Hubungan Pola Asuh Otoriter Ibu dengan Perilaku Agresif Remaja di SMK Negeri 11 Medan Chapter III VI

BAB 3
KERANGKA KONSEP

3.1

Kerangka Konsep
Konsep adalah abstraksi dari suatu realita agar dapat dikomunikasikan dan

membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antara dua variabel
independen dan dependen (Nursalam, 2008). Variabel independen dalam
penelitian ini adalah pola asuh otoriter ibu sedangkan variabel dependennya
perilaku agresif remaja.
Dari uraian tersebut, maka dapat digambarkan kerangka konsep penelitian
sebagai berikut :

Variabel Independen

Variabel Dependen

Perilaku Agresif
Pola Asuh Otoriter Ibu


Keterangan:

Remaja

: Variabel yang diteliti
: Hubungan dari variabel

Bagan3.1. Kerangka Konsep

29

Universitas Sumatera Utara

30

3.2

Definisi Operasional


Tabel 3.1. Variabel Operasional Penelitian
Variabel

DefinisiOperasional

Alat Ukur

Ska

Hasil Ukur

la
Variabel

Cara

ibu Kuesior

independ


mendidik remaja skalalikert

en: Pola

di SMK Negeri dengan

asuh

11 Medan dengan pernyataan

otoriter

cara

ibu

remaja

Ordinal


13–25
13

menuntut dengan

Sedang:
26–38

4

untuk pilihanjawaban

mengikuti

OtoriterRendah:

Tinggi:
39–52

.


perintah

orang SL (selalu)=4

tua, menetapkan SR (sering)=3
batas-batas yang KD(kadang)=2
tidak TP(tidakperna

tegas,

memberi peluang h)=1
bagi

remaja

untuk berbicara,
dan memaksakan
aturan


tanpa

penjelasan,
memberi
hukuman,
tidak

dan
adanya

pujian

atas

keberhasilan
remaja.

Universitas Sumatera Utara

31


Variabel

Tingkah

depende

laku

Kuesione

Ordina

Perilak

remaja

r

l


u

n:

diSMKNegeri

likert

agresif

Perilaku

11 Medan yang

dengan

Rendah

agresif


kasar,menyeran

13

: 13–25

remaja

g dan melukai,

pernyataa

Sedang

baik

secara

n dengan


: 26–38

verbal maupun

4 pilihan

Tinggi:

fisik.

jawaban.

39–52

skala

SL (selalu)=4
SR (sering)=3
KD

(kadang)=2
TP

(tidak

pernah)= 1

3.3

Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah sebuah prediksi tentang hubungan antara dua atau lebih

variabel (Polit & Beck, 2012). Hipotesis alternatif (Ha) adalah jawaban sementara
terhadap masalah penelitian yang menunjukkan adanya hubungan antara variabel
bebas dan variabel terikat (Setiadi, 2007). Hipotesis alternatif (Ha) penelitian ini
adalah adanya hubungan antara pola asuh otoriter ibu dengan perilaku agresif
remaja di SMK Negeri 11 Medan

Universitas Sumatera Utara

32

BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1

Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi.

Desain ini mengidentifikasi hubungan pola asuh otoriter ibu dengan perilaku
agresif remaja di SMK Negeri 11 Medan. Penelitian ini menggunakan pendekatan
cross sectional dengan pengumpulan data baik variabel independen atau variabel
dependen dilakukan dalam waktu yang bersamaan (Notoadmodjo, 2012). Hal ini
berarti bahwa pengumpulan data hanya dilakukan satu kali pada masing-masing
responden (Setiadi, 2007).
4.2

Populasi dan sampel
4.2.1 Populasi Penelitian
Populasi merupakan keseluruhan objek yang masuk kedalam kriteria sesuai

dengan apa yang akan diteliti (Notoadmodjo, 2012). Berdasarkan survei awal
yang dilakukan oleh peneliti, populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi
yang dudu k di kelas XI di SMK Negeri 11 Medan berjumlah 100 siswa.
4.2.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2013).
Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
teknik purposive sampling, yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara
memilih

sampel

diantara

populasi

sesuai

dengan

yang

dikehendaki

32

Universitas Sumatera Utara

33

peneliti (tujuan/ masalah dalam penelitian) sehingga sampel tersebut dapat
mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya. Jika jumlah
populasi kurang dari 100, maka diambil semua sehingga penelitiannya merupakan
penelitian populasi (Arikunto, 2013)
Kriteria inklusi sampel yang diteliti adalah 1) remaja dengan rentang usia 15-18
tahun, 2) diasuh oleh ibu dengan menggunakan pola asuh otoriter yang diketahui
dengan melakukan skrining menggunakan kuesioner, dan 3) berperilaku agresif
yang diketahui dengan melakukann skrining menggunakan kuesioner. Jadi,
setelah dilakukan skrining jumlah sampel pada penelitian ini adalah 43 orang.
4.3

Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian menjelaskan lokasi atau tempat penelitian tersebut

dilakukan. Lokasi penelitian dibuat untuk membatasi ruang lingkup penelitian
(Notoatmodjo, 2012). Maka lokasi penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 11
Medan. Pertimbangan lokasi penelitian ini adalah adanya fenomena remaja yang
berperilaku agresif, belum pernah dilakukan penelitian tentang hubungan pola
asuh otoriter ibu dengan perilaku agresif, dan adanya populasi yang mencukupi
untuk dijadikan sampel. Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan April 2017.
4.4

Pertimbangan Etik
Pertimbangan etik dalam penelitian dilakukan untuk melindungi integritas

penelitian, hak asasi manusia dan perilaku normal. Pertimbangan etik ini meliputi
kualitas penelitian: 1) ethical clearence oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan
Fakultas Keperawatan Sumatera Utara, 2) ijin dan rekomendasi dari Fakultas Ilmu

Universitas Sumatera Utara

34

Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan ijin dari Kepala Sekolah SMK
Negeri 11 Medan, 3) mengakui hak-hak responden dalam menyatakan kesediaan
atau ketidaksediaan menjadi subjek penelitian dan memiliki hak untuk membuat
keputusan sendiri (Otonomy), 4) seluruh responden diberikan lembar persetujuan
yang ditandatangani sebagai bukti dan kesediaan menjadi responden (informed
consent), 5) anonymity peneliti tidak mencantumkan nama responden hanya
inisial atau pengkodean saja, 6) confidentiality semua informasi yang diberikan
responden dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, 7) peneliti melindungi subjek
dari semua kerugian (Nonmalefience) baik material, nama baik dan bebas dari
tekanan fisik dan psikologis yang timbul akibat penelitian ini.
4.5

Instrumen
4.5.1 Instrumen Skrining
Kuesioner skrining digunakan untuk menentukan sampel yang sesuai

kriteria inklusi. Kuesioner skrining disusun oleh peneliti berdasarkan tinjauan
pustaka. Kuesioner ini berbentuk pertanyaan dengan dua pilihan jawaban yaitu
“ya” dan “tidak” yang terdiri dari 6 pertanyaan, masing-masing 3 pertanyaan
untuk pola asuh otoriter ibu dan perilaku agresif remaja.
4.5.2

Instrumen Penelitian
4.5.2.1 Kuesioner Demografi
Kuesioner data demografi memberikan data mengenai

responden meliputi: usia, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan orang tua,

Universitas Sumatera Utara

35

pekerjaan orang tua, dan pendapatan orang tua. Kuesioner ini hanya digunakan
untuk melihat distribusi demografi dari responden saja dan tidak akan dianalisis.
4.5.2.2 Kuesioner Pola Asuh Otoriter Ibu
Kuesioner pola asuh otoriter ibu dimodifikasioleh peneliti
berdasarkan penelitian Sidabutar (2016). Kuesioner disusun dalam bentuk
pernyataan tertutup dengan menggunakan skala Likert, yaitu jawaban responden
mempunyai empat alternatif pilihan jawaban. Pilihan yang digunakan yaitu selalu
(SL) bernilai 4, sering (SR) bernilai 3, kadang (KD) bernilai 2 dan tidak pernah
(TP) bernilai 1. Kuesioner pola asuh otoriter ibu terdiri dari 13 pernyataan.
Kuesioner Sidabutar (2016) terdiri dari 30 pernyataan tetapi peneliti hanya
mengambil 10 pernyataan saja. Peneliti menambahkan 3 pernyataan yaitu pada
pernyataan nomor 7, 8, dan 9. Nilai terendah adalah 13 dan nilai tertinggi adalah
52. Rumus mencari panjang kelas (p) berdasarkan rumus statistik yaitu :

p =

Range
i

Keterangan :
p

: Panjang kelas

Range

: Rentang kelas (nilai tertinggi – nilai terendah)

i

: Banyak kelas
Berdasarkan rumus statistik tersebut, maka didapat panjang

kelas untuk pola asuh otoriter ibu adalah :
p=

Range
i

Universitas Sumatera Utara

36

p=

52–13
3

p = 13
Berdasarkan panjang kelas yang didapat maka nilai pola asuh otoriter ibu adalah :
13–25 = Rendah
26–38 = Sedang
39–52 = Tinggi
4.5.2.3 Kuesioner Perilaku Agresif Remaja
Kuesioner perilaku agresif dimodifikasi peneliti berdasarkan
penelitian Manalu (2011). Kuesioner disusun dalam bentuk pernyataan tertutup
dengan menggunakan skala Likert, yaitu jawaban responden mempunyai empat
alternatif pilihan jawaban. Pilihan yang digunakan yaitu selalu (SL) bernilai 4,
sering (SR) bernilai 3, kadang (KD) bernilai 2 dan tidak pernah (TP) bernilai 1.
Kuesioner perilaku agresif remaja terdiri dari 13 pernyataan. Kuesioner Manalu
(2013) terdiri dari 10 pernyataan kemudian peneliti menambahkan 3 pernyataan
yaitu pada pernyataan nomor 1, 4, dan 11. Nilai terendah adalah 13 dan nilai
tertinggi adalah 52. Rumus mencari panjang kelas (p) berdasarkan rumus statistik
yaitu :
p=

�����
i

Range (rentang) sebesar 39 (selisih nilai tertinggi dan nilai terendah). Banyak
kelas adalah 3 (perilaku agresif rendah, sedang, tinggi). Maka diperoleh panjang

Universitas Sumatera Utara

37

kelas (p) yaitu 13. Berdasarkan panjang kelas yang didapat maka nilai perilaku
agresif remaja adalah :
13–25 = Rendah
26–38 = Sedang
39–52 = Tinggi
4.6

Validitas dan Reliabilitas
4.6.1 Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat

kevalidan atau kesahihan suatu instrument (Arikunto, 2013). Uji validitas
instrumen bertujuan untuk mengetahui kemampuan instrumen untuk mengukur
apa

yang

diukur

(Notoatmodjo,

2012).

Kuesioner

ini

divalidasi

denganmenggunakan validitas isi (Content Validity Index) yang dilakukan oleh
dosen ahli dalam penelitian ini. Hal ini dilakukan dengan mengajukan kuesioner
dan proposal penelitian kepada penguji validitas. Ahli diminta untuk mengamati
secara cermat semua item dalam tes yang hendak divalidasi. Kemudian
mengoreksi semua item yang telah dibuat. Pada akhir perbaikan, ahli diminta
untuk memberikan pertimbangan tentang bagaimana tes tersebut menggambarkan
cakupan isi yang akan diukur. Pertimbangan ahli tersebut juga menyangkut
apakah semua aspek yang hendak diukur telah dicakup melalui item pertanyaan
dalam tes. Pernyataan yang tidak valid langsung diganti oleh peneliti berdasarkan
saran dari pengujivaliditas (Sukardi, 2009). Instrumen yang digunakan peneliti

Universitas Sumatera Utara

38

divalidasi oleh salah satu dosen Fakultas Keperawatan USU yang berpendidikan
strata II dengan hasil CVI (Content Validity Index) 1.
4.6.2 Reliabilitas
Reliabilitas (keandalan) adalah indeks yang menunjukan sejauh
mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoatmodjo, 2012).
Hasil pengukuran

yang relatif

sama menunjukan

bahwa

ada toleransi

terhadap perbedaan-perbedaan kecil diantara hasil beberapa kali pengukuran
tersebut. Apabila dari waktu ke waktu perbedaan sangat besar, maka hasil
pengukuran tidak dapat dipercaya dan dikatakan alat ukur tidak reliabel. Data
tersebut diolah dengan menggunakan program komputerisasi, yaitu Cronbach’s
Alpha. Alasan digunakannya Cronbach Alpha sebab dapat digunakan untuk
menguji reliabilitas instrumen skala likert (Arikunto, 2013). Alat ukur dinyatakan
reliabel apabila dilakukan uji reliabilitas menggunakan Coefficient Alpha atau
Cronbach’s Alpha dan diperoleh nilai 0,70 (Polit & Beck, 2012). Uji reliabilitas
dilakukan pada 10 sampel yang berbeda dari sampel penelitian dengan
karakteristik yang sama. Nilai Cronbach’s Alpha yang diperoleh dari tiga belas
item pola asuh otoriter ibu adalah 0,813 dan dari tiga belas item perilaku agresif
remaja diperoleh 0,822.

Universitas Sumatera Utara

39

4.7

Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara :
1. Peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada
Institusi Pendidikan (Program Studi Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara).
2. Peneliti menyerahkan surat permohonan izin kepada Kepala Sekolah SMK
Negeri 11 Medan untuk melakukan penelitian.Peneliti meminta data
siswa-siswi yang bersekolah di SMK Negeri 11 Medan.
3. Peneliti menentukan responden sesuai dengan kriteria yang telah dibuat
sebelumnya. Peneliti melakukan skrining terhadap siswa kelas XI yang
berjumlah 100 siswa untuk mendapatkan responden dengan kriteria
berperilaku agresif dan diasuh oleh ibu dengan pola asuh otoriter. Skrining
dilakukan di lima ruangan kelas (XI A, XI B, XI C, XI D, XI E). Dari hasil
skrining diperoleh responden sebanyak 43 orang.
4. Peneliti memberikan penjelasan kepada responden di 5 ruangan kelas
secara bergantian tentang tujuan, manfaat dan cara pengisian kuesioner
termasuk menjelaskan hak responden untuk menolak mengisi kuesioner
sebelum pengisian kuesioner.
5. Selanjutnya jika responden menyetujui permohonan pengisian kuesioner
responden diberikan informed consent untuk ditanda tangani.
6. Peneliti memberikan penjelasan tentang cara pengisian kuesioner dan
memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya mengenai halhal yang belum dimengerti.

Universitas Sumatera Utara

40

7. Peneliti memulai proses pengumpulan data dengan memberikan kuesioner
dan dilanjutkan kembali dengan pengumpulan kembali kuesioner yang
telah diisi oleh responden.
8. Peneliti memeriksa kejelasan dan kelengkapan kuesioner.
4.8 Analisa Data
4.8.1 Pengolahan Data
Proses pengolahan data dilakukan secara komputerisasi, dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
a.

Editing
Editing adalah kegiatan melakukan pemeriksaan kembali kuesioner

yangtelah diisi oleh responden, meliputi kelengkapan isian dan kejelasan jawaban
dan tulisan.
b.

Coding
Coding adalah proses merubah data yang berbentuk huruf menjadi data

yangberbentuk angka. Hal utama yang harus dilakukan pada kegiatan ini adalah
memberikan kode untuk jawaban yang diberikan responden penelitian. Penilaian
pola asuh otoriter ibu untuk jawaban SL ( Selalu) diberi nilai 4, SR (Sering) diberi
nilai 3, KD (Kadang) diberi nilai 2 dan TP (Tidak Pernah) diberi nilai 1, demikian
juga dengan penilaian perilaku agresif remaja
c.

Processing
Processing yaitu memasukkan data ke dalam komputer untuk diproses.

d.

Cleaning

Cleaning yaitu melakukan pembersihan dan pengecekan kembali data
yangtelah dimasukkan. Kegiatan ini diperlukan untuk mengetahui apakah ada
kesalahan ketika memasukkan data.
e.

Komputerisasi

Universitas Sumatera Utara

41

Komputerisasi digunakan untuk mengolah data dengan komputer.
4.8.2 Teknik Analisa Data
Data yang telah diperoleh kemudian dilakukan analisis untuk
mendapatkan hubungan pola asuh otoriter ibu dengan perilaku agresif remaja.
Proses pengolahan data dilakukan dengan:
1.

Analisa Univariat
Statistika univariat digunakan untuk menyajikan data-data demografi remaja

meliputi: usia, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan orang tua, pekerjaan orang
tua, dan pendapatan orang tua. Hasil dari data demografi akan disajikan dalam
tabel distribusi frekuensi dan persentasenya.
2.

Analisa Bivariat
Analisa ini digunakan untuk mengetahui derajat hubungan antara variabel

independen dan variabel dependen. Jika kedua variabel menggunakan skala
ordinal, maka pengujian data dilakukan dengan menggunakan uji statistik yaitu
Spearmen’s rho. Hasil uji normalitas data menggunakan Kolmogorov-Smirnov
diperoleh nilai p= 0,027 (p < 0,05) untuk pola asuh otoriter ibu dan p= 0,153 (p >
0.05) untuk perilaku agresif remaja. Data terdistribusi normal jika nilai p > 0,05,
maka data pola asuh otoriter ibu tidak terdistribusi normal. Berdasarkan hasil uji
tersebut, maka peneliti menggunakan uji statistik Spearmen’s rho. Taraf
signifikansi yang digunakan yaitu 5% (p = 0,05). Jika nilai p value< 0,05 maka Ha
diterima dan Ho ditolak, sebaliknya jika p value> 0,05 maka Ho diterima dan Ha
ditolak.

Universitas Sumatera Utara

BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1

Hasil Penelitian
Bab ini menguraikan tentang hasil penelitian mengenai hubungan pola asuh

otoriter ibu dengan perilaku agresif remaja melalui penelitian yang telah
dilaksanakan pada bulan April 2017 terhadap 43 orang responden yaitu siswasiswi kelas XI di SMK Negeri 11 Medan.
5.1.1 Karakteristik Remaja
Karakteristik remaja yang diteliti pada penelitian ini adalah usia,
jenis kelamin, agama, suku, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan
pendapatan orang tua per bulan.
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa mayoritas remaja berusia
16 tahun sebanyak 20 orang (46,5%). Remaja paling banyak berjenis kelamin
laki-laki sebanyak 30 orang (69,8%). Kebanyakan beragama Kristen Protestan
sebanyak 28 orang (65,1%).

Dominan

bersuku Batak sebanyak 33 orang

(76,7%). Dilihat dari segi tingkat pendidikan terakhir ibu, mayoritas berlatar
belakang pendidikan SMA sebanyak 22 orang (51,2%). Kebanyakan ibu bekerja
sebagai wiraswasta sebanyak 24 orang (55,8%), dan yang paling banyak
berpenghasilan Rp 2.037.000

5.1.2 Pola Asuh Otoriter Ibu
Pola asuh otoriter ibu yang diteliti dalam penelitian ini dibagi
menjadi tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi.
Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Pola Asuh Otoriter Ibu di SMK Negeri 11
Medan tahun 2017 (n= 43)

Pola Asuh Otoriter Ibu
Rendah

uensi
(n)

Persentase
(%)
2,3

Sedang

79,1

Tinggi

18,6

Universitas Sumatera Utara

45

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa mayoritas remaja diasuh dengan pola
asuh otoriter kategori sedang sebanyak 34 orang (79,1%). Pola asuh otoriter
kategori tinggi diurutan kedua terbanyak sebanyak 8 orang (18.6%) dan untuk
kategori rendah sebanyak 1 orang (2,3%).
5.1.3 Perilaku Agresif Remaja
Perilaku agresif remaja yang diteliti dalam penelitian ini dibagi
menjadi tiga kategori yaitu rendah, sedang, tinggi.
Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi Perilaku Agresif Remaja di SMK Negeri 11
Medan tahun 2017 (n= 43)

Perilaku Agresif
Rendah

Frekuensi
(n)
-

Persentase
(%)
-

Sedang

33

76,7

Tinggi

10

23,3

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa tidak ada remaja yang berperilaku
agresif kategori rendah. Mayoritas remaja berperilaku agresif dengan kategori
sedang sebanyak 33 orang (76,7%) dan untuk kategori tinggi sebanyak 10 orang
(23,3%).
5.1.4 Hubungan Pola Asuh Otoriter Ibu dengan Perilaku Agresif
Remaja
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan metode
korelasi. Korelasi ini menguji hubungan antara variabel pola asuh otoriter ibu

Universitas Sumatera Utara

46

dengan variabel perilaku agresif remaja. Hasil uji hipotesis dalam penelitian ini
diperoleh korelasi antara pola asuh otoriter ibu dengan perilaku agresif remaja
dengan menggunakan korelasi Spearman’s rho. Berikut ini adalah uji statistik
hubungan pola asuh otoriter ibu dengan perilaku agresif remaja di SMK Negeri 11
Medan.
Tabel 5.4

Hubungan Pola Asuh Otoriter Ibu dengan Perilaku Agresif
Remaja di SMK Negeri 11 Medan

Variabel

Nilai r

Nilai p

0,428

0,004

Pola Asuh Otoriter Ibu
Perilaku Agresif Remaja

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa hasil analisis korelasi dengan
menggunakan taraf signifikansi 5% (0,05) diperoleh nilai r = 0,428 dengan nilai
signifikansi atau p = 0,004. Hasil tersebut menunjukkan bahwa korelasi antara
variabel pola asuh otoriter ibu dengan perilaku agresif remaja tergolong cukup
kuat (sedang) dengan arah korelasi positif. Arah korelasi positif menunjukkan
bahwa semakin tinggi pola asuh otoriter ibu maka semakin tinggi pula perilaku
agresif remaja, begitu juga sebaliknya. Nilai signifikansi (p < 0,05) menunjukkan
bahwa ada hubungan signifikan antara pola asuh otoriter ibu dengan perilaku
agresif remaja (Polit & Beck, 2012). Berdasarkan hasil perhitungan korelasi
Spearman’s rho, hipotesis yang berbunyi “Ada hubungan antara pola asuh otoriter
ibu dengan perilaku agresif remaja di SMK Negeri 11 Medan” diterima.

Universitas Sumatera Utara

47

Tabel 5.5

Distribusi Perilaku Agresif Remaja berdasarkan Pola Asuh
Otoriter Ibu di SMK Negeri 11 Medan (n= 43)

Pola Asuh Otoriter

Perilaku Agresif
Sedang
Tinggi
f
%
F
%

f

Total
%

Rendah
Sedang
Tinggi

1
30
2

100
88,2
25

0
4
6

0
11,8
75

1
34
8

100
100
10

Jumlah

33

76,7

10

23,3

43

100

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa remaja berperilaku agresif sedang
sebanyak 30 orang (88,2%) diasuh dengan pola asuh otoriter sedang, sebanyak 2
orang (25%) diasuh dengan pola asuh otoriter tinggi, dan sebanyak 1 orang
(100%) diasuh dengan pola asuh otoriter rendah. Remaja yang berperilaku agresif
tinggi sebanyak 6 orang (75%) diasuh dengan pola asuh otoriter tinggi, dan 4
orang (11,8%) diasuh dengan pola asuh otoriter sedang.

5.2

Pembahasan
5.2.1 Pola Asuh Otoriter Ibu
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 79,1% remaja di SMK

Negeri 11 Medan menyatakan bahwa ibu memiliki kategori pola asuh otoriter
sedang. Hasil penelitian ini bertentangan dengan pendapat Hurlock (2010) bahwa
wanita pada umumnya lebih mengerti anak dan kebutuhannya dibanding pria, dan
mereka cenderung tidak otoriter. Pendapat Hurlock (2010) tersebut juga

Universitas Sumatera Utara

48

bertentangan dengan penelitian Hati (2013) di SD Negeri Trangsan 03 yang
menunjukkan bahwa hasil analisis variabel persepsi pola asuh otoriter ibu dari 76
siswa diperoleh rerata empirik sebesar 51,18 dan rerata hipotetik sebesar 45 yang
berarti persepsi siswa mengenai pola asuh otoriter yang dilakukan oleh ibu
tergolong tinggi.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Manalu (2011) di STM
Raksana Medan terhadap 50 remaja yang berperilaku agresif juga memiliki orang
tua dengan pola asuh otoriter sebanyak 43 remaja (86,0%). Hasil penelitian ini
relevan dengan penelitian Murtiyani (2011) di Kecamatan Sidoarjo menunjukkan
bahwa mayoritas orang tua menerapkan pola asuh otoriter terhadap anak
remajanya sebanyak 26 orang (65%). Hal tersebut juga didukung oleh penelitian
Sidabutar (2016) bahwa 33 dari 66 (50%) remaja di SMA Swasta Ar-Rahman
Medan diasuh dengan pola asuh otoriter.
Peneliti berasumsi bahwa ibu menerapkan pola asuh otoriter pada
remaja karena merasa takut remaja terjerumus ke dalam lingkungan dan pergaulan
yang negatif, sehingga ibu membatasi setiap pergaulan remaja dengan lingkungan
sosial. Hal ini sejalan dengan pendapat Yustinasusi (2010) bahwa pola asuh
otoriter diterapkan orang tua dengan mengendalikan anak karena kepentingan
orang tua untuk kemudahan pengasuhan. Anak dinilai dan dituntut untuk
mematuhi standar mutlak yang ditentukan oleh orang tua, menekankan kepatuhan
dan rasa hormat atau sopan santun. Kebanyakan anak dari pola asuh ini
melakukan tugasnya karena takut memperoleh hukuman.

Universitas Sumatera Utara

49

Pola asuh yang diterapkan ibu kepada remaja tidak lepas dari faktorfaktor yang mempengaruhinya. Salah satunya adalah tingkat pendidikan. Tingkat
pendidikan ibu pada penelitian ini cukup baik dengan mayoritas ibu
berpendidikan terakhir SMA (51,2%). Namun, ibu menggunakan pola asuh yang
otoriter. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Eka (2004) yang menyatakan
bahwa tingkat pendidikan orang tua tidak mempengaruhi keputusan orang tua
untuk menerapkan pola asuh. Hal tersebut bertolak belakang dengan hasil
penelitian Arysetyono (2009) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan orang
tua berpengaruh signifikan terhadap pola asuh anak. Orang tua dengan tingkat
pendidikan yang cenderung rendah lebih memilih pola asuh tipe Laissez Faire
atau pola asuh otoriter. Orang tua dengan tingkat pendidikan yang cenderung
tinggi lebih memilih pola asuh tipe demokratis.
Remaja di SMK Negeri 11 Medan diasuh oleh ibu yang bekerja
(100%). Penelitian Hadzic (2013) menyimpulkan bahwa terdapat efek signifikan
yang tidak langsung antara orang tua yang bekerja terhadap perilaku anak. Setiap
pekerjaan orang tua berdampak pada pola pengasuhan mereka terhadap anak. Jam
kerja yang panjang akan menyebabkan orang tua kurang perhatian terhadap pola
pengasuhan pada anak yang berakibat pada perilaku/kebiasaan anak yang kurang
baik. Peneliti berasumsi bahwa tuntutan pekerjaan atau beban kerja yang tinggi
mengakibatkan ibu menggunakan pengasuhan yang otoriter yaitu sering marah,
jarang memberikan penghargaan terhadap prestasi remaja, memberikan hukuman,
dan tidak memberikan kesempatan bagi remaja untuk berbicara tentang
keinginannya.

Universitas Sumatera Utara

50

5.2.2 Perilaku Agresif Remaja
Perilaku agresif adalah tingkah laku yang mengganggu hubungna
sosial yaitu melanggar aturan, permusuhan secara terang-terangan (mengganggu
yang lebih lemah, suka berkelahi) maupun secara diam-diam (pendendam,
pencuri,

pemarah,

dan

pembohong)

(Indrawati,

2006).

Agresif

selalu

menunjukkan tingkah laku yang kasar, menyerang, dan melukai. Perilaku agresif
secara sosial adalah tingkah laku menyerang orang lain baik penyerangan secara
verbal maupun fisik. Penyerangan secara verbal misalnya mencaci, mengejek atau
memperolok, sedangkan secara fisik misalnya mendorong, memukul dan
berkelahi.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 76,7% memiliki perilaku
agresif kategori sedang. Remaja sulit mengendalikan keinginan mengumpat orang
lain, marah dan berbicara kasar bila kesal atau kemauan ditolak, cenderung
melampiaskan kekesalan pada benda di sekitar (membanting pintu dan memukul
meja), menertawakan dan menyalahkan orang lain, menggunakan kekerasan
(memukul dan menampar) untuk melindungi haknya dan orang yang dicintai,
mengabaikan dan menentang perkataan orang tua jika bertentangan dengannya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Barbara (2005) yang menyebutkan bentuk
perilaku

agresif

yaitu

agresif

emosional

verbal

(marah,

mengutuk,

memperingatkan dengan kasar, menyalahkan dan menertawakan), agresif fisik
sosial (berkelahi dalam membela diri atau orang yang dicintai dan membalas
dendam terhadap penghinaan), dan agresif destruktif (memecah, membanting,
menghancurkan, membakar, merusak sesuatu, atau melukai orang lain.

Universitas Sumatera Utara

51

Remaja yang diteliti dalam penelitian ini berada pada usia 16 tahun
sebanyak 46,5% dan 17 tahun sebanyak 44,2%. Perilaku agresif sering terjadi
pada kalangan remaja madya dengan rentang usia 15-18 tahun. Pada masa ini
remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan berani melakukan pertentangan
jika dirinya merasa disepelekan atau tidak dianggap. Seringkali remaja melakukan
perbuatan-perbuatan menurut normanya sendiri (Ali & Asroli, 2009). Hal ini
didukung oleh penelitian Wahl dan Metzner (2012) di Jerman yang menyatakan
bahwa kurva perilaku agresif pada anak berbentuk seperti gundukan unta. Puncak
pertama agresif terjadi antara usia 2-4 tahun dan puncak kedua agresif terjadi pada
usia 15-20 tahun.
Remaja pada penelitian ini mayoritas berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 30 orang (69,8%). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Manalu
(2011) di STM Raksana Medan terhadap 50 remaja seluruhnya berjenis kelamin
laki-laki (100%). Hal ini didukung oleh pendapat Arya (2010) yang menyatakan
bahwa secara umum anak laki-laki lebih banyak menampilkan perilaku agresif
dibandingkan anak perempuan, dimana perbandingannya 5:1, artinya jumlah lakilaki yang melakukan perilaku agresif kira-kira 5 kali lebih banyak dibandingkan
anak perempuan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 13 remaja perempuan
(30,2%) berperilaku agresif. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Manalu
(2011) dimana seluruh remaja berjenis kelamin laki-laki. Perilaku agresif yang
dilakukan

remaja

perempuan

yaitu

kesulitan

mengendalikan

keinginan

mengumpat orang lain, marah jika kemauan ditolak dan pendapat ditolak saat

Universitas Sumatera Utara

52

diskusi kelompok, mengucapkan kata-kata kasar jika merasa kesal, melawan
siapapun yang melukai dan menghina orang yang dicintainya. Peneliti berasumsi
bahwa perilaku agresif remaja perempuan tersebut dipengaruhi oleh teman sebaya
mereka yang mayoritas laki-laki. Hal ini sesuai dengan pendapat Arya (2010)
bahwa faktor teman sebaya juga merupakan sumber yang paling mempengaruhi
anak. Ini merupakan faktor yang paling mungkin terjadi ketika perilaku agresif
dilakukan secara berkelompok. Ada teman yang mempengaruhi mereka agar
melakukan tindakan-tindakan yang agresif terhadap orang lain. Hal ini juga
didukung oleh penelitian Wilujeng dan Budiani (2012) di SMK PGRI 7 Surabaya
yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan antara
konformitas dengan perilaku agresif pada siswa. Semakin tinggi konformitas,
maka semakin tinggi pula perilaku agresif yang dimiliki individu. Siswa SMK
yang memiliki konformitas terhadap kelompok teman sebaya akan mengikuti
aturan atau norma, melakukan tindakan sesuai dengan apa yang dilakukan oleh
teman sebayanya, meskipun perilaku tersebut termasuk perilaku agresif.
Penelitian yang dilakukan Zhafarina (2015) di SMK Muhammadiyah 2 Semarang
juga menyebutkan bahwa sumbangan efektif variabel konformitas teman sebaya
tergolong kategori sedang sebesar 10,6% dan terdapat hubungan positif yaitu
semakin tinggi konformitas teman sebaya maka semakin tinggi perilaku agresif,
dan sebaliknya. Sisanya 89,4% dari variabel lain seperti faktor kondisi
lingkungan, pengaruh kepribadian, kondisi fisik, frustasi, provokasi langsung,
agresi yang dipindahkan, dan pemaparan kekerasan media.

Universitas Sumatera Utara

53

5.2.3 Hubungan Pola Asuh Otoriter Ibu dengan Perilaku Agresif
Remaja
Hasil penelitian diperoleh p= 0,004 (p < 0,01). Hal ini menunjukkan
bahwa pola asuh otoriter ibu dengan perilaku agresif remaja memiliki hubungan
yang signifikan. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Hati (2013) yang
menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola asuh otoriter ibu
dengan perilaku agresif, dibuktikan dengan nilai p= 0,000 (p < 0,01).
Salah satu faktor penyebab perilaku agresif adalah frustasi. Frustasi
dapat disebabkan oleh salah satu diantaranya adalah pola asuh otoriter. Sikap ibu
yang terlalu menuntut dan menginginkan anaknya tunduk, patuh serta selalu
menuruti semua kehendak ibu dapat membuat anak frustasi. Ibu yang terlalu keras
serta tidak responsif pada kebutuhan anak akan membuat anak cenderung menjadi
takut serta murung. Kondisi tersebut bisa menimbulkan perilaku agresif. Ibu yang
sering memberikan hukuman fisik pada anaknya dikarenakan kegagalan
memenuhi standar yang telah ditetapkan ibu akan membuat anak marah dan kesal
kepada ibu, tetapi anak tidak berani mengungkapkan kemarahannya itu dan
melampiaskannya kepada orang lain dalam bentuk perilaku agresif (Sarwono,
2010). Pendapat tersebut mendukung hasil penelitian yang menyatakan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara pola asuh otoriter ibu dengan perilaku agresif
remaja.
Nilai Correlation Coefficient (r) adalah 0,428. Nilai tersebut berarti
bahwa hubungan antara pola asuh otoriter ibu dengan perilaku agresif remaja di

Universitas Sumatera Utara

54

SMK Negeri 11 Medan memiliki arah yang positif. Hubungan yang positif berarti
semakin tinggi pola asuh otoriter ibu maka semakin tinggi pula perilaku agresif
remaja, begitu juga sebaliknya. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Putri, dkk
(2016) di Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Pontianak bahwa terdapat hubungan
negatif atau berlawanan arah (r = - 0,512) antara pola asuh orang tua dengan
perilaku agresif. Artinya bahwa semakin baik pola asuh maka semakin rendah
perilaku agresif, begitu pula sebaliknya. Peneliti berasumsi penerapan pola asuh
otoriter yang lebih dominan menandakan pola asuh ibu tidak tepat atau dapat
dikatakan buruk. Menurut penelitian Putri, dkk (2016) jika semakin buruk pola
asuh maka semakin tinggi perilaku agresif. Jadi, penerapan pola asuh otoriter oleh
ibu menimbulkan perilaku agresif pada remaja di SMK Negeri 11 Medan.
Kekuatan hubungan antara pola asuh otoriter ibu dengan perilaku
agresif remaja cukup kuat atau sedang ( r= 0,428). Hal ini sejalan dengan
penelitian Fortuna (2008) yang menyatakan bahwa pola asuh otoriter dengan
perilaku agresif memiliki hubungan yang positif dan pengaruh sebesar 9,2%,
selebihnya disebabkan oleh faktor-faktor lain. Penelitian yang dilakukan oleh
Susantyo (2016) menyatakan bahwa faktor keluarga atau orang tua secara
signifikan mempengaruhi tingkah laku agresif remaja, dengan hubungan yang
positif dan signifikan (r= 0,45). Namun, Susantyo (2016) menyebutkan ada faktor
lain yang mempengaruhi perilaku agresif remaja yaitu lingkungan sosial/tetangga
(hubungan signifikan dan negatif, r= - 0,38), media massa (hubungan signifikan
dan positif, r= 0,49), kondisi internal individu yaitu kecerdasan emosi, tingkat
kekecewaan dan konsep diri (hubungan signifikan dan negatif, r= - 0,61).

Universitas Sumatera Utara

55

Menurut Soetjiningsih (2012) efek pengasuhan otoriter, antara
lainanak menjadi inkompetensi sosial, sering merasa tidak bahagia, kemampuan
komunikasi lemah, tidak memiliki inisiatif melakukan sesuatu, dan kemungkinan
berperilaku agresif. Menghukum dan mengancam akan menjadikan anak patuh di
hadapan orangtua, tapi di belakangnya ia akan menentang atau melawan karena
anak merasa dipaksa. Reaksi menentang bisa ditampilkan dalam tingkah laku
yang melanggar norma-norma lingkungan rumah, sekolah, dan pergaulan. Dengan
demikian

pengasuhan

yang otoriter

akan

berdampak negatif

terhadap

perkembangan anak kelak yang pada gilirannya anak sulit mengembangkan
potensi yang dimiliki, karena harus mengikuti apa yang dikehendaki orangtua,
walau bertentangan dengan keinginan anak. Pola asuh ini juga dapat
menyebabkan anak menjadi depresi dan stres karena selalu ditekan dan dipaksa
untuk menurut apa kata orangtua, padahal mereka tidak menghendaki.
Hal ini berkaitan dengan hasil analisis data pada penelitian Lamont (2008) tentang
peran pola asuh orangtua pada anak juga ditemukan bahwa orangtua yang keras
(otoriter) justru merupakan penentu utama dari masalah perilaku bagi anak-anak.
Pernyataan dan penelitian tersebut sejalan dengan teori yang dikemukakan
Baumrind (1991) bahwa orangtua otoriter adalah berorientasi status dan
mengharapkan anaknya untuk patuh tanpa penjelasan.
Aisyah (2010) mengatakan bahwa lingkungan keluarga merupakan lingkungan
terdekat bagi anak, sehingga keluarga juga merupakan sumber bagi timbulnya
perilaku agresif. Salah satu faktor yang menjadi penyebab timbulnya perilaku
agresif adalah kecenderungan pola asuh tertentu dari orang tua. Pola asuh tertentu

Universitas Sumatera Utara

56

yang diterapkan orangtua dalam penelitian ini yaitu pola asuh otoriter yang
dilakukan ibu. Ibu cenderung menentukan peraturan tanpa berdiskusi terlebih
dahulu, tidak mempertimbangkan harapan dan kehendak remaja, menggunakan
hukuman sebagai penegak kedisiplinan, dan dengan mudah mengumbar
kemarahan atau ketidaksenangan pada remaja. Ibu juga terkadang memberi
hukuman menggunakan kekerasan. Konsekuensi dari penggunaan kekerasan
terhadap perkembangan remaja adalah regulasi emosi yang buruk, masalah dalam
relasi dengan teman sebaya, kesulitan beradaptasi di sekolah, dan kemungkinan
munculnya perilaku agresif. Ibu dalam hal ini memberikan contoh yang tidak baik
kepada remaja. Remaja dapat meniru perilaku tersebut, menjadi agresif, dan
kehilangan

kendali

(Santrock,

2012).

Universitas Sumatera Utara

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di SMK Negeri 11 Medan
dan dibahas dalam bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.

Remaja paling banyak diasuh oleh ibu dengan pola asuh otoriter kategori
sedang.

2.

Sebagian besar remaja memiliki perilaku agresif kategori sedang.

3.

Ada hubungan positif antara pola asuh otoriter ibu dengan perilaku agresif
remaja. Semakin tinggi pola asuh otoriter ibu maka semakin tinggi pula
perilaku agresif remaja.

6.2

Saran
Saran yang diberikan terkait dengan hasil dan pembahasan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:

a.

Bagi Pendidikan Keperawatan

57

Universitas Sumatera Utara

58

Pendidikan keperawatan dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai
referensi terkait pola asuh otoriter ibu dan perilaku agresif remaja dalam
bidang keperawatan jiwa dan anak.
b.

Bagi Penelitian Keperawatan
Perilaku agresif remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya
adalah pola asuh otoriter ibu. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian
yang lebih lanjut dengan memperhatikan variabel-variabel lain yang
mempengaruhi perilaku agresif remaja. Penelitian juga dapat dilakukan
dengan metode lain yaitu metode kualitatif (wawancara).

c.

Bagi Pelayanan Keperawatan
Instansi kesehatan dan keperawatan khususnya keperawatan jiwa dan anak
memegang peranan penting dalam menyebarkan informasi kepada
masyarakat. Salah satu peran perawat adalah sebagai pendidik. Oleh karena
itu, perawat perlu memaksimalkan perannya sebagai pendidik dengan
memberikan pendidikan kepada orang tua tentang pentingnya penerapan
pola asuh yang tepat untuk menghindari terjadinya perilaku agresif pada
remaja.

d.

Bagi Orangtua
Untuk menghindari terjadinya perilaku agresif pada remaja, orang tua
diharapkan lebih meningkatkan sikap positif dalam mendidik dan

Universitas Sumatera Utara

59

menerapkan pola asuh yang tepat kepada remaja dan juga memberikan
semangat serta dorongan kepada remaja agar menggali potensi dan
kemampuan diri dengan memberikan kegiatan yang positif bagi remaja.

6.3

Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu kuesioner pola asuh otoriter dan
perilaku agresif dimodifikasi peneliti dari penelitian sebelumnya. Pada
penelitian ini juga, alat pengumpulan data pola asuh otoriter dan perilaku
agresif hanya dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh remaja. Hal ini
menyebabkan peneliti tidak dapat mengobservasi secara langsung
bagaimana pola asuh otoriter yang diterapkan ibu dan sejauh mana perilaku
agresif yang dilakukan remaja. Penelitian ini juga hanya mengukur satu
faktor yang mempengaruhi perilaku agresif remaja, sedangkan faktor-faktor
yang lain tidak diukur dan dikendalikan oleh peneliti.

Universitas Sumatera Utara