Hubungan Kompetensi Perawat dalam Memasang, dan Merawat Infus Terhadap Kejadian Flebitis di Ruang Pediatrik Rumah Sakit Columbia Asia Medan Tahun 2015

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Pemasangan infus atau terapi intravena adalah suatu tindakan pemberian cairan
melalui intravena yang bertujuan untuk menyediakan air, elektrolit, dan nutrien untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pemasangan infus dapat menggantikan air dan
memperbaiki kekurangan cairan elektrolit serta merupakan suatu medium untuk
pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001).
Kemampuan pemasangan infus merupakan kompetensi dan tanggung jawab
perawat. Kompetensi perawat yang diharapkan adalah memilih tempat vena yang
sesuai, jenis kanula yang paling sesuai untuk pasien tertentu, mahir dalam teknik
aseptik, dan teknik penusukan vena. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi
pemasangan infus antara lain jenis larutan yang akan diberikan, lamanya terapi
intravena, keadaan umum pasien dan tempat vena yang digunakan, dan keterampilan
orang yang akan melakukan pemasangan infus. Banyak tempat yang dapat digunakan
untuk pemasangan infus, tetapi kemudahan akses dan potensi bahaya berbeda di
setiap vena. Vena di ekstremitas atas dipilih sebagai lokasi perifer, karena vena ini
relatif aman dan mudah dilakukan pemasangan infus, sedangkan vena di kaki jarang
di gunakan karena resiko tinggi terjadinya tromboemboli vena. Tempat lain yang
harus dihindari dalam pemasangan infus adalah vena di bawah infiltrasi vena

sebelumnya atau di bawah area yang flebitis, vena yang sklerotik atau bertrombus,

1
Universitas Sumatera Utara

2

lengan dengan arteriovena atau fistula, atau lengan yang mengalami edema, infeksi,
bekuan darah, dan kerusakan kulit (Smeltzer & Bare, 2001).
Pemasangan infus atau terapi intravena yang dilakukan secara terus menerus dan
dalam jangka waktu yang lama, tentunya akan meningkatkan terjadinya komplikasi
dari pemasangan infus, salah satunya adalah flebitis. Flebitis merupakan peradangan
pada intima tunika dari vena dangkal yang disebabkan oleh iritasi mekanik, kimia
atau sumber bakteri (mikro organisme) yang dapat menyebabkan pembentukan
trombus (Royal College of Nursing, 2010). Flebitis mekanik disebabkan oleh
pergerakan benda asing (kanula) yang menyebabkan gesekan dan peradangan vena
(Stokowski et al, 2009). Hal ini sering terjadi ketika ukuran kanula terlalu besar untuk
vena yang dipilih (Martinho & Rodrigues, 2008). Penempatan kanula terlalu dekat
dengan katup, akan meningkatkan risiko flebitis mekanis akibat iritasi pada dinding
pembuluh darah dengan ujung kanula (Macklin, 2003). Flebitis kimia disebabkan

oleh obat atau cairan yang diberikan melalui kanula. Faktor-faktor seperti pH dan
osmolalitas dari zat memiliki dampak yang signifikan terhadap kejadian flebitis.
Flebitis yang disebabkan oleh bakteri berasal dari tehnik aseptik yang kurang dari
keterampilan perawat dalam memasang infus (Kohno et al, 2009).
Flebitis berat hampir selalu diikuti bekuan darah atau trombus pada vena yang
sakit atau mengalami peradangan dan selanjutnya menjadi tromboflebitis. Perjalanan
penyakit ini biasanya jinak, tetapi walaupun demikian jika thrombus terlepas
kemudian terbawa aliran darah dan masuk ke jantung maka dapat menimbulkan

Universitas Sumatera Utara

3

gumpalan darah yang bisa menyumbat atrioventrikular secara mendadak dan
menimbulkan kematian (Sylvia, 2005).
Tanda dan gejala yang paling umum dari flebitis adalah eritema, pembengkakan
di sepanjang jalur vena, vena akan teraba mengeras, daerah pemasangan infus terasa
hangat, dan pasien mungkin mengalami rasa sakit atau ketidaknyamanan selama
pemberian obat. Untuk itu perawat harus menilai apakah rasa sakit ini terus berlanjut
atau tidak (Endacott et all, 2009).

Sekitar 20 juta dari 40 juta pasien rawat inap di Amerika Serikat telah dilaporkan
menerima pemasangan dan perawatan infus (Yalcin, 2004). Tingkat flebitis karena
pemasangan infus telah dilaporkan oleh Maki dan Ringer (2009) sebesar 41,8%, serta
Kocaman dan Sucuoglu (2011) sebesar 64,7%. Indonesia tahun 2010, Jumlah
kejadian flebitis pada pasien rawat inap menurut distribusi penyakit sistem sirkulasi
darah, berjumlah 744 orang atau 17,11% (DepKes RI, 2008). Penelitian Jarumiyati
(2011), yang berjudul hubungan lama pemasangan kateter intravena dengan kejadian
flebitis pada pasien rawat inap di RSUD Wonosari, menunjukkan bahwa ada
hubungan antara lama pemasangan kateter intravena dengan kejadian flebitis, ini
dibuktikan dengan nilai korelasinya 0,007. Aprilin (2011), dalam penelitiannya yang
berjudul hubungan perawatan infus dengan terjadinya flebitis di Puskesmas Krian
Sidoarjo menunjukkan bahwa ada hubungan perawatan infus dengan terjadinya
flebitis pada pasien yang terpasang infus di Puskesmas Krian Sidoarjo. Mardiah
(2012), dalam penelitiannya yang berjudul rata- rata lama hari pemasangan infus
dalam terjadinya flebitis di RSUP Haji Adam Malik Medan, menunjukkan bahwa

Universitas Sumatera Utara

4


kejadian flebitis pada pasien yang dipasang infus sebanyak 61,7% terjadi flebitis
dengan rata-rata hari pemasangan infus pada hari ketiga pemasangan infus dan hari
pertama pemasangan infus belum terjadi flebitis sama sekali. Hasil- hasil penelitian
diatas menggambarkan bahwa pemasangan dan perawatan infus adalah hal yang
harus dilakukan secara benar dan sesuai dengan ketentuan Standart Operasional
Procedure (SOP). Penelitian-penelitian tersebut dapat dijadikan sebagai acuan bagi
perawat dan rumah sakit dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien yang
dipasang infus dengan pemantauan lokasi insersi intravena kateter, melakukan
tindakan aseptik pada pemasangan infus, dan juga cara kerja yang sesuai SOP agar
terhindar dari flebitis.
Pemantauan pemasangan dan perawatan infus di Rumah Sakit Columbia Asia
Medan (RSCAM) merupakan salah satu sasaran mutu yang harus dicapai, dimana
angka kejadian flebitis yang tinggi menunjukkan mutu yang rendah. Pada bulan
Januari - Agustus 2015 tercatat jumlah pasien yang dilakukan pemasangan infus di
ruang pediatrik RSCAM sebanyak 635 orang dan terdapat 12 pasien (1,8%)
mengalami flebitis pada ≤ 72 jam setelah pemasangan infus (Unit Quality Control
dalam Sasaran Mutu RSCAM, 2015). Depkes RI merekomendasikan kejadian flebitis
pada setiap pemasangan infus adalah ≤ 1,5%. Sementara itu, perawatan infus yang
dilakukan di RSCAM adalah


1x72 jam sesuai dengan SOP yang berlaku. The

Centers for Disease Control and Prevention (CDC), merekomendasikan untuk
pergantian kateter infus setiap 48-72 jam, kateter infus harus diganti tidak lebih dari
72 jam, kecuali ada indikasi klinis atau kateter infus rusak. CDC menyarankan untuk

Universitas Sumatera Utara

5

mengganti set yang digunakan untuk mengelola darah, produk darah, atau lipid
emulsi dalam waktu 24 jam.
Pemasangan dan perawatan infus memerlukan kompetensi perawat dalam
mengontrol angka kejadian flebitis. Roe (2001) menyatakan bahwa kompetensi itu
adalah kemampuan untuk melaksanakan satu tugas atau peran, kemampuan
mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilainilai pribadi, dan kemampuan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang
didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan. Kompetensi menurut
Undang-Undang Keperawatan Bab IV pasal 16 ayat (2), standart kompetensi perawat
meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, mental, moral, penguasaan bahasa
dan tehnologi. Kompetensi perawat dalam hal pemasangan, dan perawatan infus

harus mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan tehnologi untuk
mengurangi angka kejadian flebitis, sehingga citra dan kualitas pelayanan rumah sakit
dapat tercapai.

1.2.Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana
hubungan kompetensi perawat dalam memasang dan merawat infus terhadap kejadian
flebitis di ruang pediatrik Rumah sakit Columbia Asia Medan tahun 2015.

Universitas Sumatera Utara

6

1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1.Tujuan Umum :
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan
kompetensi perawat dalam memasang dan merawat infus terhadap kejadian flebitis
di ruang pediatrik Rumah sakit Columbia Asia Medan tahun 2015
1.3.2.Tujuan Khusus :
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengidentifikasi kompetensi perawat dalam memasang infus di Ruang
Pediatrik Rumah Sakit Columbia Asia Medan tahun 2015.
2. Untuk mengidentifikasi kompetensi perawat dalam merawat infus di Ruang
Pediatrik Rumah Sakit Columbia Asia Medan tahun 2015.
3. Untuk menganalisis hubungan kompetensi perawat dalam memasang infus
terhadap kejadian flebitis di Ruang Pediatrik Rumah Sakit Columbia Asia Medan
tahun 2015.
4. Untuk menganalisis hubungan kompetensi perawat dalam merawat infus terhadap
kejadian flebitis di Ruang Pediatrik Rumah Sakit Columbia Asia Medan tahun
2015.

Universitas Sumatera Utara

7

1.4.Hipotesa
H1 : Ada hubungan kompetensi perawat dalam memasang infus terhadap kejadian
flebitis
H2 : Ada hubungan kompetensi perawat dalam merawat infus terhadap kejadian
flebitis


1.5.Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapakan dapat meningkatkan mutu pelayanan serta
meningkatkan tanggung jawab dan kompetensi perawat terhadap pemasangan dan
perawatan infus. Karya tulis ini dapat dijadikan sabagai

bahan masukan atau

sumbangan pemikiran untuk prosedur tetap terhadap pemasangan dan perawatan
infus pada anak di ruang pediatrik Rumah Sakit Columbia Asia Medan.
1.5.2. Manfaat bagi peneliti
Hasil penelitian ini dapat dipergunakan penulis untuk meningkatkan kompetensi
dalam memasang dan merawat infus pada anak sehingga kejadian flebitis dapat
diminimalkan.

Universitas Sumatera Utara

8


1.5.3. Manfaat bagi institusi keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan dan sumber data pada
mahasiswa untuk melanjutkan penelitian mengenai pengaruh kompetensi perawat
dalam memasang dan merawat infus serta menjadi sumber informasi yang berguna
untuk meningkatkan mutu pendidikan keperawatan dalam hal pemasangan dan
perawatan infus.

Universitas Sumatera Utara