Efek Kombinasi Ekstrak Aktif Daun Poguntano (Picria Fel-Terrae Lour.) Dengan Doxorubicin Terhadap Sel Kanker Payudara Secara In Vitro
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kanker merupakan penyakit yang dikelompokkan sebagai penyakit
terminal (Sudiana, 2011). Kanker menjadi penyebab kematian terbesar di dunia,
sebanyak 7,6 juta orang meninggal akibat kanker (Ferlay, 2008). Angka kematian
akibat kanker meningkat seiring dengan peningkatan populasi dunia, gaya hidup,
faktor lingkungan dan genetik (Jemal, 2011). Kanker payudara adalah kanker
yang sering terjadi pada wanita dan menjadi penyebab kematian utama. Kanker
ini menempati urutan kedua terbanyak yang menyerang wanita setelah kanker
serviks (Desantis, 2009).
Upaya terapi kanker payudara yang dilakukan, seperti pembedahan,
kemoterapi, maupun radioterapi, sampai saat ini belum memberikan hasil yang
memuaskan dan dapat menimbulkan efek samping selama pengobatan.
Pengobatan alternatif seperti penggunaan tanaman obat pada pengobatan kanker
dapat mengurangi efek samping (Sudiana, 2011).
Salah satu tanaman yang berpotensi digunakan sebagai pengobatan kanker
payudara adalah poguntano (Picria fel-terrae Lour) suku Scrophulariaceae. Daun
poguntano sering digunakan oleh masyarakat Desa Tiga Lingga Kabupaten Dairi
Provinsi Sumatera Utara sebagai obat tradisional. Tanaman ini sudah mulai
banyak di budidayakan oleh masyarakat setempat sebagai tanaman obat untuk
menghilangkan rasa sakit, meningkatkan sistem imun, antidiabetes dan
antioksidan (Harfina, 2012). Pada pengobatan tradisional di Cina Selatan,
13
Universitas Sumatera Utara
tanaman ini digunakan untuk pengobatan demam, infeksi herpes, kanker dan
inflamasi selama lebih dari 200 tahun (Zhong, et al., 1979).
Penelitian menunjukkan adanya
senyawa flavonoid glukuronida yang
terdapat pada ekstrak butanol poguntano, yaitu senyawa apigenin 7-O-βglucuronide, luteolin 7-O-β-glucuronide dan apigenin 7-O-β-(2″-O-α-rhamnosyl)
glucuronide (Huang, et al., 1999). Apigenin memiliki efek anti inflamasi,
antiradikal bebas, antikanker dan secara epidemiologi berperan dalam mengurangi
resiko kanker payudara (Long, et al., 2008).
Menurut Huang, et al., (1998), Picria fel-terrae Lour. menunjukkan
adanya
senyawa
cucurbitacin,
diantaranya
adalah
picfeltarraenin
IA,
picfeltarraenin IB, picfeltarraenin IV dan senyawa baru picfeltarraenin VI
(picfeltarraegenin I 3-O-beta-D-xylopyranoside). Cucurbitacin adalah senyawa
triterpenoid yang memiliki aktivitas farmakologi dan biologi yang beragam,
termasuk efek antikanker. Penelitian menunjukkan bahwa cucurbitacin adalah
inhibitor STAT3 (Signal Transducers and Activators of Transcription-3) dan
mempengaruhi jalur MAPK (mitogen-activated protein kinase) yang penting
untuk proliferasi sel kanker. Senyawa ini menunjukkan efek sinergis dengan agen
kemoterapi, seperti doxorubicin dan gemcitabine (Lee, 2010). Cucurbitacin
memiliki potensi untuk digunakan sebagai obat bahan alam yang menguntungkan
untuk pencegahan kanker dan kemoterapi di masa depan (Promkan, 2013).
Senyawa alam turunan triterpenoid, umumnya digunakan untuk tujuan
pengobatan di negara-negara Asia. Sejumlah besar triterpenoid diketahui
menunjukkan efek sitotoksik terhadap berbagai sel tumor serta adanya
keberhasilan antikanker pada uji praklinis. Banyak triterpenoid yang telah
14
Universitas Sumatera Utara
disintesis dikehui memiliki efek yang kuat sebagai antiinflamasi dan
antikarsinogenik (Bishayee, et al., 2011).
Kemoterapi dengan menggunakan obat-obat sitotoksik umum diterapkan
pada penanganan berbagai jenis kanker, seperti kanker payudara (Skeel, 2003;
Tack, et al., 2004). Di antara obat sitotoksik saat ini, doxorubicin
dianggap sebagai agen yang paling aktif dalam menghambat kanker payudara
(Paridaens, 2000). Namun, sel kanker menjadi resisten terhadap obat-obat
kemoterapi dan hal ini menyebabkan kegagalan pengobatan (Liu, 2008).
Meskipun pada pengobatan kanker payudara yang baru didiagnosis awalnya
memberikan respons terhadap kemoterapi, namun ketahanan hidup pasien dalam
jangka waktu 5 tahun kurang dari 20% (Boring, 1994). Respon terapi yang kurang
optimal terkait dengan multidrug resistensi (MDR) sering terjadi (Longley dan
Johnston, 2005).
P-gp (P-glikoprotein) adalah suatu glikoprotein membran yang aktif
mengeluarkan beberapa substrat dari dalam sitoplasma ke luar membran plasma,
termasuk berbagai obat-obat sitotoksik seperti doxorubicin sehingga menurunkan
efektifitas obat di dalam sel (Endicott dan Ling, 1989; Gottesman, 2002). P-gp
berperan sebagai pompa pengeluaran (efflux) yang berguna untuk detoksifikasi
senyawa-senyawa yang masuk ke dalam sel. Senyawa yang termasuk substrat
dari P-gp akan diikat dan dikeluarkan dari dalam sel (Matheny, et al., 2001).
Pengingkatan dosis obat akan meningkatkan efek samping pada jaringan normal,
sehingga tidak tepat mengatasi resistensi obat dengan meningkatkan dosis obat
(Tipton, 2003). Untuk meningkatkan efektifitas terapi kemoterapi pada
pengobatan kanker, perlu dilakukan pendekatan lain yang dapat meningkatkan
15
Universitas Sumatera Utara
akumulasi dan memperpanjang retensi obat sitotoksik di sel kanker yang resisten
terhadap obat tanpa peningkatan efek samping (Wong, et al., 2006).
Sel MCF-7 (Michigan Cancer Foundation-7) dan T47D (Human ductal
breast epithelial tumor cell line) adalah suatu model sel kanker yang sering
digunakan. Pada sel MCF-7, P-gp diekspresikan tinggi sehingga sensitivitas sel
terhadap agen kemoterapi seperti doxorubicin rendah (Wong, et al., 2006).
Penurunan konsentrasi ini dapat mengurangi efektivitas senyawa kemoterapi pada
sel MCF-7 dan untuk meningkatkan sensitivitas MCF-7 adalah dengan
menghambat ekspresi dan aktivasi P-gp (Zhou, et al., 2006). Oleh karena itu,
perlu dilakukan terapi kombinasi menggunakan agen kemopreventif untuk
meningkatkan sensitivitas sel kanker payudara MCF-7 terhadap agen kemoterapi
doxorubicin. Sel T47D adalah model sel kanker payudara yang belum resisten
terhadap agen kemoterapi doxorubicin akan tetapi diketahui memiliki p53 yang
telah termutasi (Junedi, et al., 2010).
Doxorubicin merupakan agen kemoterapi golongan antrasiklin yang
memiliki aktivitas antitumor spektrum luas dan telah digunakan pada berbagai
jenis kanker seperti kanker payudara. Penggunaan doxorubicin sebagai agen
kemoterapi dibatasi oleh adanya efek toksik terhadap jaringan normal terutama
jantung dan dapat menekan sistem imun (Wattanapitayakul, et al., 2005).
Timbulnya resistensi pada beberapa obat terapi kanker termasuk doxorubicin
menjadi kendala utama dalam pengobatan kemoterapi, yakni dapat menurunkan
sensitivitas sel kanker terhadap agen kemoterapi.
Oleh karena itu, berbagai
penelitian untuk mengurangi resistensi obat terus dilakukan, sehingga dapat
memperbaiki penerapan klinik agen kemoterapi kanker payudara. Dan diperlukan
16
Universitas Sumatera Utara
adanya pengembangan pengobatan baru untuk terapi kanker payudara yang lebih
efektif.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian ini, yang meliputi identifikasi bahan, pengumpulan dan pengolahan
bahan, pembuatan pereaksi, karakterisasi simplisia dan ekstrak, skrining fitokimia
simplisia, pembuatan ekstrak n-heksan, etilasetat dan etanol, pengujian efek
sitotoksik ekstrak n-heksan, etilasetat dan etanol sehingga di dapat ekstrak yang
paling baik (ekstrak aktif), pengujian CI (Combination Index) ekstrak aktif dan
doxorubicin, pengujian apoptosis dan pengujian terhadap sel vero.
1.2 Perumusan masalah
Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan pada penelitian ini adalah:
a. apakah ekstrak n-heksan, etilasetat dan etanol daun poguntano memiliki efek
sitotoksik terhadap sel MCF-7 dan T47D?
b. apakah ekstrak aktif daun poguntano memiliki potensi sebagai agen kokemoterapi secara in vitro dalam meningkatan sensitivitas sel MCF-7 terhadap
doxorubicin?
c. apakah
dapat
diketahui
dosis
kombinasi
optimum
yang
bertindak
meningkatkan sensitivitas sel MCF-7 terhadap doxorubicin?
d. apakah ekstrak aktif daun poguntano dan kombinasinya dengan doxorubicin
melalui mekanisme apoptosis?
e. apakah ekstrak aktif daun poguntano selektif terhadap sel MCF-7?
17
Universitas Sumatera Utara
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah diatas maka hipotesis penelitian ini adalah:
a. ekstrak daun poguntano memiliki efek sitotoksik terhadap sel MCF-7 dan
T47D.
b. ekstrak aktif poguntano memiliki potensi sebagai agen ko-kemopterapi secara
in vitro untuk meningkatan sensitivitas sel MCF-7 terhadap doxorubicin.
c. dosis kombinasi optimum yang dapat meningkatkan sensitivitas sel MCF-7
terhadap doxorubicin dapat diketahui.
d. ekstrak aktif poguntano dan kombinasinya dengan doxorubicin melalui
mekanisme apoptosis.
e. Ekstrak aktif daun poguntano selektif terhadap sel MCF-7.
1.4 Tujuan penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
a. mengetahui efek sitotoksik ekstrak daun poguntano terhadap sel MCF-7 dan
T47D.
b. mengetahui potensi ekstrak aktif daun poguntano sebagai agen ko-kemoterapi
secara in vitro dalam meningkatan sensitivitas sel MCF-7 terhadap
doxorubicin.
c. mengetahui dosis kombinasi optimum yang dapat meningkatkan sensitivitas sel
MCF-7 terhadap doxorubicin.
d. mengetahui mekanisme ekstrak aktif daun poguntano dan kombinasinya
dengan doxorubicin pada jalur apoptosis.
e. mengetahui selektifitas ekstrak aktif daun poguntano terhadap sel MCF-7.
18
Universitas Sumatera Utara
1.5 Manfaat penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
a. Sebagai pengembangan daun poguntano menjadi sediaan herbal yang efektif
dan selektif sebagai antikanker.
b. Menambah informasi tentang daun poguntano dan menjadi inventaris tanaman
obat yang berkhasiat sebagai antikanker.
19
Universitas Sumatera Utara
1.6 Kerangka Pikir Penelitian
Berdasarkan latar belakang, maka kerangka penelitian ditunjukkan pada Gambar
1.1.
Variabel Bebas
Variabel Terikat
Parameter
Simplisia daun
poguntano
Screen Fitokimia
Esktrak n-heksan,
etilasetat, etanol
daun poguntano
Sel MCF-7
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Alkaloid
Flavoniod
Tanin
Saponin
Triterpenoid / Steroid
Glikosida
Glikosida Antrakinon
Persentase Sel Hidup
Efek Sitotoksik
Ekstrak
Sel T47D
Persentase Sel Hidup
Doxorubicin
Sel MCF-7
Ekstrak Aktif
Sel Vero
Kombinasi ekstrak
aktif dengan
doxorubicin
Combination Index
(CI)
Apoptosis
Persentase Apoptosis
Efek Sitotoksik
Ekstrak
Selectivity Index (SI)
Gambar 1.1 Diagram kerangka pikir penelitian
20
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kanker merupakan penyakit yang dikelompokkan sebagai penyakit
terminal (Sudiana, 2011). Kanker menjadi penyebab kematian terbesar di dunia,
sebanyak 7,6 juta orang meninggal akibat kanker (Ferlay, 2008). Angka kematian
akibat kanker meningkat seiring dengan peningkatan populasi dunia, gaya hidup,
faktor lingkungan dan genetik (Jemal, 2011). Kanker payudara adalah kanker
yang sering terjadi pada wanita dan menjadi penyebab kematian utama. Kanker
ini menempati urutan kedua terbanyak yang menyerang wanita setelah kanker
serviks (Desantis, 2009).
Upaya terapi kanker payudara yang dilakukan, seperti pembedahan,
kemoterapi, maupun radioterapi, sampai saat ini belum memberikan hasil yang
memuaskan dan dapat menimbulkan efek samping selama pengobatan.
Pengobatan alternatif seperti penggunaan tanaman obat pada pengobatan kanker
dapat mengurangi efek samping (Sudiana, 2011).
Salah satu tanaman yang berpotensi digunakan sebagai pengobatan kanker
payudara adalah poguntano (Picria fel-terrae Lour) suku Scrophulariaceae. Daun
poguntano sering digunakan oleh masyarakat Desa Tiga Lingga Kabupaten Dairi
Provinsi Sumatera Utara sebagai obat tradisional. Tanaman ini sudah mulai
banyak di budidayakan oleh masyarakat setempat sebagai tanaman obat untuk
menghilangkan rasa sakit, meningkatkan sistem imun, antidiabetes dan
antioksidan (Harfina, 2012). Pada pengobatan tradisional di Cina Selatan,
13
Universitas Sumatera Utara
tanaman ini digunakan untuk pengobatan demam, infeksi herpes, kanker dan
inflamasi selama lebih dari 200 tahun (Zhong, et al., 1979).
Penelitian menunjukkan adanya
senyawa flavonoid glukuronida yang
terdapat pada ekstrak butanol poguntano, yaitu senyawa apigenin 7-O-βglucuronide, luteolin 7-O-β-glucuronide dan apigenin 7-O-β-(2″-O-α-rhamnosyl)
glucuronide (Huang, et al., 1999). Apigenin memiliki efek anti inflamasi,
antiradikal bebas, antikanker dan secara epidemiologi berperan dalam mengurangi
resiko kanker payudara (Long, et al., 2008).
Menurut Huang, et al., (1998), Picria fel-terrae Lour. menunjukkan
adanya
senyawa
cucurbitacin,
diantaranya
adalah
picfeltarraenin
IA,
picfeltarraenin IB, picfeltarraenin IV dan senyawa baru picfeltarraenin VI
(picfeltarraegenin I 3-O-beta-D-xylopyranoside). Cucurbitacin adalah senyawa
triterpenoid yang memiliki aktivitas farmakologi dan biologi yang beragam,
termasuk efek antikanker. Penelitian menunjukkan bahwa cucurbitacin adalah
inhibitor STAT3 (Signal Transducers and Activators of Transcription-3) dan
mempengaruhi jalur MAPK (mitogen-activated protein kinase) yang penting
untuk proliferasi sel kanker. Senyawa ini menunjukkan efek sinergis dengan agen
kemoterapi, seperti doxorubicin dan gemcitabine (Lee, 2010). Cucurbitacin
memiliki potensi untuk digunakan sebagai obat bahan alam yang menguntungkan
untuk pencegahan kanker dan kemoterapi di masa depan (Promkan, 2013).
Senyawa alam turunan triterpenoid, umumnya digunakan untuk tujuan
pengobatan di negara-negara Asia. Sejumlah besar triterpenoid diketahui
menunjukkan efek sitotoksik terhadap berbagai sel tumor serta adanya
keberhasilan antikanker pada uji praklinis. Banyak triterpenoid yang telah
14
Universitas Sumatera Utara
disintesis dikehui memiliki efek yang kuat sebagai antiinflamasi dan
antikarsinogenik (Bishayee, et al., 2011).
Kemoterapi dengan menggunakan obat-obat sitotoksik umum diterapkan
pada penanganan berbagai jenis kanker, seperti kanker payudara (Skeel, 2003;
Tack, et al., 2004). Di antara obat sitotoksik saat ini, doxorubicin
dianggap sebagai agen yang paling aktif dalam menghambat kanker payudara
(Paridaens, 2000). Namun, sel kanker menjadi resisten terhadap obat-obat
kemoterapi dan hal ini menyebabkan kegagalan pengobatan (Liu, 2008).
Meskipun pada pengobatan kanker payudara yang baru didiagnosis awalnya
memberikan respons terhadap kemoterapi, namun ketahanan hidup pasien dalam
jangka waktu 5 tahun kurang dari 20% (Boring, 1994). Respon terapi yang kurang
optimal terkait dengan multidrug resistensi (MDR) sering terjadi (Longley dan
Johnston, 2005).
P-gp (P-glikoprotein) adalah suatu glikoprotein membran yang aktif
mengeluarkan beberapa substrat dari dalam sitoplasma ke luar membran plasma,
termasuk berbagai obat-obat sitotoksik seperti doxorubicin sehingga menurunkan
efektifitas obat di dalam sel (Endicott dan Ling, 1989; Gottesman, 2002). P-gp
berperan sebagai pompa pengeluaran (efflux) yang berguna untuk detoksifikasi
senyawa-senyawa yang masuk ke dalam sel. Senyawa yang termasuk substrat
dari P-gp akan diikat dan dikeluarkan dari dalam sel (Matheny, et al., 2001).
Pengingkatan dosis obat akan meningkatkan efek samping pada jaringan normal,
sehingga tidak tepat mengatasi resistensi obat dengan meningkatkan dosis obat
(Tipton, 2003). Untuk meningkatkan efektifitas terapi kemoterapi pada
pengobatan kanker, perlu dilakukan pendekatan lain yang dapat meningkatkan
15
Universitas Sumatera Utara
akumulasi dan memperpanjang retensi obat sitotoksik di sel kanker yang resisten
terhadap obat tanpa peningkatan efek samping (Wong, et al., 2006).
Sel MCF-7 (Michigan Cancer Foundation-7) dan T47D (Human ductal
breast epithelial tumor cell line) adalah suatu model sel kanker yang sering
digunakan. Pada sel MCF-7, P-gp diekspresikan tinggi sehingga sensitivitas sel
terhadap agen kemoterapi seperti doxorubicin rendah (Wong, et al., 2006).
Penurunan konsentrasi ini dapat mengurangi efektivitas senyawa kemoterapi pada
sel MCF-7 dan untuk meningkatkan sensitivitas MCF-7 adalah dengan
menghambat ekspresi dan aktivasi P-gp (Zhou, et al., 2006). Oleh karena itu,
perlu dilakukan terapi kombinasi menggunakan agen kemopreventif untuk
meningkatkan sensitivitas sel kanker payudara MCF-7 terhadap agen kemoterapi
doxorubicin. Sel T47D adalah model sel kanker payudara yang belum resisten
terhadap agen kemoterapi doxorubicin akan tetapi diketahui memiliki p53 yang
telah termutasi (Junedi, et al., 2010).
Doxorubicin merupakan agen kemoterapi golongan antrasiklin yang
memiliki aktivitas antitumor spektrum luas dan telah digunakan pada berbagai
jenis kanker seperti kanker payudara. Penggunaan doxorubicin sebagai agen
kemoterapi dibatasi oleh adanya efek toksik terhadap jaringan normal terutama
jantung dan dapat menekan sistem imun (Wattanapitayakul, et al., 2005).
Timbulnya resistensi pada beberapa obat terapi kanker termasuk doxorubicin
menjadi kendala utama dalam pengobatan kemoterapi, yakni dapat menurunkan
sensitivitas sel kanker terhadap agen kemoterapi.
Oleh karena itu, berbagai
penelitian untuk mengurangi resistensi obat terus dilakukan, sehingga dapat
memperbaiki penerapan klinik agen kemoterapi kanker payudara. Dan diperlukan
16
Universitas Sumatera Utara
adanya pengembangan pengobatan baru untuk terapi kanker payudara yang lebih
efektif.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian ini, yang meliputi identifikasi bahan, pengumpulan dan pengolahan
bahan, pembuatan pereaksi, karakterisasi simplisia dan ekstrak, skrining fitokimia
simplisia, pembuatan ekstrak n-heksan, etilasetat dan etanol, pengujian efek
sitotoksik ekstrak n-heksan, etilasetat dan etanol sehingga di dapat ekstrak yang
paling baik (ekstrak aktif), pengujian CI (Combination Index) ekstrak aktif dan
doxorubicin, pengujian apoptosis dan pengujian terhadap sel vero.
1.2 Perumusan masalah
Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan pada penelitian ini adalah:
a. apakah ekstrak n-heksan, etilasetat dan etanol daun poguntano memiliki efek
sitotoksik terhadap sel MCF-7 dan T47D?
b. apakah ekstrak aktif daun poguntano memiliki potensi sebagai agen kokemoterapi secara in vitro dalam meningkatan sensitivitas sel MCF-7 terhadap
doxorubicin?
c. apakah
dapat
diketahui
dosis
kombinasi
optimum
yang
bertindak
meningkatkan sensitivitas sel MCF-7 terhadap doxorubicin?
d. apakah ekstrak aktif daun poguntano dan kombinasinya dengan doxorubicin
melalui mekanisme apoptosis?
e. apakah ekstrak aktif daun poguntano selektif terhadap sel MCF-7?
17
Universitas Sumatera Utara
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah diatas maka hipotesis penelitian ini adalah:
a. ekstrak daun poguntano memiliki efek sitotoksik terhadap sel MCF-7 dan
T47D.
b. ekstrak aktif poguntano memiliki potensi sebagai agen ko-kemopterapi secara
in vitro untuk meningkatan sensitivitas sel MCF-7 terhadap doxorubicin.
c. dosis kombinasi optimum yang dapat meningkatkan sensitivitas sel MCF-7
terhadap doxorubicin dapat diketahui.
d. ekstrak aktif poguntano dan kombinasinya dengan doxorubicin melalui
mekanisme apoptosis.
e. Ekstrak aktif daun poguntano selektif terhadap sel MCF-7.
1.4 Tujuan penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
a. mengetahui efek sitotoksik ekstrak daun poguntano terhadap sel MCF-7 dan
T47D.
b. mengetahui potensi ekstrak aktif daun poguntano sebagai agen ko-kemoterapi
secara in vitro dalam meningkatan sensitivitas sel MCF-7 terhadap
doxorubicin.
c. mengetahui dosis kombinasi optimum yang dapat meningkatkan sensitivitas sel
MCF-7 terhadap doxorubicin.
d. mengetahui mekanisme ekstrak aktif daun poguntano dan kombinasinya
dengan doxorubicin pada jalur apoptosis.
e. mengetahui selektifitas ekstrak aktif daun poguntano terhadap sel MCF-7.
18
Universitas Sumatera Utara
1.5 Manfaat penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
a. Sebagai pengembangan daun poguntano menjadi sediaan herbal yang efektif
dan selektif sebagai antikanker.
b. Menambah informasi tentang daun poguntano dan menjadi inventaris tanaman
obat yang berkhasiat sebagai antikanker.
19
Universitas Sumatera Utara
1.6 Kerangka Pikir Penelitian
Berdasarkan latar belakang, maka kerangka penelitian ditunjukkan pada Gambar
1.1.
Variabel Bebas
Variabel Terikat
Parameter
Simplisia daun
poguntano
Screen Fitokimia
Esktrak n-heksan,
etilasetat, etanol
daun poguntano
Sel MCF-7
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Alkaloid
Flavoniod
Tanin
Saponin
Triterpenoid / Steroid
Glikosida
Glikosida Antrakinon
Persentase Sel Hidup
Efek Sitotoksik
Ekstrak
Sel T47D
Persentase Sel Hidup
Doxorubicin
Sel MCF-7
Ekstrak Aktif
Sel Vero
Kombinasi ekstrak
aktif dengan
doxorubicin
Combination Index
(CI)
Apoptosis
Persentase Apoptosis
Efek Sitotoksik
Ekstrak
Selectivity Index (SI)
Gambar 1.1 Diagram kerangka pikir penelitian
20
Universitas Sumatera Utara