Kualitas Hidup Penderita Melasma Pada Ibu-Ibu Pengunjung Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Di Kelurahan Tanjung Rejo
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Warna
kulit
manusia
ditentukan
oleh
berbagai
pigmen
seperti
oxyhaemoglobin (dalam darah) dan karoten. Namun, pigmen yang paling berperan
adalah pigmen melanin. Berdasarkan morfologinya, kelainan pigmentasi dapat
dibagi menjadi dua yaitu hipomelanosis dan hipermelanosis (Soepardiman, 2007).
Melasma merupakan gangguan manifestasi kulit berupa hipermelanosis
yang sering dijumpai di masyarakat. Timbulnya melasma menimbulkan gangguan
pada kulit wajah sekaligus menyebabkan penurunan kepercayaan diri pada
penderitanya.
Meskipun
penderita
melasma
mungkin
khawatir
dengan
penampilannya, namun melasma adalah suatu kondisi yang tidak berbahaya dan
tidak menyebabkan masalah kesehatan lainnya (Soepardiman, 2007).
Melasma ditandai dengan bercak-bercak hitam yang muncul di wajah pada
area yang terpajan sinar ultraviolet (UV) dengan tempat predileksi pada pipi, dahi,
daerah atas bibir, hidung, dan dagu. Hal ini disebabkan karena pigmen melanin
yang berlebihan yang berkumpul di kulit (Montemarano, 2012).
Chloasma adalah istilah sinonim yang kadang-kadang digunakan untuk
menggambarkan terjadinya melasma selama kehamilan. Chloasma berasal dari
kata chloazein dari bahasa Yunani, yang berarti "untuk menjadi hijau." Melas,
juga berasal dari bahasa Yunani, berarti "hitam". Karena pigmentasi tidak pernah
berwarna hijau dalam penampilannya, maka melasma adalah istilah yang lebih
disukai (Montemarano, 2012).
Melasma dapat mengenai semua ras terutama penduduk yang tinggal di
daerah tropis. Seperti diketahui, melasma lebih banyak mengenai orang yang
memiliki tipe kulit berwarna lebih gelap dan stigmanya sering dihubungkan
dengan orang-orang berkultur Asia (Roberts, 2009).
Melasma lebih sering dijumpai pada wanita dibandingkan dengan pria.
Wanita yang terpengaruh adalah 90% dari kasus. Melasma jarang terjadi sebelum
pubertas dan paling sering terjadi pada wanita selama masa reproduksi
Universitas Sumatera Utara
(Montemarano, 2012). Di Amerika Serikat, diperkirakan sekitar 5-6 juta wanita
menderita kelainan ini (Torok, 2005).
Prevalensi melasma pada kulit Asia tidak diketahui, akan tetapi diperkirakan
berkisar 40% terjadi pada wanita dan 20% pada pria (Chan, 2008).
Penelitian oleh Goh dan Dlova di Singapura mendapatkan rasio melasma
antara wanita dan pria sebesar 21:1. Di Indonesia, perbandingan kasus melasma
antara wanita dan pria adalah 24:1, dimana dijumpai kejadian terbanyak pada
wanita usia subur berusia 30-44 tahun dengan riwayat terpapar langsung sinar
matahari (Rikyanto, 2006).
Berdasarkan penelitian Sudharmono dkk. (2004) di Jakarta, dari 145 pasien
melisma, hampir seluruh pasien berjenis kelamin wanita (97,93%) kecuali 3
pasien berjenis kelamin pria (2,07%).
Di RSUP. H. Adam Malik Medan, berdasarkan data yang diperoleh dari
rekam medis selama periode Januari sampai Desember 2009, dari total 5.369
pasien yang berobat ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 22 orang
(0,41%) diantaranya merupakan pasien dengan diagnosis melasma (Lubis, 2011).
Etiologi melasma sampai saat ini belum diketahui pasti. Tetapi, ada
beberapa faktor resiko yang dianggap berperan pada patogenesis melasma yaitu
sinar
UV, hormon, obat, genetik, ras, kosmetik, dan sisanya idiopatik.
Karakteristik dari penderita melasma juga diyakini mempengaruhi kualitas hidup
penderitanya seperti usia, pendidikan, pekerjaan, dan lamanya menderita melasma
(Soepardiman, 2007).
Melasma mempengaruhi kualitas hidup penderitanya khususnya dari segi
psikologis dan sosial. Meskipun melasma tidak mempunyai resiko secara medis,
namun melasma dapat mengganggu penampilan wajah. Hal ini secara emosional
sangat mengganggu penderita dan juga menimbulkan masalah sosial di berbagai
negara (Cestari, 2006).
Tingkat kualitas hidup melasma atau Melasma Quality of Life (MelasQoL)
merupakan instrumen yang dikembangkan untuk mengidentifikasi gangguan pada
kehidupan pasien yang disebabkan oleh melasma. Semakin tingginya skor maka
semakin rendah tingkat kualitas hidup yang berhubungan dengan melasma.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian-penelitian yang telah dilakukan di berbagai negara seperti Amerika
Serikat, Perancis, Brazil, dan Turki menggunakan MelasQoL pada wanita yang
menderita melasma menunjukkan tingkat kualitas hidup penderita melasma yang
buruk dari segi kehidupan sosial dan psikologis (Rossi, 2011).
Peneliti berminat untuk mengetahui gambaran kualitas hidup penderita
melasma pada ibu-ibu pengunjung Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) di
Kelurahan Tanjung Rejo, Kota Medan. Hal ini dikarenakan, dari survei
pendahuluan, ditemukan bahwa terdapat keluhan melasma pada ibu-ibu tersebut
yang terutama terdiri dari wanita usia produktif dan kemungkinan terpapar dengan
berbagai faktor resiko melasma.
Rumusan Masalah
Sebagaimana yang telah dijelaskan di latar belakang di atas, melasma tidak
hanya merupakan masalah medis, tapi juga memiliki dampak terhadap masalah
psikologis dan sosial yang akan mempengaruhi kualitas hidup dari penderita
melasma itu sendiri. Maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah: Bagaimana
gambaran kualitas hidup penderita melasma pada ibu-ibu pengunjung Posyandu di
Kelurahan Tanjung Rejo, Kota Medan?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas hidup penderita melasma
pada ibu-ibu pengunjung Posyandu di Kelurahan Tanjung Rejo, Kota
Medan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.
Untuk mengetahui karakteristik penderita melasma berdasarkan usia pada
ibu-ibu pengunjung Posyandu di Kelurahan Tanjung Rejo, Kota Medan.
2.
Untuk mengetahui karakteristik penderita melasma berdasarkan pendidikan
pada ibu-ibu pengunjung Posyandu di Kelurahan Tanjung Rejo, Kota
Medan.
Universitas Sumatera Utara
3.
Untuk mengetahui karakteristik penderita melasma berdasarkan pekerjaan
pada ibu-ibu pengunjung Posyandu di Kelurahan Tanjung Rejo, Kota
Medan.
4.
Untuk mengetahui karakteristik penderita melasma berdasarkan lama
menderitanya pada ibu-ibu pengunjung Posyandu di Kelurahan Tanjung
Rejo, Kota Medan.
5.
Untuk mengetahui karakteristik penderita melasma berdasarkan lokasinya
pada ibu-ibu pengunjung Posyandu di Kelurahan Tanjung Rejo, Kota
Medan.
6.
Untuk mengetahui karakteristik penderita melasma berdasarkan lama
terpapar matahari pada ibu-ibu pengunjung Posyandu di Kelurahan Tanjung
Rejo, Kota Medan.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Sebagai kesempatan untuk menambah pengalaman untuk mengaplikasikan
ilmu dalam hal melakukan penelitian dan juga sebagai pembelajaran bagi peneliti
mengenai penyakit melasma dan pengaruh melasma terhadap kualitas hidup
penderitanya.
1.4.2 Bagi ilmu pengetahuan dan dunia penelitian
Sebagai informasi, data, bahan kepustakaan, dan bahan rujukan bagi
penelitian-penelitian berikut yang berkaitan dengan kualitas hidup pada penderita
melasma.
1.4.3 Bagi Masyarakat
Sebagai informasi mengenai melasma dan gambaran kualitas hidup pada
penderita melasma bagi masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Warna
kulit
manusia
ditentukan
oleh
berbagai
pigmen
seperti
oxyhaemoglobin (dalam darah) dan karoten. Namun, pigmen yang paling berperan
adalah pigmen melanin. Berdasarkan morfologinya, kelainan pigmentasi dapat
dibagi menjadi dua yaitu hipomelanosis dan hipermelanosis (Soepardiman, 2007).
Melasma merupakan gangguan manifestasi kulit berupa hipermelanosis
yang sering dijumpai di masyarakat. Timbulnya melasma menimbulkan gangguan
pada kulit wajah sekaligus menyebabkan penurunan kepercayaan diri pada
penderitanya.
Meskipun
penderita
melasma
mungkin
khawatir
dengan
penampilannya, namun melasma adalah suatu kondisi yang tidak berbahaya dan
tidak menyebabkan masalah kesehatan lainnya (Soepardiman, 2007).
Melasma ditandai dengan bercak-bercak hitam yang muncul di wajah pada
area yang terpajan sinar ultraviolet (UV) dengan tempat predileksi pada pipi, dahi,
daerah atas bibir, hidung, dan dagu. Hal ini disebabkan karena pigmen melanin
yang berlebihan yang berkumpul di kulit (Montemarano, 2012).
Chloasma adalah istilah sinonim yang kadang-kadang digunakan untuk
menggambarkan terjadinya melasma selama kehamilan. Chloasma berasal dari
kata chloazein dari bahasa Yunani, yang berarti "untuk menjadi hijau." Melas,
juga berasal dari bahasa Yunani, berarti "hitam". Karena pigmentasi tidak pernah
berwarna hijau dalam penampilannya, maka melasma adalah istilah yang lebih
disukai (Montemarano, 2012).
Melasma dapat mengenai semua ras terutama penduduk yang tinggal di
daerah tropis. Seperti diketahui, melasma lebih banyak mengenai orang yang
memiliki tipe kulit berwarna lebih gelap dan stigmanya sering dihubungkan
dengan orang-orang berkultur Asia (Roberts, 2009).
Melasma lebih sering dijumpai pada wanita dibandingkan dengan pria.
Wanita yang terpengaruh adalah 90% dari kasus. Melasma jarang terjadi sebelum
pubertas dan paling sering terjadi pada wanita selama masa reproduksi
Universitas Sumatera Utara
(Montemarano, 2012). Di Amerika Serikat, diperkirakan sekitar 5-6 juta wanita
menderita kelainan ini (Torok, 2005).
Prevalensi melasma pada kulit Asia tidak diketahui, akan tetapi diperkirakan
berkisar 40% terjadi pada wanita dan 20% pada pria (Chan, 2008).
Penelitian oleh Goh dan Dlova di Singapura mendapatkan rasio melasma
antara wanita dan pria sebesar 21:1. Di Indonesia, perbandingan kasus melasma
antara wanita dan pria adalah 24:1, dimana dijumpai kejadian terbanyak pada
wanita usia subur berusia 30-44 tahun dengan riwayat terpapar langsung sinar
matahari (Rikyanto, 2006).
Berdasarkan penelitian Sudharmono dkk. (2004) di Jakarta, dari 145 pasien
melisma, hampir seluruh pasien berjenis kelamin wanita (97,93%) kecuali 3
pasien berjenis kelamin pria (2,07%).
Di RSUP. H. Adam Malik Medan, berdasarkan data yang diperoleh dari
rekam medis selama periode Januari sampai Desember 2009, dari total 5.369
pasien yang berobat ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 22 orang
(0,41%) diantaranya merupakan pasien dengan diagnosis melasma (Lubis, 2011).
Etiologi melasma sampai saat ini belum diketahui pasti. Tetapi, ada
beberapa faktor resiko yang dianggap berperan pada patogenesis melasma yaitu
sinar
UV, hormon, obat, genetik, ras, kosmetik, dan sisanya idiopatik.
Karakteristik dari penderita melasma juga diyakini mempengaruhi kualitas hidup
penderitanya seperti usia, pendidikan, pekerjaan, dan lamanya menderita melasma
(Soepardiman, 2007).
Melasma mempengaruhi kualitas hidup penderitanya khususnya dari segi
psikologis dan sosial. Meskipun melasma tidak mempunyai resiko secara medis,
namun melasma dapat mengganggu penampilan wajah. Hal ini secara emosional
sangat mengganggu penderita dan juga menimbulkan masalah sosial di berbagai
negara (Cestari, 2006).
Tingkat kualitas hidup melasma atau Melasma Quality of Life (MelasQoL)
merupakan instrumen yang dikembangkan untuk mengidentifikasi gangguan pada
kehidupan pasien yang disebabkan oleh melasma. Semakin tingginya skor maka
semakin rendah tingkat kualitas hidup yang berhubungan dengan melasma.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian-penelitian yang telah dilakukan di berbagai negara seperti Amerika
Serikat, Perancis, Brazil, dan Turki menggunakan MelasQoL pada wanita yang
menderita melasma menunjukkan tingkat kualitas hidup penderita melasma yang
buruk dari segi kehidupan sosial dan psikologis (Rossi, 2011).
Peneliti berminat untuk mengetahui gambaran kualitas hidup penderita
melasma pada ibu-ibu pengunjung Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) di
Kelurahan Tanjung Rejo, Kota Medan. Hal ini dikarenakan, dari survei
pendahuluan, ditemukan bahwa terdapat keluhan melasma pada ibu-ibu tersebut
yang terutama terdiri dari wanita usia produktif dan kemungkinan terpapar dengan
berbagai faktor resiko melasma.
Rumusan Masalah
Sebagaimana yang telah dijelaskan di latar belakang di atas, melasma tidak
hanya merupakan masalah medis, tapi juga memiliki dampak terhadap masalah
psikologis dan sosial yang akan mempengaruhi kualitas hidup dari penderita
melasma itu sendiri. Maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah: Bagaimana
gambaran kualitas hidup penderita melasma pada ibu-ibu pengunjung Posyandu di
Kelurahan Tanjung Rejo, Kota Medan?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas hidup penderita melasma
pada ibu-ibu pengunjung Posyandu di Kelurahan Tanjung Rejo, Kota
Medan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.
Untuk mengetahui karakteristik penderita melasma berdasarkan usia pada
ibu-ibu pengunjung Posyandu di Kelurahan Tanjung Rejo, Kota Medan.
2.
Untuk mengetahui karakteristik penderita melasma berdasarkan pendidikan
pada ibu-ibu pengunjung Posyandu di Kelurahan Tanjung Rejo, Kota
Medan.
Universitas Sumatera Utara
3.
Untuk mengetahui karakteristik penderita melasma berdasarkan pekerjaan
pada ibu-ibu pengunjung Posyandu di Kelurahan Tanjung Rejo, Kota
Medan.
4.
Untuk mengetahui karakteristik penderita melasma berdasarkan lama
menderitanya pada ibu-ibu pengunjung Posyandu di Kelurahan Tanjung
Rejo, Kota Medan.
5.
Untuk mengetahui karakteristik penderita melasma berdasarkan lokasinya
pada ibu-ibu pengunjung Posyandu di Kelurahan Tanjung Rejo, Kota
Medan.
6.
Untuk mengetahui karakteristik penderita melasma berdasarkan lama
terpapar matahari pada ibu-ibu pengunjung Posyandu di Kelurahan Tanjung
Rejo, Kota Medan.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Sebagai kesempatan untuk menambah pengalaman untuk mengaplikasikan
ilmu dalam hal melakukan penelitian dan juga sebagai pembelajaran bagi peneliti
mengenai penyakit melasma dan pengaruh melasma terhadap kualitas hidup
penderitanya.
1.4.2 Bagi ilmu pengetahuan dan dunia penelitian
Sebagai informasi, data, bahan kepustakaan, dan bahan rujukan bagi
penelitian-penelitian berikut yang berkaitan dengan kualitas hidup pada penderita
melasma.
1.4.3 Bagi Masyarakat
Sebagai informasi mengenai melasma dan gambaran kualitas hidup pada
penderita melasma bagi masyarakat.
Universitas Sumatera Utara