Apresiasi Masyarakat Perkebunan Terhadap Pendidikan Formal Anak (Studi Kasus : Pada Buruh Penderes di Desa Perkebunan Aek Tarum, PT. Bridgestone, Kecamatan Bandar Pulau, Kabupaten Asahan)

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.Masyarakat Perkebunan
Ada aspek yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat perkebunan yaitu
tanah. Tanah ditanami berbagai tumbuhan menjadi sektor pertanian dan
perkebunan sebagai penghasil sumber daya alam. Potensi alam dapat
berkembang dan menghasilkan perkebunan dengan cara membudiayakan sektor
perkebunan seperti perkebunan karet. Sektor perkebunan adalah usaha pertanian
yang memanfaatkan

Sumber Daya Alam untuk menghasilkan komoditas

perdagangan berbasis pertanian skala kecil maupun skala besar, terdiri dari 2
aspek yaitu besar :
1. Aspek skala kecil : berkaitan dengan pengalokasian perkebunan yang
dijadikan sebagai ajang pembudidayaan, perkebunan hanya sebagai kerja
sampingan

untuk mempunyai penghasilan

sebagai tambahan,


tidak

mengharapkan untung besar, menggunakan tenaga kerja secara kekeluargaan,
kualitas perkebunan cenderung rendah.
2. Perkebunan berskala besar, ciri-ciri: perkebunan itu berbentuk usaha
pertanian yang berskala besar dan kompleks (memiliki keanekaragaman yang
dibudidayakan). Keseluruhan elemen-elemen yang ada di perkebunan
meliputi konselasi yang bertahap artinya tidak hanya bertumpu pada tanaman
pangan tetapi juga tanaman komoditi (tambahan) yang dapat menunjang
keberadaan pertanian pangan. Memiliki areal lahan yang cukup luas, bersifat
pada modal seperti : memerlukan Sumber Daya Manusia/ tenaga kerja,
dengan jumlah yang cukup banyak, untuk mengelola Sumer Daya Alam,

10
Universitas Sumatera Utara

sarana

dan


prasarana

(teknologi)

terlebih

dahulu

sudah

dipersiapkan.Menggunakan tenaga kerja yang besar dengan pembagian kerja
yang rinci sesuai struktur dan sistem kerja yang rapi.
Masyarakat dalam penelitian ini merupakan masyarakat yang berada di
perkebunan skala besar memerlukan kuantitas tenaga kerja dari masyarakat untuk
mengerjakannya.

Ekspansi perkebunan

besar


tidak hanya

menyangkut

perusahaan yang bersifat multinasional, melainkan juga penduduknya multi etnik
yang berasal dari Indonesia. Di kawasan perkebunan terdapat stratifikasi sosial
pada masyarakat perkebunan, masyarakat bekerja sesuai potensi dan kekuatan
fisik yang mereka miliki sebagai buruh/pekerja di perkebunan.
Stratifikasi sosial pada masyarakat perkebunan besar :
1. Manager/ administrasi: staf paling tinggi
2. Staf pelaksanaan/ krani : keuangan, bibit
3. Pegawai tetap seperti : mandor : mandor besar, mandor 1 dan 2
4. Buruh: buruh tetap, buruh harian lepas, buruh musiman.
Individu yang berada di struktur organisasi perkebunan tidak terlepas dari
putra masyarakat perkebunan desa setempat yang diberi kepercayaan untuk
melakasanakan pekerjaan. Kedudukan seseorang dalam pekerjaan berada di level
atas dan menengah tidak terlepas dari faktor pendidikan dan faktor jaringan sosial.
Semakin tinggi pendidikan seseorang dan memiliki potensi dalam bekerja maka
akan dengan mudah seseorang mengalami mobilitas sosial secara vertika dalam

pekerjaan menjadi meningkat status pekerjaannya. Begitu juga sebaliknya rendah
pendidikan seseorang dan minimnya kemampuan dalam bekerja maka seseorag
akan lambat untuk dapat meningkatakan status pekerjaanya. Masyarakat

11
Universitas Sumatera Utara

perkebunan juga tidak terlepas dari sifat kelas sosial dalam meningkatkan status
pekerjaan. Individu yang memiliki jaringan sosial dengan individu yang berada di
level atas maka dengan mudah individu level bawah untuk menaikan pekerjaan.
Masyarakat yang berada dalam stratifikasi ini harus mampu bekerja sesuai
dengan kedudukan kerja yang mereka miliki. Setiap perkebunan memperkuat
sebuah struktur institusional, waktu bekerja telah ditentukan, hari bekerja dan
pendapatan pokok sudah ditentukan dan disesuaikan. Pihak perkebunan akan
memberikan berbagai fasilitas yang menjadi hak buruh/pekerja sesuai dengan
level kerja di perkebunan. Bahkan tidak hanya fasilitas buruh saja yang
disediakan, sarana dan prasarana telah di sediakan pihak perkebunan untuk anak
buruh seperti sekolah, kesehatan, dan transportasi untuk menjemput dan
mengantar anak sekolah. Karena lokasi kawasan perkebunan jauh dari pusat
keramaian/pendidikan serta memerlukan waktu yang cukup lama untuk

menempuh jarak ke sekolah.
Aspek kehidupan sosial masyarakat perkebunan relatif sama. Sebab
masyarakat perkebunan bersifat homogen dalam suatu lingkungan sesuai dengan
level pekerjaannya dan lingkungannya. Manager perkebunan pada posisi level
atas lingkungannya berada di lingkungan emplasmentyang memiliki fasilitas lebih
mewah, hak dan wewenang memiliki kuasa dari karyawan biasa. Dalam
stratifikasi sosial di perkebunan pekerja yang berada di level pegawai, mandor,
buruh dan lainnya juga masing-masing memiliki berbagai perbedaan fasilitas,
tetapi masyarakat ini masih dalam satu lingkup tidak ada perbedaan dengan
demikian dengan mudah bersosial satu dengan yang lain tanpa ada batasan. Pihak
perkebunan sering melakukan perekrutan tenaga kerja kepada semua orang.

12
Universitas Sumatera Utara

Kenyataanya sebagian besar anak buruh desa setempat yang di rekrut menjadi
pekerja di perkebunan. Hal ini menjadi budaya lokal turun temurun orang tua dan
anak akan bekerja di perkebunan dengan kemampuan yang mereka miliki dan
mereka kembangkan dalam bekerja supaya dapat mobilitas sosial secara vertikal
pada kerjaan.


2.2. Pendidikan sebagai Sarana Mobilitas Sosial
Menurut Huky (1982) dalam buku Interpretasi Sosiologi dalam
Pendidikan, yang menyatakan bahwa istilah mobilitas sosial diartikan sebagai
gerak orang perorang atau grup dari suatu stratum ke stratum lainnya dalam
masyarakat (Saripudin 2010). Setiap manusia memiliki keinginan agar kehidupan
lebih baik dan merubah status kedudukan yang lebih tingggi disertai dengan
pendapatan yang lebih tinggi. Mengubah status sosial menjadi lebih baik tidak
dapat terjadi begitu saja tanpa ada saluran yang menghantarkan pada kedudukan
tersebut seperti pendidikan. Pendidikan merupakan saluran yang signifikan
menentukan kedudukan seseorang.
Lembaga pendidikan yang disediakan untuk seluruh masyarakat tanpa
memandang stratifikasi sosial, bahkan setiap jenjang pendidikan di sediakan
kepada semua kalangan masyarakat yang memiliki kemampuan dalam
mengembangkan potensinya. Karena pendidikan diupayakan dapat melahirkan
sumber

daya

manusia


yang berkualitas,

supaya

mengurangi

kuantitas

pengangguran, tetapi melalui pendidikan dapat meningkatkan taraf hidup.
Pendidikan terkait dengan nilai-nilai mendidik dalam arti memberikan,
menanamkan, dan menumbuhkan nilai-nilai pada peserta didik. Proses pendidikan

13
Universitas Sumatera Utara

terarah

pada


peningkatan

penguasaan

pengetahuan,

keterampilan,

mengembangkan potensi,dan sikap.
Menurut (Saripuddin 2010:32) secara umum pendidikan
berkenaan dengan peningkatan kualitas manusia, pengembangan
potensi, kecakapan dan karakteristik generasi muda ke arah yang
di arahkan masyarakat. Secara formal pada hakikatnya
pendidikan di fokuskan kepada anak, remaja, orang dewasa
bahkan usia lanjut dan berlangsung dalam lingkungan keluarga,
sekolah, perguruan Tinggi, lingkungan kerja.
Potensi yang dimiliki individu dalam pendidikan akan membawa individu
ke jenjang berikutnya bahkan pendidikan yang dimiliki dapat menghantarkan ke
pada status sosial di masyarakat. Pendidikan merupakan anak tangga mobilita
sosial yang penting. Bahkan jenis pekerjaan kasar yang berpenghasilan baik pun

sukar di peroleh kecuali jika seseorang mampu membaca petunjuk dan
mengerjakan soal hitungan yang sederhana. Pada usaha dan perusahaan industri,
bukan hanya terdapat satu melainkan dua tangga mobilitas sosial. Yang pertama
berakhir pada jabatan dan yang kedua berakhir pada jabatan mandor (Setiadi:
2011)
Menaiki tangga mobilitas dalam pekerjaan identik dengan kepemilikan
ijazah pendidikan sebagai bukti perbedaan status seseorang. Pendidikan dapat
memperlihatkan kepada masyarakat diduga bahwa bertambah tingginya taraf
pendidikan makin besar kemungkinan bagi anak-anak golongan rendah dan
menengah. Ternyata ini tidak selalu benar jika pendidikan terbatas hanya untuk
tingkat menengah. Jadi, walaupun kewajiban belajar hanya ditingkatkan sampai
SMA masih menjadi pertanyaan apakah mobilitas sosial denga sendirinya akan
meningkat (Setiadi : 2011). Seiring dengan perkembangan zaman modern sampai
saat ini juga pendidikan mengalami perkembangan yang sangat pesat karena

14
Universitas Sumatera Utara

pendidikan harus dapat mengikuti perkembangan maka tidak dapat di pungkiri
program pendidikan akan selalu berubah sesuai dengan tuntutan zaman untuk

menjawab permasalah di masa yang akan datang melalui pendidikan. Mungkin
tidak akan terjadi perluasan mobilitas sosial bila hanya mengandalkan pendidikan
dan ijazah tingkat SMA tidak akan memberikan mobilitas yang lebih besar kepada
seseorang, jikalaupun ada kemungkinan besar akan mengalami perlambatan
mobilitas. Akan, tetapi pendidikan yang lebih tinggi dari SMA seperti pendidikan
Perguruan Tinggi dapat memberikan mobilitas secara luas hal ini makin
berkurang jaminan ijazah untuk meningkat dalam status sosial.
Pendidikan tinggi masih selektif.

Pendidikan anak tidak terlepas dari

perekonomi keluarga tidak semua orang tua mampu membiayai study anaknya
sampai ke Perguruan Tinggi. Namun melalui seperangkat perlengakapan
pendidikan dengan menggunakan komputer untuk menilai tes seleksi masuk akan
sangat objektif artinya untuk masuk ke Perguruan Tinggi tidak di pengaruhi oleh
kedudukan orang tua atau orangtua tidak perlu memberikan rekomendasi seperti
menggunakan jaringan sosial kepada sahabat yang memiliki kuasa di lembaga
pendidikan tersebut (Nasution: 40). Cara ini sangat objektif membuka kesempatan
yang lebih luas bagi anak-anak golongan rendah untuk menyekolahkan anakanaknya pada tingkat universitas. Bahkan beasiswa yang disediakan dari
pemerintahan untuk semua orang layak menerima beasiswa sesuai potensi

pendidikan seseorang. Hal ini juga memberikan peluang yang sangat besar dalam
mengecap pendidikan bagi mereka yang berbakat dan pintar akan tetapi ekonomi
mereka lemah, namun dengan adanya potensi individu dari golongan rendah maka
akan mengalami mobilitas sosial secara cepat. Hal ini menunjukan bahwa

15
Universitas Sumatera Utara

pendidikan dapat dipercaya menjadi salah satu faktor yang akan mempercepat
terjadinya mobilitas sosial.
Fungsi

pendidikan

sebagai

sebuah

proses

penyeleksian

untuk

menempatkan orang pada masyarakat sesuai dengan kemampuan dan keahliannya,
pendidikan menjadi sinkron dengan tujuan mobilitas sosial karena mobilitas sosial
yang terpenting adalah kemampuan dan keahlian seseorang.Lembaga pendidikan
seperti sekolah, pada umumnya merupakan saluran kongkrit gerak sosial yang
vertikal (Idi 2011). Bahkan sekolah-sekolah dapat dianggap sebagai social
elevator yang bergerak dari kedudukan-kedudukan yang paling rendah ke
kedudukan yang paling tinggi. Terkadang dijumpai keadaan sekolah-sekolah
tertentu hanya dapat dimasuki oleh golongan-golongan masyarakat tertentu,
misalnya dari lapisan atas, atau dari suatu ras tertentu. Sekolah-sekolah yang
demikian dimasuki oleh kelas golongan bawah maka dia akan menjadi saluran
gerak sosial yang vertikal.
Pendidikan dapat mempercepat proses mobilitas sosial dalam sebuah
masyarakat, tentulah harus ada prasyarat yang memadai. Prasyarat yang pertama
adalah adanya kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk memperoleh
pendidikan itu sendiri. Kesempatan yang sama itu tidaklah semata tercantum
dalam aspek legal atau hukum belaka, melainkan ia pun diwujudkan menjadi
sebuah tindakan yang bertujuan membantu kelompok-kelompok yang minoritas
secara ekonomi, ras, agama, gender atau kelompok penyandang cacat agar
mendapat kesempatan yang sama dalam bidang politik, ekonomi, sosial, hukum,
kesehatan dan pendidikan. Prasyarat kedua agar pendidikan dapat mempercepat
mobilitas sosial adalah meratanya mutu pendidikan antara daerah perkotaan dan

16
Universitas Sumatera Utara

daerah pedesaan, antara sekolah swasta dan sekolah negeri. Pada masa yang akan
datang bisa jadi bisa jadi orang yang tidak lagi bertanya gelar apa yang kita miliki
untuk bekerja di sebuah tempat, tetapi justru orang bertanya dari mana kita
memperoleh gelar tersebut. Sistem pelapisan sosial itu berbentuk piramida, maka
persaingan untuk naik tangga sosial itu selalu cukup ketat. Dalam situasi
demikian, peran pendidikan jadi makin penting. Barang siapa yang berhasil dalam
pendidikan, dialah yang memiliki kemungkinan besar untuk naik tangga sosial,
memiliki hubungan erat antara tingkat pekerjaan dan tingkat upah pada tingkat
pendidikan dipihak lain.
Setiap lingkungan pendidikan (keluarga, sekolah, masyarakat) masingmasing memegang peranan tersendiri dalam menunjang atau menahan terjadinya
mobilitas sosial. Dalam hubungan dengan mobilitas vertikal, pendidikan setidaktidaknya mampu menahan mobilitas yang berarah menurun menghindari
terjadinya degradasi moral. Mobilitas sosial dalam pendidikan merupakan
perpindahan seseorang atau kelompok sosial dari status yang satu ke status yang
lain dalam ruang lingkup pendidikan. Sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi
mobilitas sosial dalam pendidikan yakni: perubahan kondisi sosial, ekspansi
teritorial, dan gerak populasi, komunikasi yang bebas, pembagian kerja, tingkat
fertilitas yang berbeda, dan akses pendidikan antara lain: perbedaan kelas rasial,
agama, dekriminasi kelas, kemiskinan, dan perbedaan jenis kelamin (Idi,
2011:205)

17
Universitas Sumatera Utara

2.2.1. Jenis-Jenis Pendidikan
Pendidikan

merupakan anak tangga mobilitas. Pendidikan dapat

digunakan untuk membantu dalam meningkatkan taraf hidupnya ke tingkat yang
lebih tinggi melalui usaha mereka sendiri dalam mencapai jenis pendidikan yang
sudah dipersiapkan lembaga Pendidikan Nasional. Menurut Saripudin Didin
(2010), mencapai pendidikan yang berkualitas serta mengembangkan individu
melalui jenis pendidikan, ada 3 jenis pendidikan, yaitu:
1. Pendidikan Formal merupakan proses belajar melalui pendidikan di sekolah.
Sekolah di susun secara teratur, memiliki kegitan yang sistematis, berstruktur,
berjenjang, mengikuti syarat-syarat yang jelas. Di sekolah terdapat jenjang
dari mulai Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Pendidikan
formalmerancang kegiatan studi yang berorientasi akademis, program
spesialisasi, dilaksanakan dalam waktu terus, efektif dan efesien.
2. Pendidikan Informal: proses belajar yang berlangsung sepanjang usia melalui
pendidikan keluarga dan lingkungan yang berbentuk yang berbentuk kegiatan
secara mandiri. Pendidikan ini tidak terfokus dalam kegiatan pembelajaran
disekolah, sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap, keterampilan, dan
pengetahuan yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari, pengaruh
lingkungan termasuk didalamnya adalah pengaruh kehidupan keluarga,
hubungan dengan tetangga, lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar,
perpustakaan dan media massa.
3. Pendidikan Nonformal merupakan pendidikan memberi peluang kepada setiap
orang untuk memperkaya ilmu dalam mengembangkan talenta atau
keterampilan setiap manusia. Pendidikan non formal kegiatan terorganisir dan
sistematis, diluar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri
yang sengaja seperti mengikuti kursus menjahit, memasak, komputer, bahasa
dan lain-lain

2.3. Sekolah Dan Masyarakat
Usaha yang dilakukan sekolah ialah menghubungkannya dengan
masyarakat dan menjadikan masyarakat sebagai sumber pelajaran. Pada
umumnya untuk memanfaatkan sumber-sumber itu, dapat dibawah kedalam
kelas, misalnya mengundang narasumber ke sekolah atau, sekolah dibawah
kedalam masyarakat melalui karyawisata, praktik lapangan. Maksud hubungan

18
Universitas Sumatera Utara

sekolah dengan masyarakat dikatakan Sutisna dalam Mulyasa (2009), yakni
untuk mengembangkan pemahaman tentang maksud-maksud dan sarana-sarana
dari sekolah. Untuk menilai program sekolah, untuk mempersatukan orang tua
murid dengan guru dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak didik, untuk
mengembangkan kesadaran tentang pentingnya pendidikan sekolah dalam era
pembangunan; untuk membangun dan memelihara kepercayaan masyarakat
terhadap sekolah (Idi 2011;66-68).
Ketiga pihak ( sekolah, masyarakat, orang tua/keluarga) bekerja sama
dalam menciptakan program dan peluang yang lebih baik untuk anak didik.
Tentang hak dan kewajiban orang tua dalam memajukan pendidikan (nasional)
terlihat dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 berikut:
(1) Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan
memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anakny;
(2) Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan
dasar kepada anaknya
Hak dan kewajiban masyarakat dalam pendidikan :
(1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta
perseorangan, kelompok , keluarga, organisasi profesi, pengusaha dan
organisasi kemasyarakatan dalam penyelanggaraan dan pengendalian
mutu pelayanan pendidikan;
(2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksaan dan
penggunaan hasil pendidikan;
2.4. Nilai Pendidikan dalam Keluarga
Keluarga merupakan lembaga masyarakat yang pertama dan utama yang
menjadi wadah tumbuh berkembangnya kepribadian dan karakter anak dalam
keluarga. Keluarga memiliki sistem sosial sebagai wadah berlangsungnya proses
sosialisasi, dan orang tua yang memainkan peran sosialisasi dalam keluarga.
Orang tua memiliki status dan nilai yang tinggi untuk mendidik anak-anaknya.
Mendidik melalui sosialisasi dari keluarga kepada anak.. Keluarga mengharapkan

19
Universitas Sumatera Utara

perkembangan anak akan memberikan cara yang strategis dalam penyadaran,
penanaman, dan pengetahuam nilai moral sosial dan budaya (Endang
Purwaningsih,2010:2) terkhusus dalam proses pendidikan “ pendewasaan “ dari
individu yang tidak berdaya kepada calon pribadi yang mengenal pengetahuan
dasar, norma sosial, nilai-nilai dan etika pergaulan.Strategi pengembangan
melalui sosialisasi keluarga, maka keluarga memiliki nilai pendidikan anak,
karena dukungan orang tua terhadap pendidikan anak memiliki pengaruh besar
terhadap perkembangan anak.
Pendidikan nilai merupakan penanaman dan pengembangan nilai-nilai diri
seseorang. Pendidikan nilai sebagai bantuan untuk mengembangkan dan
mengartikulasikan kemampuan pertimbangan nilai atau keputusan moral yang
dapat melambangkan kerangka tindakan manusia. Pendidikan nilai ini digunakan
sebagai proses untuk membantu anak dalam mengeksplorasi nilai-nilai yang ada
melalui pengujian kritis, sehingga siswa dimungkinkan untuk meningkatkan atau
memperbaiki kualitas berpikir serta perasaannya (Endang Purwaningsih, 2010:
46).
Pengembangan dan pendidikan anak usia dini merupakan investasi yang
strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam keluarga
sangat potensial dalam proses tumbuh dan berkembangnya anak melalui
penyadaran pendidikan orang tua terhadap anak. Oleh karenanya upaya
percepatan

pemberian

layanan

pendidikan

bagi

anak

perlu

dibarengi

pemberdayaan keluarga, pendidikan anak menjadi gerakan nasioanal. Pola asuh
anak pada keluarga kelas tinggi mengarah pada perilaku keteladanan diri,
kesatuan kata dan tindakan, mengarah anak secara rasional (realistik),

20
Universitas Sumatera Utara

kebersamaan dengan anak dalam merealisasikan nilai moral, sikap demokratis dan
terbuka dalam kehidupan keluarga, kemampuan menghayati kehidupan anak dan
berorientasi pada tindakan atau perbuatan. Memberi penjelasan atas keinginan dan
tuntutan yang diberikan kepada anak dengan mendorong komunikasi lisan,
menggunakan kekuasaan sebagai orang tua, mengharapkan anak untuk
menyesuaikan dengan harapan orang tua. Keluarga juga mendorong anak untuk
bersikap tanggungjawab dan mandiri. Orang tua membimbing anak dalam
kedisiplinan dan kepatuhan, serta memberikan peluang kepada anak untuk belajar
memecahkan masalah dan mengambil keputusan terhadap kepentingan dirinya.
Pada keluarga kelas sosial rendah, ikatan emosional kasih sayang orang
tua terhadap anak kurang. Anak usia dini sudah dilibatkan dalam tanggungjawab
pekerjaan. Pengontrolan perilaku anak kurang mendapat perhatian karena orang
tua sibuk bekerja keras. Orang tua kurang menunjukan nilai teladan yang
selayaknya ditiru oleh anak, dan sedikit menggunakan hukuman, membiarkan
anak mengatur perilakunya sendiri, menghindari pengontrolan perilaku anak
menggunakan rasional dalam mencapai suatu tujuan. Nilai spritualis seringkali
diajarkan secara lisan, namun kurang terwujud dalam perbuatan atau perilaku(
penelitian Rasdi, 2010: 19). Namun di pihak lain, kesibukan orang tua/ ibu
bekerja juga dapat mengontrol pendidikan anak. Dalam penelitian (Asri wahyu,
2013; 106) menyatakan dalam penelitian, orang tua menginginkan anaknya untuk
sekolah dan mengecap pendidikan yang lebih baik supaya anaknya memiliki
gambaran masa depan hidup melalui pendidikan anak. Orang tua tidak
menginginkan pendidikan orang tuanya rendah serupa dengan pendidikan anak,
tetapi untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak, keluarga memiliki

21
Universitas Sumatera Utara

keterbatasan ekonomi dalam memfasilitasi pendidikan anak. Untuk itu ibu
memiliki peran dalam bekerja sebagai pedagang jual jambu biji di pinggir pasar,
supaya kondisi sosial ekonomi meningkat melalui berdagang, serta terpenuhinya
kebutuhan hidup sehari-hari, bahkan ibu-ibu yang berdagang jambu menyisihkan
penghasilan untuk ditabung guna keperluan pendidikan anak. Ditengah kesibukan
ibu bekerja, si ibu tetap memberikan perhatian tidak sepenuhnya, hanya perhatian
pada mendampingi anak dalam pendidikan keluarga, seperti mengajarkan
pendidikan agama, norma-norma sosial, sopan santun, dan kedisiplinan bagi anak.

2.4.1. Pendidikan Anak Membutuhkan Perlindungan Khusus
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Clara R. P. Ajisuksmo, banyak
anak yang tidak dapat mengecap pendidikan dasar sebagimana seharusnya.
Seperti tertulis dalam laporan UNICEF (2004) yang dikutip oleh Clara bahwa,
anak-anak adalah korban pertama dari situasi ekonomi. Keterbatan keuangan dan
situasi krisis memperpuruk keluarga miskin yang berakibat pada merosotnya
mutu dan berlangsungnya pendidikan anak. Penelitian yang dilakukan Clara R. P.
Ajisuksmo, dalam bukunya Irwanto (1999), berbagai permasalahan yang
berhubungan dengan anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus
berkaitan erat dengan pengentasan kemiskinan, tertutupnya akses terhadap
sumber daya dimasyarakat dan berbagai pelayanan sosial, termasuk pendidikan.
Sejalan dengan hal tersebut menyatakan bahwa dari kemiskinan akan muncul
beberapa problem sosial. Kemiskinan akan menimbulkan pendidikan yang
rendah, sehingga anak akan putus sekolah dan masuk kedunia kerja menjadi
pekerja anak usia dini.

22
Universitas Sumatera Utara

Kemiskinan seringkali dijadikan alasan utama untuk memperlakukan anak
secara salah dengan memaksa mereka bekerja di pabrik, di jalanan, bahkan
dilacurkan sebagai pekerja seks dan bekerja di perkebunan guna membantu
menopang ekonomi keluarga. Aktivitas bekerja ini tidak hanya dilakukan oleh
anak laki-laki saja, tetapi juga dilakukan oleh anak perempuan. Di lingkungan
kerja anak juga berpeluang besar mendapat pengaruh negatif dari teman kerja
mereka yang akan berdampak buruk terhadap perkembangan psikologis dan
kehidupan sosial mereka termasuk eksploitasi waktu dan ekonomi. Dengan
bekerja anak terbiasa dengan gaya hidup bebas dan tidak terkontrol dari orang tua
mereka, serta melakukan aktivitas kehidupan yang keras seperti berkelahi dan
pengeroyokan, menggunakan senjata tajam, pemerasan, mengkonsumsi narkoba.
Penelitian Tjandraningsih dan Anaritha (2002) yang dikutip oleh Clara, dilakukan
pada pekerja anak di perkebunan tembakau Jember, menunjukan bahwa hanya
70% anak yang masih sekolah. Penelitian dikutip dari Unicef ( 2004) di
masyarakat pesisir 50-75% tidak layak naik kelas. Beban kerja, kelelahan fisik
dan psikis, jam belajar yang berkurang, kurang intensif dalam bersosialisasi
pelajaran dengan teman sekolah, merupakan faktor-faktor penting yang
mempengaruhi penurunan kualitas yang buruk dari proses belajar pekerja anak.
Dengan mengacu kepada hasil penelitian yang telah diuraikan anak-anak
membutuhkan perlindungan khusus, sebagaiman anak-anak lain pada umumnya,
juga berhak untuk tumbuh dan berkembang melalui program pendidikan yang
diselengarakan pemerintah maupun masyarakat luas. Maka sangat penting bagi
semua pihak untuk secara terus menerus melakukan pemantauan akan
pelaksanaan Konvensi Hak Anak, khususnya bagi anak-anak yang membutuhkan

23
Universitas Sumatera Utara

perlindungan khusus. Pada pasal 28 dan 29 dari KHA menyatakan bahwa anak
mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan dan mengembangkan kepribadian
serta kemampuan mereka melalui program pendidikan yang dijalaninya serta
aspek pendidikan merupakan bekal yang teramat penting bagi pertumbuhan anak
harus terpenuhi yang pemenuhannya wajib untuk difasilitasi oleh semua pihak.
2.4.2. Pendidikan Anak Diperkebunan
Keluarga memiliki peran penting terhadap setiap perkembangan anak,
ketika keluarga tidak menjalankan fungsi dilembaga keluarga akan mengalami
disfungsi terhadap sistem keluarga. Berdasarkan jurnal yang menjadi sumber
informasi, hal ini dapat dilihat pada masyarakat perkebunan tekhusus pendidikan
anak diperkebunan.Hasil penelitian tentang pendidikan di perkebunanyang dikaji
oleh Amidha Dkk : 2010, Yulia Anas, SE, M.Si: 2012, dkk , widya kristanti :2013
mengatakan bahwa, anak yang tinggal di perkebunanpada umumnya memiliki
suatu cita-cita dalam hidupnya, seperti layaknya dunia anak-anak, namun cita-cita
itu kadang kala tidak mulus seperti yang didambakan. Pendidikan anak di
perkebunancenderung rendah, tingkat pendidikan dicapai dominan SD, SMP dan
tidak tamat sekolah. Maka munculah pola pikir, ada motivasi anak bekerja di
perkebunankaret dan menjadi buruh, karena tidak ingin menambahi beban orang
tua kalau tidak sekolah. Ketika cita-cita anak sudah rencanakan namun mulai
susah untuk diwujudkan disebabkan oleh berbagai kondisi keluarga yang tidak
mendukung perkembangan anak, hal ini mendorong si inidividu yang putus
sekolah untuk bekerja sebagai buruh diperkebunan. Ada faktor internal dan faktor
eksternal mempengaruhi motivasi anak bekerja diperkebunan. Kondisi ekonomi

24
Universitas Sumatera Utara

keluarga mengalami kendala ekonomi dalam memenuhi kebutuhan pendidikan
anak,
Permasalahan utama penyebab anak putus sekolah di Kec. Mapat Tunggul
sebagai daerah yang mewakili daerah perkebunan di Kabupaten Pasaman adalah
63,6% karena

rumah tangga kesulitan membiayai

pendidikan anak yang

disebabkan oleh rendahnya pendapatan keluarga, 53% karena tidak adanya
motivasi untuk sekolah, baik motivasi orang tua maupun anak, 25,8 % alasan
putus sekolah

adalah karena anak usia sekolah banyak yang bekerja sebagai

pekerja keluarga. Hal ini terjadi karena kondisi ekonomi keluarga yang
menyebabkan sebagian orang tua dihadapkan pada pilihan antara menyekolahkan
anak atau mempekerjakan anak sebagai pekerja keluarga di kebun mereka sendiri.
Bahkan masih banyak lagi berbagai faktor yang mendorong anak putus sekolah di
ruang lingkup pedesaan seperti anak masyarakat di kawasan pesisir, anak
masyarakat petani dan anak masyarakat perkebunan. Ada yang faktor geografis
adanya letak sekolah jauh dari rumah sehingga memerlukan waktu dan biaya,
faktor lingkungan yang menjadi sosial budaya dapat mempengaruhi hambatan
mengecap pendidikan lebih tinggi sehingga anak dialihkan keperkebunan menjadi
karyawan di perkebunankaret tersebut menjadi masa depan anak karyawan
penyadap karet.
Lingkungan sosial perkebunan dapat membrikan dorongan kuat kepada
anak untuk bekerja menjadi karyawan di perkebunandan teman sebaya yang
sudah lebih dahulu bekerja sebagai buruh menjadi faktor pendorong. Hal ini juga
dapat memotivasi anak untuk ikut bekerja sebagai buruh diperkebunan. Tidak
kalah penting factor yang mendorong anak bekerja di perkebunanadalah pihak

25
Universitas Sumatera Utara

perkebunan yang menjadi daya tarik bagi anak untuk bekerja, seperti kemudahan
untuk bekerja, upah yang ditawarkan dan jenis pekerjaan.
Amidha, dkk (2012) dalam penelitiannya tentang “Profil Pendidikan
keluarga miskin (Buruh)” bahwa buruh perkebunan sebagai salah satu karyawan
terpenting justru hidup dalam keterbatasan. Upah perbulan hanya dapat memenuhi
kebutuhan

minimal.

Keterbatasan

ekonomi

keluarga

mempengaruhi

perkembangan anak dalam mencapai suatu pendidikan dari TK, SD, SMP, SMA,
dan Perguruan Tinggi. Anak usia sekolah di kawasan perkebunan belum
semuahnya memperoleh dukungan keluarga yang kondusif. Ekonomi keluarga
seharusnya sebagai fasilitator berbagai kebutuhan pendidikan anak, namun pada
kenyataannya keluarga buruh tidak mampu sebagai fasilitator pendidikan anak
hanya mendapat layanan pendidikan terbatas, bahkan banyak yang putus sekolah.

26
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Fungsi Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) Dalam Membangun Hubungan Sosial Dengan Masyarakat Sekitar (Studi Deskriptif di Perkebunan PT. Socfindo Kebun Aek Loba Kecamatan Aek Kuasan Kabupaten Asahan)

21 352 107

Keanekaragaman Ikan di Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Sumatera Utara

1 22 46

Peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dalam Pembangunan Desa” (Studi di Desa Aek Song-Songan, Kecamatan Aek Song-Songan, Kabupaten Asahan)

16 123 123

Konstruksi Sosial Terhadap Keberadaan Keyboard Bongkar Di Kampung Rotan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai

6 134 101

Apresiasi Masyarakat Perkebunan Terhadap Pendidikan Formal Anak (Studi Kasus : Pada Buruh Penderes di Desa Perkebunan Aek Tarum, PT. Bridgestone, Kecamatan Bandar Pulau, Kabupaten Asahan)

0 25 112

PROFIL PEREMPUAN SEBAGAI BURUH HARIAN LEPAS (MENOL) DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV SEI KOPAS, KECAMATAN BANDAR PASIR MANDOGE, KABUPATEN ASAHAN.

0 1 25

Apresiasi Masyarakat Perkebunan Terhadap Pendidikan Formal Anak (Studi Kasus : Pada Buruh Penderes di Desa Perkebunan Aek Tarum, PT. Bridgestone, Kecamatan Bandar Pulau, Kabupaten Asahan)

0 0 5

Apresiasi Masyarakat Perkebunan Terhadap Pendidikan Formal Anak (Studi Kasus : Pada Buruh Penderes di Desa Perkebunan Aek Tarum, PT. Bridgestone, Kecamatan Bandar Pulau, Kabupaten Asahan)

0 0 1

Apresiasi Masyarakat Perkebunan Terhadap Pendidikan Formal Anak (Studi Kasus : Pada Buruh Penderes di Desa Perkebunan Aek Tarum, PT. Bridgestone, Kecamatan Bandar Pulau, Kabupaten Asahan)

0 0 9

Apresiasi Masyarakat Perkebunan Terhadap Pendidikan Formal Anak (Studi Kasus : Pada Buruh Penderes di Desa Perkebunan Aek Tarum, PT. Bridgestone, Kecamatan Bandar Pulau, Kabupaten Asahan)

0 0 2