Uji Antikanker Kombinasi Ekstrak Etil Asetat Daun Poguntano (Picria fel-terrae Lour.) dengan Doksorubisin Terhadap Sel Kanker Payudara Secara In Bitro

(1)

TESIS

UJI ANTIKANKER KOMBINASI EKSTRAK ETIL ASETAT

DAUN POGUNTANO (Picria fel-terrae Lour.) DENGAN

DOKSORUBISIN TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA

SECARA IN VITRO

Oleh:

MAINAL FURQAN

NIM 127014008

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

UJI ANTIKANKER KOMBINASI EKSTRAK ETIL ASETAT

DAUN POGUNTANO (Picria fel-terrae Lour.) DENGAN

DOKSORUBISIN TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA

SECARA IN VITRO

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

MAINAL FURQAN

NIM 127014008

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

LEMBAR PERSETUJUAN TESIS

UJI ANTIKANKER KOMBINASI EKSTRAK ETIL ASETAT

DAUN POGUNTANO (Picria fel-terrae Lour.) DENGAN

DOKSORUBISIN TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA

SECARA IN VITRO

Oleh:

MAINAL FURQAN

NIM 127014008

Medan, Juni 2014

Menyetujui:

Komisi Pembimbing, Komisi Penguji,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. NIP 195311281983031002 NIP 195301011983031004

Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed. NIP 195103261978022001 NIP 196602091992031003

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002

Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt.

NIP 195103261978022001

Mengetahui: Disahkan Oleh:

Ketua Program Studi, Dekan,

Prof. Dr. Karsono, Apt. Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195409091982011001 NIP 195311281983031002


(4)

PENGESAHAN TESIS

Nama Mahasiswa : Mainal Furqan Nomor Induk Mahasiswa : 127014008

Program Studi : Magister Farmasi

Judul Tesis : Uji Antikanker Kombinasi Ekstrak Etil Asetat Daun Poguntano (Picria fel-terrae Lour.) dengan Doksorubisin Terhadap Sel Kanker Payudara Secara In Vitro

Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan Tim Penguji pada hari Senin tanggal enam belas bulan Juni tahun dua ribu empat belas.

Mengesahkan:

Tim Penguji Tesis

Ketua Tim Penguji Tesis : Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. Anggota Tim Penguji Tesis : Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt.

Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.


(5)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama Mahasiswa : Mainal Furqan Nomor Induk Mahasiswa : 127014008 Program Studi : Magister Farmasi

Judul Tesis : Uji Antikanker Kombinasi Ekstrak Etil Asetat Daun Poguntano (Picria fel-terrae Lour.) dengan Doksorubisin Terhadap Sel Kanker Payudara Secara In Vitro

Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri, bukan plagiat dan apabila dikemudian hari diketahui tesis saya tersebut plagiat karena kesalahan saya sendiri maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi USU. Saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan, Juni 2014

Yang membuat pernyataan,

Mainal Furqan NIM 127014008


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang tak terhingga sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis dengan judul uji antikanker kombinasi ekstrak etil asetat daun poguntano (Picria fel-terrae

Lour.) dengan doksorubisin terhadap sel kanker payudara, sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Selama menyelesaikan penelitian dan tesis ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil. Untuk itu penulis ingin menghaturkan penghargaan dan terima kasih yang tiada terhingga kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTMH&H., M.Sc., (CTM)., Sp.A(K).

2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., yang telah menyediakan fasilitas dan kesempatan bagi penulis menjadi mahasiswa Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi.

3. Ketua Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Karsono, Apt., yang telah menyediakan fasilitas bagi penulis selama menjadi mahasiswa Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi.

4. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. dan Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt., selaku Pembimbing yang selalu membimbing, mengarahkan, memberikan dorongan dan semangat sehingga penulis terpacu untuk menyelesaikan penelitian dan penyelesaian tesis ini.


(7)

5. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., dan Bapak Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed., sebagai penguji.

6. Ibu Dra. Suwarti, M.Si., Apt., Kepala Laboratorium Farmakognosi beserta staf.

7. Bapak Prof. Dr. Supargiyono Kepala Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada beserta staf.

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada hentinya kepada keluarga tercinta Krisna Lestari, Danish Baariq Furqan dan Ibunda Nuraini Ns, yang tiada hentinya berkorban dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan penulis. Serta buat rekan Fitri Yanti, Vonna Aulianshah, Denny Satria, Sri Wastuti, Puji Lestari, Cut Masyitah dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah banyak membantu dalam penelitian tesis ini. Kiranya Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata semoga tulisan ini dapat menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.

Medan, Juni 2014 Penulis,


(8)

UJI ANTIKANKER KOMBINASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN POGUNTANO (Picria fel-terrae Lour.) DENGAN DOKSORUBISIN TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA

SECARA IN VITRO ABSTRAK

Poguntano (Picria fel-terrae Lour.) merupakan salah satu tumbuhan obat di Sumatera Utara yang digunakan untuk mengatasi penyakit degeneratif dan metabolisme. Penelitian sebelumnya telah melakukan uji tentang efek sitotoksik dari ekstrak n-heksana daun poguntano dengan doksorubisin terhadap sel kanker payudara MCF-7 dan T47D secara in vitro. Ekstrak etil asetat daun poguntano (EEADP) juga memiliki efek sitotoksik terhadap sel kanker payudara namun belum dilakukan penelitian lanjutannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek sitotoksik dari EEADP, indeks selektivitas (IS), efek kombinasi dengan doksorubisin, mekanisme penghambatan siklus sel, mekanisme apoptosis serta penekanan ekspresi siklin D1 dan Bcl-2 pada sel kanker payudara.

Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi bertingkat menggunakan pelarut berdasarkan tingkat kepolarannya, n-heksana, etil asetat dan etanol serta dilakukan skrining fitokimia dan karakterisasi terhadap simplisia dan ekstrak. Ekstrak diuji sitotoksiknya terhadap sel MCF-7 dan T47D dengan menggunakan metode kolorimetri MTT (Microculture Tetrazolium Technique), indeks selektivitas, indeks kombinasi, mekanisme penghambatan siklus sel dan apoptosis dengan metode flowsitometri serta penekanan ekspresi siklin D1 dan Bcl-2 dengan metode imunositokimia.

Hasil uji sitotoksik EEADP pada sel kanker payudara MCF-7 dan sel T47D memberikan nilai IC50 sebesar 120,312 µg/mL dan 99,404 µg/mL. Pengujian

sitotoksik terhadap sel normal (sel Vero) menunjukkan EEADP selektif terhadap sel MCF-7 dan T47D (IS > 3). Selanjutnya kombinasi EEADP dengan doksorubisin pada sel MCF-7 memberikan efek sinergis kuat dengan konsentrasi optimal yaitu 15 µg/mL – 2 µg/mL (1/8 IC50 – 1/4 IC50). EEADP dikombinasikan

dengan doksorubisin terhadap sel T47D memberikan efek sinergis sangat kuat diperoleh konsentrasi optimal 12,5 µg/mL – 0,25 µg/mL (1/8 IC50 – 1/8 IC50).

EEADP dan kombinasinya dengan doksorubisin dilakukan uji penghambatan siklus sel terhadap sel MCF-7, memberikan hasil penghambatan siklus sel pada fase G0-G1 dan G2-M dengan persentase berturut-turut 70,01% dan 21,16%. Uji

penghambatan siklus sel EEADP dan kombinasinya dengan doksorubisin terhadap sel T47D diperoleh hasil menghambat siklus sel pada fase G0-G1

Kata kunci: Daun poguntano, doksorubisin, T47D, MCF-7, sitotoksik, indeks kombinasi, indeks selektivitas, flowsitometri, apoptosis, imunositokimia.

dengan persentase berturut-turut 62,33% dan 71,24% serta dapat memacu apoptosis dengan persentase 81,52%; 29,89% dan dapat menekan ekspresi siklin D1 dan Bcl-2. Berdasarkan hasil tersebut maka EEADP dapat dikombinasikan dengan doksorubisin sebagai antikanker payudara karena adanya efek sinergis dan terjadinya penghambatan siklus sel serta pemacuan apoptosis.


(9)

COMBINATION OF TEST ANTICANCER ETHYLACETATE EXTRACT POGUNTANO LEAVES (Picria fel - terrae Lour.)

WITH DOXORUBICIN ON BREAST CANCER CELLS AS IN VITRO

ABSTRACT

Poguntano (Picria fel - terrae Lour.) is one of the medicinal plants in Sumatera Utara used to treat degenerative and metabolic diseases. Previous research has conducted tests on the cytotoxic effects of n-hexane extract of leaves poguntano with doxorubicin against breast cancer cells MCF-7 and T47D in vitro. Ethylacetate extract of leaves poguntano (EAELP), also has potent cytotoxic effect against breast cancer cells, but subsequent studies have not been conducted. This study aims to determine the cytotoxic effects of EAELP, selectivity index (SI), the effect of combination with doxorubicin, the mechanism of cell cycle inhibition, the mechanism of apoptosis, suppression of the expression of cyclin D1 and Bcl-2 in breast cancer cells.

Preparation of extracts was done by graded with solvents on the level of polarity. The solvents were n-hexane, ethyl acetate and ethanol as well as performed phytochemical screening and characterization of simplex and extracts. Extracts were tested against T47D cells with MTT method (Microculture Tetrazolium Technique), selectivity index, combination of active extracts with doxorubicin, effects inhibition of cell cycle and apoptosis with flowcytometry method and suppression of cyclin D1 and Bcl-2 expression in T47D cells with immunocytochemistry method.

The test results of EAELP cytotoxic against breast cancer cells MCF-7 and T47D cells giving IC50 value of 120.312 mg/mL and 99.404 mg/mL. Tests

cytotoxic against normal (Vero) cells showed selective EEALP against MCF-7 and T47D (SI > 3). Furthermore EAELP combined with doxorubicin against MCF-7 cells provide strong synergistic effect by optimal concentrations present in concentrations EAELP - doxorubicin at 15 mg/mL - 2 mg/mL (1/8 IC50 - 1/4 IC50).

EAELP combined with doxorubicin on T47D cells provide a very strong synergistic effect obtained optimal concentration of 12.5 ug/mL - 0.25 ug/mL (1/8

IC50 - 1/8 IC50). EAELP and doxorubicin combination with cell cycle inhibition

test against MCF-7 cells with flowcytometry methods, giving results inhibit the cell cycle at G0-G1 phase and G2-M with a percentage of 70.01% respectively and

21.16%. EAELP cell cycle inhibition test and its combination with doxorubicin on T47D cells inhibits cell cycle results obtained in the G0-G1 phase with a

percentage of 62.33% respectively and 71.24% and can stimulate apoptosis by percentage 81.52%; 29.89% and can suppress the expression of cyclin D1 and Bcl-2. Based on result test, EAELP and doxorubicin combination showed selective on breast cancer cells, giving selective effects, inhibit the cell cycle and stimulate apoptosis on breast cancer cells.

Keywords: Poguntano leaves, doxorubicin, T47D, MCF-7, cytotoxic, combination index, selectivity index, flowcytometry, apoptosis, immunocytochemistry.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

DAFTAR SINGKATAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Hipotesis ... 6

1.4 Tujuan Penelitian ... 7

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Uraian Tumbuhan ... 10


(11)

2.1.2 Nama daerah ... 10

2.1.3 Nama asing ... 11

2.1.4 Morfologi tumbuhan ... 11

2.1.5 Khasiat tumbuhan ... 12

2.2 Ekstraksi ... 12

2.2.1 Maserasi ... 12

2.3 Kanker ... 13

2.3.1 Tinjauan umum kanker ... 13

2.3.2 Sifat kanker ... 14

2.3.3 Siklus sel ... 16

2.3.4 Mekanisme apoptosis ... 18

2.3.5 Karsinogenesis ... 20

2.3.6 P-glikoprotein ... 22

2.4 Kanker Payudara ... 24

2.5 Sel MCF-7 ... 27

2.6 Sel T47D ... 27

2.7 Sel Vero ... 28

2.8 Uji Sitotoksik ... 28

2.8.1 Uji sitotoksik menggunakan metode MTT ... 29

2.9 Antikanker ... 30

2.9.1 Doksorubisin dan resistensinya pada kanker payudara ... 31

2.9.2 Terapi kombinasi ... 33


(12)

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

3.1 Alat dan Bahan ... 36

3.1.1 Alat-alat ... 36

3.1.2 Bahan-bahan ... 36

3.2 Penyiapan Bahan Tumbuhan ... 38

3.2.1 Pengumpulan bahan tumbuhan ... 38

3.2.2 Identifikasi tumbuhan ... 38

3.2.3 Pembuatan simplisia daun poguntano ... 38

3.3 Pembuatan Pereaksi ... 38

3.3.1 Besi (III) klorida 1% b/v ... 38

3.3.2 Larutan asam klorida 2 N ... 39

3.3.3 Timbal (II) asetat 0,4 M ... 39

3.3.4 Pereaksi Mayer ... 39

3.3.5 Pereaksi Molish ... 39

3.3.6 Pereaksi Dragendorff ... 39

3.3.7 Larutan kloralhidrat ... 39

3.3.8 Larutan asam sulfat 2 N ... 40

3.3.9 Pereaksi Bouchardat ... 40

3.3.10 Pereaksi Lieberman-Bouchardat ... 40

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia dan Ekstrak ... 40

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik ... 40


(13)

3.4.4 Penetapan kadar sari larut dalam air ... 41

3.4.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol ... 42

3.4.6 Penetapan kadar abu total ... 42

3.4.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam ... 42

3.5 Skrining Fitokimia ... 43

3.5.1 Pemeriksaan alkaloid ... 43

3.5.2 Pemeriksaan flavonoid ... 43

3.5.3 Pemeriksaan glikosida ... 44

3.5.3.1 pemeriksaan glikosida antrakuinon ... 44

3.5.4 Pemeriksaan saponin ... 44

3.5.5 Pemeriksaan tanin ... 45

3.5.6 Pemeriksaan steroid/triterpenoid ... 45

3.6 Pembuatan Ekstrak Etil asetat Daun Poguntano (Picria fel-terrae Lour.) ... 45

3.7 Sterilisasi Alat dan Bahan ... 45

3.8 Pembuatan Media ... 46

3.8.1 Pembuatan media DMEM ... 46

3.8.2 Pembuatan media komplit DMEM ... 46

3.8.3 Pembuatan media RPMI ... 47

3.8.4 Pembuatan MK-RPMI ... 47

3.8.5 Pembuatan media M199 ... 48

3.8.6 Pembuatan media MK-M199 ... 48


(14)

3.9.1 Penumbuhan sel ... 49

3.9.2 Subkultur sel ... 49

3.9.3 Panen sel ... 50

3.9.4 Penghitungan sel ... 50

3.10 Pembuatan Larutan Uji ... 51

3.11 Pengujian Sitotoksik ... 52

3.12 Analisis Hasil ... 52

3.13 Indeks Selektivitas ... 53

3.14 Uji Kombinasi ... 53

3.15 Pengujian Apoptosis dan Siklus Sel ... 56

3.16 Uji Penghambatan Ekspresi Protein Bcl-2 dan Siklin D1 dengan Metode Imunositokimia ... 57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 58

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 58

4.2 Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak ... 58

4.3 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak ... 60

4.4 Ekstraksi ... 63

4.5 Uji Sitotoksik EEADP Terhadap Sel MCF-7 dan T47D ... 64

4.6 Indeks Selektivitas ... 65

4.7 Uji Kombinasi EEADP - Doksorubisin terhadap Sel MCF-7 ... 66

4.8 Uji Kombinasi EEADP - Doksorubisin terhadap Sel T47D ... 68

4.9 Uji Penghambatan Siklus Selterhadap Sel MCF-7 ... 70


(15)

4.11 Uji Apoptosis ... 79

4.12 Pengamatan Ekspresi Protein Bcl-2 dan Siklin D1 ... 84

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

5.1 Kesimpulan ... 89

5.2 Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 91


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Interpretasi Nilai IK (Indeks Kombinasi) ... 54

4.1 Hasil karakterisasi SDP dan ekstrak daun poguntano ... 59

4.2 Hasil skrining fitokimia SDP ... 61

4.3 Hasil skrining fitokimia ekstrak daun poguntano ... 61

4.4 Nilai IK doksorubisin dengan EEADP terhadap sel MCF-7 ... 67

4.5 Nilai IK doksorubisin dengan EEADP terhadap sel T47D ... 69

4.6 Distribusi sel MCF-7 setelah perlakuan dengan berbagai konsentrasi EEADP, doksorubisin dan kombinasi keduanya ... 71

4.7 Distribusi sel T47D setelah perlakuan dengan berbagai konsentrasi EEADP, doksorubisin dan kombinasi keduanya ... 75

4.8 Hasil pengujian apoptosis EEADP pada sel T47D dengan berbagai konsentrasi ... 80


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka pikir penelitian ... 9

2.1 Tumbuhan poguntano ... 11

2.2 Mekanisme pemompaan oleh Pgp ... 23

3.1 Hemositometer ... 50

4.1 Gambaran siklus sel MCF-7 kontrol ... 72

4.2 Gambaran siklus sel MCF-7 yang diberi ½ IC50 EEADP ... 72

4.3 Gambaran siklus sel MCF-7 yang diberi 1/8 IC50 ¼ IC EEADP dan 50 doksorubisin ... 72

4.4 Gambaran siklus sel MCF-7 yang diberi ½ IC50 doksorubisin ... 73

4.5 Gambaran siklus sel T47D kontrol ... 76

4.6 Gambaran siklus sel T47D yang diberi 1 x IC50 EEADP ... 76

4.7 Gambaran siklus sel T47D yang diberi 1/8 IC50 EEADP dan 1 /8 IC50 doksorubisin ... 76

4.8 Gambaran siklus sel T47D yang diberi ½ IC50 doksorubisin ... 77

4.9 Gambaran presentase kondisi sel T47D kontrol ... 80

4.10 Gambaran presentase kondisi sel T47D yang diberi 1 x IC50 EEADP ... 80

4.11 Gambaran presentase kondisi sel T47D yang diberi ½ IC50 EEADP ... 81

4.12 Gambaran presentase kondisi sel T47D yang diberi EEADP - Doksorubisin ... 81


(18)

4.13 Gambaran presentase kondisi sel T47D diberi doksorubisin ... 82 4.14 Ekspresi Bcl-2 yang diberi berbagai perlakuan ... 85 4.15 Ekspresi siklin D1 yang diberi berbagai perlakuan ... 87


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Hasil identifikasi tumbuhan poguntano

(Picria fel-terrae Lour.) ... 98

2 Gambar daun poguntano (Picria fel-terrae Lour.) ... 99

3 Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk SDP ... 100

4 Bagan ekstraksi serbuk simplisia secara maserasi bertingkat ... 101

5 Perhitungan kadar air SDP, ENDP, EEADP dan EEDP ... 102

6 Perhitungan kadar sari larut air SDP, ENDP, EEADP dan EEDP... 103

7 Perhitungan kadar sari larut etanol SDP, ENDP, EEADP dan EEDP ... 104

8 Perhitungan kadar abu total SDP, ENDP, EEADP dan EEDP ... 105

9 Perhitungan kadar abu tidak larut asam SDP, ENDP, EEADP dan EEDP ... 106

10 Perhitungan persen sel hidup MCF-7 ... 107

11 Perhitungan persen sel hidup T47D ... 108

12 Perhitungan persen sel hidup Vero ... 109

13 Bagan pembuatan media RPMI ... 110

14 Bagan pembuatan MK-RPMI ... 111


(20)

17 Bagan perhitungan sel ... 114

18 Bagan pembuatan larutan uji ... 115

19 Bagan pengujian sitotoksik ... 116

20 Bagan pengujian flowsitometri ... 117

21 Bagan pengujian imunositokimia ... 118

22 Sel MCF-7 dan T47D di bawah mikroskop ... 120

23 Sel Vero di bawah mikroskop ... 121

24 Microplate-96 sumuran ... 122

25 Hasil penentuan IC50 SPSS 17 ... 123

sel MCF-7 dengan analisis probit 26 Hasil penentuan IC50 sel T47D dengan analisa probit SPSS 17 .. 124

27 Hasil penentuan IC50 sel Vero dengan analisa probit SPSS 17 ... 125

28 Indeks Kombinasi MCF-7... 126

29 Indeks Kombinasi T47D ... 129

30 LAF, inkubator CO2 dan mikroskop inverted ... 132


(21)

DAFTAR SINGKATAN

ABCB1 ATP Binding Cassette Famili B 1

AIF Apoptosis Including Factor

Apaf-1 Apoptosis activating factor-1

ATP Adenosine-Tri Phosphat

Bcl-2 B cell Limphoma-2

Bcl-XL B cell Limphoma- Extra Large

BCRP Breast Cancer Resistance Protein

CAK CDK Activating Kinase

CDK Cyclin Dependent Kinase

CDKI Cyclin Dependent Kinase Inhibitor

Cdc25c Cell division cycle 25 homolog C

CI Combination Index

Cyc Cyclin

DR Death Reseptor

DMEM Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium

DMSO Dimethyl Sulfoxide

DNA Deoxiribo Nukleid Acid

Dox Doxorubicin

ENDP Ekstrak n-heksana daun poguntano EEADP Ekstrak etil asetat daun poguntano EEDP Ekstrak etanol daun poguntano ER Estrogen Reseptor

FACS Fluorescence Activated Cell Sorting

FADD Fas-Asociated Death Domain

FBS Fetal Bovine Serum

HER-2 Human Epidermal growth factor Receptor 2

HIV Human Immunodeficiency Virus

IAP Inhibitory Apoptosis

IK Indeks Kombinasi IS Indeks Selektivitas


(22)

MAPK Mitogen Activated Protein Kinase

MDR Multi Drug Resistance

MTT [3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difenil tetrazolium bromida]

NFĸB Nuclear Factor kappa B

p21 Protein 21

p53 Protein 53

Pgp P-glikoprotein PI Propidium Iodida

PKC Protein Kinase C

pRB Protein Retinoblastoma

PS Phosphatidylserine

RNA Ribo Nucleid Acid

ROS Reactive Oxygen Species

RPMI Roswell Park Memorial Institute

SDP Simplisia Daun Poguntano

SDS Sodium Dodesil Sulfat

SI Selectivity Index

TNF Tumor Necrosis Factor

TNFR Tumor Necrosis Factor Receptor


(23)

UJI ANTIKANKER KOMBINASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN POGUNTANO (Picria fel-terrae Lour.) DENGAN DOKSORUBISIN TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA

SECARA IN VITRO ABSTRAK

Poguntano (Picria fel-terrae Lour.) merupakan salah satu tumbuhan obat di Sumatera Utara yang digunakan untuk mengatasi penyakit degeneratif dan metabolisme. Penelitian sebelumnya telah melakukan uji tentang efek sitotoksik dari ekstrak n-heksana daun poguntano dengan doksorubisin terhadap sel kanker payudara MCF-7 dan T47D secara in vitro. Ekstrak etil asetat daun poguntano (EEADP) juga memiliki efek sitotoksik terhadap sel kanker payudara namun belum dilakukan penelitian lanjutannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek sitotoksik dari EEADP, indeks selektivitas (IS), efek kombinasi dengan doksorubisin, mekanisme penghambatan siklus sel, mekanisme apoptosis serta penekanan ekspresi siklin D1 dan Bcl-2 pada sel kanker payudara.

Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi bertingkat menggunakan pelarut berdasarkan tingkat kepolarannya, n-heksana, etil asetat dan etanol serta dilakukan skrining fitokimia dan karakterisasi terhadap simplisia dan ekstrak. Ekstrak diuji sitotoksiknya terhadap sel MCF-7 dan T47D dengan menggunakan metode kolorimetri MTT (Microculture Tetrazolium Technique), indeks selektivitas, indeks kombinasi, mekanisme penghambatan siklus sel dan apoptosis dengan metode flowsitometri serta penekanan ekspresi siklin D1 dan Bcl-2 dengan metode imunositokimia.

Hasil uji sitotoksik EEADP pada sel kanker payudara MCF-7 dan sel T47D memberikan nilai IC50 sebesar 120,312 µg/mL dan 99,404 µg/mL. Pengujian

sitotoksik terhadap sel normal (sel Vero) menunjukkan EEADP selektif terhadap sel MCF-7 dan T47D (IS > 3). Selanjutnya kombinasi EEADP dengan doksorubisin pada sel MCF-7 memberikan efek sinergis kuat dengan konsentrasi optimal yaitu 15 µg/mL – 2 µg/mL (1/8 IC50 – 1/4 IC50). EEADP dikombinasikan

dengan doksorubisin terhadap sel T47D memberikan efek sinergis sangat kuat diperoleh konsentrasi optimal 12,5 µg/mL – 0,25 µg/mL (1/8 IC50 – 1/8 IC50).

EEADP dan kombinasinya dengan doksorubisin dilakukan uji penghambatan siklus sel terhadap sel MCF-7, memberikan hasil penghambatan siklus sel pada fase G0-G1 dan G2-M dengan persentase berturut-turut 70,01% dan 21,16%. Uji

penghambatan siklus sel EEADP dan kombinasinya dengan doksorubisin terhadap sel T47D diperoleh hasil menghambat siklus sel pada fase G0-G1

Kata kunci: Daun poguntano, doksorubisin, T47D, MCF-7, sitotoksik, indeks kombinasi, indeks selektivitas, flowsitometri, apoptosis, imunositokimia.

dengan persentase berturut-turut 62,33% dan 71,24% serta dapat memacu apoptosis dengan persentase 81,52%; 29,89% dan dapat menekan ekspresi siklin D1 dan Bcl-2. Berdasarkan hasil tersebut maka EEADP dapat dikombinasikan dengan doksorubisin sebagai antikanker payudara karena adanya efek sinergis dan terjadinya penghambatan siklus sel serta pemacuan apoptosis.


(24)

COMBINATION OF TEST ANTICANCER ETHYLACETATE EXTRACT POGUNTANO LEAVES (Picria fel - terrae Lour.)

WITH DOXORUBICIN ON BREAST CANCER CELLS AS IN VITRO

ABSTRACT

Poguntano (Picria fel - terrae Lour.) is one of the medicinal plants in Sumatera Utara used to treat degenerative and metabolic diseases. Previous research has conducted tests on the cytotoxic effects of n-hexane extract of leaves poguntano with doxorubicin against breast cancer cells MCF-7 and T47D in vitro. Ethylacetate extract of leaves poguntano (EAELP), also has potent cytotoxic effect against breast cancer cells, but subsequent studies have not been conducted. This study aims to determine the cytotoxic effects of EAELP, selectivity index (SI), the effect of combination with doxorubicin, the mechanism of cell cycle inhibition, the mechanism of apoptosis, suppression of the expression of cyclin D1 and Bcl-2 in breast cancer cells.

Preparation of extracts was done by graded with solvents on the level of polarity. The solvents were n-hexane, ethyl acetate and ethanol as well as performed phytochemical screening and characterization of simplex and extracts. Extracts were tested against T47D cells with MTT method (Microculture Tetrazolium Technique), selectivity index, combination of active extracts with doxorubicin, effects inhibition of cell cycle and apoptosis with flowcytometry method and suppression of cyclin D1 and Bcl-2 expression in T47D cells with immunocytochemistry method.

The test results of EAELP cytotoxic against breast cancer cells MCF-7 and T47D cells giving IC50 value of 120.312 mg/mL and 99.404 mg/mL. Tests

cytotoxic against normal (Vero) cells showed selective EEALP against MCF-7 and T47D (SI > 3). Furthermore EAELP combined with doxorubicin against MCF-7 cells provide strong synergistic effect by optimal concentrations present in concentrations EAELP - doxorubicin at 15 mg/mL - 2 mg/mL (1/8 IC50 - 1/4 IC50).

EAELP combined with doxorubicin on T47D cells provide a very strong synergistic effect obtained optimal concentration of 12.5 ug/mL - 0.25 ug/mL (1/8

IC50 - 1/8 IC50). EAELP and doxorubicin combination with cell cycle inhibition

test against MCF-7 cells with flowcytometry methods, giving results inhibit the cell cycle at G0-G1 phase and G2-M with a percentage of 70.01% respectively and

21.16%. EAELP cell cycle inhibition test and its combination with doxorubicin on T47D cells inhibits cell cycle results obtained in the G0-G1 phase with a

percentage of 62.33% respectively and 71.24% and can stimulate apoptosis by percentage 81.52%; 29.89% and can suppress the expression of cyclin D1 and Bcl-2. Based on result test, EAELP and doxorubicin combination showed selective on breast cancer cells, giving selective effects, inhibit the cell cycle and stimulate apoptosis on breast cancer cells.

Keywords: Poguntano leaves, doxorubicin, T47D, MCF-7, cytotoxic, combination index, selectivity index, flowcytometry, apoptosis, immunocytochemistry.


(25)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keragaman tumbuhan yang berada di Indonesia menjadi salah satu peluang yang penting dalam pengembangan potensi Indonesia di era globalisasi. Beribu pulau dengan bermacam- macam tumbuhan yang terdapat didalamnya tentu saja dapat menjadi potensi besar dalam pencarian dan pengolahan sumber obat-obatan. Hal ini didukung pula oleh kebiasaan masyarakat setempat dalam menggunakan berbagai macam tumbuhan sebagai obat tradisional. Obat tradisional sering kali digunakan dalam berbagai kasus penyakit serius antara lain kanker dengan alasan sebagai obat alternatif bila penggunaan obat antikanker modern belum menunjukkan hasil optimal (Wasita, 2011).

Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling sering diderita wanita dan merupakan penyebab kematian tertinggi pada wanita seluruh dunia. Dari data Badan Kesehatan Dunia tahun 2008, kanker payudara merupakan kanker tersering dengan 1,38 juta kasus baru dan merupakan penyebab 458.000 kematian di dunia per tahun (WHO, 2008). Menurut data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2009, kanker payudara menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di seluruh Rumah Sakit di Indonesia (Rasjidi, 2009).

Sifat umum dari kanker payudara diantaranya adalah terjadi pertumbuhan berlebihan umumnya berbentuk tumor, adanya gangguan diferensiasi dari sel dan jaringan, bersifat invasive mampu tumbuh di jaringan sekitarnya, bersifat metastatis, yaitu menyebar ke tempat lain, memiliki hereditas bawaan (pergeseran


(26)

metabolisme ke arah pembentukan makromolekul dari nukleosida dan asam amino) dan menyebabkan proliferasi sel kanker baru (Nurani, 2012). Proliferasi sel merupakan fungsi dari program daur sel. Sel membutuhkan penghambatan proliferasi yang merupakan sinyal anti pertumbuhan untuk mengontrol dan menjaga keteraturan sel serta homeostasis jaringan, sedangkan sel kanker mempunyai kemampuan proliferasi dan diferensiasi yang sangat tinggi disebabkan karena sel mengekspresikan protein yang abnormal. Terekspresinya protein yang abnormal karena terjadinya mutasi gen yang disebabkan oleh mutagen seperti bahan kimia, radikal bebas, infeksi oleh virus, bakteri dan jamur (Sudiana, 2008; Kumar, et al., 2005).

Model sel kanker payudara yang sering digunakan dalam penelitian adalah sel MCF-7 (Michigan Cancer Foundation-7) dan T47D (Human ductal breast epithelial tumor cell line). Sel MCF-7 merupakan sel kanker payudara yang mengekspresikan reseptor estrogen (ER+) dan berasal dari pleural effusion breast adenocarcinoma seorang pasien wanita Kaukasian berumur 69 tahun, golongan darah O (Crawford dan Bowen, 2002). Sel ini mengekspresikan reseptor estrogen dan memiliki sifat resisten terhadap doksorubisin (Zampieri, et al., 2002) dan tidak mengekspresikan kaspase-3 (Bouker, et al., 2005). Sel MCF-7, P-glikoprotein diekspresikan tinggi, sehingga sensitivitas terhadap agen kemoterapi seperti doksorubisin rendah (Wong, et al., 2006).

Sel T47D merupakan continous cell lines yang dikultur dari jaringan epitel duktus payudara seorang wanita berusia 54 tahun. Sel ini dapat ditumbuhkan pada suhu 37ºC dan dapat tumbuh secara kontinu, menempel pada dasar flask. Sel T47D sering digunakan dalam penelitian kanker secara in


(27)

vitro karena mudah penanganannya, memiliki kemampuan replikasi yang tidak terbatas atau cepat pertumbuhannya. Selain itu memiliki homogenitas yang tinggi dan mudah diganti sel baru yang telah dibekukan jika terjadi kontaminasi (Abcam, 2007). Sel T47D adalah model sel kanker payudara yang belum resisten terhadap agen kemoterapi doksorubisin namun diketahui memiliki gen p53 yang telah termutasi (Junedi, et al., 2010).

Doksorubisin merupakan agen kemoterapi golongan antrasiklin yang memiliki aktivitas antikanker spektrum luas dan telah digunakan pada berbagai jenis kanker seperti kanker payudara. Penggunaan doksorubisin sebagai agen kemoterapi dibatasi oleh efek toksik terhadap jaringan normal terutama jantung dan menekan sistem imun serta pengurangan dosis doksorubisin mampu mengurangi efek samping dari doksorubisin (Wattanapitayakul, et al., 2005).

Timbulnya resistensi pada beberapa obat terapi kanker termasuk doksorubisin menjadi kendala utama dalam kemoterapi yakni menurunnya sensitivitas sel kanker terhadap agen kemoterapi. Oleh karena itu, berbagai penelitian untuk mengurangi resistensi obat terus dilakukan, sehingga dapat memperbaiki penerapan klinik agen kemoterapi kanker payudara (Anonim, 2007b). Berbagai strategi terapi pengobatan kanker payudara telah dilakukan diantaranya dengan menggunakan terapi bedah, radioterapi dan kemoterapi maupun kombinasi ketiganya. Beberapa strategi untuk memperpanjang usia harapan hidup dan mengurangi gejala telah dilakukan tetapi diperlukan terapi baru yang dapat menghilangkan kanker dengan pentargetan yang lebih efisien (Mulyadi, 1997). Salah satu pendekatan yang sedang populer adalah penggunaan kombinasi kemoterapi, dimana senyawa kemoprevensi (ko-kemoterapi) yang


(28)

bersifat non toksis atau lebih tidak toksik dikombinasikan dengan agen kemoterapi untuk meningkatkan efikasi dengan menurunkan toksisitasnya terhadap jaringan yang normal (Jenie dan Meiyanto, 2007).

Penelitian untuk mendapatkan obat antikanker antara lain dilakukan dengan mencari senyawa-senyawa alam yang berasal dari tumbuhan. Hal tersebut dikarenakan kecenderungan masyarakat untuk kembali ke alam semakin tinggi dengan menggunakan obat tradisional. Tumbuhan poguntano (Picria fel-terrae

Lour.) di Asia Timur dan Tenggara secara tradisional telah digunakan sebagai stimulan, diuretik, obat malaria, obat diabetes mellitus, demam, infeksi herpes, kanker dan inflamasi selama lebih dari 200 tahun (Zhong, et al., 1979). Daun poguntano di Sumatera Utara umumnya digunakan sebagai obat untuk diabetes mellitus (Harfina, et al., 2012; Sitorus, et al., 2014). Penelitian menunjukkan adanya senyawa flavonoid glukuronida yang terdapat pada ekstrak butanol poguntano, yaitu senyawa apigenin 7-O-β-glucuronide, luteolin 7-O-β -glucuronide dan apigenin 7-O-β-(2″-O-α-rhamnosyl) glucuronide (Huang, et al., 1999).

Flavonoid berperan dalam inaktivasi karsinogen, antiproliferasi, penghambatan siklus sel, induksi apoptosis, inhibisi angiogenesis dan pembalikan resistensi multi-obat atau kombinasi mekanisme tersebut (Ren dan Qiao, 2003). Apigenin dan luteolin merupakan bagian dari kelompok flavonoid yang memiliki efek anti inflamasi, antiradikal bebas, antikanker dan secara epidemiologi berperan mengurangi risiko kanker payudara (Long, et al., 2008). Penelitian terhadap Picria fel-terrae menunjukkan adanya senyawa cucurbitacin, diantaranya adalah picfeltarraenin IA, picfeltarraenin IB, picfeltarraenin IV dan senyawa baru


(29)

picfeltarraenin VI (picfeltarraegenin I 3-O-β-D-xylopyranoside). Senyawa picfeltarraenin VI memiliki aktivitas sitotoksik paling besar yaitu IC50

Uji sitotoksik digunakan untuk menentukan parameter nilai IC

29 ± 2 mikroM dan 21 ± 1 mikroM (Huang, et al., 1998).

50 (inhibitor concentration 50). Nilai IC50 menunjukkan nilai konsentrasi yang menghasilkan

hambatan proliferasi sel 50% dan menunjukkan potensi ketoksikan suatu senyawa terhadap sel (Meiyanto, dkk., 2008). Hasil pengujian sitotoksik larutan uji ekstrak daun poguntano terhadap sel kanker payudara MCF-7 memberikan nilai IC50

Nilai IC

119,906 µg/mL untuk ekstrak n-heksana, 119,990 µg/mL untuk ekstrak etil asetat, dan 307,719 µg/mL untuk ekstrak etanol (Lestari, 2013).

50 ekstrak n-heksana, ekstrak etil asetat dan ekstrak etanol daun

poguntano pada perlakuan terhadap sel kanker payudara T47D berturut-turut sebesar 509,744 µg/mL, 97,92 µg/mL, dan 306,435 µg/mL. Kombinasi ekstrak

n-heksana daun poguntano dengan doksorubisin memberikan efek sinergis tetapi kurang selektif terhadap sel kanker payudara MCF-7 serta tidak menunjukkan mekanisme apoptosis (Lestari, 2013). Nilai IC50 ekstrak etil asetat daun

poguntano (EEADP) terhadap sel kanker payudara MCF-7 dan T47D berturut-turut sebesar 119,990 µg/mL dan 97,92 µg/mL menunjukkan bahwa EEADP IC50

Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang daun poguntano yaitu untuk mengetahui ekstrak etil asetat daun poguntano memiliki efek sebagai ko-kemoterapi terhadap kanker payudara, kombinasi dengan

cukup poten sebagai ekstrak yang berfungsi sitotoksik bila dikombinasikan dengan doksorubisin terhadap sel kanker payudara.


(30)

doksorubisin, indeks selektivitas, penghambatan siklus sel, pemacuan apoptosis dan penekanan ekspresi siklin D1 dan Bcl-2.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: a. apakah ekstrak etil asetat daun poguntano memiliki efek sinergis bila

dikombinasikan dengan doksorubisin dan dapat diketahui konsentrasi optimalnya?

b. apakah ekstrak etil asetat daun poguntano selektif terhadap sel kanker payudara MCF-7 dan T47D?

c. apakah ekstrak etil asetat daun poguntano dan kombinasi ekstrak etil asetat daun poguntano dengan doksorubisin dapat menghambat siklus sel?

d. apakah ekstrak etil asetat daun poguntano dan kombinasi ekstrak etil asetat daun poguntano dengan doksorubisin dapat memacu apoptosis? e. apakah ekstrak etil asetat daun poguntano dan kombinasi ekstrak etil

asetat daun poguntano dengan doksorubisin dapat menekan ekspresi protein siklin D1 dan Bcl-2?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah penelitian diatas maka hipotesis penelitian ini adalah:

a. ekstrak etil asetat daun poguntano memiliki efek sinergis bila dikombinasikan dengan doksorubisin dan dapat diketahui konsentrasi optimalnya.


(31)

b. ekstrak etil asetat daun poguntano selektif terhadap sel kanker payudara MCF-7 dan T47D.

c. ekstrak etil asetat daun poguntano dan kombinasi ekstrak etil asetat daun poguntano dengan doksorubisin dapat menghambat siklus sel. d. ekstrak etil asetat daun poguntano dan kombinasi ekstrak etil asetat

daun poguntano dengan doksorubisin dapat memacu apoptosis.

e. ekstrak etil asetat daun poguntano dan kombinasi ekstrak etil asetat daun poguntano dengan doksorubisin dapat menekan ekspresi protein siklin D1 dan Bcl-2.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:

a. mengetahui apakah ekstrak etil asetat daun poguntano memiliki efek sinergis bila dikombinasikan dengan doksorubisin dan dapat diketahui konsentrasi optimalnya.

b. mengetahui apakah ekstrak etil asetat daun poguntano selektif terhadap sel kanker payudara MCF-7 dan T47D.

c. mengetahui apakah ekstrak etil asetat daun poguntano dan kombinasi ekstrak etil asetat daun poguntano dengan doksorubisin dapat menghambat siklus sel.

d. mengetahui apakah ekstrak etil asetat daun poguntano dan kombinasi ekstrak etil asetat daun poguntano dengan doksorubisin dapat memacu apoptosis.


(32)

e. mengetahui apakah ekstrak etil asetat daun poguntano dan kombinasi ekstrak etil asetat daun poguntano dengan doksorubisin dapat menekan ekspresi protein siklin D1 dan Bcl-2.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi:

a. sebagai pengembangan daun poguntano menjadi sediaan obat tradisional yang efektif dan selektif sebagai ko-kemoterapi antikanker.

b. dapat menambah data informasi dalam pemanfaatan dan inventaris tumbuhan daun poguntano sebagai tanaman obat yang berkhasiat sebagai ko-kemoterapi antikanker.


(33)

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Gambar 1.1 Diagram kerangka pikir penelitian 1. Makroskopik 2. Mikroskopik 3. Kadar Air 4. Kadar abu total

5. Kadar abu tidak

larut dalam asam 6. Kadar sari larut

dalam air

7. Kadar sari larut dalam etanol.

Simplisia daun poguntano (SDP) Karakteristik Simplisia/ ekstrak 1. Alkaloid 2. Flavonoid 3. Tanin 4. Saponin 5. Triterpenoid /

Steroid 6. Glikosida 7. Glikosida Antrakinon Skrining Fitokimia (EEADP) Efek Sitotoksik Ekstrak Persentase Sel Hidup Sel T47D

Efek sinergis, aditif dan antagonis Indeks kombinasi (IK) EEADP Persentase hambatan siklus sel Penghambatan siklus sel doksorubisin Persentase Apoptosis Pemacuan apoptosis

Sel Vero Indeks selektivitas

(IS) Ekstrak n-heksana daun

poguntano (ENDP)

Ekstrak etil asetat daun poguntano (EEADP)

Ekstrak etanol daun poguntano (EEDP)

Efek Sitotoksik Ekstrak

Penekanan ekspresi protein siklin D1 dan Bcl-2

Ekspresi protein siklin D1 dan Bcl-2 Sel MCF-7

Sel MCF-7

Sel T47D


(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi sistematika tumbuhan, nama daerah, nama asing, morfologi tumbuhan dan khasiat tumbuhan.

2.1.1 Sistematika tumbuhan

Sistematika tumbuhan poguntano adalah sebagai berikut (LIPI, 2011): Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Subkelas : Asteridae Ordo : Scrophulariales Famili : Scrophulariaceae Genus : Picria

Spesies : Picria fel-terrae Lour.

Sinonim : Curanga amara Vahl., Curanga amara Juss., Curania amara R&S., Gratiola amara Roxb., Curanga fel-terrae Lour. dan Torenia cardiosepala Benth (Anonim, 2009).

2.1.2 Nama daerah

Nama daerah dari tumbuhan ini adalah poguntano, pugun tana, pogon tanoh (Dairi), tamah raheut (Sunda), daun kukurang (Maluku) dan papaita (Ternate) (Anonim, 2009).


(35)

2.1.3 Nama asing

Beberapa negara lain mengenal tumbuhan ini dengan nama hempedu tanah, gelumak susu, rumput kerak nasi (Malaysia), sagai-uak (Filipina), kong sadden (Laos), thanh dan mau gau (Vietnam) (Anonim, 2007a).

2.1.4 Morfologi tumbuhan

Herba tahunan, tinggi lebih dari 40 cm, batang dengan cabang yang jarang, tegak atau melata, segiempat, berakar di buku-buku, berbulu halus yang padat. Daun tunggal berhadapan, bundar telur, pangkal daun membaji sampai membundar, ujung daun agak melancip, tepi daun beringgitan, berbulu halus. Pembungaan berupa tandan di ujung atau di batang, jumlah bunga 2 - 16, daun gagang kecil, melanset, mahkota bunga menabung, berbibir rangkap, gundul bagian luar, bagian dalam ada kelenjar bulu, bibir atas berwarna coklat kemerah-merahan, bibir bagian bawah berwarna putih. Buah kapsul lonjong, padat, berkatup dua, dengan beberapa biji. Biji membulat, diameter sekitar 0,6 mm (Anonim, 2009).


(36)

xxxiv

2.1.5 Khasiat tumbuhan

Tumbuhan ini digunakan sebagai obat kolik (mulas mendadak dan hebat), malaria, diuretik, demam, amenorrhea dan gangguan pada kulit (Perry, 1980). Di Cina Selatan poguntano digunakan untuk pengobatan demam, infeksi herpes, kanker dan inflamasi (Zhong, et al., 1979). Daun Poguntano di Sumatera Utara umumnya digunakan sebagai obat untuk diabetes mellitus (Harfina, et al., 2012; Sitorus, et al., 2014).

2.2 Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung (Depkes, 1986). Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat dan daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna atau mendekati sempurna dari obat. Sifat bahan mentah obat merupakan faktor utama yang dipertimbangkan dalam memilih metode ekstraksi (Ansel, 1989).

2.2.1 Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut melalui beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Cairan penyari akan menembus dinding sel simplisia dan akan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel sehingga larutan yang terpekat didesak ke luar. Peristiwa tersebut terjadi secara


(37)

berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Depkes, 1986).

Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang bersifat lunak seperti daun dan bunga tetapi banyak juga yang menggunakan metode ini untuk menyari simplisia yang keras seperti akar dan korteks karena cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diperoleh. Pada penyarian dengan cara maserasi perlu dilakukan pengadukan untuk menghomogenkan konsentrasi larutan di luar serbuk simplisia sehingga dengan pengadukan tersebut tetap terjaga adanya derajat perbedaan konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara larutan di dalam sel dengan larutan di luar sel (Depkes, 1986).

Maserasi dilakukan menurut Farmakope Indonesia Edisi III (1979):

Sebanyak 10 bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok dimasukkan kedalam sebuah bejana, kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil sering diaduk. Setelah 5 hari sari diserkai, ampas diperas dan dicuci dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Sari dipindahkan ke dalam bejana tertutup, dibiarkan ditempat sejuk dan terlindung dari cahaya selama 2 hari. Dienaptuangkan dan disaring.

2.3 Kanker

2.3.1 Tinjauan umum kanker

Kanker adalah pertumbuhan sel tidak beraturan yang muncul dari satu sel. Kanker merupakan pertumbuhan jaringan secara otonom dan tidak mengikuti aturan dan regulasi sel yang tumbuh normal. Tumor adalah istilah umum yang menunjukkan massa dari pertumbuhan jaringan abnormal. Pertumbuhan yang


(38)

tidak terkendali tersebut disebabkan kerusakan DNA, menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembelahan sel. Beberapa mutasi mungkin dibutuhkan untuk mengubah sel normal menjadi sel kanker. Mutasi-mutasi tersebut sering diakibatkan agen kimia maupun fisik yang disebut karsinogen. Mutasi dapat terjadi secara spontan (diperoleh) ataupun diwariskan (mutasi germline) (Ruddon, 2007).

Kanker merupakan suatu tumor atau neoplasma atau neoblastoma, yang terdiri dari tumor jinak (benign) dan tumor ganas (malignant). Perbedaan antara tumor ganas dan tumor jinak disamping faktor masa pertumbuhannya adalah tumor ganas bersifat infiltratif sedangkan tumor jinak bersifat ekspansi. Tumor ganas bersifat residif yang berarti dapat kambuh sedangkan tumor jinak tidak residif. Tumor ganas metastasis dan tumor jinak tidak dapat melakukan metastasis (Mulyadi, 1997).

2.3.2 Sifat kanker

Kanker mempunyai berbagai sifat umum, diantaranya adalah: a. Heterogenitas

Populasi sel dalam suatu tumor tidak homogen tetapi heterogen, walaupun semua berasal dari satu sel yang sama. Heterogenitas ini terjadi karena sel-sel kanker tumbuh dengan cepat, sehingga belum dewasa, belum matang telah mengalami mitosis terus membiak sehingga semakin lama semakin banyak keturunan sel yang makin jauh menyimpang dari sel asalnya yang menimbulkan bentuk yang bervariasi (Sukardja, 2000).

b. Tumbuh autonom


(39)

pertumbuhan normal sehingga terbentuk suatu tumor yang terpisah dari bagian tubuh yang normal. Tumor dapat menimbulkan kelainan bentuk dan gangguan fungsi organ yang ditumbuhinya. Sel-sel normal setelah beberapa generasi akan berhenti tumbuh. Hanya sel yang disebut stem cells masih mempunyai kemampuan tumbuh bila ada rangsangan untuk tumbuh (Sukardja, 2000).

c. Mendesak dan merusak sel-sel normal disekitarnya

Sel-sel tumor mendesak sel-sel normal di sekitarnya yang membatasi pertumbuhan tumor. Pada tumor jinak terjadi pemisahan gerombolan sel tumor dengan sel- sel normal sedangkan pada tumor ganas sel normal dapat diinfiltrasi oleh sel-sel kanker (Sukardja, 2000).

d. Dapat bergerak sendiri (amoeboid)

Sel–sel kanker itu dapat bergerak sendiri seperti amoeba dan lepas dari gerombolan sel-sel tumor induknya, masuk diantara sel-sel normal di sekitarnya. Hal ini menimbulkan infiltrasi ke jaringan sekitarnya dan bermetastase di kelenjar limfe atau di organ lainnya (Sukardja, 2000).

e. Tidak mengenal koordinasi dan batas-batas kewajaran

Ketidakwajaran itu antara lain disebabkan oleh kurangnya daya adhesi dan kohesi sel kanker, tidak mengenal kontak inhibisi dan tanda posisi serta batas kepadatan (Sukardja, 2000).

f. Tidak menjalankan fungsinya yang normal

Sel-sel kanker merusak fungsi organ yang ditumbuhinya. Hal ini antara lain karena membran sel kanker tidak mengandung fibronektin yaitu suatu glukoprotein yang dapat menghambat pertumbuhan sel, kadar kalsium kurang, muatan listrik kurang dan sel kanker dapat membentuk


(40)

hormon, enzim dan protein yang pada pertumbuhan sel normal hanya diproduksi oleh sel-sel tertentu saja (Sukardja, 2000).

2.3.3 Siklus sel

Siklus sel merupakan proses perkembangbiakan sel yang memperantarai pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup. Setiap sel baik normal maupun kanker mengalami siklus sel. Siklus sel memiliki dua fase utama, yakni fase S (sintesis) dan fase M (mitosis). Fase S merupakan fase terjadinya replikasi DNA kromosom dalam sel sedangkan pada fase M terjadi pemisahan 2 set DNA kromosom tersebut menjadi 2 sel (Nurse, 2000).

Selain itu, terdapat fase yang membatasi kedua fase utama tersebut yang dinamakan Gap. G1 (Gap-1) terdapat sebelum fase S dan setelah fase S

dinamakan G2 (Gap-2). Pada fase G1, sel melakukan persiapan untuk sintesis

DNA. Fase ini merupakan fase awal cell cycle progression yang diatur oleh faktor ekstraselular seperti mitogen dan molekul adhesi. Penanda fase ini adalah adanya ekspresi dan sintesis protein sebagai persiapan memasuki fase S. Pada fase G2

Siklus sel dikontrol oleh beberapa protein yang bertindak sebagai regulator positif dan negatif. Kelompok siklin khususnya siklin D, E, A dan B merupakan protein yang levelnya fluktuatif selama proses siklus sel. Siklin bersama dengan kelompok cyclin dependent kinase (CDK) khususnya CDK 4, 6 dan 2, bertindak sebagai regulator positif yang memacu terjadinya siklus sel. Pada mamalia ekspresi kinase (CDK4, CDK2 dan CDC2/CDK1) terjadi bersamaan dengan ekspresi siklin (D, E, A dan B) secara berurutan seiring dengan jalannya siklus , sel melakukan sintesis lebih lanjut yang memadai untuk proses pembelahan sehingga sel siap melakukan pembelahan pada fase M (Ruddon, 2007).


(41)

sel (G1-S-G2

Aktivasi CDK memerlukan ekspresi siklin (Cyc). Kompleks Siklin-CDK dengan protein CKI dan adanya fosforilasi oleh Wee1 (tyrosin15)/ Myt1 (threonin14) dapat menyebabkan inaktivasi CDK. Aktivasi kompleks Cyc-CDK diawali dengan proteolisis CKI oleh ubiquitin, kemudian fosforilasi CDK oleh

CDK-activating kinase (CAK) pada threonin161 dan penghilangan fosfat

(defosforilasi) oleh Cdc25 fosfatase pada target fosforilasi Wee1 (tyrosin15)/Myt1 (threonin14). CDK bekerja pada awal G

-M) (Nurse, 2000). Aktivasi CDK dihambat oleh regulator negatif siklus sel, yakni CDK inhibitor (CKI), yang terdiri dari Cip/Kip protein (meliputi p21, p27, p57) dan keluarga INK4 (meliputi p16, p18, p19). Selain itu, tumor suppressor protein yaitu p53 dan pRb juga bertindak sebagai protein regulator negatif (Foster, et al., 2001).

1 untuk mengaktifkan E2F-dependent transcription gen yang diperlukan untuk fase S (di akhir G1 untuk menginisiasi

fase S) dan juga di akhir G2

Checkpoint pada G

untuk menginisiasi mitosis (M) (Nurse, 2000).

2 terjadi ketika ada kerusakan DNA yang akan

mengaktivasi beberapa kinase termasuk ataxia telangiectasia mutated (ATM) kinase. Hal tersebut menginisiasi dua kaskade untuk menginaktivasi Cdc25-CycB baik dengan jalan memutuskan kompleks Cdc25-CycB maupun mengeluarkan kompleks Cdc25-CycB dari nukleus atau aktivasi p21. Checkpoint pada fase G1

akan dapat dilalui jika (1) ukuran sel memadai; (2) ketersediaan nutrien mencukupi; dan (3) adanya faktor pertumbuhan (sinyal dari sel yang lain).

Checkpoint pada fase G2 dapat dilewati jika ukuran sel memadai dan replikasi


(42)

(M) terpenuhi bila semua kromosom dapat menempel pada gelendong (spindle) mitotik (Ruddon, 2007).

Checkpoint ini akan menghambat progresi siklus sel ke fase mitotik sedangkan checkpoint pada fase M (mitosis) terjadi jika benang spindle tidak terbentuk atau jika semua kromosom tidak dalam posisi yang benar dan tidak menempel dengan sempurna pada spindle. Checkpoint tersebut bekerja dengan memonitor apakah kinetokor dan mikrotubul terhubung secara benar. Jika tidak, kohesi kromatid akan tetap berlangsung dan mikrotubul gagal untuk memendek sehingga kromatid tidak bergerak menjauh ke kutub yang berlawanan (Ruddon, 2007).

Kontrol checkpoint sangat penting untuk menjaga stabilitas genomik. Kesalahan pada checkpoint akan meloloskan sel untuk berkembang biak meskipun terdapat kerusakan DNA atau replikasi yang tidak lengkap atau kromosom tidak terpisah sempurna sehingga akan menghasilkan kerusakan genetik. Oleh karena itu, proses regulasi siklus sel mampu berperan dalam pencegahan kanker (Ruddon, 2007).

2.3.4 Mekanisme apoptosis

Apoptosis adalah kematian sel melalui mekanisme genetik (kerusakan/fragmentasi kromosom atau DNA).

1. Apoptosis fisiologis

Apoptosis fisiologis merupakan kematian sel yang diprogram. Kematian sel ini erat kaitannya dengan suatu enzim yang dikenal dengan nama telomerase. Telomer terletak pada ujung kromosom merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam melindungi kromosom. Pada sel


(43)

normal, telomer ini akan mengalami pemendekan pada waktu sel melakukan pembelahan diri. Bila ukuran telomer mencapai ukuran tertentu (ukuran kritis) sebagai akibat dari pembelahan berulang, maka sel tersebut tidak dapat melakukan pembelahan diri lagi. Selanjutnya akan terjadi fragmentasi dan sel akan mengalami apoptosis. Namun, pada sel ganas pemendekan telomer sampai level kritis tidak akan terjadi karena adanya aktivitas dari enzim ribonukleoprotein (telomerase) secara terus-menerus. Oleh karena itu, maka sel ganas dapat bersifat immortal (Sudiana, 2008).

2. Apoptosis Patologis

Apoptosis patologis yaitu kematian sel karena adanya rangsangan. Rangsangan ini dapat terjadi karena adanya aktifitas dari p53. Hal ini disebabkan karena adanya gen yang cacat. Gen yang cacat dapat memicu aktifitas beberapa enzim seperti PKC (Protein Kinase C) dan CPK-K2, di mana kedua enzim ini dapat memicu aktifitas p53 yang merupakan faktor transkripsi terhadap pembentukan p21. Peningkatan p21 akan menekan semua CDK. Sebelumya telah diketahui bahwa terjadinya siklus pembelahan sel sangat tergantung pada ikatan komplek antara CDK dengan siklin.

Dengan terjadinya penekanan semua CDK, maka siklus sel akan berhenti. Pada saat siklus terhenti, maka p53 akan memicu aktifitas BAX (B cl2-associated X protein) di mana protein BAX ini akan menekan aktifitas Bcl-2

(B-Cell Lymphoma-2) pada membran mitokondria sehingga terjadi

perubahan permeabilitas membran. Perubahan ini mengakibatkan terjadinya pelepasan cytochrome-C ke sitosol. Di sitosol, cytochrome-C akan mengaktivasi Apaf-1 (Apoptotic protease activating factor 1) yang selanjutnya


(44)

mengaktivasi cascade caspase. Caspase inilah yang mengaktifkan DNA-se, kemudian DNA-se yang aktif akan menembus inti dan merusak DNA sehingga DNA sel yang bersangkutan rusak dan akhirnya mengalami apoptosis (Sudiana, 2008).

2.3.5 Karsinogenesis

Karsinogenesis adalah suatu proses perubahan struktur DNA yang bersifat irreversible sehingga terjadi kanker (Mulyadi, 1997). Salah satu faktor terbentuknya kanker karena adanya sel epitel yang terus berkembang (berproliferasi). Saat berproliferasi, genetik sel bisa berubah akibat adanya pengaruh agen karsinogen yang menyebabkan hilangnya penekanan terhadap proses proliferasi sel. Perubahan sel menjadi ganas juga melibatkan gen-gen yang mengatur pertumbuhan sel akibatnya sel berkembang tidak terkendali. Kanker terjadi melalui beberapa tingkat yaitu (Diandana, 2009):

a. Fase inisiasi: DNA dirusak akibat radiasi atau zat karsinogen (radikal bebas).

b. Fase promosi: zat karsinogen tambahan (co-carcinogens) diperlukan sebagai promotor untuk mencetuskan proliferasi sel.

c. Fase progresi: gen-gen pertumbuhan yang diaktivasi oleh kerusakan DNA mengakibatkan mitosis dipercepat dan pertumbuhan liar dari sel-sel ganas.

Tahap inisiasi adalah tahap pertama pada karsinogenesis ketika sel normal mulai mengalami mutasi oleh karsinogen (Diandana, 2009). Tahap karsinogenesis selanjutnya adalah promosi merupakan tingkat lanjutan dari tahap inisiasi. Pada tahap ini, sel mulai mengalami hiperplastik pada inti sel (Tsao, et al., 2004). Sel-sel akan memperoleh beberapa keuntungan Sel-selektif untuk tumbuh sehingga


(45)

pertumbuhannya menjadi cepat dan berubah menjadi tumor jinak. Tahap promosi tidak melibatkan perubahan struktural dari genom secara langsung, tetapi biasanya terjadi perubahan ekspresi gen yang terinisiasi (Tsao, et al., 2004).

Pada tahap progresi, kemampuan pembelahan yang tinggi menuntun terbentuknya koloni sel yang lebih besar melalui perubahan genetik lebih lanjut dan peningkatan mobilitas dan angiogenesis (Kumar, et al, 2005). Pada tahap ini, sel-sel tumor dikatakan sebagai sel malignan. Pada fase ini juga akan terjadi karsinoma dan metastasis melalui aktivasi onkogen dan malfungsi dari enzim topoisomerase. Tahap metastasis merupakan tahap akhir dalam karsinogenesis. Pada tahap ini, sel kanker melakukan invasi ke jaringan-jaringan lain di dalam tubuh melalui pembuluh darah, pembuluh limpa atau rongga tubuh (Kumar, et al., 2005). Sel malignan yang bermetastasis ini masuk melalui membran menuju saluran limfoid. Sel tersebut akan berinteraksi dengan sel limfoid yang digunakan sebagai inangnya. Selanjutnya, sel kanker akan masuk ke jaringan lainnya membentuk tumor sekunder dengan didukung kemampuan neoangiogenesis yang dimilikinya (Kumar, et al., 2005).

Tahap metastasis dapat berlangsung karena melemahnya ikatan antarsel yang disebabkan oleh terdegradasinya CAMs (Cell-cell Adhesion Molecules) dan E-cadherin sebagai molekul yang menjaga pertautan antarsel. Molekul-molekul tersebut diketahui sudah sangat sedikit bahkan tidak ditemukan lagi pada sel kanker sehingga proses metastasis dapat terus terjadi (Kumar, et al., 2005). Adanya mutasi pada satu sel tunggal normal sebagai akibat terpapar oleh karsinogen (inisiasi) akan menyebabkan progresi sel menjadi hiperplasia


(46)

(promosi), diplasi (progresi) dan pada akhirnya memiliki kemampuan invasi ke jaringan sekitarnya (metastasis) (Tsao, et al., 2004).

2.3.6 P-glikoprotein

P-glikoprotein (Pgp) merupakan protein ABC-transporter pada manusia yang termasuk dalam sub famili MDR/TAP (Allen, et al., 2002). Pgp dikenal dalam beberapa sebutan yakni ABCB1, ATP binding cassette sub-famili B member 1, MDR1 dan PGY1 (Chen, et al., 2006). ABCB1 atau Pgp termasuk dalam ATP-dependent efflux pump yang memiliki substrat spesifik antara lain: obat (colchicine dan tacrolimus), agen kemoterapi (etoposide, adriamycin dan

vinblastine), lipid, steroid, xenobiotik, peptida, bilirubin, cardiac glycoside

(digoxin), glukokortikoid (deksamethason) dan agen terapi HIV tipe 1 (inhibitor protease dan non nucleoside reverse transcriptase) (Kitagawa, 2006).

P-glikoprotein adalah sebuah glikoprotein transmembran yang memiliki 10 - 15 kDa N-terminal glycosylation dengan bobot 170 kDa dikode oleh gen MDR1 (Kitagawa, 2006). Gen ini dicirikan dengan pompa efflux obat dan anggota dari keluarga ATP-binding transport (Chen, et al., 2006). Dalam sistem organ, Pgp berpengaruh terhadap absorbsi, distribusi dan eliminasi obat (Matheny, et al., 2001). Kemampuan Pgp sebagai pompa efflux berguna dalam detoksifikasi senyawa-senyawa yang masuk ke dalam sel. Senyawa yang termasuk substrat dari Pgp akan diikat dan dikeluarkan dari dalam sel. Aktivitas Pgp sangat bergantung pada aktivasi Pgp oleh ATP melalui pembentukkan kompleks Pgp-ATP (Conseil, et al., 1998). Hidrolisis ATP oleh ATPase memberikan energi aktivasi pada Pgp (Chen, et al., 2006). Aktivasi Pgp akan menurunkan intake agen kemoterapi sehingga menurunkan efikasi agen tersebut terhadap sel kanker. Pada kondisi


(47)

ekspresi yang berlebihan, Pgp dapat menyebabkan resistensi obat terutama agen kemoterapi pada kanker payudara seperti doksorubisin (Mechetner, et al., 1998). Pgp akan mengikat doksorubisin sebagai salah satu substratnya untuk dikeluarkan dari dalam sel (Wong, et al., 2006). Pgp atau ABCB1 pertama kali diujikan sebagai multidrug resistance dan terbukti sebagai penyebab resistensi obat kemoterapi (Juliano dan Ling, 1976).

Penghambatan aktivasi dan ekspresi Pgp memegang peranan penting dalam keberhasilan terapi kanker (Zhou, et al., 2006). Penghambatan aktivitas Pgp dapat melalui dua mekanisme yakni (1) penghambatan substrat Pgp secara langsung dengan berikatan pada Pgp-binding domain dan (2) penghambatan hidrolisis ATP oleh ATPase melalui ikatan substrat dengan ATP (Kitagawa, 2006). Penghambatan ini dapat dilakukan menggunakan senyawa flavonoid dan polifenol melalui dua sisi ikatan pada ATP-binding sites dan steroid interacting region

dimana ATPase berikatan dengan Pgp cytosolic domain (Kitagawa, 2006).


(48)

Pgp memompa senyawa-senyawa (2a, 2b, 2c) yang termasuk substratnya untuk dikeluarkan dari dalam sel. Ekspresi berlebih dari Pgp ini dapat menyebabkan resistensi obat pada terapi kanker payudara (Matheny, et al., 2001). Penekanan ekspresi Pgp dapat dilakukan melalui berbagai mekanisme antara lain aktivasi jalur sinyal transduksi c-Jun NH2-terminal kinase (JNK) dan inaktivasi NF-κB transcriptional factor. JNK merupakan protein kinase yang berikatan dengan NH2-terminal yang merupakan sisi aktif pada c-Jun transcriptional factor

dan protein ini mampu memfosforilasi c-Jun. Fosforilasi c-Jun akan menstimulasi pembentukan ikatan dengan AP-1, suatu elemen pada gen MDR1. Pembentukan ikatan ini akan mencegah ekspresi mRNA MDR1 dan pada akhirnya akan menghambat ekspresi Pgp (Zhou, et al., 2006).

2.4 Kanker Payudara

Pada 90 % wanita, kanker payudara pada fase awal bersifat asimptomatik dan tidak menimbulkan nyeri. Kanker payudara merupakan kanker yang menyerang jaringan epitelial payudara, yaitu membran mukosa dan kelenjar sehingga kanker payudara tergolong pada karsinoma. Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum diderita oleh wanita, di samping kanker serviks. Kanker payudara biasanya di diagnosis dengan adanya benjolan kecil berukuran kurang dari 2 cm. Pada tumor yang ganas, benjolan ini bersifat padat, keras dan tidak beraturan. Tanda yang kurang umum adalah adanya abnormalitas pada puting dan retraksi. Pada kasus yang lebih berat dapat terjadi edema kulit, kemerahan dan rasa panas pada jaringan payudara (Ruddon, 2007).


(49)

Jaringan payudara merupakan jaringan yang sensitif terhadap tumbuhnya kanker. Kanker umumnya terjadi pada jaringan yang sel-selnya aktif membelah, salah satunya adalah payudara. Pembelahan sel payudara dipacu oleh adanya hormon estrogen. Pembelahan ini dapat meningkatkan risiko terjadinya kerusakan permanen pada DNA. Gadis atau wanita muda yang belum pernah mengalami kehamilan, sel-sel payudaranya belum mengalami pematangan secara sempurna. Sel payudara yang belum mengalami pematangan secara sempurna lebih kuat mengikat karsinogen dan tidak dapat mengatasi kerusakan DNA secara efisien seperti pada sel yang telah matang sepenuhnya (Clark, 1975).

Kanker payudara (Carcinoma mammae) adalah suatu penyakit neoplasma yang ganas yang berasal dari parenchyma. Penyebab spesifik kanker payudara masih belum diketahui tetapi terdapat banyak faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap terjadinya kanker payudara diantaranya (Anonim, 2007b):

a. Faktor reproduksi, karakteristik reproduktif yang berhubungan dengan risiko terjadinya kanker payudara adalah menarche pada umur muda, menopause pada umur lebih tua dan kehamilan pertama pada umur tua.

b. Penggunaan hormon, hormon estrogen berhubungan dengan terjadinya kanker payudara.

c. Radiasi, dengan radiasi ionisasi selama atau sesudah pubertas meningkatkan terjadinya risiko kanker payudara.

d. Riwayat keluarga dan faktor genetik, terdapat peningkatan risiko keganasan ini pada wanita yang keluarganya menderita kanker payudara.


(50)

Peningkatan insidensi kanker payudara disebabkan oleh kegagalan terapi terhadap kanker itu sendiri. Kegagalan ini diakibatkan oleh adanya multidrug resistance (MDR) dan terjadi hingga 71% dibandingkan dengan faktor penyebab lainnya (Mechetner, et al., 1998). Multidrug resistance atau resistensi obat ini diakibatkan oleh adanya breast cancer resistance protein (BCRP) yang salah satunya adalah P-glikoprotein (Pgp). Aktivasi Pgp dan peningkatan ekspresinya dapat menurunkan efikasi dari beberapa agen kemoterapi seperti taxol dan doksorubisin (Mechetner, et al., 1998). Penekanan aktivitas Pgp dan ekspresinya mampu meningkatkan efektivitas agen kemoterapi (Zhou, et al., 2006).

Selain itu, paparan estrogen endogen yang berlebihan juga dapat berkontribusi sebagai penyebab kanker payudara. Sekitar 50% kasus kanker payudara merupakan kanker yang bergantung pada estrogen dan sekitar 30% kasus merupakan kanker yang positif mengekspresi HER-2 berlebihan (Gibbs, 2000). Kedua protein tersebut selain berperan dalan metastasis, juga berperan dalam perkembangan kanker payudara (early cancer development). Proses metastase kanker payudara diinisiasi oleh adanya aktivasi/ekspresi berlebih beberapa protein, misalnya Estrogen Reseptor (ER) dan c-erbB-2 (HER- 2) yang merupakan protein predisposisi kanker payudara (Fuqua, 2001; Eccles, 2001).

Aktivasi reseptor estrogen melalui ikatan kompleks dengan estrogen akan memacu transkripsi gen yang mengatur proliferasi sel. Estrogen dapat memacu ekspresi protein yang berperan dalam siklus sel seperti siklin D1, CDK4 (cyclin dependent kinase 4), siklin E dan CDK2. Selain itu, aktivasi reseptor estrogen mampu mengaktivasi beberapa onkoprotein yang berperan utama dalam sinyal pertumbuhan, misalnya Ras, Myc dan cyc D1 (Foster, et al., 2001). Aktivasi


(51)

protein ini mengakibatkan adanya pertumbuhan yang berlebihan melalui aktivasi onkoprotein yang lain seperti P13K, AKT, Raf, ERK dan MAP kinase (Foster, et al., 2001).

2.5 Sel MCF-7

Sel ini merupakan sel kanker payudara yang mengekspresikan reseptor estrogen (ER+) dan berasal dari pleural effusionbreast adenocarcinoma seorang pasien wanita Kaukasian berumur 69 tahun, golongan darah O. Sel ini termasuk sel adherent (melekat) yang dapat ditumbuhkan dalam media penumbuh DMEM. Biakan sel MCF-7 memiliki beberapa karakteristik pada epitel mamari yang berbeda termasuk dalam kemampuannya untuk memproduksi estradiol via reseptor sitoplasma. Sel ini mengekspresikan reseptor estrogen alfa (ER-α), memiliki sifat resisten terhadap doksorubisin (Zampieri, et al., 2002) dan tidak mengekspresikan caspase-3. Pada sel MCF-7, Pgp diekspresikan tinggi, sehingga sensitivitas terhadap agen kemoterapi seperti doksorubisin rendah (Wong, et al., 2006). Penurunan konsentrasi ini dapat mengurangi efektivitas senyawa kemoterapi pada sel MCF-7. Cara untuk meningkatkan sensitivitas MCF-7 adalah dengan menghambat ekspresi dan aktivasi Pgp (Zhou, et al., 2006).

2.6 Sel T47D

Cell line adalah sel yang disubkultur dari primary cultures, yaitu sel yang langsung berasal dari organ atau jaringan yang diperoleh dengan metode enzimatik maupun secara mekanik dan dikultur dalam kondisi hormonal yang sesuai. Sel T47D merupakan continous cell lines yang dikultur dari jaringan epitel duktus payudara seorang wanita berusia 54 tahun.


(52)

Sel ini dapat ditumbuhkan pada suhu 37ºC dan dapat tumbuh secara kontinu, menempel pada dasar flask (Anonim, 2012).

Sel T47D merupakan sel kanker yang mengekspresikan reseptor estrogen atau yang biasa disebut ER positif serta mengekspresikan p53 yang telah termutasi. Pada sel ini p53 mengalami missense mutation pada residu 194 (dalam zinc-binding domain L2) sehingga p53 kehilangan fungsinya. Jika p53 tidak dapat mengikat response element pada DNA maka akan mengurangi atau menghilangkan kemampuannya dalam meregulasi siklus sel dan memacu apoptosis. Sel ini dapat kehilangan estrogen reseptor (ER) apabila kekurangan estrogen pada jangka waktu lama selama percobaan in vitro. Oleh karena itu sel ini digunakan pada model untuk penelitian resistensi obat pada pasien dengan tumor payudara p53 mutan (Anonim, 2012).

2.7 Sel Vero

Sel Vero ATCC CCL-81 merupakan sel epitel non kanker. Sel ini berasal dari organ ginjal monyet hijau asal Afrika. Sel Vero merupakan sel monolayer berbentuk poligonal dan pipih, sel ini immortal, non tumorigenic fibroblastic cell. Sel ini melekat erat pada substrat yang berbahan polistirena dengan membentuk ikatan kovalen. Pengujian sel Vero dilakukan untuk mempelajari pertumbuhan sel, diferensiasi sel, sitotoksisitas dan transformasi sel yang di induksi oleh berbagai senyawa kimia (Goncalves, et al., 2006).

2.8 Uji Sitotoksik

Uji sitotoksisitas adalah uji toksisitas secara in vitro menggunakan kultur sel yang digunakan dalam evaluasi keamanan obat, kosmetik, zat tambahan


(53)

xxxii

makanan, pestisida dan digunakan juga untuk mendeteksi adanya aktivitas antineoplastik dari suatu senyawa. Senyawa sitotoksik adalah senyawa yang bersifat toksik pada sel tumor secara in vitro dan jika toksisitas ini ditransfer menembus sel tumor in vivo senyawa tersebut mempunyai aktivitas antitumor (Freshney, 2000).

Metode in vitro memberikan berbagai keuntungan dapat digunakan pada langkah awal pengembangan obat, hanya membutuhkan sejumlah kecil bahan yang digunakan untuk kultur sel primer manusia serta dapat memberikan informasi secara langsung efek potensial pada sel target manusia serta uji yang digunakan sangat sensitif dan dampak yang ditimbulkan dapat dilihat langsung. Akhir dari uji sitotoksisitas pada organ target memberikan informasi tentang perubahan yang terjadi pada fungsi sel secara spesifik (Doyle, et al., 2000).

2.8.1 Uji sitotoksik menggunakan metode MTT

Metode MTT [3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difenil tetrazolium bromida] adalah salah satu uji sitotoksisitas yang bersifat kuantitatif. Uji ini berdasarkan pengukuran intensitas warna (kolorimetri) yang terjadi sebagai hasil metabolisme suatu substrat oleh sel hidup menjadi produk berwarna (Kupcsik, 2011).

Pada uji ini digunakan garam MTT. Garam ini akan terlibat pada kerja enzim dehidrogenase. MTT akan direduksi menjadi formazan oleh sistem reduktase suksinat tetrazolium, yang termasuk dalam mitokondria dari sel hidup (Kupcsik, 2011).

Formazan merupakan zat berwarna ungu yang tidak larut dalam air sehingga dilarutkan menggunakan HCl 0,04 N dalam isopropanol atau 10% SDS dalam HCl 0,01 N. Intensitas warna ungu terbentuk dapat ditetapkan dengan


(54)

spektrofotometri dan berkorelasi langsung dengan jumlah sel yang aktif melakukan metabolisme, sehingga berkorelasi dengan viabilitas sel. Persentase viabilitas dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut.

% viabilitas =absorbansi sampel

absorbansi kontrol x 100%

2.9 Antikanker

Penanganan kanker ada dua macam, yaitu pencegahan kanker dan penghambatan kanker. Upaya pencegahan kanker disebut kemopreventif. Senyawa kemopreventif dibagi menjadi dua kategori yaitu blocking agent dan

suppressing agent. Blocking agent adalah mencegah karsinogen mencapai target aksinya, baik melalui penghambatan aktivasi metabolisme atau menghambat interaksi dengan target makromolekul seperti DNA, RNA atau protein.

Suppressing agent adalah menghambat pembentukan malignan dari sel yang telah terinisiasi pada tahap promosi atau progresi (Meiyanto, dkk., 2008).

Menurut Sharma (2000), kemopreventif dibagi menjadi tiga golongan, yaitu primer, sekunder dan tersier. Kemopreventif primer adalah mencegah terjadinya sel kanker sejak tahap premalignan. Usaha pencegahan saat karsinogenesis pada tahap awal malignan adalah kemopreventif sekunder sedangkan kemopreventif tersier adalah usaha untuk meminimalkan risiko yang mungkin terjadi setelah terapi untuk malignan primer. Upaya penyembuhan (kuratif) kanker antara lain adalah:

a. Kemoterapi: terapi ini menggunakan obat-obatan misalnya saja golongan siklofosfamid, doksorubisin, methotreksat dan 5-flurourasil. Pada dasarnya kinerja obat-obatan tersebut sama yaitu menghambat proliferasi sel sehingga


(55)

sel tidak jadi memperbanyak diri. Kemoterapi bisa diberikan secara tunggal (satu macam obat saja) atau kombinasi, dengan harapan bahwa sel-sel yang resisten terhadap obat tertentu juga bisa merespon obat yang lain sehingga bisa diperoleh hasil yang lebih baik. Dampaknya pada pasien biasanya rambut rontok, selera makan menurun, rasa lemah dan letih (Sharma, 2000). b. Terapi hormon: terapi ini digunakan untuk jenis kanker yang berkaitan

dengan hormon misalnya kanker payudara (berkaitan dengan hormon estrogen) pada wanita dan kanker prostat (berkaitan dengan hormon androgen) pada pria. Terapi hormon pada dasarnya berusaha menghambat sintesis steroid sehingga sel tidak dapat membelah. Terapi ini membawa dampak negatif bila diaplikasikan pada wanita yang masih dalam usia subur karena dapat menghambat siklus menstruasi (Sharma, 2000).

c. Radioterapi: terapi ini menggunakan sinar X dengan dosis tertentu sehingga dapat merusak DNA dan memaksa sel untuk berapoptosis. Efek negatif yang ditimbulkan hampir sama dengan kemoterapi (Mulyadi, 1997).

2.9.1 Doksorubisin dan resistensinya pada kanker payudara

Doksorubisin adalah golongan antibiotik antrasiklin sitotoksik yang diisolasi dari Streptomyces peucetius var. caesius. Doksorubisin telah digunakan secara luas untuk mengobati kanker payudara. Senyawa ini menunjukkan kemampuan yang kuat dalam melawan kanker dan telah digunakan sebagai obat kemoterapi kanker sejak akhir tahun 1960 (Singal dan Iliskovic, 1998).

Doksorubisin memiliki aktivitas antineoplastik dan spesifik untuk fase S dalam siklus sel. Mekanisme aktivitas antineoplastiknya belum diketahui dengan pasti. Mekanisme aksi doksorubisin kemungkinan melibatkan ikatan dengan DNA


(56)

melalui interkalasi di antara pasangan basa serta menghambat sintesis DNA dan RNA melalui pengkacauan template dan halangan sterik. Kemungkinan mekanisme yang lain adalah melibatkan ikatan dengan lipid membran sel, yang akan mengubah berbagai fungsi selular dan berinteraksi dengan topoisomerase II membentuk kompleks pemotong DNA. Doksorubisin telah digunakan pada beberapa pengobatan jenis tumor seperti kanker payudara, esophagus, osteosarkoma, Kaposi’s sarkoma, sarkoma jaringan lunak, limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin baik dalam aplikasi tunggal maupun kombinasi dengan beberapa agen antitumor lainnya. Aplikasi doksorubisin yang telah digunakan secara klinis untuk berbagai jenis tumor ini dibatasi oleh timbulnya efek samping (Tyagi, et al., 2004).

Efek samping yang timbul segera setelah pengobatan dengan doksorubisin adalah mual, imunosupresi dan aritmia yang sifatnya reversibel serta dapat dikontrol dengan obat-obat lain. Efek samping yang paling serius akibat pengobatan dengan doksorubisin dalam jangka waktu yang lama adalah

cardiomyopathy yang diikuti dengan gagal jantung (Singal dan Iliskovic, 1998). Berdasarkan hasil penelitian restrospektif diketahui bahwa toksisitas kardiak akibat pemberian doksorubisin merupakan efek samping yang bergantung pada dosis. Mekanisme yang memperantarai toksisitas kardiak tersebut diduga disebabkan oleh terbentuknya spesies oksigen reaktif, meningkatnya kadar anion superoksida dan pengurasan ATP yang kemudian menyebabkan perlukaan jaringan kardiak (Wattanapitayakul, et al., 2005).

Permasalahan yang sering timbul dalam terapi kanker terutama kanker payudara menggunakan doksorubisin adalah resistensi obat dan menjadi penyebab


(57)

kegagalan terapi kanker payudara (Mechetner, et al., 1998). Resistensi ini diperantarai oleh berbagai mekanisme antara lain mutasi pada target obat, kegagalan inisiasi apoptosis dan pengeluaran obat oleh protein transporter pada membran sel. Pengeluaran obat yang disebabkan oleh adanya pompa efflux Pgp menjadi salah satu sebab utama resistensi obat ini (Mechetner, et al., 1998).

Doksorubisin akan dikenali oleh Pgp dan selanjutnya segera dikeluarkan dari dalam sel sehingga menurunkan konsentrasi efektif doksorubisin dalam sel kanker. Mekanisme pemompaan oleh Pgp sangat bergantung pada aktivasi protein tersebut dan penekanan ekspresi Pgp. Oleh karena itu, inaktivasi Pgp dan penekanan ekspresinya mampu mengatasi permasalahan resistensi sel kanker terhadap doksorubisin (Mechetner, et al., 1998; Zhou, et al., 2006).

2.9.2 Terapi Kombinasi

Terapi pengobatan kanker pada umumnya menggunakan terapi kombinasi (ko-kemoterapi) dengan agen-agen yang memiliki efek sinergis terhadap sel kanker, bersifat spesifik dan memiliki efek toksik seminimal mungkin. Terapi kombinasi hingga saat ini dikembangkan secara empiris. Namun demikian, sampai saat ini belum ada terapi pengobatan untuk kanker payudara yang telah metastasis. Selain itu, berbagai permasalahan seperti resistensi obat dan timbulnya toksisitas yang tinggi pada jaringan normal oleh beberapa agen kemoterapi menjadi semakin sulit menemukan terapi kanker payudara yang efektif. Hal tersebut menuntut pengembangan cara pengobatan baru bagi kanker payudara (Tyagi, et al., 2004).

Pemanfaatan senyawa alam yang non toksik dengan efektivitas tinggi melawan kanker dapat menjadi pilihan pengembangan terapi kombinasi dengan


(58)

agen kemoterapi (Tyagi, et al., 2004). Oleh karena itu, berbagai metode dapat dilakukan untuk mengembangkan dan mengevaluasi kombinasi terapi yang tepat sehingga tingkat keamanan pasien semakin tinggi.

Isobologram dan indeks kombinasi (IK) merupakan metode yang umum digunakan untuk mengevaluasi kombinasi obat. Metode ini dikemukakan pertama kali oleh Chou dan Talalay pada tahun 1984 (Zhao, et al., 2004).

Analisis isobologram mengevaluasi interaksi dua obat dengan jalan menentukan terlebih dahulu konsentrasi efektif (IC50

Selain dengan isobologram, interaksi antara dua obat dapat dianalisis dengan IK. Analisis IK menggambarkan efikasi dari kombinasi dengan menggunakan persamaan sebagai berikut.

) dari masing-masing obat ketika diaplikasikan sebagai agen tunggal kemudian diplotkan pada sumbu X dan Y. Garis yang menghubungkan kedua titik disebut dengan garis aditif. Selanjutnya, konsentrasi kombinasi kedua obat untuk menghasilkan efek yang sama digambarkan pada plot yang sama. Efek sinergis, aditif atau antagonis diindikasikan oleh letak titik plot tersebut, yaitu apakah (secara berurutan) di bawah, pada atau di atas garis aditif (Zhao, et al., 2004).

I= (D)1/(Dx)1 + (D)2/(Dx)

I adalah indeks kombinasi. Dx adalah konsentrasi dari satu senyawa tunggal yang dibutuhkan untuk memberikan efek, dalam hal ini adalah IC

2

50 terhadap

pertumbuhan sel kanker payudara. (D)1 dan (D)2 adalah besarnya konsentrasi

kedua senyawa untuk memberikan efek yang sama. Nilai IK kurang, sama atau lebih dari 1 mengindikasikan efek (secara berurutan) sinergis, aditif atau antagonis (Zhao, et al., 2004; Reynolds, et al., 2005).


(59)

2.10 Indeks Selektivitas

Untuk memperoleh nilai indeks selektivitas digunakan sel Vero menggunakan 3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide (MTT). Indeks selektivitas (IS) diperoleh dari rasio IC50 sel Vero dibandingkan

dengan sel kanker yang diuji. Nilai IS lebih tinggi dari 3 menunjukkan bahwa obat atau ekstrak memiliki selektivitas yang tinggi (Prayong, et al., 2008).


(60)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental untuk mengetahui apakah ekstrak etil asetat daun poguntano (EEADP) dan doksorubisin memiliki efek kombinasi terhadap sel kanker payudara MCF-7 dan T47D. Tahap penelitian meliputi identifikasi sampel atau bahan tumbuhan, pengumpulan dan pembuatan simplisia, pembuatan pereaksi, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia simplisia dan ekstrak, pembuatan ekstrak n-heksana (ENDP), etil asetat (EEADP) dan etanol (EEDP) yang dilakukan di laboratorium Farmakognosi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan. Pengujian efek sitotoksik EEADP dan doksorubisin, pengujian indeks kombinasi EEADP dengan doksorubisin, pengujian selektivitas terhadap sel Vero, pengujian penghambatan siklus sel, pengujian apoptosis dengan metode flowsitometri dan penekanan ekspresi protein Bcl-2 dan siklin D1 dilakukan di Laboratorium Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas,

autoclave (Hirayama), blender (Philips), conical tube, eksikator, ELISA reader

(BenMark Biorad), inkubator CO2 (Heraceus), FACScan flowcytometer, inverted

microscope (Olympus), krus porselin, laminar air flow (LAF) (Labconco), mikropipet, tissue culture flask, hemositometer, hand counter, neraca kasar (Home Line), neraca listrik (Vibra AJ), oven (Memmert), penangas air (Yenaco),


(1)

Lampiran 28. (Lanjutan)

Dokso tunggal

µg/mL 4 3 2 1

4 9,939 8,829 9,676 7,661

3 11,341 8,844 10,684 9,048

2 12,962 17,986 11,794 12,013

1 11,911 12,042 9,998 11,560

EEADP µg/mL 60 45 30 15

60 50,272 70,736 55,119 92,276

45 24,423 70,466 36,540 66,697

30 5,464 98,089 16,076 12,038

15 13,922 11,499 49,195 20,384

Indeks Kombinasi Dokso µg/mL

EEADP µg/mL 4 3 2 1

60 0,79 0,51 0,88 0,52

45 1,49 0,30 1,04 0,56

30 5,80 0,47 1,70 2,41


(2)

Lampiran 29. Indeks kombinasi (IK) EEADP - doksorubisin pada sel T47D I = (D)1/(Dx)1 + (D)2/(Dx)

I = IK

2

Dx = konsentrasi dari satu senyawa tunggal (IC50 (D)

)

1 dan (D)2 = besarnya konsentrasi kedua senyawa untuk memberikan efek yang sama

Absorbansi (tunggal)

µg/mL EEADP

50,0 0,712 0,665 0,681 37,5 0,750 0,759 0,752 25,0 0,823 0,648 0,730 12,5 0,903 0,735 0,798

µg/mL Doksorubisin Kontrol sel

1,00 0,439 0,530 0,527 0,761 0,842 0,707 0,77 0,75 0,398 0,471 0,400

0,50 0,226 0,218 0,221 Kontrol media

0,25 0,220 0,211 0,210 0,102 0,110 0,110 0,107

Sel hidup (tunggal)

µg/mL EEADP Rata-rata

50,0 91,25 84,15 86,57 87,32

37,5 96,98 98,34 97,28 97,54

25,0 108,00 81,59 93,96 94,52

12,5 120,07 94,72 104,23 106,34

µg/mL Doksorubisin Rata-rata

1,00 50,05 63,78 63,33 59,05

0,75 43,86 54,88 44,16 47,64

0,50 17,91 16,70 17,15 17,25


(3)

Lampiran 29. (Lanjutan)

Absorbansi (kombinasi)

Dokso 1 µg/mL Dokso 0,75 µg/mL EEADP 50,0 0,512 0,505 0,484 0,534 0,551 0,565

µg/mL 37,5 0,597 0,565 0,577 0,521 0,581 0,632 25,0 0,588 0,532 0,563 0,519 0,475 0,520 12,5 0,537 0,572 0,545 0,489 0,474 0,596

Dokso 0,50 µg/mL Dokso 0,25 µg/mL EEADP 50,0 0,218 0,212 0,276 0,198 0,241 0,189

µg/mL 37,5 0,208 0,213 0,241 0,220 0,227 0,197 25,0 0,214 0,205 0,287 0,253 0,223 0,198 12,5 0,238 0,251 0,209 0,202 0,183 0,217

% Sel hidup (kombinasi)

Dokso 1,00 (%) Dokso 0,75 (%) EEADP 50,0 61,07 60,01 56,84 64,39 66,59 69,06

µg/mL 37,5 73,89 69,06 70,88 62,42 71,48 79,18 25,0 72,54 64,08 68,76 62,12 55,48 62,27 12,5 64,84 70,12 66,05 57,60 55,33 73,74

Dokso 0,50 (%) Dokso 0,25 (%) EEADP 50,0 16,70 15,79 25,45 13,68 20,17 12,32

µg/mL 37,5 15,19 15,95 20,17 17,00 18,06 13,53 25,0 16,10 14,74 27,11 21,98 17,45 13,68 12,5 19,72 21,68 15,34 14,29 11,42 16,55

Doksorubisin µg/mL EEADP

µg/mL

0 1,00 0,75 0,50 0,25

0 100 59,05 47,64 17,25 16,05

50,0 87,32 59,31 66,80 19,32 15,39

37,5 97,54 71,28 71,03 17,10 16,20

25,0 94,52 68,46 59,96 19,32 17,71


(4)

Lampiran 29. (Lanjutan)

Dokso tunggal

µg/mL 1,00 0,75 0,50 0,25

1,00 1,960 5,064 14,605 16,231

0,75 6,919 6,815 15,522 15,897

0,50 5,752 2,231 14,605 15,272

0,25 5,148 3,168 14,772 16,773

EEADP µg/mL 50,0 37,5 25,0 12,5

50,0 95,409 62,823 269,279 286,338

37,5 43,358 44,451 278,902 282,838

25,0 55,605 92,566 269,279 276,277

12,5 61,948 82,725 271,028 292,024

Indeks Kombinasi Doksorubisin µg/mL

EEADP µg/mL 1,00 0,75 0,50 0,25

50,0 0,06 0,64 0,22 0,19

37,5 0,72 0,73 0,17 0,15

25,0 0,28 0,09 0,13 0,11


(5)

Lampiran 30. LAF (Laminar Air Flow), inkubator CO2 dan mikroskop inverted

Keterangan: Laminar Air Flow


(6)

Lampiran 31. ELISA reader dan Flowsitometer

Keterangan : ELISA reader


Dokumen yang terkait

Efek Kombinasi Ekstrak Aktif Daun Poguntano (Picria Fel-Terrae Lour.) Dengan Doxorubicin Terhadap Sel Kanker Payudara Secara In Vitro

1 7 12

Efek Kombinasi Ekstrak Aktif Daun Poguntano (Picria Fel-Terrae Lour.) Dengan Doxorubicin Terhadap Sel Kanker Payudara Secara In Vitro

1 2 8

Efek Kombinasi Ekstrak Aktif Daun Poguntano (Picria Fel-Terrae Lour.) Dengan Doxorubicin Terhadap Sel Kanker Payudara Secara In Vitro

1 2 27

Efek Kombinasi Ekstrak Aktif Daun Poguntano (Picria Fel-Terrae Lour.) Dengan Doxorubicin Terhadap Sel Kanker Payudara Secara In Vitro

0 0 5

Efek Kombinasi Ekstrak Aktif Daun Poguntano (Picria Fel-Terrae Lour.) Dengan Doxorubicin Terhadap Sel Kanker Payudara Secara In Vitro

0 0 57

UJI ANTIKANKER KOMBINASI EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN POGUNTANO (Picria fel-terrae Lour.) DENGAN DOKSORUBISIN TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA SECARA IN VITRO

0 1 22

Uji Antikanker Kombinasi Ekstrak Etil Asetat Daun Poguntano (Picria fel-terrae Lour.) dengan Doksorubisin Terhadap Sel Kanker Payudara Secara In Bitro

0 0 36

Uji Antikanker Kombinasi Ekstrak Etil Asetat Daun Poguntano (Picria fel-terrae Lour.) dengan Doksorubisin Terhadap Sel Kanker Payudara Secara In Bitro

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Uji Antikanker Kombinasi Ekstrak Etil Asetat Daun Poguntano (Picria fel-terrae Lour.) dengan Doksorubisin Terhadap Sel Kanker Payudara Secara In Bitro

0 0 26

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Uji Antikanker Kombinasi Ekstrak Etil Asetat Daun Poguntano (Picria fel-terrae Lour.) dengan Doksorubisin Terhadap Sel Kanker Payudara Secara In Bitro

0 0 9