Kualitas Hidup Penderita Melasma Pada Ibu-Ibu Pengunjung Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Di Kelurahan Tanjung Rejo

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Melasma
2.1.1 Definisi
Melasma adalah hipermelanosis yang terjadi pada daerah wajah yang
terkena sinar matahari. Melasma muncul sebagai makula hiperpigmentasi simetris
yang dapat konfluen atau belang-belang. Pipi, bibir atas, dagu, dan dahi adalah
lokasi yang paling umum tapi kadang-kadang melasma dapat terjadi pada lokasi
yang terkena sinar matahari lainnya (Montemarano, 2012).
Chloasma adalah istilah sinonim kadang-kadang digunakan untuk
menggambarkan terjadinya melasma selama kehamilan (Montemarano, 2012).

2.1.2 Epidemiologi
a.

Ras
Orang dari setiap ras dapat dipengaruhi oleh melasma. Namun,
melasma jauh lebih sering terjadi pada jenis kulit gelap daripada jenis kulit
cerah dan mungkin lebih sering terjadi pada jenis kulit coklat muda,
terutama Hispanik dan Asia, dari wilayah di dunia dengan paparan sinar

matahari yang intens (Soepardiman, 2007).

b.

Jenis Kelamin
Melasma jauh lebih umum terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.
Wanita yang terpengaruh adalah 90% dari kasus. Ketika laki-laki yang
terkena, gambaran klinis dan histologis akan identik (Montemarano, 2012).
Pada pria, melasma dijumpai pada 10% kasus. Di Indonesia, perbandingan
kasus wanita dan pria yaitu 24 : 1 (Soepardiman, 2007).

Universitas Sumatera Utara

c.

Usia
Melasma jarang terjadi sebelum pubertas dan paling sering terjadi pada
wanita selama masa reproduksi mereka (Montemarano, 2012). Melasma
tampak pada wanita usia subur dengan riwayat terpapar pajanan sinar
matahari dengan intensitas yang lama. Usia 30-44 tahun merupakan insidens

terbanyak (Soepardiman, 2007).

2.1.3 Etiopatogenesis
Pada melasma, terjadi hiperpigmentasi akibat peningkatan produksi melanin
atau peningkatan proliferasi melanosit yang aktif. Peningkatan produksi melanin
ini terjadi tanpa perubahan jumlah melanosit. Mekanisme timbulnya melasma
yang terjadi dalam proses pembentukan melanin dapat berupa peningkatan
produksi

melanosom,

peningkatan

melanisasi

melanosom,

pembentukan

melanosom yang lebih besar, peningkatan pemindahan melanosom dari melanosit

ke keratinosit, serta peningkatan ketahanan melanosom dalam keratinosit
(Laperee, 2008).
Belum ada teori yang dapat menjelaskan secara pasti bagaimana patogenesis
dari penyakit melasma. Beberapa hal yang sering dikaitkan dengan penyakit
melasma antara lain adalah pengaruh sinar matahari, kehamilan, penggunaan
hormon kontrasepsi, dan kosmetik. Peningkatan produksi melanosom disebabkan
karena hormon maupun karena sinar UV. Kenaikan melanosom ini juga dapat
disebabkan karena bahan farmakologik seperti perak dan psoralen. Penghambatan
dalam malphigian cell turnover juga dapat terjadi karena pemakaian obat
sitostatik (Laperee, 2008).

2.1.4 Faktor Resiko
a.

Faktor Endokrin
Hormon yang dikenal dapat meningkatkan melanogenesis antara lain
Melanin Stimulating Hormone (MSH), ACTH, lipotropin, estrogen, dan
progesterone (Damayanti, 2004).

Universitas Sumatera Utara


b.

Predisposisi Genetik
Faktor genetik dan ras mempunyai kontribusi bermakna terhadap
patogenesis melasma seperti yang diduga pada kejadian melasma familial.
Penyakit ini jauh lebih sering ditemukan pada ras Hispanik, Latin, Oriental,
dan Indo-Cina. Faktor predisposisi genetik pada melasma sering dijumpai
pada penderita dengan tipe kulit III-VI (Jimbow, 2001).

c.

Faktor Paparan Sinar Matahari
Paparan sinar matahari adalah faktor yang sangat berpengaruh dan ini
berlaku untuk semua pasien yang mengalami perbaikan atau perburukan
apabila terpapar sinar matahari. Eksaserbasi melasma hampir pasti dijumpai
setelah terpapar sinar matahari yang berlebihan dan kondisi melasma akan
membaik selama musim dingin. Lipid dan jaringan tubuh (kulit) yang
terpapar dengan sinar terutama sinar UV dapat menyebabkan terbentuknya
singlet oksigen dan radikal bebas yang merusak lipid dan jaringan tersebut.

Radikal bebas ini akan menstimulasi melanosit untuk memproduksi melanin
yang berlebihan (Montemarano, 2012).

d.

Faktor Kosmetik
Bahan kosmetik yang menimbulkan hiperpigmentasi/melasma yaitu
yang berasal dari bahan yang bersifat iritatif atau photosensitizer misalnya
minyak bergamot, tar, beberapa asam lemak, minyak mineral, petrolatum,
lilin tawon, bahan pewarna seperti Sudan III, para-fenilen diamin, pewangi,
dan pengawet kosmetik. Melasma yang terjadi biasanya difus dengan batas
tidak jelas dan akan lebih jelas bila terkena sinar matahari (Kariosentono,
2002).

e.

Faktor Obat-obatan
Beberapa obat yang dapat merangsang aktivitas melanosit dan
meningkatkan pigmentasi kulit terutama pada daerah wajah yang sering
terpapar sinar matahari yaitu obat-obat psikotropik seperti fenotiazin


Universitas Sumatera Utara

(klorpromazin), amiodaron, tetrasiklin, minosiklin, klorokuin, sitostatika,
logam berat, arsen inorganik dan obat antikonvulsan seperti hidantoin,
dilantin, fenitoin dan barbiturat (Soepardiman, 2007).

2.1.5 Klasifikasi
Melasma dapat dikategorikan sebagai tipe epidermal, tipe dermal, atau tipe
dermal-epidermal (campuran). Melasma tipe epidermal berarti pigmen (melanin)
berada di lapisan kulit yang lebih superfisial yang disebut epidermis. Melasma
tipe dermal berarti bahwa pigmen berada dalam lapisan kulit yang lebih dalam.
Perbedaan ini penting karena melasma epidermal bereaksi lebih cepat terhadap
pengobatan (Rigopoulos, 2007).

2.1.6 Gambaran Klinis
Lesi melasma tampak sebagai makula coklat terang sampai gelap dengan
pinggir iregular. Distribusi dari melasma biasanya simetris pada wajah dan
menyatu dengan pola retikular. Terdapat tiga pola utama dari distribusi lesi
tersebut yaitu sentrofasial (63%) yang mengenai daerah pipi, dahi, hidung, di atas

bibir, dan dagu dan merupakan bentuk yang paling sering ditemukan, malar (21%)
yang mengenai pipi dan hidung, serta mandibular (16%) yang mengenai ramus
mandibular. Melasma tidak mengenai membran mukosa. Jumlah makula
hiperpigmentasi berkisar antara satu lesi sampai multipel dengan distribusi
simetris (Rigopoulos, 2007).

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
a.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada melasma tidak diindikasikan, namun
dapat dipertimbangkan untuk pemeriksaan fungsi endokrin, tiroid dan
hepatik.

Universitas Sumatera Utara

b.

Pemeriksaan histopatologis
Lesi kulit melasma terlihat jelas berbeda dibanding dengan kulit

normal. Terdapat tiga gambaran histopatologis dari pigmentasi yaitu
epidermal, dermal, dan dermal-epidermal (campuran). Pada melasma tipe
epidermal, yang terlihat berwarna kecoklatan, terdapat peningkatan melanin
di lapisan basal dan suprabasal. Peningkatan jumlah dan aktivitas melanosit
dapat diamati seiring dengan meningkatnya transfer melanosom ke
keratinosit. Tipe epidermal lebih responsif terhadap pengobatan. Pada
melasma tipe dermal, yang terlihat berwarna abu-abu kebiruan, pigmen
melanin yang diproduksi oleh melanosit epidermal memasuki papilla dermis
dan diambil oleh makrofag (melanofag) yang sering berkumpul di sekitar
pembuluh darah kecil dan berdilatasi. Pada melasma tipe dermal-epidermal
(campuran), ditandai dengan adanya deposisi pada lapisan dermal maupun
epidermal (Rigopoulos, 2007).

c.

Pemeriksaan lampu Wood
Berdasarkan lokasi pigmen, melasma terbagi dalam tiga tipe.
Klasifikasi sebelum pengobatan sangat penting oleh karena lokasi pigmen
dapat menentukan pengobatan yang akan dipilih. Untuk membantu dalam
menentukan lokasi pigmen, maka pasien harus diperiksa dengan

menggunakan lampu Wood sebelum diterapi (Rigopoulos, 2007).
Lawrens berpendapat bahwa pemeriksaan dengan lampu Wood tidak
dapat membantu meramalkan respon klinis terhadap pengelupasan kulit
pada melasma. Hal ini dikarenakan, sebagian besar pasien-pasien melasma
memiliki tipe melasma campuran dermal-epidermal. Pemeriksaan dengan
lampu Wood tetap berguna untuk menentukan prognosis dari pengobatan
melasma. Apabila lesi-lesi terlihat lebih jelas dengan pemeriksaan lampu
Wood, maka terdapat kesempatan yang lebih baik untuk terjadinya
perbaikan klinis (Rigopoulos, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Pada pemeriksaan dibawah lampu Wood, secara klasik melasma dapat
diklasifikasikan menjadi :
i.

Tipe Epidermal
Hiperpigmentasi biasanya berwarna coklat terang apabila
dilihat di bawah lampu biasa dan penilaian dengan lampu Wood
menunjukkan


warna

yang

kontras

antara

daerah

yang

hiperpigmentasi dibanding kulit normal. Sebagian besar pasien
melasma termasuk ke dalam kategori ini. Pasien dengan
hiperpigmentasi tipe epidermal memiliki respon yang lebih baik
terhadap bahan-bahan depigmentasi (Rigopoulos, 2007).

ii.


Tipe Dermal
Hiperpigmentasi biasanya berwarna abu-abu atau abu-abu
kebiruan apabila dilihat dibawah lampu biasa dan dengan lampu
Wood tidak memberikan warna kontras pada lesi. Pada tipe ini,
eliminasi pigmen bergantung pada transport melalui makrofag dan
keadaan ini tidak mampu dicapai oleh bahan-bahan depigmentasi
(Rigopoulos, 2007).

iii.

Tipe Dermal-Epidermal (Campuran)
Hiperpigmentasi biasanya berwarna coklat gelap apabila
dilihat dengan lampu biasa. Apabila dilihat dengan lampu Wood,
akan terlihat warna yang kontras pada beberapa daerah lesi
sedangkan pada daerah yang lain tidak (Rigopoulos, 2007).

2.1.8 Diagnosis Banding
a.

Riehl’s melanosis
Riehl’s melanosis pertama kali diamati pada tahun 1917. Penyakit ini
merupakan hiperpigmentasi pada wajah terutama di dahi dan di daerah
zygomatic dan / atau di daerah temporal dan saat ini hampir identik dengan
dermatitis kontak berpigmen pada wajah (Bleehen, 2004).

Universitas Sumatera Utara

b.

Hori’s nevus
Hori’s nevus, juga dikenal sebagai acquired bilateral nevus of Ota-like
macules (ABNOM) atau acquired dermal melanocytosis (ADM), timbul
sebagai makula wajah abu-abu kebiruan bilateral. Hori’s nevus terlihat pada
0,8% dari populasi Asia dan biasanya mempengaruhi daerah malar tapi
lateral temples, alae nasi, kelopak mata, dan dahi juga dapat terlibat. Tidak
seperti nevus Ota, pigmentasi dalam nevus Hori bersifat didapat dan tidak
melibatkan mukosa. Melasma dan nevus Hori dapat timbul secara
bersamaan (Lin, 2006).

c.

Post-inflammatory hyperpigmentation (PIH)
Post-inflammatory hyperpigmentation (PIH) adalah masalah yang
sering dihadapi dan merupakan gejala sisa dari berbagai gangguan kulit
serta intervensi terapeutik. Hiperpigmentasi ini dapat dikaitkan dengan
berbagai proses penyakit sebelumnya yang mempengaruhi kulit seperti
infeksi, reaksi alergi, luka mekanik, reaksi terhadap obat, letusan fototoksik,
trauma seperti luka bakar, dan penyakit inflamasi misalnya lichen planus,
lupus eritematosus, dan dermatitis atopik (Davis, 2010).

d.

Erythema dyschromicum perstans (ashy dermatosis)
Erythema dyschromicum perstans disebut juga dermatosis ceniciento
yang berarti ashy dermatosis karena warna abu-abu kebiruannya. Erythema
dyschromicum perstans (ashy dermatosis) adalah erupsi kulit yang berbeda
dan agak kontroversial yang mungkin lebih baik dianggap sebagai bentuk
lichen planus atau lichen planus actinicus (Schwartz, 2013).

e.

Minocycline pigmentation
Minocycline adalah antibiotik yang umum digunakan untuk pengobatan
jangka

panjang

acne

vulgaris.

Efek

samping

minocycline

yang

terdokumentasi dengan baik adalah pigmentasi kulit. Terdapat tiga jenis tipe

Universitas Sumatera Utara

yang berbeda yaitu: Tipe I, pigmen blue-black/abu-abu di muka di daerah
jaringan parut atau peradangan yang terkait dengan jerawat; tipe II, pigmen
abu-abu kebiruan pada kulit tungkai bawah dan lengan; tipe III, tersebar
warna muddy-brown di daerah paparan sinar matahari. Tipe I dan II
berwarna seperti besi dan melanin terletak di ekstrasel dan dalam makrofag
di dermis. Tipe III menunjukkan peningkatan melanin spesifik dalam
keratinosit basal dan dermal melanophages berwarna hanya untuk melanin
(Geria, 2009).

f.

Senile lentigo
Senile lentigo atau age spots merupakan makula hiperpigmentasi kulit
yang terjadi dalam bentuk tidak teratur yang muncul paling sering di daerah
kulit terkena sinar matahari seperti pada wajah dan punggung tangan. Senile
lentigo adalah komponen umum dari kulit yang menua terlihat paling sering
setelah usia 50 tahun (Situm, 2010).

g.

Ephelid
Ephelid sering juga disebut freckles yang biasanya diturunkan secara
autosomal dominan. Pada ephelid, makula hiperpigmentasi berwarna coklat
terang dan timbul pada kulit yang sering terkena sinar matahari. Pada
musim panas, jumlahnya akan bertambah, ukurannya menjadi lebih besar
dan lebih gelap sedangkan pada musim dingin akan berkurang (Bleehen,
2004).

2.1.9 Penatalaksanaan
Hasil pengobatan sangat bervariasi antara individu. Pengobatan yang
dianjurkan akan sangat tergantung pada jenis melasma, dermal atau epidermal.
Pada beberapa orang dengan epidermal melasma, perbaikan yang cepat dialami
dalam waktu 4-8 minggu setelah memulai pengobatan, sementara yang lain
mungkin memakan waktu berbulan-bulan untuk mendapatkan perbaikan. Ini

Universitas Sumatera Utara

mungkin

memerlukan

waktu

untuk

merespon

terhahap

pengobatan

(Montemarano, 2012).
Obat-obat yang diresepkan untuk melasma disebut “bleaching” atau
"depigmentasi" yaitu agen yang menyebabkan kulit untuk berhenti membuat
melanin.

a.

Agen Depigmentasi
Agen ini menghambat enzim kunci yang terlibat dalam sintesis
melanin.

b.

Agen Antibiotik
Agen ini menghambat sintesis DNA dan enzim mitokondria untuk
mengganggu melanosit hiperaktif. Biasanya melanosit yang berfungsi
tidak terhambat.

c.

Retinoid
Agen ini mengatur pertumbuhan dan proliferasi sel.

2.1.10 Pencegahan
Penghindaran sinar matahari adalah langkah yang paling penting dalam
mengobati melasma dan mencegah kembalinya melasma. Sinar matahari
merupakan pemicu yang kuat dari pembentukan pigmen pada orang yang rentan
terhadap melasma. Hal ini cukup kuat untuk melawan efek dari obat-obatan,
bahkan melalui jendela mobil atau pada hari berawan (Montemarano, 2012).
Jika penderita akan terkena sinar matahari, maka penderita harus
mengambil langkah-langkah berikut untuk mencegah sinar matahari terkena pada
daerah wajah :
a.

Memakai topi dengan pinggiran untuk menaungi wajah.

b.

Menggunakan payung matahari.

c.

Oleskan tabir surya setiap hari.

Universitas Sumatera Utara

Ketika memilih tabir surya, harus dipertimbangkan hal-hal berikut :
a.

Gunakan tabir surya dengan zinc oxide atau titanium dioxide.
Formulasi yang "micronized" dapat berbaur lebih baik dengan kulit
yang lebih gelap.

b.

Gunakan tabir surya yang melindungi terhadap sinar UV.

c.

Gunakan tabir surya yang terdaftar sebagai SPF 30 atau lebih.

2.1.11 Evaluasi Pengobatan
Evaluasi hasil pengobatan penelitian uji klinis pada melasma dapat dibagi
menjadi teknik evaluasi subjektif dan objektif (Lawrence, 1997).
a.

Teknik evaluasi subjektif
Meskipun mutunya lebih rendah dibanding teknik evaluasi objektif,
evaluasi subjektif terutama The Physician’s Global Assessment (PGA)
merupakan the primary efficacy endpoint untuk mengevaluasi pengobatan
terbaru. PGA adalah the primary efficacy endpoint pada uji klinis melasma.
Secara klinis, PGA merupakan pengukuran subjektif yang relevan dari
perubahan keparahan pigmentasi selama pengobatan dibandingkan dengan
awal pengobatan (Lawrence, 1997).
Sistem pengukuran yang paling sering digunakan adalah Melasma Area
and Severity Index (MASI) score dan pertama kali dipakai oleh KimbroughGreen et al untuk penilaian melasma. MASI adalah suatu cara untuk
mengukur secara teliti keparahan melasma dan perubahan selama terapi.
Skor MASI dihitung pertama sekali dengan menilai area hiperpigmentasi di
wajah. Empat area yang dievaluasi yaitu dahi (F), pipi kanan (MR), pipi kiri
(ML), dan dagu (C), yang disesuaikan secara berurutan dengan 30%, 30%,
30%, dan 10% dari seluruh wajah (Lawrence, 1997).
Selain itu, Melasma Severity Scale (MSS) merupakan sistem skoring
empat tingkat (skala kategorik) yang menilai keparahan melasma
(Lawrence, 1997).

Universitas Sumatera Utara

b.

Teknik evaluasi objektif
Berbagai teknik evaluasi objektif telah digunakan pada penelitian uji
klinis melasma, seperti reflectance spectroscopy, fotografi, fluorescent
video recording dan corneomelametry, dan histologi (Lawrence, 1997).

2.1.12 Prognosis
Dermal pigmen mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk
menyembuh daripada epidermis pigmen karena tidak ada terapi yang efektif
mampu menghilangkan pigmen kulit. Namun, pengobatan tidak harus ditahan
hanya karena dominan dermal pigmen. Sumber pigmen kulit adalah epidermis,
dan jika epidermal melanogenesis dapat dihambat untuk waktu yang lama,
pigmen kulit tidak akan mengisi dan perlahan-lahan akan menyembuh
(Montemarano, 2012).
Kasus resisten atau rekuren melasma sering terjadi jika penghindaran
terhadap sinar matahari tidak diperhatikan (Montemarano, 2012).

2.2 Kualitas Hidup
2.2.1 Definisi
Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung dari
masing-masing individu dalam menyikapi permasalahan yang terjadi dalam
dirinya. Jika dihadapi dengan positif, maka akan baik pula kualitas hidupnya.
Tetapi, lain halnya jika dihadapi dengan negative, maka akan buruk pula kualitas
hidupnya.
Menurut WHO (1994), kualitas hidup didefenisikan sebagai persepsi
individu sebagai laki-laki atau wanita dalam hidup, ditinjau dari konteks budaya
dan sistem nilai dimana mereka tinggal, dan berhubungan dengan standar hidup,
harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini merupakan konsep tingkatan
yang terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik, status psikologis,
tingkat kebebasan, hubungan social, dan hubungan spiritual kepada karakteristik
lingkungan mereka.

Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Komponen Kualitas Hidup
Melasma dapat memiliki efek emosional dan psikologis yang signifikan
pada mereka yang terkena dampak dengan kondisi tersebut. Pada masa lalu,
dampak melasma pada health-related quality of life (HRQoL) telah dinilai dengan
menggunakan ukuran umum penyakit kulit yang sama-sama mempertimbangkan
secara fisik dan tekanan psikososial yang timbul dari adanya suatu kelainan
dermatologis (Cestari, 2006).
Terdapat beberapa instrumen untuk mengukur tingkat kualitas hidup
seseorang pasien yang menderita penyakit kulit dan yang paling umum digunakan
adalah World Health Organization Quality of Life (WHOQoL), SKINDEX-16, dan
Dermatology Life Quality Index (DLQI). Namun, instrumen yang paling tepat
digunakan untuk mengukur tingkat kualitas hidup penderita melasma adalah
MelasQoL. Pertanyaan yang terdapat dalam MelasQoL lebih sesuai untuk
mengevaluasi secara obyektif efek melasma pada tingkat kualitas hidup
penderitanya daripada instrumen-instrumen lain. Skor MelasQoL dapat membantu
panduan metode pengobatan serta melacak peningkatan HRQoL pada pasien
(Cestari, 2006).
Balkrishnan et al melaporkan bahwa aspek yang paling terpengaruh oleh
melasma adalah kehidupan sosial, rekreasi, waktu luang, dan kesejahteraan
emosional. Selanjutnya, Dominguez et al mengadaptasi MelasQoL berbahasa
Spanyol (Sp- MelasQoL) untuk secara khusus menargetkan perempuan Latin.
Pertanyaan MelasQoL diadaptasi, diterjemahkan, dan secara internal divalidasi
untuk digunakan dalam masyarakat berbahasa Spanyol. Para penulis melaporkan
kesehatan fisik, kesejahteraan, kehidupan sosial, dan uang sebagai domain yang
paling terpengaruh oleh melasma. Skala MelasQoL telah diadaptasi dan divalidasi
untuk etnis dan kebangsaan lainnya, termasuk Brazil Portuguese (MelasQoL-BP),
Perancis (MelasQoL-F), dan Turki (MelasQoL-TR), yang menunjukkan
bagaimana melasma dapat berdampak pada kualitas hidup dan keprihatinan
kosmetik untuk semua pasien tanpa memandang ras atau phototype (Rossi, 2011).

Universitas Sumatera Utara

2.2.3 Kualitas Hidup Penderita Melasma
Hiperpigmentasi pada muka penderita melasma menimbulkan rasa kurang
percaya diri akan penampilan wajah. Hal ini menyebabkan terjadinya masalah
emosi yaitu masalah psikologis pada kalangan penderita melasma. Penampilan
yang kurang nyaman menimbulkan lingkungan yang kurang erat dengan orang
lain. Hal ini menyebabkan penderita melasma menjauhkan dirinya dari keramaian
orang dan mengurangi kegiatan di luar rumah dan kegiatan yang membutuhkan
tenaga orang ramai. Selain dari masalah psikologis, melasma juga dapat
menimbulkan masalah sosial. Dengan menghindari orang, penderita melasma
menjalin hubungan sosial yang kurang erat. Hal ini bukan hanya mempunyai efek
pada penderita tetapi juga pada negara (Cestari, 2006).
Seperti diketahui MelasQoL diadaptasi, diterjemahkan dan divalidasi dalam
berbagai bahasa. Sp- MelasQoL yang digunakan oleh Dominguez untuk penelitian
pada perempuan Latin menunjukkan hasil bahwa peserta yang kurang
berpendidikan, yang menerima perawatan sebelumnya, dan peserta yang
menderita melasma untuk jangka waktu yang panjang menunjukkan tingkat
kualitas hidup yang rendah. Pada MelasQoL-F yang digunakan dalam penelitian
pada perempuan di negara Perancis menunjukkan hasil bahwa tingkat kualitas
hidup banyak dipengaruhi oleh melasma pada hubungan kekeluargaan dan
kehidupan sosial. MelasQoL-BP yang telah digunakan untuk penelitian yang
dilakukan di Brazil oleh Cestari menunjukkan hasil bahwa domain tingkat kualitas
hidup yang paling terpengaruh oleh melasma adalah penampilan, frustrasi, malu,
depresi, hubungan dengan orang lain, dan merasa tidak menarik. Pada MelasQoLTR yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Dogramaci di Turki
menunjukkan hasil bahwa penderita melasma paling terpengaruh oleh penampilan
kulit, frustrasi, merasa tidak menarik bagi orang lain, dan memiliki rasa terbatas
kebebasan (Chen, 2012).

Universitas Sumatera Utara