Pengaruh Sistem Pembagian Jasa Medik Terhadap Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan

(1)

PENGARUH SISTEM PEMBAGIAN JASA MEDIK TERHADAP KEPUASAN KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RSUD DR. H. YULIDDIN AWAY

TAPAKTUAN

TESIS

Oleh NOVI ROSMITA

107032056 / IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH SISTEM PEMBAGIAN JASA MEDIK TERHADAP KEPUASAN KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RSUD DR. H. YULIDDIN AWAY

TAPAKTUAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

NOVI ROSMITA 107032056 / IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH SISTEM PEMBAGIAN JASA MEDIK TERHADAP KEPUASAN KERJA

PERAWAT PELAKSANA DI RSUD DR. H. YULIDDIN AWAY TAPAKTUAN

Nama Mahasiswa : Novi Rosmita Nomor Induk Mahasiswa : 107032056

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Juanita, S.E, M.Kes) (dr. Fauzi, S.K.M Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 28 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Juanita, S.E, M.Kes Anggota : 1. dr. Fauzi, S.K.M

2. Dr. Khaira Amalia Fachrudin, SE.Ak, MBA, MAPPI (Cert) 3. dr. Heldy BZ, M.P.H


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH SISTEM PEMBAGIAN JASA MEDIK TERHADAP KEPUASAN KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RSUD DR. H. YULIDDIN AWAY

TAPAKTUAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2012

Novi Rosmita 107032056 / IKM


(6)

ABSTRAK

Kebijakan pemberian jasa medik bagi perawat pelaksana di RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan belum mampu mendukung peningkatan kepuasan kerja sehingga berdampak terhadap kinerja rumah sakit. Faktor keadilan, kewajaran, transparansi dan konsistensi merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam pembagian jasa medik.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh sistem pembagian jasa medik terhadap kepuasan kerja perawat pelaksana pada RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana sebanyak 198 orang dan sampel sebanyak 67 orang dengan menggunakan teknik proportional random sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan regresi berganda pada

α=0.05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik faktor keadilan, kewajaran, transparansi dan konsistensi pembagian jasa medik terhadap kepuasan kerja perawat pelaksana di RSUD dr.H. Yuliddin Away Tapaktuan. Faktor kewajaran pembagian jasa medik merupakan yang dominan mempengaruhi kepuasan kerja (koefisien regresi = 0,307).

Disarankan kepada : Manajemen RSUD dr.H. Yuliddin Away Tapaktuan perlu melakukan revisi tentang kebijakan sistem pembagian jasa medik tenaga kesehatan sehingga memenuhi rasa keadilan dan kewajaran bagi seluruh petugas kesehatan, khususnya perawat pelaksana. Sistem pembagian jasa medik di RSUD dr.H. Yuliddin Away Tapaktuan perlu diupayakan lebih transparan dan konsisten dengan menetapkan suatu kebijakan yang mengatur secara tegas tentang jadwal pembagian jasa medik.


(7)

ABSTRACT

The policy for the distribution of medical service for the nurses working at Dr. H. Yuliddin Away General Hospital Tapaktuan is not yet able to support the increase of work satisfaction that it brings an impact to the performance of the hospital. The factors of justice, reasonableness, transparency and consistency are the issues need to be paid attention in medical service distribution.

The purpose of this explanatory study was to analyze the influence of medical service distribution system on the satisfaction of the nurses working at Dr. H. Yuliddin Away General Hospital Tapaktuan. The population of this study was all of the 198 actively working nurses and 67 of them were selected to be the samples for this study through proportional random sampling technique. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews and the data obtained were analyzed through multiple regression tests at α = 0.05.

The result of this study showed that statistically the factors of justice, reasonableness, transparency and consistency of medical service distribution system on the satisfaction of the nurses working at Dr. H. Yuliddin Away General Hospital Tapaktuan. Reasonableness of medical service distribution was the factor which dominantly influenced work satisfaction with regression coefficient = 0.307.

The management of Dr. H. Yuliddin Away General Hospital Tapaktuan is suggested to revise the policy of medical service distribution system for the health workers that it meets the sense of justice and reasonableness for all of the health workers especially the nurses on duty. The system of medical service distribution at Dr. H. Yuliddin Away General Hospital Tapaktuan needs to be performed more transparently and consistently by determining a policy which clearly regulates the schedule of medical service distribution.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul " Pengaruh Sistem Pembagian Jasa Medik Terhadap Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan ".

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(9)

4. Dr. Juanita, SE, M.Kes selaku ketua komisi pembimbing dan dr. Fauzi, S.K.M selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

5. Dr. Khaira Amalia Fachrudin, SE.Ak, MBA, MAPPI (Cert) dan dr. Heldy BZ, M.P.H selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

7. dr. Akmal Jawardi selaku Direktur RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan izin belajar pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

8. Perawat pelaksana di RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan yang telah berkenan menjadi responden pada penelitian ini.

9. Ayahanda H. Muhammad dan Ibunda Hj. Rosniana atas segala jasanya sehingga penulis selalu mendapat pendidikan terbaik serta Ayah mertua alm H. Hattanuddin dan Ibu mertua Rafniar.


(10)

9. Adik-adik tersayang: Ima, Yana, Jili, Rini dan Rina yang memotivasi dan memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.

10. Rekan-rekan RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan atas segala dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini

11. Rekan-rekan seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, khususnya Minat Studi Administrasi Rumah Sakit.

12. Teristimewa kepada suamiku tercinta Iswan Moraphita atas segala pengertian, kesabaran dan dukungannya untuk menyelesaikan pendidikan ini.

13. Seluruh keluarga dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas segala motivasi dan dukungannya.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Oktober 2012 Penulis

Novi Rosmita 107032058 / IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Novi Rosmita, lahir pada tanggal 12 November 1973 di Tapaktuan, anak pertama dari enam bersaudara dari pasangan Ayahanda H. Muhammad dan Ibunda Hj. Rosniana.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri 1 Batu Itam Tapaktuan, selesai tahun 1986, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Tapaktuan, selesai tahun 1989, Sekolah Perawat Kesehatan di SPK Depkes Meulaboh, selesai tahun 1992. Program Pendidikan Bidan di SPK Depkes Meulaboh, selesai tahun 1993. Fakultas Ekonomi di Universitas Abulyatama Banda Aceh, selesai Tahun 2005.

Mulai bekerja sebagai staff di Puskesmas Ladang Tuha dari tahun 1993 sampai 1998, staff di Puskesmas Sawang dari tahun 1998 sampai 2002, Staff di RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan dari tahun 2002 sampai sekarang.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2010 hingga saat ini.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Hipotesis ... 10

1.5 Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Kepuasan Kerja ... 11

2.2 Jasa Medik bagi Petugas Rumah Sakit... 13

2.2.1 Pengertian ... 13

2.2.2 Tujuan Pemberian Imbalan Jasa ... 14

2.2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Besarnya Imbalan ... 17

2.2.4 Sistem Pembagian Jasa Medik ... 20

2.2.5 Pendekatan Sistem Imbalan terhadap Kinerja ... 23

2.2.6 Remunerasi Tenaga Keperawatan 2.3 Jasa Medik di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) ... 28

... 27

2.4. Rumah Sakit ... 30

2.5.1 Definisi Rumah Sakit ... 30

2.5 Landasan Teori ... 32

2.8 Kerangka Konsep ... 34

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 35

3.1 Jenis Penelitian ... 35

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 35

3.2.2 Waktu Penelitian ... 35

3.3 Populasi dan Sampel ... 35


(13)

3.3.2 Sampel ... 36

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 37

3.4.1 Data Primer ... 37

3.4.2 Data Sekunder ... 37

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas ... 37

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 38

3.6 Metode Pengukuran ... 38

3.6.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 38

3.6.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 39

3.7 Metode Analisis Data ... 40

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 41

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 41

4.1.1 Sejarah RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan ... 41

4.1.2 Tugas Pokok dan Fungsi RSUD Dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan ... 42

4.1.3 Sarana Pelayanan RSUD Dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan 43 4.1.4 Ketenagaan RSUD Dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan ... 43

4.2 Identitas Responden ... 44

4.3 Sistem Pembagian Jasa Medik ... 45

4.3.1 Keadilan Sistem Pembagian Jasa Medik ... 45

4.3.2 Kewajaran Sistem Pembagian Jasa Medik ... 46

4.3.3 Transparansi Sistem Pembagian Jasa Medik ... 47

4.3.4 Konsistensi Sistem Pembagian Jasa Medik ... 47

4.4 Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di RSUD dr.H. Yuliddin Away Tapaktuan ... 50

4.5 Cross Tab Analisis Bivariat Sistem Pembagian Jasa Medik dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan ... 52

4.5.1 Cross Tab Keadilan Sistem Pembagian Jasa Medik dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana... 53

4.5.2 Cross Tab Kewajaran Sistem Pembagian Jasa Medik dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana ... 54

4.5.3 Cross Tab Transparansi Sistem Pembagian Jasa Medik dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana ... 53

4.5.4 Cross Tab Konsistensi Sistem Pembagian Jasa Medik dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana ... 54

4.6 Analisis Multivariat ... 55

BAB 5. PEMBAHASAN ... 58

5.1 Pengaruh Keadilan Pembagian Jasa Medik terhadap Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di RSUD dr.H. Yuliddin Away Tapaktuan ... 58


(14)

5.2 Pengaruh Kewajaran Pembagian Jasa Medik terhadap Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di RSUD dr.H. Yuliddin Away

Tapaktuan ... 60

5.3 Pengaruh Transparansi Pembagian Jasa Medik terhadap Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di RSUD dr.H. Yuliddin Away Tapaktuan ... 62

5.4 Pengaruh Konsistensi Pembagian Jasa Medik terhadap Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di RSUD dr.H. Yuliddin Away Tapaktuan ... 63

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

6.1 Kesimpulan ... 69

6.2 Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 71


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 39 3.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 39 4.1 Jumlah dan Jenis Ketenagaan RSUD Dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan

tahun 2012 ... 44 4.2 Distribusi Identitas Responden di RSUD dr. H. Yuliddin Away

Tapaktuan ... 45 4.3 Distribusi Responden tentang Sistem Pembagian Jasa Medik

di RSUD dr.H. Yuliddin Away Tapaktuan ... 48 4.4 Distribusi Responden tentang Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di

RSUD dr.H. Yuliddin Away Tapaktuan ... 52 4.5 Cross Tab Sistem Pembagian Jasa Medik dengan Kepuasan Kerja

Perawat Pelaksana ... 54 4.6 Hasil Uji Multivariat Regresi Ganda ... 55


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Kepuasan Kerja dan Faktor yang Memengaruhinya ... 32 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 34


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 76

2 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 80

3 Uji Univariat ... 83

4 Uji Bivariat ... 91

5 Hasil Uji Regresi ... 99

6 Hasil Uji Asumsi Klasik ... 100


(18)

ABSTRAK

Kebijakan pemberian jasa medik bagi perawat pelaksana di RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan belum mampu mendukung peningkatan kepuasan kerja sehingga berdampak terhadap kinerja rumah sakit. Faktor keadilan, kewajaran, transparansi dan konsistensi merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam pembagian jasa medik.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh sistem pembagian jasa medik terhadap kepuasan kerja perawat pelaksana pada RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana sebanyak 198 orang dan sampel sebanyak 67 orang dengan menggunakan teknik proportional random sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan regresi berganda pada

α=0.05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik faktor keadilan, kewajaran, transparansi dan konsistensi pembagian jasa medik terhadap kepuasan kerja perawat pelaksana di RSUD dr.H. Yuliddin Away Tapaktuan. Faktor kewajaran pembagian jasa medik merupakan yang dominan mempengaruhi kepuasan kerja (koefisien regresi = 0,307).

Disarankan kepada : Manajemen RSUD dr.H. Yuliddin Away Tapaktuan perlu melakukan revisi tentang kebijakan sistem pembagian jasa medik tenaga kesehatan sehingga memenuhi rasa keadilan dan kewajaran bagi seluruh petugas kesehatan, khususnya perawat pelaksana. Sistem pembagian jasa medik di RSUD dr.H. Yuliddin Away Tapaktuan perlu diupayakan lebih transparan dan konsisten dengan menetapkan suatu kebijakan yang mengatur secara tegas tentang jadwal pembagian jasa medik.


(19)

ABSTRACT

The policy for the distribution of medical service for the nurses working at Dr. H. Yuliddin Away General Hospital Tapaktuan is not yet able to support the increase of work satisfaction that it brings an impact to the performance of the hospital. The factors of justice, reasonableness, transparency and consistency are the issues need to be paid attention in medical service distribution.

The purpose of this explanatory study was to analyze the influence of medical service distribution system on the satisfaction of the nurses working at Dr. H. Yuliddin Away General Hospital Tapaktuan. The population of this study was all of the 198 actively working nurses and 67 of them were selected to be the samples for this study through proportional random sampling technique. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews and the data obtained were analyzed through multiple regression tests at α = 0.05.

The result of this study showed that statistically the factors of justice, reasonableness, transparency and consistency of medical service distribution system on the satisfaction of the nurses working at Dr. H. Yuliddin Away General Hospital Tapaktuan. Reasonableness of medical service distribution was the factor which dominantly influenced work satisfaction with regression coefficient = 0.307.

The management of Dr. H. Yuliddin Away General Hospital Tapaktuan is suggested to revise the policy of medical service distribution system for the health workers that it meets the sense of justice and reasonableness for all of the health workers especially the nurses on duty. The system of medical service distribution at Dr. H. Yuliddin Away General Hospital Tapaktuan needs to be performed more transparently and consistently by determining a policy which clearly regulates the schedule of medical service distribution.


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kepuasan kerja merupakan kepuasan yang dirasakan seorang pekerja secara individual melalui perbandingan antara masukan yang digunakan dan hasil yang diperoleh apakah sesuai dengan yang diharapkan. Semakin mendekati tingkat harapan terhadap hasil yang diperoleh, kepuasan kerja seorang pekerja juga akan semakin tinggi. Hal ini juga tidak terlepas dari berbagai faktor dari dalam maupun dari luar pekerja.

Kepuasan kerja merupakan dampak atau hasil dari keefektifan performance dan kesuksesan dalam bekerja. Kepuasan kerja yang rendah pada organisasi adalah

rangkaian dari 1) menurunnya pelaksanaan tugas, 2) meningkatnya absensi, dan 3) penurunan moral organisasi. Sedangkan pada tingkat individu, ketidakpuasan

kerja, berkaitan dengan 1) keinginan untuk keluar dari organisasi kerja, 2) meningkatnya stres kerja, dan 3) munculnya berbagai masalah psikologis dan fisik

(Yulk, 1994).

Kepuasan kerja karyawan berhubungan dengan harapan pegawai terhadap atasan (pimpinan), rekan kerja dan pekerjaan itu sendiri. Sedangkan kinerja adalah kekuatan dan kemampuan karyawan untuk melakukan tugas. Jadi jika kepemimpinan atasan baik dalam melaksanakan tugas maka, karyawan akan termotivasi untuk bekerja dan memiliki kepuasan kerja, demikian juga sebaliknya. Penelitian yang


(21)

dilakukan oleh Smith et al. (2000) menemukan bahwa motivasi mempunyai hubungan yang positif terhadap kepuasan kerja.

Sebagaimana didefinisikan, kepuasan kerja adalah terpenuhi atau tidaknya keinginan terhadap pekerjaan (Amstrong dan Murlis, 2004). Kepuasan kerja karyawan berhubungan dengan harapan pegawai terhadap atasan, rekan kerja, dan terhadap pekerjaan itu sendiri. Bila dalam lingkungan kerja, karyawan tidak mendapatkan apa yang diharapkan seperti peluang promosi yang adil, pendapatan yang baik, rekan kerja dan atasan yang menyenangkan, serta kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri, maka kinerja karyawan akan buruk.

Penjelasan Peraturan Pemerintah No 23 tahun 2008 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum tersurat bahwa di lingkungan pemerintah terdapat banyak satuan kegiatan ynag berpotensi dikelola lebih efektif melalui pola Badan Layanan Umum. Diantara mereka ada yang memperoleh imbalan dari masyarakat dalam proporsi signifikan sehubungan dengan layanan yang diberikan. Badan Layanan Umum diberi kesempatan untuk mempekerjakan tenaga profesional non PNS serta kesempatan memberikan imbalan jasa kepada pegawai sesuai dengan kontribusinya.

Handoko (2001) menyatakan bahwa bagi mayoritas karyawan, uang masih tetap merupakan motivator kuat bahkan paling kuat dalam bekerja. Sedangkan menurut Schuler dalam Nofrinaldi dkk. (2006), uang akan menimbulkan kepuasan dan motivasi apabila memenuhi kriteria: adil pembayarannya; wajar dalam pembayarannya; pembayarannya transparan berdasarkan alat yang akurat dan


(22)

senantiasa berkelanjutan (konsisten) dan diperbaharui. Tidak disangkal bahwa motivasi seseorang bekerja adalah untuk mencari nafkah dan mengharapkan menerima imbalan tertentu. Imbalan merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh pihak manajemen suatu organisasi, karena imbalan kepada para pekerja hanya dipandang sebagai alat pemuasan kebutuhan materialnya, tetapi sudah dikaitkan dengan harkat dan martabat sebagai manusia. Jika ada ketidakpuasan atas kompensasi yang diterimanya serta tidak ada penyelesaian yang baik, maka akan timbul prestasi kerja yang menurun.

Jasa medik merupakan penghargaan atau rewards yang diterima karyawan rumah sakit sebagai balas jasa untuk pekerjaan yang karyawan lakukan. Jasa medik yang langsung terkait dengan kinerja seperti jasa pelayanan, dapat memotivasi perbaikan kinerja individu, akan tetapi juga dapat merusak motivasi apabila sistem yang diterapkan tidak sesuai. Tingkat kepuasan jasa pelayanan adalah derajat tinggi rendahnya persepsi perawat terhadap kesesuaian jasa medik yang diharapkan dengan yang diterima atau yang seharusnya diterima (Depkes RI, 2001).

Pemberian jasa medik kepada karyawan rumah sakit bersumber dari tarif pelayanan yang dibebankan kepada pasien yang memanfaatkan pelayanan rumah sakit. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 582/Menkes/Kes/SK/VI/1997 disebutkan bahwa tarif rumah sakit diperhitungkan atas dasar unit cost dari setiap jenis pelayanan dan kelas perawatan dengan memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat.


(23)

Menurut Sulaeman (1996) menyatakan bahwa prinsip pembagian jasa pelayanan adalah merata dan adil. Merata yaitu semua karyawan mendapat pembagian jasa pelayanan dan adil jika karyawan yang produktivitasnya tinggi harus mendapat jasa pelayanan yang lebih besar. Pengembangan sistem pembagian jasa pelayanan menurut Maas (1996) dilakukan melalui proses pengelompokan unsur penerima jasa pelayanan, penentuan besaran dan cara pembagiannya.

Menurut Wibowo (2009) kebijakan kompensasi harus memperhatikan berbagai hal terkait, misalnya kultur kerja organisasi, strategi rumah sakit, hingga ke masa depan rumah sakit. Perbedaan kompensasi yang terlalu besar antara jenis tenaga medis dapat merusak kultur kerja sumber daya manusia. Pemberian kompensasi yang terlalu besar untuk kelompok tenaga medis tertentu (misalnya dokter spesialis) dapat memicu perawat meminta kompensasi yang lebih besar dari yang ada. Hal ini pada akhirnya dapat mengancam kelangsungan hidup rumah sakit. Di dalam sektor pemerintah, kompensasi yang besar untuk dokter dapat menimbulkan kecemburuan bagi tenaga di sektor pemerintah lainnya, misalnya Pegawai Pemerintah Daerah, bahkan kepala daerahnya sendiri. Sementara itu, kompensasi yang terlalu rendah dapat pula mengurangi semangat kerja dokter spesialis sehingga mengurangi produktivitasnya.

Menurut penelitian Darmawan (2008), deskripsi tugas pokok dan fungsi masing-masing perawat yang belum ditetapkan mengakibatkan setiap bagian menjalankan fungsinya sesuai dengan persepsinya yang mereka bentuk sendiri tanpa pengarahan dan pengendalian. Mereka hanya bekerja secara rutinitas, tidak mandiri


(24)

dan tidak sesuai dengan tugas prioritasnya. Konsekuensi dari perkembangan itu harus ada jenjang karier dan pengembangan staf yang tertata baik, imbalan jasa, insentif serta sistem penghargaan yang memadai, rendahnya imbalan jasa bagi perawat selama ini memengaruhi kinerja perawat. Isu hangat keperawatan baik regional maupun nasional adalah isu tentang jasa keperawatan. Isu ini jika tidak ditanggapi dengan benar dan profesional dikhawatirkan dapat menghambat upaya kepentingan pasien dan masyarakat yang membutuhkan jasa pelayanan kesehatan, menghambat upaya pengembangan rumah sakit serta menghambat upaya pengembangan dari keperawatan sebagai profesi.

Hasil penelitian Setyono (2002) tentang Analisis pengelolaan jasa medis di Rumah Sakit Umum Kabupaten Daerah Tingkat II Subang, menemukan bahwa terjadi keterlambatan pembayaran dari waktu yang seharusnya dibayar dan adanya perbedaan besarnya jasa medis yang seharusnya dibayar dengan kenyataan yang diterima.

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan merupakan Rumah Sakit Pemerintah di Kabupaten Aceh Selatan. Berdasarkan data dari bagian kepegawaian diperoleh tingkat absensi/mangkir dalam 2 tahun terakhir (Tahun 2009-2010), umumnya terjadi pada kelompok perawat pelaksana mencapai angka 2-4 % perbulan, sedangkan kemangkiran pada kelompok manajemen relatif lebih rendah yaitu kurang dari 1 %. Secara kuantitatif, tingginya tingkat absensi perawat pelaksana dalam kurun 2 tahun terakhir menunjukkan indikasi rendahnya tingkat kepuasan kerja.


(25)

Menurut pimpinan rumah sakit, tingkat kemangkiran lebih dari 3% perlu dihindari karena dapat mengganggu kelancaran pelayanan kepada pasien, oleh karena itu pimpinan menerapkan pemberian sanksi bagi karyawan mangkir dengan memotong insentif sebesar 5% setiap satu kali mangkir (RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan, 2011). Absensi/kemangkiran dalam perusahaan merupakan masalah karena kemangkiran berarti kerugian akibat terhambatnya penyelesaian pekerjaan dan penurunan kinerja. Hal ini juga merupakan indikasi adanya ketidakpuasan kerja karyawan yang dapat merugikan perusahaan (Robbin, 2003).

Menurut Burton et al. (2002) banyak organisasi terlihat bahwa terdapat korelasi kuat antara kepuasan kerja dengan tingkat kemangkiran, artinya telah terbukti bahwa karyawan yang tinggi kepuasan kerjanya akan rendah tingkat kemangkirannya. Sebaliknya karyawan yang rendah tingkat kepuasan akan cenderung tinggi tingkat kemangkirannya.

Peraturan Daerah atau Qanun Kabupaten Aceh Selatan Nomor 1 Tahun 2003 tentang Restribusi Pelayanan Kesehatan dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan jasa medik adalah imbalan yang diterima oleh pelaksana pelayanan atas jasa yang diberikan kepada pasien dalam rangka observasi, diagnosis, perawatan, pengobatan, konsultasi, visite, rehabilitasi medik dan atau jasa pelayanan lainya termasuk jasa manajemen. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa jasa pelayanan adalah hak yang harus diterima oleh pelaksanan atas jasa yang diberikan kepada pasien.

Pembagian jasa pelayanan perlu dilakukan secara hati-hati, teliti, cermat, transparan, adil dan bijaksana, karena dampak yang ditimbulkan relatif luas


(26)

(misalnya: kecemburuan, ketidak percayaan/kecurigaan dan kekecewaan) serta dapat berpengaruh pada penurunan kinerja dan suasana kerja yang tidak kondusif serta dapat mengakibatkan munculnya krisis kepercayaan. Pada tahun 2010-2011 terjadi masalah ketidakharmonisan antara petugas kesehatan di RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan yang diawali dengan ketidakpuasan di dalam sistem pembagian jasa pelayanan yang diberikan kepada dokter maupun perawat. Keadaan tersebut menciptakan disharmoni dalam kinerja Rumah Sakit sehingga timbul perasaan tidak puas yang dalam kalangan paramedik karena penerimaan jasa pelayanan yang diterima dirasa belum adil dibanding beban tugas yang dilaksanakan. Hal tersebut selalu menjadi bahan diskusi maupun rapat-rapat bulanan komite keperawatan yang hingga sekarang belum menghasilkan sebuah rumusan pembagian jasa pelayanan yang dirasa bisa diterima oleh semua tenaga keperawatan di rumah sakit. Untuk menghindari dan meminimalisir permasalahan yang mungkin timbul maka hendaknya pembagian jasa pelayanan diberikan secara utuh, transparan, prosporsional dan sesuai dengan tanggungjawabnya.

Sistem pembagian jasa medik di RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan mengacu kepada Qanun Nomor 1 Tahun 2003 bahwa penerimaan jasa yang didapat dari jasa pelayanan medik diperuntukkan dengan proporsi yaitu 56 % untuk bahan habis pakai dan jasa sarana rumah sakit yang disetorkan ke Pemerintah Daerah sedangkan 44 % untuk jasa pelayanan. Jasa Pelayanan medik ini dibagi lagi berdasarkan jenis ketenagaan serta unit kerja, yaitu 50% untuk tenaga medis, 30% untuk tenaga paramedis dan non medis dan 20% untuk biaya peningkatan wawasan


(27)

seperti menghadiri seminar, lokakarya dan lain-lain. Pembagian jasa medik bagi tenaga medis, para medis perawatan, para medis non perawatan serta tenaga non medis, diatur dalam surat keputusan direktur yang proporsinya sudah disepakati Tim/Panitia pembagi jasa pelayananan yang dibentuk oleh direktur rumah sakit.

Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti tentang penetapan jasa medik pelayanan tenaga perawat pelaksana di RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan pada awal tahun 2012 adalah ditemukannya kenyataan bahwa ada perbedaan yang cukup segnifikan dalam penerimaan jasa pelayanan tenaga keperawatan pada masing-masing ruang pelayanan. Perbedaan jumlah jasa medik yang dirasakan perawat pelaksana karena sistem pembagian ada yang hanya berdasarkan kepada tataran bangsal perawatan, penetapan perhitungan skor hanya berdasarkan kepantasan, sehingga masih dirasakan kurang adil terutama oleh perawat.

Keluhan yang sering dirasakan sebagaian besar perawat pelaksana seperti pembagian jasa medik yang kurang adil, pimpinan kurang mendengarkan aspirasi perawat pelaksana tentang jasa medik. Pembagian jasa medik pada setiap unit pelayanan ditentukan oleh manajemen rumah sakit secara merata, selanjutnya pada setiap unit kerja dilakukan pembagian oleh pimpinan unit kerja secara merata untuk setiap petugas pada unit kerjanya. Kurangnya sosialisasi dari pimpinan rumah sakit kepada pimpinan unit kerja serta petugas setiap unit kerja menyebabkan tidak adanya kesamaan pemahaman antara setiap petugas tentang pembagian jasa medik.


(28)

. Perlu adanya perhatian manajemen RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan, tentang kepuasan kerja perawat pelaksana, sehingga diharapankan kinerja perawat pelaksana tercapai dengan baik.

Sistem pembagian jasa pelayanan kepada perawat yang belum memperhatikan bobot kerja yang disumbangkan oleh perawat dalam melaksanakan pelayanan atau asuhan keperawatan yang profesional. Sistem pembagian berdasarkan jabatan dan penetapan skor tidak ada dasarnya, kondisi statis, tetap, transparan hanya berdasarkan pada kepantasan sehingga diperlukan perbaikan. Ketimpangan penerimaan insentif pelayanan tenaga keperawatan ini disebabkan karena sistem pembagian insentif yang bagi masing-masing perawat..

Ketidakadilan pembagian jasa medik yang diterima masih belum sesuai dengan hasil kerja yang dicapai masing-masing perawat. Jasa medik yang diterima akan sangat memengaruhi status, harga diri, dan perasaan-perasaan mereka terhadap rumah sakit. Hal ini berdampak terhadap moral kerja, kepuasan dan produktivitas perawat karena jasa medik merupakan salah satu bentuk insentif sehingga termasuk dari paket kompensasi.

Fenomena rendahnya kepuasan kerja ini diduga terkait dengan belum baik

atau sesuainya sistem pembagian jasa medik bagi perawat pelaksana di RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan. Berdasarkan teori dan beberapa penelitian

terdahulu yang telah disebutkan di atas, dan permasalahan yang ditemui pada di RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan saat ini, maka peneliti tertarik untuk meneliti


(29)

”Pengaruh Sistem Pembagian Jasa Medik terhadap Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan”.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: bagaimana pengaruh sistem pembagian jasa medik (keadilan, kewajaran, transparansi dan konsistensi) terhadap kepuasan kerja perawat pelaksana di RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan?.

1.3 Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh sistem pembagian jasa medik (keadilan, kewajaran, transparansi dan konsistensi) terhadap kepuasan kerja perawat pelaksana di RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan.

1.4 Hipotesis

Sistem pembagian jasa medik (keadilan, kewajaran, transparansi dan

konsistensi) berpengaruh terhadap kepuasan kerja perawat pelaksana di RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Memberikan masukan bagi manajemen RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan tentang kebijakan pemberian jasa medik di rumah sakit.

2. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan sistem pembagian jasa medik serta kepuasan kerja perawat pelaksana di rumah sakit.


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja merupakan suatu sikap yang positif yang menyangkut penyesuaian diri yang sehat dari para karyawan terhadap kondisi dan situasi kerja, termasuk didalamnya masalah upah, kondisi sosial, kondisi fisik dan kondisi psikologis (Sudarmo, 1997). Kenyataan menunjukkan bahwa orang mau bekerja bukan hanya mencari dan mendapatkan upah saja, akan tetapi dengan bekerja dia mengharapkan akan mendapatkan kepuasan kerja.

Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau sikap umum terhadap perbedaan yang diterima dan yang seharusnya diterima serta terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individu diluar kerja. Kepuasan kerja merupakan sikap seseorang terhadap pekerjaanya. Dengan kata lain, kepuasan kerja merupakan respon afektif seseorang terhadap pekerjaan. Pandangan tentang kepuasaan kerja adalah bahwa individu menghitung sejauh mana pekerjaan itu menghasilkan hasil bernilai. Diasumsikan bahwa individu memiliki sejumlah penilaian tentang berapa banyak mereka menghargai hasil tertentu serta gaji, kondisi lingkungan kerja, promosi yang baik. Kepuasan kerja adalah hal penting dalam teori dan praktek karena memengaruhi kapasitas kerja agar menghasilkan kinerja yang efisien dan dapat memenuhi pekerjaan dengan sukses (Amstrong dan Murlis, 2004).


(31)

Organisasi yang memiliki lebih banyak karyawan yang puas cenderung menjadi lebih efektif dibandingkan dengan organisasi-organisasi yang memiliki lebih sedikit jumlah pegawai yang puas. Seorang karyawan akan memberikan pelayanan dengan sepenuh hatinya kepada organisasi sangat tergantung pada apa yang dirasakan karyawan itu terhadap pekerjaan rekan kerja, dan supervisor. Perasaan dan kepuasan karyawan memengaruhi perkembangan pola interaksi rutin. Kepuasaan dan sikap karyawan merupakan faktor penting dalam menentukan tingkah laku dan respon mereka terhadap pekerjaan dan melalui tingkah laku serta respon inilah dapat dicapai efektifitas organisasional.

Robbins (1996) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya, dimana dalam pekerjaan tersebut seseorang dituntut untuk berinteraksi dengan rekan sekerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijaksaan organisasi, memenuhi standar kinerja.

Menurut Cherington dalam Darmawan (2008) kepuasan kerja terutama ditentukan oleh jenis, jumlah dan harapan penghargaan. Berbagai karakteristik yang menentukan kepuasan atas pekerjaan digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu a. Karakteristik pekerjaan

Karakteristik yang memengaruhi kepuasan kerja adalah kejelasan peran, keluasaan dalam kerja dan penghargaan intrinsik. Kejelasan peran menyebabkan individu mengerti akan tugas dan tanggung jawabnya. Individu akan lebih berhasil dalam pekerjaan apabila ia mengetahui apa yang diharapkan dan memahami tujuan tugas dengan jelas. Keleluasaan dalam kerja menekankan perhatian pada otonomi, variasi


(32)

tugas, tanggung jawab dan umpan balik dari pekerjaan. Penghargaan intrinsik memiliki dampak kuat untuk timbulnya kepuasan kerja. Penghargaan intrinsik berkaitan dengan psikis atau perasaan individu yang merupakan akibat dari kinerjanya.

Faktor–faktor pekerjaan yang memberi sumbangan terhadap kepuasan kerja diantaranya adalah manajemen, supervisi langsung, lingkungan sosial, komunikasi, keamanan, pekerjaan yang monoton, penghasilan.

b. Karakteristik organisasi

Pada karakteristik organisasi terdapat dua variabel yang berhubungan dengan kepuasan kerja yaitu keterlibatan dalam pembuatan keputusan organisasi dan tingkatan pekerjaan. Individu yang dilibatkan dalam pembuatan keputusan organisasi mendapatkan kepuasan kerja lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang tidak terlibat.

c. Karakteristik individu

Karakterisitk individu yang berhubungan dengan kepuasan kerja adalah usia, pendidikan dan jabatan yang dipegang.

2.2 Jasa Medik bagi Petugas Rumah Sakit 2.2.1 Pengertian

Jasa medik atau imbalan jasa (compensation) mempunyai cakupan yang lebih luas dari pada upah atau gaji. Imbalan mencakup semua pengeluaran yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk pekerja dan diterima atau dinikmati oleh pekerja,


(33)

baik secara langsung (rutin) atau tidak langsung (Ruky, 2001). Wingrove (2003) menyatakan bahwa imbalan jasa merupakan penghasilan yang pemberiannya didasarkan pada berat ringannya tugas yang dilakukan. Imbalan jasa dari perusahaan yang diberikan kepada para pegawainya dalam bentuk uang atau faslitas yang dapat disesuaikan dengan nilai uang sesuai dengan kinerja pegawai dalam pencapaian tujuan perusahaan.

Handoko (2003) mengartikan kompensasi sebagai segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Melalui kompensasi inilah suatu lembaga meningkatkan prestasi kerja, motivasi dan kepuasan kerja karyawan. Kompensasi sebagai pengaturan keseluruhan pemberian balas jasa bagi pegawai dan para manajer baik berupa finansial maupun barang jasa pelayanan yang diterima oleh setiap karyawan.

Menurut Hasibuan (2007), kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang atau barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan. Pada dasarnya manusia bekerja juga ingin memeroleh uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itulah seorang karyawan mulai menghargai kerja keras dan semakin menunjukkan loyalitas terhadap perusahaan dan karena itulah perusahaan memberikan penghargaan terhadap prestasi kerja karyawan yaitu dengan jalan memberikan imbalan jasa.

2.2.2 Tujuan Pemberian Imbalan Jasa

Manajemen imbalan tidak dibatasi pada pemberian imbalan finansial misalnya: upah atau gaji, bonus, komisi dan pembagian laba, namun juga yang


(34)

berkaitan dengan imbalan non finansial yang memuaskan kebutuhan psikologis karyawan akan variasi dan tantangan pekerjaan, prestasi, pengakuan, tanggung jawab, kesempatan untuk memperoleh pengembangan keterampilan dan karir, dan pelaksanaan pengaruh yang lebih besar dalam proses pengambilan keputusan. Untuk mempertahankan dan menjaga tingkat prestasi kerja, maka motivasi dan komitmen perlu ditingkatkan (Sofyandi, 2008).

Ruky (2001) menyatakan bahwa tujuan utama dari kebijakan dan sistem penggajian perusahaan pada dasarnya adalah untuk memenuhi kewajiban yang bersifat normatif seperti yang dimuat dalam Undang-Undang, Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri yang berlaku. Pada dasarnya ada empat tujuan utama yang dapat dicapai oleh perusahaan, yaitu:

1. Mampu menarik tenaga kerja yang berkualitas baik dan mempertahankan mereka agar tidak pindah ke perusahaan lain. Perusahaan bukan hanya merasa perlu memenuhi kewajiban normatifnya, tetapi sekaligus ingin agar tenaga profesional yang baik yang mereka butuhkan untuk menjalankan perusahaan tertarik untuk melamar dan setelah masuk tidak akan tertarik untuk pindah ke perusahaan lain. 2. Memotivasi tenaga kerja untuk berprestasi. Tenaga kerja harus memberikan kinerja

yang baik kepada perusahaan sesuai kemampuan mereka. Untuk itu kebijakan dan sistem imbalan harus dirancang sedemikian rupa agar mampu merangsang motivasi kerja.

3. Mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia. Dalam usaha peningkatan kualitas sumber daya manusia, perusahaan secara bertahap melakukan pergantian


(35)

teknologi dan memperbaharui proses dan sistem operasinya karena itu kualitas sumber daya manusia harus ditingkatkan ke standar tertentu.

4. Membantu mengendalikan biaya imbalan tenaga kerja (labor cost). Pimpinan perusahaan akan memantau perkembangan peningkatan imbalan tenaga kerja (labor cost), menilai efektivitasnya berdasarkan tujuan dan mengevaluasi apakah perkembangan biaya seimbang dengan peningkatan produktivitas yang diharapkan.

Sofyandi (2008) menyatakan bahwa tujuan diadakannya pemberian imbalan adalah untuk menjalin ikatan kerjasama antara pimpinan dengan karyawan, artinya bahwa dengan terjalinnya kerjasama secara formal akan terbentuk komitmen yang jelas mengenai hak dan kewajiban yang harus dipikul masing-masing, memberikan kepuasan kepada karyawan karena melalui kepuasan yang dirasakan para karyawan, maka karyawan akan memberikan prestasinya yang terbaik, untuk memotivasi karyawan dalam bekerja, agar karyawan bersemangat dalam bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhannya, dan untuk menciptakan disiplin kerja bagi karyawan.

Setiap pemberian imbalan (compensation) harus mampu mendorong seseorang untuk bekerja, seperti yang dikemukakan oleh Peterson & Plowman (dalam Sofyandi, 2008) bahwa orang mau bekerja karena adanya empat faktor, yaitu the desire to live artinya orang mempunyai keinginan untuk hidup merupakan keinginan yang utama. Orang bekerja untuk memenuhi kebutuhannya dan tetap mampu untuk bertahan hidup. The desire for possession artinya keinginan untuk memiliki sesuatu merupakan kebutuhan berikutnya yang menyebabkan mengapa orang mau bekerja. The desire for power artinya adanya keinginan untuk memiliki kekuasaan, dan the


(36)

desire for recognition artinya adanya keinginan untuk mendapat pengakuan dari pihak lain.

2.2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Besarnya Imbalan

Sofyandi (2008) menyatakan bahwa organisasi atau perusahaan dalam menentukan besarnya imbalan sangat dipengaruhi oleh:

1. Adanya permintaan dan penawaran tenaga kerja

Permintaan tenaga kerja artinya pihak perusahaan sangat membutuhkan tenaga kerja, maka secara otomatis imbalan relatif tinggi. Penawaran tenaga kerja artinya pihak individu yang membutuhkan pekerjaan, maka tingkat imbalan relatif lebih rendah. Mengacu pada hukum ekonomi pasar bebas, kondisi dimana penawaran (supply) tenaga kerja lebih dari permintaan (demand) akan menyebabkan rendahnya imbalan yang diberikan. Sebaiknya bila kondisi pasar kerja menunjukkan besarnya jumlah permintaan tenaga kerja sementara penawaran hanya sedikit, maka imbalan yang diberikan akan besar. Besarnya nilai imbalan yang ditawarkan suatu organisasi merupakan daya tarik calon pegawai untuk memasuki organisasi tersebut. Dalam keadaan dimana jumlah tenaga kerja lebih besar dari lapangan kerja yang tersedia, besarnya imbalan sedikit banyak menjadi terabaikan.

2. Kemampuan dan kesediaan perusahaan membayar

Bahwa ukuran besar-kecilnya imbalan yang akan diberikan kepada karyawan akan sangat tergantung kepada kemampuan finansial yang dimiliki perusahaan dan seberapa besar kesediaan dan kesanggupan perusahaan menentukan besarnya


(37)

imbalan untuk karyawannya. Kemampuan organisasi untuk melaksanakan imbalan tergantung pada dana yang terhimpun untuk keperluan tersebut. Terhimpunnya dana tentunya sebagai akibat prestasi-prestasi kerja yang telah ditujukan oleh karyawan. Makin besarnya prestasi kerja maka makin besar pula keuntungan organisasi/perusahaan. Besarnya keuntungan yang diperoleh perusahaan akan memperbesar himpunan dana untuk imbalan, maka pelaksanaan imbalan akan semakin baik.

3. Serikat atau organisasi karyawan

Karyawan akan membentuk suatu ikatan dalam rangka perlindungan terhadap kemungkinan ketidakadilan pimpinan dalam memberdayakan karyawan. Dalam hal ini muncul rasa yang menyatakan bahwa perusahaan tidak akan bisa mencapai tujuannya tanpa ada karyawan sehingga para karyawan yang ikut bergabung dalam serikat dapat memengaruhi pelaksanaan atau penetapan imbalan dalam suatu perusahaan. Serikat tenaga kerja dapat menjadi simbol kekuatan karyawan dalam menuntut kesejahteraan dari perusahaan. Keberadaan serikat perlu mendapatkan perhatian atau perlu diperhitungkan oleh pihak manajemen.

4. Produktivitas kerja/prestasi kerja karyawan

Kemampuan karyawan dalam menghasilkan prestasi kerja akan sangat memengaruhi besarnya imbalan yang akan diterima karyawan. Produktivitas kerja dipengaruhi oleh prestasi kerja. Prestasi kerja merupakan faktor yang diperhitungkan dalam menetapkan imbalan. Pengaruh ini memungkinkan karyawan pada posisi dan jabatan yang sama mendapatkan imbalan yang berbeda.


(38)

Pemberian imbalan ini dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan.

5. Biaya hidup (cost of living)

Besarnya imbalan terutama upah/gaji harus disesuaikan dengan besarnya biaya hidup (cost of living). Yang dimaksud biaya hidup disini adalah biaya hidup minimal. Paling tidak imbalan yang diberikan harus sama dengan atau di atas biaya hidup minimal. Jika imbalan yang diberikan lebih rendah dari biaya hidup minimal, maka yang terjadi adalah proses pemiskinan. Misalnya tingkat upah di daerah atau kota terpencil akan lebih kecil dibandingkan dengan tingkat upah di kota-kota besar.

6. Posisi atau jabatan karyawan

Tingkat jabatan yang dipegang karyawan akan menentukan besar-kecilnya imbalan yang akan diterima, juga berat ringannya beban dan tanggung jawab suatu pekerjaan.Posisi dan jabatan berbeda berimplikasi pada perbedaan besarnya imbalan. Semakin tinggi posisi dan jabatan seseorang dalam organisasi, semakin besar tanggung jawabnya, maka semakin tinggi pula imbalan yang diterimanya. Hal tersebut berlaku sebaliknya.

7. Tingkat pendidikan dan pengalaman kerja

Pendidikan dan pengalaman berperan dalam menentukan besarnya imbalan. Semakin tinggi pendidikan dan semakin banyak pengalaman kerja, maka semakin tinggi pula imbalan yang diterima. Pertimbangan faktor ini merupakan wujud


(39)

penghargaan organisasi pada keprofesionalan seseorang. Pertimbangan ini juga dapat memacu karyawan untuk meningkatkan pengetahuannya.

8. Sektor pemerintah

Dalam kaitannya dengan imbalan, pemerintah menentukan upah minimum, jam kerja/hari, untuk pria dan wanita, pada batas umur tertentu. Dengan peraturan tersebut pemerintah menjamin berlangsungnya proses pemakmuran bangsa hingga dapat mencegah praktek-praktek organisasi yang dapat memiskinkan bangsa. Pemerintah sebagai pelindung masyarakat berkewajiban untuk menertibkan sistem imbalan yang ditetapkan perusahaan/organisasi, serta instansi-instansi lainnya, agar karyawan mendapatkan imbalan yang adil dan layak, seperti dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah dalam hal pemberian upah minimum.

2.2.4 Sistem Pembagian Jasa Medik

Salah satu bagian penting dalam keseluruhan proses pengelolaan sumber daya manusia dalam setiap organisasi adalah tercipta dan terpeliharanya sistem imbalan yang baik. Menurut Schuler dalam Nofrinaldi dkk. (2006) prinsip sistem pemberian imbalan harus memenuhi kriteria: adil pembayarannya; wajar dalam pembayarannya; pembayarannya transparan berdasarkan alat yang akurat dan senantiasa berkelanjutan (konsisten) dan diperbaharui. Sistem imbalan yang baik adalah suatu sistem pemberian balas jasa kepada para pegawai yang didasarkan pada paling sedikit empat prinsip, yaitu:


(40)

1. Prinsip Keadilan, yaitu imbalan yang diberikan kepada para pegawai sudah memperhitungkan alat-alat pembanding yang digunakan oleh para pegawai dalam organisasi yang bersangkutan. Alat pembanding pertama, diri sendiri, berarti bahwa setiap pegawai baru membawa serta harapan tertentu mengenai berbagai hal, termasuk imbalan, yang menurut persepsinya layak diterimanya. Dengan pendidikan atau pelatihan yang pernah ditempuh dan diselesaikan, pengetahuan, keterampilan, bakat dan pengalaman yang dibawanya ke dalam organisasi, ia berharap menerima sejumlah imbalan. Alat pembanding kedua, orang lain dalam organisasi yang sama, dan alat pembanding ketiag adalah orang lain dalam organisasi yang berbeda. Sedangkan Alat pembanding ketiga adalah imbalan yang diterima oleh orang lain di organisasi lain tetapi dengan sifat pekerjaan, tingkat jabatan, kedudukan dan pangkat yang sama. Dalam lingkungan pemerintahan hal ini tidak merupakan persoalan karena, sistem imbalan bagi para pegawai pemerintah sudah diatur secara nasional.

Menurut Handoko (2001) perusahaan harus memperhatikan prinsip keadilan dalam penerapan kebijaksanaan kompensasinya. Bila seorang karyawan menerima kompensasi dari perusahaan, persepsi keadilan dipengaruhi oleh dua faktor :

a. Rasio kompensasi dengan masukan-masukan (input) seseorang yang berupa tenaga, pendidikan, pengalaman, latihan, daya tahan dan lain sebagainya

b. Perbandingan rasio tersebut dengan rasio-rasio yang diterima orang lain dengan siapa kontak langsung selalu terjadi.


(41)

Keadilan biasanya ada bila seorang karyawan memandang rasio penghasilannya terhadap masukan-masukan adalah seimbang, baik secara internal maupun dalam hubungannya dengan karyawan lain. Teori Keadilan yang didasarkan pada asumsi bahwa faktor utama dalam motivasi pekerjaan adalah evaluasi individu/penghargaan yang diterima. Individu akan termotivasi kalau mereka mengalami kepuasan dan mereka terima dari upaya dalam proporsi dan dengan usaha yang mereka pergunakan. Keadilan atau konsistensi internal berarti bahwa besarnya kompensasi harus dikaitkan dengan nilai relatif pekerjaan-pekerjaan. Keadilan atau konsistensi eksternal mengangkat pembayaran kepada para karyawan pada tingkat yang layak atau sama dengan pembayaran yang diterima para karyawan yang serupa di perusahaan-perusahaan lain. Ketidakpuasan sebagian besar karyawan terhadap besarnya kompensasi sering diakibatkan adanya perasaan tidak diperlakukan dengan adil dan layak dalam pembayaran mereka.

Pada umumnya karyawan akan menerima perbedaan-perbedaan kompensasi yang berdasarkan pada perbedaan tanggungjawab, kemampuan, pengetahuan, produktifitas atau kegiatan-kegiatan manajerial. Perbedaan pembayaran atas dasar ras, kelompok etnis, atau jenis kelamin, dilarang oleh hukum dan kebijaksanaan umum.

2. Prinsip Kewajaran; Pegawai yang bekerja pada instansi pemerintah tidak berdasarkan motivasi mencari nafkah, melainkan karena pengabdian kepada bangsa dan negara, tetap ingin memuaskan berbagai kebutuhan secara wajar. Imbalan yang diberikan oleh pemerintah kepada para pegawainya relatif sama


(42)

dengan imbalan yang diberikan oleh organisasi-organisasi lain dalam masyarakat, walaupun terdapat perbedaan yang tidak terlalu menonjol. Penerapan prinsip ini menjadi lebih penting lagi apabila diingat bahwa sebagai manusia biasa, para pegawai pemerintah tidak kebal terhadap godaan materi betapapun besarnya rasa pengabdiannya kepada pemerintah, bangsa dan negaranya.

3. Prinsip Transparansi; Schuler dalam Nofrinaldi dkk. (2006) menyatakan bahwa masalah transparansi sangat penting sebab uang akan menimbulkan kepuasan dan motivasi kerja apabila transparan dalam pembayarannya, karena bila pekerja menerima imbalan/insentif yang tidak disertai perincian yang jelas hal semacam ini menimbulkan kecurigaan dan berakibat pada ketidakpuasan. Keterbukaan pimpinan dalam pengelolaan keuangan organisasi akan meningkatkan rasa kebersamaan staf dalam melaksanakan tugasnya.

4. Prinsip Konsistensi; konsistensi berarti waktu pemberian dilakukan pada waktu yang telah ditetapkan pada setiap pemberian imbalan serta disesuaikan kebutuhan petugas.

2.2.5 Pendekatan Sistem Imbalan terhadap Kinerja

Imbalan dapat dipakai sebagai dorongan atau motivasi pada suatu tingkat perilaku dan prestasi, dan dorongan pemilihan organisasi sebagai tempat bekerja. Imbalan dapat memenuhi kebutuhan hubungan kerja, memuaskan kebutuhan, mengarahkan pada proses pembelajaran perilaku baru, dan mengarahkan seseorang pada pemilihan perilaku alternatif. Sistem imbalan yang dirancang oleh suatu organisasi harus mampu memacu motivasi kerja dari anggota organisasi agar dapat


(43)

berprestasi pada tingkat yang tinggi. Dalam pemberian imbalan, harus diperhatikan faktor-faktor seperti keadilan, kemampuan organisasi, mengaitkan dengan prestasi, peraturan pemerintah, dan bersifat kompetitif (Ardana, Mujiati dan Sriathi, 2008).

Imbalan jasa dapat dilihat sebagai sarana pemenuhan berbagai kebutuhan hidupnya karena kebutuhan pegawai terus berkembang dan dari sisi pandang lain para pegawai juga menyadari bahwa perusahaan mampu memproduksi sesuatu disebabkan oleh keberadaan serta karya nyata karyawan. Ketidakpuasan pegawai akan penghasilan yang diterima pada gilirannya memengaruhi produktivitas perusahaan secara umum, seperti penurunan prestasi kerja, tingginya absensi, keluh kesah, pemogokan dan bahkan juga keluarnya atu pindahnya karyawan ke perusahaan lain sampai harus ditutupnya kegiatan operasional perusahaan (Wingrove, 2003).

Menurut Swansburg (2001), perawat pelaksana bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup dan aspirasinya dan tentunya menginginkan penghargaan ekonomis, peningkatan kedudukan, kekuatan, dan status. Penghargaan sekecil apapun yang diterima perawat pelaksana dapat menjadi motivasi dalam meningkatkan kinerjanya. Imbalan jasa merupakan penghargaan atas keberhasilan seseorang yang menunjukan prestasi kerja yang tinggi dalam menunaikan kewajibannya dalam pekerjaan dan jabatan yang dipangkunya sekarang, sekaligus sebagai pengakuan atas kemampuan potensi yang bersangkutan dalam menduduki posisi yang lebih tinggi di suatu organisasi.


(44)

Dalam membahas remunerasi atau yang dikenal dengan istilah jasa medis

dalam rumah sakit, perlu dipahami makna dan tujuan secara umumnya, yaitu : (1) memperoleh SDM yang qualified, (2) mempertahankan karyawan yang baik dan

berprestasi serta mencegah turnover karyawan, (3) mendapatkan keunggulan kompetitif, (4) memotivasi karyawan untuk memperoleh perilaku yang diinginkan, (5) menjamin keadilan antara satu karyawan dengan yang lainnya berdasarkan kinerja dan prestasi kerja, (6) mengendalikan biaya, (7) sebagai sarana untuk mencapai sasaran strategis rumah sakit, dan (8) memenuhi peraturan pemerintah.

Pemahaman definisi jasa medis pada dasarnya adalah : besaran nilai jumlah uang yang harus diterima oleh tenaga medis sebagai kompensasi atas kinerja yang telah dilakukan, berkaitan dengan risiko dan tanggung jawab profesi dari pekerjaannya. Penjelasan dari definisi diatas, remunerasi terdiri dari: Kompensasi (komisi, keuntungan langsung) dan insentif (bonus, bagi hasil) atas kinerja atau aktifitas tugas yang telah dilakukan.

Menurut Flippo (1997) remunerasi sesungguhnya adalah ”harga untuk jasa-jasa yang telah diberikan seseorang kepada orang lain”. Dengan kata lain remunerasi jasa medis merupakan bentuk kompensasi atas jasa (jasa medis) yang telah diberikan/ dilakukan tenaga medis pada pasiennya, dan untuk memudahkan dalam pendistribusian maka remunerasi dikonkritkan dalam bentuk nominal. Jasa medis yang dilakukan oleh tenaga medis pada hakikatnya berkaitan dengan layanan medis dokter terhadap pasiennya didalam rumah sakit, layanan tersebut dapat dilakukan dengan dukungan unit-unit penunjang lain baik unit penunjang langsung (rekam


(45)

medik, radiologi, laboratorium, fisioterapi, gizi dan lain-lain) maupun unit penunjang tidak langsung (unit manajemen, marketing, sekuriti, perparkiran, kebersihan dan lain-lain). Dari penjelasan diatas mudah dipahami bahwa layanan rumah sakit (hospital services

Terdapat berbagai cara dalam melakukan perhitungan untuk mendapatkan besaran nilai remunerasi jasa pelayanan, berikut dibawah ini adalah pedoman yang dapat digunakan dalam melakukan proses remunerasi:

) merupakan hasil dari satu kerjasama berbagai unit/layanan bersama, dengan berbagai proporsi, kerja, risiko dan tanggung jawab. Beberapa unit penunjang langsung juga merupakan sumber pendapatan rumah sakit, oleh karenanya bentuk jasa layanan yang dilakukan tadi disebut sebagai jasa pelayanan rumah sakit.

1. Amanat Undang-undang No. 43 tahun 1999 tentang Kepegawaian bahwa sistem penggajian Pegawai Negeri Sipil adalah berdasarkan merit yang disebutkan dalam pasal. 7

- Ayat 1 : Setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya

- Ayat 2 : Gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri harus mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya.

2. Remunerasi harus dapat memacu pegawai untuk menggunakan dan memanfaatkan waktunya lebih banyak di rumah sakit dalam upaya melaksanakan optimalisasi pekerjaannya.

3. Remunerasi harus memenuhi prinsip equity yang dikaitkan dikaitkan dengan kompetensi, prestasi dan besaran risiko yang dihadapi.


(46)

4. Menggunakan pendekatan yang menitik-beratkan pada kombinasi Sistem Penilaian berdasar pada kemampuan pencapaian hasil/penyelesaikan tugas dan Penilaian berdasar pada keterampilan pelaksanaan tugas (performance based pay sistem and skill based pay system

2.2.6

).

Tugas pelayanan kesehatan ( Remunerasi Tenaga Keperawatan

health care) perawat dalam melakukan asuhan keperawatan akan menyebabkan dirinya berada pada posisi paling depan yang juga berisiko tinggi. Keberhasilan pada tiap asuhan medis akan sangat bergantung pada keberhasilan asuhan keperawatan, sulit sekali atau bahkan hampir tidak pernah ada asuhan medis di rumah sakit yang dilakukan tanpa dukungan asuhan keperawatan. Oleh karena itu secara umum remunerasi tenaga paramedis akan selalu mengikuti (congruence

Disebabkan jasa pelayanan

) remunerasi tenaga medis dengan prosentase tertentu yang disepakati melalui pertimbangan besaran risiko, kesulitan kerja dan jenjang pendidikan.

congruent dengan pelayanan aktif kepada masyarakat maka remunerasi tenaga lain dilakukan pertama-tama dengan selalu mempertimbangkan kaitan tenaga tersebut dengan fungsi pelayanan, makin erat fungsi pelayanan (hospital services) yang dilakukan seseorang maka makin besar bobot yang diberikan kepadanya, makin kurang kaitannya (fungsi) seseorang dengan pelayanan maka makin berkurang pembobotannya. Pembobotan berikutnya adalah dengan perhatian terhadap jabatan, jenis ketenagaan (dalam fungsi yang sama tenaga PNS bobotnya lebih besar dibanding non PNS). Selanjutnya jenjang pendidikan, lama kerja dan prestasi kerja..


(47)

Bagaimanapun metode dan cara yang ditempuh itu bukanlah masalah, yang terpenting pada akhir proses akan tercapai hasil yang berkesesuaian dan menjiwai semangat dari tujuan remunerasi itu sendiri. Salah satu kriteria yang menunjukkan bahwa tujuan remunerasi yang dilakukan telah tercapai adalah, bila hasil rumusan tersebut diaplikasikan dalam perhitungan jasa pelayanan akan menghasilkan personifikasi.

Secara umum ketentuan tentang remunerasi mengacu kepada Pasal 27 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan bahwa :

(1) Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan pelindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.

(2) Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.

(3) Ketentuan mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

2.3 Jasa Medik di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)

Sebagai dasar dalam menata proses pemberian jasa medik, diperlukan sedikit pengetahuan dasar mengenai sistem dan azas dasar dari usaha “bisnis” rumah sakit. Rumah sakit merupakan suatu unit usaha jasa yang berbeda dari layanan usaha jasa lain, karena selain memberikan jasa layanan sosial di bidang medis (pada masa lampau dikenal sangat lekat dengan nuansa sosial kemasyarakatan ketimbang profit oriented), pengelola rumah sakit harus tetap mampu menjaga kelangsungan bisnis


(48)

rumah sakit (terutama bagi rumah sakit swasta). Dalam pengelolaan rumah sakit dapat saja terjadi konflik kepentingan berbagai pihak, yang dapat bersumber dari situasi eksternal rumah sakit (pengaruh pemilik, situasi politik, ekonomi, keamanan, kebijakan yang tidak kondusifl) ataupun pengaruh keadaan internal rumah sakit sendiri, seperti: (a) klasifikasi organisasi atau “status” rumah sakit masih masih belum jelas, (b) belum ada aturan dasar rumah sakit (hospital bylaws) yang berfungsi mengawasi pimpinan rumah sakit dan menjadi acuan bagi pimpinan rumah sakit dalam pengelolaan rumah sakit, (c) deviasi dari visi, misi dan tujuan rumah sakit yang dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja, (d) ketidakmampuan atau ketidakkompetenan (lack of skill or improper

Berkaitan dengan kualitas dan fasilitas, beberapa rumah sakit pemerintah maupun swasta yang ada saat ini memiliki kualitas layanan kesehatan yang sangat memprihatinkan dan fasilitas yang menyedihkan. Hal ini antara lain disebabkan adanya keterbatasan sumber daya (sumber daya finansial dan non finansial). Tuntutan masyarakat terhadap peningkatan mutu jasa layanan rumah sakit (

) pimpinan RS, manajemen RS atau seluruh unsur rumah sakit dalam mengelola pelayanan (Depkes RI, 2001).

hospital / medical services) membutuhkan dana investasi yang tidak sedikit. Peningkatan tuntutan terhadap kualitas jasa layanan rumah sakit harus diikuti pula dengan peningkatan profesionalitas pengelolannya dan pengelolaanya serta selalu dibarengi dengan niat tulus dan jujur tanpa ada keinginan untuk mendapatkan keuntungan baik secara pribadi, golongan maupun kelompok (Depkes RI, 2001).


(49)

2.4 Rumah Sakit

2.4.1 Definisi Rumah Sakit

Rumah sakit merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan dua jenis pelayanan untuk masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan administrasi. Pelayanan tersebut dilaksanakan melalui unit gawat darurat, unit rawat jalan dan unit rawat inap, pelayanan kesehatan di rumah sakit saat ini tidak saja bersifat kuratif, tetapi juga (rehabilitative) pemulihan kesehatan, kuduanya dilakukan secara terpadu melalui upaya promotif dan preventif dengan demikian (Aditama, 2004). Rumah sakit merupakan suatu organisai pelayanan kesehatan yang paripurna, bukan hanya melayani individu yang sakit tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat agar kesehatan tetap terjaga seoptimal mungkin (Depkes RI, 2009).

Rumah sakit merupakan institusi yang integral dari organisasi kesehatan dan organisasi sosial, berfungsi menyediakan pelayanan kesehatan lengkap, baik kuratif maupun preventif bagi pasien rawat jalan dan rawat inap melalui kegiatan pelayanan medis serta keperawatan. Institusi ini merupakan pusat latihan personil dan riset kesehatan (Azwar, 2002)

Rumah sakit memfasilitasi penyelenggaraan perawatan rawat inap, pelayanan observasi, diagnosa dan pengobatan aktif untuk individu dengan keadaan medis, bedah, kebidanan, penyakit kronis dan rehabilitasi ynag memerlukan pengarahan dan pengawasan dokter setiap hari serta perawatan kesehatan pribadi dengan


(50)

memanfaatkan sumber daya yang dimiliki secara efektif untuk kepentingan masyarakat (Wijono, 1999)

Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan bersifat dasar, spesialitik dan sub spesialistik. Rumah sakit umum mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat. Rumah sakit umum mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan yang efektif dan efisien, mengutamakan penyembuhan dan pemulihan kesehatan pasien secara serasi dan terpadu. Untuk upaya tersebut fungsi praktis rumah sakit umum menyelenggarakan : pelayanan medis, pelayanan penunjang medis, pelayanan keperawatan ,pelayanan rujukan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, administrasi dan keuangan (Irawan, 2002).

Organisasi rumah sakit mempunyai bentuk yang unik dan berbeda dengan organisasi lain. Rumah sakit mempunyai kekhususan yang lahir dari adanya hubungan yang terjadi antara medical staff beserta tenaga fungsional lain dan pihak manajemen rumah sakit. Akibat adanya hubungan-hubungan tersebut otoritas formal yang direpresentasikan oleh manajemen harus mampu mengakomodasi otoritas keilmuan dan keahlian yang dimiliki oleh kelompok dokter dan perawat, dimana secara historis mereka memegang peran yang sangat besar menjamin berjalannya roda sistem pelayanan kesehatan yang dijalankan (Soedarmo, 2002).


(51)

2.5 Landasan Teori

Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini nampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi dilingkungan kerjanya. Robbins (1996) menyatakan kepuasan kerja tergantung kepada kesesuaian atau keseimbangan (equity) antara yang diharapkan dengan kenyataan yang diterima atau dirasakan. Indikasi kepuasan kerja biasanya dikaitkan dengan tingkat absensi, tingkat perputaran tenaga kerja, disiplin kerja, loyalitas dan konflik di lingkungan kerja.

Misener et al (1996) menyatakan kepuasan kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang bersumber dari dalam diri pekerja itu sendiri, dari organisasi serta dari lingkungan seperti pada skema berikut ini.

Gambar 2.1 Kepuasan Kerja dan Faktor yang Memengaruhinya Sumber : diadopsi dari Misener et al. (1996)


(52)

Menurut Misener et al. (1996) hubungan antara kepuasan dengan imbalan uang akan positif bila dipenuhi tiga dimensi yaitu :

a. Keadilan pembayaran

Keadilan pembayaran mengacu pada persepsi karyawan sejauh mana imbalan yang diterima merupakan jumlah yang sesuai jika dibandingkan dengan karyawan lainnya. Imbalan dianggap adil apabila sesuai dengan apa yang diberikan untuk organisasi.

b. Tingkat kewajaran pembayaran

Tingkat kewajaran pembayaran mengacu pada perbandingan jumlah imbalan yang mereka terima dengan keyakinannya seberapa besar yang seharusnya mereka terima. Apabila tidak sesuai dengan keyakinannya maka dianggap tidak wajar. c. Praktek administrasi pembayaran

Praktek administrasi pembayaran mempunyai 5 langkah untuk praktek pemberian imbalan yaitu : (1) imbalan gaji yang diberikan agar sama dengan gaji karyawan organisasi sejenis, (2) senantiasa melakukan evaluasi pekerjaan untuk menentukan keadilan imbalan, (3) pelaksanaan pembayaran imbalan berdasarkan kinerja harus didukung oleh alat ukur yang akurat, (4) pelaksanaan pemberian kompensasi senantiasa diperbaharui, (5) pelaksanaan yang konsisten dan terbuka dapat membangkitkan kepercayaan karyawan. Dari langkah dalam praktek administrasi pembayaran terdapat 2 aspek yang perlu diperhatikan yaitu: transparansi dan konsistensi.


(53)

2.6 Kerangka Konsep

Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian, maka kerangka konsep dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Sistem Pembagian Jasa Medik

- Keadilan - Kewajaran - Transparansi - Konsistensi

Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana


(54)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan pendekatan explanatory yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh sistem pembagian jasa medik terhadap kepuasan kerja perawat pelaksana pada RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan karena adanya ketimpangan pemberian jasa medik pelayanan tenaga keperawatan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 (empat) bulan, mulai dari pengumpulan data sampai seminar hasil, yaitu mulai dari bulan Maret sampai Juli 2012.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana di unit rawat inap di RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan sebanyak 198 orang (Profil RSUD dr. H. Yuliddin Away, 2011).


(55)

3.3.2 Sampel

Besar sampel dihitung menggunakan rumus Slovin (Notoatmodjo, 2003), sebagai berikut :

2 ) d ( N 1 N n + =

Keterangan : n = Jumlah Sampel N = Jumlah Populasi d = Presisi 10 %

Dengan demikian besarnya sampel sebagai berikut :

2 ) 1 . 0 ( 198 1 198 + = n

n = 66,4 orang, digenapkan menjadi 67 orang

Berdasarkan rumus perhitungan besar sampel di atas, maka diperoleh jumlah sampel sebanyak 67 orang dilakukan dengan cara proportional random sampling sebanyak jumlah yang telah ditentukan pada setiap unit pelayanan, sebagai berikut : Tabel 3.1. Jumlah Perawat Pelaksana di RSUD dr. H. Yuliddin Away

Tapaktuan

No Ruang Pelayanan Jumlah Perawat Jumlah Sampel

1 VIP 12 12/198x67 = 4

2 UGD 18 18/198x67 = 6

3 Bedah Sentral 17 17/198x67 = 6

4 Penyakit Dalam 21 21/198x67 = 7

5 Kamar Bersalin 12 12/198x67 = 4

6 Ruang Anak 19 19/198x67 = 6

7 Ruang Kebidanan 15 15/198x67 = 5

8 Ruang Bedah 18 18/198x67 = 6

9 THT dan Mata 15 15/198x67 = 5

10 ICU 20 20/198x67 = 7

11 Poliklinik 31 31/198x67 = 10

Jumlah 198 67


(56)

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara langsung kepada responden dengan berpedoman pada kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Data primer terdiri dari sistem pembagian jasa medik di RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan dan variabel terikat adalah kepuasan kerja.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari laporan-laporan maupun dokumen-dokumen resmi lainnya terutama data di RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan, yang digunakan untuk membantu analisis terhadap data primer yang diperoleh.

3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas

Sebelum dilakukan pengumpulan data primer, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas terhadap kuesioner yang akan dipergunakan untuk mengukur sejauh mana kuesioner dapat dijadikan sebagai alat ukur penelitian.

Uji coba kuesioner dilakukan kepada 30 orang perawat pelaksana di RSUD Abdya Kabupaten Aceh Barat Daya dengan pertimbangan karakteristik perawat pelaksana di rumah sakit tersebut relatif sama dengan lokasi penelitian.

a. Validitas

Kelayakan menggunakan instrumen yang akan dipakai untuk penelitian diperlukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dengan mengukur korelasi antar item variabel menggunakan rumus teknik korelasi Pearson Product Moment


(57)

Corelation Coeficient (r), dengan ketentuan nilai koefisien korelasi >0,3 (valid) (Gozhali, 2005).

b. Reliabilitas

Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat ukur dapat di percaya dan dapat diandalkan. Uji reliabilitas ini menggunakan koefisien Alpha Cronbach, apabila nilai Alpha Cronbach > 0,6, maka alat ukur tersebut reliabel (Gozhali, 2005).

3.5 Variabel dan Definisi Operasional

Adapun definisi operasional penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sistem pembagian jasa medik adalah semua aspek atau cara yang digunakan dalam pembagian jasa medik sebagai kompensasi pelayanan rumah sakit RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan meliputi unsur-unsur : keadilan, kewajaran, transparansi dan konsistensi (Nofrinaldi dkk., 2006).

2. Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau sikap umum dari perawat pelaksana terhadap jasa medik RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan yang diterima dan yang seharusnya diterima serta terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individu.

3.6 Metode Pengukuran

3.6.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas


(58)

Tabel 3.1 Metode Pengukuran Variabel Persepsi Pasien tentang Jasa Pelayanan Medik

Variabel Sistem Pembagian

Jasa Medik

Pernyataan Alternatif

Jawaban

Bobot Nilai

Skala Ukur

a. Keadilan 5 a. Sangat Sesuai

b. Sesuai c. Cukup Sesuai d. Tidak Sesuai e. Sangat Tidak Sesuai

5 4 3 2 1 Ordinal

b. Kewajaran 5 a. Sangat Sesuai

b. Sesuai c. Cukup Sesuai d. Tidak Sesuai e. Sangat Tidak Sesuai

5 4 3 2 1 Ordinal

c. Transparansi 5 a. Sangat Sesuai

b. Sesuai c. Cukup Sesuai d. Tidak Sesuai e. Sangat Tidak Sesuai

5 4 3 2 1 Ordinal

d. Konsistensi 5 a. Sangat Sesuai

b. Sesuai c. Cukup Sesuai d. Tidak Sesuai e. Sangat Tidak Sesuai

5 4 3 2 1 Ordinal

3.6.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat

Pengukuran variabel terikat menggunakan skala pengukuran nominal, di mana pengukurannya dilakukan berdasarkan tingkat kepuasan kerja perawat pelaksana di RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan.

Tabel 3.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat

Variabel Pernyataan Alternatif

Jawaban

Bobot Nilai

Skala Ukur

Kepuasan kerja 5

a. Sangat Puas b. Puas

c. Cukup Puas d. Tidak Puas e. Sangat Tidak Puas

5 4 3 2 1 Ordinal


(59)

3.7 Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini mencakup :

a. Analisis univariat, yaitu analisis variabel independen dalam bentuk distribusi

frekuensi dan dihitung persentasenya.

b. Analisis bivariat, yaitu analisis hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dalam bentuk tabel silang, sehingga diketahui jumlah dan persentase responden berdasarkan kategori variabel bebas yang dirinci berdasarkan kategori variabel terikat.

c. Analisis multivariat, yaitu analisis yang digunakan untuk menganalisis variabel independen seacara simultan terhadap variabel dependen dengan menggunakan uji regresi berganda pada taraf kepercayaan 95%.

Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + μ

Dimana :

Y = Kepuasan kerja perawat pelaksana di RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan

X1

X

= Keadilan

2

X

= Kewajaran

3

X

= Transparansi

4

ßo = intercept = Konsistensi ß1- ß4

µ = error term


(60)

BAB 4

HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah RSUD Dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan

Rumah Sakit Umum Tapa Toen ( Tapaktuan ) pertama sekali didirikan pada tanggal 23 Januari 1938 dan diresmikan pada tanggal 23 januari 1939 oleh Yan Fiter V. Khorfec kihler (Wakil Gubernur Jenderal Belanda Kuta Raja), disaksikan oleh Raja-raja di Aceh Selatan dan para pejabat tinggi Belanda lainnya di Aceh Selatan. Sebelum rumah sakit ini dibangun, Kota Tapaktuan telah memiliki rumah sakit peninggalan Belanda yang sekarang tidak berfungsi lagi dan bangunannya dimanfaatkan sebagai tempat sekolah Akademi Perawat Kesehatan (Akper) Pemda. Meningkatnya tuntutan masyarakat yang semakin membutuhkan pelayanan kesehatan yang lebih baik dan bermutu, maka Proyek Kesehatan Pedesaan dan Kependudukan (Proyek ADB III Loan No. 1299-INO) merekomendasikan pembangunan rumah sakit baru di Tapaktuan.

Pada tanggal 26 Januari 1997 oleh Gubernur Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Prof. Dr. Syamsuddin Mahmud telah melakukan peletakan batu pertama Pembangunan Rumah Sakit Tapaktuan di desa Gunung Kerambil, dan pada tanggal 13 Mei 1999 telah di resmikan oleh Gubernur Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam


(61)

Prof. Dr. Syamsuddin Mahmud untuk digunakan sebagai tempat pelayanan kesehatan di Kabupaten Aceh Selatan.

RSU Tapaktuan terhitung 10 Mei 1999 dengan Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Aceh Selatan Nomor 3 Tahun 1999, dirubah menjadi RSUD Dr. H. Yuliddin Away. Pemberian nama ini untuk mengenang nama seorang putra Aceh Selatan yang sangat berjasa dalam memajukan serta mensosialisasikan pengobatan tradisional ke pengobatan medis. Pada tanggal 20 Mei 1997 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 470/MENKES/SK/V/1997 Rumah Sakit Tapaktuan ditingkatkan kelasnya menjadi Kelas/Tipe C.

4.1.2 Tugas Pokok dan Fungsi RSUD Dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan RSUD Dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan yang merupakan salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dibawah Pemerintahan Kabupaten Aceh Selatan sesuai dengan Qanun No. 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan yang mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan rujukan, serta mempunyai fungsi – fungsi : Penyelenggaraan Pelayanan Medis ,Penyelenggaraan Pelayanan Penunjang Medis dan Non Medis, Penyelenggaraan Pelayanan dan Asuhan Keperawatan, Penyelenggaraan Pelayanan Upaya Rujukan, Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan,

Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan, Penyelenggaraan Administrasi Umum dan Keuangan


(1)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil analisis dan pembahasan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Keadilan pembagian jasa medik berpengaruh terhadap kepuasan kerja perawat pelaksana di RSUD dr.H. Yuliddin Away Tapaktuan.

2. Kewajaran pembagian jasa medik berpengaruh terhadap kepuasan kerja perawat pelaksana di RSUD dr.H. Yuliddin Away Tapaktuan.

3. Transparansi pembagian jasa medik berpengaruh terhadap kepuasan kerja perawat pelaksana di RSUD dr.H. Yuliddin Away.

4. Konsistensi pembagian jasa medik berpengaruh terhadap kepuasan kerja perawat pelaksana di RSUD dr.H. Yuliddin Away.

5. Faktor kewajaran pembagian jasa medik merupakan yang dominan mempengaruhi kepuasan kerja (koefisien regresi = 0,307).

6.2 Saran

Dalam rangka meningkatkan kepuasan kerja perawat pelaksana di RSUD dr.H. Yuliddin Away Tapaktuan, maka disarankan:

1. Manajemen RSUD dr.H. Yuliddin Away Tapaktuan perlu melakukan revisi tentang kebijakan sistem pembagian jasa medik tenaga kesehatan yaitu melalui pembobotan tugas setiap unit kerja sehingga memenuhi rasa keadilan dan


(2)

kewajaran bagi perawat pelaksana, misalnya perlu kesepakatan antara unit kerja tentang cara dan waktu pembagian jasa medik.

2. Sistem pembagian jasa medik di RSUD dr.H. Yuliddin Away Tapaktuan perlu diupayakan lebih transparan dan konsisten dengan menetapkan suatu kebijakan yang mengatur secara tegas tentang jadwal pembagian jasa medik dengan membuat kesepakatan antara manajemen RSUD dr.H. Yuliddin Away Tapaktuan dengan Pemerintah Daerah sehingga ada kejelasan tentang waktu pembagian jasa medik, misalnya setiap pertengahan bulan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Amstrong, M dan Murlis, H., 2004: Reward Management, A Handbook of Remuneration Strategy and Practice, 5 ed, Kogan page Hay Group

Aprizal, A ; Tjahjono, K ; Probandari, A., 2008. Kepuasan Kerja Perawat di Rumah Sakit Jiiwa Prof.. HB.. Sa’’anin Padang. Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan UGM Yogyakarta.

Asrofi, 2007. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepuasan Kerja Perawatinstalasi Rawat Inap Rumah Sakit Daerah Haji Abdoel Madjid Batoe Kabupaten Batang Hari. Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang.

As’ad, M., 2008. Psikologi industri. Edisi 4. Cetakan kesepuluh. Yogyakarta: Liberti Azwar, A. 2002. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan Aplikasi Prinsip Lingkaran

Pemecahan Masalah .Jakarta , Pustaka Sinar Harapan.

Burdahyat, 2009. Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana di RSUD Sumedang Tahun 2009. Tesis. Depok: FIK UI

Burton and Graeme, 2002. More Than Meet The Eyes, An Introduction to Media Studies, New York: Routledge Champman & Hal Inc

Cherington, DJ. 1994. The Managementof Individu and Organizational Performance.

Second Edition, Paramount Publising, Massachusetts.

Darmawan, 2008. Analisis Penetapan Insentif Pelayanan Tenaga Perawat di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal. (Tesis) Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi Administrasi Rumah Sakit Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang

Demen, J. 2002. Hubungan antara Insentif dan Kinerja Perawat Rawat Jalan di Lima Puskesmas Kota Palangkaraya. Tesis Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta

Depkes RI, 2001. Pedoman Insentif bagi Tenaga Kesehatan. Biro Kepegawaian Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial. Jakarta.

________, 2004. Undang-Undang RI No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Biro Hukum Kementerian Kesehatan RI, Jakarta


(4)

Djailani, M. 1999 Pengaruh Sistem Insentif Jasa Medis Dokter Residen/Spesialis terhadap Kinerja Rumah Sakit di Rumah Sakit Pupuk Kaltim Bontang. Tesis Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta

Flippo, E B. 1997. Management Personalia,. Jakarta, Erlangga.

Handoko, TH., 2001, Management Personalia dan Sumber Daya Manusia, ed. Kedua, Yogyakarta: Penerbit BPFE, 2000

Hasibuan, M.S., 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Ed.Revisi Jakarta, Bumi Aksara.

Irawan,U. 2002. 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan. Jakarta, PT Elek Media Komputindo.

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 582/Menkes/Kes/SK/VI/1997 tentang Pola Tarip Rumah Sakit Pemerintah, Jakarta

Latief, D., 2008. Pengaruh Insentif terhadap Kepuasan Kerja Perawat, Jurusan Kesehatan Lingkungan, Politeknik Kesehatan Jambi.

Lukman, 2007. Pengaruh Kepemimpinan, Kemampuan dan Kompensasi Terhadap Kinerja Perawat di RS Kusta Sungai Kundur Palembang. Majalah Kesehatan Masyarakat Depkes No. 75.

Maas, R, 1996. Pengembangan Sistem Pembagian Jasa Pelayanan di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Makalah pada Lokakarya Penyusunan Pola Kerjasama dan Pedoman Pembagian Jasa Pelayanan di Semarang.

Manroe, J.W. 1994. Incentive: Know When To Hold Them, and When to Fold Them. Economic Development Review. Fall 1994; 12, 4; ProQuest Agriculture Journals

Misener, TR, Haddock, KS, Gleaton, JU and Ajamiah, A, 1996. Toward International Measure of Job Satisfaction, Journal Nursing Research

Muchzal, S. 2004 Hubungan Kepuasan Kompensasi Moneter Langsung Non Gaji dengan Kinerja Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Sleman. Tesis Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta

Nayeri, Dambisya Y; Dieleman M and Harnmeijer JW. 2005. Providing the Providers — Remedying Africa's Shortage of Health Care Workers. NEJM, 356:2564-2567.


(5)

Nofrinaldi, Meliala, A dan Utarini A, 2006, Persepsi dan Pengaruh Sistem Pembagian Jasa Pelayanan terhadap Kinerja Karyawan di Rumah Sakit Jiwa Madani. Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta Peraturan Daerah atau Qanun Kabupaten Aceh Selatan Nomor 1 Tahun 2003 tentang

Restribusi Pelayanan Kesehatan, Biro Hukum Kabupaten Aceh Selatan, Tapaktuan

Peraturan Pemerintah No 23 tahun 2008 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, Biro Hukum Sekretariat Negara, Jakarta

Robbins, SP., 1996. Perilaku Organisasi : Konsep, Kontroversi, Aplikasi, Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta, PT Prenhallindo.

_________. 2003., Perilaku Organisasi. Jilid 2 (Edisi Bahasa Indonesia). Jakarta: Prenhallindo.

RSUD dr. H. Yulliddin Away Tapaktuan, 2011. Profil Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yulliddin Away tahun 2011, Tapaktuan

Ruky, A.S. 2001. Manajemen Penggajian & Pengupahan untuk Karyawan Perusahaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Sastrohadiwiryo dan Siswanto B., 2002. Manajemen Tenaga Kerja lndonesia. PT. Bumi Aksara, Jakarta

Schuler, RS., 1993. Personal and Human Resource Management, St. Paul, Minesota. Setyono, G, 2002. Analisis Pengelolaan Jasa Medis di Rumah Sakit Umum

Kabupaten Daerah Tingkat II Suban

Simamora, H. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Kedua. STIE YKPN. Yogyakarta

Smith, C.A., Organ, D.W., and Near, J.P. 2000, Organizational Citizenship Behavior: Its Nature and Antecedents. Journal of Applied Psychology, Volume 68

Soedarmo, AI, 2002. Reformasi Perumahsakitan Indonesia. Jakarta, Grasindo, PT Gramedia Widi Sarana Insonesia.

Soeroso, J., 2011. Hubungan Kepuasan Kerja dengan Kinerja Perawat Suatu Rumah Sakit Negeri Di Kabupaten Banyumas. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto


(6)

Sofyandi, H, 2008. Perilaku Organisasi, Edisi Pertama, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta

Sudarmo, G, 1997. Perilaku organisasi. Edisi pertama cetakan pertama, Yogyakarta, Penerbit BPFE

Sulaeman, 1996. Konsep Pembagian Jasa Pelayanan Rumah Sakit. Makalah pada Lokakarya Pedoman Kerjasama dengan Pihak Ketiga dan Jasa Pelayanan Rumah Sakit di Semarang.

Swansburg RJ. 2001. Introductory Management and Leadership for Nurse.2 nd edition.Toronto : Jonash and Burtlet Publisher

Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 tentang Kepegawaian dan Sistem Penggajian Pegawai Negeri Sipil, Jakarta

Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Biro Hukum Kementerian Kesehatan RI, Jakarta

Wibowo, 2009. Manajemen Kinerja, Edisi Pertama, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Wijono, D. 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan Teori Strategi dan Aplikasi. Surabaya, Airlangga University Press, Volume 1.

Wingrove, C. 2003. Developing an effective blend of process and technology in the new era of performance management, Compensation and Benefits Review, January–February,

Yulk, G., 1994. Kepemimpinan dalam Organisasi (Edisi Ketiga). terjemahan: Jusuf Udaya. Jakarta: Prehallindo