Efektivitas Pelaksanaan Program One Stop Service Dalam Pelayanan Pengurusan Paspor Kepada Masyarakat (Studi Kasus di Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Medan)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara
ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan
kehidupan manusia. Pelayanan publik saat ini menjadi salah satu isu penting dan
terus berkembang serta penuh kritik dalam perkembangannya di masyarakat.
Pelayanan memiliki tugas utama yang hakiki dari sosok aparatur yakni sebagai
abdi negara dan abdi masyarakat. Tugas ini telah jelas digariskan dalam
pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang meliputi empat aspek pelayanan
pokok aparatur terhadap masyarakat, seperti melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pemerintah
sebagai service provider (penyedia jasa) bagi masyarakat dituntut untuk
memberikan pelayanan yang berkualitas, karena salah satu fungsi pemerintahan
yang kini semakin disorot masyarakat adalah pelayanan publik yang
diselenggarakan oleh instansi-instansi pemerintah yang menyelenggarakan
pelayanan publik.
Peningkatan kualitas pelayanan publik yang diselenggarakan instansi
pemerintahan kini semakin mengemuka, bahkan menjadi tuntutan masyarakat. Di

negara-negara berkembang dapat kita lihat mutu pelayanan publik adalah masalah
yang sering muncul, karena pada negara berkembang umumnya permintaan akan

1
Universitas Sumatera Utara

pelayanan jauh melebihi kemampuan pemerintah untuk memenuhinya sehingga
persoalan yang sering dikritisi masyarakat atau para penerima layanan adalah
persepsi terhadap “kualitas” yang melekat pada seluruh aspek pelayanan. Karena
itu pemerintah harus memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
Tugas pelayanan masyarakat (public service) lebih menekankan kepada
mendahulukan kepentingan publik, mempermudah urusan publik, mempersingkat
waktu proses pelaksanaan urusan publik, dan memberikan kepuasan kepada
publik. Dalam situasi sekarang ini, urgensi pelayanan publik semakin meningkat.
Masyarakat telah mengalami peningkatan dalam berbagai aspek kehidupannya,
terlebih lagi dengan perkembangan teknologi informasi yang demikian pesat telah
membuka akses informasi kepada segenap lapisan masyarakat (information
society), dimana rakyat telah dapat membandingkan pelayanan publik antar
berbagai negara dan sebagai konsekuensinya tuntutan pelayanan publik yang
semakin berkualitas tidak dapat dihindari lagi. Demikian halnya melalui

pergeseran-pergeseran yang terjadi dalam era globalisasi akan membentuk
konsumen individual dimana hal ini harus direspon dengan peningkatan kualitas
pelayanan publik. Dalam konteks ini dapat dipahami bahwa pelayanan publik
akan mengalami tuntutan yang semakin meningkat dari masyarakat, khususnya
yang berkaitan dengan kualitas pelayanan yang diberikan oleh organisasi publik.
Pemerintah sebagai penyedia jasa layanan publik harus senantiasa meningkatkan
kualitasnya.
Pelayanan publik sering disebut sebagai pelayanan konstitusional.
Pernyataan ini disebabkan oleh klausul-klausul konstitusi semua negara yang

2
Universitas Sumatera Utara

menyebutkan bahwa negara harus memberikan berbagai fasilitas kepada warga
negara. Oleh karena itu peningkatan kualitas pelayanan merupakan salah satu isu
yang sangat krusial dalam studi manajemen, baik dalam lingkup manajemen
sektor publik maupun manajemen sektor privat. Hal ini terjadi karena di satu sisi
tuntutan masyarakat terhadap perbaikan kualitas pelayanan dari tahun ke tahun
menjadi semakin besar. Sementara itu praktik penyelenggaraan pelayanan tidak
mengalami perbaikan yang berarti. Untuk itu sangat diharapkan adanya perbaikan

di dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Kualitas pelayanan publik yang belum terlaksana dengan

baik

menyebabkan buruknya penyelenggaraan pelayanan publik. Pemerintah yang
memiliki fungsi sebagai penyelenggara pelayanan publik, sudah menjadi suatu
keharusan pemerintah dalam melakukan perbaikan pelayanan publik tersebut.
Perbaikan pelayanan publik menjadi salah satu pekerjaan rumah Indonesia yang
belum terselesaikan. Pelayanan publik merupakan isu yang sangat srategis karena
menjadi arena interaksi antara pemerintah dan warganya.
Penyelenggaraan pelayanan publik yang mencakup tiga aspek, yaitu
penyelenggaraan pelayanan publik dalam bentuk barang, jasa dan pelayanan
administratif merupakan kewajiban pemerintah dalam penyelenggaraannya. Saat
ini kepercayaan masyarakat/publik terhadap kinerja pemerintah atau birokrasi
mengalami degradasi yang semakin parah oleh akibat dari lemahnya kinerja
aparat-aparat pemerintahan atau birokrasi. Penyelenggaraan pelayanan publik
merupakan upaya negara untuk memenuhi kebutuhan dasar dan hak-hak sipil
setiap warga negara atas barang, jasa, dan pelayanan administrasi yang disediakan


3
Universitas Sumatera Utara

oleh penyelenggara pelayanan publik. Surijadi dalam Jurnal Administrasi Publik
dan Birokrasi (2012:7), mengatakan meskipun upaya tersebut telah dilakukan
oleh pemerintah, namun realitas pelayanan publik belum juga menunjukkan
perubahan yang signifikan. Banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat
menunjukkan bahwa kualitas pelayanan publik sangat rendah. Pengaduan dan
keluhan tentang prosedur pelayanan yang berbelit, tidak adanya kepastian dan
jangka waktu penyelesaian, biaya yang sangat mahal, persyaratan yang tidak
transparan, dan sikap petugas pelayanan yang kurang responsif sering ditemui dan
hampir merata dalam semua bidang pelayanan pemerintah saat ini.
Pemerintah daerah telah menerapkan salah satu pola pelayanan prima
yakni pelayanan terpadu satu pintu (One Stop Service), yaitu pola pelayanan
terpadu satu pintu diselenggarakan dalam satu tempat meliputi berbagai jenis
pelayanan yang mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui berbagai
pintu. Pola pelayanan terpadu satu pintu, ditujukan untuk memberikan kemudahan
layanan kepada masyarakat, masyarakat cukup datang kesatu tempat untuk
mendapatkan layanan, dan tidak perlu mendatangi ke dinas atau instansi pemberi
izin yang lokasinya tersebar. Hal diatas tentunya menarik untuk diteliti dan

dianalisis secara mendalam khususnya di Kantor Imigrasi Kota Medan dalam
memberikan pelayanan paspor seperti yang kita ketahui berada langsung dibawah
Direktorat Jenderal Imigrasi, keberadaan Kantor Imigrasi di Kota Medan dengan
jelas memiliki suatu peran yang sangat penting. Terlebih dalam hal pelayanan
masyarakat publik dalam pengurusan hal-hal seperti dokumen perjalanan, visa dan
fasilitas, ijin tinggal dan status, intelijen, penyidikan, dan penindakan, lintas batas,

4
Universitas Sumatera Utara

dan kerjasama luar negeri serta sistem informasi keimigrasian. Dalam hal ini
penulis akan melihat dan lebih fokus membahas tentang efektivitas pelaksanaan
program One Stop Service dalam pelayanan pengurusan Paspor atau Surat
Perjalanan Republik Indonesia (SPRI).
Pentingnya meneliti pelayanan paspor ini dapat kita lihat dari banyaknya
permintaan pengurusan paspor dari masyarakat ditiap bulannya. Hal ini
menandakan bahwa mobilitas masyarakat semakin tinggi yang akan berpengaruh
pada kebutuhan masyarakat akan paspor dan diharapkan pelayanan yang
diberikan akan semakin baik. Melihat pentingnya pelayanan yang berkualitas agar
masyarakat yang dilayani merasa puas, maka diharapkan prosedur yang sederhana

dan kemampuan pegawai dalam suatu instansi terutama instansi pemerintahan
dapat mewujudkan kualitas pelayanan yang maksimal, efektif, dan efisien.
Dalam Kepmempan Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman
Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik disebutkan tentang prinsip-prinsip
pelayanan publik, yaitu meliputi: kesederhanaan, kejelasan, kepastian waktu,
akurasi, keamanan, tanggung jawab, kelengkapan sarana dan prasarana,
kemudahan akses, kedisiplinan, kesopanan dan keramahan, serta kenyamanan.Hal
ini pun juga diperjelas di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik disebutkan bahwa pelayanan kepada masyarakat sekurangkurangnya memenuhi standar yaitu: dasar hukum, persyaratan, sistem,
mekanisme, prosedur, jangka waktu penyelesaian, biaya/tarif, produk pelayanan,
sarana dan prasarana, kompetensi pelaksana, pengawasan internal, penanganan
pengaduan, saran, masukan, jumlah pelaksana, jaminan pelayanan yang

5
Universitas Sumatera Utara

memberikan kepastian waktu, jaminan keamanan dan keselamatan, serta evaluasi
kinerja pelaksana. Atas standar pelayanan inipun pelayanan paspor di Kantor
Imigrasi Kelas I Khusus Medan belum dapat dipastikan apakah sudah sesuai atau
belum dengan standar diatas.

Berbicara mengenai pelayanan paspor di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus
Medan ternyata juga tidak jauh dari sorotan publik (masyarakat). Baik dari sisi
pengawasan dan pertanggung jawaban kinerja pegawai/petugas yang tidak
maksimal yang kemudian melahirkan stigma dari masyarakat bahwa adanya
pengawasan yang kurang baik. Belakangan ini telah diketahui bahwa kondisi
tersebut disebabkan sering adanya keterlibatan calo pembuat paspor, dan juga
tidak ada ketegasan dari pegawai/petugas, terkadang karena faktor keluarga yang
datang untuk mengurus paspor sehingga datanya sering didahulukan dalam
pengurusan tidak sesuai dengan proses yang telah diatur dan bahkan pula ada
yang

tidak

ikut

mengantri

dalam

pengurusan


paspor

karena

faktor

keluarga/kerabat dan disinilah faktor lemah petugas dalam pengawasan.
Menyikapi fenomena-fenomena tersebut, sudah seharusnya pemerintah
mengambil

langkah

konkrit

agar

pelayanan

pengurusan


paspor

dapat

terimplementasi dengan baik dan berhasil memenuhi kepuasan publik. Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa pemerintah dalam memberikan pelayanan telah
meningkatkan dan memperbaiki kualitas pelayanan selaku aparatur pemerintahan.
Selain itu, bila aparatur pemerintah di Kantor Imigrasi Medan telah menerapkan
kualitas pelayanan yang baik dalam pelayanan khususnya pengurusan paspor,
maka hal ini dapat menjadi tolak ukur sekaligus sebagai motivasi guna menjawab

6
Universitas Sumatera Utara

tantangan perubahan ke arah perbaikan pelayanan dalam rangka memenuhi
kebutuhan rakyat demi terwujudnya kesejahteraan rakyat.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis mengangkat judul
“Efektivitas Pelaksanaan Program One Stop Service Dalam Pelayanan
Pengurusan Paspor Kepada Masyarakat (Studi Pada Kantor Imigrasi Kelas

1 Khusus Medan).”
1.2 Fokus Penelitian
Penelitian ini difokuskan untuk menganalisis dan mendeskripsikan
Efektivitas Pelaksanaan Program One Stop Service Dalam Pelayanan Pengurusan
Paspor Kepada Masyarakat (Studi Pada Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Medan).
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis menentukan
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
“Bagaimana Efektivitas Pelaksanaan Program One Stop Service
Dalam Pelayanan Pengurusan Paspor Kepada Masyarakat (Studi Pada
Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Medan)?’’
1.4 Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang diajukan mempunyai sasaran yang hendak dicapai
atau apa yang menjadi tujuan penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis efektivitas pelaksanaan program One Stop Service dalam pelayanan
pengurusan paspor kepada masyarakat (Studi Pada Kantor Imigrasi kelas 1 khusus
Medan).

7
Universitas Sumatera Utara


1.5 Manfaat Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang menjadi fokus penelitian dan tujuan yang
ingin dicapai, maka penelitian diharapkan memberikan manfaat antara lain:
1. Secara akademis, dapat memberikan kontribusi bagi akademisi/pihak-pihak
yang berkompeten dalam pencarian informasi atau sebagai referensi mengenai
kualitas pelayanan paspor di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan.
2. Secara praktis dalam penelitian ini, dapat memberikan evaluasi pada pihakpihak yang berkepentingan dalam meningkatkan kualitas pelayanan paspor di
Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan.
1.6 Kerangka teori
Singarimbun (1997:37) menyebutkan bahwa teori adalah serangkaian
asumsi, konsep, defenisi, dan proposisi untuk mengembangkan suatu fenomena
sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep. Teori
ini menjadi landasan agar penelitian mempunyai dasar yang kokoh. Adapun yang
menjadi kerangka teori dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.6.1 Efektivitas
1.6.1.1 Pengertian Efektivitas
Kata efektif berasal dari bahasa Inggris, yaitu effective yang berarti
berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah populer
mendefinisikan efektivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau
menunjang tujuan. Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan
atau sasaran yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun
program. Disebut efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang telah

8
Universitas Sumatera Utara

ditentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat H. Emerson yang dikutip Soewarno
Handayaningrat, (1994:16) yang menyatakan bahwa “Efektivitas adalah
pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.”
Sedangkan Georgopolous dan Tannembaum (1985:50), mengemukakan:
“Efektivitas ditinjau dari sudut pencapaian tujuan, dimana keberhasilan suatu
organisasi harus mempertimbangkan bukan saja sasaran organisasi tetapi juga
mekanisme mempertahankan diri dalam mengejar sasaran. Dengan kata lain,
penilaian efektivitas harus berkaitan dengan masalah sasaran maupun tujuan.”
Selanjutnya Steers (1985:87) mengemukakan bahwa: “Efektivitas adalah
jangkauan usaha suatu program sebagai suatu sistem dengan sumber daya dan
sarana tertentu untuk memenuhi tujuan dan sasarannya tanpa melumpuhkan cara
dan sumber daya itu serta tanpa memberi tekanan yang tidak wajar terhadap
pelaksanaannya”.
Lebih lanjut menurut Agung Kurniawan dalam bukunya Transformasi
Pelayanan Publik (2005:109), mendefinisikan efektivitas sebagai berikut:
“Efektivitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan
program atau misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya
tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya”.
Dari beberapa pendapat di atas mengenai efektivitas, dapat disimpulkan
bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target
(kuantitas, kualitas, dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana
target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu.

9
Universitas Sumatera Utara

Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hidayat (1986)
yang menjelaskan bahwa: “Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan
seberapa jauh target (kuantitas, kualitas, dan waktu) telah tercapai. Dimana makin
besar persentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya”. Upaya
mengevaluasi jalannya suatu organisasi, dapat dilakukan melalui konsep
efektivitas. Konsep ini adalah salah satu faktor untuk menentukan apakah perlu
dilakukan perubahan secara signifikan terhadap bentuk dan manajemen organisasi
atau tidak. Dalam hal ini, efektivitas merupakan pencapaian tujuan organisasi
melalui pemanfaatan sumber daya yang dimiliki secara efisien, ditinjau dari sisi
masukan (input), proses, maupun keluaran (output). Dalam hal ini yang dimaksud
sumber daya meliputi ketersediaan personil, sarana dan prasarana, serta metode
dan model yang digunakan. Suatu kegiatan dikatakan efisien apabila dikerjakan
dengan benar dan sesuai dengan prosedur sedangkan dikatakan efektif bila
kegiatan tersebut dilaksanakan dengan benar dan memberikan hasil yang
bermanfaat.
1.6.1.2 Ukuran Efektivitas
Mengukur efektivitas organisasi bukanlah suatu hal yang sangat
sederhana, karena efektivitas dapat dikaji dari berbagai sudut pandang dan
tergantung pada siapa yang menilai serta menginterpretasikannya. Bila dipandang
dari sudut produktivitas,

maka seorang manajer produksi memberikan

pemahaman bahwa efektivitas berarti kualitas dan kuantitas (output) barang dan
jasa. Tingkat efektivitas juga dapat diukur dengan membandingkan rencana yang
telah ditentukan dengan hasil nyata yang telah diwujudkan. Namun, jika usaha

10
Universitas Sumatera Utara

atau hasil pekerjaan dan tindakan yang dilakukan tidak tepat dapat menyebabkan
tujuan tidak tercapai atau sasaran yang diharapkan, maka hal itu dikatakan tidak
efektif.
Adapun kriteria atau ukuran mengenai pencapaian tujuan efektif atau
tidak, sebagaimana dikemukakan oleh Siagian (1978:77), yaitu:
a. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini dimaksudkan supaya karyawan
dalam pelaksanaan tugas mencapai sasaran yang terarah dan tujuan organisasi
dapat tercapai.
b. Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa strategi adalah
“pada jalan” yang diikuti dalam melakukan berbagai upaya dalam mencapai
sasaran-sasaran yang ditentukan agar para implementer tidak tersesat dalam
pencapaian tujuan organisasi.
c. Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap, berkaitan dengan tujuan
yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan artinya kebijakan harus
mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan usaha-usaha pelaksanaan kegiatan
operasional.
d. Perencanaan yang matang, pada hakekatnya berarti memutuskan sekarang apa
yang dikerjakan oleh organisasi dimasa depan.
e. Penyusunan program yang tepat, suatu rencana yang baik masih perlu
dijabarkan dalam program-program pelaksanaan yang tepat sebab apabila
tidak, para pelaksana akan kurang memiliki pedoman bertindak dan bekerja.
f. Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indikator efektivitas
organisasi adalah kemamapuan bekerja secara produktif. Dengan sarana dan

11
Universitas Sumatera Utara

prasarana yang tersedia dan mungkin disediakan oleh organisasi.
g. Pelaksanaan yang efektif dan efisien, bagaimanapun baiknya suatu program
apabila tidak dilaksanakan secara efektif dan efisien maka organisasi tersebut
tidak akan mencapai sasarannya, karena dengan pelaksanaan organisasi
semakin didekatkan pada tujuannya.
h. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik, mengingat sifat
manusia yang tidak sempurna maka efektivitas organisasi menuntut
terdapatnya sistem pengawasan dan pengendalian.
Selanjutnya Steers dalam Tangkilisan (2005:141), mengemukakan 5 (lima)
kriteria dalam pengukuran efektivitas, yaitu: produktivitas, kemampuan adaptasi
kerja, kepuasan kerja, kemampuan berlaba, dan pencarian sumber daya.
Sedangkan Duncan yang dikutip Richard M. Steers (1985:53) dalam bukunya
“Efektivitas Organisasi” mengatakan mengenai ukuran efektivitas, sebagai
berikut:
1. Pencapaian Tujuan
Pencapaian adalah keseluruhan upaya pencapaian tujuan harus dipandang
sebagai suatu proses. Oleh karena itu, agar pencapaian tujuan akhir semakin
terjamin, diperlukan pentahapan, baik dalam arti pentahapan pencapaian
bagian-bagiannya maupun pentahapan dalam arti periodisasinya. Pencapaian
tujuan terdiri dari beberapa faktor, yaitu: Kurun waktu dan sasaran yang
merupakan target konkrit.
2. Integrasi
Integrasi yaitu pengukuran terhadap tingkat kemampuan suatu organisasi untuk

12
Universitas Sumatera Utara

mengadakan sosialisasi, pengembangan konsensus dan komunikasi dengan
berbagai macam organisasi lainnya. Integrasi menyangkut proses sosialisasi.
3. Adaptasi
Adaptasi adalah kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Untuk itu digunakan tolak ukur proses pengadaan dan
pengisian tenaga kerja.
Pada penelitian ini, peneliti dalam mengukur efektivitas program
menggunakan ukuran efektivitas program menurut Sutrisno (2007:125-126) yang
terdiri dari:
1. Pemahaman Program
Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui sejauh mana masyarakat dapat
memahami program One Stop Service. Melalui program maka segala bentuk
rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk dioperasionalkan.
Dengan memperhatikan kelompok sasaran maka suatu program dapat
dikatakan efektif atau tidak.
2. Tepat Sasaran
Yaitu bagaimana kesesuaian program-program One Stop Service yang
dirancang oleh pejabat atau pengelola kepada kelompok sasaran. Dalam
indikator ini peneliti mencoba untuk mengukur sejauhmana suatu lembaga
berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Sasaran yang penting
diperhatikan dalam pengukuran efektivitas program One Stop Service ini
adalah masyarakat. Dengan demikian, indikator ini mencoba untuk mengukur

13
Universitas Sumatera Utara

bagaimana kesesuaian program-program yang telah dibuat kepada kelompok
sasaran.
3. Tepat Waktu
Yaitu dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui penggunaan waktu dalam
pelaksanaan progam One Stop Service, apakah sesuai dengan jadwal yang
sudah dirancang atau tidak. Dengan waktu yang tepat maka program tersebut
akan lebih efektif.
4. Tercapainya Tujuan
Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui apakah tujuan dari dibentuknya
program One Stop Service sudah tercapai atau belum mengingat program One
Stop Service di Kantor Imigrasi kelas 1 khusus Medan tersebut sudah terbentuk
sejak tahun 2014. Pencapaian tujuan juga dapat dilihat dari beberapa faktor,
yaitu kurun waktu dan sasaran yang merupakan target. Sehingga suatu program
dapat dikatakan efektif apabila dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya.
5. Perubahan Nyata
Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui apa saja dan bagaimana bentuk
perubahan nyata (khususnya mengenai pelayanan pengurusan paspor) sebelum
dan sesudah adanya program One Stop Service. Sehingga dapat diukur melalui
sejauhmana program One Stop Service tersebut memberikan suatu efek atau
dampak serta perubahan nyata bagi masyarakat.

14
Universitas Sumatera Utara

1.6.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas
Agar

pencapaian

efektivitas

itu

dapat

terwujud,

maka

perlu

memperhatikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas organisasi.
Richard M. Steers (1985:8) mengungkapkan bahwa terdapat 4 (empat) faktor
yang dapat mempengaruhi efektivitas organisasi, yaitu:
1. Karakteristik Organisasi
Karakteristik organisasi adalah hubungan yang sifatnya relatif tetap seperti
susunan sumber daya manusia yang terdapat dalam organisasi. Struktur
merupakan cara yang unik menempatkan manusia dalam rangka menciptakan
sebuah organisasi. Dalam struktur, manusia ditempatkan sebagai bagian dari
suatu hubungan yang relatif tetap yang akan menentukan pola interaksi dan
tingkah laku yang berorientasi pada tugas.
2. Karakteristik Lingkungan
Karakteristik lingkungan mencakup dua aspek. Aspek yang pertama adalah
lingkungan ekstern yaitu lingkungan yang berada diluar batas organisasi dan
sangat berpengaruh terhadap organisasi, terutama dalam hal pembuatan
keputusan dan pengambilan tindakan. Aspek yang kedua adalah lingkungan
intern, yaitu lingkungan yang secara keseluruhan berada dalam lingkungan
organisasi.
15
Universitas Sumatera Utara

3. Karakteristik Pekerja
Karakteristik pekerja merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap
efektivitas. Setiap orang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda,
kesadaran dari perbedaan setiap orang itulah yang merupakan upaya untuk
mencapai suatu tujuan. Jika suatu organisasi menginginkan keberhasilan, maka
organisasi tersebut harus dapat mengintegrasikan tujuan individu dengan tujuan
organisasi.
4. Karakteristik Manajemen
Karakteristik manajemen adalah strategi dan mekanisme kerja yang dirancang
untuk mengkondisikan semua hal yang di dalam organisasi sehingga efektivitas
tercapai. Kebijakan dan praktek manajemen merupakan alat bagi pimpinan
untuk mengarahkan setiap kegiatan guna mencapai tujuan organisasi. Dalam
melaksanakan kebijakan dan praktek manajemen harus memperhatikan
manusia, tidak hanya mementingkan strategi dan mekanisme kerja saja.
Mekanisme ini meliputi penyusunan tujuan strategis, pencarian dan
pemanfaatan atas sumber daya, penciptaan lingkungan prestasi, proses
komunikasi, kepemimpinan dan pengambilan keputusan, serta adaptasi
terhadap perubahan lingkungan inovasi organisasi.

16
Universitas Sumatera Utara

1.6.1.4 Pendekatan Efektivitas
Adapun kriteria untuk mengukur efektivitas suatu organisasi ada tiga
pendekatan yang dapat digunakan, seperti yang dikemukakan oleh Martani dan
Lubis (1987:55), yakni:
1. Pendekatan Sumber (resource approach) yakni mengukur efektivitas dari input.
Pendekatan mengutamakan adanya keberhasilan organisasi untuk memperoleh
sumber daya, baik fisik maupun non-fisik yang sesuai dengan kebutuhan
organisasi.
2. Pendekatan proses (process approach) adalah untuk melihat sejauh mana
efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses internal atau
mekanisme organisasi.
3. Pendekatan sasaran (goals approach) dimana pusat perhatian pada output,
mengukur keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil (output) yang sesuai
dengan rencana.
Sedangkan menurut Gibson (1984:38), mengungkapkan tiga pendekatan
mengenai efektivitas yaitu:
1. Pendekatan Tujuan.
Pendekatan tujuan untuk mendefinisikan dan mengevaluasi efektivitas
merupakan pendekatan tertua dan paling luas digunakan. Menurut pendekatan
ini, keberadaan organisasi dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Pendekatan tujuan menekankan peranan sentral dari pencapaian tujuan sebagai
kriteria untuk menilai efektivitas serta mempunyai pengaruh yang kuat atas
pengembangan teori dan praktek manajemen dan perilaku organisasi, tetapi

17
Universitas Sumatera Utara

sulit memahami bagaimana melakukannya. Alternatif terhadap pendekatan
tujuan ini adalah pendekatan teori sistem.
2. Pendekatan Teori Sistem.
Teori sistem menekankan pada pertahanan elemen dasar masukan-prosespengeluaran dan beradaptasi terhadap lingkungan yang lebih luas yang
menopang organisasi. Teori ini menggambarkan hubungan organisasi terhadap
sistem yang lebih besar, dimana organisasi menjadi bagiannya. Konsep
organisasi sebagian suatu sistem yang berkaitan dengan sistem yang lebih besar
memperkenalkan pentingnya umpan balik yang ditujukan sebagai informasi
mencerminkan hasil dari suatu tindakan atau serangkaian tindakan oleh
seseorang, kelompok, atau organisasi. Teori sistem juga menekankan
pentingnya umpan balik informasi. Teori sistem dapat disimpulkan:
a. Kriteria efektivitas harus mencerminkan siklus masukan–proseskeluaran,bukan keluaran yang sederhana, dan
b. Kriteria efektivitas harus mencerminkanhubungan antar organisasi
dan lingkungan yang lebih besar dimana organisasiitu berada. Jadi
efektivitas organisasi adalah konsep dengan cakupan luas termasuk
sejumlah konsep komponen.
c. Tugas manajerial adalah menjaga keseimbangan optimal antara
komponen dan bagiannya.
3. Pendekatan Multiple Constituency. Pendekatan ini adalah perspektif yang
menekankan pentingnya hubungan relatif di antara kepentingan kelompok dan
individual dalam hubungan relatif diantara kepentingan kelompok dan

18
Universitas Sumatera Utara

individual dalam suatu organisasi. Dengan pendekatan ini memungkinkan
pentingnya hubungan relatif diantara kepentingan kelompok dan individual
dalam suatu organisasi. Dengan pendekatan ini juga memungkinkan
mengkombinasikan

tujuan

dan

pendekatan

sistem

guna

memperoleh

pendekatan yang lebih tepat bagi efektivitas organisasi.
Robbins (1994:54) mengungkapkan juga mengenai pendekatan dalam
efektivitas organisasi:
1. Pendekatan pencapaian tujuan (goal attainment approach). Pendekatan ini
memandang bahwa keefektifan organisasi dapat dilihat dari pencapaian
tujuannya (ends) daripada caranya (means). Kriteria pendekatan yang popular
digunakan adalah memaksimalkan laba, memenangkan persaingan, dan lain
sebagainya. Metode manajemen yang terkait dengan pendekatan ini dikenal
dengan Management By Objectives (MBO) yaitu falsafah manajemen yang
menilai keefektifan organisasi dan anggotanya dengan cara menilai seberapa
jauh mereka mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
2. Pendekatan sistem.
Pendekatan ini menekankan bahwa untuk meningkatkan kelangsungan hidup
organisasi, maka perlu diperhatikan adalah sumber daya manusianya.
Mempertahankan diri secara internal dan memperbaiki struktur organisasi dan
pemanfaatan teknologi agar dapat berintegrasi dengan lingkungan yang darinya
organisasi tersebut memerlukan dukungan terus menerus bagi kelangsungan
hidupnya.
3. Pendekatan konstituensi-strategis.

19
Universitas Sumatera Utara

Pendekatan ini menekankan pada pemenuhan tuntutan konstituensi itu di dalam
lingkungan yang darinya orang tersebut memerlukan dukungan yang terus
menerus bagi kelangsungan hidupnya.
4. Pendekatan nilai-nilai bersaing.
Pendekatan ini mencoba mempersatukan ke tiga pendekatan diatas, masingmasing didasarkan atas suatu kelompok nilai. Masing-masing nilai selanjutnya
lebih disukai berdasarkan daur hidup di mana organisasi itu berada.
1.6.1.5 Masalah dalam Pengukuran Efektivitas
Kesulitan menilai efektivitas disebabkan oleh beberapa masalah yang tak
terpisahkan dari model yang sekarang ada mengenai keberhasilan organisasi.
Masalah-masalah pengukuran ini sangat beraneka ragam baik dalam sifat maupun
titik asal mereka. Adapun masalah-masalah dalam pengukuran efektivitas yang
dimaksudkan adalah sebagai berikut:
1. Masalah kesahihan susunan
Maksud susunan disini adalah suatu hipotesis yang abstrak (sebagai lawan dari
yang konkrit) mengenai hubungan antara beberapa variabel yang saling
berhubungan. Ia mengungkapkan keyakinan bahwa variabel-variabel tersebut
bersama-sama membentuk suatu keseluruhan yang utuh.
2. Masalah stabilitas kriteria
Artinya bahwa banyak kriteria evaluasi yang digunakan ternyata relatif tidak
stabil setelah beberapa waktu. Yaitu kriteria yang dipakai untuk mengukur
efektivitas pada suatu waktu mungkin tidak tepat lagi atau menyesatkan pada
waktu berikutnya. Kriteria tersebut berubah-ubah tergantung pada permintaan,

20
Universitas Sumatera Utara

kepentingan, dan tekanan-tekanan ekstern.
3. Masalah perspektif waktu
Masalah yang ada hubungannya dengan hal diatas adalah perspektif waktu
yang dipakai orang pada waktu menilai efektivitas. Masalah bagi mereka yang
mempelajari manajemen adalah cara yang terbaik menciptakan keseimbangan
antara kepentingan jangka pendek dengan kepentingan jangka panjang, dalam
usaha mempertahankan stabilitas dan pertumbuhan dalam perjalanan waktu.
4. Masalah kriteria ganda
Seperti ditunjukkan sebelumnya, keuntungan utama dari ancangan multivariasi
dalam evaluasi efektivitas adalah sifatnya yang komprehensif, memadukan
beberapa faktor kedalam suatu kerangka yang kompak. Hal yang terpenting
adalah bahwa jika menerima kriteria tersebut untuk efektivitas, maka
organisasi menurut defenisinya tidak dapat menjadi efektif, mereka tidak dapat
memaksimalkan kedua dimensi tersebut secara serempak.
5. Masalah ketelitian pengukuran
Pengukuran terdiri dari peraturan atau prosedur untuk menentukan beberapa
nilai atribut dalam rangka agar atribut-atribut ini dapat dinyatakan secara
kuantitatif. Jadi, berbicara mengenai pengukuran efektivitas organisasi,
dianggap ada kemungkinan menentukan kuantitas dari konsep ini secara
konsisten dan tetap. Tetapi penentuan kuantitas atau pengukuran demikian
sering sulit karena konsep yang diteliti rumit dan luas. Dihadapkan dengan
masalah tersebut, orang harus berusaha mengenali kriteria yang dapat diukur
dengan kesalahan minimum atau berusaha mengendalikan pengaruh yang

21
Universitas Sumatera Utara

menyesatkan dalam proses analisis.
6. Masalah kemungkinan generalisasi
Apabila berbagai masalah pengukuran diatas dapat dipecahkan, masih akan
timbul persoalan mengenai seberapa jauh orang dapat menyatakan kriteria
evaluasi yang dihasilkannya dapat berlaku juga pada organisasi lainnya. Jadi,
pada waktu memilih kriteria orang harus memperhatikan tingkat konsistensi
kriteria tersebut dengan tujuan dan maksud organisasi yang sedang dipelajari.
7. Masalah relevansi teoritis
Tujuan utama dari setiap ilmu adalah merumuskan teori-teori dan model-model
yang secara tepat mencerminkan sifat subyek yang dipelajari. Jadi, dari sudut
pandang teoritis harus diajukan pertanyaan yang logis sehubungan dengan
relevansi model-model tersebut. Jika model tersebut tidak membantu kita
dalam memahami proses, struktur, dan tingkah laku organisasi, maka mereka
kurang bernilai pandang dari sudut teoritis.
8. Masalah tingkat analisis
Kebanyakan model efektivitas hanya menggarap tingkat makro saja,
membahas gejala keseluruhan organisasi dalam hubungannya dengan
efektivitas tetapi mengabaikan hubungan yang kritis antara tingkah laku
individu dengan persoalan yang lebih besar yaitu keberhasilan organisasi. Jadi,
hanya ada sedikit integrasi antar model makro dengan apa yang dapat kita
sebut model mikro dari karya dan efektivitas (Steers, 1980: 61-64).
Berdasarkan uraian efektivitas tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
efektivitas adalah tingkat pencapaian tujuan atau sasaran organisasional sesuai

22
Universitas Sumatera Utara

yang ditetapkan. Efektivitas adalah seberapa baik pekerjaan yang dilakukan dan
sejauh mana perusahaan menghasilkan keluaran sesuai dengan yang diharapkan.
Ini dapat diartikan, apabila sesuatu pekerjaan dapat dilakukan dengan baik sesuai
dengan yang direncanakan.
1.6.2 Pelaksanaan Program
1.6.2.1 Pengertian Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana
yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi biasanya
dilakukan

setelah perencanaan

sudah

dianggap

siap. Secara sederhana

pelaksanaan bisa diartikan penerapan.
Majone dan Wildavsky (dalam Nurdin dan Usman, 2002) mengemukakan
pelaksanaan sebagai evaluasi. Browne dan Wildavsky (dalam Nurdin dan Usman,
2004:70) mengemukakan bahwa Pelaksanaan adalah perluasan aktivitas yang
saling menyesuaikan. Pengertian-pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata
pelaksanaan bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme
suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa pelaksanaan bukan
sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara
sungguh-sungguh berdasarkan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.
Pelaksanaan merupakan aktifitas atau usaha-usaha yang dilaksanakan untuk
melaksanakan semua rencana dan kebijaksanaan yang telah dirimuskan dan
ditetapkan dengan dilengkapi segala kebutuhan, alat-alat yang diperlukan, siapa
yang melaksanakan, dimana tempat pelaksanaannya mulai, dan bagaimana
carayang harus dilaksanakan, suatu proses rangkaian kegiatan tindak lanjut setelah

23
Universitas Sumatera Utara

program atau kebijaksanaan ditetapkan yang terdiri atas pengambilan keputusan,
langkah yang strategis maupun operasional atau kebijaksanaan menjadi kenyataan
guna mencapai sasaran dari program yang ditetapkan semula. Dari pengertian
yang dikemukakan di atas dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya
pelaksanaan suatu program yang telah ditetapkan oleh pemerintah harus sejalan
dengan kondisi yang ada, baik itu di lapangan maupun di luar lapangan. Yang
mana dalam kegiatannya melibatkan beberapa unsur disertai dengan usaha-usaha
dan didukung oleh alat-alat penunjang.
Jika hal ini tidak sulit dalam mencapai hasil yang memuaskan, karena
penyelesaian khusus tanpa pola yang baku. Keempat faktor di atas, dipandang
mempengaruhi keberhasilan suatu proses implementasi, namun juga adanya
keterkaitan dan saling mempengaruhi antara suatu faktor yang satu dan faktor
yang lain.
1.6.2.2 Pengertian Program
Program merupakan tahap-tahap dalam penyelesaian rangkaian kegiatan
yang berisi langkah-langkah yang akan dikerjakan untuk mencapai tujuan dan
merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan
implementasi.
Program akan menunjang implementasi, karena dalam program telah
dimuat berbagai aspek antara lain:
a. Adanya tujuan yang ingin dicapai
b. Adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diambil dalam mencapai tujuan itu
c. Adanya aturan-aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui

24
Universitas Sumatera Utara

d. Adanya perkiraan anggaran yang dibutuhkan
e. Adanya strategi dalam pelaksanaan (Manila, 1996: 43)
Selanjutnya Jones (1991: 35), menyebutkan: Apakah program efektif atau
tidak, maka stándar penilaian yang dapat dipakai adalah organisasi, interpretasi,
penerapan. Ketiga standar penilaian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Organisasi
Maksudnya disini ialah organisasi pelaksanaan program. Selanjutnya
organisasi tersebut harus memiliki struktur organisasi, adanya sumber daya
manusia yang berkualitas sebagai tenaga pelaksana dan perlengkapan atau alatalat kerja serta didukung dengan perangkat hukum yang jelas. Stuktur organisasi
yang kompleks, struktur ditetapkan sejak semula dengan desain dari berbagai
komponen atau subsistem yang ada tersebut Sumber daya manusia yang
berkualitas berkaitan dengan kemampuan aparatur dalam melaksanakan tugastugasnya. Aparatur dalam hal ini petugas yang terlibat dalam pelaksanaan
program. Tugas aparat pelaksana program yang utama adalah memberikan
pelayanan kepada masyarakat yang dipercayakan kepadanya untuk mencapai
tujuan negara. Agar tugas-tugas pelaksana program dapat dilaksanakan secara
efektif maka setiap aparatur dituntut memiliki kemampuan yang memadai sesuai
dengan bidang tugasnya.
2. Interpretasi
Maksudnya disini agar program dapat dilaksanakan sesuai dengan
peraturan atau ketentuan yang berlaku, harus dilihat apakah pelaksanaannya telah
sesuai dengan petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh

25
Universitas Sumatera Utara

pejabat yang berwewenang.
a. Sesuai Dengan Peraturan
Sesuai dengan peraturan berarti setiap pelaksanaan kebijaksanaan
harus sesuai dengan peraturan yang berlaku baik Peraturan Tingkat
Pusat, Propinsi, Kabupaten.
b. Sesuai Dengan Petunjuk Pelaksana
Sesuai dengan petunjuk pelaksana berarti pelaksanaan kebijaksanaan
dari

peraturan

sudah

dijabarkan

cara

pelaksanaannya

pada

kebijaksanaan yang bersifat administratif, sehingga memudahkan
pelaksana dalam melakukan aktifitas pelaksanaan program.
c. Sesuai Petunjuk Teknis
Sesuai dengan petunjuk teknis berarti kebijaksanaan yang sudah
dirumuskan dalam bentuk petunjuk pelaksana dirancang lagi secara
teknis agar memudahkan dalam operasionalisasi program. Petunjuk
teknis ini bersifat strategis lapangan agar dapat berjalan efisien dan
efektif, rasional, dan realistis.
3. Penerapan
Maksudnya disini peraturan/kebijakan berupa petunjuk pelaksana dan teknis
telah berjalan sesuai dengan ketentuan, untuk dapat melihat ini harus dilengkapi
dengan adanya prosedur kerja yang jelas, program kerja, serta jadwal kegiatan
yang disiplin.
a. Prosedur kerja yang jelas
Prosedur kerja yang sudah ada harus memiliki prosedur kerja agar dalam

26
Universitas Sumatera Utara

pelaksanaannya tidak terjadi tumpang tindih, sehingga tidak bertentangan
antara unit kegiatan yang terdapat di dalamnya.
b. Program kerja
Program kerja harus sudah terprogram dan terencana dengan baik,
sehingga tujuan program dapat direalisasikan dengan efektif.
c. Jadwal kegiatan
Program yang sudah ada harus dijadwalkan kapan dimulai dan diakhirinya
suatu program agar mudah dalam mengadakan evaluasi. Dalam hal ini
yang diperlukan adanya tanggal pelaksanaan dan rampungnya sebuah
program sudah ditentukan sebelumnya.
1.6.2.3 Pengertian Pelaksanaan Program
Program merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya
kegiatan implementasi. Unsur kedua yang harus di penuhi dalam proses
implementasi program yaitu adanya kelompok masyarakat yang menjadi sasaran
program, sehingga masyarakat dilibatkan dan membawa hasil dari program yang
dijalankan dan adanya perubahan dan peningkatan dalam kehidupannya. Tanpa
memberikan manfaat kepada masyarakat maka dikatakan program tersebut telah
gagal dilaksanakan. Berhasil atau tidaknya suatu program di implementasikan
tergantung dari unsur pelaksanaannya (eksekutif). Unsur pelaksanaan ini
merupakan unsur ketiga. Pelaksanaan penting artinya karena pelaksanaan baik itu
organisasi maupun perorangan bertanggungjawab dalam pengelolaan maupun
pengawasan dalam proses implementasi. Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa implementasi program ádalah tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh

27
Universitas Sumatera Utara

individu-individu atau pejabat-pejabat terhadap suatu objek atau sasaran yang
diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya,
melalui adanya organisasi, interpretasi, dan penerapan. Guna mencapai tujuan
impementasi program secara efektif, pemerintah harus melakukan aksi atau
tindakan yang berupa penghimpunan sumber dana dan pengelolaan sumber daya
alam dan manusia. Hasil yang diperoleh dari aksi pertama dapat disebut input
kebijakan, sementara aksi yang kedua disebut sebagai proses implementasi
kebijakan (Wibawa, 1994:4). Untuk mengoperasionalkan implementasi program
agar tercapainya suatu tujuan serta terpenuhinya misi program diperlukan
kemampuan yang tinggi pada organisasi pelaksanaannya.
Model efektifitas implementasi program yang ditawarkan oleh Edward III
(1980:17), menyebutkan empat faktor dalam melaksanakan suatu kebijakan,
yakni: komunikasi, sumberdaya, disposisi atau kecenderungan-kecenderungan
atau tingkah laku, dan struktur birokrasi.
Dalam penerapan program, harus dilengkapi dengan adanya prosedur kerja
yang jelas, program kerja, serta jadwal kegiatan yang disiplin.
a. Prosedur kerja yang jelas
Prosedur kerja yang sudah ada harus memiliki prosedur kerja agar dalam
pelaksanaannya tidak tejadi tumpang tindih, sehingga tidak bertentangan antara
unit kegiatan yang terdapat di dalamnya.
b. Program kerja
Program kerja harus sudah terprogram dan terencana dengan baik, sehingga
tujuan program dapat direalisasikan dengan efektif.

28
Universitas Sumatera Utara

c. Jadwal kegiatan
Program yang sudah ada harus dijadwalkan kapan dimulai dan diakhiri.
Sehingga suatu program mudah dalam mengadakan evaluasi. Dalam hal ini
yang diperlukan yakni, adanya tanggal pelaksanaan dan rampungnya sebuah
program sudah ditentukan sebelumnya.
1.6.3 One Stop Service
1.6.3.1 Pengertian One Stop Service
Sebagaimana telah diuraikan bahwa dewasa ini muncul tuntutan kepada
pemerintah untuk memberikan pelayanan publik yang berorientasi kepada
masyarakat dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat. Hal ini menyebabkan
timbulnya pemikiran tentang perlunya model organisasi baru untuk memberikan
pelayanan publik yang didasarkan pada sudut pandang pelanggan baik sebagai
masyarakat atau kalangan dunia usaha.
Dalam situasi ekonomi dewasa ini, menurut Kubicek dan Hagen (2001)
makin membutuhkan sistem pelayanan yang komprehensif. Diibaratkan sebagai
supermarket yang menyediakan berbagai barang kebutuhan masyarakat, begitu
pula halnya tuntutan terhadap pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah.
Masyarakat atau dunia usaha saat ini mengharapkan dapat terpenuhinya
kebutuhan pelayanan terutama pelayanan administratif dari pemerintah dalam satu
lokasi. Struktur pemerintah yang bersifat hirarkis dan fungsional sering menjadi
penghambat masyarakat dan kalangan dunia usaha untuk berhubungan dengan
berbagai instansi pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhannya.
Oleh karena itu menurut Trochidis (2008) perlu dikembangkan model

29
Universitas Sumatera Utara

kelembagaan pelayanan publik yang dapat memudahkan masyarakat dan kalangan
dunia usaha untuk berurusan dengan pemerintah. Salah satu konsep yang
dikembangkan adalah model pelayanan yang mengintegrasikan berbagai jenis
pelayanan pemerintah di satu lokasi. Model pelayanan publik seperti ini memiliki
berbagai istilah seperti one-stop government, integrated service delivery,
seamlessgovernment, joined up government, single access point, one-stop shop,
one-stop services (dalam Trochidis, 2008; Kubicek dan Hagen, 2001).
Menurut Trochidis (2008) istilah-istilah tersebut merupakan salah satu
praktek yang dominan dilakukan dewasa ini khususnya di negara maju yang
mengintegrasikan pelayanan publik dari berbagai institusi pemerintah berdasarkan
sudut kepentingan stakeholder. Dengan model pelayanan seperti itu pelayanan
kepada masyarakat akan lebih nyaman, mudah diakses, dan bersifat personal.
Bahkan menurut Trochidis (2008) sistem pelayanan publik terintegrasi
menjanjikan pemberian pelayanan yang mulus dari berbagai organisasi
pemerintah, menciptakan efisiensi dan pengalaman pelayanan yang lebih baik
bagi penyedia layanan serta pengguna layanan itu sendiri. Adapun yang dimaksud
dengan model one stop service atau pun one-stop government adalah
pengintegrasian pelayanan publik dari sudut pandang dan kepentingan masyarakat
atau pelanggan (dalam Trochidis, 2008; Kubicek dan Hagen, 2001). Dengan
model pelayanan publik, semua urusan masyarakat atau pelanggan dapat dipenuhi
di dalam satu kontak, baik secara tatap muka maupun menggunakan media
lainnya seperti telepon atau internet. Model pelayanan seperti ini terutama
dibutuhkan untuk memberikan jenis-jenis pelayanan administratif.

30
Universitas Sumatera Utara

1.6.3.2 Tujuan dan Sasaran One Stop Service
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 24 Tahun 2006 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Perizinan Terpadu Satu Pintu, tujuan Penyelenggaraan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu, adalah:
a. Meningkatkan kualitas layanan publik;
b. Memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk memperoleh
pelayanan publik.
Sedangkan Sasaran Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu,
adalah:
a.

Terwujudnya pelayanan publik yang cepat, murah, mudah, transparan,
pasti dan terjangkau;

b. Meningkatnya hak-hak masyarakat terhadap pelayanan publik.
1.6.3.3 Strategi Pelayanan Prima Pola One Stop Service
Pelayanan prima merupakan terjemahan dari excellent service yang artinya
pelayanan terbaik. Pelayanan prima sebagai strategi adalah suatu pendekatan
organisasi total yang menjadikan kualitas pelayanan yang diterima pengguna jasa
sebagai penggerak utama pencapaian tujuan organisasi (Lovelock, 1992). Arti
pelayanan prima berorientasi pada kepuasan pengguna layanan. Penanganan
layanan secara profesional menjadi kunci keberhasilan. Oleh sebab itu, perlu
SDM aparaturyang memiliki kompetensi yang relevan dengan bidang-bidang
layanan yang dikelola.
Hal tersebut agaknya tidak mungkin dapat dipenuhi oleh dinas/instansi di
daerah dalam kurun waktu yang pendek. Karena sistem penerimaan pegawai

31
Universitas Sumatera Utara

(PNS) yang masih kental nuansa KKN, selain dari pada itu pola pengembangan
pegawai yang cenderung lebih menekankan pada aspek struktural dari pada aspek
fungsional. Akibatnya, SDM aparatur di daerah dalam meniti kariernya cenderung
untuk menggapai jabatan, bukan untuk berprestasi pada fungsi-fungsi tertentu.
Dengan demikian jika dinas/instansi daerah ingin menerapkan layanan prima,
maka yang paling mendasar harus dilakukan adalah mengupayakan peningkatan
kompetensi SDM aparatur yang ada di lini depan, karena pada banyak organisasi
kualitas layanan sangat dipengaruhi secara signifikan oleh SDM yang ada di lini
depan. Semakin tinggi relevansi kompetensi SDM aparatur dengan bidang-bidang
yang dikelola, maka akan semakin tinggi pula efektivitas layanan. Namun perlu
dukungan ketersediaan fasilitas dan peralatan fisik yang memadai serta sistem
insentif dan program yang dirancang berdasarkan evaluasi dan kajian terhadap
dinamika faktor internal dan eksternal, termasuk keluhan masyarakat pengguna
layanan. Hal ini penting diupayakan karena pelayanan prima juga harus ditopang
terbentuknya budaya kualitas sebagai bagian dari etos kerja dan sistem kualitas
untuk kinerja yang hendak dicapai oleh organisasi. Jika hal tersebut dapat
diwujudkan, maka aparat di semua lini mampu melaksanakan tugasnya dengan
baik, secara operasional mereka melakukan empati, menyelesaikan pekerjaan
tepat waktu, bekerja secara tim, dan mampu mencapai kinerja sesuai dengan tugas
yang diberikan.
Strategi pelayanan prima pola layanan One Stop Service atau sering
disebut sebagai layanan terpadu satu atap pada suatu tempat oleh beberapa
instansi daerah yang bersangkutan sesuai dengan kewenangan masing-masing,

32
Universitas Sumatera Utara

sebenarnya bukan merupakan sesuatu hal yang baru, strategi ini telah
berhasil diterapkan pada layanan pembayaran pajak kendaraan bermotor yang
melibatkan beberapa instansi daerah, antara lain Dispenda, Kepolisian, dan Jasa
Raharja. Penerapan layanan One Stop Service atau satu atap pada dasarnya untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas melalui peminimalan jarak geografis antar
fungsi terkait, dengan demikian dapat diperpendek waktu yang diperlukan untuk
proses layanan, pengguna jasa layanan juga menjadi lebih mudah untuk
memperoleh layanan. Yang senantiasa harus dicermati dalam penerapan pola
layanan One Stop Service atau layanan satu atap adalah koordinasi diantara
beberapa instansi yang terkait.
Keberhasilan penerapan layanan terpadu untuk pembayaran pajak
kendaraan bermotor ini kemudian mendorong pemerintah daerah untuk
menerapkan layanan terpadu pada bidang layanan dokumen, seperti layanan KTP,
KK, akta kelahiran, dan perizinan yang dulunya dilakukan pada tempat yang
terpisah kemudian disatu-atapkan di satu tempat. Persoalan yang muncul dalam
hal ini adalah bagaimana mengintegrasikan berbagai bentuk layanan yang berbeda
proses penanganannya.
Evaluasi terhadap fungsi-fungsi pelayanan yang akan disatu-atapkan perlu
dilakukan. Barangkali yang paling mudah dilakukan dalam penyelenggaraan
layanan satu atap bagi bidang-bidang yang berbeda, hanya sebatas pada layanan
lini pertama, yaitu tempat penerimaan berkas ajuan layanan, tindakan selanjutnya
untuk penyelesaiannya tetap pada instansi masing-masing. Penempatan personal
yang handal sangat menentukan efektifitas penyelenggaraan. Selain petugas lini

33
Universitas Sumatera Utara

depan, maka perlu ditempatkan seorang kurir untuk masing-masing instansi guna
memperlancar alur layanan dan penyelesaian pekerjaan layanan. Kemudian, untuk
mempermudah masyarakat pengguna layanan memperoleh layanan, maka desain
layanan harus dikomunikasikan sejelas-jelasnya.
Fasilitas kerja dan sarana penunjang kelancaran pelaksanaan pekerjaan
layanan perlu disediakan pada tingkat yang memadai. Oleh sebab itu, analisis
terhadap kebutuhan fasilitas kerja dan pendukung perlu dilakukan secara cermat
dengan mempertimbangkan ketersediaan sumber dana.
Menurut Fernandes (2002), ada dua hal yang penting untuk dicermati
dalam kaitannya dengan layanan publik, yaitu: dimensi pemberi layanan
dan masyarakat pengguna layanan.
Berdasarkan dimensi pember