Ekspresi Reseptor Progesteron B Pada Endometriosis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Endometriosis adalah gangguan ginekologi yang paling umum.
Sekitar 6-10% dari semua wanita pada usia reproduksi menderita
endometriosis. Walaupun jinak, penyakit ini dapat menjadi penyakit
dengan tingkat morbiditas nyeri yang tinggi dan infertilitas. Sebanyak 3550% penderita endometriosis mengalami infertilitas. Endometriosis dapat
ditatalaksana dengan terapi medikamentosa, hormonal, dan operatif. 1-3
Endometriosis adalah penyakit yang masih membingungkan
sampai sekarang. Sejak dikenal sampai sekarang, patogenesis dan terapi
endometriosis masih diperdebatkan. Teori patogenesis yang paling
dipercaya adalah teori implantasi oleh Sampson pada tahun 1927 bahwa
endometriosis terjadi ketika fragmen menstruasi endometrium luluh secara
retrograd ke tuba fallopii, kemudian berimplantasi dan tumbuh pada
permukaan peritoneal panggul dan ovarium. Karena menstruasi retrograd
terjadi pada 76% hingga 90% wanita dengan paten duktus dan hanya
10% hingga 15% pada wanita yang berkembang menjadi endometriosis
maka muncul sebuah pernyataan, mengapa tidak semua wanita
berkembang
menjadi
endometriosis?
Hal
ini
diyakini
akibat
dari
kemampuan jaringan endometrium yang mampu bertahan ditempattempat ektopik karena pengaruh respon sistem imun pasien.3
Banyak faktor yang diduga memainkan peran dalam patogenesis
1
endometriosis, faktor-faktor tersebut meliputi molekul-molekul bioaktif
seperti hormon, growth factor, sitokin, prostaglandin. Demikian juga
berbagai tipe sel yang terdapat pada lesi endometriosis seperti sel imun,
sel epitel endometrium, sel stroma dan sel endotel vaskular. 4 Belakangan
ditemukan berbagai hipotesis baru mengenai endometriosis, salah satu
yang paling penting adalah pengaruh hormonal.3,4
Hormon
steroid
memainkan
peran
penting
dalam
etiologi
endometriosis karena endometriosis paling banyak terjadi pada wanita
usia reproduktif dan tidak ditemukan pada wanita pasca menopause.
Sama seperti pada endometrium normal, pertumbuhan endometriosis
dipengaruhi oleh hormon steroid ovarium. Estrogen menyebabkan
proliferasi endometrium dan juga pada lesi endometriosis dengan adanya
respon
terhadap
estrogen
menyebabkan
perkembangan
dari
endometriosis. Progesteron menghalangi proliferasi yang dipengaruhi oleh
estrogen pada endometrium normal. Banyak peneliti mempercayai bahwa
endometriosis
berhubungan
dengan
resistensi
progesteron
di
endometrium. Resistensi progesteron mungkin disebabkan oleh ekspresi
yang rendah dari reseptor progesteron atau merupakan suatu hasil
adanya abnormalitas reseptor progesteron.5-10
Ekspresi dari reseptor progesteron (PR) dalam epitel, stroma dan
kompartemen seluler miometrium berada di bawah kendali estrogen dan
progesteron. Selain berikatan langsung dengan reseptor estrogen atau
progesteron, ada bukti kuat bahwa terdapat interaksi parakrin antara epitel
dan stroma sel di endometrium menjadi mediator respon terhadap
2
hormonal.5-7
Hilangnya pemberian sinyal progesteron di endometrium dapat
menjadi faktor penyebab timbulnya endometriosis, terutama dalam bentuk
isoform PR-B, yang menurun secara signifikan, sehingga mengakibatkan
hilangnya pemberian sinyal parakrin. Defisiensi PR tampaknya merupakan
dasar
terjadinya
resistensi
progesteron
pada
wanita
penderita
endometriosis yang tidak memberikan respon terhadap terapi progestin.5-7
Beberapa penelitian menunjukkan hasil yang kontroversial; Kao dkk
(2003), menunjukkan supresi gen respon progesteron, tersupresi pada
jaringan endometriosis. Sedangkan, D’Amora dkk, (2009) menunjukkan
bahwa terdapat peningkatan polimorfisme PROGINS (salah satu varian
gen PR) pada wanita dengan endometriosis.8,9
Perbedaan ini dapat disebabkan karena PR memiliki dua isoform.
Pada keadaan patologis pada endometrium, kadar kedua isoform
biasanya tidak seimbang. Peneliti terus berupaya mencari proses
ketidakseimbangan kedua isoform PR. Walaupun begitu, hasil penelitian
masih kontroversial. Penelitian Igarashi dkk (2005) menunjukkan rasio
PR-B/PR-A lebih rendah pada jaringan endometrium dari wanita dengan
endometriosis dibandingkan dengan jaringan normal. Akan tetapi,
Fazleabas dkk (2003) menemukan tidak ada perbedaan signfikan antara
rasio PR-B/PR-A pada jaringan endometriosis dibandingkan jaringan
normal. Bahkan, Lee dkk (2009) menunjukkan ada peningkatan rasio PRB/PR-A dan penurunan mRNA PR-A pada jaringan endometrium ektopik
model endometriosis pada mencit dibandingkan kontrol.10-12
3
Pada penelitian ini, peneliti akan mencoba mengkaji perbedaan
ekspresi reseptor progesteron B pada jaringan endometriosis dan jaringan
endometrium normal.
1.2
Rumusan Masalah
Dari
perbedaan
uraian
ekspresi
diatas,
dirumuskan
reseptor
masalah
progesteron
B
apakah
pada
terdapat
endometriosis
dibandingkan dengan endometrium normal?
1.3
Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah terdapat perbedaan ekspresi
reseptor progesteron B pada jaringan endometriosis dibandingkan dengan
jaringan endometrium normal.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan ekspresi
reseptor progesteron B pada jaringan endometriosis dibandingkan dengan
jaringan endometrium normal.
1.4.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi karakteristik sampel
penelitian berdasarkan usia dan paritas
2. Untuk
mengetahui
distribusi
frekuensi
sampel
penelitian
berdasarkan stadium endometriosis
4
3. Untuk mengetahui hubungan ekspresi reseptor progesteron
Bberdasarkan skor Allred dengan kejadian endometriosis
4. Untuk mengetahui perbedaan ekspresi reseptor progesteron B
berdasarkan
total
skor
Allred
antara
endometriosis
dan
endometrium normal
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian
bagaimana
ini
peranan
diharapkan
reseptor
bermanfaat
progesteron
untuk
B
dapat
dalam
melihat
patogenesis
endometriosis, dan menargetkan reseptor progesteron B untuk dapat
menjadi salah satu terapi pada endometriosis.
5
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Endometriosis adalah gangguan ginekologi yang paling umum.
Sekitar 6-10% dari semua wanita pada usia reproduksi menderita
endometriosis. Walaupun jinak, penyakit ini dapat menjadi penyakit
dengan tingkat morbiditas nyeri yang tinggi dan infertilitas. Sebanyak 3550% penderita endometriosis mengalami infertilitas. Endometriosis dapat
ditatalaksana dengan terapi medikamentosa, hormonal, dan operatif. 1-3
Endometriosis adalah penyakit yang masih membingungkan
sampai sekarang. Sejak dikenal sampai sekarang, patogenesis dan terapi
endometriosis masih diperdebatkan. Teori patogenesis yang paling
dipercaya adalah teori implantasi oleh Sampson pada tahun 1927 bahwa
endometriosis terjadi ketika fragmen menstruasi endometrium luluh secara
retrograd ke tuba fallopii, kemudian berimplantasi dan tumbuh pada
permukaan peritoneal panggul dan ovarium. Karena menstruasi retrograd
terjadi pada 76% hingga 90% wanita dengan paten duktus dan hanya
10% hingga 15% pada wanita yang berkembang menjadi endometriosis
maka muncul sebuah pernyataan, mengapa tidak semua wanita
berkembang
menjadi
endometriosis?
Hal
ini
diyakini
akibat
dari
kemampuan jaringan endometrium yang mampu bertahan ditempattempat ektopik karena pengaruh respon sistem imun pasien.3
Banyak faktor yang diduga memainkan peran dalam patogenesis
1
endometriosis, faktor-faktor tersebut meliputi molekul-molekul bioaktif
seperti hormon, growth factor, sitokin, prostaglandin. Demikian juga
berbagai tipe sel yang terdapat pada lesi endometriosis seperti sel imun,
sel epitel endometrium, sel stroma dan sel endotel vaskular. 4 Belakangan
ditemukan berbagai hipotesis baru mengenai endometriosis, salah satu
yang paling penting adalah pengaruh hormonal.3,4
Hormon
steroid
memainkan
peran
penting
dalam
etiologi
endometriosis karena endometriosis paling banyak terjadi pada wanita
usia reproduktif dan tidak ditemukan pada wanita pasca menopause.
Sama seperti pada endometrium normal, pertumbuhan endometriosis
dipengaruhi oleh hormon steroid ovarium. Estrogen menyebabkan
proliferasi endometrium dan juga pada lesi endometriosis dengan adanya
respon
terhadap
estrogen
menyebabkan
perkembangan
dari
endometriosis. Progesteron menghalangi proliferasi yang dipengaruhi oleh
estrogen pada endometrium normal. Banyak peneliti mempercayai bahwa
endometriosis
berhubungan
dengan
resistensi
progesteron
di
endometrium. Resistensi progesteron mungkin disebabkan oleh ekspresi
yang rendah dari reseptor progesteron atau merupakan suatu hasil
adanya abnormalitas reseptor progesteron.5-10
Ekspresi dari reseptor progesteron (PR) dalam epitel, stroma dan
kompartemen seluler miometrium berada di bawah kendali estrogen dan
progesteron. Selain berikatan langsung dengan reseptor estrogen atau
progesteron, ada bukti kuat bahwa terdapat interaksi parakrin antara epitel
dan stroma sel di endometrium menjadi mediator respon terhadap
2
hormonal.5-7
Hilangnya pemberian sinyal progesteron di endometrium dapat
menjadi faktor penyebab timbulnya endometriosis, terutama dalam bentuk
isoform PR-B, yang menurun secara signifikan, sehingga mengakibatkan
hilangnya pemberian sinyal parakrin. Defisiensi PR tampaknya merupakan
dasar
terjadinya
resistensi
progesteron
pada
wanita
penderita
endometriosis yang tidak memberikan respon terhadap terapi progestin.5-7
Beberapa penelitian menunjukkan hasil yang kontroversial; Kao dkk
(2003), menunjukkan supresi gen respon progesteron, tersupresi pada
jaringan endometriosis. Sedangkan, D’Amora dkk, (2009) menunjukkan
bahwa terdapat peningkatan polimorfisme PROGINS (salah satu varian
gen PR) pada wanita dengan endometriosis.8,9
Perbedaan ini dapat disebabkan karena PR memiliki dua isoform.
Pada keadaan patologis pada endometrium, kadar kedua isoform
biasanya tidak seimbang. Peneliti terus berupaya mencari proses
ketidakseimbangan kedua isoform PR. Walaupun begitu, hasil penelitian
masih kontroversial. Penelitian Igarashi dkk (2005) menunjukkan rasio
PR-B/PR-A lebih rendah pada jaringan endometrium dari wanita dengan
endometriosis dibandingkan dengan jaringan normal. Akan tetapi,
Fazleabas dkk (2003) menemukan tidak ada perbedaan signfikan antara
rasio PR-B/PR-A pada jaringan endometriosis dibandingkan jaringan
normal. Bahkan, Lee dkk (2009) menunjukkan ada peningkatan rasio PRB/PR-A dan penurunan mRNA PR-A pada jaringan endometrium ektopik
model endometriosis pada mencit dibandingkan kontrol.10-12
3
Pada penelitian ini, peneliti akan mencoba mengkaji perbedaan
ekspresi reseptor progesteron B pada jaringan endometriosis dan jaringan
endometrium normal.
1.2
Rumusan Masalah
Dari
perbedaan
uraian
ekspresi
diatas,
dirumuskan
reseptor
masalah
progesteron
B
apakah
pada
terdapat
endometriosis
dibandingkan dengan endometrium normal?
1.3
Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah terdapat perbedaan ekspresi
reseptor progesteron B pada jaringan endometriosis dibandingkan dengan
jaringan endometrium normal.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan ekspresi
reseptor progesteron B pada jaringan endometriosis dibandingkan dengan
jaringan endometrium normal.
1.4.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi karakteristik sampel
penelitian berdasarkan usia dan paritas
2. Untuk
mengetahui
distribusi
frekuensi
sampel
penelitian
berdasarkan stadium endometriosis
4
3. Untuk mengetahui hubungan ekspresi reseptor progesteron
Bberdasarkan skor Allred dengan kejadian endometriosis
4. Untuk mengetahui perbedaan ekspresi reseptor progesteron B
berdasarkan
total
skor
Allred
antara
endometriosis
dan
endometrium normal
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian
bagaimana
ini
peranan
diharapkan
reseptor
bermanfaat
progesteron
untuk
B
dapat
dalam
melihat
patogenesis
endometriosis, dan menargetkan reseptor progesteron B untuk dapat
menjadi salah satu terapi pada endometriosis.
5