Fungsi Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) Dalam Membangun Hubungan Sosial Dengan Masyarakat Sekitar (Studi Deskriptif di Perkebunan PT. Socfindo Kebun Aek Loba Kecamatan Aek Kuasan Kabupaten Asahan)

(1)

FUNGSI IKATAN PERSAUDARAAN MUSLIM

SOCFINDO (IPMS) DALAM MEMBANGUN

HUBUNGAN SOSIAL DENGAN MASYARAKAT

SEKITAR

(Studi Deskriptif Di Perkebunan PT. Socfindo Kebun Aek Loba Kecamatan Aek Kuasan Kabupaten Asahan)

OLEH:

090901032 HENNY SUSANTI

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Penulisan skripsi yang berjudul “Fungsi Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) Dalam Membangun Hubungan Sosial Dengan Masyarakat Sekitar” berawal dari ketertarikan penulis dalam melihat interaksi sosial masyarakat perkebunan yang secara general cenderung lebih bersifat geselschaft yang mengakibatkan kurangnya keharmonisan antara individu dengan individu lainnya dan individu dengan masyarakat sekitar. Selain itu cara berinteraksi masyarakat perkebunan dengan masyarakat sekitar sangat minim yang dikarenakan sistem kerja perusahaan PT Socfindo kebun Aek Loba yang tidak memiliki waktu untuk berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Oleh sebab itu masyarakat perkebunan khususnya karyawan perkebunan membuat lembaga yang tujuannya untuk meningkatkan tali silaturrahmi dengan masyarakat sekitar yang bernama Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba dengan cara membuat beberapa program yang bersifat membangun hubungan sosial yang lebih harmonis yang bersifat sosial keagamaan karena masyarakat di perkebunan Aek Loba mayoritas beragamakan Islam .

Jenis penelitan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dengan menggunakan metode kualitatif peneliti dapat dengan mudah untuk mendapatkan informasi dan data yang jelas serta terperinci mengenai fungsi Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba dalam membangun hubungan sosial dengan masyarakat sekitar di kecamatan Aek Kuasan kabupaten Asahan, serta melihat secara langsung bagaimana kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan oleh lembaga tersebut.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba sudah berhasil menunjukkan eksistensinya sebagai lembaga sosial keagamaan yang bertanggung jawab terhadap keharmonisan masyarakat tidak hanya pada masyarakat perkebunan akan tetapi juga masyarakat di sekitarnya melalui kegiatan-kegiatan sosialnya yang dianggap sebagai kegiatan yang positif. Selain itu telah terjadi pergeseran sifat masyarakat perkebunan Aek Loba yang sebenarnya bersifat gemeinschaft yang memiliki rasa tolong menolong yang tinggi dan sistem kekeluargaan yang kuat. Tetapi dengan kesibukan pekerjaan yang menuntut mereka untuk loyal dalam pekerjaan membuat mereka berubah sifat menjadi geselschaft.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi

ini. Skripsi yang berjudul “Fungsi Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo

(IPMS) Dalam Membangun Hubungan Sosial Dengan Masyarakat Sekitar” disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana di departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Secara ringkas skripsi ini mendeskripsikan dalam melihat fungsi lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) dalam membangun hubungan sosial dengan masyarakat sekitar di perkebunan PT. Socfindo kebun Aek Loba Kecamatan Aek Kuasan Kabupaten Asahan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa dukungan dari berbagai pihak skripsi ini tidak akan terselesaikan. Penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada kedua orang tua yaitu ayahanda tersayang Sujiran dan ibunda tercinta Juminem yang telah melahirkan dan membesarkan serta mendidik penulis dengan penuh kasih sayang dan kesabaran dalam mendidik anak. Inilah persembahan yang dapat penulis berikan sebagai tanda ucapan terima kasih dan tanda bakti penulis kepada kedua orang tua.

Dalam penulisan ini penulis menyampaikan penghargaan yang tulus dan ucapan terimakasih yang mendalam kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.


(4)

Ilham Saladin, M.Sp, selaku Sekretaris Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. Sismujito, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang telah banyak mencurahkan waktu, tenaga, ide-ide dan pemikiran dalam membimbing penulis dari awal hingga penyelesaian penulisan skripsi ini.

4. Terima kasih kepada Bapak Drs. Henry Sitorus, M.si selaku dosen penguji skripsi penulis.

5. Terima kasih kepada para dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik terutama dosen departemen Sosiologi yang telah membimbing, memberikan sumbangsih pemikiran dalam aspek sosiologis serta pengalaman penelitian dari proses pembuatan proposal penelitian lalu terjun langsung di lapangan dalam melihat realitas sosial, serta pengolahan data penelitian sejak awal perkuliahan hingga selesai kepada penulis.

6. Terima kasih kepada seluruh pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Kak Fenni Khairifa,Kak Sugi Astuti dan Kak Betty yang telah banyak membantu penulis selama masa perkuliahan dalam hal administrasi.

7. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya juga saya ucapkan kepada ayah penulis Sujiran dan ibu Jum yang sangat penulis sayangi dan cintai, yang telah mencurahkan kasih sayangnya tiada terhingga dan tiada batasnya, selalu memberikan doa, semangat, nasehat, dan mendidik penulis dengan dukungan moril maupun materil pada masa kuliah.

Penulis merasa bahwa dalam penulisan skripsi masih terdapat berbagai kekurangan dan keterbatasan, untuk itu penulis sangat mengharapkan masukan dan saran-saran


(5)

yang sifatnya membangun demi kebaikan tulisan ini. Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, harapan saya agar tulisan ini dapat berguna bagi pembacanya, dan akhir kata dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini.

Medan, Oktober 2013 (Penulis)

NIM: 090901032 HENNY SUSANTI


(6)

Daftar Isi

BAB I Pendahuluan ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II Kajian Pustaka... 11

2.1. Organisasi Sosial ... 11

2.2. Interaksi Sosial ... 18

2.3. Masyarakat Perkebunan ... 28

2.4. Defenisi Konsep ... 31

BAB III Metode Penelitian ... 33

3.1. Jenis Penelitian ... 33

3.2. Lokasi Penelitian ... 33

3.3. Unit Analisis dan Informan ... 34

3.3.1. Unit Analisis ... 34

3.3.2. Informan ... 34

3.3.2.1. Informan Kunci ... 34

3.3.2.2. Informan Tambahan ... 35

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 35

3.5. Interpretasi Data ... 37

3.6. Jadwal Kegiatan ... 38

BAB IV Deskripsi Wilayah ... 39

4.1. Sejarah PT. Socfin Indonesia (Socfindo) ... 39


(7)

4.3. Sarana Dan Prasarana PT. Socfindo Kebun Aek loba ... 42

4.3.1. Sarana Pendidikan ... 43

4.3.2. Sarana Kesehatan ... 43

4.3.3. Sarana Olahraga ... 44

4.3.4. Sarana Tempat Ibadah ... 45

4.3.5. Kondisi Jalan Dan Transportasi ... 45

4.4. Struktur Tenaga Kerja PT. Socfindo Kebun Aek Loba ... 46

4.5. Organisasi Pemerintahan ... 47

BAB V Temuan Data Dan Interpretasi Data ... 48

5.1. Karakteristik Informan ... 48

5.1.1. Profil Informan Kunci ... 48

5.1.2. Profil Informan Tambahan ... 57

5.2. Sejarah Lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) Kebun Aek Loba ... 62

5.2.1. Struktur Organisasi Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) Kebun Aek Loba... 64

5.2.1.1. Dewan Penasehat ... 66

5.2.1.2. Sekretaris ... 66

5.2.1.3. Bendahara ... 67

5.2.1.4. Bidang PHBI ... 67

5.2.1.5. Bidang STM ... 68

5.2.1.6. Bidang Seni ... 68


(8)

5.2.1.8. Ketua Ranting ... 69

5.2.1.9. Anggota ...69

5.3. Program Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) Kebun Aek Loba Dalam Menjalin Silaturrahmi Kepada Masyarakat…... 72

5.3.1. Pengajian Rutin (Tabligh Akbar) ... 72

5.3.2. Pengajian Rutin Al-Munawwaroh ... 73

5.3.3. Pengajian Rutin Az-Zidiniyyah ... 74

5.3.4. Upah-Upah Calon Jamaah Haji ... 75

5.3.5. Safari Ramadhan ... 76

5.3.6. Sunat Massal ... 77

5.3.7. Santunan Anak Yatim ... 78

5.3.8. Membentuk Panitia Lembaga Amil Zakat (LAZ) ... 79

5.3.9. Perayaan Hari Besar Islam ... 80

5.4. Interaksi Sosial Masyarakat Perkebunan Dengan Masyarakat Sekitar Dalam Mengikuti Kegiatan Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) Kebun Aek Loba ... 82

BAB VI Kesimpulan Dan Saran …... 93

6.1. Kesimpulan ... 93

6.2. Saran ... 94


(9)

ABSTRAK

Penulisan skripsi yang berjudul “Fungsi Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) Dalam Membangun Hubungan Sosial Dengan Masyarakat Sekitar” berawal dari ketertarikan penulis dalam melihat interaksi sosial masyarakat perkebunan yang secara general cenderung lebih bersifat geselschaft yang mengakibatkan kurangnya keharmonisan antara individu dengan individu lainnya dan individu dengan masyarakat sekitar. Selain itu cara berinteraksi masyarakat perkebunan dengan masyarakat sekitar sangat minim yang dikarenakan sistem kerja perusahaan PT Socfindo kebun Aek Loba yang tidak memiliki waktu untuk berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Oleh sebab itu masyarakat perkebunan khususnya karyawan perkebunan membuat lembaga yang tujuannya untuk meningkatkan tali silaturrahmi dengan masyarakat sekitar yang bernama Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba dengan cara membuat beberapa program yang bersifat membangun hubungan sosial yang lebih harmonis yang bersifat sosial keagamaan karena masyarakat di perkebunan Aek Loba mayoritas beragamakan Islam .

Jenis penelitan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dengan menggunakan metode kualitatif peneliti dapat dengan mudah untuk mendapatkan informasi dan data yang jelas serta terperinci mengenai fungsi Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba dalam membangun hubungan sosial dengan masyarakat sekitar di kecamatan Aek Kuasan kabupaten Asahan, serta melihat secara langsung bagaimana kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan oleh lembaga tersebut.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba sudah berhasil menunjukkan eksistensinya sebagai lembaga sosial keagamaan yang bertanggung jawab terhadap keharmonisan masyarakat tidak hanya pada masyarakat perkebunan akan tetapi juga masyarakat di sekitarnya melalui kegiatan-kegiatan sosialnya yang dianggap sebagai kegiatan yang positif. Selain itu telah terjadi pergeseran sifat masyarakat perkebunan Aek Loba yang sebenarnya bersifat gemeinschaft yang memiliki rasa tolong menolong yang tinggi dan sistem kekeluargaan yang kuat. Tetapi dengan kesibukan pekerjaan yang menuntut mereka untuk loyal dalam pekerjaan membuat mereka berubah sifat menjadi geselschaft.


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan bersama (Young:1959, dalam Soerjono Soekanto, 2001:67). Bertemunya orang perorangan secara badaniah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan semacam itu baru akan terjadi apabila orang-orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia bekerja sama, saling berbicara, dan seterusnya untuk mencapai suatu tujuan bersama, mengadakan persaingan, pertikaian dan lain sebagainya. Maka dapat dikatakan bahwa interaksi sosial adalah dasar proses sosial, pengertian mana menunjuk pada hubungan-hubungan sosial yang dinamis.

Dilihat pada aspek interaksi sosial tersebut dapat diartikan bahwa suatu individu tidak bisa hidup sendirian, sebab jika hanya sendirian ia tidak menjadi manusia. Dalam pergaulan hidup, manusia menduduki fungsi yang bermacam-macam. Di satu sisi ia menjadi anak buah, tetapi di sisi lain ia adalah pemimpin. Di satu sisi ia adalah ayah atau ibu, tetapi di sisi lain ia adalah anak. Di satu sisi ia adalah kakak, tetapi di sisi lain ia adalah adik. Demikian juga dalam posisi guru dan murid, kawan dan lawan, buruh dan majikan, besar dan kecil, mantu dan mertua dan seterusnya. Begitu juga masyarakat perkebunan yang berdampingan langsung dengan masyarakat desa di sekitarnya. Mereka perlu saling berinteraksi dan menjalin hubungan sosial yang baik agar tidak terjadi konflik karena perbedaan status mereka.


(11)

Dalam proses interaksi sosial, suatu individu memiliki pengaruh terhadap perubahan yang terjadi di setiap lapisan masyarakat, baik itu perubahan ke arah yang lebih maju maupun berubah ke arah yang biasa-biasa saja. Pengaruh kedekatan sosial maupun kedekatan geografis terhadap keterlibatan suatu individu dalam sebuah kelompok tidak bisa diukur dengan kasat mata. Karena masyarakat membentuk kelompok bermain dengan orang-orang di sekitarnya dan mereka bergabung dengan kelompok kegiatan sosial lokal lainnya. Kelompok tersusun atas individu-individu yang saling berinteraksi. Semakin dekat jarak geografis antara dua orang, semakin mungkin mereka saling melihat, berbicara, dan bersosialisasi. Singkatnya, kedekatan fisik meningkatkan peluang interaksi dan bentuk kegiatan bersama yang memungkinkan terbentuknya kelompok sosial. Jadi, kedekatan menumbuhkan interaksi yang memainkan peranan penting terhadap terbentuknya kelompok pertemanan. Pembentukan kelompok sosial tidak hanya tergantung pada kedekatan fisik tetapi juga kesamaan di antara anggota-anggotanya. Sudah menjadi kebiasaan orang lebih suka berhubungan dengan orang yang memiliki kesamaan dengan dirinya. Kesamaan yang dimaksud adalah kesamaan minat, kepercayaan, nilai, usia, tingkat intelejensi, atau karakter-karakter personal lain. Kesamaan juga merupakan faktor utama dalam memilih calon pasangan untuk membentuk kelompok sosial yang disebut keluarga.

Kedekatan suatu individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok dapat menumbuhkan sebuah interaksi sosial yang matang dan positif dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sosial, pendidikan, dan budaya. Menurut Ferdinand Tonnies (dalam Soerjono Soekanto, 2001:144) hubungan-hubungan positif antara manusia selalu bersifat


(12)

Gemeinschaft (paguyuban) atau Gesellschaft (patembayan). Gemeinschaft adalah bentuk kehidupan bersama di mana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal. Sedangkan Gesellschaft

merupakan ikatan lahir yang bersifat pokok untuk jangka waktu yang pendek, bersifat sebagai suatu bentuk dalam pikiran belaka serta strukturnya bersifat mekanis sebagaimana dapat diumpamakan dengan sebuah mesin. Seperti halnya pada masyarakat pedesaan, perkotaan, maupun pada masyarakat perkebunan yang memiliki pola interaksi yang berbeda-beda. Kalau masyarakat pedesaan biasanya diidentikan pada solidaritas masyarakat yang kuat dan kedekatan hubungan emosional yang bersifat kekeluargaan. Sedangkan masyarakat perkotaan diidentikkan dengan kedekatan hubungan dan kedekatan hubungannya dengan sesama memiliki interaksi sosial yang hanya bersifat sementara.

Interaksi sosial terjadi di berbagai lapisan masyarakat. Seperti halnya masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, masyarakat perkebunan juga berinteraksi antara satu dengan yang lainnya baik itu dengan sesama masyarakat perkebunan ataupun dengan masyarakat bukan perkebunan. Dan kalau masyarakat perkebunan hampir sama dengan masyarakat pedesaan, hanya saja masyarakat perkebunan memiliki keterikatan dengan suatu perusahaan sehingga masyarakat perkebunan tidak dapat bergerak bebas dan memiliki sifat yang sedikit tetutup dikarenakan kesibukan mereka dalam bekerja demi mencukupi kebutuhan ekonomi.

Hal di atas sesuai dengan tulisan M. Situmorang (2011) dalam sebuah artikel online yang mengatakan bahwa masyarakat perkebunan merupakan masyarakat yang terikat, sehingga ruang gerak mereka sangat sempit dan kurang


(13)

dalam berinteraksi antar sesama masyarakat perkebunan bahkan pada masyarakat luar. Buruh perkebunan misalnya, yang merupakan bagian organik dari kelompok masyarakat sipil (Civil Society). Meskipun secara struktural mereka adalah bagian tak terpisahkan dari perusahaan, tetapi kesatuan fundamental historis, secara kongkrit tidak tergabung dan tidak dapat bersatu. Karena mereka adalah sekelompok golongan masyarakat sipil yang menjadi subordinat atau golongan subyek dominan bagi kelompok-kelompok dominan. Kelompok-kelompok dominan itu adalah suatu kekuatan yang senantiasa eksis dalam sejarah masyarakat post kolonial meskipun bukan dalam bentuk aslinya. Struktur dikotomi masyarakat post kolonial adalah elite dan subaltern. Yang dimaksud elit adalah kelompok-kelompok dominan, baik pribumi maupun asing. Yang asing bisa pemilik industri, pemilik perkebunan yang pribumi dibagi menjadi dua yang beroperasi di tingkat nasional (pegawai pribumi di birokrasi tinggi) dan mereka yang beroperasi di tingkat lokal (pegawai pribumi di birokrasi lokal, birokrasi perkebunan). Pola interaksi dan interrelasi ketiga pilar tersebut tidak selalu berjalan secara harmonis. Bagaimanapun pola interaksi dan interelasi mereka berjalan secara dinamik, di mana merupakan arena pertarungan kekuasaan sepanjang masa. Konflik kepentingan dan kontelasi masing-masing aktor tersebut terjadi antara kekuatan yang dominan dan yang didominasi. Dialektika dominasi dan resistensi seperti ini berlangsung terus menerus dalam konteks sejarah, sosial

dan politik yang berubah-ubah.

Desember 2012 pukul 18:09 WIB).


(14)

Dari pernyataan di atas terlihat bahwa interaksi yang terjadi berbeda satu sama lain tergantung di wilayah mana suatu masyarakat berada, atau dengan kata lain terdapat pengelompokan-pengelompokan di dalam struktur organisasi masyarakat perkebunan yang juga mempengaruhi proses interaksi sosialnya. Misalnya karyawan hanya bisa bergaul dengan sesama karyawan, atau buruh bergaul dengan sesama buruh saja. Hal ini menumbuhkan sebuah interaksi yang kaku serta menimbulkan ketidakharmonisan dalam kehidupan masyarakat perkebunan. Masyarakat perkebunan yang sangat bergantung dengan mata pencahariannya pada perusahaan kemudian jadi sulit berkembang apalagi bergaul. Keterbatasan waktu yang dimiliki oleh para karyawan perkebunan membuat mereka kurang berinteraksi dengan masyarakat lainnya dikarenakan sebagian besar waktu mereka gunakan untuk bekerja. Tentu saja ini kemudian membuat masyarakat perkebunan menjadi tertutup. Keterikatan akan kontrak kerja dengan perusahaan membuat para buruh perkebunan menjadi kurang ruang gerak dan pemikirannya sehingga berdampak pada kurangnya kesempatan untuk mengembangkan diri atau mensejahterakan diri dan keluarganya ke arah yang lebih baik melalui jalan lain. Bahkan mereka lebih memilih anak dan seluruh keluarganya bekerja di perkebunan juga. Selain itu, kehidupan masyarakat perkebunan yang terikat ini juga mempengaruhi pola interaksinya, baik itu terhadap sesama masyarakat perkebunan maupun dengan masyarakat sekitar yang notabenenya bukan masyarakat perkebunan. Karena jarang sekali bertemu dan bersosialisasi, hal ini tentu saja kemudian menciptakan hubungan yang tidak harmonis di antara kedua masyarakat yang berbeda status ini.


(15)

Dalam perjalanannya, masyarakat di wilayah perkebunan sudah mulai kritis dan mulai berkembang pola pikirnya terhadap keberlangsungan hidupnya tidak hanya dalam hal ekonomi akan tetapi juga pergaulan dengan masyarakat lainnya. Oleh karena itu kemudian muncullah lembaga-lembaga yang mendukung dan mengatur pola-pola interaksi tidak hanya pada masyarakat perkebunan tetapi juga masyarakat bukan perkebunan yang ada di sekitarnya agar berlangsung harmonis sehingga dapat menguntungkan satu sama lain. Lembaga sosial dalam wilayah perkebunan diharapkan mampu menjadi sebuah wadah yang dapat mengelola dengan baik hubungan-hubungan sosial masyarakatnya. Salah satu lembaga kemasyarakatan di suatu wilayah perkebunan adalah lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) yang ada di badan perkebunan PT. Socfindo.

Pemukiman masyarakat perkebunan pada umumnya terpisah dari masyarakat desa lainnya. Hal ini dilakukan pihak perkebunan agar para karyawan bisa fokus bekerja dan mudah ditemui. Akan tetapi hal berbeda terjadi di perkebunan PT. Socfindo kebun Aek Loba, pemukiman masyarakat perkebunan terlihat saling berdampingan dengan masyarakat desa di sekitarnya bahkan berada dalam satu wilayah. Selain itu, pihak pemerintah desa dan kecamatan tidak membedakan perlakuan terhadap masyarakat perkebunan yang ada di wilayahnya. Mereka dianggap sama dengan masyarakat desa yang bukan merupakan karyawan perekebunan, sehingga kemudian mengaburkan perbedaan status sosial di antara kedua lapisan masyarakat ini. Hal ini juga mempermudah lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) dalam mengadakan kegiatan yang


(16)

mengikutsertakan seluruh masyarakat baik itu yang merupakan bagian dari perkebunan maupun bukan.

Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) adalah lembaga independen yang ada dalam perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Socfindo yang berdiri pada tahun 1997 dan berpusat di Medan. Lembaga ini ada di tiap-tiap cabang perkebunan PT. Socfindo yaitu di provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Di provinsi Nangroe Aceh Darussalam yaitu lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) perkebunan Sei Liput, perkebunan Seu Nagan, perkebunan Seu Mayam, dan perkebunan Lae Butar. Sedangkan di provinsi Sumatera Utara yaitu lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) perkebunan Matapao, perkebunan Lima Puluh, perkebunan Aek Loba, perkebunan Aek Ledong, perkebunan Negeri Lama, perkebunan Tanah Betsi, perkebunan Aek Pamingke, perkebunan Tanah Gambus, perkebunan Halimbe, perkebunan Bangun Bandar, dan perkebunan Tanjung Maria. Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) merupakan sebuah lembaga sosial keagamaan yang dibentuk oleh seluruh jajaran pekerja di perkebunan PT. Socfindo. Lembaga ini bertujuan untuk menjalin hubungan sosial antar sesama karyawan perkebunan, buruh, staf pegawai perkebunan, asisten manager, maupun manager yang beragama Islam. Adapun bentuk kegiatan sosialnya tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat Muslim di perkebunan PT. Socfindo tetapi juga pada masyarakat bukan perkebunan yang tinggal di sekitarnya. Hal ini bertujuan agar tidak ada lagi perbedaan yang tampak di antara lapisan-lapisan jabatan warga perkebunan sehingga mereka bisa saling membantu tanpa terganggu dengan struktur organisasi tenaga kerja yang bersifat kolonial tersebut. Selain itu, kegiatan-kegiatan yang juga mengikutsertakan masyarakat


(17)

bukan perkebunan tersebut diharapkan mampu menciptakan hubungan yang harmonis di antara keduanya.

Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek loba adalah salah satu lembaga sosial keagamaan yang rutin melaksanakan kegiatan-kegiatan sosial. Adapun beberapa kegiatan yang dilakukan adalah memberikan bantuan hidup bagi anak yatim piatu, bantuan pendidikan berupa beasiswa bagi anak warga perkebunan yang tidak mampu, wirid akbar sekecamatan, sunat massal, safari ramadhan, perayaan hari besar Islam, serta pengajian rutin. Program-program kegiatan yang dilakukan oleh Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba juga tidak terbatas pada masyarakat perkebunan saja, tetapi juga mengikutsertakan masyarakat desa yang ada di sekitarnya. Tentu saja hal ini membuat interaksi antara masyarakat perkebunan maupun masyarakat sekitar yang merupakan bukan karyawan perkebunan semakin banyak. Dan pada akhirnya akan mengaburkan perbedaan dan kesenjangan sosial yang ada dalam kehidupan bermasyarakat.

Misalnya pada bulan Januari 2013 lalu lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Lae Butar di Aceh Singkil membuat kegiatan sunatan massal gratis. Para peserta yang mengikuti sunatan massal berasal dari anak karyawan perkebunan dan anak-anak dari desa sekitar. Panitia pelaksana kegiatan sunatan massal sebenarnya menyediakan tempat untuk seratus orang peserta, akan tetapi peserta yang mendaftar hanya sebanyak 80 (delapan puluh) orang. Padahal panitia sudah menyiapkan bingkisan bagi para peserta yang mendaftar. Walaupun demikian, masyarakat terlihat sangat antusias dengan


(18)

diadakannya kegiatan sosial ini Maret 2013 pukul 21:49 WIB).

Kegiatan yang tersebut di atas menggambarkan bagaimana proses interaksi terjadi. Misalnya ketika para orang tua melihat anaknya sedang disunat, ada suasana yang membuat orang tua merasa lucu dan was-was dengan tingkah laku peserta yang ketakutan. Perasaan itu kemudian diceritakan kepada orang tua yang lain sehingga proses interaksi terjadi. Dari contoh kasus tersebut maka peneliti kemudian tertarik untuk melakukan penelitian mengenai fungsi lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) di tempat lain yaitu di kebun Aek Loba kecamatan Aek Kuasan, kabupaten Asahan dalam membangun hubungan sosial dengan masyarakat sekitarnya.

1.2. Rumusan Masalah

Sebuah penelitian harus memiliki batasan-batasan permasalahan yang harus diteliti. Selain agar permasalahan yang berkaitan dapat terjawab juga agar penelitian tidak lari dari jalur yang sudah ditetapkan. Oleh karena itu berdasarkan uraian permasalahan yang telah dijelaskan dalam latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana fungsi lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba dalam membangun hubungan sosial dengan masyarakat sekitar di kecamatan Aek Kuasan kabupaten Asahan?”

1.3. Tujuan Penelitian

Setelah merumuskan masalah yang akan diteliti pada sebuah penelitian, maka selanjutnya adalah menetapkan tujuan penelitian yang sejalan dengan


(19)

rumusan masalah penelitian. Adapun yang menjadi tujuan penelitian berdasarkan perumusan masalah di atas adalah untuk mengetahui bagaimana fungsi lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) dalam membangun hubungan sosial serta interaksi dengan masyarakat desa sekitarnya.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian merupakan sesuatu yang diharapkan ketika sebuah penelitian sudah selesai. Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

a. Manfaat teoritis

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan sumbangan pemikiran bagi peneliti lain sebagai bahan rujukan untuk perbandingan atas masalah yang sama terutama dalam bidang ilmu sosiologi khususnya tentang studi masyarakat perkebunan yang sangat sedikit referensinya.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis dalam membuat karya tulis ilmiah melalui penelitian ini. Selain itu hasil penelitian juga nantinya diharapkan dapat memberi manfaat bagi peneliti selanjutnya dalam menjadikan sebuah referensi tentang fungsi organisasi dalam meningkatkan hubungan sosial antara masyarakat perkebunan dengan masyarakat desa.


(20)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Organisasi Sosial

Organisasi adalah institusi masyarakat yang dominan di dalam kehidupan manusia. Seseorang mungkin dilahirkan di rumah sakit, dididik di sekolah formal, mencari nafkah dengan bekerja di suatu perusahaan, mengadakan kegiatan sosial dengan aktif di organisasi kemasyarakatan, mengikuti perkumpulan yang menyalurkan hobi tertentu, mengikuti salah satu partai politik, dan pada saat meninggal kematiannya diatur oleh organisasi tertentu. Organisasi telah meliputi hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Setiap hari seseorang hampir selalu berhubungan dengan berbagai organisasi dan sebagian besar waktunya dihabiskan dalam aktivitas organisasi. Hanya masyarakat primitif dan terasing saja yang tidak mempunyai organisasi (Ibrahim, 2003:63).

Menurut Stephen Robbins (dalam Sobirin, 2007:5) organisasi adalah unit sosial yang sengaja didirikan untuk jangka waktu yang relatif lama, beranggotakan dua orang atau lebih yang bekerja bersama-sama dan terkoordinasi, mempunyai pola kerja tertentu yang terstruktur, dan didirikan untuk mencapai tujuan bersama atau satu set tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Organisasi sosial dapat diartikan sebagai perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak


(21)

dapat mereka capai sendiri. Organisasi sosial merupakan tata cara yg telah diciptakan untuk mengatur hubungan antar manusia dalam sebuah wadah yang disebut dengan Asosiasi. Asosiasi memiliki seperangkat aturan, tata tertib, anggota dan tujuan yang jelas, sehingga berwujud kongkrit.

Menurut Schein (dalam Ibrahim, 2003:67) bahwa di dalam organisasi ada koordinasi, tujuan bersama, pembagian kerja, dan integrasi. Koordinasi muncul dari adanya kenyataan bahwa setiap individu tidak akan dapat memenuhi kebutuhan dan harapannya seorang diri, setelah beberapa orang mengkoordinir usaha bersama maka mereka merasa lebih banyak berhasil daripada kalau mereka melakukan sendiri-sendiri. Tentu saja organisasi sudah mendarah daging menjadi suatu wadah yang dapat menampung segala aspirasi dan tujuan kelompok masyarakat yang nantinya akan menimbulkan keharmonisan dalam bermasyarakat.

Alvin L. Bertrand (1980:25) mengemukakan pengertian organisasi sosial dalam arti luas adalah tingkah laku manusia yang berpola kompleks serta luas ruang lingkupnya di dalam setiap masyarakat. Organisasi sosial dalam arti khusus adalah tingkah laku dari para pelaku di dalam sub-sub unit masyarakat misalnya keluarga, bisnis dan sekolah. Selanjutnya Robin Williams (dalam Bertrand, 1980:26) mengemukakan bahwa organisasi sosial menunjuk pada tindakan manusia yang saling memperhitungkan dalam arti saling ketergantungan. Ia selanjutnya menjelaskan bahwa pada saat individu melakukan interaksi berlangsung terus dalam jangka waktu tertentu, maka akan timbul pola-pola tingkah laku. JBAF Maijor Polak (1985:254) mengemukakan bahwa organisasi sosial dalam arti sebagai sebuah asosiasi adalah sekelompok manusia yang


(22)

mempunyai tujuan tertentu, kepentingan tertentu, menyelenggarakan kegemaran tertentu atau minat-minat tertentu.

Masalah organisasi terletak pada keberadan tujuan sebuah organisasi. Thompson (dalam Liliweri:1997), tujuan organisasi adalah suatu objek yang bersifat abstrak dari organisasi, dia merupakan cita-cita ideal yang harus dicapai oleh semua anggota organisasi. Tujuan organisasi merupakan pikiran yang mendominasi masa depan, dominasi itu yang mendorong anggota organisasi mengadakan koalisi. Tanpa adanya sebuah tujuan dalam pembentukan organisasi maka tidak akan ada manfaat dari sebuah organisasi. Karena tujuan organisasi merupakan bentuk mutlak yang ada dalam struktur keorganisasian agar dapat berdiri tegak sesuai dengan keinginan para anggotanya.

Berdasarkan definisi organisasi sosial seperti yang telah disebutkan di atas, menurut Sobirin (2007) organisasi pada dasarnya mempunyai lima karakteristik utama yaitu sebagai berikut :

1. Unit atau entitas sosial, meski bukan sebagai realitas fisik, bukan

berarti bahwa organisasi tidak membutuhkan fasilitas fisik. Fasilitas fisik seperti gedung, peralatan kantor, maupun mesin-mesin masih tetap dibutuhkan (meski tidak harus dimiliki) karena dengan fasilitas fisik inilah sebuah organisasi bisa melakukan kegiatannya. Di samping itu dari fasilitas fisik ini pula orang luar mudah mengenali adanya entitas sosial.

2. Beranggotakan minimal dua orang, siapapun yang mendirikan


(23)

sebagai unsur utama dari organisasi. Sebab tanpa keterlibatan unsur manusia sebuah entitas sosial tidak bisa dikatakan sebagai organisasi. Dengan kata lain salah satu persyaratan agar sebuah entitas sosial disebut sebagai organisasi adalah harus beranggotakan dua orang atau lebih agar kedua orang tersebut bisa saling bekerja sama, melakukan pembagian kerja dan agar terdapat spesialisasi dalam pekerjaan.

3. Berpola kerja yang terstruktur, untuk dikatakan sebagai organisasi

sebuah unit sosial harus bernaggotakan minimal dua orang di mana keduanya bekerja secara terkoordinasi dan mempunyai pola kerja yang terstruktur. Penjelasan ini menegaskan bahwa berkumpulnya dua orang atau lebih belum dikatakan sebuah organisasi manakala berkumpulnya dua orang atau lebih tersebut tidak terkoordinasi dan tidak mempunyai pola kerja yang terstruktur. Tanpa koordinasi dan pola kerja yang terstruktur, kumpulan dua orang atau lebih hanyalah sekedar kumpulan orang bukan organisasi.

4. Mempunyai tujuan, organisasi didirikan bukan untuk siapa-siapa dan

bukan tanpa tujuan. Organisasi didirikan karena manusia sebagai makhluk sosial, sukar mencapai tujuan individualnya jika segala sesuatu harus dikerjakan sendirian. Kalau dengan bekerja sendiri tujuan individual tersebut bisa tercapai tetapi akan lebih efisien dan efektif jika cara pencapaiannya dilakukan dengan bantuan orang lain melalui organisasi. Artinya tujuan didirikannya sebuah organisasi adalah agar sekelompok manusia yang bekerja dalam satu ikatan kerja


(24)

lebih mudah mencapai tujuannya ketimbang mereka harus bekerja sendiri-sendiri.

5. Mempunyai identitas diri, jika sekelompok manusia diorganisir untuk melakukan kegiatan maka jadilah sekelompok manusia tersebut entitas sosial yang berbeda dengan entitas sosial lainnya. Identitas diri sebuah organisasi secara formal misalnya bisa diketahui melalui akte pendirian organisasi tersebut yang menjelaskan siapa yang menjadi bagian dari organisasi dan siapa yang bukan, kegiatan apa yang dilakukan, bagaimana organisasi tersebut diatur atau siapa yang mengaturnya. Di samping itu organisasi juga dapat diidentifikasikan melalui variabel yang sifatnya informal dan sulit dipahami tetapi keberadaannya tidak diragukan. Variabel tersebut biasa disebut sebagai budaya.

Organisasi sosial disebut juga dengan lembaga kemasyarakatan, pranata sosial atau institusi sosial. Menurut Koentjaraningrat (dalam Ibrahim, 2003:87), lembaga kemasyarakatan (pranata sosial) adalah suatu sistem dan norma khusus yang menata suatu rangkaian tindakan berpola mantap guna memenuhi suatu keperluan khusus dari manusia dalam kehidupan masyarakat. Soerjono Soekanto (dalam Ibrahim, 2003:87) mendefenisikan lembaga kemasyarakatan sebagai himpunan dari norma-norma segala tindakan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok manusia di dalam kehidupan masyarakat.

Gillin dan Gillin (dalam Basrowi, 2005:99) dalam bukunya General

Features Of Social Institutions mengatakan bahwa ciri umum lembaga kemasyarakatan adalah sebagai berikut :


(25)

1. Merupakan suatu organisasi yang berisi pola-pola pemikiran dan pola-pola perilaku yang terwujud melalui aktifitas-aktifitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya. Lembaga kemasyarakatan dalam hal ini berisi tata kelakuan, adat istiadat, kebiasaan, serta unsur-unsur kebudayaan yang secara langsung atau tidak tergabung dalam satu unit fungsional.

2. Mempunyai tingkat kekekalan tertentu. Dalam hal ini sistem kepercayaan

dan tindakan yang lain baru akan menjadi bagian lembaga kemasyarakatan setelah melewati waktu yang relatif lama.

3. Mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu. Sebagai contoh, suatu

lembaga persaingan bebas dalam kehidupan ekonomi yang bertujuan agar produksi berjalan secara efektif oleh karena para individu akan terpaut pada keuntungan yang akan diperolehnya kepada orang-orang yang mempunyai pengaruh serta mengetahui cara-caranya.

4. Mempunyai alat-alat perlengkapan yang digunakan untuk mencapai tujuan

lembaga yang bersangkutan, misalnya peralatan penggunaannya biasanya akan berlainan untuk masing-masing masyarakat.

5. Mempunyai lambang-lambang yang berbeda, yang menggambarkan tujuan

dan fungsi lembaga tersebut. Misalnya sekolah-sekolah mempunyai lambang yang merupakan ciri khas sekolah tersebut.

6. Mempunyai tradisi yang tertulis maupun tidak tertulis, yang merumuskan

tujuannya, tata tertib yang berlaku.

Selanjutnya Gillin dan Gillin (dalam Basrowi, 2005:100) juga mengklasifikasikan lembaga kemasyarakatan sebagai berikut :


(26)

1. Dari sudut perkembangannya, dibedakan menjadi crescive institution dan

enacted institution. Crescive institution disebut sebagai lembaga primer, yaitu lembaga yang tak sengaja tumbuh dari adat istiadat masyarakat.

Enacted institution, yaitu lembaga kemasyarakatan yang sengaja dibentuk untuk memenuhi tujuan tertentu.

2. Dari sudut sistem nilai-nilai yang diterima masyarakat dibagi menjadi

basic institution dan subsidiary institution. Basic institution adalah lembaga kemasyarakatan yang sangat penting untuk memelihara dan mempertahankan tata tertib dalam masyarakat, misalnya keluarga dan sekolah, sedangkan subsidiary institution adalah lembaga kemasyarakatan yang dianggap kurang penting, misalnya rekreasi.

3. Dari sudut penerimaan masyarakat, dibagi menjadi social

sanctioned-institutions (approved) dan uninstitutions. Social sanctioned-institutions adalah lembaga yang diterima masyarakat, misalnya sekolah. Dan unsanctioned-institutions adalah lembaga yang ditolak masyarakat, misalnya kelompok penjahat.

4. Dari sudut penyebarannya, dibagi menjadi general institutions dan

restricted institution. General institution adalah lenbaga kemasyarakatan yang dikenal hampir semua masyarakat di dunia, misalnya agama. Sedangkan restricted institution adalah lembaga yang dianut oleh suatu masyarakat tertentu, misalnya agama Islam, Kristen, Hindu, Budha.

5. Dari sudut fungsinya, dibagi menjadi operative institutions dan regulative institutions. Operative institutions adalah lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk menghimpun pola-pola atau tata cara yang diperlukan


(27)

untuk mencapai tujuan lembaga tersebut, misalnya lembaga industrialisasi. Sedangkan regulative institutions adalah lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk mengawasi adat istiadat atau tata kelakuan yang tidak menjadi bagian yang mutlak dari lembaga tersebut, misalnya pengadilan.

Paul B. Horton dan Chester L. Hunt (1996) menyebutkan bahwa lembaga sosial memiliki dua fungsi yaitu :

1. Fungsi manifes, yaitu fungsi yang diharapkan oleh banyak orang akan

dipenuhi oleh lembaga itu sendiri, misalnya lembaga keluarga harus memelihara anak, lembaga pendidikan harus mendidik siwa-siswanya. Fungsi manifes ini bersifat jelas dan diakui.

2. Fungsi laten, merupakan dampak atau akibat dari adanya fungsi manifes,

seperti efek samping dari suatu kebijakan, program, lembaga-lembaga atau asosiasi yang tidak dikehendaki. Misalnya, lembaga ekonomi tidak hanya memproduksi dan mendistribusikan kebutuhan pokok, tetapi terkadang juga meningkatkan pengangguran dan perbedaan kekayaan.

2.2. Interaksi Sosial

Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial yang sejak dilahirkan sudah membutuhkan pergaulan dengan orang-orang untuk memenuhi kebutuhannya (Gerungan, 2000:24). Interaksi sosial merupakan suatu fondasi dari hubungan yang berupa tindakan yang berdasarkan norma dan nilai sosial yang berlaku dan diterapkan di dalam masyarakat. Dengan adanya nilai dan norma yang berlaku, interaksi sosial itu sendiri dapat berlangsung dengan baik jika aturan-aturan dan nilai-nilai yang ada dapat dilakukan dengan baik. Jika tidak


(28)

adanya kesadaran atas pribadi masing-masing, maka proses sosial itu sendiri tidak dapat berjalan sesuai dengan yang kita harapkan. Di dalam kehidupan sehari-hari tentunya manusia tidak dapat lepas dari hubungan antara satu dengan yang lainnya, ia akan selalu perlu untuk mencari individu ataupun kelompok lain untuk dapat berinteraksi ataupun bertukar pikiran. Interaksi sosial merupakan kunci semua kehidupan sosial. Dengan tidak adanya komunikasi ataupun interaksi antar satu sama lain maka tidak mungkin ada kehidupan bersama. Jika hanya fisik yang saling berhadapan antara satu sama lain, tidak dapat menghasilkan suatu bentuk kelompok sosial yang dapat saling berinteraksi. Maka dari itu dapat disebutkan bahwa interaksi merupakan dasar dari suatu bentuk proses sosial karena tanpa adanya interaksi sosial, maka kegiatan-kegiatan antar satu individu dengan yang lain tidak dapat disebut interaksi (Soerjono Soekanto, 2001).

Interaksi Sosial menurut menurut Shaw (dalam Ali, 2004:87) merupakan suatu pertukaran antarpribadi yang masing- masing orang menunjukkan perilakunya satu sama lain dalam kehadiran mereka dan masing- masing perilaku mempengaruhi satu sama lain. Dalam hal ini, tindakan yang dilakukan seseorang dalam suatu interaksi merupakan stimulus bagi individu lain yang menjadi pasangannya. Dan pada akhirnya mereka akan saling berperilaku sama lain untuk menunjukkan adanya kegiatan timbal balik yang saling berhubungan.

Menurut Narwoko (2007:20) interaksi sosial adalah hubungan timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok dan antara kelompok dengan kelompok. Interaksi sosial merupakan proses komunikasi di antara orang-orang untuk saling mempengaruhi perasaan, pikiran dan tindakan. Interaksi sosial akan berlangsung apabila seorang individu melakukan tindakan dan dari tindakan


(29)

tersebut menimbulkan reaksi individu yang lain. Interaksi sosial terjadi jika dua orang atau lebih saling berhadapan, bekerja sama, berbicara, berjabat tangan atau bahkan terjadi persaingan dan pertikaian. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain. Manusia adalah makhluk sosial yang sepanjang hidupnya bersosialisasi dengan orang lain dalam proses interaksi. Interaksi sosial menghasilkan banyak bentuk sosialisasi.

Menurut Soerjono Soekanto (2001:71), interaksi sosial tidak mungkin terjadi tanpa adanya dua syarat, yaitu kontak sosial dan komunikasi.

1). Kontak Sosial

Kata “kontak” (Inggris: “contact") berasal dari bahasa Latin con atau cum

yang artinya bersama-sama dan tangere yang artinya menyentuh. Jadi, kontak berarti bersama-sama menyentuh. Dalam pengertian sosiologi, kontak sosial tidak selalu terjadi melalui interaksi atau hubungan fisik, sebab orang bisa melakukan kontak sosial dengan pihak lain tanpa menyentuhnya, misalnya bicara melalui telepon, radio, atau surat elektronik. Oleh karena itu, hubungan fisik tidak menjadi syarat utama terjadinya kontak. Kontak sosial memiliki sifat-sifat berikut.

a. Kontak sosial dapat bersifat positif atau negatif. Kontak sosial positif mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan kontak sosial negatif mengarah pada suatu pertentangan atau konflik.

b. Kontak sosial dapat bersifat primer atau sekunder. Kontak sosial primer terjadi apabila para peserta interaksi bertemu muka secara langsung. Misalnya, kontak antara guru dan murid di dalam kelas, penjual dan pembeli di pasar tradisional, atau pertemuan ayah dan anak di meja makan.


(30)

Sementara itu, kontak sekunder terjadi apabila interaksi berlangsung melalui suatu perantara. Misalnya, percakapan melalui telepon. Kontak sekunder dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Kontak sekunder langsung misalnya terjadi saat ketua RW mengundang ketua RT datang ke rumahnya melalui telepon. Sementara jika Ketua RW menyuruh sekretarisnya menyampaikan pesan kepada ketua RT agar datang ke rumahnya, yang terjadi adalah kontak sekunder tidak langsung.

2). Komunikasi

Komunikasi merupakan syarat terjadinya interaksi sosial. Hal terpenting dalam komunikasi yaitu adanya kegiatan saling menafsirkan perilaku (pembicaraan, gerakan-gerakan fisik, atau sikap) dan perasaan-perasaan yang disampaikan. Ada lima unsur pokok dalam komunikasi yaitu sebagai berikut.

a). Komunikator, yaitu orang yang menyampaikan pesan, perasaan, atau pikiran kepada pihak lain.

b). Komunikan, yaitu orang atau sekelompok orang yang dikirimi pesan, pikiran, atau perasaan.

c). Pesan, yaitu sesuatu yang disampaikan oleh komunikator. Pesan dapat berupa informasi, instruksi, dan perasaan.

d). Media, yaitu alat untuk menyampaikan pesan. Media komunikasi dapat berupa lisan, tulisan, gambar, dan film.

e). Efek, yaitu perubahan yang diharapkan terjadi pada komunikan, setelah mendapatkan pesan dari komunikator.


(31)

Proses komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam menjalin proses interaksi sosial. Ada tiga tahap penting dalam proses komunikasi. Ketiga tahap tersebut adalah sebagai berikut.

a. Encoding

Pada tahap ini, gagasan atau program yang akan dikomunikasikan diwujudkan dalam kalimat atau gambar. Dalam tahap ini, komunikator harus memilih kata, istilah, kalimat, dan gambar yang mudah dipahami oleh komunikan. Komunikator harus menghindari penggunaan kode-kode yang membingungkan komunikan.

b. Penyampaian

Pada tahap ini, istilah atau gagasan yang sudah diwujudkan dalam bentuk kalimat dan gambar disampaikan. Penyampaian dapat berupa lisan, tulisan, dan gabungan dari keduanya.

c. Decoding

Pada tahap ini dilakukan proses mencerna dan memahami kalimat serta gambar yang diterima menurut pengalaman yang dimiliki.

Komunikasi-komunikasi melalui isyarat-isyarat sederhana menurut Johnson (dalam Narwoko, 2007:16) adalah bentuk paling elementer dan yang paling pokok dalam komunikasi. Tetapi, pada masyarakat ‘isyarat’ komunikasi yang dipakai tidaklah terbatas pada bentuk komunikasi ini. Hal ini disebabkan karena manusia mampu menjadi objek untuk dirinya sendiri (dan juga sebagai subjek yang bertindak) dan melihat tindakan-tindakannya seperti orang lain dapat melihatnya. Dengan kata lain manusia dapat membayangkan dirinya secara sadar dalam perilakunya dari sudut pandangan orang lain. Sebagai akibatnya mereka


(32)

dapat mengonsentrasikan perilakunya dengan sengaja untuk membangkitkan tipe respon tertentu dari orang lain.

Dalam sebuah organisasi komunikasi menjadi sangat penting karena di dalamnya terdapat unsur-unsur yang saling berhubungan satu sama lain yaitu manusia. Nimran (dalam Komang dkk:2008) mengatakan bahwa ada bermacam-macam paradigma atau cara pandang yang dapat dipakai untuk membedakan berbagai bentuk komunikasi.

1. Dari aspek lingkup organisasi.

a. Komunikasi intern, komunikasi yang terjadi antara pihak-pihak

internal.

b. Komunikasi ekstern, komunikasi antara suatu organisasi dengan pihak eksternal.

2. Dari aspek sudut arahnya.

a. Komunikasi searah, komunikasi yang ditandai oleh adanya satu pihak

yang aktif yaitu penyampai informasi sedangkan pihak lainnya pasif dan menerima.

b. Komunikasi dua arah, komunikasi yang ditandai peran aktif kedua

belah pihak baik pemberi atau penerima informasi. 3. Dari aspek tingkatan organisasi.

a. Komunikasi vertikal adalah komunikasi yang berlangsung antara

bawahan dengan atasan dalam hirarki organisasi.

b. Komunikasi horisontal adalah komunikasi yang terjadi di antara

pejabat yang sederajat.


(33)

a. Komunikasi dari atas ke bawah, komunikasi yang mengalir dari manajer ke bawah atau ke para karyawan.

b. Komunikasi dari bawah ke atas, komunikasi yang mengalir ke atas

yakni dari karyawan ke manajer.

c. Komunikasi horizontal yaitu komunikasi yang terjadi di anatara semua karyawan di tingkatan organisasi yang sama.

d. Komunikasi diagonal, komunikasi antara orang-oranng yang

mempunyai hirarki berbeda dan tidak memiliki hubungan wewenang secara langsung.

5. Dari aspek media atau alat yang digunakan.

a. Komunikasi visual, komunikasi yang memakai alat tertentu untuk

mengirim pesan yang dapat ditangkap oleh mata.

b. Komunikasi audial, komunikasi yang menggunakan alat tertentu yang

dapat ditangkap oleh telinga.

c. Komunikasi audio visual, komunikasi yanng memakai alat tertentu

yang pesannya ditangkap oleh mata dan telinga secara bersamaan. 6. Dari aspek cara penyampaian.

a. Komunikasi verbal, komunikasi yang pesan-pesannya disampaikan

dengan memakai kata-kata yang dapat dimengerti baik lisan maupun tulisan.

b. Komunikasi nonverbal, komunikasi yang pesan-pesannya disampaikan

melalui simbol, isyarat, atau perilaku tertentu. 7. Dari aspek strategi atau teknik.


(34)

a. Komunikasi koersif, komunikasi yang dengan cara memaksa agar komunikan dapat menerima pesan yang disampaikan.

b. Komunikasi persuasif, komunikasi dengan melibatkan aspek

psikologis komunikan, sehingga ia tidak saja menerima dan menyetujui tetapi mau melaksanakannya dalam bentuk kegiatan atau tindakan sebagaimana yang dikehendaki oleh komunikator.

8. Dari aspek jaringan di mana informasi mengalir.

a. Komunikasi informal, komunikasi yang tidak resmi sumber dan

maksudnya.

b. Komunikasi formal, komunikasi yang berkaitan denga tugas dan

mengikuti rantai wewenang. 9. Dari aspek manajerial.

a. Komunikasi interpersonal, yaitu komunikasi antara dua orang atau

lebih.

b. Komunikasi organisasi, yaitu semua pola,jaringan, dan sistem

komunikasi dalam suatu organisasi .

Konsep lain yang juga perlu diperhatikan mengenai interaksi sosial ialah konsep definisi situasi. Menurut W. I. Thomas (dalam Kamanto:2004) definisi situasi yang dibuat oleh masyarakat itu merupakan aturan yang mengatur interaksi

manusia. Selanjutnya Hall (dalam Kamanto:2004) dalm bukunya The Hidden

Dimension mengemukakan bahwa di dalam interaksi dijumpai aturan tertentu dalam hal penggunaan ruang. Pengamatan terhadap penggunaan ruang beserta


(35)

menyimpulkan bahwa dalam situasi sosial orang cenderung menggunakan empat macam jarak yaitu :

1. Jarak intim, berkisar antara 0-18 inci (0-45 cm), keterlibatan dengan tubuh orang lain disertai keterlibatan intensif dari pancaindera.

2. Jarak pribadi berkisar antara 4-12 kaki (45 cm-1.22 m), interaksi pada

tahap dekat dalam jarak ini cenderung dijumpai di antara orang-orang yang hubungannya dekat, misalnya suami isteri.

3. Jarak sosial berkisar antara 4-12 kaki (1.22 m-3.66 m), orang yang

berinteraksi dapat berbicara secara normal dan tidak saling menyentuh. 4. Jarak publik (di atas 12 kaki atau 3.66 m) dipelihara oleh orang yang harus

tampil di depan umum seperti politikus dan aktor.

Menurut Ferdinand Tonnies (dalam Soerjono Soekanto, 2001:144-146) bahwa suatu masyarakat memiliki hubungan-hubungan positif satu sama lainnya. Adapun bentuk hubungan tersebut dibedakan atas dua yaitu paguyuban (gemeinschaft) dan patembayan (Gesellschaft). Paguyuban (Gemeinschaft) adalah bentuk kehidupan bersama dimana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Kehidupan tersebut dinamakan juga bersifat nyata dan organis, sebagaimana dapat diumpamakan dengan organ tubuh manusia atau hewan. Bentuk paguyuban terutama akan dapat dijumpai di dalam keluarga, kelompok kerabatan, rukun tetangga dan lain sebagainya. Sebaliknya patembayan (Gesellschaft) merupakan ikatan lahir yang bersifat pokok untuk jangka waktu yang pendek, bersifat sebagai suatu bentuk dalam fikiran belaka (imaginary) serta strukturnya bersifat mekanis


(36)

sebagaimana dapat diumpamakan dengan sebuah mesin. Bentuk Gesellschaft

terutama terdapat di dalam hubungan perjanjian yang berdasarkan ikatan timbal balik, misalnya ikatan antara pedagang, organisasi dalam suatu pabrik atau industri dan lain sebagainya.

Di dalam Gemeinschaft atau paguyuban terdapat suatu kemauan bersama (common will), ada suatu pengertian serta juga kaidah-kaidah yang timbul dengan sendirinya dari kelompok tersebut. Apabila terjadi pertentangan antara anggota suatu paguyuban, maka pertentangan tersebut tidak akan dapat dibatasi dalam suatu hal saja. Hal itu disebabkan karena adanya hubungan yang menyeluruh antara anggota-anggotanya. Tak mungkin suatau pertentangan yang kecil diatasi, oleh karena pertentangan tersebut, akan menjalar ke bidang-bidang lainnya. Keadaan yang sedikit berbeda akan dijumpai pada patembayan atau Geselschaft, dimana terdapat public life yang artinya bahwa hubungannya bersifat untuk semua orang; batas-batas antara “kami” dengan “bukan kami” kabur. Pertentangan-pertentangan yang terjadi antara anggota dapat dibatasi pada bidang-bidang tertentu, karena suatu persoalan dapat dilokalisasi (Basrowi, 2005:54). Menurut Tonnies (dalam Soekanto, 2001:146), di dalam setiap masyarakat selalu dapat dijumpai salah satu di antara tiga tipe paguyuban, yaitu:

a. Paguyuban karena ikatan darah (gemeinschaft by blood), yaitu

Gemeinschaft atau paguyuban yang merupakan ikatan yang didasarkan pada ikatan darah atau keturunan, contohnya keluarga, dan kelompok kekerabatan.

b. Paguyuban karena tempat (gemeinschaft of place), yaitu suatu paguyuban yang terdiri dari orang-orang yang berdekatan tempat tinggal, sehingga


(37)

dapat saling tolong-menolong, contohnya rukun tetangga, rukun warga, dan arisan.

c. Paguyuban karena jiwa fikiran (gemeinschaft of mind), yang merupakan

suatu Gemeinschaft yang terdiri dari orang-orang yang walaupun tidak mempunyai hubungan darah atau tempat tinggalnya tidak berdekatan, akan tetapi mereka mempunyai jiwa dan fikiran yang sama dan ideologi yang sama. Paguyuban semacam ini biasanya ikatannya tidak sekuat paguyuban karena darah atau keturunan.

Dari teori yang dikemukakan Ferdinand Tonnies tersebut terlihat bahwa hubungan masyarakat saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya baik itu dari ikatan darah, keluarga, maupun saudara jauh. Begitu juga dengan lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) yang berperan sebagai suatu kelompok sosial dalam bidang keagamaan yang dapat mendekatkan masyarakat perkebunan dari berbagai status sosial dan ekonominya.

2.3. Masyarakat Perkebunan

Sejarah perkembangan perkebunan di Indonesia memang sangat ditentukan oleh politik kolonial penjajah, terutama Belanda. Kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diterapkan dari waktu ke waktu telah mewarnai wajah perkebunan di Indonesia hingga mencapai bentuk seperti sekarang ini. Dimulai dari sejak berkuasanya VOC yang menerapkan sistem monopoli dan pungutan paksa terhadap usaha kebun di Indonesia, kemudian Daendels dan Raffles dengan pandangan liberal, disusul kemudian oleh berkuasanya Gubernur Jenderal Van den Bosch yang menerapkan sistem tanam paksa dalam mengembangkan


(38)

perkebunan di Indonesia, hingga dikeluarkannya Agrarische wet tahun 1870 (Mubyarto, 1992:16).

Kehadiran perkebunan kelapa sawit berpengaruh terhadap perubahan pola pekerjaan, yang diikuti dengan peningkatan penghasilan masyarakat. Konsekuensi lain adalah berpengaruh terhadap pola hidup dan hubungan sosial yang ditandai dengan pergeseran berbagai irama kehidupan, perubahan pola interaksi sosial yang sederhana dan bercorak lokal berubah ke pola interaksi yang kompleks serta menembus batas pedesaan, bertambahnya penduduk sehingga berbagai pola kehidupan saling mempengaruhi.

Secara umum pembagian tenaga kerja perkebunan dibedakan dalam empat golongan yaitu administratur, pegawai staf, pegawai nonstaf, dan terakhir adalah buruh perkebunan. Dalam struktur organisasi perkebunan terdapat pembagian tugas yang jelas dengan penempatan tenaga kerja menurut golongan. Pengelompokan berdasarkan perbedaan bangsa, warna kulit dan ras, ternyata juga sangat mewarnai startifikasi pekerja perkebunan. Di dalam pengelompokannya, kelompok pertama selalu terdiri dari pegawai berkebangsaan Belanda dan Inggris serta beberapa orang Cina, sedangkan kelompok di bawahnya adalah pegawai pribumi. Pejabat administratur, pegawai staf dan nonstaf perkebunan biasanya termasuk dalam kelompok pertama, sedangkan bangsa pribumi senantiasa hanya menempati posisinya sebagai buruh rendahan. Dalam satu unit perkebunan, tanggung jawab terbesar dipegang oleh seorang administratur. Sebagai pucuk pimpinan, administratur dibantu oleh seorang penasihat dan kontrolir yang lazim disebut pegawai staf karena kedudukan mereka yang tidak terjun langsung mengawasi aktifitas di kebun. Seorang kontrolir membawahi beberapa kepala


(39)

bagian antara lain kepala bagian tanaman, bagian teknik, bagian pabrik dan staf administrasi, yang masih termasuk pegawai staf. Masing-masing kepala bagian membawahi seorang asisten yang langsung diberi wewenang di lapangan. Dalam melaksanakan tugas dan pengawasan langsung di lapangan, seorang asisten dibantu oleh beberapa orang mandor sesuai dengan jenis-jenis pekerjaan mereka, misalnya mandor tanam, panen, pengolahan, sortasi, pengepakan, dan sebagainya. Lapisan terbawah dalam hirarki perkebunan adalah para buruh, baik buruh kebun maupun buruh pabrik. Di samping itu di setiap perkebunan dipekerjakan polisi-polisi khusus penjaga perkebunan yang bertanggung jawab langsung dengan kontrolir. Para mandor biasanya adalah penduduk pribumi yang berasal dari keluarga penguasa desa yang bekerja di perkebunan (Mubyarto, 1992:115-116).

Dalam tradisi kolonialis, sistem ini memang sengaja dibangun untuk mengefektifkan proses produksi dan untuk mengakumulasikan keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Sistem semacam ini merupakan perpaduan antara sistem kapitalisme yang menghambakan pada pemupukan modal dan sistem feodalisme yang menghambakan ketaatan pada sang penguasa. Sistem masyarakat semacam ini masih banyak menjadi fenomena di masyarakat perkebunan sekarang ini. Tidak banyak perubahan yang terjadi secara signifikan dalam masyarakat perkebunan dari masa kolonial hingga sekarang. Secara geografis mereka terisolir, akses untuk informasi dan pendidikan sangat minim. Pagar pembatas atau palang pintu untuk masuk dan keluar perkebunan dijaga ketat oleh security. Letak perumahan yang masih sangat membedakan antara kelas administratur dengan buruh perkebunan. Perilaku elit adiministratur yang kurang manusiawi yang masih memandang rendah dan sebelah mata para golongan kaum buruh.


(40)

2.4. Defenisi Konsep

Konsep adalah suatu hasil pemaknaan di dalam intelektual manusia yang merujuk ke kenyataan nyata ke alam empiris, dan bukan merupakan refleksi sempurna. Dalam sosiologis, konsep menegaskan dan menetapkan apa yang akan di observasi (Suyanto, 2005:49). Defenisi konsep adalah rangkuman peneliti dalam menjelaskan peristiwa yang akan diteliti nantinya. Konsep yang digunakan sesuai konteks penelitian ini antara lain:

1. Fungsi adalah sekelompok aktivitas yang tergolong pada jenis yang sama

berdasarkan sifat atau pelaksanaannya. Fungsi merupakan manfaat dari suatu sistem terhadap sistem lainnya yang saling berkaitan.

2. Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) adalah sebuah lembaga

sosial keagamaan milik masyarakat perkebunan PT. Socfindo yang bertujuan untuk mempererat tali silaturrahmi antar sesama karyawan, pegawai staf, pegawai nonstaf, dan buruh di perkebunan PT. Socfindo.

3. Hubungan sosial adalah suatu kegiatan yang menghubungkan kepentingan

antarindividu, individu dengan kelompok atau antar kelompok yang secara langsung ataupun tidak langsung dapat menciptakan rasa saling pengertian dan kerja sama yang cukup tinggi, keakraban, keramahan, serta menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa.

4. Masyarakat perkebunan adalah sekumpulan orang atau warga yang

merupakan karyawan perkebunan yang tinggal dan menetap di wilayah yang disediakan oleh perkebunan serta melakukan interaksi secara terus-menerus.


(41)

5. Masyarakat sekitar perkebunan adalah masyarakat yang bukan merupakan karyawan perkebunan atau pensiunan perkebunan dan tinggal di sekitar wilayah perkebunan tetapi bukan di tanah milik perkebunan, sehingga mereka memiliki banyak ruang untuk saling berinteraksi dengan warga perkebunan.


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kulitatif adalah metode yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan dengan menggunakan pendekatan deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Meleong, 2006:6). Dengan menggunakan metode kualitatif peneliti dapat dengan mudah untuk mendapatkan informasi dan data yang jelas serta terperinci mengenai fungsi Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba dalam membangun hubungan sosial dengan masyarakat sekitar di kecamatan Aek Kuasan kabupaten Asahan, serta melihat secara langsung bagaimana kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan oleh lembaga tersebut.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di perkebunan PT. Socfindo kebun Aek Loba kecamatan Aek Kuasan kabupaten Asahan. Alasan peneliti memilih lokasi ini karena di perkebunan tersebut terdapat sebuah lembaga sosial keagamaan yang aktif melakukan kegiatan-kegiatan sosial yang bermanfaat tidak hanya bagi masyarakat perkebunan akan tetapi juga masyarakat sekitarnya. Selain itu pemukiman masyarakat perkebunan dengan masyarakat sekitar tersebut saling


(43)

berdampingan sehingga semakin banyak kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan oleh Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) turut melibatkan masyarakat sekitarnya dan membuat intensitas hubungan sosial semakin meningkat.

3.3. Unit Analisis dan Informan

3.3.1. Unit Analisis

Sasaran penelitian tidak tergantung pada judul dan topik penelitian, tetapi secara konkrit tergambarkan dalam rumusan masalah penelitian. Sedangkan informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian (Bungin, 2007:76). Unit analisis pada penelitian ini adalah seluruh pengurus Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba, masyarakat perkebunan, dan masyarakat sekitarnya di kecamatan Aek Kuasan kabupaten Asahan yang telah mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba.

3.3.2. Informan

Adapun yang menjadi informan sebagai sumber informasi bagi peneliti adalah sebagai berikut:

3.3.2.1Informan kunci :

1. Ketua Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba.

2. Pengurus Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba.

3. Karyawan perkebunan/anggota Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo


(44)

a. Sering mengikuti kegiatan yang diadakan oleh Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS).

b. Mengetahui sejarah Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS)

kebun Aek Loba.

c. Bekerja di perkebunan PT. Socfindo kebun Aek Loba sebelum Ikatatan

Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) dibentuk. 3.3.2.2Informan tambahan

1. Pemerintah Kecamatan Aek Kuasan.

2. Tokoh agama kecamatan Aek Kuasan yang sering mengikuti kegiatan

Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba.

3. Masyarakat sekitar perkebunan yang sering mengikuti kegiatan yang

diadakan oleh Ikatan Persudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam proses pengumpulan data, peneliti akan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data agar mendapatkan kesesuaian penelitian dengan fokus dan kebutuhan peneliti dalam mengolah data dan informasi yang diperoleh nantinya. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu data primer dan data sekunder.

a) Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian melalui observasi dan wawancara baik secara partisipatif maupun wawancara mendalam, oleh karena itu untuk mendapatkan data


(45)

primer dalam penelitian ini akan dilakukan dengan cara penelitian lapangan, yaitu sebagai berikut:

1. Observasi atau pengamatan yaitu kemampuan seseorang untuk

menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja panca indera mata serta dibantu dengan panca indera lainnya. Metode observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan (Bungin, 2007:115). Dengan observasi peneliti dapat melihat secara langsung kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba dalam menciptakan keharmonisan dan membangun hubungan sosial dengan masyarakat sekitarnya.

2. Wawancara mendalam, yaitu proses tanya jawab secara langsung

ditujukan terhadap informan di lokasi penelitian dengan menggunakan pedoman wawancara serta menggunakan alat bantu perekam jika memang dibutuhkan. Dalam hal ini peneliti nantinya akan mewawancarai informan yang menjadi subjek penelitian guna mengetahui bagaimana fungsi lembaga Ikatan Persaudaran Muslim Socfindo (IPMS) dalam membangun hubungan sosial dengan masyarakat sekitarnya.

b) Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan data dan mengambil informasi dari buku-buku referensi, dokumen, majalah, jurnal dan bahan dari


(46)

situs-situs internet yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti sehingga memudahkan peneliti dalam menuliskan laporan penelitian.

3.5. Interpretasi Data

Pengolahan data dalam penelitian ini dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu wawancara, pengamatan (observasi) yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen resmi, foto, dan sebagainya. Setelah data tersebut dibaca, dipelajari, dan ditelaah maka langkah selanjutnya adalah mengadakan reduksi data dengan cara abstraksi. Abstraksi merupakan rangkuman yang terperinci dan merujuk ke inti temuan data dengan cara menelaah pernyataan-pernyataan yang diperlukan sehingga tetap berada dalam fokus penelitian. Setelah itu data tersebut disusun dan dikategorisasikan serta diinterpretasikan secara kualitatif sesuai dengan metode penelitian yang telah ditetapkan.


(47)

3.6.Jadwal Kegiatan

Tabel 1

No Kegiatan Bulan ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Observasi √

2 Acc Penelitian √

3 Penyusunan Proposal Penelitian √ √ √

4 Seminar Desain Penelitian √

5 Revisi Proposal Penelitian √

6 Penelitian Lapangan √ √ √

7 Pengumpulan Data Dan Analisis Data √ √ √ √

8 Bimbingan √ √ √

9 Penilisan Laporan Akhir √ √ √


(48)

BAB IV

DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN

4.1. Sejarah PT. Socfin Indonesia (Socfindo)

PT. Socfin Indonesia (Socfindo) didirikan pada tahun 1924 dengan komoditi utama adalah tumbuhan kelapa sawit (Elais Guenensis jacq). Perusahaan ini pada awalnya dimiliki oleh perusahaan Belgia yaitu Socfin Medan, Sumatera Utara yang hak konsensinya di bawah naungan pemerintah Hindia-Belanda. Pada tahun 1942, PT. Socfindo diambil alih secara paksa oleh pemerintah Jepang.

Setelah Proklamasi kemerdekaan Indonesia (tahun 1945), perusahaan ini diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia dan kemudian dikembalikan pada PT. Socfin pada tahun 1950. Dari tahun 1965 sampai dengan tahun 1967, perusahaan ini dikuasai dan dipegang sepenuhnya oleh pemerintah Republik Indonesia yang mengadakan nasionalisasi perusahaan asing menjadi sebuah perusahaan milik negara. Namun, pada tahun 1968 perusahaan ini berubah

menjadi sebuah perusahaan swasta nasional dalam bentuk Joint enterprise

(patungan) dengan nama PT. Socfin Indonesia (Socfindo) dengan perbandingan saham yang dimiliki antara pemerintah Republik Indonesia dan perusahaan Belgia pada saat itu adalah 40%:60%, akan tetapi saat ini saham terbesar dipegang oleh perusahaan Belgia yaitu sekitar 90% dan 10% sisanya dimiliki oleh pemerintah Republik Indonesia.

Visi dan misi perusahaan PT. Socfindo yaitu mempertahankan keseimbangan dalam arti yang sehat dan berkembang di masa yang akan datang dengan mengelola dan mengembangkan agroindustri serta usaha-usaha yang difokuskan pada basis utama. Selain itu juga dapat menambah devisa negara dan


(49)

penghasilan daerah, serta mengurangi angka pengangguran di lingkungan setempat.

4.2. Deskripsi Wilayah PT. Socfindo Kebun Aek Loba

PT. Socfindo kebun Aek Loba merupakan salah satu cabang perkebunan dari PT. Socfin Indonesia (Socfindo) yang berada di kabupaten Asahan, Sumatera Utara. PT. Socfindo perkebunan Aek Loba merupakan yang terbesar dan terluas dari cabang-cabang perkebunan yang lainnya. PT. Socfindo kebun Aek Loba memiliki 8 (delapan) divisi yang sedikit berjauhan satu sama lainnya tergantung luasnya wilayah perkebunan sawit di tiap-tiap divisi. Adapun luas masing-masing divisi keseluruhan di PT. Socfindo kebun Aek Loba dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2. Luas Wilayah PT. Socfindo Kebun Aek Loba Per Divisi

No Divisi Luas Kebun (Ha) Luas Lahan Lain (Ha) Total (Ha)

1 I 1.219,14 12,92 1.232,06

2 II 1.130,00 2,85 1.132,85

3 III 1.172,65 51,29 1.223,94

4 IV 1.248,09 7,71 1.255,80

5 V 1.055,12 5,92 1.061,04

6 VI 1.013,92 81,63 1.095,55

7 VII 1.582,90 27,21 1.610,11

8 VIII 1.050,00 12,51 1.062,51

Total 9.471,82 202,04 9.673,86

Sumber : Arsip Kantor Perkebunan PT. Socfindo Kebun Aek Loba Tahun 2013

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa total luas lahan perkebunan yang ditanami sawit adalah 9.471,82 Ha yang tersebar di 8 (delapan) Divisi dan luas lahan lain yaitu perumahan, mesjid, kantor, dan sarana-sarana lainnya adalah 202,04 Ha.


(50)

Jadi total keseluruhan luas wilayah perkebunan PT. Socfindo kebun Aek Loba adalah 9.673,86 Ha. Perkebunan PT. Socfindo kebun Aek loba merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan lahan milik penduduk sekitarnya. Adapun batas-batas wilayah dari perkebunan PT. Socfindo kebun Aek Loba dapat dilihat sebagai berikut.

Sebelah Utara : Desa Horison dan Desa Lobu Jiur

Sebelah Selatan : Desa Aek Bange

Sebelah Timur : Desa Rawa Sari

Sebelah Barat : Desa Aek Bamban

Perkebunan PT. Socfindo kebun Aek Loba berada persis di pusat kecamatan Aek Kuasan sehingga memudahkan para pekerja untuk berurusan dengan pihak pemerintahan yaitu di Divisi III. Adapun Divisi-Divisi lainnya juga mudah untuk menuju ke pusat pemerintahan karena akses jalan yang disediakan oleh perusahaan mudah dilalui kendaraan baik itu roda dua maupun roda empat. Akses jalan yang lebar dan rapi membuat semua jenis kendaraan dapat melaluinya tanpa kesulitan yang berarti.

Selanjutnya terkait dengan masalah ketenagakerjaan dalam hal ini peneliti hanya menyoroti klasifikasi tenaga kerja di PT. Socfindo kebun Aek Loba berdasarkan agama yang dianutnya saja. Hal ini dimaksudkan karena hanya klasifikasi ini yang dianggap relevan dengan permasalahan penelitian. Adapun jumlah tenaga kerja berdasarkan agama di PT. Socfindo kebun Aek Loba adalah sebagai berikut :


(51)

Tabel 3. Jumlah Tenaga Kerja PT. Socfindo Kebun Aek Loba Berdasarkan Agama

No Jabatan Islam (orang)

Kristen (orang)

Lain-lain (orang)

Jumlah (orang)

1 Pegawai 261 17 - 278

2 Karyawan 1.508 69 - 1.577

Total 1.769 86 - 1.855

Sumber : Arsip Lembaga IPMS, Jumlah Tenaga Kerja PT. Socfindo Kebun Aek Loba Tahun 2013

Pada tabel 3 menunjukkan ada sekitar 1.855 orang tenaga kerja di PT. Socfindo kebun Aek Loba kecamatan Aek Kuasan, kabupaten Asahan, yang terdiri dari 1.577 orang karyawan dan 278 orang pegawai nonstaff. Dan selanjutnya adalah 261 orang pegawai yang beragama Islam dan 17 orang pegawai yang beragama Kristen, lalu 1.508 orang karyawan yang beragama Islam dan 69 orang karyawan yang beragama Kristen. Jadi total keseluruhan tenaga kerja yang beragama Islam adalah 1.769 orang dan yang beragama Kristen 86 orang dari total keseluruhan 1.855 orang. Sedangkan yang beragama selain Islam dan Kristen tidak ada. Jumlah ini adalah yang terbesar jika dibandingkan dengan wilayah perkebunan PT. Socfindo yang lain.

4.3. Sarana Prasarana PT. Socfindo kebun Aek Loba Kabupaten Asahan

Perkebunan PT. Socfindo kebun Aek Loba memiliki fasilitas yang cukup lengkap untuk memudahkan masyarakat dalam melakukan aktifitas secara umum sehari-hari, sehingga masyarakat di sekitar perkebunan dapat dengan mudah melakukan interaksi dengan masyarakat yang lain. Misalnya saja sarana prasarana


(52)

yang telah disediakan oleh pihak perkebunan PT. Socfindo kebun Aek Loba. Adapun sarana prasarana yang disediakan yaitu sebagai berikut

4.3.1. Sarana Pendidikan

Tabel 4. Keadaan Sarana Pendidikan PT. Socfindo Kebun Aek Loba

No Sarana pendidikan Jumlah

1 TK 5

2 SD 3

3 SMP 0

4 SMA 0

Sumber : Arsip Kantor perkebunan PT. Socfindo kebun Aek Loba Tahun 2013

Tabel di atas menunjukkan bahwa di perkebunan PT. Socfindo ada 5 (lima) unit bangunan sekolah TK dan 3 (tiga) unit bangunan Sekolah Dasar (SD). Sedangkan untuk sarana pendidikan yang lain seperti SMA ataupun SMP tidak ada di lahan perkebunan PT. Socfindo kebun Aek Loba. Akan tetapi sarana pendidikan tersebut di atas bukan merupakan milik dari perusahaan PT. Socfindo kebun Aek Loba, pihak perkebunan hanya memberikan lahan untuk bangunan saja.

4.3.2. Sarana Kesehatan

Tabel 5. Jumlah Sarana Kesehatan PT. Socfindo Kebun Aek Loba

Sumber : Arsip Kantor Perkebunan PT. Socfindo kebun Aek Loba 2013 No Sarana kesehatan Jumlah

1 Poliklinik 1


(53)

Dari tabel di atas dapat dilihat poliklinik sebagai pusat pengobatan masyarakat perkebunan ada sebanyak 1 (satu) unit sedangkan pos kesehatan ada 8 (delapan) unit. Pos kesehatan di perkebunan PT. Socfindo kebun Aek Loba tersebar di seluruh divisi, atau dengan kata lain masing-masing divisi memiliki 1 (satu) unit pos kesehatan yang dihuni oleh seorang petugas kesehatan seperti dokter ataupun bidan. Dari sinilah kemudian warga memperoleh pengobatan awal dan jika berkelanjutan akan dirujik ke poliklinik pusat yang ada di pusat wilayah perkebunan.

4.3.3. Sarana Olah raga

Tabel 6. Jumlah Sarana Olah raga PT. Socfindo Kebun Aek Loba No Jenis Sarana olahraga Jumlah (unit)

1 Lapangan Bola 8

2 Lapangan Tenis 1

3 Lapangan Badminton 8

4 Lapangan Voli 1

Sumber : Arsip Kantor perkebunan PT. Socfindo kebun Aek Loba, 2013 Tabel 6 menunjukkan ada 8 (delapan) lapangan bola yang tersebar di masing-masing Divisi, 1 (satu) lapangan tenis, 8 (delapan) lapangan badminton yang juga ada di masing-masing Divisi, dan 1 (satu) lapangan voli yang ada di wilayah perekebunan PT. Socfindo kebun Aek Loba, kecamatan Aek Kuasan, kabupaten Asahan. Keseluruhan sarana olahraga tersebut merupakan fasilitas perusahaan yang dapat dinikmati oleh seluruh warga perkebunan baik itu atasan maupun pekerja bawahan.


(54)

4.3.4. Sarana Tempat Ibadah

Tabel 7. Jumlah Sarana Ibadah PT. Socfindo Kebun Aek Loba

No Jenis Tempat Ibadah Jumlah

1 Mesjid 8

2 Gereja 1

Sumber : Arsip kantor perkebunan PT. Socfindo kebun Aek Loba, 2013

Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa mesjid yang berada di wilayah PT. Socfindo kebun Aek Loba ada sekitar 8 (delapan) unit. Adapun mesjid-mesjid tersebut tersebar di seluruh divisi yang ada di perkebunan. Masing-masing divisi memiliki 1(satu) unit mesjid yang cukup luas dan dirawat oleh seorang Mudin. Sedangkan gereja di perkebunan ini hanya sekitar 1 (satu) unit yang berada di beberapa divisi saja. Hal ini dikarenakan karyawan di perkebunan ini mayoritasnya beragama Islam sehingga membuat lebih banyak mesjid dari pada gereja.

4.3.5. Kondisi Jalan Dan Transportasi

Kondisi jalan di perkebunan PT. Socfindo kebun Aek Loba terbilang cukup baik karena perusahaan selalu rutin mengadakan perbaikan. Walaupun kondisi jalan bukan merupakan aspal atau dengan kata lain jalan berkontur tanah tetapi tidak banyak kerusakan-kerusakan yang berarti. Jalanan yang lebar membuat kendaraan berukuran besar juga bisa melewatinya. Hal ini dikarenakan salah satu sarana pengangkutan buah sawit di perkebunan dari kebun ke pabrik pengolahan dengan menggunakan truk besar. Selain itu ada transportasi lain yang digunakan untuk mengangkut kelapa sawit yang telah dipanen menuju pabrik pengolahan yaitu Lokomotif. Lokomotif berukuran kecil ini mengangkut gerbong


(55)

seperti kereta api. Di dalam gerbong inilah kemudian kelapa sawit diangkut. Seperti layaknya kereta api pada umumnya, lokomotif juga berjalan di atas rel, rel ini dibangun di sepanjang jalan yang melewati perkebunan sawit.

Pihak perusahaan juga menyediakan bus untuk mengangkut anak-anak karyawan yang bersekolah. Hal ini dimaksudkan agar para siswa yang rumahnya berada sangat jauh dari jalan utama atau bahkan dari sekolahnya menjadi lebih mudah untuk sampai ke tujuan. Selain itu juga agar para orang tua tidak kerepotan mengantar atau menjemput anaknya sehingga bisa lebih fokus dalam menjalankan pekerjaannya. Fasilitas bus juga dapat dinikmati seluruh siswa dengan gratis tanpa dipungut biaya sedikitpun. Tentu saja hal ini semakin meringankan beban orang tua.

4.4. Struktur Organisasi Tenaga Kerja PT. Socfindo Kebun Aek Loba Setiap perusahaan tentu saja memiliki sturuktur organisasi yang jelas sesuai dengan sistem yang dibuat oleh pemilik perusahaan. Tujuannya agar kegiatan yang dilaksanakan dalam menjalankan perusahaan berjalan sesuai dengan visi dan misi yang diharapkan. Hal ini dapat dikaitkan dengan perusahaan perkebunan PT. Socfindo kebun Aek Loba yang memiliki tujuan untuk meningkatkan produksi kelapa sawit yang mereka miliki. Tentu saja dilakukan dengan cara kerjasama dan kordinasi antar sesama pekerja supaya tepat sasaran sesuai dengan target-target yang ditetapkan perusahaan. Struktur tertinggi dipegang oleh pengurus kebun yang terdiri dari dewan direksi perkebunan. Selanjutnya pengurus kebun membawahi pegawai staff yaitu assisten kepala (askep) dan tekniker, dan berikutnya masing-masing askep dan tekniker membawahi assisten lapangan, dan assisten lapangan membawahi pegawai dan


(56)

tenaga kerja di masing-masing perkebunan dengan spesifikasi pekerjaannya masing-masing.

4.5. Organisasi Pemerintahan

Organisasi pemerintahan merupakan hal mutlak yang ada di dalam suatu wilayah. Mereka adalah ujung tombak masyarakat dalam setiap kegiatan yang berhubungan dengan kependudukan. Organisasi pemerintahan memegang peran penting dalam mengatur kebutuhan-kebutuhan masyarakatnya. Senada dengan hal ini, organisasi pemerintahan di Kecamatan Aek Kuasan merupakan salah satu pemegang kuasa dalam cakupan wilayah kecamatan. Pemerintah kecamatan mempunyai hak tertinggi atas kemaslahatan masyarakatnya dalam setiap kegiatan apapun termasuk dengan masyarakat perkebunan.

Dalam berhubungan dengan masyarakat desa sekitar, Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba selalu melalui pihak kecamatan yang merupakan pimpinan tertinggi dalam sebuah wilayah kecamatan. Langkah pihak kecamatan kemudian dilanjutkan ke kepala desa dan selanjutnya kepala desa memberitahukan warga desanya. Hubungan ini kemudian membentuk suatu sistem yang saling terkait satu sama lainnya sehingga harus saling berkoordinasi agar tercapai tujuan positif yang dimaksudkan oleh semua pihak.


(57)

BAB V

TEMUAN DATA DAN INTERPRETASI DATA

5.1. Karakteristik Informan

Informan merupakan variabel yang sangat penting dalam sebuah penelitian kualitatif. Informan mampu memberikan informasi yang akurat dan valid bagi permasalahan penelitian. Penentuan informan dalam sebuah masyarakat juga tidak dilakukan secara sembarangan. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil jumlah informan sebanyak 11 (sebelas) orang yang terdiri dari 7 (tujuh) orang informan kunci dan 4 (empat) orang informan biasa. Informan kunci yang terdiri dari 7 (tujuh) orang yaitu terdiri dari 1 (satu) orang ketua Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba dan sisanya adalah pengurus dan anggota-anggotanya. Sedangkan informan biasa yang terdiri dari 4 (empat) orang merupakan pihak yang mewakili pemerintahana kecamatan Aek Kuasan, tokoh agama, dan masyarakat sekitar yang sering mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba.

5.1.1. Profil Informan Kunci

5.1.1.1 Nama : Ir. H. Edyana Suryana

Usia :46 Tahun

Pendidikan : Strata-1

Jabatan Pekerjaan : Pegawai Staff/Manager Jabatan Pengurus : Ketua Lembaga


(58)

Proses pertemuan awal peneliti dengan ketua lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba kecamatan Aek Kuasan Kabupaten Asahan terbilang tidak mudah, karena beliau merupakan orang yang sibuk dalam pekerjaannya. Ketika peneliti datang ke rumahnya untuk wawancara, beliau tidak ada dirumahnya. Pembantunya mengatakan bahwa beliau belum pulang ke rumah dan masih di mesjid untuk sholat jumat. Istri beliau juga sedang tidak berada di rumah karena ke luar kota.

Kemudian peneliti memutuskan untuk menemui beliau di mesjid tempat beliau sholat jumat karena waktu menunjukkan bahwa sholat jumat telah usai. Sesampainya di sana ternyata mesjid sudah kosong dan beliau tidak ada di sana. Setelah bertanya pada mudin mesjid kemudian peneliti kembali mendatangi rumah ketua lembaga tersebut. Ternyata beliau sudah berada di rumah dan sedang ada tamu. Setelah peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud kedatangan, beliau kemudian meminta peneliti untuk datang lagi di lain hari yang sudah ditentukan karena saat ini beliau sedang menjamu tamunya.

Hari selanjutnya akhirnya peneliti dapat menemuinya untuk wawancara di rumahnya setelah sebelumnya telah bersepakat. Bapak Edyana merupakan ketua Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba yang terbilang cukup lama menduduki jabatan sebagai ketua lembaga. Terhitung sejak tahun 2000 beliau sudah menjabat sebagai ketua lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba sampai dengan saat ini. Masyarakat muslim di perkebunan PT. Socfindo selalu memberi kepercayaan kepada bapak Edyana sebagai ketua Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba. Hal ini dikarenakan beliau merupakan orang yang sudah berpengalaman.


(1)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

1. Thompson (dalam Liliweri:1997), menyatakan bahwa tujuan organisasi adalah objek yang bersifat abstrak dari organisasi, dia merupakan cita-cita ideal yang harus dicapai oleh semua anggota organisasi. Tanpa adanya sebuah tujuan dalam pembentukan organisasi maka tidak akan ada manfaat dari sebuah organisasi. Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba misalnya, fungsi lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) dapat berjalan sesuai dengan tujuannya dalam menjalin hubungan sosial antara masyarakat perkebunan dengan masyarakat sekitar melalui program kerja yang dibuat setiap tahunnya dengan cara membuat kegiatan-kegiatan sosial yang berbasis agama serta atas hasil kerjasama antar anggota pengurus lembaga dengan tujuan agar lembaga ini semakin lebih dikenal oleh masyarakat perkebunan dan masyarakat sekitar, serta sebagai tanggung jawab sosial kepada masyarakat sekitar.

2. Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba sudah berhasil menunjukkan eksistensinya sebagai lembaga sosial keagamaan yang bertanggung jawab terhadap kemaslahatan masyarakat tidak hanya pada masyarakat perkebunan akan tetapi juga masyarakat di sekitarnya melalui kegiatan-kegiatan sosialnya yang dianggap sebagai kegiatan yang positif.

3. Ferdinand Tonnies dengan konsep Paguyuban (Gemeinschaft) merupakan bentuk kehidupan bersama di mana anggota-anggotanya diikat oleh


(2)

hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Konsep ini dapat diterapkan karena sesuai dengan fakta yang ada di lapangan dalam melihat lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) yang ternyata telah menjadi suatu alat penghubung antara masyarakat sekitar dengan masyarakat perkebunan. Sehingga secara alami menumbuhkan rasa kepedulian antar sesama umat beragama yang saling tolong menolong dalam menjalani kehidupan sosial. Masyarakat perkebunan yang juga bagian dari masyarakat pedesaan kemudian juga memiliki rasa solidaritas yang tinggi yaitu sikap peduli dan tolong menolong satu sama lainnya.

4. Dalam konsep patembayan (Gesellschaft) Ferdinand Tonnies menjelaskan bahwa ikatan lahir yang bersifat pokok untuk jangka waktu yang pendek, bersifat sebagai suatu bentuk dalam fikiran belaka (imaginary) serta strukturnya bersifat mekanis sebagaimana dapat diumpamakan dengan sebuah mesin. Bentuk Gesellschaft terutama terdapat di dalam hubungan perjanjian yang berdasarkan ikatan timbal balik. Dalam konsep ini dapat dijelaskan bahwa kegiatan Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) diadakan sebagai cara untuk meningkatkan hubungan sosial. Dengan diadakannya kegiatan-kegiatan sosial keagamaan, masyarakat kemudian saling berbaur dan berinteraksi. Dengan kata lain, hubungan sosial diawali dengan kegiatan-kegiatan sosial yang difasilitasi oleh sebuah organisasi sosial yaitu Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS).


(3)

6.2. Saran

1. Sebaiknya lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) meningkatkan hubungan silaturrahmi kepada masyarakat dengan cara membuat suatu program yang berbasis pendidikan dasar yang khususnya bagi anak dari latar belakang keluarga yang kurang mampu tanpa membedakan agama.

2. Pemerintah setempat sebaiknya lebih intensif melakukan kerjasama dengan lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) dalam meningkatkan kegiatan-kegiatan yang dibuat oleh lembaga ini melalui bantuan dana dan ide-ide yang bersifat membangun agar keharmonisan hubungan antara pemerintah, pihak perkebunan, dan masyarakat dapat terjaga.

3. Sebaiknya masyarakat perkebunan dan masyarakat sekitar tidak hanya menjalin hubungan sosial pada saat kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) saja, tetapi masyarakat tersebut menjalin silaturrahmi di luar kegiatan misalnya saja dengan cara membuat arisan, perwiritan, membuat kerajinan tangan, dan juga kegiatan-keiatan lain yang membuat hubungan sosial yang hidup bersama di daereah tersebut tidak terputus.


(4)

Daftar Pustaka

Agusyanto, Rudi. 2007. Jaringan Sosial Dalam Organisasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Ali, M & Mohammad Asrori. 2004. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Alo, DR. Liliweri. 1997. Sosiologi Organisasi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Ardana, Komang dkk. Perilaku Keorganisasian. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Ari, AAGN Dwipayana dkk. 2003. Membangun Good Governance di Desa. Yogyakarta: IRE Press.

Basrowi, Dr. M.S. 2005. Pengantar Sosiologi. Bogor: Ghalia Indonesia.

Bertrand, Alvin. 1980. Sosiologi (diterjemahkan oleh Saupiah S.F). Jakarta: PT. Bina Aksana.

Breman, Jan.1997. Menjinakkan sang kuli : Politik Kolonial, Tuan Kebun, Dan Kuli di Sumatera Timur Pada Awal Abad Ke-20. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti.

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Dwi, J. Narwoko & Bagong Suyanto. 2007. Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.


(5)

Horton, Paul B., Chester L. Hunt. 1996. Sosiologi Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Meleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Karya.

Mubyarto dkk. 1992. Tanah Dan Tenaga Kerja Perkebunan. Yogyakarta: Aditya Media.

Mustain, Dr. 2007. Petani VS Negara: Gerakan Sosial Petani Melawan Hegemoni Negara. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Polak, Major. 1985. Sosiologi Suatu Buku Pengantar Ringkas. Jakarta: PT Ichtiar Baru.

Ritzer, Goerge & Douglas J. Goodman.2008. Teori-teori Sosiologi Modern Eds.ke-6. Jakarta: Kencana.

Situmorang, M. 2011. Wajah Perkebunan. (online),

Desember 2012 pukul 18.09 WIB).

Sobirin, Achmad. 2007. Budaya Organisasi: Pengertian, Makna Dan Aplikasinya Dalam Kehidupan Organisasi. Yogyakarta: Unit Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.

Soekanto, Soerjono. 2001. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia


(6)

Suyanto, Bagong dkk, 2005. Metode Penelitian Sosial : Berbagai Alternatif Pendekatan. Edisi 1. Jakarta: Pernada Media.

Su’adah dkk. 2007. Beberapa Pemikiran Tentang Pembangunan Kesejahteraan Sosial. Malang: UMM Press.

Tarik, Jabal Ibrahim. 2003. Sosiologi Pedesaan. Malang: UMM Press.

Sumber lain