Hubungan Pola Asuh Otoriter Ibu dengan Perilaku Agresif Remaja di SMK Negeri 11 Medan

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Masa remaja madya (middle adolescence) dengan rentang usia 15- 18

tahunpada umumnya memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sehingga remaja
inginmencoba-coba, mengkhayal dan merasa gelisah, serta berani melakukan
pertentangan jika dirinya merasa disepelekan atau tidak dianggap.Seringkali
remaja melakukan perbuatan-perbuatan menurut normanya sendiri karena terlalu
banyak menyaksikan ketidakkonsistenan di masyarakat yang dilakukan oleh orang
dewasa/ orangtua (Ali & Asroli, 2009).
Orangtua berperan sebagai pemberi asuhan dalam keluarga. Pengasuhan
(parenting) merupakan suatu proses panjang dalam kehidupan seorang anak mulai
dari masa prenatal hingga dewasa. Pengasuhan memerlukan sejumlah kemampuan
interpersonal dan mempunyai tuntutan emosional yang besar. Pola asuh
merupakan bagian dari pengasuhan yang berlaku dalam keluarga, melalui
interaksi antara orangtua dengan anak selama mengadakan kegiatan pengasuhan
(Tarmudji, 2002 dalam Nisha Pramawaty, 2012).
Davies, Cummings, dan Winter (2004) menyatakan bahwa pola asuh

orangtua memiliki dampak yang signifikan pada perilaku anak. Pola asuh dan
hubungan keluarga diyakini mempunyai peranan yang kuat dalam membentuk

1

Universitas Sumatera Utara

2

perilaku bahkan hingga seorang individu mencapai dewasa.Hubungan yang positif
antara

pola

asuh

orangtua

dengan


anak

akan

berdampak

pada

keberhasilanakademik anak, perkembangan kognitif, pengaturan emosi dan
penyesuaian diri anak (Davidov & Grusec, 2006). Sebaliknya, anak yang merasa
ditolak oleh orangtua memiliki sikap agresif dan bermusuhan, harga diri
rendah,ketergantungan, penurunan kemandirian dan ketidakstabilan emosi
(Palmer & Hollin, 2000).
Baumrind (1966) menyatakan bahwa ada 3 model pola asuh orangtua, yaitu
authoritarian, permissive and authoritative. Pola asuh authoritarian (otoriter)
dicirikan dengan orangtua yang selalu menuntut anak tanpa memberi kesempatan
pada anak untuk mengemukakan pendapatnya, tanpa disertai dengan komunikasi
terbuka antara orangtua dan anak juga tanpa kehangatan dari orangtua. Pola asuh
permissive (permisif) dicirikan dengan orangtua yang terlalu membebaskan anak
dalam segala hal tanpa adanya tuntutan ataupun kontrol. Pola asuh authoritative

(demokratif) dicirikan dengan adanya tuntutan dari orangtua disertai komunikasi
terbuka antara orangtua dan anak. Orangtua sangat memperhatikan kebutuhan
anak dan mencukupinya dengan mempertimbangkan faktor kepentingan dan
kebutuhan.
Arofah (2015) mengemukakan bahwa semakin tinggi pola asuh otoriter
maka semakin meningkat perilaku agresif (bullying). Anak yang dibesarkan dalam
keluarga otoriter cenderung merasa tertekan dan kemungkinan anak menjadi
penurut atau pembangkang. Anak tidak mampu mengendalikan diri, kurang dapat

Universitas Sumatera Utara

3

berpikir, kurang percaya diri, kurang kreatif, dan kurang dewasa dalam
perkembangan moral dan rasa ingin tahunya rendah.
Wahl dan Metzner (2012) dalam penelitiannya di Jerman berjudul “Parental
Influences on the Prevalence and Development of Child Agressiveness”
mengatakan bahwa kurva perilaku agresif pada anak berbentuk seperti gundukan
unta. Puncak pertama perilaku agresif anak terjadi antara usia 2–4 tahun (terutama
laki-laki) dan puncak kedua perilaku agresif terjadi pada usia 15–20 tahun. Hal

tersebut dipengaruhi oleh temperamen orangtua, kecenderungan perilaku, gaya
pengasuhan, dan status keluarga.
Perilaku agresif merupakan suatu luapan emosi sebagai reaksi terhadap
kegagalan individu yang ditampakkan dalam pengrusakan terhadap manusia atau
benda dengan unsur kesengajaan yang diekspresikan dengan kata-kata (verbal)
dan perilaku (non verbal)(Sudrajat, 2011).Perilaku agresif sering terjadi pada
kalangan remaja madya. Tanggung jawab hidup yang harus semakin ditingkatkan
oleh remaja yang mampu memikul sendiri menjadi masalah tersendiri bagi remaja
madya. Tuntutan peningkatan tanggung jawab tersebut tidak hanya datang dari
orangtua atau anggota keluarganya tetapi juga dari masyarakat sekitarnya. Tidak
jarang remaja mulai meragukan tentang apa yang disebut baik atau buruk.
Akibatnya, remaja sering kali ingin membentuk nilai- nilai mereka sendiri yang
mereka anggap benar, baik, dan pantas untuk dikembangkan di kalangan mereka
sendiri. Lebih-lebih jika orang tua atau orang dewasa di sekitarnya ingin
memaksakan nilai- nilainya agar dipatuhi oleh remaja tanpa disertai dengan alasan
yang masuk akal menurut mereka (Ali &Asroli, 2009).

Universitas Sumatera Utara

4


Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tren kenakalan dan kriminalitas
remaja di Indonesia mulai dari kekerasan fisik, kekerasan seksual dan kekerasan
psikis meningkat. Pada tahun 2007 tercatat sebanyak 3145 remaja usia ≤ 18 tahun
menjadi pelaku tindak kriminal, tahun 2008 dan 2009 meningkat menjadi 3280
hingga 4123 remaja (BPS, 2010).Data dari Penelitian dan Pengembangan
(LITBANG) juga menunjukkan di Jakarta, pada tahun 2010 tercatat 128 kasus
tawuran antar pelajar. Angka tersebut meningkat lebih dari 100% pada 2011,yakni
330 kasus tawuran yang menewaskan 82 pelajar. Pada bulan Januari-Juni 2012,
telah terjadi 139 tawuran yang menewaskan 12 orang pelajar (Lukmansyah &
Andini, 2012).
Departemen Hukum dan HAM Provinsi Sumatera Utara menunjukkan jenisjenis kejahatan yang dilakukan remaja usia 18 tahun kebawah adalah penggunaan
narkotika, pencurian, pembunuhan, penganiayaan, pemerasan, pelanggaran
terhadap ketertiban umum, perampokan, dan jenis pelanggaran lainnya. Pada
tahun 2013 tercatat sebanyak 535 remaja yang melakukan pelanggaran tersebut.
Angka tersebut meningkat pada tahun 2014 yaitu sebanyak 723 remaja. Jumlah
remaja pengguna narkotika sebanyak 108, pelaku pencurian 197 remaja,
pembunuhan 12 remaja, penganiayaan 21 remaja, pemerasan 18 remaja,
pelanggaran terhadap ketertiban umum 38 remaja, perampokan 13 remaja dan
jenis pelanggaran lain-lain sebanyak 316 remaja.

Fenomena tawuran antar pelajar juga terjadi di Medan. Dua kelompok siswa
dari SMK Negeri 11 dan sekolah Madrasah Aliyah Laboratoriun (MAL) terlibat
tawuran yang dipicu saling ejek, satu orang mengalami luka di wajah dan lengan

Universitas Sumatera Utara

5

(Pojok Sumut, 7 Oktober 2016). Selain itu, tawuran antar puluhan siswa SMA
Negeri 4 dan SMK Immanuel diduga terjadi karena kesalahpahaman (Tribun
Medan, 9 Desember 2016).
Penelitian yang dilakukan oleh Hati (2013) dengan judul “Hubungan
Persepsi Pola Asuh Otoriter Ibu dengan Perilaku Agresif pada Siswa SD”
menyatakan

bahwahasil perhitungan

teknik

statistik parametrik dengan


analisisproduct momendari Pearson diperoleh nilai koefisien korelasi r xysebesar
0.412 dengan signifikansi(p) = 0.000 (p
≤0.01) artinya ada hubungan positif y ang
sangat signifikan antarapersepsi pola asuh otoriter ibu dengan perilaku agresif
siswa SD.
Berdasarkan fenomena yang terjadi tersebut, peneliti ingin melakukan
penelitian di SMK Negeri 11 Medan tentang hubungan pola asuh otoriter ibu
dengan perilaku agresif remaja.
1.2

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian ini maka permasalahan yang dapat

dirumuskan adalah apakah ada hubungan antara pola asuh otoriter ibu dengan
perilaku agresif pada remaja di SMK Negeri 11 Medan.
1.3

Pertanyaan Penelitian
1.3.1


Bagaimana pola asuh otoriter ibu pada remaja di SMK Negeri 11
Medan?

1.3.2

Bagaimana perilaku agresif remaja di SMK Negeri 11 Medan?

Universitas Sumatera Utara

6

1.3.3

Apakah ada hubungan antara pola asuh otoriter ibu dengan perilaku
agresif remaja di SMK Negeri 11 Medan?

1.4

Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola

asuh otoriter ibu dengan perilaku agresif remaja di SMK Negeri 11 Medan.
1.4.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
a.

Mengidentifikasi pola asuh otoriter ibu pada remaja di SMK Negeri 11
Medan.

b.

Mengidentifikasi perilaku agresif remaja di SMK Negeri 11 Medan.

1.5

Manfaat Penelitian
1.5.1 Pendidikan Keperawatan
Hasil yang didapat dalam penelitian merupakan evidence base


practice yang dapat menjadi informasi dan menambah literatur bagi mahasiswa
keperawatan dan institusi pendidikan keperawatan tentang hubungan pola asuh
otoriter ibu dengan perilaku agresif remaja.
1.5.2 Pelayanan Keperawatan
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
mengenai hubungan pola asuh otoriter ibu dengan perilaku agresif pada remaja
dan menjadi bahan masukan bagi tenaga keperawatan dalam mengenali dan
melakukan pencegahan terhadap perilaku agresif remaja.

Universitas Sumatera Utara

7

1.5.3 Penelitian Keperawatan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan dan data
dasar bagi penelitian selanjutnya dalam mengidentifikasi berbagai masalah. Salah
satunya hubungan pola asuh otoriter ibu dengan perilaku agresif pada remaja.

Universitas Sumatera Utara