Peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dalam Pembangunan Desa” (Studi di Desa Aek Song-Songan, Kecamatan Aek Song-Songan, Kabupaten Asahan)

(1)

PERAN LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPM)

DALAM PEMBANGUNAN DESA

(Studi di Desa Aek Song-Songan, Kecamatan Aek Song-Songan, Kabupaten Asahan)

SKRIPSI

Oleh

NOVALIA WATY

NIM 050901061

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. penulisan skripsi ini merupakan karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dengan judul “Peran

Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dalam Pembangunan Desa” (Studi di

Desa Aek Song-Songan, Kecamatan Aek Song-Songan, Kabupaten Asahan).

Usaha penulis mulai dari persiapan bahan, konsep dan aplikasinya serta mencari data di lapangan hingga semua itu tertuang dalam skripsi ini memberikan kesan yang sangat mendalam bagi penulis. Walaupun penulis telah berusaha maksimal untuk membuat penelitian dengan sebaik-baiknya, namun penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa isi dari tulisan ini masih sederhana dan jauh dari sempurna, baik dari dari segi penyajian maupun dalam pemilihan kata yang sesuai.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak memperoleh dukungan, bimbingan dan fasilitas dari berbagai pihak baik berupa bantuan moral maupun bantuan materi. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dengan ketulusan hati kepada orang tua penulis, Ayahanda Pairin dan Ibunda Mariantina Panjaitan yang telah begitu banyak berkorban sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan ini.


(3)

Selanjutnya, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. DR. M. Arif Nasution, Ma, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. DR. Badaruddin, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Badaruddin karena beliau juga merupakan dosen wali dan dosen pembimbing skripsi, yang telah banyak membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dengan penuh kesabaran serta di tengah-tengah kesibukan beliau tetap meluangkan waktu untuk membimbing penulis.

3. Ibu Dra. Rosmiani, MA selaku Sekretaris Departemen Sosiologi serta sebagai Ketua Penguji dalam Ujian Komprehensif penulis, terima kasih untuk segala masukan dan waktu yang Ibu berikan untuk penulis.

4. Bapak Drs. Sismudjito, M.Si selaku dosen dan dosen pembaca (reader) skripsi penulis yang telah meluangkan waktunya sekaligus memberikan sekaligus memberikan masukan-masukan kepada penulis.

5. Kepada seluruh dosen Departemen Sosiologi dan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak ilmu kepada penulis selama menjalani perkuliahan serta kepada seluruh staf pegawai FISIP USU yang telah banyak membantu penulis selama masa perkuliahan hingga saat ini. Kak Feni, Kak Beti, Kak Devi, Bang Mul, Pak Humaizi, Pak Manan dan lainnya penulis ucapkan banyak terima kasih.


(4)

6. Kedua orang abangku tersayang, Wawan Syuriawan dan David Surya Irawan, serta keluarga besarku terima kasih selama ini telah memberikan banyak dukungan, do’a serta bantuan di dalam menyelesaikan perkuliahan penulis. 7. Kepada Taufik Akbar Rambe, terima kasih untuk kasih sayang, perhatian,

do’a, dukungan dan semangatnya selama ini hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Mudah-mudahan kita selalu dalam lindungan Allah SWT dan apa yang jadi harapan kita bisa terwujud. Amin. 8. Kepada sahabat-sahabat semasa kecilku hingga saat ini: Irit, Iin dan Firda

yang selalu menyadarkanku bahwa hidup adalah perjuangan. Terima kasih karena kalian selalu ada untukku dalam kondisi apapun dan memberiku arti sebuah persahabatan. Terima kasih buat sahabatku Fina (makasih buat masukannya ya fin), buat Lela Ritonga yang selalu menghibur dengan canda tawanya serta memberi semangat buat penulis.

9. Kepada sahabat-sahabatku yang seangkatan, Chen-Chen dan Tyara (makasih buat persahabatan kita selama ini), buat “genk menggilaku” yang penuh kesederhanaan dan canda tawa: Irdha, Yanti, Ita, Nana, Sari, Ayu, Penggi, Rani (makasih buat kebersamaan kita selama ini), buat Leo, Purnawan, Franklin, Renty, Twince, Katoeb (ayo semangat ngerjakan skripsinya kawan!), buat Eko Lase dan Natalia (makasih buat masukannya ya) serta buat teman-teman seperjuangan Sosiologi ’05 yang lainnya. Semoga kita menjadi orang yang sukses di masa depan. Amin.


(5)

10. Kepada senior-senior dan junior-juniorku yang selama ini tetap memberi perhatian kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Bang Dinand ’03 (makasih ya bang buat curhat-curhatannya), buat Fitri ‘06 (cepat selesaikan kuliahmu), buat Otto ’06 (makasih ya dek untuk semangatnya) dan terima kasih kepada semua yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.

11. Kepada Bapak Rianto selaku Kepala Desa Aek Song-Songan, Kecamatan Aek Song-Songan, Kabupaten Asahan, terima kasih untuk penjelasan serta waktu yang diberikan untuk penulis.

12. Kepada seluruh informan dalam penelitian ini, penulis ucapkan terima kasih atas kerjasamanya untuk membagi waktu dan informasi yang penulis butuhkan dalam pengerjaan skripsi ini.

13. Kepada seluruh pihak yang turut terlibat dan membantu dalam penulisan skripsi ini, penulis ucapkan terima kasih. Semoga Alla SWT membalas kebaikan kalian semua.

Penulis berharap kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya serta dapat memberikan pengetahuan bagi kita semua.

Medan, 26 Juni 2010 Penulis


(6)

ABSTRAK

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menjelaskan bahwa dinamika masyarakat pada tingkat desa dapat terwadahi dalam tiga institusi utama, yaitu: Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa dan Lembaga Kemasyarakatan. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) merupakan salah satu lembaga kemasyarakatan sebagai mitra kerja pemerintah desa untuk mengelola, merencanakan dan melaksanakan pembangunan dengan menggali swadaya gotong royong masyarakat desa. Pembangunan desa merupakan upaya pembangunan yang dilaksanakan di desa dengan ciri utama adanya partisipasi aktif masyarakat dan kegiatannya meliputi seluruh aspek kehidupan baik fisik material maupu n mental spiritual.

Atas dasar tersebut, peneliti ingin mencoba untuk mengangkat topik permasalahan mengenai bagaimana peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat sebagai salah satu lembaga sosial yang terdapat di Desa Aek Song-Songan di dalam proses pembangunan desa.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara observasi langsung, wawancara mendalam dan studi kepustakaan termasuk di dalamnya teknik dokumentasi. Interpretasi data penelitian dilakukan dengan menggunakan catatan dari hasil lapangan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan di lapangan menunjukkan bahwa Lembaga Pemberdayaan Masyarakat di Desa Aek Song-Songan sudah lama dibentuk di desa tersebut. Perubahan nama dari Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) menjadi Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) terjadi pada tahun 2001. Pembentukan anggota pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dipilih langsung oleh masyarakat desa dalam musyawarah desa yang dilakukan pada periode tertentu. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat berjalan cukup baik dibantu dengan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa. Sumber dana yang digunakan dalam kegiatan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat di Desa Aek Song-Songan berasal dari dana APPKD dan dana sukarela dari masyarakat Desa Aek Song-Songan. Selain bergerak dalam kegiatan pembangunan desa, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat di Desa Aek Song-Songan juga menjalankan beberapa kegiatan di bidang seni dan budaya, keagamaan dan keamanan desa.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR SKEMA ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

1.5. Defenisi Konsep ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Lembaga Desa dan Pembangunan Desa ... 12

2.2. Pemberdayaan Masyarakat ... 17

2.3. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat ... 22

2.4. Partisipasi Masyarakat ... 24

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 28

3.2. Lokasi Penelitian ... 28

3.3. Unit Analisis dan Informan ... 29

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 29

3.5. Interpretasi Data ... 31

3.6. Jadwal Kegiatan ... 32


(8)

BAB IV DESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1. Gambar Umum Desa Aek Song-Songan ... 34

4.1.1. Letak Dan Luas Desa Aek Song-Songan ... 34

4.1.2. Keadaan Penduduk ... 36

4.1.3. Sarana dan Prasarana Desa Aek Song-Songan ... 40

4.2. Pemerintahan Desa Aek Song ... 45

4.3. Karakteristik Informan ... 49

4.3.1. Informan Kunci... 49

4.3.1.1. Bapak Rianto ... 49

4.3.1.2. Bapak Ir. Samidun ... 51

4.3.2. Informan Biasa ... 53

4.3.2.1. Bapak Ruslan Hasibuan, S.pd ... 55

4.3.2.2. Ibu Warsini ... 56

4.3.2.3. Bapak Subarno... 58

4.3.2.4. Bapak Anto Sirait ... 59

4.3.2.5. Bapak H. Harun Syah ... 60

4.3.2.6. Bapak Drs. Mansur Marpaung, MM ... 61

4.3.2.7. Ibu Siti Maryam ... 62

4.4. Interpretasi Data... 64

4.4.1. Pembentukan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat ... 64

4.4.2. Pemilihan dan Penetatapan Anggota Pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat ... 72

4.4.3. Peran yang Ditampilkan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat di Desa Aek Song-Songan ... 83

4.4.4.1. Menyusun Rencana Pembangunan yang Partisipatif ... 86

4.4.4.2. Menggerakkan Swadaya Masyarakat ... 93

4.4.4.3. Melaksanakan, Mengendalikan, dan Mengawasi Pembangunan ... 102


(9)

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan ... 107 5.2. Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur………. 36

Tabel 4.2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian……….. 37

Tabel 4.3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan……… 38

Tabel 4,4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama………... 39

Tabel 4.5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku……….. 40

Tabel 4.6. Keadaan Sarana Pendidikan………. 41

Tabel 4.7. Keadaan Sarana Ibadah……… 42

Tabel 4.8. Keadaan Sarana Olah Raga………... 43


(11)

DAFTAR SKEMA

Halaman

Skema 1. Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Aek Song-Songan…… 47 Skema 2. Struktur LPM Desa Aek Song-Songan……… 48


(12)

ABSTRAK

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menjelaskan bahwa dinamika masyarakat pada tingkat desa dapat terwadahi dalam tiga institusi utama, yaitu: Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa dan Lembaga Kemasyarakatan. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) merupakan salah satu lembaga kemasyarakatan sebagai mitra kerja pemerintah desa untuk mengelola, merencanakan dan melaksanakan pembangunan dengan menggali swadaya gotong royong masyarakat desa. Pembangunan desa merupakan upaya pembangunan yang dilaksanakan di desa dengan ciri utama adanya partisipasi aktif masyarakat dan kegiatannya meliputi seluruh aspek kehidupan baik fisik material maupu n mental spiritual.

Atas dasar tersebut, peneliti ingin mencoba untuk mengangkat topik permasalahan mengenai bagaimana peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat sebagai salah satu lembaga sosial yang terdapat di Desa Aek Song-Songan di dalam proses pembangunan desa.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara observasi langsung, wawancara mendalam dan studi kepustakaan termasuk di dalamnya teknik dokumentasi. Interpretasi data penelitian dilakukan dengan menggunakan catatan dari hasil lapangan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan di lapangan menunjukkan bahwa Lembaga Pemberdayaan Masyarakat di Desa Aek Song-Songan sudah lama dibentuk di desa tersebut. Perubahan nama dari Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) menjadi Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) terjadi pada tahun 2001. Pembentukan anggota pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dipilih langsung oleh masyarakat desa dalam musyawarah desa yang dilakukan pada periode tertentu. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat berjalan cukup baik dibantu dengan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa. Sumber dana yang digunakan dalam kegiatan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat di Desa Aek Song-Songan berasal dari dana APPKD dan dana sukarela dari masyarakat Desa Aek Song-Songan. Selain bergerak dalam kegiatan pembangunan desa, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat di Desa Aek Song-Songan juga menjalankan beberapa kegiatan di bidang seni dan budaya, keagamaan dan keamanan desa.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia sekarang ini masih saja dihadapkan pada berbagai permasalahan, khususnya di sektor pembangunan. Maraknya berbagai kasus ketertinggalan, kemiskinan dan lain sebagainya tampak harus diberikan perhatian khusus terhadap implementasi berbagai kebijakan dan strategi yang hendak dijalankan dalam konteks pembangunan. Hal ini patut disadari bahwa pembangunan sudah diwarnai semangat reformasi yang mengedepankan pembangunan sebagai proses yang diharapkan. Untuk itu diperlukan kesamaan dan keseragaman akan visi bahwa pembangunan nasional dapat dilakukan secara bersama oleh masyarakat, swasta, dan pemerintah menuju terwujudnya masyarakat yang maju, mandiri, sejahtera, dan berkeadilan (Sumodiningrat, 2007).

Persebaran penduduk yang tidak merata di atas ruang wilayah kota dan desa juga sering menjadi kendala pemerataan pembangunan. Konsentrasi pembangunan yang lebih terfokus di wilayah kota juga memberikan pengaruh terhadap konsep ketimpangan pembangunan. Padahal kuantitas dalam konteks jumlah penduduk menyebutkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia hidup di daerah pedesaan. Sehingga titik sentral pembangunan ideal adalah daerah pedesaan (Adisasmita, 2006).

Desa adalah merupakan kesatuan masyarakat hukum terkecil yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan


(14)

dihormati oleh negara. Pembangunan wilayah pedesaan mengarah pada peningkatan kesejahteraan masyarakat desa dan dapat dilihat pula sebagai upaya mempercepat pembangunan pedesaan melalui penyediaan sarana dan prasarana untuk memberdayakan masyarakat serta upaya mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif.

Daerah pedesaan sangat luas wilayahnya, sebagian besar penduduknya hidup di sektor pertanian dalam arti luas (meliputi sub-sub sektor tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan), artinya struktur perekonomiannya sangat berat sebelah pada sektor pertanian atau merupakan daerah yang berbasis agraris (agriculture base). Tingkat kesejahteraan penduduk, ketersediaan prasarana dan tingkat produktivitas pertanian, pendidikan, derajat kesehatan, ketersediaan kemudahan adalah lebih rendah dibandingkan dengan daerah perkotaan. Kondisi desa-desa yang terdapat di Indonesia masih belum seragam. Ada yang masih tertinggal, sedang berkembang, hingga yang sudah maju. Keragaman letak geografis, sosial budaya, dan potensi alam yang mengakibatkan perbedaan kondisi alam tersebut.

Pendekatan pembangunan pedesaan pada masa orde baru (sampai tahun 1997) adalah sentralisasi serta bersifat top-down. Kewenangan perencanaan pembangunan sepenuhnya berada pada Pemerintah Pusat sehingga Pemerintah Daerah tidak dilibatkan. Hal ini mengakibatkan pelaksanaan pembangunan berjalan lamban dan tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat desa.

Pada tahun 1998 terjadi reformasi yang mengganti sistem sentralisasi oleh sistem desentralisasi serta bersifat “bottom-up development planning” yang berarti


(15)

memberikan pelimpahan wewenang kepada daerah otonom dan masyarakat lokal diikutsertakan dalam penyusunan rencana pembangunan. Pembangunan desa merupakan upaya pembangunan yang dilaksanakan di desa dengan ciri utama adanya partisipasi aktif masyarakat dan kegiatannya meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat baik fisik material maupu n mental spiritual.

Otonomi masyarakat desa dicirikan dengan adanya kemampuan masyarakat untuk memilih pemimpinnya sendiri, kemampuan pemerintahan desa dalam melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan sebagai perwujudan atas pelayanan terhadap masyarakat dari segi administrasi pemerintahan dan pelayanan umum. Menguatnya fungsi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan, serta meningkatnya kemampuan keuangan desa untuk membiayai kegiatan-kegiatan di desa baik yang bersumber dari swadaya maasyarakat maupun sumber lainnya. Swadaya masyarakat akan meningkat bila pendapatan masyarakat meningkat seiring dengan peningkatan kegiatan usaha yang dilakukan masyarakat (Saragi, 2004: 30).

Di desa selalu ada dua tokoh kepemimpinan, yakni tokoh informal dan tokoh formal. Tokoh informal merupakan tokoh yang mempunyai kekuatan ikatan batin dengan masyarakatnya sehingga mempunyai pengaruh yang besar. Tokoh informal yang dominan misalnya tokoh agama dan tokoh adat. Tokoh formal merupakan pemerintahan desa yang mempunyai kekuatan hukum. Kedua tokoh tersebut tidak dapat dilepaskan peranannya untuk menggerakkan masyarakat dalam pembangunan desa.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa dinamika masyarakat pada tingkat desa dapat terwadahi


(16)

dalam tiga institusi utama, yaitu Pemerintahan Desa, Badan Permusyawaratan Desa dan Lembaga Kemasyarakatan. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) adalah salah satu lembaga kemasyarakatan yang ada di desa. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat sebagai mitra kerja Pemerintah Desa dibentuk untuk mengelola, merencanakan dan melaksanakan pembangunan dengan menggali swadaya gotong-royong masyarakat.

Lembaga Pemberdayaan Masyarakat merupakan pengganti dari Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan semangat otonomi daerah. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat merupakan lembaga kemasyarakatan yang dibentuk atas prakarsa masyarakat sebagai wadah dalam menampung aspirasi dan kebutuhan masyarakat dibidang pembangunan desa. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dibentuk di setiap desa dengan Peraturan Desa, sedangkan susunan pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dipilih dan ditetapkan oleh masyarakat desa yang disahkan atau dikukuhkan dengan Keputusan Kepala Desa yang bersangkutan

Adapun tugas dari Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) antara lain: a. Menyusun rencana pembangunan yang partisipatif

b. Menggerakkan swadaya dan gotong royong masyarakat c. Melaksanakan, mengendalikan dan mengawasi pembangunan


(17)

Di dalam melaksanakan tugasnya Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) berfungsi sebagai:

a. Penanaman dan pemupukan rasa persatuan dan kesatuan masyarakat desa dan Kelurahan

b. Pengkoordinasian perencanaan pembangunan c. Pengkoordinasian perencanaan lembaga masyarakat

d. Pengkoordinasian kegiatan pembangunan secara partisipatif dan terpadu

e. Penggalian dan pemanfaatan Sumber Daya Alam dan Manusia untuk pembangunan di desa.

Dalam pelaksanan suatu program pembangunan di perlukan partisipasi dari masyarakat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, disebutkan bahwa pelaksanaan pembangunan di desa harus dilaksanakan melalui suatu pengelolaan pembangunan yang dapat mewujudkan demokratisasi dan transparansi pembangunan pada tingkat masyarakat serta mampu mendorong, memotivasi, menciptakan akses agar masyarakat desa lebih berperan aktif dalam kegiatan pembangunan desa.

Anggota masyarakat bukan hanya merupakan objek pembangunan semata, tetapi sebagai subjek pembangunan pula. Partisipasi masyarakat adalah pemberdayaan masyarakat, peran sertanya dalam kegiatan penyusunan perencanaan dan implementasi program atau proyek pembangunan, dan merupakan aktualisasi, ketersediaan, dan kemauan masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi terhadap implementasi program pembangunan (Adisasmita, 2006: 39).


(18)

Disadari bahwa pembangunan pedesaan telah dilakukan secara luas oleh pihak Pemerintah, tetapi hasilnya dianggap belum optimal. Hal ini dapat dilihat dari keterlibatan peran serta masyarakat dan lembaga yang menaungi suatu desa dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan dibentuknya Lembaga Pemberdayaan Masyarakat di Desa Aek Song-Songan membawa peneliti untuk melakukan penelitian tentang bagaimana peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dalam pembangunan di desa tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dalam pembangunan di Desa Aek Song-Songan?”

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan penetapan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui peran yang ditampilkan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat terhadap pembangunan di Desa Aek Song-Songan.

2. Mengetahui bagaimana partisipasi masyarakat Desa Aek Song-Songan dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat.


(19)

1.4. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat baik untuk diri sendiri maupun orang lain, terlebih lagi untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Untuk itu yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Manfaat teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan akan bermanfaat untuk pengembangan ilmu, yakni memberi kontribusi dalam memaparkan peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dalam proses pembangunan desa.

b. Manfaat praktis

Sebagai manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan pertimbangan bagi Kepala Desa maupun masyarakat dalam pengambilan kebijakan yang terkait dengan pembangunan desa.

1.5. Defenisi Konsep

Untuk menggambarkan secara tepat fenomena yang hendak diteliti, penggunaan konsep sangat penting. Melalui konsep, peneliti diharapkan dapat menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan satu istilah untuk suatu kejadian. Konsep adalah generalisasi dari sejumlah fenomena.

a. Peran

Peran adalah fungsi yang dijalankan oleh lembaga dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan oleh masyarakat.


(20)

b. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat

Lembaga Pemberdayaan Masyarakat adalah lembaga yang terdapat di tingkat Kelurahan dan Desa yang merupakan wadah bagi masyarakat desa untuk menyalurkan aspirasi mereka ditujukan untuk kesejahteraan bersama dan dalam hal ini menyangkut pelaksanaan program-program pembangunan yang telah ditetapkan bersama.

c. Peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat

Peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat adalah fungsi yang dijalankan oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat di dalam kegiatan pembangunan suatu desa sesuai dengan yang diharapkan bersama.

d. Pembangunan Desa

Pembangunan Desa adalah suatu kegiatan yang dilakukan pada suatu desa dengan tujuan membangun sarana dan prasarana desa untuk kesejahteraan masyarakat desa.

e. Desa

Desa adalah kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah penduduk yang mempunyai sistem pemerintahan sendiri dan dipimpin oleh seorang Kepala Desa.

f. Pemerintah Desa

Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan perangkat desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.


(21)

g. Otonomi Desa

Otonomi Desa adalah suatu proyek pembangunan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh suatu desa.


(22)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Masyarakat sebagai suatu sistem sosial, dimana setiap unit sosial yang sifatnya berkelanjutan serta memiliki identitas tersendiri dan dapat dibedakan dengan unit sosial lainnya bisa dipandang sebagai sebuah sistem sosial. Artinya bahwa terdapat susunan skematis yang menjadi bagian dari unit tersebut yang memiliki hubungan ketergantungan antar bagian. Masyarakat memiliki batas yang berhubungan dengan lingkungan (secara fisik, teknis, dan sosial) serta memiliki proses eksternal dan internal.

Setiap individu sebagai bagian dari masyarakat mempunyai macam-macam peran yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya dan hal itu sekaligus berarti bahwa peran tersebut menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan masyarakat kepadanya. Peran lebih menunjukkan kepada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses. Dalam suatu lembaga, peran diartikan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada lembaga yang menempati kedudukan sosial tertentu. Peran juga digambarkan apa yang diharapkan dan apa yang dituntut oleh masyarakat (Narwoko, 2004).

Loomis dalam Boyle (1981) menyatakan bahwa suatu sistem sosial merupakan komposisi pola interaksi anggotanya. Boyle (1981) mendefenisikan beberapa unsur dalam sistem sosial yaitu tujuan, norma, status peran, kekuatan, jenjang sosial, sanksi, fasilitas, dan daerah kekuasaan. Selain itu, terdapat proses yang terjadi dalam sistem tersebut yaitu komunikasi, pembuatan keputusan, pemeliharaan


(23)

batasan dan keterkaitan sistem. Sistem nilai mengacu pada bagaimana anggota masyarakat menyesuaikan dirinya untuk bertingkah laku berdasarkan acuan

Dalam analisisnya tentang sistem sosial, Parsons menggunakan status-peran sebagai unit dasar dari sistem. Status mengacu pada posisi struktural di dalam sistem sosial dan peran adalah apa yang dilakukan aktor dalam posisinya tersebut. Parsons juga menjelaskan dalam teorinya sejumlah persyaratan fungsional dari suatu sistem sosial. Pertama, sistem sosial harus terstruktur (ditata) sedemikian rupa sehingga dapat beroperasi dalam hubungan yang harmonis dengan sistem lainnya. Kedua, untuk menjaga kelangsungan hidupnya, sistem sosial harus mendapat dukungan yang diperlukan dari sistem yang lain. Ketiga, sistem sosial harus mampu memenuhi aktornya dalam proporsi yang signifikan. Keempat, sistem harus mampu melahirkan partisipasi yang memadai dari para anggotanya. Kelima, sistem sosial harus mampu mengendalikan perilaku yang berpotensi mengganggu. Keenam, bila konflik akan menimbulkan kekacauan, harus dapat dikendalikan. Ketujuh, untuk kelangsungan hidupnya, sistem sosial memerlukan bahasa (Ritzer, 2008: 125).

Struktural fungsionalisme menggunakan konsep sistem ketika membahas struktur atau lembaga sosial. Teori ini adalah lukisan abstraksi yang sistematis mengenai kebutuhan fungsional tertentu, yang mana setiap masyarakat harus memeliharanya untuk memungkinkan pemeliharaan kehidupan sosial yang stabil. Fungsi merupakan kumpulan kegiatan yang ditujukan kearah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Agar tetap bertahan, suatu sistem harus memiliki empat fungsi, yakni:


(24)

1. Adaptation (adaptasi); sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan

menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannya.

2. Goal attainment (pencapaian Tujuan); sebuah sistem harus mendefinisikan

dan mencapai tujuan utamanya.

3. Integration (integrasi); sebuah sistem harus mengatur antarhubungan

bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola antarhubungan ketiga fungsi penting lainnya (A,G,L).

4. Latency (pemeliharaan pola); sebuah sistem harus memperlengkapi,

memelihara dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi (Ritzer, 2004: 121).

Di dalam konsep struktur sosial terkandung pengertian adanya hubungan-hubungan yang jelas dan teratur antara orang yang satu dengan yang lainnya. Untuk dapat membangun pola hubungan yang jelas dan teratur tersebut tentu ada semacam 'aturan main' yang diakui dan dianut oleh pihak-pihak yang terlibat. Aturan main tersebut adalah norma atau kaidah ini menjadi lebih konkret dan bersifat mengikat, sehingga diperlukan lembaga (institusi) yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat.

2.1. Lembaga Desa dan Pembangunan Desa

Pembangunan adalah perubahan sosial yang direncanakan sehingga menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Dalam pembangunan diperlukan komunikasi pembangunan (penyampaian informasi pembangunan) agar pemerintah dapat menginformasikan program-program dalam pembangunan serta masyarakat dapat


(25)

mengkoordinasi pembangunan sehingga pembangunan dapat berjalan dengan baik. Pembangunan pedesaan bersifat multi dimensional dan multi aspek, oleh karena itu perlu dilakukan analisis atau pembahasan yang lebih terarah dan dalam konteks serba keterkaitan dengan bidang atau sektor dan aspek di luar pedesaan (fisik dan non fisik, ekonomi dan non ekonomi, sosial-budaya, spasial, internal dan eksternal).

Pembangunan masyarakat pedesaan merupakan bagian dari pembangunan masyarakat yang diarahkan pula kepada pembangunan kelembagaan dan partisipasi serta pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan pada satuan wilayah pedesaan. Dibentuknya lembaga di setiap desa sebagai wujud partisipasi masyarakat desa akan mempercepat proses pembangunan desa. Hal ini dikarenakan masyarakat desa akan lebih mengetahui apa yang menjadi kebutuhan mereka karena tumbuh dan berkembang dari masyarakat desa itu sendiri (grassroot). Program-program yang dicanangkan pemerintah akan disesuaikan dengan kondisi sekarang. Kondisi yang ada itu meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya modal, prasarana dan sarana pembangunan, teknologi, kelembagaan, aspirasi masyarakat setempat dan lain sebagainya. Dikarekan dana anggaran pembangunan yang tersedia di tiap desa terbatas sedangkan program pembangunan yang dibutuhkan dalam jumlah yang banyak, maka perlu dilakukan penentuan prioritas program pembangunan yang diusulkan serta didukung oleh partisipasi masyarakat untuk menunjang implementasi program pembangunan tersebut (Adisasmita, 2006:34).

Jika diperhatikan dengan seksama, aturan main proses penyusunan program-program pembangunan yang dilakukan selama ini sesungguhnya merupakan mekanisme ideal, artinya berniat mengakomodasikan sebesar-besarnya aspirasi


(26)

masyarakat (desa). Proses penyusunan program pembangunan dilakukan melalui tahapan-tahapan yang dimulai dari tingkat desa yaitu kegiatan musyawarah pembangunan desa, kemudian dibawa ke tingkat kecamatan melalui diskusi unit daerah kerja pembangunan. Demikian seterusnya hingga disalurkan di tingkat kabupaten/kota yang melibatkan lintas unit-unit kerja kabupaten/kota.

Adapun yang menjadi sasaran pembangunan pedesaan adalah dengan terciptanya : a. Pemantapan ketahanan pangan, maka peningkatan produksi dan produktivitas

sektor pertanian membutuhkan dukungan penyediaan prasarana fisik desa disamping sarana produksi pertanian seperti pupuk, bibit unggul dan teknologi.

b. Penciptaan kegiatan ekonomi lokal secara luas. c. Peningkatan dan memperluas lapangan kerja.

d. Penguatan kelembagaan desa, baik kelembagaan ekonomi maupun sosial. e. Peningkatan keswadayaan masyarakat.

f. Meningkatkan kelestarian lingkungan hidup pedesaan (Adisasmita, 2006:99). Lembaga-lembaga yang terdapat di masyarakat berbeda dengan suatu organisasi atau asosiasi. Perbedaan tersebut ada pada tujuan pengaturannya, yaitu apabila pengaturan yang ada berorientasi pada tercapainya suatu tujuan maka pengaturan itu terkait dengan masalah organisasi tetapi apabila pengaturannya itu berorientasi pada suatu pemenuhan kebutuhan, baik kebutuhan dasar maupun kebutuhan sekunder, maka pengaturan itu berarti terkait dengan masalah kelembagaan.


(27)

Di dalam suatu masyarakat meskipun terdapat lebih dari satu lembaga biasanya terdapat satu lembaga yang berada dalam kedudukan teratas dan mendominasi lembaga-lembaga lainnya. Bagi masyarakat desa, lembaga-lembaga dominan ini bisa diwakili oleh lembaga adat maupun lembaga pemerintahan. Besarnya peranan lembaga pemerintahan itu berbeda pada semua desa. Pada desa dengan ikatan genealogis peranan lembaga pemerintahan ini tidak terlalu besar karena sistem kekerabatan dengan aturan adat istiadatnya sangat mendominasi kehidupan masyarakat desa sedangkan pada desa dengan ikatan kedaerahan peranan lembaga pemerintahan cukup besar (Wisadirana, 2005:117).

Perubahan dan perkembangan kelembagaan pada desa-desa di Indonesia ditentukan oleh kondisi internal maupun oleh pengaruh eksternal desa. Pengaruh eksternal terutama datang dari program-program pembangunan. Kondisi internal adalah semua potensi dan akses yang dimiliki desa tersebut dan menjadi faktor penentu dalam beradaptasi terhadap proses sosial umum. Diferensiasi kelembagaan menjadi lebih berkembang setelah era pembangunan, dimana Pemerintah melalui berbagai departemennya semakin meningkatkan intervensinya terhadap proses perkembangan pembangunan desa (Rahardjo, 1999:215).

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 5 Tahun 2007 tentang pedoman penataan lembaga kemasyarakatan, kegiatan lembaga kemasyarakatan di desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui:


(28)

a. peningkatan pelayanan masyarakat,

b. peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan, c. pengembangan kemitraan,

d. pemberdayaan masyarakat,

e. pengembangan kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat setempat.

Pada jajaran pemerintahan desa dan masyarakat desa dijumpai banyak kelompok-kelompok masyarakat berdasarkan norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi ciri daripada lembaga tersebut, umpamanya lembaga keagamaan, lembaga kepemudaan, olah raga, kesenian, arisan, kesukuan, dan lain sebagainya.

Berikut ini adalah beberapa jenis kelembagaan yang terdapat di berbagai desa di Indonesia, yaitu:

a) Lembaga Musyawarah Desa (LMD) terdapat di desa swadaya, swakarya, dan swasembada

b) Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (desa swadaya, swakarya, dan swasembada)

c) Rukun Tetangga, Rukun Kampung - RT/RW (desa swadaya, swakarya, dan swasembada)

d) Pembinaan Kesejahteraan Keluarga - PKK (desa swakarya dan swasembada) e) Perhimpunan Pemakai Air (desa swakarya dan swasembada)

f) Koperasi Unit Desa – KUD/BUD, dan sebagainya (desa swakarya dan swasembada)

g) Majelis ulama dan lembaga-lembaga keagamaan lainnya (desa swasembada) h) Perkumpulan kematian (desa swasembada)


(29)

i) Himpunan Kerukunan Tani Indoonesia (desa swasembada)

j) Lembaga Sosial Kampung – LSK, dan sebagainya (desa swasembada) (Jayadinata, 2006:112).

Dalam aktifitas Pemerintah desa, keberadaan lembaga-lembaga di lingkungan desa membawa pengaruh positif, bermanfaat dan sebagai kebutuhan yang tidak terelakkan. Sebelumnya telah digarisbawahi bahwa masyarakat dalam setiap aspek kehidupan perlu peran sertanya dimobilisasi untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam setiap proyek pembangunan. Implementasi konsep peran serta ini diharapkan dapat dilaksanakan oleh semua lembaga sosial desa yang telah dibentuk tersebut.

2.2 Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan adalah bagian dari paradigma pembangunan yang memfokuskan perhatiannya kepada semua aspek yang prinsipil dari manusia di lingkungannya, yakni mulai dari aspek intelektual (Sumber Daya Manusia), aspek material dan fisik, sampai kepada aspek manajerial. Aspek-aspek tersebut bisa jadi dikembangkan menjadi aspek sosial-budaya, ekonomi, politik, keamanan dan lingkungan.

Pemberdayaan dilahirkan dari bahasa Inggris, yakni empowerment, yang mempunyai makna dasar ‘pemberdayaan’, dimana ‘daya’ bermakna kekuatan (power). Bryant & White (1987) menyatakan pemberdayaan sebagai upaya menumbuhkan kekuasaan dan wewenang yang lebih besar kepada masyarakat kurang mampu. Cara dengan menciptakan mekanisme dari dalam (build-in) untuk


(30)

meluruskan keputusan-keputusan alokasi yang adil,yakni dengan menjadikan rakyat mempunyai pengaruh. Sementara Freire (Sutrisno, 1999) menyatakan empowerment bukan sekedar memberikan kesempatan rakyat menggunakan sumber daya dan biaya pembangunan saja tetapi juga upaya untuk mendorong mencari cara menciptakan kebebasan dari struktur yang opresif (www.pemberdayaan.com).

Konsep lain menurut Widjaja (2003:23) menyatakan bahwa pemberdayaaan mempunyai makna mengembangkan, memandirikan, menswadayakan dan memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Makna lainnya adalah melindungi, membela dan berpihak kepada yang lemah untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang dan terjadinya eksploitasi terhadap yang lemah.

Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya mempersiapkan masyarakat seiring dengan upaya memperkuat kelembagaan masyarakat agar mampu mewujudkan kemajuan, kemandirian dan kesejahteraan. Menurut Hikmat (2001:3) konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan.

Dalam pandangan Pearse dan Stiefel dinyatakan bahwa pemberdayaan mengandung dua kecenderungan, yakni primer dan sekunder. Kecenderungan primer berarti proses pemberdayaan menekankan proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya. Sedangkan kecenderungan sekunder melihat pemberdayaan sebagai proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihannya


(31)

masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki. Adapun pemberdayaan masyarakat senantiasa menyangkut dua kelompok yang saling terkait, yaitu masyarakat sebagai pihak yang diberdayakan dan pihak yang menaruh kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan.

Pemberdayaan masyarakat dan desa adalah upaya memampukan dan memandirikan masyarakat dalam proses pembangunan untuk mencapai kesejahteraan. Konsepsi ini sesuai dengan dasar pemikiran pemberian otonomi oleh Pemerintah Daerah yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dimana dikatakan bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dilakukan melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Pemberdayaan memuat konsep pembangunan yang diawali dari kebutuhan masyarakat (bottom up) yang dalam kajian sehari-hari yang berorientasi dalam hal kesejahteraan masyarakat. Pemberdayaan pada hakikatnya mempunyai dua makna spesifik, pertama yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pelaksanaan berbagai kebijakan dan program pembangunan, agar kondisi masyarakat dapat mencapai tingkat kemampuan yang diharapkan. Kedua yaitu meningkatkan kemandirian masyarakat dalam rangka membangun diri dan lingkungannya secara mandiri (Widjaya, 2003: 23).

Berbagai program pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah akan jauh lebih efektif jika dilakukan di tengah masyarakat yang memiliki modal sosial yang kuat. Program infrastruktur pedesaan misalnya jalan melibatkan partisipasi penduduk


(32)

desa secara maksimal dan demikian dana pemerintah tidak saja akan terbebas dari kemungkinan disalahgunakan masyarakat sendiri akan memberikan sumbangan ide, tenaga, maupun sumbangan bentuk lainnya guna memaksimalkan pekerjaan pemerintah di kampung mereka.

Dengan demikian bahwa pemberdayaan masyarakat adalah usaha menempuhkan dan memandirikan masyarakat yang ditandai dengan terwujudnya profil keberdayaan masyarakat, yakni melekatnya unsur-unsur yang memungkinkan masyarakat memiliki daya tahan dan kekuatan/kemampuan membangun diri dan lingkungannya. Maka dari itu aspek-aspek pokok pemberdayaan masyarakat adalah:

a. Membangun suasana kondusif yaitu adanya iklim atau kondisi yang memungkinkan untuk berkembangnya potensi dan daya yang dimiliki masyarakat.

b. Support potensi yaitu memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat

melalui pemberian (hibah) input berupa bantuan keuangan kelembagaan dan pembangunan sarana ataupun prasarana yang menjadi kebutuhan masyarakat. c. Proteksi yaitu melindungi masyarakat melalui pemihakan kepada masyarakat

(yang lemah) untuk mencegah kompetisi yang tidak seimbang

Salah satu indikator dari keberdayaan masyarakat adalah kemampuan dan kebebasan untuk membuat pilihan yang terbaik dalam menentukan atau memperbaiki kehidupannya. Konsep pemberdayaan merupakan hasil dari proses interaksi di tingkat ideologis dan praksis. Pada tingkat ideologis, pemberdayaan merupakan hasil interaksi antara konsep top-down dan bottom-up, antara growth strategy dan people


(33)

centered strategy. Sedangkan di tingkat praksis, proses interaksi terjadi melalui

pertarungan antar ruang otonomi. Maka, konsep pemberdayaan mencakup pengertian pembangunan masyarakat (community development) dan pembangunan yang bertumpu pada masyarakat (community based development) (Usman, 2003: 313-316).

Untuk mempercepat ketertinggalan kualitas sumber daya manusia, maka diperlukan cara-cara pendekatan yang dapat mewadahi seluruh komponen sumber daya manusia dengan kualitas yang ada dan mampu ikut serta/berpartisipasi. Selain itu, dalam proses menuju desa yang otonom, pengelolaan sumber daya alam harus berbasis kemasyarakatan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran.

1)

Meskipun proses pemberdayaan suatu masyarakat merupakan suatu proses yang berkesinambungan, namun dalam penerapannya memang disadari bahwa tidak semua yang direncanakan dapat berjalan dengan lancar. Watson dalam buku

“Planning of Change” edisi kedua, menggambarkan ada beberapa kendala

(hambatan) yang dapat menghalangi terjadinya suatu perubahan (pembangunan). Hal ini tentunya akan terkait dengan kendala dalam upaya pemberdayaan melalui intervensi komunitas.

Kesepakatan terhadap norma tertentu (conformity to norms). Norma dalam suatu sistem sosial berkaitan erat dengan kebiasaan dari kelompok masyarakat tersebut. Norma sebagai suatu aturan yang tidak tertulis ‘mengikat’ sebagian besar anggota masyarakat pada suatu komunitas tertentu. Pada titik tertentu, norma dapat menjadi faktor yang menghambat ataupun halangan terhadap perubahan (pembaharuan) yang ingin diwujudkan.


(34)

2)

3)

Kesatuan dan kepaduan sistem dan budaya (systemic and cultural coherence). Berdasarkan pandangan ini dapat dipahami bahwa perubahan yang dilakukan pada suatu area akan dapat mempengaruhi area yang lain. Hal ini terjadi karena dalam suatu komunitas tidak hanya berlaku satu sistem saja, tetapi berbagai sistem yang saling menyatu sehingga memungkinkan masyarakat itu hidup dalam keadaan nyaman.

4)

Kelompok kepentingan (vested interest). Salah satu sumber yang dapat menghambat perubahan dalam masyarakat adalah adanya kelompok kepentingan yang memiliki tujuan berbeda dengan tujuan pengembangan masyarakat.

2.3 Lembaga Pemberdayaan Masyarakat

Lembaga Pemberdayaan Masyarakat merupakan lembaga kemasyarakatan yang dibentuk atas prakarsa masyarakat sebagai wadah dalam menampung aspirasi dan kebutuhan masyarakat dibidang pembangunan desa. Hal ini berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 49 Tahun 2001 tentang Penataan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa, yang mana merupakan pengganti dari Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 1980. Isi dari Keputusan Presiden tersebut yakni “Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota dapat segera menyusun atau menyesuaikan peraturan daerah yang berkaitan dengan pembentukan beberapa lembaga kemasyarakatan di daerahnya”. Salah satu lembaga yang penting adalah Lembaga Pemberdayaan Masyarakat.


(35)

Pada tiap desa dibentuk Lembaga Pemberdayaan Masyarakat yang disingkat dengan LPM dan merupakan pengganti dari Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD). Nama Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa diganti dengan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat karena dianggap tidak sesuai lagi dengan semangat otonomi desa. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dibentuk di tengah-tengah lingkungan masyarakat desa yang berkedudukan sebagai mitra Pemerintah Desa dan Kelurahan dalam aspek perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian serta pengawasan pembangunan dan bertumpu pada masyarakat dimana lembaga tersebut dibentuk.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2001 dijelaskan bahwa dalam upaya memerdayakan masyarakat di desa dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa. Lembaga kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Desa. Peraturan Desa adalah segala hal-hal yang disusun atas kesepakatan bersama antara Kepala Desa dengan Badan Perwakilan Desa dan telah disahkan oleh Kepala Desa yang bersangkutan. Sedangkan susunan pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dipilih dan ditetapkan oleh masyarakat desa melalui proses musyawarah yang disahkan dengan Keputusan Kepala Desa. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat adalah lembaga kemasyarakatan yang sengaja dibentuk dengan tujuan untuk menjembatani pemerintahan desa dengan masyarakat, berkaitan dengan kegiatan-kegiatan sosial, penyuluhan, keagamaan, partisipasi, swadaya dan gotong royong masyarakat.

Hubungan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dengan Pemerintah Desa dalam bentuk kemitraan yaitu dengan dilaksanakannya bentuk kerja sama untuk


(36)

menggerakkan swadaya dan gotong-royong masyarakat dalam melaksanakan pembangunan partisipatif dan berkelanjutan. Hubungan kerja Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dengan lembaga atau organisasi kemasyarakatan lainnya di wilayah desa bersifat konsultatif dan kerjasama saling menguntungkan. Antara lembaga satu dengan yang lain yang terdapat di desa akan saling membantu dalam mengatasi masalah di lingkungan desa. Hubungan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat antar desa bersifat kerjasama dan saling membantu dalam rangka pemberdayaan masyarakat (Widjaja, 2003: 116).

2.4. Partisipasi Masyarakat

Menurut Craig and Mayo (dalam Hikmat: 2003) bahwa partisipasi mensyaratkan adanya proses pemberdayaan terlebih dahulu. Dengan kata lain, mustahil kita berbicara partisipasi masyarakat tanpa diawali dengan diskusi pemberdayaan. Partisipasi dan pemberdayaan merupakan dua buah konsep yang saling berkaitan. Untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat diperlukan upaya berupa pemberdayaan. Masyarakat yang dikenal “tidak berdaya” perlu untuk dibuat “berdaya” dengan menggunakan berbagai model pemberdayaan. Partisipasi anggota masyarakat adalah keterlibatan dan pelibatan anggota masyarakat dalam pembangunan, meliputi kegiatan dalam perencanaan dan pelaksanaan (implementasi) program pembangunan yang dikerjakan di masyarakat lokal. Partisipasi atau peran serta masyarakat dalam pembangunan (pedesaan) merupakan aktualisasi dari ketersediaan dan kemauan anggota masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi dalam implementasi program/proyek yang dilaksanakan.


(37)

Dalam partisipasi terkandung pengertian bahwa seseorang bisa terlibat (berpartisipasi) sesuai dengan relevansinya, misalnya keahliannya, kepentingan (masalahnya), ataupun tingkat kemampuannya. Atau dengan kata lain, seseorang dapat berpartisipasi secara parsial, dalam pengertian hanya terlibat dalam salah-satu atau beberapa aktivitas saja atau berpartisipasi secara prosesial, dalam pengertian dapat terlibat dalam semua fase dari awal hingga akhir dari aktivitas dimaksudkan (Kaho, 2007:130).

Agar mampu berpartisipasi seseorang perlu berproses dan proses itu ada dalam dirinya dan dengan orang lain. Kemampuan setiap orang jelas akan berbeda-beda dalam berpartisipasi. Dengan upaya yang sungguh-sungguh dan terencana, partisipasi seseorang dan pada akhirnya muncul partisipasi kelompok akan bisa ditumbuhkan dengan dorongan dari dalam dirinya atau dengan dorongan orang lain yang selalu berinteraksi dengan orang tersebut atau dengan kelompok tersebut.

Partisipasi sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya kandungan kapital yang dimiliki oleh seseorang. Partisipasi hanya mungkin dilakukan bila seseorang memiliki kapital sosial, yaitu jaringa n kerja, aturan-aturan yang jelas dan kepercayaan. Jaringan merupakan lintasan bagi proses berlangsungnya pertukaran, sementara kepercayaan menjadi stimulus agar proses pertukaran tersebut berjalan lancar sementara norma atau aturan merupakan jaminan bahwa proses pertukaran itu berlangsung adil atau tidak.

Dalam partisipasi (konteks organisasi) yang dipertukarkan adalah hak dan kewajiban. Kapital sosial merupakan wahana memungkinkan terjadinya pertukaran tersebut. Kapital sosial adalah nilai-nilai dalam struktur sosial yang dapat digunakan


(38)

untuk mencapai kepentingan aktor. George Homans (1987) menyebutkan bahwa

“bagi semua tindakan yang dilakukan orang, semakin sering suatu tindakan tertentu memperoleh imbalan, semakin cenderung orang tersebut melakukan tindakan tersebut”. Proposisi ini dapat diartikan bahwa semakin sering seseorang memperoleh

imbalan karena mengikuti kegiatan desa, kelompok atau suatu organisasi maka seseorang tersebut akan cenderung melakukan tindakan tersebut. Agar seseorang aktif dalam suatu kegiatan maka harus dijamin bahwa keaktifannya tersebut akan memperoleh imbalan atau manfaat (Saragi, 2004:51).

Dalam rangka pembangunan bangsa yang meliputi segala aspek kehidupan, partisipasi masyarakat memainkan peranan penting, Bintoro Tjokroamidjojo menegaskan:

“Pembangunan yang meliputi segala segi kehidupan, politik, ekonomi dan sosial budaya itu baru akan berhasil apabila merupakan kegiatan yang melibatkan partisipasi dari seluruh rakyat di dalam suatu Negara.”

Masyarakat dapat berpartisipasi pada beberapa tahap, terutama dalam pembangunan, yakni: pada tahap inisiasi, legitimasi dan eksekusi. Atau dengan kata lain, pada tahap decision, making, implementation, benefit dan tahap evaluasi. Atau seperti yang dirumuskan Bintoro Tjokroamidjojo:

“Pertama keterlibatan aktif atau partisipasi masyarakat tersebut dapat berarti keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi dan kebijaksanaan…

Kedua adalah keterlibatan dalam memikul hasil dan manfaat pembangunan secara berkeadilan.” (Kaho, 2007:126).


(39)

Masyarakat seringkali diikutkan tanpa diberikan pilihan dan kesempatan untuk memberikan masukan. Hal ini biasanya disebabkan oleh adanya anggapan untuk mencapai efisiensi dalam pembangunan, masyarakat tidak mempunyai kemampuan untuk menganalisa kondisi dan merumuskan persoalan serta kebutuhan-kebutuhannya. Dalam hal ini, masyarakat ditempatkan pada posisi yang membutuhkan bantuan dari luar. Sebenarnya jika masyarakat dilibatkan secara penuh, mereka juga mempunyai potensi tersendiri, seperti yang dikemukakan oleh Hikmat (2003:23-24) bahwa masyarakat sebenarnya memiliki banyak potensi baik dilihat dari sumber daya alam maupun dari semuber daya sosial dan budaya. Masyarakat memiliki kekuatan bila digali dan disalurkan akan menjadi energi besar untuk pengentasan kemiskinan. Cara menggali dan mendayagunakan sumber-sumber yang ada pada masyarakat inilah yan menjadi inti dari pemberdayaan masyarakat. Di dalam pemberdayaan masyarakat yang penting adalah bagaimana menjadikan masyarakat pada posisi pelaku pembangunan yang aktif dan bukan penerima pasif. Konsep gerakan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan, mengutamakan inisiatif dan kreasi masyarakat, dengan strategi pokok memberi kekuatan (power) kepada masyarakat.

Dari pendapat yang ada tersebut dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat dapat terjadi pada empat jenjang, yakni:

1. Partisipasi dalam proses pembuatan keputusan, 2. Partisipasi dalam pelaksanaan,

3. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil,


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya.

Pendekatan kualitatif dapat diartikan sebagai pendekatan yang menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang didapat dari apa yang diamati. Alasan penggunaan pendekatan kualitatif yakni agar dalam pencarian makna di balik fenomena dapat dilakukan pengkajian secara komprehensif, mendalam, alamiah, dan tanpa banyak campur tangan dari peneliti. Dimana dalam penelitian ini, pendekatan kualitatif dimaksudkan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam pembangunan di desa.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Aek Songan, Kecamatan Aek Song-Songan, Kabupaten Asahan. Adapun alasan pemilihan lokasi di desa tersebut karena Desa Aek Song-Songan terletak di wilayah kecamatan yang baru dibentuk, dimana sebelumnya wilayah Kecamatan Aek Song-Songan tergabung dengan wilayah Kecamatan Bandar Pulau. Peneliti melihat telah diberlakukannya pemekaran wilayah


(41)

desa oleh Pemerintah Kabupaten Asahan untuk lebih mengoptimalkan potensi sumber daya yang terdapat di desa tersebut. Selain itu, di Desa Aek Song-Songan telah dibentuk Lembaga Pemberdayaan Masyarakat yang berjalan sesuai dengan tugas-tugasnya dari setiap seksi-seksi yang membantu fungsi lembaga tersebut. Hal lain yang mendorong pemilihan lokasi di Desa Aek Song-Songan juga dikarenakan tersedianya akses bagi peneliti sehingga mudah dalam mengambil data untuk penyelesaian penelitian.

3.3. Unit Analisis dan Informan

Yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah:

a. Informan kunci pada penelitian ini adalah Kepala Desa dan Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat yang memahami Lembaga Pemberdayaan Masyarakat serta perannya dalam proses pembangunan di Desa Aek Song-Songan.

b. Informan biasa

Yang menjadi informan biasa di dalam penelitian ini adalah orang-orang yang merupakan penduduk Desa Aek Song-Songan dan telah diangkat menjadi anggota pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat di desa tersebut. Informan tersebut terdiri atas 7 orang, antara lain yakni 4 orang diantaranya adalah ketua dari beberapa bidang pada kepengurusan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat, 1 orang merupakan Bendahara Lembaga Pemberdayaan Masyarakat serta 2 orang informan yang merupakan penduduk Desa Aek Song-Songan.


(42)

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini melalui pengumpulan data primer dan data sekunder.

Data Primer

a. Observasi Langsung

Observasi langsung yaitu mengadakan pengamatan secara langsung yang dilakukan peneliti terhadap obyek yang akan diteliti. Hal ini dilakukan oleh si peneliti untuk mengamati dan melihat bagaimana kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat di Desa Aek Song-Songan. b. Wawancara Mendalam

Wawancara Mendalam adalah merupakan proses tanya jawab secara langsung ditujukan terhadap informan di lokasi penelitian dengan menggunakan panduan atau pedoman wawancara. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kapasitas peran dan partisipasi yang dimiliki Lembaga Pemberdayaan Masyarakat terkait pada aspek pembangunan yang diimplementasikan di Desa Aek Song-Songan.

Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang bersumber dari hasil penelitian orang lain yang dibuat untuk maksud berbeda. Data tersebut dapat berupa fakta, tabel, gambar, dan lain-lain. Data sekunder ini diperoleh dari studi kepustakaan dengan menghimpun berbagai informasi dari buku-buku referensi, jurnal yang diperoleh si peneliti dari perpustakaan ataupun internet, dan lain-lainnya yang dianggap sangat relevan berkaitan dengan topik permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini.


(43)

3.5. Interpretasi Data

Data yang diperoleh dalam catatan hasil wawancara dengan bantuan catatan lapangan, hasil observasi langsung dan hasil kajian pustaka akan dibaca dan ditelaah kembali. Kemudian selanjutnya, data-data yang sudah terkumpul akan dilakukan analisa data. Data-data yang diperoleh tersebut akan dikelompokkan sesuai dengan permasalahan yang telah ditetapkan, lalu dipisahkan secara kategorial dan dicari hubungan yang muncul dari data, yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu analisis data yang baik serta dapat mengungkapkan permasalahan dari penelitian yang dilakukan. Sedangkan hasil observasi akan diuraikan untuk memperkaya hasil wawancara sekaligus melengkapi data. Berdasarkan data yang diperoleh akan diinterpretasikan untuk menggambarkan dengan jelas keadaan yang ada.


(44)

3.6. Jadwal Kegiatan

No. Kegiatan

Bulan ke

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

1. Pra Survey

2. ACC Judul

3. Penyusunan Proposal Penelitian 4. Seminar Proposal

5. Revisi Proposal

6. Penelitian ke Lapangan 7. Pengumpulan Data dan Analisis Data 8. Bimbingan Skripsi 9. Penulisan Laporan


(45)

3.7. Keterbatasan Panelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini mencakup keterbatasan peneliti mengenai kurangnya pengetahuan peneliti dalam metode penelitian, keterbatasan buku-buku ataupun referensi yang mendukung penelitian, keterbatasan waktu yang dimiliki oleh informan, terutama informan kunci. Keterbatasan pengetahuan tentang metode penelitian menyebabkan lambatnya proses penelitian yang dilakukan dan data-data yang didapat dari lapangan menjadi tidak terlalu dalam, walaupun teknik pengumpulan data secara observasi dan wawancara mendalam telah mampu menjawab permasalahan yang dimaksud.

Terbatasnya data-data yang diperoleh dari pihak Kepala Desa beserta anggota pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat ataupun referensi berupa buku-buku, situs internet, serta peraturan perundang-undangan menyebabkan peneliti menemukan kesulitan untuk menjelaskan secara rinci maksud dari penelitian ini. Sampai sejauh ini peneliti sudah berusaha mencari bahan-bahan yang dapat mendukung permasalahan penelitian, tetapi hasil yang didapat belum sesuai dengan harapan peneliti dalam mengkaji permasalahan penelitian.


(46)

BAB IV

INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Desa Aek Song-Songan 4.1.1. Letak dan Luas Desa Aek Song-Songan

Desa Aek Songan adalah salah satu dari 9 desa di Kecamatan Aek Song-Songan Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara. Kesembilan desa tersebut antara lain:

1. Tangga 2. Lobu Rappa 3. Aek Bamban 4. Marjanji Aceh

5. Perkebunan Bandar Pulau 6. Aek Song-Songan

7. Perkebunan Bandar Pulau 8. Situnjak

9. Mekar Marjanji

Desa Aek Song-Songan merupakan desa pusat pemerintahan Kecamatan Aek Song-Songan yang memiliki luas wilayahnya mencapai 540 Ha. Kecamatan Aek Song-Songan merupakan wilayah kecamatan yang baru dibentuk akibat diberlakukannya pemekaran wilayah pada Tahun 2009 oleh Pemerintah Kabupaten Asahan. Desa Aek Song-Songan dipimpin oleh seorang Kepala Desa dan pusat pemerintahannya di Dusun V. Desa Aek Song-Songan memiliki terdiri dari 10 dusun.


(47)

Adapun batas-batas wilayah desa antara lain:

• Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Bandar Pulau Pekan • Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bandar Pulau Kebun • Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Padang Pulau

• Sebelah Barat berbatasan dengan Perkebunan Bandar Selamat

Desa Aek Song-Songan terletak pada ketinggian kurang lebih 900 meter di atas permukaan laut, dengan permukaan yang bervariasi, seperti datar, berombak, berbukit dan bergunung. Iklim di Desa Aek Song-Songan tergolong iklim sedang dengan suhu antara 25C-37C dengan curah hujan yang relatif sedang.

Jarak Desa Aek Song-Songan dengan ibukota Kecamatan yakni 0,5 Km dan jarak ke ibukota Kabupaten yaitu Asahan adalah 60 Km dengan jarak tempuh 1 jam serta jarak ke ibukota Propinsi yaitu Medan 260 Km dengan jarak tempuh hampir 5 jam dengan menggunakan kendaraan roda empat. Kondisi jalan dari Desa Aek Song-Songan menuju ibukota Kecamatan cukup baik.

Desa Aek Song-Songan terletak diantara perkebunan kelapa sawit dan perkebunan karet. Luas wilayah perkebunan di desa ini adalah 301 Ha. Perkebunan yang terdapat di Desa Aek Song-Songan terdiri dari perkebunan swasta dan perkebunan milik rakyat. Areal perkebunan yang ditemukan antara lain PT. London Sumatera, Tbk. dan PTPN. III. Luas lahan perkebunan sawit 270 Ha, perkebunan kakao 10 Ha, perkebunan karet 27 Ha dan perkebunan kopi 3 Ha. Wilayah Desa Aek Song-Songan juga memiliki kawasan persawahan tadah hujan seluas 5 Ha yang menggunakan sistem irigasi desa.


(48)

4.1.2. Keadaan Penduduk

Desa Aek Song-Songan dihuni sebanyak 3624 jiwa yang terdiri dari 981 Kepala Keluarga (KK). Untuk lebih memahami aspek kependudukan Desa Aek Song-Songan yang berdomisili di Desa Aek Song-Song-Songan dapat diuraikan berdasarkan: umur, jenis kelamin, mata pencaharian utama penduduk, tingkat pendidikan, agama dan suku bangsa.

4.1.2.1. Komposisi Penduduk Desa Aek Song-Songan Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin

Tabel 4.1.

Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur

No. Dusun/Lingk. Usia/Umur (tahun) – (Orang) Jumlah (Orang) 1 – 5 6 -12 13 – 18 19-25 26-35 >35

1 I 51 98 47 58 65 32 381 2 II 42 119 65 105 23 175 629 3 III 52 105 63 57 135 22 334 4 IV 48 67 58 75 62 98 408 5 V 27 45 51 34 63 147 367 6 VI 27 48 37 45 69 38 264 7 VII 31 53 48 61 97 252 542 8 VIII 11 8 18 23 7 18 86 9 IX 16 39 36 45 80 148 364 10 X 19 42 49 50 66 23 249 Jumlah 324 625 472 553 667 983 3624 Sumber : Kantor Kepala Desa Aek Song-Songan, 2009.

4.1.2.2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Masyarakat Desa Aek Song-Songan merupakan masyarakat yang sebagian besar penduduknya merupakan petani. Kondisi alam menjadi faktor pendukung kegiatan bertani dapat tumbuh subur di desa ini. Bidang pertanian digeluti oleh


(49)

sebagian penduduk Desa Aek Song-Songan yang jumlahnya hampir 60 %. Walaupun demikian masih banyak juga penduduk desa yang bermata pencaharian selain sebagai petani, seperti: berdagang, pegawai negeri, pegawai swasta, peternak, buruh, dan karyawan.

Selain mata pencaharian di atas masih terdapat pencaharian tambahan bagi mereka, misalnya kegiatan industri rumah tangga (menjahit, menganyam, membuat perabotan rumah tangga dan lain-lain), usaha peternakan (ayam, kambing, dan lembu) serta usaha di bidang jasa (perlengkapan kawasan wisata). Namun hal ini merupakan sumber tambahan bagi masyarakat.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.2: Tabel 4.2.

Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No. Dusun/Lingk

Mata Pencaharian Pokok (KK) Petani Peternak Nelayan Pensiunan

(PNS-ABRI, Swasta)

Pedagang dll Jumlah

1 I 52 11 - 5 15 16 99 2 II 78 8 - 3 21 56 166 3 III 83 15 - 4 14 34 150 4 IV 36 13 - 10 27 59 145

5 V 29 7 - 6 13 31 86

6 VI 43 4 - 2 7 7 63

7 VII 51 9 - 8 23 32 123 8 VIII 14 5 - - 5 4 28

9 IX 21 14 - 4 4 7 50

10 X 34 9 - 7 5 16 71

Jumlah 441 95 - 49 134 262 981 Sumber : Kantor Kepala Desa Aek Song-Songan, 2009.

Penduduk Desa Aek Song-Songan mayoritas bermata pencaharian bertani disebabkan daerah Desa Aek Song-Songan adalah agraris dan cocok untuk bidang pertanian. Kemudian juga diakibatkan tingkat pendidikan yang rendah,


(50)

sementara itu penduduk Desa Aek Song-Songan yang lain mempunyai mata pencaharian sebagai buruh.

4.1.2.3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan sumber daya manusia. Untuk itu pemberian dan peningkatan pendidikan terhadap masyarakat selalu digalakkan Pemerintah Daerah. Keterlibatan orang tua, sekolah (staf pengajar) dan masyarakat Desa Aek Song-Songan diperlukan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi putra-putri mereka. Kondisi pendidikan penduduk Desa Aek Song-Songan adalah adanya masyarakat yang tidak tamat SD, tamat SD, tamat SLTP, tamat SLTA dan sarjana. Untuk lebih jelasnya, ditunjukka n dalam tabel 4.3:

Tabel 4.3.

Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan

No. Dusun/Lingk

Belum Sekolah/TK

(Orang)

SD (Orang)

SLTP Perguruan Tinggi (Orang) Tdk Sekolah (Orang) Jumlah (Orang) (Orang)

1 I 23 78 17 5 227 381

2 II 27 62 17 7 472 629 3 III 26 73 9 6 168 334 4 IV 38 58 29 7 253 408

5 V 17 53 17 4 245 367

6 VI 22 26 25 6 169 264 7 VII 9 49 24 3 431 542

8 VIII 5 4 6 2 58 86

9 IX 13 31 8 2 282 364

10 X 18 22 17 2 157 249 Jumlah 198 456 169 169 2462 3624 Sumber: Kantor Kepala Desa Aek Song-Songan, 2009.


(51)

4.1.2.4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

Masyarakat Desa Aek Song-Songan pada umumnya menganut agama Islam. Sementara penduduk yang beragama lain sangat sedikit jumlahnya. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.4.

Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

No. Dusun/Lingk Agama (Orang)

Islam Kristen Budha Hindu Lainnya Jumlah 1 I 375 6 - - - 381 2 II 614 15 - - - 629 3 III 317 17 - - - 334 4 IV 377 31 - - - 408 5 V 346 21 - - - 367 6 VI 253 12 - - - 264 7 VII 512 30 - - - 542 8 VIII 86 - - - - 86 9 IX 264 - - - - 364 10 X 239 9 - - - 249

Jumlah 3483 141 - - - 3624

Sumber : Kantor Kepala Desa Aek Song-Songan, 2009.

4.1.2.5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa

Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa. Suku-suku bangsa tersebut tersebar di beberapa wilayah kota dan desa di Indonesia. Masyarakat di Desa Aek Song-Songan mayoritas bersuku Jawa dan yang lainnya bersuku Batak. Hal ini dapat dilihat dari tabel 4.5:


(52)

Tabel 4.5.

Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku

No. Dusun/Lingk Suku Bangsa (Orang)

Jawa Batak Melayu Minang Cina dll Jumlah 1 I 369 12 - - - - 381 2 II 599 30 - - - - 629 3 III 300 34 - - - - 334 4 IV 346 62 - - - - 408 5 V 67 300 - - - - 367 6 VI 249 15 - - - - 264 7 VII 482 60 - - - - 542 8 VIII 78 8 - - - - 86 9 IX 351 13 - - - - 364 10 X 231 18 - - - - 249

Jumlah 3072 552 - - - - 3624

Sumber : Kantor Kepala Desa Aek Song-Songan, 2009.

4.1.3. Sarana dan Prasarana Desa Aek Song-Songan

Sarana dan Prasarana merupakan hal yang sangat penting untuk pencapaian tujuan suatu program atau kegiatan pembangunan. Suatu rencana yang disusun dengan baik, tanpa didukung sarana dan prasarana yang baik dan memadai, maka tujuan dari perencanaan dalam suatu program atau kegiatan kemasyarakatan akan sulit tercapai.

Untuk mendukung tugas pelayan kepada masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka di Desa Aek Song-Songan tersedia berbagai sarana dan prasarana, seperti sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana tempat ibadah dan lain sebagainya. Adapun sarana dan prasarana tersebut adalah sebagai berikut :


(53)

4.1.3.1. Sarana Pendidikan

Dalam hal penyediaan sarana pendidikan formal di Desa Aek Song-Songan dapat dilihat pada tabel 4.6:

Tabel 4.6.

Keadaan Sarana Pendidikan

No. Sarana Pendidikan Jumlah (Unit) Keterangan

1. TK 2 Baik

2. SD 5 Baik

3. SLTP 3 Baik 4. SLTA 4 Baik

Total 14 Baik Sumber: Profil Desa Aek Song-Songan 2009

Pada tabel 4.6. tersebut dapat dilihat bahwa sarana pendidikan di Desa Aek Song-Songan untuk ukuran wilayah desa dapat dikatakan cukup lengkap, mulai dari Taman Kanak-Kanak hinggga Sekolah Menengah Atas/Kejuruan atau sederejat. Baik itu yang merupakan sekolah milik pemerintah dan juga beberapa sekolah yang dikelola oleh swasta, seperti: Yayasan Swasta Tri Yadhikayasa, Yayasan Saniyah, dan Yayasan Swasta Daerah Aek Song-Songan. Di desa ini juga terdapat 1 buah kursus pendidikan komputer yang dikelola oleh salah seorang dari masyarakat desa.


(54)

4.1.3.2. Sarana Ibadah

Dalam hal keagamaan dan sarana peribadatan di Desa Aek Song-Songan, dapat di lihat pada tabel 7 berikut ini :

Tabel 4.7.

Keadaan Sarana Ibadah

No. Sarana Ibadah Jumlah (Unit) Keterangan 1. Masjid 6 Baik 2. Langgar/Musholla 7 Baik 3. Gereja 1 Baik Total 14 Baik

Sumber: Profil Desa Aek Song-Songan 2009

Sarana peribadatan di Desa Aek Song-Songan terdiri dari 6 Masjid, 7 Langgar dan 1 Gereja. Sedangkan Vihara dan Pura tidak terdapat di desa ini. Artinya bahwa mayoritas pemeluk agama di Desa Aek Song-Songan adalah agama Islam, hal ini tergambar dari sarana ibadah yang ada, yakni Masjid dan Langgar yang paling dominan.

4.1.3.3. Sarana Olah Raga

Sarana olah raga yang tersedia di lingkungan Desa Aek Song-Songan dan dapat digunakan oleh masyarakat desa dilihat pada tabel 4.8:


(55)

Tabel 4.8.

Keadaan Sarana Olah Raga

No. Jenis Prasarana Jumlah Keterangan 1. Lapangan Volly 2 Baik 2. Lapangan Bulu Tangkis 2 Baik 3. Lapangan Sepak Bola 3 Baik Total 7 Baik

Sumber: Profil Desa Aek Song-Songan 2009

Sarana olah raga yang tersedia di Desa Aek Song-Songan terdiri dari 2 bidang lapangan volly dan 2 bidang lapangan bulu tangkis. Sedangkan lapangan sepak bola ada 3 bidang. Untuk lapangan olah raga yang lainnya seperti kolam renang, sepak takrau, basket dan lainnya belum tersedia, sehingga masyarakat yang hobinya olah raga yang tidak tersedia fasilitasnya harus mencari fasilitas tersebut ke daerah lain.

4.1.3.4. Sarana Kesehatan

Untuk dapat mengetahui keadaan sarana kesehatan di Desa Aek Song-Songan dapat dilihat pada tabel 4.9:


(56)

Tabel 4.9.

Keadaan Sarana Kesehtan

No. Jenis Sarana Jumlah Keterangan 1. Puskesmas 1 Baik 2. Praktek Dokter 2 Baik 3. Pratek Bidan 2 Baik 4. Posyandu 7 Baik 5. Apotek 2 Baik Total 14 Baik Sumber: Profil Desa Aek Song-Songan 2009

Bila melihat sarana kesehatan di Desa Aek Song-Songan, dapat dikatakan bahwa keadaannya sudah memadai, walaupun tidak terdapat Rumah Sakit Umum. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa Pemerintah Kabupaten Asahan dan masyarakatnya sudah semakin sadar untuk menyediakan fasilitas kesehatan guna menunjang program pemerintah di bidang pelayanan kesehatan, khususnya kesehatan masyarakat wilayah desa.

4.1.3.5. Sarana Jalan Raya dan Pengangkutan

Untuk memperluas hubungan antara desa satu dengan desa yang lain atau antara Desa Aek Song-Songan dengan jalan lintas menuju wilayah kota, maka perlu adanya sarana dan prasarana jalan raya yang baik. Karena hal ini akan berpengaruh terhadap mobilitas penduduk. Prasarana jalan raya di Desa Aek Song-Songan terdiri atas jalan aspal dan jalan tanah berbatu. Jalan aspal ini merupakan jalan terbesar untuk Desa Aek Song-Songan dan dipergunakan sebagai perlintasan umum


(57)

pengangkutan. Sedangkan jalan tanah berbatu tersebut merupakan jalan penghubung antara rumah dengan rumah yang lain.

Sarana pengangkutan di suatu daerah merupakan hal yang sangat penting dalam memperlancar komunikasi dan mobilisasi antara satu daerah dengan daerah lain. Adapun sarana pengangkutan yang telah tersedia di Desa Aek Song-Songan terdiri dari angkutan darat saja, yang meliputi kendaraan umum roda empat, kendaraan bermotor roda dua dan kendaraan tidak bermotor roda dua.

4.2. Pemeritahan Desa Aek Song-Songan

Untuk kelancaran dan pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan, Desa Aek Song-Songan mempunyai struktur pemerintahan yang baku seperti tertera dalam skema struktur organisasi pemerintahan Desa Aek Song-Songan.

Untuk melaksanakan tugas sehari-hari, Kepala Desa dan perangkat desa lainnya bekerja di sebuah kantor yang berdiri kokoh. Kantor tersebut dibangun pada tahun 1982 yang terletak di Jalan Lintas Sigura-Gura. Untuk mendukung kegiatan masyarakat desa dalam hal partisipasi, di kantor tersebut memiliki ruang pertemuan dengan fasilitas yang cukup memadai, ruang arsip yang bersamaan dengan ruang Sekretaris Desa dan ruang kerja Kepala Desa.

Kepala Desa mempunyai tugas menjalankan urusan rumah tangga sendiri, urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Sekretaris Desa bertugas menjalankan administrasi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan serta memberi pelayanan administrasi kepada Kepala Desa. Sedangkan Kepala Urusan bertugas menjalankan kegiatan sekretariat desa sesuai bidang tugasnya


(58)

masing-masing. Kepala Dusun bertugas membantu pelaksanaan pemerintahan desa di wilayah dusun masing-masing. Ada pun skema struktur organisasi Pemerintahan Desa Aek Song-Songan dapat dilihat pada skema I.


(59)

Skema 1.

Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Aek Song-Songan

Sumber: Profil Kelurahan Desa Aek Song-Songan, 2009

Keterangan:

a. Kepala Desa : Rianto

b. Sekretaris Desa : Rismayani, Amd. c. Kaur Umum : Rudiansyah d. Kaur Kesra : Adnan S. e. Kaur Pembangunan : Supiah Chairani

Kepala Desa

Sekretaris Desa

Kaur Kesra

Kaur Umum

Kepala Dusun I sampai dengan Kepala Dusun X Desa Aek Song-Songan

LPM

Kaur Pembangunan


(60)

Skema 2.

Stuktur Lembaga Pemberdayaan Masyarakat ( LPM ) Desa Aek Song- Songan , Kecamatan Aek Song- Songan,

Kabupaten Asahan

Ketua Samidun

Wakil Ketua Mh. Thamrin Sekretaris

Suparmin

Bendahara Warsini

Bid. Keamanan, Ketakwaan kpd TYME

Bid.pembangunan Ruslan Hasibuan, Spd.

Bid. Pemuda, Olah Raga dan

Seni Anto Sirait

Bid. Peningkatan

SDM dan Ekonomi


(61)

4.3. Karakteristik Informan

Dalam suatu penelitian, keberadaan informan tentunya menjadi elemen yang sangat penting dalam pengumpulan data, yang pastinya menjadi kunci utama dalam penulisan laporan penelitian ini. Penetapan di dalam pengambilan informan merupakan langkah yang harus dilakukan guna mendapatkan informasi yang akurat dan terjamin secara valid. informan yang diambil oleh peneliti adalah sebanyak 7 orang, 2 orang diantaranya adalah informan kunci yang peneliti anggap sebagai orang yang mengetahui peran Lembaga Peemberdayaan Masyarakat baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan program-program kegiatan yang telah ditetapkan di Desa Aek Song-Songan. Sementara itu, 5 orang diantaranya adalah informan biasa yakni pihak yang merupakan anggota pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dalam setiap seksi dan jabatan yang telah disahkan.

Berikut ini adalah ketujuh informan kunci dan informan biasa tersebut:

4.3.1. Informan Kunci

4.3.1.1. Bapak Rianto (Kepala Desa Aek Song-Songan Periode 2009-2014)

Kesan ramah dan bersahabat yang peneliti dapatkan ketika pertama kali bertemu dengan orang nomor satu di Desa Aek Song-Songan ini. Bapak yang berperawakan sedang ini biasa dipanggil oleh penduduk Desa Aek Song-Songan dengan nama Pak Anto. Usia Pak Rianto saat ini berusia 42 Tahun. Pak Anto langsung menyambut ramah ketika peneliti memperkenalkan diri dan mengutarakan maksud dan tujuan dari kedatangan peneliti ke Desa Aek Song-Songan.


(62)

Proses wawancara pertama peneliti lakukan di kediamannya yang terletak di Dusun III Desa Aek Song-Songan. Lokasi tempat tinggalnya persis berada disamping Mesjid Al Ikhlas yang ada di Dusun III tersebut. Rumah yang cukup asri dengan ditanaminya pohon kakao di sekitar pekarangan miliknya. Pak Anto tinggal bersama Isteri yang bernama Sumiati yang berusia 40 Tahun, serta 3 orang anak dari hasil perkawinan mereka. Anak pertama duduk di kelas 5 Sekolah Dasar dan anak kedua duduk di kelas 3 Sekolah Dasar. Kedua anaknya tersebut bersekolah di Sekolah Dasar Negeri 010133 Desa Aek Song-Songan yang terletak di Dusun IV. Sedangkan anak yang paling bungsu saat ini masih berusia 5 tahun.

Sebagai seorang Kepala Desa yang dipilih berdasarkan hasil pemungutan suara oleh masyarakat desa, Pak Rianto sangat memahami dengan baik bagaimana kondisi Desa Aek Song-Songan. Hal ini juga dikarenakan ia merupakan penduduk asli Desa Aek Song-Songan. Sejak lahir ia tidak pernah meninggalkan kampung halaman untuk tinggal di daerah lain. Periode ini merupakan kedua kalinya ia menjabat sebagai Kepala Desa di Desa Aek Song-Songan. Pada tahun 2005, Pak Rianto juga memenangkan hasil pemungutan suara di desa tersebut dan diangkat menjadi Kepala Desa oleh pihak Kecamatan. Dengan latar pendidikan hingga tamat Sekolah Menengah Atas dari Madrasah Aliyah Daerah Aek Song-Songan yang terletak di Dusun IV, beliau dianggap dapat menjalankan sistem Pemerintahan Desa dengan baik oleh masyarakat desa di lingkungannya. Sebagai Kepala Desa beliau memperoleh penghasilan setiap bulannya dari Pemerintah Kabupaten Asahan. Namun, sebagai Kepala Desa Aek Song-Songan Bapak Rianto bukan merupakan Pegawai Negeri Sipil.


(63)

Dari pertemuan kedua kalinya oleh Bapak Rianto di Balai Desa, peneliti mendapatkan banyak informasi tentang lembaga-lembaga sosial yang terdapat di Desa Aek Song-Songan. Beliau menjelaskan tugas dari tiap-tiap lembaga-lembaga sosial yang dibentuk tersebut, khususnya Lembaga Pemberdayaan Masyarakat. Berdasarkan keterangan dari Pak Anto tersebut, peneliti dapat mengetahui informasi tentang siapa orang-orang yang berkompeten untuk peneliti wawancarai sehubungan dengan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat di Desa Aek Song-Songan.

4.3.1.2. Bapak Ir. Samidun (Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Periode 2009-2014)

Pertama kali peneliti bertemu langsung dengan Bapak Samidun di kediamannya, Pak Samidun baru saja pulang dari bekerja. Sebelumnya peneliti menjelaskan maksud dan tujuan kepada beliau melalui percakapan ponsel. Dalam kesehariannya Pak Samidun merupakan karyawan perkebunan PTPN III. Pria yang telah berusia 52 Tahun ini termasuk orang yang sibuk dengan kegiatan rutinnya sehari-hari. Oleh sebab itu, peneliti sedikit menemukan kesulitan pada saat menemui beliau untuk melakukan wawancara langsung.

Wilayah desa yang dikelilingi oleh daerah perkebunan menyebabkan tidak sedikit penduduk Desa Aek Song-Songan yang bekerja sebagai karyawan ataupun buruh harian lepas kebun kelapa sawit ataupun kebun karet. Pria yang terkesan ramah ini merupakan Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa Aek Song-Songan masa bakti dari tahun 2009 hingga tahun 2014.


(64)

Lokasi rumah Pak Samidun terletak persis berada di samping Kantor Polisi Kecamatan Aek Song-Songan. Lingkungan rumah Pak Samidun termasuk ramai, hal ini disebabkan lokasi rumah yang tepat berada di Jalan Lintas Sigura-Gura. Pria yang tinggal bersama orang tua perempuannya yang bernama M’bah Munah, seorang isteri dan seorang anaknya yang berjenis kelamin laki-laki yang masih duduk di kelas 2 SMA Negeri 1 Aek Song-Songan. Rumah yang merupakan peninggalan kedua orang tuanya terlihat cukup asri. Istri dari Bapak Samidun bernama Sriyati dan merupakan ibu rumah tangga. Bapak Samidun merupakan lulusan dari salah satu Perguruan Tinggi yang berada di Kota Medan. Beliau memiliki 3 orang anak, akan tetapi kedua anaknya yang lain tidak serumah lagi dengannya. Anak yang pertama sudah berumah tangga dan tinggal di Kota Kisaran, sedangkan anak keduanya masih duduk di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Medan.

Berbicara tentang Lembaga Pemberdayaan Masyarakat yang ada di Desa Aek Song-Songan dan merupakan lembaga yang beliau ketuai berjalan dengan baik. Walaupun dalam kehidupan sehari-hari Pak Samidun memiliki kegiatan tetap, namun ia tetap mengupayakan dalam melaksanakan kegiatan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat. Sebagai Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dalam pelaksanaan tugasnya Pak Samidun dibantu oleh Wakil Ketua, Bendahara, Sekretaris, dan beberapa ketua seksi-seksi. Pak Samidun termasuk orang yang aktif dalam kegiatan-kegiatan yang berlangsung di desa. Baik itu kegiatan-kegiatan yang bersifat keagamaan maupun kegiatan yang berhubungan dengan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat.


(65)

4.3.2. Informan Biasa

4.3.2.1. Bapak Ruslan Hasibuan, Spd. (Ketua Bidang Pembangunan)

Informan adalah seorang pria yang telah berkeluarga. Penduduk Desa Aek Song-Songan biasa memanggilnya dengan nama Pak Ruslan. Pria yang berperawakan sedang ini telah berusia 40 tahun. Pak Ruslan merupakan lulusan dari salah satu Universitas Swasta yang terdapat di Kota Medan. Pekerjaan Pak Ruslan sehari-hari adalah guru mata pelajaran Sejarah di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Kecamatan Aek Song-Songan.

Pak Ruslan mempunyai anak berjumlah 2 (dua) orang dari hasil pernikahannya. Kedua anaknya berjenis kelamin perempuan. Anak pertamannya berusia 10 tahun dan telah duduk di kelas 4 Sekolah Dasar. Sedangkan anak keduanya berusia 6 tahun dan sedang duduk di kelas 1 Sekolah Dasar. Isteri Pak Ruslan bernama Eni Ristiana dan juga bekerja sebagai guru. Isteri Pak Ruslan tersebut mengajarkan mata pelajaran Bahasa Perancis di lokasi sekolah yang sama dengannya. Ibu Eni merupakan lulusan dari Universitas Negeri Medan. Sepasang suami isteri ini merupakan Pegawai Negeri Sipil.

Pak Ruslan merupakan warga pendatang di Desa Aek Song-Songan. Beliau berasal dari suatu wilayah di Kota Tanjung Balai. Sebelum menikah, Pak Ruslan dan isterinya dipertemukan sebagai lajang di tempat mereka mengajar dan hingga pada akhirnya mereka berdua menikah. Pak Ruslan telah mengajar selama 12 Tahun lamanya di SMA Negeri 1 Kecamatan Aek Song-Songan. Sebelum menikah dengan Ibu Eni, Pak Ruslan mengontrak rumah di daerah Kecamatan Bandar Pulau. Berbeda dengan Pak Ruslan, Ibu Eni merupakan penduduk asli Desa Aek Song-Songan.


(66)

Beliau menamatkan sekolahnya hingga Sekolah Menengah Atas di Desa Aek Song-Songan. Pak Ruslan dan keluargnya ini bertempat tinggal di Dusun V yang tidak begitu jauh dari Kantor Kepala Desa.

Saat diwawancarai dirumahnya, peneliti menemui Pak Ruslan yang sedang duduk santai di teras rumahnya pada suatu sore. Dengan sikap ramah, Pak Ruslan mempersilahkan peneliti untuk masuk ke dalam rumahnya. Peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud kedatangan di sore hari itu. pertanyaan yang diberikan oleh peneliti. Selain mengajar di sekolah tersebut, untuk menambah penghasilan rumah tangganya bersama isteri beliau mengajar di SMA Yayasan Saniah yang terletak di Dusun VII Desa Aek Song-Songan.

Dalam struktur anggota pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat, Pak Ruslan menjabat sebagai Ketua Bidang Pembangunan. Meskipun iabukan merupakan penduduk asli Desa Aek Song-Songan, beliau dipilih langsung oleh penduduk Desa Aek Song-Songan berdasarkan suara terbanyak.

Melihat proses pembangunan yang berlangsung di Desa Aek Song-Songan, Pak Ruslan mengatakan bahwa telah banyak kemajuan pembangunan dari tahun ke tahun. Sebagai warga pendatang beliau dapat merasakan perubahan-perubahan yang terjadi di Desa Aek Song-Songan tersebut. Hal ini semakin dirasakan setelah diadakannya otonomi desa dan pemekaran wilayah Kecamatan Bandar Pulau. Pembangunan di Desa Aek Song-Songan berjalan cukup baik dengan dibantu oleh pelaksana program-program pembangunan, baik itu pihak Pemerintah Desa maupun lembaga-lembaga yang dibentuk di desa.


(1)

menyangkut kehidupan penduduk desa, keputusan sektor mana yang dibangun bukan merupakan hasil keputusan yang tergesa-gesa.

Di samping itu azas pemerataan juga menjadi faktor yang paling penting dalam pelaksanaan pembangunan desa. Azas pemerataan maksudnya adalah akan diusahakan tiap-tiap dusun dapat merasakan pembangunan. Dengan diberlakukannya azas pemerataan tersebut tidak hanya satu titik wilayah desa saja yang terus-menerus merasakan pembangunan di desa.


(2)

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Melihat hasil penelitian yang telah dilakukan melalui studi lapangan dan observasi tentang peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dalam pembangunan desa yang berada di Desa Aek Song-Songan, Kecamatan Aek Song-Songan, Kabupaten Asahan, peneliti dapat menyimpulkan bahwa Lembaga Pemberdayaan Masyarakat ini telah lama dibentuk di Desa Aek Song-Songan, hanya saja dahulu masyarakat desa mengenal lembaga ini dengan nama Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa.

Lembaga Pemberdayaan Masyarakat di Desa Aek Song-Songan berjalan baik dengan dibantu oleh lembaga sosial lain yang ada di desa dan pihak Pemerintah Desa. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat melaksanakan pembangunan di desa dengan dibantu partisipasi dari masyarakat desa. Bentuk-bentuk partisipasi tersebut dapat dilihat melalui musyawarah yang dilakukan serta pelaksanaan suatu rencana pembangunan desa.

Lembaga Pemberdayaan Masyarakat di Desa Aek Song-Songan ditetapkan berdasarkan Peraturan Desa. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat memiliki tujuan dan fungsi di dalam pembentukannya di desa, termasuk di dalam hal ini Desa Aek Song-Songan. Susunan pengurus dan anggota Lembaga Pemberdayaan Masyarakat merupakan hasil pemilihan secara langsung yang dilakukan penduduk Desa Aek


(3)

Song-Songan. Setelah pengurus dan anggota terpiloih, Kepala Desa bertugas menetapkan dan mengesahkan anggota dan pengurus yang terilih tersebut.

Lembaga Pemberdayaan Masyarakat di Desa Aek Song-Songan terdiri dari seorang ketua, seorang wakil ketua, seorang sekretaris, seorang bendahara dan 4 (empat) orang ketua yang mengurus empat bidang, yaitu bidang Keagamaan dan Ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Bidang Pembangunan, Bidang Peningkatan Sumber Daya Manusia dan Ekonomi, dan bidang Pemuda, Olah Raga dan Seni. Setiap anggota dan pengurus yang telah disahkan oleh Kepala Desa mempunyai tugas-tugas yang harus dilaksanakan

Dalam hal dana yang dibutuhkan oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat diperoleh dari hasil Anggaran Pembiayaan Pengeluaran Kebutuhan Desa (APPKD) dan juga berasal dari dana swadaya masyarakat. Peran serta masyarakat selalu dibutuhkan dalam setiap berjalannya proses pembangunan di Desa Aek Song-Songan termasuk dalam hal bantuan yang bersifat sukarela tersebut. Evaluasi hasil kerja serta rencana kegiatan setiap bulannya selalu dilaksanakan oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat.

Di dalam peran yang ditampilkan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat di Desa Aek Song-Songan tidak hanya bergerak dalam kegiatan pembangunan desa. Terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan berhubungan dengan kegiatan keagamaan, kegiatan seni dan budaya, kegiatan olah raga dan lain-lain. Untuk itu, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat mempunyai peranan yang penting di Desa Aek Song-Songan yang dipilih untuk menjadi lokasi penelitian oleh peneliti.


(4)

5.2. Saran

Sementara dari hasil penelitian tersebut, peneliti kiranya dapat memberikan saran terkait dengan peran Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dalam proses pembangunan di Desa Aek Song-Songan, yaitu:

• Perlu ditingkatkannya koordinasi antara sesama anggota dan pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat di Desa Aek Song-Songan dalam melaksanakan tugas pokok masing-masing demi kemajuan pembangunan di Desa Aek Song-Songan.

• Perlu adanya perubahan dalam formal anggota Lembaga Pemberdayaan Masyarakat pada pemilihan yang akan datang. Sebaiknya anggota yang mempunyai pekerjaan tetap dan sulit untuk membagi waktunya dengan kegiatan yang dilaksanakan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat menjadi pertimbangan oleh penduduk desa dalam hal menetapkan anggota terpilih.

• Pemerintah Kabupaten hendaknya ikut di dalam mengevaluasi hasil kerja Lembaga Pemberdayaan Masyarakat yang terdapat di desa-desa wilayahnya. Peran serta Pemerintah Kabupaten diharapkan untuk dapat mempermudah proses berlangsungnya kegiatan pembangunan-pembangunan di desa yang memerlukan biaya tidak terjangkau oleh alokasi dana desa.


(5)

LAMPIRAN

Gambar1: Kantor Kepala Desa Aek Song- Songan


(6)

Gambar 3: Kegiatan gotong royong di Dusun IV Desa Aek Song- Songan

Gambar 4: Kegiatan LPM dalam Merenovasi Tugu Perjuangan Desa Aek Song- Songan