidak
suspect

executives.
4.

Budiman

dan Dependen:

Karakter

eksekutif

Universitas Sumatera Utara

66

Setiyono (2012)

Penghindaran pajak

perusahaan yang semakin

Independen:

risk

Karakter eksekutif

positif

taker

berpengaruh
terhadap

penghindaran

pajak.

Semakin eksekutif bersifat
risk

taker,

semakin

maka

tinggi

akan
tingkat

penghindaran

pajak

perusahaan. Hal tersebut
diduga

karena

eksekutif

yang memiliki karakter risk
taker lebih berani untuk
menanggung
keputusan

resiko
yang

sehingga

atas

diambil
tingkat

penghindaran

pajak

perusahaanpun

tinggi

dengan

indikasi

berkurangnya CASH ETR
perusahaan.
5.

Lanis

dan Dependen:

Semakin banyak proporsi

Richardson

Agresivitas pajak

outsidedirectors

(2010)

Independen:

board perusahaan, tingkat

dalam

Universitas Sumatera Utara

67

Board

Komposisi
director

of keagresifan

pajak

perusahaan akan semakin
rendah.

6.

Richardson,
Taylor,
Lanis (2013)

Perusahaan dengan BOD

Dependen:
dan Board

of

director yang

risk

memiliki

oversight characteristic

management

Independen:

internal

Agresivitas pajak

yang efektif lebih kecil

system

controls

(RMS)

kemungkinannya
terlibat

dalam

and

untuk
tindakan

pajak agresif. Selain itu,
dalam penelitian ini juga
dibuktikan bahwa tingginya
rasio independent directors
dan

RMS

secara

yang

bersamaan

efektif
dapat

mengurangi tindakan pajak
agresif.

2.2 Kerangka Penelitian
Penelitian ini ingin melihat pengaruh karakter eksekutif terhadap
agresivitas pajak perusahaan, serta melihat bagaimana dampak dari efektivitas

Universitas Sumatera Utara

68

dewan komisaris pada pengaruh karakter eksekutif terhadap tindakan agresif
pajak. Tindakan agresif pajak merupakan tindakan yang dirancang atau
dimanipulasi untuk mengurangi laba fiskal melalui perencanaan pajak (tax
planning) yang tepat, yang dapat diklasifikasikan atau tidak diklasifikasikan
sebagai tax evasion. Watson (2011) menyatakan bahwa perusahaan yang
mempunyai peringkat yang rendah dalam Corporate Social Responsibility (CSR)
dianggap sebagai perusahaan yang tidak bertanggung jawab secara sosial sehingga
dapat melakukan strategi pajak yang lebih agresif dibandingkan perusahaan yang
sadar sosial. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh CSR terhadap
agresivitas pajak perusahaan. Kerangka model penelitian ini dapat dijelaskan
melalui gambar berikut:

Universitas Sumatera Utara

69

Gambar 2.1 Kerangka Model Penelitian

Variabel Independen

Variabel Dependen

Karakter Eksekutif
(X)

H1

Agresivitas Pajak (Y)

H2

Efektivitas Dewan
Komisaris (Z)

Variabel Moderasi

2.3 Pengembangan Hipotesis

2.3.1 Pengaruh Karakter Eksekutif Terhadap Tindakan Pajak Agresif
Perusahaan
Penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan bukanlah tanpa
sengaja dan biasanya dilakukan melalui kebijakan yang diambil oleh pimpinan

Universitas Sumatera Utara

70

perusahaan (Budiman, 2012 : 45). Pimpinan perusahaan (CEO, CFO, dan Top
Executive yang lain) sebagai individu pengambil kebijakan pasti memiliki
karakter yang berbeda-beda, dapat bersifat risk taker atau bersifat risk averse.
Eksekutif yang memiliki karakter risk taker adalah eksekutif yang lebih berani
dalam mengambil keputusan bisnis dan biasanya memiliki dengan kuat untuk
memiliki penghasilan, posisi, kesejahteraan, dan kewenangan yang lebih tinggi.
Dengan demikian, mereka harus mampu mendatangkan Cash flow yang juga
tinggi untuk memenuhi tujuan pemilik perusahaan, yakni untuk mendapatkan
Cash flow dari operasi yang dilakukan perusahaan, sehingga meskipun resiko
yang mungkin timbul atas kebijakan yang dibuat terbilang besar, mereka akan
tetap mengambil kebijakan tersebut selama mereka yakin bahwa kebijakan
yang diambil dapat mendatangkan keuntungan yang besar bagi perusahaan
nantinya.
Budiman (2012 : 66) melakukan penelitian mengenai pengaruh
karakter eksekutif terhadap penghindaran pajak dengan menggunakan populasi
perusahaan Non-banking. Credit Agencies Other than Bank, Securities,
Insurance, dan investasi menurut klasifikasi Indonesian Capital Market
Diretory (ICMD) yang terdapat di BEI. Hasil dari penelitian tersebut
membuktikan bahwa eksekutif dengan karakter risk taker memiliki pengaruh
yang positif terhadap penghindaran pajak (tax avoidance). Berdasarkan hasil
penelitian tersebut, maka disimpulkanlah hipotesis sebagai berikut:
H1: Karakter eksekutif yang semakin bersifat risk taker berpengaruh positif
terhadap tindakan agresif pajak.

Universitas Sumatera Utara

71

2.7.2 Pengaruh Efektivitas Dewan Komisaris Terhadap Hubungan Antara
Karakter Eksekutif dan Tindakan Agresif Pajak Perusahaan

Hubungan negatif antara BOD yang diproksikan dengan proporsi
outside directors dalam boardperusahaan dengan tindakan agresif pajak
perusahaan. Semakin besar proporsi outside directors dalam board perusahaan,
tingkat keagresifan pajak perusahaan semakin rendah. Membuktikan bahwa
tingginya rasio indepedent directors yang efektif secara bersamaan dapat
mengurangi tindakan agresif pajak.
Dari beberapa penelitian tersebut, terbukti bahwa dewan komisaris
memiliki pengaruh terhadap tindakan agresif pajak perusahaan. Dewan
komisaris yang efektif seharusnya dapat melakukan fungsi pengawasan
terhadap manajemen dengan baik, sehingga dalam mengambil keputusan
dalam upaya penghematan pajak, keputusan yang diambil eksekutif masih
tergolong dalam tindakan penghematan pajak yang wajar.

H2: Efektivitas dewan komisaris perusahaan memperlemah pengaruh positif
dari karakter eksekutif yag semakin bersifat risk taker terhadap tindakan
agresif pajak.

Universitas Sumatera Utara