Hubungan motivasi kerja dengan kepuasan kerja perawat di RSUD dr. H Yuliddin Away Tapaktuan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Motivasi Kerja
2.1.1 Pengertian Motivasi
Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberi kontribusi
pada tingkat komitmen seseorang. Hal ini termasuk faktor-faktor yang
menyebabkan, menyalurkan dan mempertahankan tingkah laku manusia dalam
arah tekad tertentu. Stoner dan Freeman (Nursalam, 2007) mengatakan motivasi
adalah motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu. Motivasi adalah perasaan atau pikiran yang mendorong
seseorang melakukan pekerjaan atau menjalankan kekuasan terutama dalam
berprilaku. Stanford (dalam luthans, 1970), membagi tiga poin penting dalam
pengertian motivasi, yaitu hubungan antara kebutuhan, dorongan, dan tujuan.
Kebutuhan muncul karena adanya sesuatu yang dirasakan kurang oleh seseorang,
baik bersifat fisiologis, maupun psikologis.
Menurut marquis l, bessie (2010) motivasi adalah tindakan yang dilakukan
orang untuk memenuhi kebutuhab yang belum terpenuhi. Hal ini adalah keinginan
untuk melakukan upaya mencapai tujuan atau penghargaan untuk mengurangi
keteganggan yang disebabkan oleh kebutuhan tersebut. Motivasi intrinsik bersal
dari dalam diri orang tersebut, yang mendorong dirinya menjadi produkttif. Agar

secara intrinsik dapat termotivasi dalam pekerjaan, para pekerja harus menghargai
performa dan produktivitas kerja. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang

9
Universitas Sumatera Utara

10

ditingkatkan oleh lingkungan kerja atau penghargaan eksternal. Penghargaan
didaptkan setelah pekerjaan selesai dilakukan.  
Bekerja adalah suatu bentuk aktivitas yang bertujuan untuk mendapatkan
kepuasan. Bekerja melibatkan baik aktivitas fisik maupun mental (M. AS’ad,
2001:47). Gilmer (1971 dalam suarli 2012) dalam buku manajemen keperawatan
dengan pendekatan praktis menyatakan bahwa, “bekerja itu merupakan proses
fisik maupun mental manusia dalam mencapai tujuannya.” Motivasi kerja adalah
suatu kondisi yang berpengaruh untuk membangkitkan, mengarahkan, dan
memilahara prilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja Mangkunegara
(2000 dalam suarli 2009)
2.1.2. Teori-teori Motivasi
Stonner & Freeman (1995, dikutip dari Nursalam 2007) mengelompokkan

motivasi dalam empat teori, teori kebutuhan, teori keadilan, teori harapan, teori
penguatan. Teori kebutuhan memfokuskan pada yang dibutuhkan orang untuk
hidup berkecukupan, dan berhubungan dengan bagian pekerjaan yang dilakukan
untuk pekerjaan seperti itu. Menurut teori ini, seseorang mempunyai motivasi
kalau dia belum mencapai tingkat kepuasan tertentu dengan kehidupannya
(Nursalam, 2007)
Nursalam, 2007 menyebutkan yang termasuk dalam teori kebutuhan adalah ;
a.

Teori Hirarki menurut Maslow.
Dikembangkan oleh Abraham Maslow, dimana dia memandang manusia
sebagai Hirarki lima macam kebutuhan,

 

 
Universitas Sumatera Utara

11


1. Kebutuhan fisiologis;
Motivasi paling dasar bukan uang, tapi bagi manusia kebutuhan paling
dasar nya adalah kebutuhan untuk bertahan hidup. Seseorang perlu
bernafas, makan, minum, tidur, buang air, dan lain sebagainya. Hal ini
perlu diketahui oleh seseorang, karena sebelum ditemukan uang sekalipun
seorang manusia tetap bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.
2. Kebutuhan rasa aman;
Setelah kebutuhan akan keberlangsungan hidup terpenuhi, seseorang
terdorong untuk memenuhi rasa aman. Yang diinginkan adalah keamanan
pada diri, kesehatan, barang kepemilikan dan lain sebagainya.
3. Kebutuhan rasa sosial;
Tahap berikutnya dalam hierarki kebutuhan Maslow adalah kebutuhan
akan rasa sosial. Seseorang membutuhkan pertemanan, keluarga, dan
keintiman. Hal ini dikarenakan manusia adalah makhluk sosial.
4. Kebutuhan penghargaan diri;
Kebutuhan akan pengakuan merupakan tahap keempat dalam hirarki
kebutuhan Maslow. Setelah kebutuhan keberlangsungan hidup, rasa
aman, dan sosial terpenuhi. Jika seseorang sudah cukup dewasa,
kebutuhan akan penghargaan ini akan dipenuhi oleh dirinya sendiri. Diri
mereka sendirilah yang lebih dulu memberikan penghargaan dan

penghormatan pada diri sendiri. Hal inilah yang kemudian menjadi
sebuah kepercayaan diri. Sebuah kepercayaan diri yang sifatnya lebih
kuat dan kekal, dibandingan kepercayaan diri yang didapat dari hal yang

 

 
Universitas Sumatera Utara

12

bersifat semu. Kepercayaan diri yang bersifat semu antara lain
digantungkan pada atribut harta, kepemilikan akan sesuatu, dan
semacamnya.
5. Kebutuhan aktualisasi diri.
Kebutuhan akan aktualisasi diri sebagian besar manusia ingin hidup dan
memberikan makna dalam hidupnya. Menurut Maslow, orang yang dalam
tahap aktualisasi diri ini akhirnya mengenali dirinya dan berusaha hidup,
memegang nilai-nilai, memecahkan masalah, menilai sesuatu, mengolah
data informasi, berdasarkan apa yang dia yakini.

b.

Teori ERG.
Teori ERG adalah teori motivasi yang menyatakan bahwa orang bekerja keras
untuk memenuhi kebutuhan tentang eksistensi (existence kebutuhan mendasar
dari Maslow), keterkaitan (relatedness, kebutuhan hubungan antar pribadi)
dan kebutuhan pertumbuhan (growth, kebutuhan dan kreatifitas pribadi, atau
pengaruh produktif). Teori ERG menyatakan bahwa kalau kebutuhan yang
lebih tinggi mengalami kekecewaan, kebutuhan yang lebih rendah akan
kembali, walupun sudah terpuaskan.

c.

Teori Tiga Macam Kebutuhan.
John W.Atkinson, mengusulkan ada tiga macam dorongan mendasar dalam
diri orang yang termotivasi, kebutuhan untuk mencapai prestasi (need of
achivement),kebutuhan kekuatan (need of power), dan kebutuhan untuk
berafiliasi atau berhubungan dekat dengan orang lain (need for affiliation).
Penelitian Mc Clelland juga mengatakan bahwa manajer dapat sampai tingkat


 

 
Universitas Sumatera Utara

13

tertentu, menaikkan kebutuhan untuk berprestasi dari karyawan dengan
menciptakan lingkungan kerja yang memadai.
d.

Teori motivasi dua faktor Herzberg.
Teori motivasi dua faktor dikembangkan oleh federick Herzberg dimana
meyakini bahwa karyawan dapat dimotivasi oleh pekerjaannya sendiri dan
didalamnya terdapat kepentingan yang disesuaikan dengan tujuan organisasi.
Menurut teori ini, ada dua faktor yang mempengaruhi seseorang dalam tugas
atau pekerjaannya yaitu ;
1. Faktor-faktor penyebab kepuasan (satisfierr) atau faktor motivasional.
Faktor penyebab kepuasan ini menyangkut kebutuhan psikologis
seseorang, yang meliputi serangkaian pekerjaan. Apabila kepuasan kerja

dicapai dalam pekerjaan, maka akan menggerakkan tingkat motivasi yang
kuat bagi seorang pekerja, dan akhirnya dapat menghasilkan kinerja yang
tinggi. Faktor motivasional (kepuasan) ini mencakup;
1. prestasi (achievement);
2. penghargaan (recognation);
3. tanggung jawab (responsibility);
4. kesempatan untuk maju (posibility of growth);
5. pekerjaan itu sendiri (work).
2. Faktor-faktor penyebab ketidakpuasan (dissatisfaction) atau faktor
kesehatan, faktor-faktor ini menyangkut kebutuhan akan pemeliharaan
atau maintenance factor yang merupakan hakikat manusia yang ingin

 

 
Universitas Sumatera Utara

14

memperoleh kesehatan. Hilangnya faktor-faktor ini akan menimbulkan

ketidakpuasan bekerja (dissatisfaction).
Faktor kesehatan yang menimbulkan ketidakpuasan kerja ini yaitu ;
1. Kondisi kerja fisik (physical environment);
2. Hubungan interpersonal (interpersonal relationship);
3. Kebijakan dan administrasi perusahaan (Company and administration
policy);
4. Pengawasan (supervision);
5. Gaji (salary).
Teori keadilan didasarkan pada asumsi bahwa faktor utama dalam
motivasi pekaryaan adalah evaluasi individu atau keadilan dari penghargaan yang
diterima. Individu akan termotivasi jika hal yang mereka dapatkan seimbang
dengan usaha yang mereka kerjakan.
Teori harapan ini menyatakan cara memilih dan bertindak dari berbagai
alternatif tingkah laku, berdasarkan harapannya apakah ada keuntungan yang
diperoleh dari tiap tingkah laku.
Teori harapan berpikir atas dasar:
1. Harapan Hasil Prestasi
Individu mengharapkan konsekuensi tertentu dari tingkah laku mereka.
Harapan ini nantinya akan mempengaruhi keputusan tentang
bagaimana cara mereka bertingkah laku.


 

 
Universitas Sumatera Utara

15

2. Valensi
Hasil dari suatu tingkah laku tertentu mempunyai valensi atau
kekuatan untuk memotivasi. Valensi ini bervariasi dari satu individu ke
individu yang lain.
3. Harapan Prestasi Usaha
Harapan orang mengenai tingkat keberhasilan mereka dalam
melaksanakan tugas yang sulit akan berpengaruh pada tingkah laku.
Tingkah laku seseorang sampai tingkat tertentu akan tergantung pada
tipe hasil yang diharapkan beberapa hasil berfungsi sebagai imbalan
intrinsik imbalan yang dirasakan langsung oleh orang yang
bersangkutan. Imbalan ektrinsik, sebagainya, seperti bonus, pujian,
atau promosi diberikan oleh pihak luar, seperti supervisor atau

kelompok kerja.
Teori penguatan menyangkut ingatan orang mengenai pengalaman
rangsang respon konsekuwensi. Menurut teori penguatan, seseorang termotivasi
kalau dia memberikan respon pada rangsangan dan pola tingkah laku konsistensi
sepanjang waktu (Nursalam, 2007).
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja
Frederick Herzberg mengembangkan teori hierrarki kebutuhan Maslow
menjadi teori dua faktor tentang motivasi. Dua faktor ini dinamakan faktor
pemuas (motivation factor) yang disebut dengan satisfier atau intrinsic
motivation dan faktor pemilihara (maintenance factor) yang disebut dengan
dissatisfier atau extrinsic motivation.

 

 
Universitas Sumatera Utara

16

Faktor pemuas disebut juga motivator yang merupakan faktor

pendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri
seseorang tersebut (kondisi intrinsik), antara lain:
1. Prestasi yang diraih (achievement);
2. Pengakuan orang lain (recognition);
3. Tangungg jawab (responsibility);
4. Peluang untuk maju (advancement);
5. Kepuasan kerja itu sendiri (the work it self);
6. Kemungkinan pengembangan karir (the possibility of growth).
Adapun faktor pemihara (maintenance factor) disebut juga hygeine
factor merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk
meilhara keberadaan karyawan sebagai manusia, pemilaharaan ketentraman
dan kesehatan. Faktor ini juga disebut dissatisfier (sumber ketidakpuasan)
yang nerupakan tempat pemenuhan kebutuhan tingkat rendah yang
dikualifikasikan ke dalam faktor ekstrinsik, meliputi:
1. Kompensasi;
2. Keamanan dan keselamatan kerja;
3. Kondisi kerja;
4. Status;
5. Prosedur perusahaan;
6. Mutu dari supervisi teknis dari hubungan interpersonal di antara temen
sejawat, dan dengan bawahan (Noor Juliansyah, 2015)

 

 
Universitas Sumatera Utara

17

2.1.4 Prinsip-prinsip dalam Memotivasi Kerja Pegawai
Terdapat

beberapa

prinsip

dalam

memotivasi

kerja

pegawai

Mangkunegara (2000 dalam Suarli 2012):
1. Prinsip partisipasi
Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberi kesempatan untuk
ikut berpartisipasi menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin.
2. Prinsip komunikasi
Pemimpin mengomunikasi segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha
pencapaian tugas. Dengan informasi yang jelas, kerja pegawai akan lebih
mudah dimotivasi.
3. Prinsip pengakuan
Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil di
dalam usaha pencapain tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan
lebih termotivasi.
4. Prinsip pendelegasian wewenang
Pemimpin

akan

memberikan

otoritas

atau

wewenang

kepada

pegawai/bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan
terhadap pekerjaan yang dilakukannya. Hal ini akan membuat pegawai
yang bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang
diharapkan oleh pemimpin.

 

 
Universitas Sumatera Utara

18

5. Prinsip perhatian
Pemimpin

memberikan

perhatian

terhadap

apa

yang

diinginkan

pegawai/bawahannya, dan bawahan akan termotivasi bekerja sesuai
dengan harapan pemimpin.
2.1.5 Peran Manajer dalam Menciptakan Motivasi
Manajer memegang peran yang penting dalam memotivasi staf untuk
mencapai tujuan organisasi. Untuk melaksanakan tugas tersebut, manajer
harus mempertimbangkan keunikan/karakteristik stafnya dan berusaha untuk
memberikan tugas sebagai suatu strategi dalam memotivasi staf.
Kegiatan yang perlu dilaksanakan manajer dalam menciptakan suasana
yang motivasi adalah:
1. mempunyai harapan yang jelas terhadap stafnya dan mengomunikasikan
harapan tersebut kepada para staf;
2. harus adil dan konsisten terhadap semua staf/karyawan;
3. pengambilan keputusan harus tepat dan sesuai;
4. mengembangkan konsep kerja tim;
5. mengakomodasikan kebutuhan dan keinginan staf terhadap tujuan
organisasi;
6. menunjukkan kepada staf bahwa anda memahami perbedaan-perbedaan
dan keunikan dari masing-masing staf;
7. menghindarkan adanya suatu kelompok/perbedaan antar staf;

 

 
Universitas Sumatera Utara

19

8. memberikan kesempatan kepada staf untuk menyelesaikan tugasnya dan
melakukan suatu tantangan-tantangan yang akan memberikan pengalaman
yang bermakna;
9. meminta tanggapan dan masukan kepada staf terhadap keputusan yang
akan dibuat di organisasi;
10. memastikan bahwa staf mengetahui dampak dari keputusan dan tindakan
yang akan dilakukannya;
11. memberi kesempatan setiap orang untuk mengambil keputusan sesuai
tugas limpah yang diberikan;
12. menciptakan situasi saling percaya dan kekeluargaan dalam staf;
13. memberikan

kesempatan

kepada

staf

untuk

melakukan

koreksi

pengawasan terhadap tugas;
14. menjadi “role model” bagi staf;
15. memberikan dukungan yang positif (Nursalam, 2007)
Strategi untuk Menciptakan Suasana yang Memotivasi
Kadang kala memupuk motivasi pegawai merupakan hal yang mudah
dilakukan seperti menciptakan lingkungan yang suportif dan mendorong.
Biaya strategi ini hanyalah waktu dan tenaga manajer tersebut. Strategi
berikut sebaiknya digunakan secara konsisten untuk menciptakan suasana
yang memotivasi:

 

 
Universitas Sumatera Utara

20

a. mempunyai ekspektasi yang jelas untuk pekerja dan mengomunikasikan
ekspektasi ini secara efektif;
b. bersikap adil dan konsisten saat berhadapan dengan semua pegawai;
c. bersikap tegas pada saat menjadi pengambil keputusan dengan
menggunakan gaya pengambilan keputusan yang tepat;
d. membangun konsep kerja tim. Menyusun tujuan dan proyek kelompok
yang akan membangun semangat tim;
e. memadukan kebutuhan dan keinginan staf dengan kepentingan dan tujuan
organisasi;
f. mengetahui keunikan setiap pegawai. Biarkan setiap orang mengetahui
bahwa anda memahami keunikannya;
g. hilangkan hambatan tradisional antara pegawai dan pekerjaan yang akan
dilakukan;
h. berikan pengalaman yang menantang atau “merenggangkan” pegawai dan
berikan kesempatan untuk tumbuh (Marquis, 2010).
2.1.7 Tujuan pemberian motivasi
Sunyoto (2012), menyebutkan diberikannya motivasi kepada karyawan
atau seseorang tentu saja mempunyai tujuan antara lain:
1. mendorong gairah dan semangat karyawan;
2. meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan;
3. meningkatkan produktivitas kerja karyawan;
4. mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan;
5. meningkatkan kedesiplinan dan menurunkan ingkat absensi karyawan;

 

 
Universitas Sumatera Utara

21

6. menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik;
7. meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan;
8. meningkatkan kesejahteraan karyawan;
9. mempertinggi rasa tangungg jawab karyawan terhadap tugas dan
pekerjaanya.
2.1.8 Pengukuran Motivasi
Motivasi tidak dapat diobservasi secara langsung namun harus diukur.
Pada umumnya, yang banyak diukur adalah motivasi sosial dan motivasi
biologis. Ada beberapa cara untuk mengukur motivasi yaitu dengan tes
proyektif, kuesioner, dan perilaku (Natoadmodjo, 2010).
1. Tes Proyektif
Apa yang kita katakan merupakan cerminan dari apa yang ada dalam diri
kita. Dengan demikian untuk memahami apa yang dipikirkanorang, maka
kita beri stimulus yang harus diinterprestasikan. Salah satu teknik
proyektif yang banyak dikenal adalah Thematic Apperception Test (TAT).
Dalam test tersebut klien diberikan gambar dan klien diminta untuk
membuat cerita dari gambar tersebut. Dalam teori Mc Leland dikatakan,
bahwa manusia memiliki tiga kebutuhan yaitu kebutuhan untuk
berprestasi (n-ach), kebutuhan untuk power (n-power), kebutuhan untuk
berafiliasi (n-aff). Dari isi cerita tersebut kita dapat menelaah motivasi
yang mendasari diri klien berdasarkan konsep kebutuhan diatas.

 

 
Universitas Sumatera Utara

22

2. Kuesioner
Salah satu cara untuk mengukur motivasi melalui kuesioner adalah
dengan meminta klien untuk mengisi kuesioner yang berisi pertanyaanpertanyaan yang dapat memancing motivasi klien. Sebagai contoh adalah
EPPS (Edward’s Personal Preference Schedule). Kuesioner tersebut
terdiri dari 210 nomor dimana pada masing-masing nomor terdiri dari dua
pertanyaan.
Klien diminta memilih salah satu dari dua pertanyaan tersebut yyang lebih
mencerminkan dirinya. Dari pengisian kuesioner tersebut kita dapat
melihat dari ke-15 jenis kebutuhan yang dalam tes tersebut, kebutuhan
mana yang paling dominan dari dalam diri kita. Contohnya antara lain,
kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan akan keteraturan, kebutuhan
untuk berafiliasi dengan orang lain, kebutuhan untuk membina hubungan
dengan lawan jenis, bahkan kebutuhan untuk bertindak agresif.
3. Observasi Perilaku
Cara lain untuk mengukur motivasi adalah dengan membuat situasi
sehingga klien dapat memunculkan perilaku yang mencerminkan
motivasinya. Misalnya, untuk mengukur keinginan untuk berprestasi,
klien diminta untuk memproduksi orgami dengan batas waktu tertentu.
Perilaku yang diobservasi adalah, apakah klien menggunakan umpan
balik yang diberikan, mengambil keputusan yang berisiko dan
mementingkan kualitas dai pada kuantitas kerja. (Notoadmodjo, 2010)

 

 
Universitas Sumatera Utara

23

2.1.9 Klasifikasi motivasi
a. Motivasi kuat
Motivasi dikatakan kuat apabila dalam diri seseorang dalam kegiatan
sehari-hari memiliki harapan yang positif, mempunyai harapan yang
tinggi, dan memiliki keyakinan tinggi bahwa penderita akan
menyelesaikan pengobatannya tepat pada waktu yang telah ditentukan.
b. Motivasi sedang
Motivasi dilakukan sedang apabila dalam diri manusia memiliki
keinginan yang positif, mempunyai harapan yang tinggi, namun
memiliki keyakinan yang rendah bahwa dirinya dapat bersosialisasi dan
mampu menyelesaikan persoalan yang dihadapi.
c. Motivasi Lemah
Motivasi dikatakan lemah apabila di dalam diri manusia memiliki
harapan dan keyakinan yang rendah, bahwa dirinya dapat berprestasi.
Misalnya bagi seseorang dorongan dan keinginan mempelajari
pengetahuan dan ketrampilan baru merupakan mutu kehidupannya
maupun mengisi waktu luangnya agar lebih produktif dan berguna
(Irwanto, 2008).

 

 
Universitas Sumatera Utara

24

2.2 Kepuasan Kerja
2.2.1 Pengertian kepuasan kerja
Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang
menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja
dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima (Wibowo, 2014)
Greenberg dan Baron (2003 dalam wibowo 2014) mendeskripsikan kepuasan
kerja sebagai sikap positif atau negatif yang dilakukan individual terhadap
pekerjaan mereka.
2.2.2 Teori-teori kepuasan kerja
Wibowo 2014, menyebutkan teori-teori kepuasan kerja terdiri dari ;
2.2.2.1 Two-Factor Theory
Teori
menganjurkan

dua

faktor

bahwa

merupakan

satisfaction

teori

kepuasan

(kepuasan)

dan

kerja

yang

dissatisfaction

(ketidakpuasan) merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda,
yaitu motivation dan hygeine factors. Pada umumnya orang mengharapkan
bahwa faktor tertentu memberikan kepuasan apabila tersedia dan
menimbulkan

ketidakpuasan

apabila

tidak

ada.

Pada

teori

ini,

keidakpuasan dihubungkan dengan kondisi di sekitar pekerjaan (seperti
kondisi kerja, pengupahan, keamanan, kualitas pengawasan, dan hubungan
dengan orang lain), dan bukannya denggan pekerjaan itu sendiri. Karena
faktor ini mencegah reaksi negatif, dinamakan sebagai hygeine atau
maintenance factors. Sebaliknya, kepuasan ditarik dari faktor yang terkait
dengan pekerjaan itu sendiri atau hasil langsung daripadanya, seperti sifat

 

 
Universitas Sumatera Utara

25

pekerjaan, prestasi dalam pekerjaan, peluang proosi dan kesempatan untuk
pengembangan diri dan pengakuan. Karena faktor ini berkaitan dengan
tingkat kepuasan kerja tinggi. Dinamakan motivators.
2.2.2.2 Value Theory
Menurut konsep teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan
dimana hasil pekerjaan diterima individu seperti diharapkan. Semakin
banyak orang menerima hasil, akan semakin puas. Semakin sedikit mereka
menerima hasil, akan kurang puas. Value theory memfokuskan pada hasil
mana pun yang menilai orang tanpa memerhatikan siap mereka. Kunci
menuju kepuasan dalam pendekatan ini adalah perbedaan antara aspek
pekerjaan yang dimiliki dan diinginkan seseorang. Semakin besar
perbedaan, semakin rendah kepuasan orang.
Implikasi teori ini mengundang perhatian pada aspek pekerjaan
yang perlu di ubah untuk mendapatkan kepuasan kerja. Secara khusus teori
ini menganjurkan bahwa aspek tersebut tidak harus sama berlaku untuk
semua orang. Tetapi mungkin aspek nilai dari pekerjaan tentang orangorang yang merasakan adanya pertentangan serius. Dengan menekankan
pada nilai-nilai, teori ini menganjurkan bahwa kepuasan kerja dapat
diperoleh dari banyak faktor. Oleh karena itu, cara yang efektif untuk
memuaskan pekerja adalah dengan menemukan apa yang mereka inginkan
dan apabila mungkin memberikannya.

 

 
Universitas Sumatera Utara

26

2.2.3 Penyebab Kepuasan Kerja
Menurut Kreitner dan Kinick (2001, dalam wibowo 2014) terdapat lima
faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya kepuasan kerja, yaitu sebagai
berikut:
a. Need Fulfillment (pemenuhan kebutuhan)
Model ini dimaksudkan bahwa kepuasan ditentukan oleh tingkatan
karekteristik pekerjaan memberikan kesempatan pada individu untuk
memenuhi kebutuhannya.
b. Discrepancies (perbedaan)
Model ini menyatakan bahwa kepuasan merupakan suatu hasil
memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan
antara apa yang diharapkan dan yang diperoleh individu dari
pekerjaan. Apabila harapan lebih besar daripada apa yang diterima,
orang akan tidak puas. Sebaliknya diperkirakan individu akan puas
apabila mereka menerima manfaat di atas harapan.
c. Value attainment (pencapaian nilai)
Gagasan value attainment adalah bahwa kepuasan merupakan hasil
dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individu
yang penting.
d. Equity (keadilan)
Dalam model ini dimaksudkan bahwa kepuasan merupakan fungsi dari
seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja. Kepuasan
merupakan hasil dari persepsi orang bahwa perbandingan antara hasil

 

 
Universitas Sumatera Utara

27

kerja dan inputnya relatif lebih menguntungkan dibandingkan dengan
perbandingan antara keluaran dan masukkan pekerjaan lainnya.
e. Dispositional/genetic components (komponen genetik)
Beberapa rekan kerja atau temen tampak puas terhadap variasi
lingkungan kerja, sedangkan lainnya kelihatan tidak puas. Model ini
didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan
fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Model menyiratkan perbedaan
individu hanya mempunyai arti penting untuk menjelaskan kepuasan
kerja seperti halnya karakteristik lingkungan pekerjaan.
2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Menurut Rowland & Rowland (1997 dalam Nursalam, 2002) faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja yaitu:
2.2.3.1 Motivasi
Fungsi manajer dalam meningkatkan kepuasan kerja staf
didasarkan pada faktor-faktor motivasi, yang meliputi:
a. keinginan untuk peningkatan;
b. percaya bahwa gaji yang didapatkan sudah mencukupi;
c. memiliki kemampuan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang
diperlukan;
d. umpan balik;
e. kesempatan untuk mencoba;
f. instrumen penampilan untuk promosi, kerjasama, dan peningkatan
penghasilan.

 

 
Universitas Sumatera Utara

28

Kebutuhan seseorang untuk mencapai prestasi merupakan kunci
dalam suatu motivasi dan kepuasan kerj. Jika seseorang bekerja,
kebutuhan pencapaian prestasi tersebut berubah sebagai

dampak dari

beberapa faktor dalam organisasi : program pelatihan, pembagian dan jenis
tugas yang diberikan, tipe supervisi yang dilakukan, perubahab pola
motivasi dan faktor-faktor lain. Seseorang memilih suatu pekerjaan
didasaarkna pada kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki. Motivasi
akan menjadi masalah, apabila kemampuan yang dimiliki tidak
dimanfaatkan dan dikembangkan dalam melaksanakan tugasnya. Dalam
keadaan ini maka persepsi seseorang memegang peranan yang penting
sebelum malaksanakan atau memilih pekerjaannya. Motivasi seseorang
akan timbul apabila mereka diberi kesempatan untuk mencoba dan
mendapat umpan balik dari hasil yang diberikan. Oleh karena itu
pengharagaan psikitis dalam hal ini sangat diperlukan agar seseorang
merasa dihargai dan diperhatikan serta dibimbing manakala suatu
kesalahan (Nursalam, 2002).
2.2.3.2 Lingkungan
Menurut Nursalam (2002) faktor lingkungan juga memegang
peranan yang penting dalam motivasi. Faktor lingkungan tersebut
meliputi:
a. Komunikasi
1. Penghargaan terhadap usaha yang telah dilaksanakan;
2. Pengetahuan tentang kegiatan organisasi;

 

 
Universitas Sumatera Utara

29

3. Rasa percaya diri berhubungan dengan manajemen organisasi.
b. Potensial pertumbuhan
1. kesempatan untuk berkembang, karier dan promosi;
2. dukungan untuk tumbuh dan berkembang: pelatihan, beasiswa
untuk melanjutkan pendidikan, pelatihan manajemen bagi staf yang
dipromosikan.
c. Kebijakan individu
1. mengakamodasikan kebutuhan individu: jadwal kerja, liburan, dan
cuti sakit serta pembiayaan;
2. keamanan pekerjaan;
3. loyalitas organisasi terhadap staf;
4. menghargai staf: agama, latar belakang;
5. adil dan konsisten terhadap keputusan organisasi.
d. Upah/gaji yang cukup untuk kebutuhan hidup
e. Kondisi kerja yang kondusif
2.2.3.3 Peran Manajer
Menurut Nursalam (2002) peran manajer dapat mempengaruhi
faktor motivasi dan lingkungan. Tetapi faktor lain yang mungkin
mempengaruhi tergantung dari tugas, khususnya bagaimana manajer
bekerja dalam suatu organisasi. Secara umum peran manajer dapat dinilai
dari kemampuannya dalam memotivasi dan meningkatkan kepuasan staf.
Kepuasan kerja staf dapat dilihat dari terpenuhinya kebutuhan fidik dan
psikitis, dimana kebutuhan psikitis tersebut dapat terpenuhi melalui peran

 

 
Universitas Sumatera Utara

30

manajer dalam memperlakuan stafnya. Hal ini perlu ditanamkan kepada
manajer agar diciptakan suatu keterbukaan dan memberikan kesenpatan
kepada staf untuk melaksanakan tugas dan sebaik-baiknya. Manajer
mempunyai 5 dampak terhadap faktor lingkungan dalam tugas
professional sebagaimana dibahas sebelumnya: komunikasi, potensial
perkembangan, kebijaksanaan, gaji atau upah, dan kondisi kerja.
Menurut Pohan (2006) pengukuran kepuasan penyelenggara
layanan kesehatan selalu harus dilihat dalam hubungannya dalam harapanharapan. Misalnya, kepuasan penyelenggara dalam jangka panjang akan
mempunyai dampak ekonomi, maka kepuasan penyelenggara akan
memberi arah terhadap harapan. Aspek-aspek umum dari kepuasan
penyelenggara layanan kesehatan, antara lain:
1. Organisasi dan manajemen
Manajemen yang buruk dapat menggagalkan program yang terbaik
sekalipun. Semua profesi layanan kesehatan harus terlibat dan
mempunyai peran dalam menyusun rencana organisasi. Rencana
tersebut harus fleksibel sehingga dapat mengikuti perubahan kebutuhan
dan pertumbuhan kebutuhan dari penyelenggara. Saluran komunikasi
harus dibangun antara manajer dengan teknisi dan hal yang demikian
harus dilakukan pada setiap tingkat organisasi dengan tujuan:
a. tersedianya suatu lingkungan pembelajaran melalui organisasi;
b. membantu membangun suatu keyakinan bahwa tujuan organisasi
pasti akan dapat diwujudkan;

 

 
Universitas Sumatera Utara

31

c. untuk mengenalkan bahwa dalam menciptakan keberhasilan berarti
harus berani mengambil resiko dan kemudian kelompok mampu
manangani konflik dengan berhasil apabila ditangani secara terbuka
2. Kebutuhan pendidikan
Suatu perencanaan tentang pendidikan profesi layanan kesehatan yang
berkelanjutan harus dibuat dan dilaksanakan. Dinas kesehatan provinsi
dan dinas kesehatan kabupaten/kota harus memberi perhatian terhadap
pendidikan tersebut. Setiap orang yang sedang berada dalam sistem
layanan kesehatan membutuhkan pendidikan dan hal itu menjadi
keharusan dalam peningkatan mutu layanan kesehatan. Pendidikan dan
jminan mutu layanan kesehatan merupakan suatu hubungan simbiosis,
dengan masukan sebagai suatu unsur keharusan di dalam program
jaminan mutu layanan kesehatan.
Pengukuran mutu layanan ksehatan dapat menjadi suatu proses
pendidikan atau menjadi identifikasi masukan kebutuhan pendidikan
lebih lanjut. Pendekatan melalui kerja sama kelompok harus terus
dikembangkan dan ditingkatkan sehingga organisasi tidak hanya
mencakup tugas-tugas yang akan dikerjakan, tetapi juga akan mencakup
pengembangan manusia.
3. Penghargaan, insentif, dan promosi
Penghargaan, insentif dan promosi sangat berhubungan dengan kinerja.
Dalam pelaksanaan pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan para
manajer harus dapat menciptakan berbagai insentif. Misalnya, kegiatan

 

 
Universitas Sumatera Utara

32

peningkatan mutu layanan kesehatan harus menjadi kondisi-kondisi
yang kondusif untuk promosi jabatan dan/atau insentif finansial yang
timbul akibat keberhasilan penerapan jaminan mutu layanan kesehatan.
2.2.4 Mengukur Kepuasan Kerja.
Pekerja memerlukan interaksi dengan co-warker dan atasan,
mengikuti aturan dan kebijaksanaan organisasi, mencapai standar kinerja,
hidup dengan kondisi kerja yang sering tidak ideal dan semacamnya. Hal
ini berarti bahwa penilaian pekerja tentang puas dan tidak puas terhadap
pekerjaanya merupakan sejumlah ciri-ciri elemen pekerjaan yang
kompleks.
Terdapat dua macam pendekatan yang secara luas dipergunakan untuk
melakukan pengukuran kepuasan kerja (Robbins, 2003 dalam Wibowo,
2014) yaitu sebagai berikut:
1. Single global rating, yaitu tidak lain dengan minta individu merespons
atas satu pertanyaan, seperti dengan mempertimbangkan semua hal,
seberapa puas Anda dengan pekerjaan Anda? Responden menjawab
antara” Highly Satisfied” dan “Highly Dissatisfied”;
2. Sumation score lebih canggih. Mengidentifikasikan lemen kunci dalan
pekerjaan dan menanyakan perasaan pekerja tentang masing-masing
elemen. Faktor spesifik yang diperhitungkan adalah: sifat pekerjaan,
supervisi, upah sekarang, kesempatan promosi dan hubungan dengan
co-warker. Faktor ini di peringkat pada skala yang distandarkan dan di

 

 
Universitas Sumatera Utara

33

tambahkan

untuk

menciptakan

job

satisfaction

score

secara

menyeluruh.
Metode kedua, summing up, merespons terhadap sejumlah faktor kerja,
akan mencapai evaluasi yang lebih akurat dari kepuasan kerja. Akan tetapi,
penelitian tidak mendukung intuisi ini. Kedua metode sama validnya.
Konsep kepuasan kerja terlalu luas sehingga pertanyaan tunggal dapat
menangkap intinya.
Sementara itu, Greenberg dan Baron (2003, dalam Wibowo 2014)
menunjukkan adanya tiga cara untuk melakukan pengukuran kepuasan
kerja.
1. Rating scales dan kuesioner
Rating scales dan kuesioner merupakan pendekatan pengukuran
kepuasan kerja yang paling umum dipakai dengan menggunakan
kuesioner diman rating scales secara khusus disiapkan. Dengan
menggunakan metode ini, orang menjawab pertanyaan yang
memungkinkan mereka melaporkan reaksi mereka pada pekerjaan
mereka.
2. Critical incidents
Disini individu menjelaskan kejadian yang menghubungkan pekerjaan
mereka yang mereka rasakan terutama memuaskan atau tidak
memuaskan. Jawaban mereka dipelajari untuk mengungkap tema yang
mendasari. Sebagai contoh misalnya apabila banyak pekerja
menyebutkan situasi di pekerjaan dimana mereka diperlakukan kasar

 

 
Universitas Sumatera Utara

34

oleh supervisor atau apabila pekerja memuji supervisor atas sentivitas
yang ditunjukkan pada masa yang sulit, gaya pengawasan memainkan
peranan penting dalam kepuasan kerja mereka.
3. Interviews
Interview merupakan prosedur pengukuran kepuasan kerja dengan
melakukan

wawancara

tatap

muka

dengan

pekerja.

Dengan

menanyakan secara langsung tentang sikap mereka, sering mungkin
mengembangkan lebih mendalam dengan menggunakan kuesioner
yang sangat terstruktur.
Dengan mengajukan pertanyaan secara berhati-hati kepada pekerja
dan mencatat jawabannya secara sistematis, hubungn pekerjaan
dengan sikap dapat dipelajari
2.2.5 Klasifikasi Kepuasan
Kepuasan konsumen/pasien dibangun atas adanya perbandingan dua
faktor utama yaitu persepsi konsumen atas layanan yang nyata mereka
terima (perception service) dengan layanan yang diharapkan (expected
service) jika kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka layanan dapt
dikatakan bermutu sedangkan jika kenyataan kurang dari yang diharapkan,
maka layanan dikatakan tidak bermutu apabila kenyataan sama dengan
harapan, maka layanan disebut memuaskan dengan demikian service
quality dapat didelikasikan sebagai jauhnya perbedaan antara kenyataan
dan harapan konsumen atas layanan yang mereka terima (Pansuratman, et
al, 1998 dalam Lupiyoadi, 2001)

 

 
Universitas Sumatera Utara

35

Menurut Gerson (2004) untuk mengetahui tingkat kepuasan
pelanggan dapat diklasifikasikan dalam beberapa tingkat sebagai berikut:
a. Sangat memuaskan
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penelitian perasaan pasien yang
menggambarkan pelayanan kesehatan sepenuhnya atau sebagian besar
sesuai kebutuhan atau keinginan pasien, seperti sangat bersih (untuk
prasarana), sangat ramah (untuk hubungan dengan dokter atau perawat),
atau sangat cepat (untuk proses adminitrasi), yang seluruhnya
menggambarkan tingkat kualitas pelayanan yang paling tinggi.
b. Memuaskan
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien, yang
menggambarkan pelayanan kesehatan untuk sepenuhnya atau sebagian
sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu bersih (untuk
sarana), agak kurang cepat (proses administrasi), atau kurang mewah,
yang seluruhnya ini menggambarkan tingkat kualitas yang kategori
sedang.
c. Tidak memuaskan
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien
rendah yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai
kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu bersih (untuk sarana),
agak lambat (untuk proses administrasi) atau tidak ramah.

 

 
Universitas Sumatera Utara

36

d. Sangat tidak memuaskan
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang
rendah, menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai kebutuhan
atau keinginan seperti tidak bersih (untk sarana), lambat (untuk proses
administrasi) dan tidak ramah. Seluruh hal ini menggambarkan tingkat
kualitas yang kategori paling rendah.
2.5 Korelasi Kepuasan Kerja
Hubungan antara kepuasan kerja dengan variabel lain dapat bersifat
positif atau negatif. Kekuatan hubungan mempunyai rentang dari lemah
sampai kuat.
Hubungan

yang

kuat

menunjukkan

bahwa

manajer

dapat

mempengaruhi dengan signifikan variabel lainnya dengan meningkatkan
kepuasan kerja (Kreitner dan kinicki, 2001 dalam wibowo 2014).
Beberapa korelasi kepuasan kerja adalah sebagai berikut:
1. Motivation (motivasi)
Penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan
signifikan antara motivasi dengan kepuasan kerja. Karena kepuasan
dengan supervisi juga mempunyai korelasi signifikan dengan motivasi,
manajer disarankan mempertimbangkan bagaimana prilaku mereka
mempengaruhi kepuasan pekerja. Manajer secara potensial dapat
meningkatkan motivasi pekerja melalui berbagai usaha untuk
meningktkan kepuasan kerja.

 

 
Universitas Sumatera Utara

37

2. Job involvement (pelibatan kerja)
Pelibatan kerja menunjukkan kenyataan dimana individu secara pribadi
dilibatkan dengan peran kerjanya. Penelitian menunjukkan bahwa
pelibatan kerja mempunyai hubungan moderat dengan kepuasan kerja.
Untuk itu manajer didorong memperkuat lingkungan kerja yang
memuaskan untuk mendorong keterlibatan kerja pekerja.
2.3 Keperawatan
2.3.1 Pengertian perawat
Menurut Undang-Undang Keperawatan No 38 tahun 2014
Keperawatan adalah kegitan pemberi asuhan kepada individu, keluarga,
kelompok, atau masyarakat, baik dalam keadaan sakit maupun sehat.
Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan,
baik di dalam maupun di luar negri yang diakui oleh pemerintah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelayanan keperawatan
adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan nagian integral
dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat Keperawatan
ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik
sehat maupun sakit. Praktik Keperawatan adalah pelayanan yang
diselenggarakan oleh perawat dalam bentuk asuhan Keperawatan. Asuhan
keperawatan adalah rangkain interaksi perawat dengan klien dan
lingkungannya untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan
kemandirian Klien dengan merawat dirinya. Jenis perawat itu sendiri
terdiri atas perwat profesi, dan perawat vokasi .Perawat profesi yang

 

 
Universitas Sumatera Utara

38

dimaksud adalah perawat yang terdiri atas perawat ners, dan perawat
spesialis.
2.3.2 Tugas dan Wewenang Perawat
Menurut Undang-Undang Keperawatan No 38 tahun 2014 tugas dan
wewenang perawat dalam memberikan Asuhan Keperawatan di bidang
upaya kesehatan perorangan perawat berwenang:
1. melakukan pengkajian Keperawatan secara holistik;
2. menetapkan diagnosis Keperawatan;
3. merencanakan tindakan Keperawatan;
4. mlaksanakan tindakan Keperawatan;
5. mengevaluasi hasil tindakan Keperawatan;
6. melakukan rujukan;
7. memberikan tindakan pada keadaan gawat darurat sesuai dengan
kompetensi;
8. memberikan konsultasi Keperawatan dan berkolaborasi dengan dokter;
9. melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling; dan
10. melakukan penatalaksanaan pemberian obat kepada Klien sesuai
dengan resep tenaga medis atau obat bebas dan obat bebas terbatas.
Tugas dan wewenang perawat dalam memberikan Asuhan
Keperawatan di bidang upaya kesehatan masyarakat, perawat berwenang:
1. melakukan pengkajian Keperawatan kesehatan masyarakat di tingkat
keluarga dan kelompok masayarakat;
2. menetapkan permasalahan Keperawatan kesehatan masayarakat;

 

 
Universitas Sumatera Utara

39

3. membantu penemuan kasus penyakit;
4. merencanakan tindakan Keperawatan kesehatan masyarakat;
5. melaksanakan tindakan Keperawatan kesehatan masyarakat;
6. melakukan rujukan kasus;
7. mengevaluasi hasil tindakan Keperawatan kesehatan masyarakat;
8. melakukan pemberdayaan masyarakat;
9. melaksanakan advokasi dalam perawatan kesehatan masyarakat;
10. menjalin kemitraan dalam perawatan kesehatan masyarakat;
11. melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling;
12. mengelola kasus; dan
13. melakukan penatalaksanaan Keperawatan komplementer dan alternatif.
Tugas dan wewenang perawat sebagai peneliti Keperawatan,
perawat berwenang:
1. melakukan penelitian sesuai dengan standar dan etika;
2. menggunakan sumber daya pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan atas
izin pimpinan; dan
3. menggunakan pasien sebagai subjek penelitian sesuai dengan etika
profesi dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 
Universitas Sumatera Utara

40

2.4 Rumah Sakit
2.4.1 Pengertian Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Keperawatan No 38 tahun 2014 Rumah
Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit terdiri dari berbagai jenis
pelayanan seperti pelayanan medik, keperawatan dan penunjang medik
yang diberikan kepada pasien dalam bentuk upaya promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif..
2.4.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Keperawatan No 38 tahun 2014 tugas dan
fungsi dari rumah sakit adalah:
a. Rumah Sakit mempunyai fungsi penyelenggaraan pelayanan kesehatan,
pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia, serta penyelenggaraan
penelitian, pengembangan dan penapisan teknologi bidang kesehatan.
b. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan
sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit;
c. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
medis;

 

 
Universitas Sumatera Utara

41

d. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan;
dan
e. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang
kesehatan

 

 
Universitas Sumatera Utara