Pengaruh Penerapan e-SPT PPN, e-Faktur dan Sanksi Administrasi Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak PKP Perusahaan Dagang (Studi Kasus di Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1

Pajak Pertambahan Nilai

2.1.1 Pengertian Pajak Pertambahan Nilai
Menurut Penjelasan atas UU No.42 Tahun 2009, “ Pajak Pertambahan
Nilai adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang
diukenakan secara bertingkat disetiap jalur produksi dan distribusi”.
Menurut Waluyo (2009) Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah merupakan Pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam
negeri (di dalam Daerah Pabean), baik konsumsi barang maupun konsumsi jasa.
2.1.2 Sejarah dan Konsep Dasar PPN
Dalam sejarahnya Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai adalah UU
Nomor 8 tahun 1983 kemudian diubah menjadi UU Nomor 11 tahun 1994, dan
yang terakhir diubah lagi dengan UU Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Aturan pelaksanaan terakhir di atur pada UU Nomor 42 tahun 2009.
Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak yang dikenakan atas penyerahan

barang/jasa kena pajak di daerah pabean yang dilakukan oleh pabrikan, penyalur
utama atau agen utama, importer, pemegang hak paten/merek dagang dari
barang/jasa kena pajak tersebut.

12
Universitas Sumatera Utara

Atau Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak yang dikenakan atas konsumsi
barang atau jasa di dalam daerah pabean oleh orang pribadi atau oleh badan.
PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, dimana pajak tersebut disetor oleh
pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain,
penanggung pajak tidak menyetorkan langsung pajak yang ditanggung.
2.1.3 Ciri Khas PPN
1. Pengenaan PPN dilaksanakan Berdasarkan Sistem Faktur
2. Setiap terjadinya Penyerahan BKP/JKP, wajib dibuatkan Faktur Pajak.
Faktur Pajak merupakan bukti pungutan PPN dimana Faktur Pajak bagi
Penjual merupakan bukti Pajak Keluaran dan Faktur Pajak bagi Pembeli
merupakan bukti Pajak Masukan.
Secara umum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terdiri dari dua komponen
yaitu Pajak Masukan dan Pajak Keluaran.

Menurut Undang-Undang PPN No.42 Tahun 2009 Pasal 1:
1. Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya
sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang
Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan
Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau Impor
Barang Kena Pajak .
2. Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib
dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak, penyerahaan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang

13
Universitas Sumatera Utara

Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud,
dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.
Atau dapat disimpulkan atau diambil secara garis besar nya bahwa Pajak
Masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau
membuat produknya, sedangkan Pajak Keluaran adalah PPN yang dipungut ketika
PKP menjual produknya.


2.1.4

Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai

Berikut adalah karateristik Pajak Pertambahan Nilai :
1. Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Tidak Langsung
Karakter ini memberikan suatu konsekuensi yuridis bahwa antara
pemikul beban pajak dengan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke
Kas Negara berada pada pihak yang berbeda. Pemikul beban pajak ini
secara nyata berkedudukan sebagai

pembeli Barang Kena Pajak atau

Penerima Jasa Kena Pajak.
Pajak Pertambahan Nilai dapat dirumuskan berdasarkan dua sudut
pandang sebagai berikut:
1. Sudut Pandang Ekonomi, beban pajak dialihkan kepada pihak
lain, yaitu pihak yang akan mengkonsumsi barang atau jasa
yang menjadi objek pajak.


14
Universitas Sumatera Utara

2. Sudut pandang yuridis, tanggung jawab pembayaran pajak
kepada kas Negara tidak berada di tangan pihak yang memikul
beban pajak. Sudut pandang secara yuridis ini membawa
konsekuensi filosofis bahwa dalam Pajak Tidak Langsung
apabila pembeli atau penerima jasa, pada hakikatnya sama
dengan telah membayar pajak tersebut ke Kas Negara.
2. Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Objektif
Yang dimaksud dengan Pajak Objektif adalah suatu jenis pajak
yang pada saat timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh factor objektif,
yaitu adanya taatbestand, adapun yang dimaksud taatbestand adalah
keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak
yang juga disebut dengan nama Objek Pajak.
3. Multi Stage Levy
Multy Stage Levy Tax merupakan karakteristik Pajak Pertambahan
Nilai yang dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi dan jalur
distribusi. Setiap penyerahan barang yang menjadi Objek Pajak

Pertambahan Nilai mulai dari tingkat pabrikan (Manufacture) kemudian
ditingkat pedagang besar (wholesaler) dalam berbagai bentuk ataupun
nama, sampai dengan tingkat pedagang eceran (retailer) dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai.
4. PPN terutang untuk dibayar ke kas Negara dihitung menggunakan indirect
substraction method/credit method/invoice method.

15
Universitas Sumatera Utara

Pajak yang dipungut oleh PKP penjual atau pengusaha jasa tidak
secara otomatis dibayar ke kas Negara. PPN terutang yang wajib dibayar
ke kas Negara merupakan hasil perhitungan mengurangkan PPN yang
dibayar kepada PKP lain yang dinamakan pajak masukan (input tax)
dengan PPN yang dipungut dari pembeli atau penerima jasa yang
dinamakan pajak keluaran (output

tax). Pola ini dinamakan metode

penguranagan tidak langsung (indirect


substraction

method). Pajak

keluaran yang dikurangkan dengan Pajak Masukannya untuk memperoleh
jumlah pajak yang akan dibayarkan ke kas Negara dinamakan tax credit.
Atau PPN yang dipungut tidak langsung disetorkan ke Kas Negara.PPN
yang disetorkan ke Kas Negara merupakan hasil perhitungan Pajak
Masukan dan Pajak Keluaran yang dimana harus ada bukti pungutan PPN
berupa Faktur Pajak.
5. Pajak atas Konsumsi Umum Dalam Negeri
Pajak Pertambahan Nilai hanya dikenakan atas Barang atau Jasa
Kena Pajak yang dikonsumsi di dalam negeri, termasuk Barang Kena
Pajak yang diimpor dari luar negeri. Tetapi untuk ekspor Barang Kena
Pajak Tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Prinsip ini menggunakan
prinsip tempat tujuan (destination

principle) yaitu pajak dikenakan


ditempat barang atau jasa akan dikonsumsi.

16
Universitas Sumatera Utara

6. Pajak Pertambahan Nilai bersifat Netral
Netralitas ini dapat dibentuk karena adanya 2 (dua) Faktor, yaitu:
1. PPN dikenakan atas konsumsi barang maupun jasa
2.

Pemungutannya menganut prinsip tempat tujuan (PPN
dipungut ditempat barang/jasa dikonsumsi).

7. Tidak Menimbulkan Dampak Pajak Berganda
Pajak berganda dapat dihindari karena PPN dipungut atas dasar nilai
tambah dan

PPN yang dibayar diperhitungkan dengan PPN yang

dipungut.

2.1.5

Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

1. Pasal 4
-

Ekspor BKP tidak berwujud dan

-

Ekspor JKP;

A. Barang Kena Pajak (BKP)
Barang Kena Pajak dapat dimasukkan kedalam 2 kategori.Yang
pertama adalah Barang Berwujud yang menurut sifat atau hukumnya
dapar berupa barang bergerak yang dikenakan PPN atau Barang Tidak
Bergerak yang dikenakan PPN.Yang kedua adalah Barang Tidak
Berwujud yang dikenakan PPN.
PPN dikenakan atas:

1. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha
2. Impor BKP

17
Universitas Sumatera Utara

3. Penyerahan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean
4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean
5. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
6. Ekspor BKP oleh PKP
7. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan
usaha/ pekerjaan oleh orang pribadi/ badan yang hasilnya digunakan
sendiri atau digunakan pihak lain.
8. Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva
tersebut tidak digunakan untuk diperjualbelikan sepanjang PPN yang
dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.
B. Jasa Kena Pajak (JKP)

Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan
suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu
barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai,
termasuk jasa yang dilakukan utuk melakukan barang karena
pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari
pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang PPN
dan PPnBM.
2.1.6 Prosedur / Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Mekanisme Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

18
Universitas Sumatera Utara

1. Saat terutang adalah saat pembayaran
2. Faktur dan SSP dibuat pada saat PKP mengajukan tagihan
3. Faktur dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran
4. Pemungut

pajak


wajib

memungut

PPN

terutang

pada

saat

pembayaran (bukan pada saat penyerahan)
5. Bendahara wajib setor paling lambat 7 hari setelah bulan
dilakukan pembayaran atas tagihan
6. PPN yang telah disetor dilaporkan dalam SPT Masa PPN bagi
pemungut PPN 20 hari setelah dilakukan pembayaran tagihan
Yang ditunjuk pemungutan PPN (KM 563/KMK.03/2003)
1. Bendaharawan Pemerintah
2. Kantor Pembendaharaan dan Kas Negara
2.1.7 Pengkreditan Pajak Masukan
Dalam menentukan besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang terutang
dalam satu masa pajak, perlu diperhatikan pajak masukan nya terlebih dahulu.
Berdasarkan Pasal 1 ayat 24 UU PPN, Pajak Masukan adalah Pajak
Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusahan Kena
Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena
Pajak dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau
impor Barang Kena Pajak.

19
Universitas Sumatera Utara

Mekanisme pengkreditan Pajak Masukan menurut “ Undang-undang PPN
No.42 Tahun 2009 “ adalah sebagai berikut:
A. Prinsip dasar Pengkreditan Pajak Masukan
1. Pajak Masukan dalam satu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak
Keluaran untuk Masa Pajak yang sama ( Pasal 9 ayat 2).
2. Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak, maka
Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan (Pasal 9 ayat 2a)
3. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Jumlah Pajak Keluaran lebih besar
daripada jumlah Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak
Pertambahan Nilai yang wajib dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak
(Pasal 9 ayat 3)
4. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Jumlah Pajak Masukan lebih besar
daripada jumlah Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan
kelebihan Pajak Masukan yang dapat diminta kembali atau
dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya ( Pasal 9 ayat 4)
5. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan untuk
perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang
berhubungan langsung dengan kegiatan usaha melakukan penyerahana
kena pajak ( Pasal 9 ayat 5 jo ayat 8 huruf b).
6. Meskipun berhubungan langsung dengan kegiatan usaha menghasilkan
penyerahan kena pajak, dalam hal-hal tertentu tidak kemungkinan
Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan (Pasal 9 ayat 8 dan
Pasal 16 b ayat (3).

20
Universitas Sumatera Utara

B. Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan
1. Pajak Masukan bagi pengeluaran untuk perolehan Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak.
2. Pajak Masukan bagi pengeluaran untuk perolehan Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak yang tidak berhubungan langsung dengan
kegiatan usaha.
3. Pajak Masukan bagi pengeluaran untuk pembelian atau pemeliharaan
kendaraan bermotor berbentuk sedan, jeep, station wagon, van dan
komni kecuali sebagai barang dagangan atau disewakan ( Pasal 9 ayat
6 huruf c UU PPN).
4. Pajak Masukan atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud
atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean, sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak.
5. Pajak Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak Sederhana.
6. Pajak Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak Srandar yang tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat 15
7. Pajak Masukan yang pembayarannya ditagih menggunakan surat
ketetapan pajak.
8. Pajak Masukan yang tidak dilaporkan dalam surat Pemberitahuan
Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang ditentukan dalam pemeriksaan.

21
Universitas Sumatera Utara

9. Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak yang dugunakan untuk kegiatan usaha yang menghasilkan
penyerahaan yang dibebaskan dari penggenaan pajak (Pasal 16 b ayat
3).

2.2 Surat Pemberitahuan Elektronik (e-SPT)
2.2.1

Pengertian Surat Pemberitahuan Elektronik (e-SPT)
Perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih telah

membuat Pemerintah mau tidak mau harus mengembangkan inovasi di berbagai
bidang, tidak terkecuali dalam bidang Perpajakan.Latar belakang utamanya
sudah tentu peningkatan pelayanan perpajakan kepada wajib pajak sehingga
memudahkan wajib pajak melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Inovasi yang tengah gencar disosialisasikan oleh Direktorat Jenderal Pajak
beberapa tahun terakhir ini adalah layanan e-SPT. Menurut Herry Purowono
(2010 : 36) e-SPT adalah data SPT wajib pajak dalam bentuk elektronik yang
dibuat secara cuma-cuma (gratis) oleh Direktorat Jenderal Pajak. Wajib Pajak
dapat mengunduh aplikasi e-SPT pada situs www.pajak.go.id. Dengan
menggunakan aplikasi e-SPT, wajib pajak dapat merekam, memelihara dan
meng-generate data digital SPT serta mencetak SPT beserta lampirannya.

22
Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Prosedur Penyampaian e-SPT
SPT dalam bentuk elektronik (e-SPT) beserta lampiran-lampirannya
dilaporkan dengan menggunakan media elektronik (CD, disket, flashdisk dan lainlain) ke KPP di mana wajib pajak terdaftar.Aplikasi e-SPT merupakan aplikasi SPT
yang diberikan secara cuma-cuma oleh Jenderal Pajak kepada wajib pajak. Aplikasi
e-SPT yang digunakan wajib pajak dapat merekam, memelihara, dan men-generate
data elektronik SPT serta mencetak SPT beserta lampirannya. Prosedur
penyampaian e-SPT menurut Peraturan Direktur

Jenderal Pajak Nomor PER-

6/PJ/2009 tanggal 20 januari 2009 adalah sebagai berikut.
1. Wajib pajak melakukan instalasi aplikasi e-SPT pada sistem komputer yang
digunakan untuk keperluan administrasi perpajakannya.
2. Wajib pajak menggunakan aplikasi e-SPT untuk merekam data-data perpajakan
yang akan dilaporkan, yaitu antara lain:
a. data identitas wajib pajak pemotong/pemungut dan identitas wajib pajak yang
dipotong/dipungut seperti NPWP, nama, alamat, kode pos, nama KPP,
pejabat penandatangan, kota, format nomor bukti potong/pungut, nomor
awal bukti potong/pungut, kode kurs mata uang yang digunakan,
b. bukti pemotongan/pemungutan PPh,
c. faktur Pajak,
d. data perpajakan yang terkandung dalam SPT,

23
Universitas Sumatera Utara

e. data Surat Setoran Pajak (SSP), seperti: masa pajak, tahun pajak, tanggal
setor, NTPN, kode akun/KJS, dan jumlah pembayaran pajak.
3. Wajib pajak yang telah memiliki sistem administrasi keuangan/perpajakan
sendiri dapat melakukan proses impor data dari sistem yang dimiliki wajib
pajak ke dalam aplikasi e-SPT dengan mengacu kepada format data yang sesuai
dengan aplikasi e-SPT.
4.

Wajib pajak mencetak bukti pemotongan/pemungutan dengan menggunakan
aplikasi e-SPT dan menyampaikannya kepada pihak yang dipotong/dipungut.

2.2.3 Tata Cara Pembetulan e-SPT

Menurut Modul Sosialisasi e-SPT oleh DJP dalam Siti Rabiah (2013), cara
pembetulan e-SPT adalah:
1. Pembetulan atas SPT yang telah disampaikan dalam bentuk elektronik (eSPT), wajib disampaikan dalam bentuk elektronik (e-SPT).
2. Pembetulan

atas

SPT

yang

disampaikan

dalam

bentuk

kertas

(hardcopy),dapat disampaikan dalam bentuk elektronik (e-SPT) atau dalam
bentuk kertas (hardcopy).

24
Universitas Sumatera Utara

Berikut gambar untuk pengisian SPT pada aplikasi e-SPT PPN :

Gambar 2.1 Input Pajak Masukan pada e-SPT
Sumber : Dokumentasi Peneliti

25
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2 Input Pajak Keluaran pada e-SPT
Sumber : www.amsyong.com

26
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3 Input Induk SPT PPN & Input Surat Setoran PPN
Sumber : www.amsyong.com

27
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.4 Bentuk e-SPT Siap Cetak
Sumber : KPP Madya Medan, 2016

2.3 Faktur Pajak Elektronik (e-Faktur)
2.3.1. Pengertian e-Faktur
Aplikasi Faktur Pajak Elektronik atau yang sering dikenal dengan eFaktur dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak dilandasi karena memperhatikan
masih terdapat penyalahgunaan Faktur Pajak, diantaranya wajib pajak non
Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menerbitkan faktur pajak padahal tidak berhak
menerbitkan faktur pajak, faktur pajak yang terlambat diterbitkan, faktur pajak
fiktif, atau faktur pajak ganda. Juga karena beban administrasi yang begitu besar
bagi pihak DJP maupun bagi PKP.
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 Pasal
1 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik
Faktur Pajak, yang selanjutnya disebut e-Faktur, adalah faktur pajak yang dibuat

28
Universitas Sumatera Utara

melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh
Direktorat Jenderal Pajak.
Perbedaan antara faktur pajak kertas dengan e-Faktur yaitu sebagai berikut :
Tabel 2.1 Perbedaan Faktur Pajak Kertas & e-Faktur
No.

Keterangan

Faktur Pajak Kertas

e-Faktur

1.

Format/ Lay out

Bebas tidak ditentukan dan Ditentukan
oleh
yang
dapat mengikuti contoh di aplikasi/sistem
lampiran PER-24/PJ/2012
ditentukan dan/atau disediakan
oleh DJP

2.

Tanda Tangan

Tanda tangan
faktur pajak

3.

Bentuk & Lembar

Diwajibkan berbentuk kertas Tidak
diwajibkan
untuk
dan jumlah lembar diatur
dicetak dalam bentuk kertas

4.

PKP
membuat

5.

Jenis Transaksi

6.

Prosedur Lapor/ Upload
&
Persetujuan DJP

e-Faktur dilaporkan ke DJP
dengan cara upload dan
mendapat persetujuan DJP

7.

Mata Uang

Rupiah
(selain
rupiah,
dikonversi ke Rupiah dengan
menggunakan kurs Menteri
Keuangan
pada
saat
pembuatan e-Faktur)

8.

Pelaporan
PPN

basah

yang Seluruh PKP

Seluruh

Rupiah dan Dollar

SPT Menggunakan
tersendiri

pada Tanda
tangan
elektronik
berbentuk QR code

PKP yang ditetapkan oleh
Dirjen Pajak
Penyerahan BKP/JKP saja

aplikasi Menggunakan aplikasi yang
sama

dengan

aplikasi

pembuatan e-Faktur

29
Universitas Sumatera Utara

Berikut adalah gambar faktur pajak elektronik :

Gambar 2.5 Faktur Pajak Elektronik
Sumber : Bahan Sosialisasi e-Faktur Direktorat Jenderal Pajak 2015

30
Universitas Sumatera Utara

2.3.2 Dasar Hukum e-Faktur
Dasar hukum pembuatan e-Faktur sebagai berikut:
1.

UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8
Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM.

2.

PMK-151/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara
Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak.

3.

PER-17/PJ/2014 tentang Perubahan Kedua atas PER-24/PJ/2012 tentang
Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata
Cara Pengisian Keterangan, Pembetulan atau Penggantian, dan Pembatalan
Faktur Pajak.

4.

PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak
berbentuk Elektronik.

2.3.3 Keuntungan Penerapan e-Faktur
Faktur Pajak merupakan alat bukti pungutan transaksi pembelian BKP
atau penerimaan JKP oleh PKP penjual dan pembeli.Aplikasi e-Faktur ini
diciptakan oleh Direktorat Jenderal Pajak agar memberikan keuntungan dari
sisi penjual dan pembeli.
Adapun keuntungan penerapan e-Faktur ini dapat dilihat sebagai berikut :
Bagi Penjual :
Dapat menikmati kemudahan antara lain:
1.

tanda tangan basah digantikan dengan tanda tangan elektronik,

31
Universitas Sumatera Utara

2.

e-Faktur tidak harus dicetak sehingga mengurangi biaya kertas, biaya cetak,
dan biaya penyimpanan,

3.

aplikasi e-Faktur sekaligus pembuatan SPT Masa PPN

4.

memperoleh kemudahan dapat meminta nomor seri Faktur Pajak melalui
website Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sehingga tidak perlu lagi datang ke
Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Bagi Pembeli :
Terlindungi dari penyalahgunaan Faktur Pajak yang tidak sah, karena e-Faktur
dilengkapi dengan pengaman berupa QR code yang dapat diverifikasi dengan
smartphone/HP tertentu yang beredar di pasar. Sehingga PKP pembeli
memperoleh kepastian bahwa PPN yang disetor oleh pembeli datanya telah
dilaporkan ke DJP oleh pihak penjual.
2.3.4

Tata Cara Penggunaan dan Pelaporan e-Faktur
2.3.4.1 Tata Cara Penggunaan e-Faktur

Penerbitan Faktur Pajak dengan menggunakan aplikasi e-Faktur ditetapkan
sesuai PER-16/PJ/2014 dan KEP-136/PJ/2014 dimana tahapan penggunaan
aplikasi e-Faktur dibagi sebagai berikut:


Per 1 Juli 2014 untuk PKP tertentu.



Per 1 Juli 2015 untuk PKP Jawa dan Bali.



Per 1 September 2015 untuk PKP Madya Medan.



Per 1 Juli 2016 untuk PKP Nasional.

32
Universitas Sumatera Utara

Tata cara penggunaan aplikasi e-Faktur menurut Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Penggunaan dan Pelaporan
Faktur Pajak Berbentuk Elektronik yaitu sebagai berikut :

1.

Pengusaha Kena Pajak yang diwajibkan membuat e-Faktur adalah Pengusaha
Kena Pajak yang telah ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.

2.

Aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh
Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada butir (1) dilengkapi
dengan petunjuk penggunaan (manual user) yang merupakan satu kesatuan
dengan aplikasi atau sistem elektronik tersebut.

3.

Untuk dapat menggunakan e-Faktur tersebut PKP dapat memperoleh aplikasi
e-Faktur di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Pengusaha Kena Pajak
(PKP) dikukuhkan, atau dapat di unduh melalui :


e-Faktur Windows 32 bit, aplikasi bisa di unduh pada :
http://svc.efaktur.pajak.go.id/installer/EFaktur_Windows_32bit.zip



e-Faktur Windows 64 bit, aplikasi bisa di unduh pada :
http://svc.efaktur.pajak.go.id/installer/EFaktur_Windows_64bit.zip



e-Faktur Linux 32 bit, aplikasi bisa di unduh pada :
http://svc.efaktur.pajak.go.id/installer/EFaktur_Lin32.zip



e-Faktur Linux 64 bit, aplikasi bisa di unduh pada :
http://svc.efaktur.pajak.go.id/installer/EFaktur_Lin64.zip



e-Faktur Macinthos 64 bit, aplikasi bisa di unduh pada :
http://svc.efaktur.pajak.go.id/installer/EFaktur_Mac64.zip

33
Universitas Sumatera Utara

4.

Telah memiliki Sertifikat Elektronik.
Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang
memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status
subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.Dengan fungsi Sebagai prasyarat untuk
mendapatkan layanan perpajakan secara elektronik (melalui akun PKP) dalam
melaksanakan ketentuan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai seperti
penggunaan aplikasi e-Faktur, permintaan nomor seri Faktur Pajak secara
online dan layanan lainnya.
Pengusaha Kena Pajak (PKP) dapat memperoleh Sertifikat Elektronik
dengan cara mengajukan permintaan Sertifikat Elektronik ke Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) tempat PKP dikukuhkan dengan menyampaikan Surat
Permintaan Sertifikat Elektronik. Selanjutnya petugas di KPP akan memandu
PKP untuk melakukan prosedur berikutnya.
Untuk memperoleh Sertifikat Elektronik, Pengusaha Kena Pajak (PKP)
harus melakukan langkah-langkah berikut:
a.

Surat permintaan sertifikat elektronik ditandatangani dan disampaikan oleh
pengurus PKP yang bersangkutan secara langsung ke Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) tempat PKP dikukuhkan dan tidak diperkenankan untuk
dikuasakan ke pihak lain.

b.

Pengurus sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah:

34
Universitas Sumatera Utara

o

Orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan
kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam menjalankan
perusahaan sebagaimana dimaksud dalam UU KUP; dan

o

Namanya tercantum dalam SPT tahunan PPh Badan tahun pajak
sebelum tahun diajukannya surat permintaan sertifikat elektronik.

c.

SPT Tahunan PPh Badan sebagaimana dimaksud pada huruf b yang telah
jatuh tempo pada saat pengajuan surat permintaan sertifikat elektronik
harus sudah disampaikan ke KPP denagn dibuktikan asli SPT Tahunan
PPh Badan beserta bukti penerimaan surat/tanda terima pelaporan SPT.

d.

Dalam hal pengurus sebagaimana dimaksud pada huruf b namanya tidak
tercantum dalam SPT Tahunan PPh Badan, maka pengurus tersebut harus
menunjukkan asli surat pengangkatan pengurus yang bersangkutan dan
menunjukkan asli akta pendirian perusahaan atau asli penunjukan sebagai
BUT/permanent establishment dari perusahaan induk di luar negeri dan
menyerahkan fotocopy dokumen tersebut.

e.

Pengurus sebagaimana dimaksud pada huruf a harus menunjukkan asli
kartu identitas berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan asli Kartu
Keluarga (KK), serta menyerahkan fotocopy dokumen tersebut.

f.

Dalam hal pengurus merupakan Warga Negara Asing harus menunjukkan
asli paspor, asli Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS), atau asli Kartu Izin
Tinggal Tetap (KITAP), dan menyerahkan fotocopy dokument tersebut.

g.

Menyampaikan softcopy pas foto terbaru yang disimpan dalam compact
disc (CD) sebagai kelengkapan surat permintaan Sertifikat Elektronik.

35
Universitas Sumatera Utara

h.

Seluruh berkas persyaratan di atas disampaikan ke Petugas Khusus yang
bertugas di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) di KPP tempat PKP
dikukuhkan.

5.

Pengusaha Kena Pajak wajib membuat e-Faktur untuk setiap :
a.

penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 16D Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009; dan/atau

b.

penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(1) huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 42 Tahun 2009.

6.

Kewajiban pembuatan e-Faktur dikecualikan atas penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak:
a.

yang dilakukan oleh pedagang eceran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012;

b.

yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak Toko Retail kepada orang
pribadi pemegang paspor luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16E Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

36
Universitas Sumatera Utara

sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2009; dan
c.

yang bukti pungutan Pajak Pertambahan Nilainya berupa dokumen
tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6) Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.

7.

e-Faktur wajib dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak pada:
a.

saat penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 16D Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009;

b.

saat penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 42 Tahun 2009;

c.

saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi
sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan
Jasa Kena Pajak;

37
Universitas Sumatera Utara

d.

saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian
tahap pekerjaan; atau

e.

saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan tersendiri.

8.

e-Faktur harus mencantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
a.

nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang
Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;

b.

nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena
Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;

c.

jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan
harga;

9.

d.

Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;

e.

Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;

f.

kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan

g.

nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

Tanda tangan berupa tanda tangan elektronik.

10. e-Faktur dibuat dengan menggunakan mata uang Rupiah. Untuk penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang menggunakan
mata uang selain Rupiah maka harus terlebih dahulu dikonversikan ke dalam
mata uang Rupiah dengan menggunakan kurs yang berlaku menurut
Keputusan Menteri Keuangan pada saat pembuatan e-Faktur.

38
Universitas Sumatera Utara

11. Atas e-Faktur yang salah dalam pengisian atau salah dalam penulisan, sehingga
tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas dan benar, Pengusaha Kena Pajak
yang membuat e-Faktur tersebut dapat membuat e-Faktur pengganti melalui
aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan Direktorat
Jenderal Pajak.
12. Dalam hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang e-Fakturnya telah dibuat, Pengusaha
Kena Pajak yang membuat e-Faktur harus melakukan pembatalan e-Faktur
melalui aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan
Direktorat Jenderal Pajak.
13. Atas hasil cetak e-Faktur yang rusak atau hilang, Pengusaha Kena Pajak yang
membuat e-Faktur dapat melakukan cetak ulang melalui aplikasi atau sistem
elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan Direktorat Jenderal Pajak. Dan
jika data e-Faktur itu rusak/ hilang Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan
permintaan data e-Faktur ke Direktorat Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan
Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan dengan menyampaikan surat
Permintaan data e-Faktur sebagaimana diatur dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. Permintaan
data e-Faktur terbatas pada data e-Faktur yang telah diunggah (upload) ke
Direktorat Jenderal Pajak dan telah memperoleh persetujuan dari Direktorat
Jenderal Pajak.

14. Jika Dalam hal terjadi keadaan tertentu yang menyebabkan Pengusaha Kena
Pajak tidak dapat membuat e-Faktur, Pengusaha Kena Pajak diperkenankan
untuk membuat Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy). Pasal 9 ayat (2)

39
Universitas Sumatera Utara

menjelaskan bahwa keadaan tertentu yang menyebabkan Pengusaha Kena Pajak
tidak dapat membuat e-Faktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
keadaan yang disebabkan oleh peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam,
pemogokan, kebakaran, dan sebab lainnya di luar kuasa Pengusaha Kena Pajak,
yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Dalam hal kcadaan tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan telah berakhir oleh Direktur
Jenderal Pajak, data Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) yang dibuat dalam
keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diunggah (upload) ke
Direktorat Jenderal Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak melalui aplikasi atau
sistem elektronik yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal
Pajak untuk mendapatkan persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak.

2.3.4.2 Tata Cara Pelaporan e-Faktur

Tata cara Pelaporan e-Faktur Berdasarkan Pasal 11 Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Penggunaan dan
Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik yaitu sebagai berikut :
1.

e-Faktur wajib dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak ke Direktorat Jenderal
Pajak dengan cara diunggah (upload) ke Direktorat Jenderal Pajak dan
memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak.

2.

Pelaporan e-Faktur dilakukan dengan menggunakan aplikasi atau sistem
elektronik yang telah ditentukan dan/atau disediakan Direktorat Jenderal Pajak.

3.

Direktorat Jenderal Pajak memberikan persetujuan untuk setiap e-Faktur yang
telah diunggah (upload) sepanjang Nomor Seri Faktur Pajak yang digunakan
untuk penomoran e-Faktur tersebut adalah Nomor Seri Faktur Pajak yang

40
Universitas Sumatera Utara

diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak yang
membuat e-Faktur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4.

e-Faktur yang tidak memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak
bukan merupakan Faktur Pajak.

Gambar 2.6 Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan e-Faktur
Sumber : www.pajak.go.id

41
Universitas Sumatera Utara

2.4 Sanksi Administrasi
Menurut KBBI (1995;1013), “Sanksi adalah tanggungan; tindakan;
hukuman untuk memaksa orang menepati perjanjian atau menaati ketentuan”.
Atau dengan kata lain Sanksi adalah suatu langkah hukuman yag dijatuhkan
oleh Negara atau kelompok tertentu karena terjadi pelanggaran yang
dilakukan oleh seseorang atau kelompok. Sanksi terbagi atas dua jenis, yaitu ,
1.

Sanksi Pidana terdiri dari sanksi pidana pabean yang diatur dalam UU no
17 Tahun 2006, dan sanksi pidana cukai yang diatur dalam UU no 39 Tahun
2007.

2.

Sanksi Administrasi yaitu terbagi dua yaitu sanksi administrasi berupa
denda (rupiah, dan persentase) dan sanksi administrasi selain denda
(berwujud pemblokiran, pembekuan, pencabutan ijin)
Dalam bidang perpajakan wajib pajak akan dijatuhi sanksi
administrasi apabila terlambat membayar,melaporkan,dan hal lainnya yang
berkaitan dengan pemenuhan kewajiban wajib pajak di bidang perpajakan.
Dalam mekanisme pemungutan PPN, faktur pajak umumnya memegang
peranan yang sangat penting.Faktur Pajak pada umumnya merupakan bukti
pemungutan PPN yang dilakukan oleh PKP penjual terhadap pembelinya.
Bagi PKP penjual, PPN yang dipungut dari pembelinya akan disetorkan ke
Negara setelah memperhitungkan PPN yang dibayar kepada pihak lain atas
pembelian BKP/JKP. Bagi pembeli yang berstatus sebagai PKP, PPN yang
dibayar akan diperhitungkan dengan PPN Keluaran yang dipungut ketika

42
Universitas Sumatera Utara

melakukan penjualan. Bukti untuk memperhitungkan PPN yang telah dibayar
adalah faktur pajak.
2.5.4

Sanksi Administrasi dengan Kepatuhan Wajib Pajak melaporkan
e- SPT Masa PPN

Sesuai Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang
ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang diikuti dengan peraturan
Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 Tanggal 5 April 2010, batas waktu
penyampaian SPT diatur:
1. untuk SPT Masa, paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah akhir masa pajak.
2. untuk SPT Tahunan, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak.
Pengaturan lainnya diperlakukan untuk PPh Pasal 22 Bendaharawan dan SPT
Masa Pajak Pertambahan Nilai yang disampaikan Direktorat Jenderal Bea
Cukai.Berikut disampaikan batas waktu penyampaian SPT masa.
Tabel 2.2
Batas Waktu Penyampaian SPT Masa

No.

Pihak yang

Batas Waktu

Menyampaikan SPT

Penyampaian SPT

Jenis Pajak

Paling lama akhir bulan
berikutnya setelah
1.

PPN dan PPnBM

Pengusaha Kena Pajak

berakhirnya masa pajak
dan sebelum SPT masa
PPN disampaikan.

2.

PPN dan PPnBM
DJBC

Bea Cukai

Paling lama 7 (tujuh)
hari setelah akhir masa

43
Universitas Sumatera Utara

pajak

3.

PPN dan PPnBM

Pemungut pajak selain
bendaharawan

Paling lama 20 (dua
puluh) hari setelah masa
pajak berakhir.

Menurut UU No. 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UndangUndang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan yang mulai berlaku 1 januari 2008, apabila SPT Masa tidak
disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau batas waktu
perpanjangan penyampaian SPT, dikenai sanksi administrasi berupa denda
sebesar:
a. Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai,
b. Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya.
Wajib pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan surat
pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan
keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama
kali dilakukan oleh wajib pajak dan wajib pajak tersebut wajib melunasi
kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi
berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang
dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.

44
Universitas Sumatera Utara

2.5.5 Sanksi Administrasi dengan Kepatuhan Wajib Pajak melaporkan
e-Faktur Pajak
Sesuai Pasal 14 UU KUP, berikut adalah sanksi-sanksi terkait faktur pajak,
yaitu :
1. Faktur pajak tidak dibuat atau dibuat tidak tepat waktu.
Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP seharusnya menerbitkan faktur
pajak ketika melakukan penjualan BKP/JKP.Kewajiban ini dimuat dalam
Pasal 13 ayat (1) UU PPN.Jika PKP tidak melakukan kewajiban ini maka
kepada PKP tersebut dikenakan sanksi berupa denda.Pasal 14 ayat (4) KUP
sebesar 2% dari DPP.Disamping itu, PKP juga harus menyetorkan PPN yang
terutang.Dengan demikian, total yang harus dibayar oleh PKP tersebut adalah
12% dari DPP.
2. Faktur pajak diisi tidak lengkap
Dalam faktur pajak yang dibuat oleh PKP, ada ketentuan informasi minimal
yang harus dimuat dalam faktur pajak.Ketentuan ini diatur dalam Pasal 13
ayat (5) UU PPN. Berdasarkan ketentuan ini, informasi minimal yang harus
dimuat dalam faktur pajak adalah sebagai berikut :
1. Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP/JKP
2. Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP/JKP
3. Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan
harga
4. PPN yang dipungut
5. Pajak penjualan atas barang mewah yang dipungut

45
Universitas Sumatera Utara

6. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak, dan
7. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak.
Jika PKP membuat faktur pajak yang memuat informasi yang tidak lengkap
maka terhadap PKP ini akan dikenakan sanksi Pasal 14 ayat (4) KUP berupa
sanksi denda 2% dari DPP.
3. Faktur pajak dilaporkan tidak sesuai dengan masa penerbitannya
Faktur pajak yang dipungut oleh PKP harus dilaporkan dalam masa pajak
diterbitkannya faktur pajak tersebut. Jika faktur pajak dilaporkan dalam masa
pajak yang tidak sesuai dengan masa pajak penerbitan faktur pajak, maka atas
PKP tersebut dikenakan sanksi denda Pasal 14 ayat (4) UU KUP sebesar 2%
dari DPP.

2.5

Teori Kepatuhan
Kepatuhan berasal dari kata patuh. Menurut KBBI (1995;1013), patuh

berarti suka menurut perintah, taat kepada perintah atau aturan dan berdisiplin.
Kepatuhan berarti bersifat patuh, ketaatan, tunduk, patuh pada ajaran dan
aturan. Tuntutan akan kepatuhan terhadap penyampaian SPT Masa PPN tepat
pada waktunya dan diatur oleh Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan di
Indonesia. Dalam tata cara perpajakan diatur batas waktu penyampaian SPT
Masa. Penyampaian SPT yang harus tepat waktu tentu sesuai dengan teori
kepatuhan.

46
Universitas Sumatera Utara

Kepatuhan pajak terbagi atas dua bagian, antara lain sebagai berikut.
1. Kepatuhan Formal, yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi
kewajiban perpajakannya secara formal sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-Undang Perpajakan. Jika wajib pajak menyampaikan SPT dan
membayar pajak terutangnya tepat waktu, maka dapat dikatakan bahwa wajib
pajak tersebut telah memenuhi kepatuhan formal.
2. Kepatuhan Material, yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif
atau hakikat memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi
dan jiwa Undang-Undang Perpajakan. Jika wajib pajak mengisi SPT dengan
jujur, baik dan benar sesuai dengan ketentuan dalam UU Perpajakan, maka
wajib pajak tersebut telah memenuhi kepatuhan material (tepat bayar).

2.5.1 Kepatuhan Wajib Pajak
Wajib pajak patuh adalah wajib pajak yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak sebagai wajib pajak yang memenuhi kriteria tertentu yang dapat
diberikan pendahuluan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Syarat-syarat
Wajib Pajak Patuh diantaranya:
3. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dalam 2
(dua) tahun terakhir.
4. Dalam tahun terakhir, penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak lebih dari
3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut.

47
Universitas Sumatera Utara

5. SPT masa yang terlambat sebagaimana dimaksud dalam huruf b telah
disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa pada masa
pajak berikutnya.
6. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak:
a. Kecuali telah memperoleh ijin untuk mengangsur atau menunda pembayaran
pajak.
b. Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan SPT yang diterbitkan
untuk 2 (dua) masa pajak terakhir .
5. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidanan di bidang
perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir.
6. Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan harus dengan pendapat wajar dengan
pengecualian sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi
fiskal :
a. Dalam 2 (dua) tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2007.
b. Apabila dalam dua tahun terakhir terhadap wajib pajak pernah dilakukan
pemeriksaan pajak, maka koreksi fiskal untuk setiap jenis pajak yang
terutang tidak lebih dari 10% (sepuluh persen).

48
Universitas Sumatera Utara

Kepatuhan dalam hal perpajakan berarti keadaan wajib pajak yang
melaksanakan hak dan khususnya kewajibannya, secara disiplin sesuai peraturan
serta Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan yang berlaku.Kepatuhan adalah
ketaatan atau berdisiplin, dalam hal ini kepatuhan pajak diartikan secara bebas
adalah ketaatan dalam menjalankan semua peraturan perpajakan. Teori kepatuhan
dapat mendorong seseorang untuk lebih mematuhi peraturan yang berlaku, sama
halnya dengan wajib pajak yang berusaha menyampaikan SPT Masa tepat waktu
sehingga penerimaan pajak semakin meningkat.

2.6 Peneliti Terdahulu
Beberapa hasil penelitian terdahulu dapat dilihat sebagai berikut :

No.

Peneliti

1

Siti
Hawa
Kamalia
(2008)

Tabel 2.3
Penelitian Terdahulu
Judul
Variabel
Analisis
Pengaruh
Kepatuhan Wajib Pajak
Sebelum dan Sesudah
Penerapan Program eSPT dalam Melaporkan
SPT Masa PPN (Studi
Kasus KPP Pratama
Pasar Minggu)

Variabel
Dependen:
Kepatuhan
Wajib Pajak
Variabel
Independen:
Jumlah
SPT
Masa
PPN
yang diterima
sebelum
adanya
program
eSPT,
jumlah
SPT Masa PPN
yang diterima
sesudah adanya
program e-SPT

Hasil
Terdapat
perbedaan
yang
signifikan
antara
kepatuhan
wajib
pajak
sebelum dan
sesudah
program
eSPT
dalam
melaporkan
SPT
Masa
PPN
yang
diterima.

49
Universitas Sumatera Utara

2

Siti
Rabiah
(2013)

Pengaruh Penerapan eSPT PPN Terhadap
Efisiensi
Pengisian SPT Menurut
Persepsi Wajib Pajak
(Survey Terhadap
Pengusaha Kena Pajak
Pada
KPP
Pekanbaru)

3

Fury
Fathul
Jannah
(2014)

4

Ahmad
Maulana
Abduh
(2015)

Variabel
Dependen
:
Efisiensi
Pengisian SPT
Variabel
Independen :
Penerapan eSPT PPN

Madya

Pengaruh
Efektifitas
Penggunaan Fasilitas EFilling
Terhadap
Kepuasan Wajib Pajak
Dalam Pelaporan SPT
(Survey dilakukan pada
yang
Wajib
Pajak
Terdaftar
sebagai
Pengguna Fasilitas Efiling
di
Kantor
Pelayanan
Pajak
Pratama
Bandung
Cicadas)

Variabel
Dependen
:
Kepuasan
Wajib Pajak
Variabel
Independen :
Penggunaan
Fasilitas
eFilling

Pengaruh
Penerapan
Surat
Pemberitahuan
Elektronik (e-SPT) PPN
Masa
Terhadap
Efisiensi Pengisian SPT

Variabel
Dependen
:
Efisiensi
Pengisian SPT
Variabel

diketahui
besarnya
pengaruh
penerapan eSPT PPN
terhadap
efisiensi
pengisian SPT
hanya 32,9%
atau 33%
Efektivitas
penggunaan
fasilitas
efiling
pada
Kantor
Pelayanan
Pajak Pratama
Bandung
Cicadas
masuk dalam
klasifikasi
penilaian
tinggi
serta
Terdapat
pengaruh yang
positif
dan
signifikan
antara
efektivitas
penggunaan
fasilitas
efiling terhadap
Kepuasan
Wajib Pajak
Terdapat
pengaruh
penerapan
Surat
Pemberitahuan
50

Universitas Sumatera Utara

Menurut Persepsi Wajib
Pajak: Survey Terhadap
Pengusaha Kena Pajak
Pada KPP Makassar
Selatan

Independen :
Penerapan
Surat
Pemberitahuan
Elektronik (espt) PPN

Elektronik (eSPT)
PPN terhadap
efisiensi
pengisian
Surat
Pemberitahuan
(SPT) menurut
persepsi Wajib
Pajak
serta
Penerapan eSPT
PPN
menurut
persepsi wajib
pajak
sudah
baik
dan
efisien

Sumber : diolah oleh Peneliti
2.7

Kerangka Konseptual
Kepatuhan wajib pajak yang masih rendah dalam melaporkan SPT, tentu

menjadi pendorong pihak Direktorat Jenderal Pajak untuk mencari solusi atas
masalah ini.Peningkatan sistem di bidang perpajakan telah dilakukan untuk
membuat wajib pajak semakin nyaman dalam melaksanakan kewajiban

perpajakannya.
Aplikasi, atau sistem yang mendorong wajib pajak untuk melaporkan
SPT tepat waktu.Terlebih lagi penyalahgunaan faktur pajak yang semakin
tinggi dan SPT Masa yang waktunya lebih singkat dan disampaikan setiap
bulannya jika terjadi transaksi.Oleh karena itu diadakan penelitian lebih lanjut
untuk menguji apakah penerapan e-Faktur, penerapan e-SPT PPN berpengaruh
terhadap kepatuhan wajib pajak. Model penelitian ini dapat digambarkan
dalam kerangka konseptual sebagai berikut :
51
Universitas Sumatera Utara

PENERAPAN e-SPT PPN
(X1)
PENERAPAN e-FAKTUR
(X2)

H1
H2

TINGKAT KEPATUHAN
WAJIB PAJAK
(Y)

PENERAPAN SANKSI
ADMINISTRASI (X3)

H3

H4

Gambar 2.7 Kerangka Konseptual

Penerapan e-SPT PPN merupakan penerapan penyampaian SPT melalui
media digital ke Kantor Pelayanan Perpajakan.Media ini digalakkan agar memberi
kemudahan wajib pajak dalam menyampaikan SPT tanpa harus menyampaikan
SPT melalui manual. Kepraktisan melalui digital ini diharapkan akan
mempengaruhi wajib pajak untuk lebih patuh melaporkan SPT. Kepatuhan
melaporkan SPT Tahunan maupun SPT Masa adalah tujuan Dirjen Pajak
meluncurkan aplikasi e-SPT PPN
Penerapan e-Faktur merupakan media penerbitan faktur pajak secara
elektronik.Tujuan diterbitkannya e-Faktur untuk mengurangi penyalahgunaan
faktur pajak yang tidak sesuai dengan transaksi, mengurangi faktur pajak ganda,
mengurangi penerbitan faktur pajak untuk WP non PKP, sehingga dapat
meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

52
Universitas Sumatera Utara

Penerapan Sanksi Administrasi yang baik dan tegas akan mendorong wajib
pajak dalam menyampaikan e-SPT, e-Faktur tepat waktu dan sesuai dengan
jumlah yang sebenarnya. Sanksi administrasi perpajakan yang telah diterapkan
oleh DJP ini diharapkan meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam
menyampaikan e-SPT Masa, e-SPT Tahunan, dan e-Faktur, karena wajib pajak
tentu memikirkan untuk meminimalkan pengenaan sanksi yang akan diberikan
oeh DJP. Dasar itulah yang membuat perilaku wajib pajak untuk melaporkan
kewajibannya dengan tepat waktu.
2.8

Perumusan Hipotesis
e-SPT PPN merupakan salah satu modernisasi sistem perpajakan yang

digunakan untuk memudahkan wajib pajak melaporkan SPT Masa atau Tahunan.
Penerapan e-SPT akan memudahkan wajib pajak dan Direktorat Jenderal Pajak
memperhitungkan penerimaan pajak secara tepat dan cepat. Menurut Kamelia
(2008) terdapat perbedaan yang signifikan antara kepatuhan wajib pajak sebelum
dan sesudah program e-SPT dalam melaporkan SPT Masa PPN yang diterima.Hal
ini disebabkan oleh program e-SPT yang telah diimplementasikan ternyata lebih
memudahkan wajib pajak untuk melaporkan SPT-nya.
�1 : Penerapan e-SPT PPN berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Wajib
Pajak.

e-Faktur merupakan salah satu media dalam penerbitan faktur pajak secara
elektronik.

Penerapan

melaksanakan

e-Faktur

kewajiban

akan

memudahkan

perpajakannya,

melindungi

wajib
wajib

pajak
pajak

dalam
dari

penyalahgunaan faktur pajak yang tidak sah karena setiap faktur pajak masukan

53
Universitas Sumatera Utara

dan keluaran harus melalui proses approval dari Direktorat Jenderal Pajak
sehingga tingkat kepatuhan Wajib Pajak khususnya PKP dapat lebih ditingkatkan
dan juga penerimaan pajak dapat lebih ditingkatkan . Berdasarkan uraian tersebut,
maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
�2 : Penerapan e-Faktur berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Wajib
Pajak.

Sanksi Administrasi perpajakan merupakan dorongan agar wajib pajak
dapat melaporkan SPT tepat waktu dan sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya.Artinya wajib pajak tidak lalai dalam melaporkan SPT Masa yang
harus dilaporkannya. Hasil penelitian Kahono (2003), Suyatmin (2004) Jatmiko
(2006), Suryadi (2006), dan Daroyani (2010) mengungkapkan bahwa sanksi
denda berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan. Semakin baik
sanksi denda maka semakin tinggi pula kepatuhan perpajakan. Menurut Subagiyo
dkk (2014) setiap penurunan sanksi maka kepatuhan penyampaian SPT Tahunan
oleh Wajib Pajak akan turun. Hal ini menunjukkan bahwa sanksi administrasi
yang ditegakkan dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak melaporkan
SPT. Berdasarkan uraian ini, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut :
H3 : Sanksi Administrasi berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak.
H4 : Penerapan e-SPT PPN, e-Faktur dan Sanksi Administrasi berpengaruh positif
terhadap Kepatuhan Wajib Pajak melaporkan SPT Masa PPN.

54
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Penerapan e-SPT PPN, e-Faktur dan Sanksi Administrasi Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak PKP Perusahaan Dagang (Studi Kasus di Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan)

24 133 147

Pengaruh Penerapan e-Faktur dan e-SPT PPN Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan)

7 27 27

Pengaruh Penerapan e-Faktur dan e-SPT PPN Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan)

0 2 12

Pengaruh Penerapan e-Faktur dan e-SPT PPN Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan)

0 0 2

Pengaruh Penerapan e-Faktur dan e-SPT PPN Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan)

0 1 6

Pengaruh Penerapan e-SPT PPN, e-Faktur dan Sanksi Administrasi Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak PKP Perusahaan Dagang (Studi Kasus di Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan)

0 1 12

Pengaruh Penerapan e-SPT PPN, e-Faktur dan Sanksi Administrasi Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak PKP Perusahaan Dagang (Studi Kasus di Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan)

0 0 2

Pengaruh Penerapan e-SPT PPN, e-Faktur dan Sanksi Administrasi Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak PKP Perusahaan Dagang (Studi Kasus di Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan)

0 0 11

Pengaruh Penerapan e-SPT PPN, e-Faktur dan Sanksi Administrasi Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak PKP Perusahaan Dagang (Studi Kasus di Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan)

0 0 3

Pengaruh Penerapan e-SPT PPN, e-Faktur dan Sanksi Administrasi Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak PKP Perusahaan Dagang (Studi Kasus di Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan)

0 0 27