Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 31 Tahun 2002 Tentang Tempat Rekreasi dan Olahraga Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara

8

BAB I
PENDAHULUAN

H. Latar Belakang
Dalam rangka meningkatkan efektivitas tugas pemerintahan maka
penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan dilaksanakan di daerah sesuai dengan
Pasal 18 UUD 1945. Menurut penjelasan Pasal 18 UUD 1945 tentang
pemerintahan daerah ditentukan karena negara Indonesia adalah negara kesatuan
maka Indonesia tidak akan mempunyai daerah didalam wilayahnya yang juga
berbentuk negara. Wilayah negara Indonesia dibagi menjadi daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi menjadi daerah yang lebih kecil. Daerah itu menurut
aturan yang akan ditetapkan dengan UU bersifat otonom/bersifat administratif
belaka. Maksud dari Pasal 18 UUD 1945 adalah wilayah Indonesia dibagi menjadi
sejumlah daerah besar dan kecil yang bersifat otonom yaitu daerah yang boleh
mengurus rumah tangganya sendiri dan daerah administrasi yaitu daerah yang
tidak boleh berdiri sendiri. 1
Oleh sebab itu UUD 1945 merupakan landasan yang kuat untuk
menyelenggarakan otonomi dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata
dan bertanggung jawab kepada daerah, sebagaimana tertuang dalam ketetapan

MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan otonomi daerah yang
meliputi pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang
berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan daerah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Munculnya

otonomi

daerah

menyebabkan

terjadinya

pergeseran

paradigma dari sistem pemerintahan yang bercorak sentralisasi mengarah kepada
sistem pemerintahan yang desentralisasi, yaitu dengan memberikan keleluasaan
kepada daerah dalam mewujudkan daerah otonom yang luas dan bertanggung
jawab, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai

kondisi dan potensi wilayahnya. Pemberian otonomi kepada daerah pada dasarnya
bertujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah
1

Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia, 1945

Universitas Sumatera Utara

9

daerah, terutama dalam pelaksanakan pembangunan dan pelayanan terhadap
masyarakat serta untuk meningkatkan pembinaan kesatuan politik dan kesatuan
bangsa.
Berdasarkan undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, otonomi yang seluas-luasnya bagi pemerintah kabupaten merupakan
peluang dan sekaligus tantangan. Peluang disini bagi pemerintahan daerah yang
memiliki potensi sumber daya alam yang memadai untuk mengelola sendiri
potensi tersebut, sedangkan bagi pemerintah daerah yang mempunyai sumber
daya alam yang kurang memadai justru merupakan tantangan. 2
Masalah yang sering muncul dalam melaksanakan otonomi daerah adalah

prospek kemampuan pembiayaan pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan
fungsinya sebagai penyelenggara pembangunan, penyelenggara pemerintah serta
melayani masyarakat setempat sejalan dengan dinamika kehidupan masyarakat
yang harus dilayani. Oleh karena itu penyelenggaraan kegiatan pemerintahan
daerah senantiasa terus meningkat sehingga biaya yang dibutuhkan juga akan
bertambah. Peningkatan penerimaan daerah harus senantiasa diupayakan secara
periodik oleh setiap daerah otonom melalui penataan administrasi pendapatan
daerah yang efisien dan efektif sesuai dengan pola yang telah ditetapkan dalam
berbagai peraturan perundang-undangan dan petunjuk pelaksanaan.
Dalam rangka memenuhi pembiayaan pembangunan dan penyelenggaraan
pemerintah di daerah dapat diperoleh dari penerimaan daerah sendiri atau dapat
pula dari luar daerah. Sumber-sumber pendapatan yang dapat dilaksanakan oleh
pemerintah daerah dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Daerah adalah
dengan meningkatkan pendapatan dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah,
hasil perusahaan milik daerah & pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
serta lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Upaya-upaya peningkatan
Pendapatan Asli Daerah ini tidak terlepas dari mekanisme sistem pemerintahan
daerah yaitu kerjasama antar Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Daerah
dengan cara pendekatan terpadu dan tidak menghilangkan identitas, tugas serta
fungsi masing-masing.

2

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Universitas Sumatera Utara

10

Seiring dengan pelaksanaan Otonomi Daerah yang dititip beratkan pada
Daerah Kabupaten dan Kota, maka Pemerintah Kota Medan berupaya
mengembangkan mekanisme pembiayaan dengan menggali berbagai bentuk
pembiayaan yang potensial untuk menunjang pembangunan Daerah sekaligus
untuk peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat termasuk Penyediaan
Sarana dan Prasarana Tempat rekreasi dan olahraga. Berdasarkan pengamatan
langsung di beberapa titik tempat rekreasi dan olahraga masih banyak yang belum
mengurus izin.
Berdasarkan pokok pikiran tersebut maka pembangunan yang diharapkan
adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat
Indonesia seluruhnya. Pokok pikiran tersebut diwujudkan dalam tugas-tugas
pembangunan yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan yang

meliputi aspek kehidupan materiil dan spirituil. Keberhasilan pembangunan itu
sendiri merupakan tanggung jawab bersama yang dipikul oleh pemerintah dan
rakyat, dimana pelaksanaan pembangunan tersebut akan berhasil jika ditunjang
dengan stabilitas nasional yang mantap.
Mengenai hubungan antara pemerintah pusat

dan daerah perlu

diperhatikan bahwa di daerah terdapat dua jenis pemerintahan yaitu pemerintahan
dari daerah otonom yang diadakan sebagai pelaksanaan asas desentralisasi dan
pemerintahan dari wilayah administratif yang diadakan sebagai pelaksanaan asas
dekonsentrasi.
Otonomi daerah dilaksanakan dengan cara memberikan hak, wewenang
dan kewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setiap tugas-tugas daerah harus
dijamin kelancarannya untuk dapat berjalan dengan baik. Untuk dapat menjamin
kelancaran tugas-tugas pemerintah daerah maka daerah harus mempunyai
keuangan sendiri yang cukup kuat. Semakin kuat keuangan suatu daerah maka
semakin besarlah kemampuannya dalam menyelenggarakan usaha-usahanya
dalam memberikan kesejahteraan dan pelayanan umum kepada masyarakat.

Untuk dapat meningkatkan pendapatan daerah tersebut, pemerintah wajib
menggali sumber-sumber pendapatan daerah baru agar pemerintah mempunyai

Universitas Sumatera Utara

11

persediaan dana yang cukup. Salah satu cara dengan mengadakan intensifikasi dan
ekstensifikasi sumber pendapatan baru. Pelaksanaan pembangunan dan pemberian
pelayanan kepada masyarakat diperlukan penyediaan sumber-sumber pendapatan
asli daerah yang hasilnya memadai. Hal tersebut bisa didapat dari peningkatan
kinerja pemungutan, penyempurnaan dan penambahan jenis retribusi serta
keleluasaan yang diberikan kepada daerah.
Dalam Tap MPR No. IV/MPR/1999, tentang Garis-Garis Besar Haluan
Negara bab IV arah kebijakan huruf (f) mengenai bidang sosial dan budaya nomor
2 huruf (h) diatur masalah pembangunan kepariwisataan. Mengembangkan
pariwisata melalui pendekatan sistem yang utuh dan terpadu bersifat
interdisipliner dan partisipasi dengan menggunakan kriteria ekonomis, teknis,
ergonomis, sosial budaya, hemat energi, melestarikan alam dan tidak merusak
lingkungan. Pembangunan kepariwisataan yang semua diorientasikan pada

wilayah tertentu dan dikerjakan sendiri, kadang-kadang tidak dapat terlaksana
karena menemui permasalahan-permasalahan tertentu sehingga mau tidak mau
pembangunan tersebut harus dilakukan secara kerjasama. Permasalahan itu antara
lain karena ruang lingkup dari kawasan wisata yang cukup luas baik dari segi
kepentingan maupun dari segi wilayah yang terkadang melintasi batas wilayah
administratif dari beberapa lingkungan pemerintah.
Bahwa dengan adanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan

Daerah

maka

daerah

pun

diberi

kewenangan


untuk

menyelenggarakan urusan pemerintahan secara optimal yang diikuti dengan
pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah. Daerah diberi
hak

untuk

mendapatkan

sumber

keuangan

guna

mempercepat

proses


pembangunan bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Sejalan dengan meningkatnya pembangunan di Kota Medan maka
semakin bertambah pula dana yang dibutuhkan oleh pemerintah daerah. Oleh
karena itu dibutuhkan suatu kerjasama antara pemerintah daerah dengan perangkat
daerah untuk bisa menambah sumber pendapatan daerah. Kerjasama ini pun
dilakukan agar daerah dapat tumbuh serasi dan mampu memecahkan masalahmasalah yang terdapat di wilayah dan daerah secara bersama-sama.

Universitas Sumatera Utara

12

Guna mendukung proses pembangunan, pemerintah yang bekerjasama
dengan perangkat daerah memerlukan suatu peraturan. Peraturan daerah yang
ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan dari DPRD dibuat
sebagai salah satu pedoman dalam menjalankan kinerjanya secara sempurna.
Peraturan daerah merupakan produk hukum dari pemerintah daerah. Keberadaan
pemerintah daerah (otonom) adalah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah
yaitu untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangga daerahnya sendiri. Agar
peraturan daerah dapat berfungsi dengan baik maka peraturan tersebut

berdasarkan pada landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis. Sehubungan di Kota
Medan ada salah satu produk hukum daerah yaitu peraturan daerah tentang
retribusi tempat rekreasi dan olah raga maka segala hal yang mengatur tentang
pemungutan retribusi tempat rekreasi dan olah raga berpedoman pada perda ini.
Perda tersebut digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pemungutan retribusi
yang terjadi di lapangan.

I. Perumusan Masalah
1. Bagaimana izin dalam perspektif hukum administrasi Negara?
2. Bagaimana Gambaran Umum Tempat Rekreasi Dan Olahraga Di Kota
Medan?
3. Bagaimana Kendala-Kendala Yang Timbul Dalam Pelaksanaan Peraturan
Daerah Kota Medan Nomor 31 Tahun 2002 Tentang Retribusi Tempat
Rekreasi Dan Olah Raga?

J. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Untuk mengetahui izin dalam perspektif hukum administrasi negara
2. Untuk mengetahui Gambaran Umum Tempat Rekreasi Dan Olahraga Di
Kota Medan.
3. Untuk mengetahui kendala-kendala

Peraturan Daerah Kota

yang timbul dalam pelaksanaan

Medan Nomor 31 TAHUN 2002 Tentang

Retribusi Tempat Rekreasi Dan Olah Raga.

Universitas Sumatera Utara

13

K. Keaslian Penulisan
Skripsi ini berjudul Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan No. 31
tahun 2002 Tentang Tempat Rekreasi Dan Olahraga Ditinjau dari Hukum
Administrasi Negara. Berdasarkan penelusuran kepustakaan dan studi kasus
sepanjang yang diketahui belum dilakukan penulisan, oleh karena itu penulisan ini
asli. Bila ternyata terdapat skripsi yang sama dengan skripsi ini sebelum dibuat
penulis bertanggungjawab sepenuhnya.

L. Tinjauan Kepustakaan
Sejak bergulirnya era reformasi, maka seluruh tatanan penyelenggaraan
negara dan pemerintahan di negara kita menjadi berubah. Dalam era reformasi ini
penyelenggaraan lebih ditonjolkan, sebagai upaya untuk mewujudkan masyarakat
madani (civil society).
Menurut Undang-Undang Otonomi daerah, dalam penyelenggaraan
otonomi daerah, kepala daerah diberi kewenangan yang luas, nyata dan
bertanggung jawab secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan
pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta pemanfaatan keuangan
pusat dan daerah sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat,
pemerataan dan keadilan. Dalam rangka desentralisasi disertai dengan penyerahan
dan pengalihan pembiayaan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia
sesuai serahkan tersebut Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang
pemerintahan daerah yang telah diubah menjadi Undang-Undang No. 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Sehubungan dengan hal itu maka tidak
seluruh biaya pembangunan daerah di tanggung oleh pemerintah pusat. Daerah
harus mampu menggali sumber pendapatan daerah (antara lain melalui pungutanpungutan). Mengingat negara kita adalah negara yang berdasarkan hukum, maka
setiap pungutan yang dilakukan oleh daerah harus didasarkan peraturan (dalam
hal ini peraturan daerah). Sejak diberlakukan Undang-Undang Otonomi Daerah
Pemerintah Kota Medan telah mengeluarkan beberapa Perda termasuk
didalamnya adalah perda-perda yang dijadikan dasar pemasukan daerah, seperti
perda tentang retribusi tempat rekreasi dan olahraga

Universitas Sumatera Utara

14

Peraturan Daerah merupakan kebijakan Pemerintah Daerah, untuk itu
harus digunakan kebijakan publik yang baik. Menurut Syamsi kebijakan yang
tepat adalah kebijakan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat umum,
namun tanpa mengorbankan wewenang yang dimiliki pemerintah, yakni kebijakan
dalam keseimbangan yang optimal. 3
Perda merupakan produk hukum yang dibuat oleh pemerintah daerah
(gubernur/bupati/walikota) bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) sebagai payung hukum dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan
pemerintah di daerah, baik di daerah provinsi, kabupaten maupun kota.
Diharapkan melalui payung hukum ini, kebijakan pemerintah daerah akan lebih
berpihak pada kepentingan masyarakat luas sehingga mutu kehidupan masyarakat
lebih baik.
Retribusi adalah pungutan yang dilakukan sehubungan dengan sesuatu jasa
atau fasilitas yang diberikan oleh pemerintah secara langsung dan nyata kepada
pembayar. Retribusi merupakan pembayaran dari wajib retribusi kepada
pemerintah karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh pemerintah bagi wajib
retribusi secara perorangan atau dapat diartikan sebagai pemugutan pembayaran
pemakaian karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik pemerintah bagi
yang berkepentingan karena jasa yang diberikan oleh pemerintah dan berdasarkan
peraturan umum yang diberikan oleh pemerintah. Dapat ditarik kesimpulan bahwa
retribusi adalah iuran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dengan jasa balik
langsung yang dapat ditunjuk.
Perda juga merupakan instrumen (sarana/alat) kebijakan publik karena
pada dasarnya Perda adalah suatu keputusan yang mempunyai tujuan untuk
memenuhi kepentingan masyarakat (public interest). Orientasnya adalah
kepentingan publik, sehingga pada tataran konseptual kebijakan publik harus
memiliki keberpihakan yang kuat terhadap kepentingan masyarakat dan
berorientasi pada pelayanan kepentingan tersebut. 4
3

Ibnu Syamsi, Pokok-Pokok Kebijaksanaan, Perencanaan, Pemograman dan
Penganggaran Pembangunan Tingkat Nasional dan Regional, (Jakarta : Rajawali, 1986), hal 79
4
Fadillah Putra, Paradigma Kritis dalam Studi Kebijakan Publik, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2001), hal 20

Universitas Sumatera Utara

15

Pemerintah sebagai lembaga yang berwenang untuk membuat keputusan
yang berhubungan dengan kebijakan publik harus selalu memperhatikan
kepentingan masyarakat.
Menurut High Heclo kebijakan (policy) adalah suatu arah kegiatan yang
tertuju pada tercapainya beberapa tujuan. Selanjutnya dia mengatakan suatu
kebijaksanaan akan lebih cocok dilihat sebagai suatu arah tindakan atau tidak
dilakukannya suatu tindakan daripada sekedar sebagai suatu keputusan yang
spesifik. Sedangkan Heinz Eulan dan Kenneth Prewitt memberikan definisi
kebijakan dengan suatu perilaku dan dan berulangnya tindakan, baik oleh mereka
yang membuatnya maupun oleh mereka yang harus mematuhinya. 5
Bambang Sunggono dalam bukunya hukum dan kebijaksanaan publik
menyebutkan bahwa kebijaksanaan public tidaklah hanya catatan, pikiran atau
pendapat dari pejabat negara yang memiliki rakyat, akan tetapi harus
mencerminkan opini publik dengan porsi yang sama tercermin dalam
kebijaksanaan publik, setiap kebijaksanaan publik harus selalu berorientasi kepada
kepentingan publik (public interest) 6
Penggunaan istilah kebijaksanaan (policy) masih ditemui adanya
keragaman. Beberapa ahli mengemukakan pendapat tentang kebijaksanaan antara
lain :
1. Kleijn, kebijaksanaan sebagai tindakan secara sadar dan sistematis dengan
mempergunakan sarana-sarana yang cocok dengan tujuan politik yang
jelas sebagai sasaran yang dijalankan selangkah demi selangkah.
2. Kuypers, kebijaksanaan sebagai suatu susunan dari ;
a) Tujuan-tujuan yang dipilih oleh administrator public baik untuk
kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan kelompok,
b) Jalan-jalan dan sarana-sarana yang dipilih olehnya dan
c) Saat-saat yang mereka pilih.

5

Solicchin Abdul Wahab, Analisis Kebijaksanaan dari formulasi ke Implementasi
Kebijaksanan Negara, (Jakarta : Bumi Aksara,2001), hal 3
6
Soenarko SD, Publik Policy Pengertian Pokok untuk memahami dan analisa
Kebijaksanaan Pemerintah, (Surabaya : Airlangga University Press, 2001), hal 42

Universitas Sumatera Utara

16

3. Priend, kebijaksanaan dan hakekatnya adalah suatu posisi yang sekali
dinyatakan akan mempengaruhi keberhasilan yang akan dibuat dimasa
yang akan datang.
4. James E. Anderson, kebijaksanaan adalah serangkaian tindakan yang
mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang
pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan masalah tertentu.7
Sementara Irfan Islami dalam bukunya prinsip-prinsip perumusan
kebijaksanaan negara juga menggunakan istilah kebijaksanaan yang diartikan
bermacam-macam.
Harold D Lasswel dan Abraham Kaplan member arti kebijaksanaan
sebagai “a profected program of good, values and practices” (suatu program
pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek yang terarah) 8
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan suatu pemahaman bahwa
kebijakan/kebijaksanaan publik adalah merupakan suatu keputusan yang
diputuskan dan dilaksanakan oleh pemerintah yang berwenang untuk mewujudkan
kepentingan rakyat.
Kebijakan pemerintah secara praktis dapat diperinci dalam beberapa
kategori antara lain: policy demand (tuntutan kebijaksanaan), policy decisions
(keputusan-keputusan

kebijaksanaan),

policy

statement

(pertanyaan

kebijaksanaan), policy output (keluaran kebijaksanaan), policy out comes (hasil
akhir kebijaksaan).
Tuntutan kebijaksaan tuntutan atau desakan yang ditujukan kepada
pejabat-pejabat pemerintah yang dilakukan oleh aktor-aktor lain baik swasta
maupun kalangan pemerintah sendiri, untuk melakukan tindakan tertentu atau
tidak melakukan tindakan terhadap suatu persoalan.
Keputusan kebijaksanaan adalah keputusan-keputusan yang dibuat oleh
para pejabat pemerintah yang dimasksudkan untuk memberikan keabsahan,
kewenangan, atau memberikan arah terhadap pelaksanaan kebijaksanaan Negara.

7

Ibid. hal 13-14
Irfan Islami, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara (Jakarta : Bumi Aksara,
2000), hal 18
8

Universitas Sumatera Utara

17

Termasuk di dalamnya membuat keputusan-keputusan untuk menciptakan
ketentuan-ketentuan dasar atau menafsirkan terhadap undang-undang.
Pernyataan kebijaksanaan adalah pernyataan resmi atau penjelasan
mengenai kebijaksanaan Negara. Termasuk dalam hal ini adalah KetetapanKetetapan MPR, Keputusan Presiden, Peraturan Daerah.
Keluaran kebijaksanaan adalah merupakan wujud dari kebijaksanaan
Negara yang paling dapat dilihat dan dirasakan karena menyangkut hal-hal yang
senyatanya dilakukn untuk merealisasikan apa yang telah digariskan dalam
keputusan-keputusan.

Secara

singkat

keluaran kebijaksanaan

ini

adalah

menyangkut apa yang telah dikerjakan pemerintah.
Hasil akhir kebijaksanaan adalah akibat atau dampak yang benar-benar
dirasakan oleh masyarakat. Baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan
sebagai suatu konsekuensib dari tindakan atau tidak dilakukannya suatu tindakan
oleh pemerintah dalam masalah tertentu. 9
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses pengambilan
kebijaksanaan pemerintah antara lain.
a. Teori Inkrimental (Incremental Theory)
Teori Inkrimental diperkenalkan oleh Charles E. Lindblom dalam
karyanya The Science of Mudding Through yang memandang kebijaksanaan
Negara sebagai suatu kelanjutan kegiatan-kegiatan pemerintah dimasa lalu dengan
hanya mengubahnya atau memodifikasinya sedikit-sedikit yang disesuaikan
dengan kepentingan saat ini. Dalam hal ini karena para pembuat keputusan
dipandang

sebagai

administrative

man

yang

mempunyai

keterbatasan-

keterbatasan tentang waktu, pengetahuan, kecakapan, biaya, system dan
sebagainya sehingga tidak mampu menganalisa semua nilai-nilai serta tujuan yang
ada dalam masyarakat. Keseluruhan alternatif-alternatif kebijaksanaan beserta
konsekuensi-konsekuensinya, menilai rasio biaya dan keuntungan secara detail
dan seterusnya.
Keputusan

dengan

model Incremental

sangat

menekankan

pada

perumusan kebijaksanaan secara berkelanjutan yang dibuat tidak sekali untuk
9

Solichin Abdul Wahab, Op. Cit. hal 7-10

Universitas Sumatera Utara

18

semua (once and for all) yang masih mengalami banyak kekurangan tenaga ahli
dan dana serta memerlukan waktu yang cepat untuk mengejar ketertinggalanketertinggalan dalam perkembangan dan pembangunan sebagaimana dinyatakan
Ralp Huitt (dalam Henry), “what is most feasible is incremental”, (apa yang
paling memungkinkan untuk berhasil adalah incremental). 10
b. Teori Kelompok
Menurut David B. Truman dalam bukunya The Govermental Process
menyebutkan bahwa interaksi diantara kelompok-kelompok adalah merupakan
kenyataan

politik.

Individu-individu

dengan

kepentingan

yang

sama

meningkatkan baik secara formal maupun informal kedalam kelompok
kepentingan yang dapat mengajukan dan memaksakan kepentingan-kepentingan
kepeda pemerintah.
Pengertian kelompok kepentingan adalah suatu kelompok yang memiliki
sikap yang sama yang mengajukan tuntutan-tuntutan terhadap kelompok lain di
dalam masyarakat, kelompok kepentingan itu akan mempunyai arti politis kalau
kelompok kepentingan itu mengajukan tuntutan terhadap pemerintah. Dalam teori
kelompok kebijaksanaan pemerintah merupakan perimbangan (equilibrium) yang
dicapai sebagi hasil perjuangan kelompok. Upaya untuk menjaga perimbangan
tersebut maka peranan sistem politik adalah menengahi konflik yang terjadi
diantara kelompok-kelompok tersebut dengan membuat aturan-aturan yang harus
dipatuhi oleh kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat. Oleh sebab itu
menjadi tugas sistem politik untuk mengadakan peraturan guna jalannya
persaingan dan perjuangan antara kelompok masyarakat itu, mewujudkan
kompromi tersebut dalam bentuk kebijakan pemerintah dan memaksakan
berlakunya kebijakan itu pada semua pihak.
c. Teori Substantif dan Prosedural (Procedural and Substantive Theory)
Salah satu kategori model kebijaksanaan publik menurut James E.
Anderson dalam bukunya Public Policy Making adalah kategori substantive
policies atau procedural policies. Hal yang menjadi tekanan dari substantive
policy adalah adanya pokok masalah (subject matter) kebijaksanaan, sementara
10

Irfan Islami, Op. Cit. hal 58-70

Universitas Sumatera Utara

19

procedural policy merupakan kebijaksanaan tentang siapa atau pihak-pihak mana
saja yang terlibat dalam perumusan kebijaksanaan publik serta cara bagaimana
kebijaksanaan publik tersebut diimplementasikan.
d. Teori Kelembagaan
Teori ini adalah peranan lembaga pemerintah, yang didasarkan pada tiga
ciri pokok. Pertama, hanya pemerintahan yang dapat memberi kekuatan hukum
pada setiap kebijakan yang diambil. Kedua, hanya pemerintahlah yang
mempunyai kewenangan dan kekuatan untuk memberlakukan suatu kebijakan
kepada seluruh rakyat. Ketiga, pemerintahlah yang dapat memaksakan berlakunya
kebijakan pada masyarakat.
Teori untuk membahas kebijakan Pemerintah Daerah yang berupa Perda
Retribusi Tempat Pelelangan Ikan adalah teori incremental dan kelembagaan,
karena pembuatan Perda Retribusi Tempat Pelelangan Ikan ini meneruskan
kebijakan-kebijakan pemerintah dahulu. Demikian halnya dalam implementasi
kebijaksanaan tersebut tetap melibatkan unsur-unsur yang terlibat dalam
merumuskan Perda tersebut, sehingga diharapkan dapat secara optimal di
laksanakan di lapangan. Begitu juga pembuatan Perda Retribusi Tempat
Pelelangan Ikan disyahkan oleh lembaga yang berwenang.

M. Metode Penelitian
1.

Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian yuridis empiris dalam mengumpulkan

fakta-fakta sosial atau permasalahan hukum secara terstruktur dan materi hukum
positif dapat diperoleh dari kegiatan mempelajari bahan-bahan hukum terkait. 11
2. Sumber Data
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer
dan data sekunder. Data Sekunder adalah data normative terutama yang
bersumber dari perundang-undangan. 12
11

Bahder Johan Nasution. Metode Penelitian Ilmu Hukum (Bandung :Mandar Maju.
2008), hal 174
12
Abdul Khadir Muhammad. Hukum dan Penelitian Hukum.(Bandung : Citra Aditya
Bakti. Bandung. 2004), hal 52

Universitas Sumatera Utara

20

Didalam penelitian ini menggunakan:
a. Bahan hukum primer, merupakan bahan hukum yang bersifat autoratif
artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hokum primer terdiri dari
Perundang-undangan, catatan resmi atau risalah dalam pembuatan
Perundang-undangan dan Putusan putusan Hakim. 13
b. Bahan hukum sekunder yaitu berupa semua publikasi tentang hukum yang
bukan merupakan dokumen-dokumen resmi 14
3. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian akan diperoleh melalui data primer
dan data sekunder dengan mengunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri
dari Undang-Undang Dasar 1945 dan Peraturan Daerah Kota Medan No.
31 Tahun 2002 tentang retribusi tempat rekreasi dan olah raga
b. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh melalui buku-buku teks, karena buku teks berisi
mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan
klasik para Sarjana yang mempunyai kualifikasi tinggi, didalam memilih
buku teks ini, sekali lagi perlu dikemukakan bahwa mengingat Indonesia
bekas jajahan Belanda sangat dianjurkan kalau buku teks yang digunakan
adalah, buku teks yang ditulis oleh penulis dari Eropa Kontinental dan
bukubuku teks yang ditulis oleh penulis Anglo Amerika. Di dalam ilmu
hukum, buku-buku teks terdapat pada buku-buku mengenai Jurisprudence.
Disamping buku teks bahan huum sekunder dapat berupa tulisan-tulisan
tentang hukum baik dalam bentuk buku ataupun jurnal-jurnal. 15
4. Analisis Data
Analisis hasil penelitian berisi uraian tentang cara-cara analisis yang
menggambarkan bagaimana suatu data dianalisis dan apa manfaat data yang
terkumpul untuk

dipergunakan

dalam

memecahkan

masalah penelitian.

13

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum. Jakarta Kencana. 2008. hal 141
Abdul Khadir Muhammad, Op. Cit. hal 141
15
Soedikno Mertokusumo, Sebuah Pengantar Penemuan Hukum. (Yogyakarta : Liberty,
2007), hal 143
14

Universitas Sumatera Utara

21

Berdasarkan prosedur pengumpulan bahan hukum yang diperoleh, analisis data
yang digunakan adalah analisis deskriptif yang diawali dengan mengelompokkan
data dan informasi yang sama menurut sub aspek dan selanjutnya melakukan
penafsiran atau pemberian pendapat untuk memberi makna terhadap tiap sub
aspek dan hubungannya satu sama lain. Kemudian setelah itu menganalisis
keseluruhan aspek untuk memahami makna hubungan antara aspek yang satu
dengan aspek yang lain dan dengan keseluruhan aspek yang menjadi pokok
permasalahan penelitian yang dilakukan secara induktif sehingga memberikan
gambaran hasil secara utuh, dengan demikian penelitian menjadi lebih fokus dan
tertuju pada masalah. 16

N. Sistematika Penulisan
Dalam skripsi yang berjudul Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan
No. 31 Tahun 2002 tentang Tempat Rekreasi dan Olahraga Ditinjau dari Hukum
Administrasi Negara, sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:
BAB I

PENDAHULUAN
Berisikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penelitian, tinjauan
kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan

BAB II

IZIN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI N
NEGARA
Pada bab ini akan membahas Pengertian Izin, Proses Mendapatkan
Izin dan Fungsi Pemberian Izin

BAB III

GAMBARAN UMUM TEMPAT REKREASI DAN OLAHRAGA
DI KOTA MEDAN
Dalam bab ini akan membahas mengenai profil kota Mdan,
pengertian tempat rekreasi dan olahraga, peraturan daerah tempat
rekreasi dan olahraga dan penegakan hukum terhadap tempat
rekreasi dan olahraga.

16

Bahder Johan Nasution. Metode Penelitian Ilmu Hukum. (Bandung Mandar Maju.
2008), hal 174

Universitas Sumatera Utara

22

BAB IV

KENDALA-KENDALA YANG TIMBUL DALAM
PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN
NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT
REKREASI DAN OLAH RAGA
Berisikan Kendala dalam Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota
Medan No. 31 Tahun 2002 Tentang Tempat Rekreasi dan Olahraga
dan Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam
pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 31 Tahun 2002
Tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan membahas mengenai kesimpulan dan saran
terhadap hasil analisis yang dilakukan. Kesimpulan merupakan
intisari dari pembahasan terhadap permasalahan yang diajukan
dalam skripsi ini, sedangkan saran yang ada diharapkan dapat
menambah pengetahuan bagi para pembacanya dan dapat berguna
bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pemberian izin tempat
rekreasi di Kota Medan.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Prosedur Perolehan Izin Tempat Hiburan Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara (Studi Peraturan Daerah Kota Medan Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan No 37 Tahun 2002, Tentang Pendirian Lokasi Usaha Rekreasi Dan Hiburan Umum)

3 63 92

Implementasi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan Ditinjau dari Hukum Administrasi Negara (Studi Kota Medan)

1 46 79

Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 31 Tahun 2002 Tentang Tempat Rekreasi dan Olahraga Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara

0 6 68

Prosedur Izin Pengelolaan Pelataran Parkir Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 7 Tahun 2002

1 2 7

Prosedur Izin Pengelolaan Pelataran Parkir Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 7 Tahun 2002

0 0 12

Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 31 Tahun 2002 Tentang Tempat Rekreasi dan Olahraga Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara

0 0 7

Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 31 Tahun 2002 Tentang Tempat Rekreasi dan Olahraga Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara

0 0 1

Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 31 Tahun 2002 Tentang Tempat Rekreasi dan Olahraga Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara

0 0 10

Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 31 Tahun 2002 Tentang Tempat Rekreasi dan Olahraga Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara

0 0 3

Prosedur Perolehan Izin Tempat Hiburan Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara (Studi Peraturan Daerah Kota Medan Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan No 37 Tahun 2002, Tentang Pendirian Lokasi Usaha Rekreasi Dan Hiburan Umum)

0 0 10