Kualitas Hidup Penderita Melasma Pada Ibu-Ibu Pengunjung Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Di Kelurahan Tanjung Rejo

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Airlangga University Press, 2008. Atlas Penyakit Kulit & Kelamin. Bagian SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin:173-175.

Ali, R., Aman, S., Nadeem, M., Kazmi, A.H., 2013. Quality of life in patients of melasma. Department of Dermatology, King Edward Medical University/ Mayo Hospital, Lahore, Pakistan:1-6.

Arellano I, León G, Luna C, 2006. Quality of life in Mexican patients with melasma. Cosmet Dermatol.;5:343-5.

Balkrishnan R, McMichael A, Camacho F et al, 2003. Development and validation of a health related quality of life instrument for women with melasma. Br J Dermatol.;149:572-7.

Bleehen, S.S., Anstey, A.V., 2004. Disorder of skin colour : Ephelid. In : Burns, T., Breathnach, S., Cox, N., Griffiths, C., ed. Rook’s textbook of dermatology. Edisi ke 7. Massachusetts: Blackwell.;19.

Brown, R.G., Burns, T., 2005. Dermatologi Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga, 126-132.

Cestari, T.F., et al., 2006. Validation of a melasma quality of life questionnaire for Brazilian Portuguese language: the MelasQoL-BP study and improvement of QoL of melasma patients after triple combination therapy. Department of Dermatology, Federal University of Rio Grande do Sul Hospital de Clinicas de Porto Alegre, Porto Alegre, Brazil:1-8.

Chan, R., et al, 2008. A Randomized Controlled Trial of the Efficacy and Safety of Fixed Triple Combination (Fluocinolone Acetonide 0.01%, Hydroquinone 4%, Tretinoin 0.05%) Compared with Hydroquinone 4% Cream in Asian Patient with Moderate to Severe Melasma. Br J Dermatol;159:697-703.


(2)

Chen, S.C., 2012. Melasma Quality of Life Measures. In: Chen, S.C, ed. Quality of Life Issues in Dermatology.

Damayanti, N., Listiawan, M.Y., 2004. Fisiologi dan Biokomia Pigmentasi Kulit. Berkala Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin;16(2): 156-62.

Dominguez, A.R., Balkrishnan, R., Ellzey, A.R., Pandya, A.G., 2006. Melasma in Latina patients: Cross-cultural adaptation and validation of a quality-of-life questionnaire in Spanish language. J Am Acad Dermatol.;55:59-66.

Davis, E.C., Callender, V.D., 2010. Postinflammatory Hyperpigmentation.

Available from:

[Accessed 01 April 2014].

Geria, A.N., Tajrian, A.L., Kihiczak, G., Shcwartz, R.A., 2009. Minocycline-induced skin pigmentation: an update. Available from: 2014].

Hadiyati, P.U., Sibero, H.T., Apriliana, E., 2013. Quality of Life of Melasma Patients at Dr. H. Abdul Moeloek Hospital in Lampung. Medical Faculty, Lampung University, Indonesia:1-9.

Risk

factors for facial melasma in women: a case-control study. Available

from:

March 2014].

Jimbow, K., Minamitsuji, Y., 2001. Topical Therapies for Melasma and Disorders of Hyperpigmentation. Dermatologic Therapy;14:35-45.


(3)

Kariosentono, H., 2002. Kelainan pigmentasi dan penuaan dini serta peran pendidikan kedokteran di bidang ilmu kesehatan kulit dan kelamin.

Universitas Sebelas Maret. Available from:

Laperee, H., Boone, B., Schepper, S.D., et al., 2008. Hypomelanoses and Hypermelanoses. In : Fitzpatrick, T.B., Wolff, K., ed. Dermatology in general medicine. Edisi ke 7. New York, McGraw – Hill. 622-640.

Lawrence, N., Cox, S.E., Brody, H.J., 1997. Treatment of Melasma with Jessner’s Solution versus Glycolic Acid: A Comparison of Clinical Efficacy and Evaluation of the Predictive Ability of Wood’s Light Examination. J Am Acad Dermatol ; 36(4):589-93.

Lin, J.Y., Chan, H.H., 2006. Pigmentary Disorders in Asian Skin: Treatment with Laser and Intense Pulsed Light Sources. Available from:

Montemarano, A.D., Lyford, H., 2012. Melasma. Available from: March 2014].

Murti, B., 2011. Struktur Riset. Institute of Health Economic and Policy Studies (IHEPS), Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret: 1-21.

Nicolaidou, E., Antoniou, C., Katsambas, A., 2007. Origin, clinical presentation, and diagnosis of facial hypermelanoses. Dermatol Clin.;25:321-6.

Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta ; 2003.

Rekam Medik Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2009.


(4)

Rigopoulos, D., Gregoriou, S., Katsambas, A., 2007. Hyperpigmentation and Melasma. J Cosmet Dermatol;6:195-202.

Rikyanto, H., 2004. Profil kasus melasma pelanggan klinik kosmetik di RSUD kota Yogyakarta. Available from: [Accessed 23 March 2014].

Roberts , W.E., 2009. Melasma. In: Kelly AP, Taylor SC, editor. Dermatology for skin of colour. New York, McGraw-Hill. 332-336.

Rossi, A., Perez, M.I., 2011. Cosmetic Concerns in Melasma, Part 1: Pathogenesis and Clinical Considerations. Cosmetic Dermatology Volume 24.

Sarkar. R., Chugh, S., Garg, V.J., 2012. Newer and Upcoming Therapies for Melasma. Indian Journal of Dermatology, Venereology, and Leprology Volume 78.

Scherdin, U., et al, 2008. Skin-Lightening Effect of a New Face Care Product in Patients with Melasma. J Cosmet Dermatol;7:68-75.

Shcwartz, R.A., 2013. Erythema Dyschromicum Perstans. Available from: April 2014].

Sheth, V.M., Pandya, A.G., 2011. Melasma: A Comprehensive Update part two. J Am Acad Dermatol Volume 65, Number 4.

Shudarmono A, Febrianti A, Rata I, Bernadette I. Epidemiologi Melasma di Poliklinik Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Tahun 2004. Media Dermato Venereologi Indonesia 2006;33(1).


(5)

Situm, M., Bulat, V., Buljan, M., Puljiz, Z., Bolanca, Z., 2010. Senile lentigo-cosmetic or medical issue of the elderly population. Available from: Soepardiman, L., 2007. Kelainan pigmen. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.

Edisi ke 5. Balai Penerbit, Jakarta. 289-95.

Torok, H.M., Jones, T., Rich, P., Smith, S., Tschen, E., 2005. Hydroquinone 4%, Tretinoin 0,05%, Fluocinolone Acetonide 0,01%: A Safe and Efficacious 12-Month Treatment for Melasma. Therapeutic for the Clinician, Cutis;57-62.

Yamaquchi, Y., Hearing, V.J., 2014. Melanocytes and their Diseases. Available from: 2014].


(6)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.1 : Kerangka Konsep Penelitian

3.2 Definisi Operasional

3.2.1 Karakteristik Penderita Melasma

3.2.1.1 Usia penderita dalam satuan tahun dengan pembulatan kurang dari 6 bulan dibulatkan kebawah dan sama atau lebih dari 6 bulan dibulatkan keatas.

Alat ukur

Alat pengukuran yang digunakan adalah kuesioner. Skala pengukuran

Skala pengukuran yang digunakan adalah ordinal.

3.2.1.2 Pendidikan merupakan jenis pendidikan formal yang sedang dijalani atau terakhir diselesaikan.

Alat ukur

Alat pengukuran yang digunakan adalah kuesioner. Skala pengukuran

Skala pengukuran yang digunakan adalah ordinal. Penderita Melasma

- Usia - Pendidikan - Pekerjaan

- Lama Menderita Melasma - Lokasi Melasma

- Lama Terpapar Matahari


(7)

3.2.1.3 Pekerjaan adalah pekerjaan utama yang menghasilkan pendapatan utama.

Alat ukur

Alat pengukuran yang digunakan adalah kuesioner. Skala pengukuran

Skala pengukuran yang digunakan adalah nominal.

3.4.1.4 Lama menderita melasma adalah jangka waktu dari masa pertama muncul manifestasi bercak hiperpigmentasi di wajah sampai saat penelitian dilakukan. Lama waktu menderita melasma dikategorikan kepada ≤ 1 tahun atau > 1 tahun.

Alat ukur

Alat pengukuran yang digunakan adalah kuesioner. Skala pengukuran

Skala pengukuran yang digunakan adalah ordinal.

3.2.1.5 Lokasi Melasma pada daerah wajah diklasifikasikan sebagai sentrofasial, malar dan mandibular.

Alat ukur

Alat pengukuran yang digunakan adalah kuesioner. Skala pengukuran

Skala pengukuran yang digunakan adalah nominal.

3.2.1.6 Lama terpapar matahari adalah jangka waktu dalam sehari penderita melasma terpajan sinar UV.

Alat ukur

Alat pengukuran yang digunakan adalah kuesioner. Skala pengukuran


(8)

3.2.2 Kualitas hidup adalah persepsi individual mengenai dirinya terhadap penyakit yang dideritanya. Pada penelitian ini, dilakukan survei pada penderita melasma pada ibu-ibu pengunjung Posyandu di Kelurahan Tanjung Rejo, Kota Medan.

Cara ukur

Cara pengukuran yang digunakan pada penelitian ini adalah wawancara sambil pengisian kuesioner MelasQoL. Kuesioner ini mempunyai 10 pertanyaan. Setiap ibu diminta memberi skor pada setiap pertanyaan dengan skala 0-7 yang menunjukkan bagaimana perasaan mereka terhadap penyakit melasma yang mempengaruhi kehidupan keseharian mereka dalam satu minggu terakhir. Jumlah skor bagi kuesioner ini adalah 7-70. Semakin tingginya skor maka semakin rendah kualitas hidup. Kategori nilai MelasQoL seperti berikut:

Sangat Baik : 7 - 19 Baik : 20 - 32 Sedang : 33 - 45 Buruk : 46 - 58 Sangat Buruk : 59 - 70 Alat ukur

Alat pengukuran yang digunakan adalah kuesioner MelasQoL. Skala pengukuran


(9)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dengan metode uji potong lintang (cross sectional).

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian direncanakan dilakukan pada bulan Juli - Oktober 2014. Penelitian ini dilakukan melalui pengumpulan data di 7 Posyandu yang aktif berjalan di Kelurahan Tanjung Rejo, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan dengan membagikan kuesioner kepada ibu-ibu penderita melasma yang berkunjung ke Posyandu tersebut.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian meliputi semua ibu-ibu penderita melasma yang berkunjung ke Posyandu di Kelurahan Tanjung Rejo, Kota Medan pada bulan Juli - Oktober 2014.

Kriteria Inklusi

1. Ibu-ibu penderita melasma pengunjung Posyandu. 2. Berusia 20-50 tahun.

3. Bersedia ikut serta dan menandatangani informed consent.

Kriteria Eksklusi

1. Penderita penyakit kronis.


(10)

4.3.2 Besar Sampel

Perhitungan besar sampel pada penelitian ini menggunakan metode total sampling, dimana seluruh ibu-ibu penderita melasma yang mengunjungi Posyandu diambil sebagai subjek penelitian. Jumlah ibu-ibu pengunjung ke tiap Posyandu adalah 25-30 orang. Estimasi besar sampel ditentukan melalui studi awal yang dilakukan oleh peneliti yang menunjukkan hasil bahwa terdapat sekurang-kurangnya 10 ibu yang menderita melasma di tiap Posyandu. Maka estimasi besar sampel adalah 75 responden.

4.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan pengisisan kuesioner oleh responden untuk mengetahui tingkat kualitas hidup penderita melasma pada ibu-ibu pengunjung Posyandu. Pada saat pengumpulan data, peneliti menjelaskan kepada responden tentang tujuan dan manfaat penelitiannya. Responden diberikan informed consent terlebih dahulu. Responden yang bersedia mengikuti penelitian diberi lembar kuesioner dan diberi kesempatan untuk bertanya pertanyaan yang tidak dimengerti. Setelah selesai pengisisan, lembar kuesioner dikutip dan diperiksa kelengkapan datanya. Selanjutnya, lembar kuesioner dikutip untuk menganalisis data.

4.5 Metode Pengelolaan dan Analisa Data 4.5.1 Pengelolaan Data

a. Editing : Editing yang dilakukan untuk memeriksa kelengkapan data. Apabila data belum lengkap ataupun ada kesalahan data, akan dilengkapi dengan mewawancara ulang responden.

b. Coding : Data yang terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapan data diberi kode secara manual oleh peneliti sebelum diolah dengan computer.

c. Entry : Data yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan kedalam program komputer dengan menggunakan software SPSS.


(11)

d. Cleaning data : Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan kedalam komputer guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data.

e. Solving : Penyimpanan data untuk siap dianalisa.

4.5.2 Metode Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software SPSS®. Data yang sudah diolah akan disajikan dalam bentuk tabel dan penjelasan mengenai data akan disajikan dalam bentuk narasi.


(12)

BAB 5

HASIL DAN PENELITIAN

5.1 Hasil Penelitian

Berikut ini, akan dijelaskan hasil dari penelitian tentang kualitas hidup penderita melasma pada ibu-ibu pengunjung Posyandu yang dilakukan di Posyandu Kelurahan Tanjung Rejo, Kota Medan dengan sampel sebanyak 75 orang.

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di 7 Posyandu yang aktif berjalan dari 19 Posyandu yang terdapat di Kelurahan Tanjung Rejo, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan. Nama-nama Posyandu tersebut adalah Melati 2, Melati 3, Melati 6, Melati 7, Melati 15, Melati 18, dan Melati 19.

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden

5.1.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Tabel 5.1 : Distribusi Penderita Melasma pada Responden Berdasarkan Usia.

Usia (Tahun) Jumlah Persentase (%)

21-30 4 5.3

31-40 46 61.3

41-50 25 33.3

Total 75 100.0

Tabel 5.1 menunjukkan karakteristik responden pada ibu-ibu tersebut yang menderita melasma berdasarkan usia. Responden yang terbanyak adalah 31-40 tahun yaitu sebanyak 46 orang (61,3%), 21-30 tahun sebanyak 4 orang (5,3%), dan 41-50 tahun sebanyak 25 orang (33.3%).


(13)

5.1.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Tabel 5.2 : Distribusi Penderita Melasma pada Responden Berdasarkan Pendidikan.

Pendidikan Jumlah Persentase (%)

SD 8 10.7

SMP 40 53.3

SMA 21 28.0

Perguruan Tinggi 6 8.0

Total 75 100.0

Tabel 5.2 menunjukkan karakteristik responden pada ibu-ibu tersebut yang menderita melasma berdasarkan pendidikan. Responden yang terbanyak adalah SMP sebanyak 40 orang (53,3%), SMA sebanyak 21 orang (28,0%), SD sebanyak 8 orang (10,7%), dan Perguruan Tinggi sebanyak 6 orang (8,0%).

5.1.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Tabel 5.3 : Distribusi Penderita Melasma pada Responden Berdasarkan Pekerjaan.

Pekerjaan Jumlah Persentase (%)

Ibu rumah tangga 15 20.0

Wiraswasta 17 22.7

Penyapu jalan 12 16.0

Pegawai negeri sipil 6 8.0

Petani 3 4.0

Buruh bangunan 6 8.0

Buruh pabrik 16 21.3

Total 75 100.0

Tabel 5.3 menunjukkan karakteristik responden pada ibu-ibu tersebut yang menderita melasma berdasarkan pekerjaan. Responden terbanyak adalah wiraswasta sebanyak 17 orang (22,7%), buruh pabrik sebanyak 16 orang (21,3%),


(14)

ibu rumah tangga sebanyak 15 orang (20,0%), penyapu jalan sebanyak 12 orang (16,0%), buruh bangunan dan pegawai negeri sipil sebanyak 6 orang (8,0%) masing-masing, dan petani sebanyak 3 orang (4,0%).

5.1.2.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Menderitanya

Tabel 5.4 : Distribusi Penderita Melasma pada Responden Berdasarkan Lama Menderitanya.

Lama Menderita Melasma (Tahun) Jumlah Persentase (%)

≤ 1 30 40.0

>1 45 60.0

Total 75 100.0

Tabel 5.4 menunjukkan karakteristik responden pada ibu-ibu tersebut yang menderita melasma berdasarkan lama menderitanya. Responden terbanyak adalah > 1 tahun sebanyak 45 orang (60,0%) dan ≤ 1 tahun sebanyak 30 orang (40,0%). 5.1.2.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Lokasi Melasma

Tabel 5.5 : Distribusi Penderita Melasma pada Responden Berdasarkan Lokasinya.

Lokasi Melasma Jumlah Persentase (%) Sentrofasial (pipi, dahi, hidung, di atas

bibir dan dagu) 31 41.3

Malar (pipi dan hidung) 30 40.0

Mandibular (dagu) 14 18.7

Total 75 100.0

Tabel 5.5 menunjukkan karakteristik responden pada ibu-ibu tersebut yang menderita melasma berdasarkan lokasinya. Responden terbanyak adalah sentrofasial sebanyak 31 orang (41,3%), malar sebanyak 30 orang (40,0%), dan mandibular sebanyak 14 orang (18,7%).


(15)

5.1.2.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Terpapar Matahari Tabel 5.6 : Distribusi Penderita Melasma pada Responden Berdasarkan Lama Terpapar Matahari.

LamaTerpapar Matahari (Jam) Jumlah Persentase (%)

1-2 25 33.3

3-4 13 17.3

5-6 37 49.3

Total 75 100.0

Tabel 5.6 menunjukkan karakteristik responden pada ibu-ibu tersebut yang menderita melasma berdasarkan lama terpapar matahari. Responden yang terbanyak adalah 5-6 jam sebanyak 37 orang (49,3%), 1-2 jam sebanyak 25 orang (33,3%), dan 3-4 jam sebanyak 13 orang (17,3%).

5.1.3 Pengukuran Kualitas Hidup

Tabel 5.7 : Distribusi Kualitas Hidup Penderita Melasma Kategori

Kualitas Hidup Kualitas Hidup Jumlah Persentase (%) 7 – 19

20 – 32

Sangat Baik 0 0.0

Baik 16 21.3

33 – 45 Sedang 52 69.3

46 – 58 Buruk 7 9.3

59 – 70 Sangat Buruk 0 0.0

Total 75 100.0

Tabel 5.7 menunjukkan tingkat kualitas hidup penderita melasma pada ibu-ibu tersebut yang diukur dengan menggunakan MelasQoL. Subjek penelitian terbanyak berada di tingkat sedang sebanyak 52 orang (69.3%), tingkat baik sebanyak 16 orang (21.3%), dan tingkat buruk sebanyak 7 orang (9.3%). Tidak ada responden pada tingkat sangat baik ataupun sangat buruk.


(16)

5.2 Pembahasan

Melasma adalah gangguan kulit yang banyak dijumpai yang ditandai dengan bercak hiperpigmentasi lokal pada kulit yang terpapar sinar matahari. Secara histologi, daerah yang terkena menunjukkan peningkatan produksi dan transfer melanosom ke keratinosit (Cestari, 2005). Melasma menyebabkan efek yang sangat besar pada kualitas hidup pasien (Ali, 2013).

Dalam penelitian ini, total sampel berjumlah 75 orang ibu-ibu pengunjung Posyandu di Kelurahan Tanjung Rejo, Kota Medan. Responden memiliki rentang usia antara 29 hingga 50 tahun dengan angka kejadian melasma tertinggi yaitu kelompok usia 31-40 tahun sebanyak 46 orang (61,3%). Menurut penelitian sebelumnya oleh Rikyanto (2003) di Poli Kulit RSUD Kota Yogyakarta selama 3 tahun, kelompok usia kasus melasma dijumpai terbanyak pada kelompok usia 31-40 tahun (42,4%). Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan insiden melasma terbanyak terjadi pada wanita usia subur yaitu usia 30-44 tahun akibat pengaruh hormon. Hormon yang berperan seperti Melanin Stimulating Hormone (MSH), ACTH, lipotropin, estrogen, dan progesterone yang dapat meningkatkan melanogenesis (Damayanti, 2004).

Ibu-ibu yang menderita melasma tersebut terbanyak berpendidikan SMP sebanyak 40 orang (53,3%). Tingkat pendidikan mungkin berhubungan dengan kesadaran masyarakat yang berkaitan dalam hal melindungi kesehatan kulit. Perilaku kesehatan dipengaruhi salah satunya oleh pengetahuan karena pengetahuan merupakan hasil dari mengetahui dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek yang berimplikasi terhadap perubahan perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2007).

Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan terbagi menjadi 7 yaitu ibu rumah tangga, wiraswasta, penyapu jalan, pegawai negeri sipil, petani, buruh bangunan, dan buruh pabrik dengan pekerjaan wiraswasta memiliki frekuensi tertinggi yaitu 17 orang (22,7%). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Sudharmono dkk. (2004), dimana berdasarkan pekerjaan didapatkan terbanyak adalah ibu rumah tangga sebanyak 45,52% dan pada penelitian yang dilakukan


(17)

oleh Rikyanto (2003) di Poli Kulit RSUD Kota Yogyakarta yang mengatakan frekuensi kunjungan terbanyak adalah pegawai negeri sipil (57,3%).

Ibu-ibu penderita melasma tersebut terbanyak menderita melasma >1 tahun sebanyak 45 orang (60.0%). Penelitian sebelumnya oleh Suhartono (2001) di Klinik Keluarga Berencana RSUP Dr. Kariadi Semarang yang mengatakan frekuensi kunjungan terbanyak adalah pasien yang umumnya menderita melasma selama 1-3 tahun sebanyak 54,4%.

Tipe sentrofasial paling banyak diderita ibu-ibu tersebut yaitu sebanyak 31 orang (41,3%). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Koesoema (2008), dimana pola yang terbanyak adalah pola malar sebanyak 58,9%. Bentuk sentrofasial meliputi daerah dahi, hidung, pipi bagian medial, bawah hidung, serta dagu dan angka kejadiannya mencapai 63% dibandingkan tipe melasma lainnya (Soepardiman, 2010).

Kebanyakan ibu-ibu yang menderita melasma tersebut mempunyai riwayat terpapar sinar matahari sekitar 5-6 jam sebanyak 37 orang (49,3%). Hal ini karena lipid dan jaringan tubuh (kulit) yang terpapar dengan sinar terutama UV dapat menyebabkan terbentuknya singlet oksigen dan radikal bebas yang merusak lipid dan jaringan tersebut. Radikal bebas ini akan menstimulasi melanosit untuk memproduksi melanin yang berlebihan (Montemarano, 2012).

Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung dari masing-masing individu dalam menyikapi permasalahan yang terjadi dalam dirinya. Melasma dapat memiliki efek emosional dan psikologis yang signifikan pada mereka yang terkena dampak dengan kondisi tersebut (Cestari, 2005).

Tingkat kualitas hidup melasma atau Melasma Quality of Life (MelasQoL) merupakan instrumen yang dikembangkan untuk mengidentifikasi gangguan pada kehidupan pasien yang disebabkan oleh melasma. Tabel 5.7 menunjukkan tingkat kualitas hidup penderita melasma yang diukur dengan menggunakan MelasQoL. Kebanyakan sampel penelitian berada di tingkat sedang sebanyak 52 orang (69.3%), diikuti dengan tingkat baik sebanyak 16 orang (21.3%), dan tingkat buruk sebanyak 7 orang (9.3%). Hasil ini kemungkinan berkaitan dengan cukup dapat diterimanya melasma dalam kehidupan ibu-ibu tersebut. Hal lain yang


(18)

berperan kemungkinan berkaitan dengan tingkat pendidikan ibu-ibu tersebut yang separuhnya tergolong rendah yaitu SMP.

Penelitian-penelitian telah dilakukan di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Perancis, Brazil, dan Turki menggunakan MelasQoL pada wanita yang menderita melasma (Rossi, 2011). Sp-MelasQoL yang digunakan oleh Dominguez untuk penelitian pada perempuan Latin menunjukkan hasil berupa peserta yang kurang berpendidikan dan peserta yang menderita melasma untuk jangka waktu yang panjang menunjukkan tingkat kualitas hidup yang rendah. Pada MelasQoL-F yang digunakan dalam penelitian pada perempuan di negara Perancis menunjukkan hasil bahwa tingkat kualitas hidup banyak dipengaruhi oleh melasma pada hubungan kekeluargaan dan kehidupan sosial. MelasQoL-BP yang telah digunakan untuk penelitian yang dilakukan di Brazil oleh Cestari menunjukkan hasil bahwa domain tingkat kualitas hidup yang paling terpengaruh oleh melasma adalah penampilan, frustrasi, malu, depresi, hubungan dengan orang lain dan merasa tidak menarik. Pada MelasQoL-TR yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Dogramaci di Turki menunjukkan hasil bahwa penderita melasma paling terpengaruh oleh penampilan kulit, frustrasi, merasa tidak menarik bagi orang lain, dan memiliki rasa terbatas kebebasan.


(19)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Telah dilakukan penelitian mengenai kualitas hidup penderita melasma pada ibu-ibu pengunjung Posyandu di Kelurahan Tanjung Rejo, Kota Medan dengan kesimpulan sebagai berikut:

1. Kualitas hidup ibu-ibu yang menderita melasma tersebut terbanyak dalam tingkat sedang sebanyak 69.3%.

2. Mayoritas penderita melasma berdasarkan karakteristik usia terbanyak adalah 31-40 tahun yaitu sebanyak 61,3%.

3. Mayoritas penderita melasma berdasarkan karakteristik pendidikan terbanyak adalah pendidikan SMP sebanyak 53,3%.

4. Mayoritas penderita melasma berdasarkan karakteristik pekerjaan terbanyak bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 22,7%.

5. Mayoritas penderita melasma berdasarkan karakteristik lama menderitanya terbanyak > 1 tahun sebanyak 60,0%.

6. Mayoritas penderita melasma berdasarkan karakteristik lokasinya terbanyak tipe sentrofasial sebanyak 41,3%.

7. Mayoritas penderita melasma berdasarkan karakteristik lama terpapar terbanyak sekitar 5-6 jam sebanyak 49,3%.

6.2 Saran

1. Penelitian dapat dilakukan lebih lanjut untuk menilai kualitas hidup penderita melasma berdasarkan lama menderita dan derajat keparahannya. 2. Penelitian dapat dilakukan lebih lanjut dengan menggambarkan lebih jauh


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Melasma 2.1.1 Definisi

Melasma adalah hipermelanosis yang terjadi pada daerah wajah yang terkena sinar matahari. Melasma muncul sebagai makula hiperpigmentasi simetris yang dapat konfluen atau belang-belang. Pipi, bibir atas, dagu, dan dahi adalah lokasi yang paling umum tapi kadang-kadang melasma dapat terjadi pada lokasi yang terkena sinar matahari lainnya (Montemarano, 2012).

Chloasma adalah istilah sinonim kadang-kadang digunakan untuk menggambarkan terjadinya melasma selama kehamilan (Montemarano, 2012).

2.1.2 Epidemiologi a. Ras

Orang dari setiap ras dapat dipengaruhi oleh melasma. Namun, melasma jauh lebih sering terjadi pada jenis kulit gelap daripada jenis kulit cerah dan mungkin lebih sering terjadi pada jenis kulit coklat muda, terutama Hispanik dan Asia, dari wilayah di dunia dengan paparan sinar matahari yang intens (Soepardiman, 2007).

b. Jenis Kelamin

Melasma jauh lebih umum terjadi pada wanita dibandingkan pada pria. Wanita yang terpengaruh adalah 90% dari kasus. Ketika laki-laki yang terkena, gambaran klinis dan histologis akan identik (Montemarano, 2012). Pada pria, melasma dijumpai pada 10% kasus. Di Indonesia, perbandingan kasus wanita dan pria yaitu 24 : 1 (Soepardiman, 2007).


(21)

c. Usia

Melasma jarang terjadi sebelum pubertas dan paling sering terjadi pada wanita selama masa reproduksi mereka (Montemarano, 2012). Melasma tampak pada wanita usia subur dengan riwayat terpapar pajanan sinar matahari dengan intensitas yang lama. Usia 30-44 tahun merupakan insidens terbanyak (Soepardiman, 2007).

2.1.3 Etiopatogenesis

Pada melasma, terjadi hiperpigmentasi akibat peningkatan produksi melanin atau peningkatan proliferasi melanosit yang aktif. Peningkatan produksi melanin ini terjadi tanpa perubahan jumlah melanosit. Mekanisme timbulnya melasma yang terjadi dalam proses pembentukan melanin dapat berupa peningkatan produksi melanosom, peningkatan melanisasi melanosom, pembentukan melanosom yang lebih besar, peningkatan pemindahan melanosom dari melanosit ke keratinosit, serta peningkatan ketahanan melanosom dalam keratinosit (Laperee, 2008).

Belum ada teori yang dapat menjelaskan secara pasti bagaimana patogenesis dari penyakit melasma. Beberapa hal yang sering dikaitkan dengan penyakit melasma antara lain adalah pengaruh sinar matahari, kehamilan, penggunaan hormon kontrasepsi, dan kosmetik. Peningkatan produksi melanosom disebabkan karena hormon maupun karena sinar UV. Kenaikan melanosom ini juga dapat disebabkan karena bahan farmakologik seperti perak dan psoralen. Penghambatan dalam malphigian cell turnover juga dapat terjadi karena pemakaian obat sitostatik (Laperee, 2008).

2.1.4 Faktor Resiko a. Faktor Endokrin

Hormon yang dikenal dapat meningkatkan melanogenesis antara lain Melanin Stimulating Hormone (MSH), ACTH, lipotropin, estrogen, dan progesterone (Damayanti, 2004).


(22)

b. Predisposisi Genetik

Faktor genetik dan ras mempunyai kontribusi bermakna terhadap patogenesis melasma seperti yang diduga pada kejadian melasma familial. Penyakit ini jauh lebih sering ditemukan pada ras Hispanik, Latin, Oriental, dan Indo-Cina. Faktor predisposisi genetik pada melasma sering dijumpai pada penderita dengan tipe kulit III-VI (Jimbow, 2001).

c. Faktor Paparan Sinar Matahari

Paparan sinar matahari adalah faktor yang sangat berpengaruh dan ini berlaku untuk semua pasien yang mengalami perbaikan atau perburukan apabila terpapar sinar matahari. Eksaserbasi melasma hampir pasti dijumpai setelah terpapar sinar matahari yang berlebihan dan kondisi melasma akan membaik selama musim dingin. Lipid dan jaringan tubuh (kulit) yang terpapar dengan sinar terutama sinar UV dapat menyebabkan terbentuknya singlet oksigen dan radikal bebas yang merusak lipid dan jaringan tersebut. Radikal bebas ini akan menstimulasi melanosit untuk memproduksi melanin yang berlebihan (Montemarano, 2012).

d. Faktor Kosmetik

Bahan kosmetik yang menimbulkan hiperpigmentasi/melasma yaitu yang berasal dari bahan yang bersifat iritatif atau photosensitizer misalnya minyak bergamot, tar, beberapa asam lemak, minyak mineral, petrolatum, lilin tawon, bahan pewarna seperti Sudan III, para-fenilen diamin, pewangi, dan pengawet kosmetik. Melasma yang terjadi biasanya difus dengan batas tidak jelas dan akan lebih jelas bila terkena sinar matahari (Kariosentono, 2002).

e. Faktor Obat-obatan

Beberapa obat yang dapat merangsang aktivitas melanosit dan meningkatkan pigmentasi kulit terutama pada daerah wajah yang sering terpapar sinar matahari yaitu obat-obat psikotropik seperti fenotiazin


(23)

(klorpromazin), amiodaron, tetrasiklin, minosiklin, klorokuin, sitostatika, logam berat, arsen inorganik dan obat antikonvulsan seperti hidantoin, dilantin, fenitoin dan barbiturat (Soepardiman, 2007).

2.1.5 Klasifikasi

Melasma dapat dikategorikan sebagai tipe epidermal, tipe dermal, atau tipe dermal-epidermal (campuran). Melasma tipe epidermal berarti pigmen (melanin) berada di lapisan kulit yang lebih superfisial yang disebut epidermis. Melasma tipe dermal berarti bahwa pigmen berada dalam lapisan kulit yang lebih dalam. Perbedaan ini penting karena melasma epidermal bereaksi lebih cepat terhadap pengobatan (Rigopoulos, 2007).

2.1.6 Gambaran Klinis

Lesi melasma tampak sebagai makula coklat terang sampai gelap dengan pinggir iregular. Distribusi dari melasma biasanya simetris pada wajah dan menyatu dengan pola retikular. Terdapat tiga pola utama dari distribusi lesi tersebut yaitu sentrofasial (63%) yang mengenai daerah pipi, dahi, hidung, di atas bibir, dan dagu dan merupakan bentuk yang paling sering ditemukan, malar (21%) yang mengenai pipi dan hidung, serta mandibular (16%) yang mengenai ramus mandibular. Melasma tidak mengenai membran mukosa. Jumlah makula hiperpigmentasi berkisar antara satu lesi sampai multipel dengan distribusi simetris (Rigopoulos, 2007).

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada melasma tidak diindikasikan, namun dapat dipertimbangkan untuk pemeriksaan fungsi endokrin, tiroid dan hepatik.


(24)

b. Pemeriksaan histopatologis

Lesi kulit melasma terlihat jelas berbeda dibanding dengan kulit normal. Terdapat tiga gambaran histopatologis dari pigmentasi yaitu epidermal, dermal, dan dermal-epidermal (campuran). Pada melasma tipe epidermal, yang terlihat berwarna kecoklatan, terdapat peningkatan melanin di lapisan basal dan suprabasal. Peningkatan jumlah dan aktivitas melanosit dapat diamati seiring dengan meningkatnya transfer melanosom ke keratinosit. Tipe epidermal lebih responsif terhadap pengobatan. Pada melasma tipe dermal, yang terlihat berwarna abu-abu kebiruan, pigmen melanin yang diproduksi oleh melanosit epidermal memasuki papilla dermis dan diambil oleh makrofag (melanofag) yang sering berkumpul di sekitar pembuluh darah kecil dan berdilatasi. Pada melasma tipe dermal-epidermal (campuran), ditandai dengan adanya deposisi pada lapisan dermal maupun epidermal (Rigopoulos, 2007).

c. Pemeriksaan lampu Wood

Berdasarkan lokasi pigmen, melasma terbagi dalam tiga tipe. Klasifikasi sebelum pengobatan sangat penting oleh karena lokasi pigmen dapat menentukan pengobatan yang akan dipilih. Untuk membantu dalam menentukan lokasi pigmen, maka pasien harus diperiksa dengan menggunakan lampu Wood sebelum diterapi (Rigopoulos, 2007).

Lawrens berpendapat bahwa pemeriksaan dengan lampu Wood tidak dapat membantu meramalkan respon klinis terhadap pengelupasan kulit pada melasma. Hal ini dikarenakan, sebagian besar pasien-pasien melasma memiliki tipe melasma campuran dermal-epidermal. Pemeriksaan dengan lampu Wood tetap berguna untuk menentukan prognosis dari pengobatan melasma. Apabila lesi-lesi terlihat lebih jelas dengan pemeriksaan lampu Wood, maka terdapat kesempatan yang lebih baik untuk terjadinya perbaikan klinis (Rigopoulos, 2007).


(25)

Pada pemeriksaan dibawah lampu Wood, secara klasik melasma dapat diklasifikasikan menjadi :

i. Tipe Epidermal

Hiperpigmentasi biasanya berwarna coklat terang apabila dilihat di bawah lampu biasa dan penilaian dengan lampu Wood menunjukkan warna yang kontras antara daerah yang hiperpigmentasi dibanding kulit normal. Sebagian besar pasien melasma termasuk ke dalam kategori ini. Pasien dengan hiperpigmentasi tipe epidermal memiliki respon yang lebih baik terhadap bahan-bahan depigmentasi (Rigopoulos, 2007).

ii. Tipe Dermal

Hiperpigmentasi biasanya berwarna abu-abu atau abu-abu kebiruan apabila dilihat dibawah lampu biasa dan dengan lampu Wood tidak memberikan warna kontras pada lesi. Pada tipe ini, eliminasi pigmen bergantung pada transport melalui makrofag dan keadaan ini tidak mampu dicapai oleh bahan-bahan depigmentasi (Rigopoulos, 2007).

iii. Tipe Dermal-Epidermal (Campuran)

Hiperpigmentasi biasanya berwarna coklat gelap apabila dilihat dengan lampu biasa. Apabila dilihat dengan lampu Wood, akan terlihat warna yang kontras pada beberapa daerah lesi sedangkan pada daerah yang lain tidak (Rigopoulos, 2007).

2.1.8 Diagnosis Banding a. Riehl’s melanosis

Riehl’s melanosis pertama kali diamati pada tahun 1917. Penyakit ini merupakan hiperpigmentasi pada wajah terutama di dahi dan di daerah zygomatic dan / atau di daerah temporal dan saat ini hampir identik dengan dermatitis kontak berpigmen pada wajah (Bleehen, 2004).


(26)

b. Hori’s nevus

Hori’s nevus, juga dikenal sebagai acquired bilateral nevus of Ota-like macules (ABNOM) atau acquired dermal melanocytosis (ADM), timbul sebagai makula wajah abu-abu kebiruan bilateral. Hori’s nevus terlihat pada 0,8% dari populasi Asia dan biasanya mempengaruhi daerah malar tapi lateral temples, alae nasi, kelopak mata, dan dahi juga dapat terlibat. Tidak seperti nevus Ota, pigmentasi dalam nevus Hori bersifat didapat dan tidak melibatkan mukosa. Melasma dan nevus Hori dapat timbul secara bersamaan (Lin, 2006).

c. Post-inflammatory hyperpigmentation (PIH)

Post-inflammatory hyperpigmentation (PIH) adalah masalah yang sering dihadapi dan merupakan gejala sisa dari berbagai gangguan kulit serta intervensi terapeutik. Hiperpigmentasi ini dapat dikaitkan dengan berbagai proses penyakit sebelumnya yang mempengaruhi kulit seperti infeksi, reaksi alergi, luka mekanik, reaksi terhadap obat, letusan fototoksik, trauma seperti luka bakar, dan penyakit inflamasi misalnya lichen planus, lupus eritematosus, dan dermatitis atopik (Davis, 2010).

d. Erythema dyschromicum perstans (ashy dermatosis)

Erythema dyschromicum perstans disebut juga dermatosis ceniciento yang berarti ashy dermatosis karena warna abu-abu kebiruannya. Erythema dyschromicum perstans (ashy dermatosis) adalah erupsi kulit yang berbeda dan agak kontroversial yang mungkin lebih baik dianggap sebagai bentuk lichen planus atau lichen planus actinicus (Schwartz, 2013).

e. Minocycline pigmentation

Minocycline adalah antibiotik yang umum digunakan untuk pengobatan jangka panjang acne vulgaris. Efek samping minocycline yang terdokumentasi dengan baik adalah pigmentasi kulit. Terdapat tiga jenis tipe


(27)

yang berbeda yaitu: Tipe I, pigmen blue-black/abu-abu di muka di daerah jaringan parut atau peradangan yang terkait dengan jerawat; tipe II, pigmen abu-abu kebiruan pada kulit tungkai bawah dan lengan; tipe III, tersebar warna muddy-brown di daerah paparan sinar matahari. Tipe I dan II berwarna seperti besi dan melanin terletak di ekstrasel dan dalam makrofag di dermis. Tipe III menunjukkan peningkatan melanin spesifik dalam keratinosit basal dan dermal melanophages berwarna hanya untuk melanin (Geria, 2009).

f. Senile lentigo

Senile lentigo atau age spots merupakan makula hiperpigmentasi kulit yang terjadi dalam bentuk tidak teratur yang muncul paling sering di daerah kulit terkena sinar matahari seperti pada wajah dan punggung tangan. Senile lentigo adalah komponen umum dari kulit yang menua terlihat paling sering setelah usia 50 tahun (Situm, 2010).

g. Ephelid

Ephelid sering juga disebut freckles yang biasanya diturunkan secara autosomal dominan. Pada ephelid, makula hiperpigmentasi berwarna coklat terang dan timbul pada kulit yang sering terkena sinar matahari. Pada musim panas, jumlahnya akan bertambah, ukurannya menjadi lebih besar dan lebih gelap sedangkan pada musim dingin akan berkurang (Bleehen, 2004).

2.1.9 Penatalaksanaan

Hasil pengobatan sangat bervariasi antara individu. Pengobatan yang dianjurkan akan sangat tergantung pada jenis melasma, dermal atau epidermal. Pada beberapa orang dengan epidermal melasma, perbaikan yang cepat dialami dalam waktu 4-8 minggu setelah memulai pengobatan, sementara yang lain mungkin memakan waktu berbulan-bulan untuk mendapatkan perbaikan. Ini


(28)

mungkin memerlukan waktu untuk merespon terhahap pengobatan (Montemarano, 2012).

Obat-obat yang diresepkan untuk melasma disebut “bleaching” atau "depigmentasi" yaitu agen yang menyebabkan kulit untuk berhenti membuat melanin.

a. Agen Depigmentasi

Agen ini menghambat enzim kunci yang terlibat dalam sintesis melanin.

b. Agen Antibiotik

Agen ini menghambat sintesis DNA dan enzim mitokondria untuk mengganggu melanosit hiperaktif. Biasanya melanosit yang berfungsi tidak terhambat.

c. Retinoid

Agen ini mengatur pertumbuhan dan proliferasi sel.

2.1.10 Pencegahan

Penghindaran sinar matahari adalah langkah yang paling penting dalam mengobati melasma dan mencegah kembalinya melasma. Sinar matahari merupakan pemicu yang kuat dari pembentukan pigmen pada orang yang rentan terhadap melasma. Hal ini cukup kuat untuk melawan efek dari obat-obatan, bahkan melalui jendela mobil atau pada hari berawan (Montemarano, 2012).

Jika penderita akan terkena sinar matahari, maka penderita harus mengambil langkah-langkah berikut untuk mencegah sinar matahari terkena pada daerah wajah :

a. Memakai topi dengan pinggiran untuk menaungi wajah. b. Menggunakan payung matahari.


(29)

Ketika memilih tabir surya, harus dipertimbangkan hal-hal berikut :

a. Gunakan tabir surya dengan zinc oxide atau titanium dioxide. Formulasi yang "micronized" dapat berbaur lebih baik dengan kulit yang lebih gelap.

b. Gunakan tabir surya yang melindungi terhadap sinar UV. c. Gunakan tabir surya yang terdaftar sebagai SPF 30 atau lebih.

2.1.11 Evaluasi Pengobatan

Evaluasi hasil pengobatan penelitian uji klinis pada melasma dapat dibagi menjadi teknik evaluasi subjektif dan objektif (Lawrence, 1997).

a. Teknik evaluasi subjektif

Meskipun mutunya lebih rendah dibanding teknik evaluasi objektif, evaluasi subjektif terutama The Physician’s Global Assessment (PGA) merupakan the primary efficacy endpoint untuk mengevaluasi pengobatan terbaru. PGA adalah the primary efficacy endpoint pada uji klinis melasma. Secara klinis, PGA merupakan pengukuran subjektif yang relevan dari perubahan keparahan pigmentasi selama pengobatan dibandingkan dengan awal pengobatan (Lawrence, 1997).

Sistem pengukuran yang paling sering digunakan adalah Melasma Area and Severity Index (MASI) score dan pertama kali dipakai oleh Kimbrough-Green et al untuk penilaian melasma. MASI adalah suatu cara untuk mengukur secara teliti keparahan melasma dan perubahan selama terapi. Skor MASI dihitung pertama sekali dengan menilai area hiperpigmentasi di wajah. Empat area yang dievaluasi yaitu dahi (F), pipi kanan (MR), pipi kiri (ML), dan dagu (C), yang disesuaikan secara berurutan dengan 30%, 30%, 30%, dan 10% dari seluruh wajah (Lawrence, 1997).

Selain itu, Melasma Severity Scale (MSS) merupakan sistem skoring empat tingkat (skala kategorik) yang menilai keparahan melasma (Lawrence, 1997).


(30)

b. Teknik evaluasi objektif

Berbagai teknik evaluasi objektif telah digunakan pada penelitian uji klinis melasma, seperti reflectance spectroscopy, fotografi, fluorescent video recording dan corneomelametry, dan histologi (Lawrence, 1997).

2.1.12 Prognosis

Dermal pigmen mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk menyembuh daripada epidermis pigmen karena tidak ada terapi yang efektif mampu menghilangkan pigmen kulit. Namun, pengobatan tidak harus ditahan hanya karena dominan dermal pigmen. Sumber pigmen kulit adalah epidermis, dan jika epidermal melanogenesis dapat dihambat untuk waktu yang lama, pigmen kulit tidak akan mengisi dan perlahan-lahan akan menyembuh (Montemarano, 2012).

Kasus resisten atau rekuren melasma sering terjadi jika penghindaran terhadap sinar matahari tidak diperhatikan (Montemarano, 2012).

2.2 Kualitas Hidup 2.2.1 Definisi

Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung dari masing-masing individu dalam menyikapi permasalahan yang terjadi dalam dirinya. Jika dihadapi dengan positif, maka akan baik pula kualitas hidupnya. Tetapi, lain halnya jika dihadapi dengan negative, maka akan buruk pula kualitas hidupnya.

Menurut WHO (1994), kualitas hidup didefenisikan sebagai persepsi individu sebagai laki-laki atau wanita dalam hidup, ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal, dan berhubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini merupakan konsep tingkatan yang terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan social, dan hubungan spiritual kepada karakteristik lingkungan mereka.


(31)

2.2.2 Komponen Kualitas Hidup

Melasma dapat memiliki efek emosional dan psikologis yang signifikan pada mereka yang terkena dampak dengan kondisi tersebut. Pada masa lalu, dampak melasma pada health-related quality of life (HRQoL) telah dinilai dengan menggunakan ukuran umum penyakit kulit yang sama-sama mempertimbangkan secara fisik dan tekanan psikososial yang timbul dari adanya suatu kelainan dermatologis (Cestari, 2006).

Terdapat beberapa instrumen untuk mengukur tingkat kualitas hidup seseorang pasien yang menderita penyakit kulit dan yang paling umum digunakan adalah World Health Organization Quality of Life (WHOQoL), SKINDEX-16, dan Dermatology Life Quality Index (DLQI). Namun, instrumen yang paling tepat digunakan untuk mengukur tingkat kualitas hidup penderita melasma adalah MelasQoL. Pertanyaan yang terdapat dalam MelasQoL lebih sesuai untuk mengevaluasi secara obyektif efek melasma pada tingkat kualitas hidup penderitanya daripada instrumen-instrumen lain. Skor MelasQoL dapat membantu panduan metode pengobatan serta melacak peningkatan HRQoL pada pasien (Cestari, 2006).

Balkrishnan et al melaporkan bahwa aspek yang paling terpengaruh oleh melasma adalah kehidupan sosial, rekreasi, waktu luang, dan kesejahteraan emosional. Selanjutnya, Dominguez et al mengadaptasi MelasQoL berbahasa Spanyol (Sp- MelasQoL) untuk secara khusus menargetkan perempuan Latin. Pertanyaan MelasQoL diadaptasi, diterjemahkan, dan secara internal divalidasi untuk digunakan dalam masyarakat berbahasa Spanyol. Para penulis melaporkan kesehatan fisik, kesejahteraan, kehidupan sosial, dan uang sebagai domain yang paling terpengaruh oleh melasma. Skala MelasQoL telah diadaptasi dan divalidasi untuk etnis dan kebangsaan lainnya, termasuk Brazil Portuguese (MelasQoL-BP), Perancis (MelasQoL-F), dan Turki (MelasQoL-TR), yang menunjukkan bagaimana melasma dapat berdampak pada kualitas hidup dan keprihatinan kosmetik untuk semua pasien tanpa memandang ras atau phototype (Rossi, 2011).


(32)

2.2.3 Kualitas Hidup Penderita Melasma

Hiperpigmentasi pada muka penderita melasma menimbulkan rasa kurang percaya diri akan penampilan wajah. Hal ini menyebabkan terjadinya masalah emosi yaitu masalah psikologis pada kalangan penderita melasma. Penampilan yang kurang nyaman menimbulkan lingkungan yang kurang erat dengan orang lain. Hal ini menyebabkan penderita melasma menjauhkan dirinya dari keramaian orang dan mengurangi kegiatan di luar rumah dan kegiatan yang membutuhkan tenaga orang ramai. Selain dari masalah psikologis, melasma juga dapat menimbulkan masalah sosial. Dengan menghindari orang, penderita melasma menjalin hubungan sosial yang kurang erat. Hal ini bukan hanya mempunyai efek pada penderita tetapi juga pada negara (Cestari, 2006).

Seperti diketahui MelasQoL diadaptasi, diterjemahkan dan divalidasi dalam berbagai bahasa. Sp- MelasQoL yang digunakan oleh Dominguez untuk penelitian pada perempuan Latin menunjukkan hasil bahwa peserta yang kurang berpendidikan, yang menerima perawatan sebelumnya, dan peserta yang menderita melasma untuk jangka waktu yang panjang menunjukkan tingkat kualitas hidup yang rendah. Pada MelasQoL-F yang digunakan dalam penelitian pada perempuan di negara Perancis menunjukkan hasil bahwa tingkat kualitas hidup banyak dipengaruhi oleh melasma pada hubungan kekeluargaan dan kehidupan sosial. MelasQoL-BP yang telah digunakan untuk penelitian yang dilakukan di Brazil oleh Cestari menunjukkan hasil bahwa domain tingkat kualitas hidup yang paling terpengaruh oleh melasma adalah penampilan, frustrasi, malu, depresi, hubungan dengan orang lain, dan merasa tidak menarik. Pada MelasQoL-TR yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Dogramaci di Turki menunjukkan hasil bahwa penderita melasma paling terpengaruh oleh penampilan kulit, frustrasi, merasa tidak menarik bagi orang lain, dan memiliki rasa terbatas kebebasan (Chen, 2012).


(33)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Warna kulit manusia ditentukan oleh berbagai pigmen seperti oxyhaemoglobin (dalam darah) dan karoten. Namun, pigmen yang paling berperan adalah pigmen melanin. Berdasarkan morfologinya, kelainan pigmentasi dapat dibagi menjadi dua yaitu hipomelanosis dan hipermelanosis (Soepardiman, 2007).

Melasma merupakan gangguan manifestasi kulit berupa hipermelanosis yang sering dijumpai di masyarakat. Timbulnya melasma menimbulkan gangguan pada kulit wajah sekaligus menyebabkan penurunan kepercayaan diri pada penderitanya. Meskipun penderita melasma mungkin khawatir dengan penampilannya, namun melasma adalah suatu kondisi yang tidak berbahaya dan tidak menyebabkan masalah kesehatan lainnya (Soepardiman, 2007).

Melasma ditandai dengan bercak-bercak hitam yang muncul di wajah pada area yang terpajan sinar ultraviolet (UV) dengan tempat predileksi pada pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu. Hal ini disebabkan karena pigmen melanin yang berlebihan yang berkumpul di kulit (Montemarano, 2012).

Chloasma adalah istilah sinonim yang kadang-kadang digunakan untuk menggambarkan terjadinya melasma selama kehamilan. Chloasma berasal dari kata chloazein dari bahasa Yunani, yang berarti "untuk menjadi hijau." Melas, juga berasal dari bahasa Yunani, berarti "hitam". Karena pigmentasi tidak pernah berwarna hijau dalam penampilannya, maka melasma adalah istilah yang lebih disukai (Montemarano, 2012).

Melasma dapat mengenai semua ras terutama penduduk yang tinggal di daerah tropis. Seperti diketahui, melasma lebih banyak mengenai orang yang memiliki tipe kulit berwarna lebih gelap dan stigmanya sering dihubungkan dengan orang-orang berkultur Asia (Roberts, 2009).

Melasma lebih sering dijumpai pada wanita dibandingkan dengan pria. Wanita yang terpengaruh adalah 90% dari kasus. Melasma jarang terjadi sebelum pubertas dan paling sering terjadi pada wanita selama masa reproduksi


(34)

(Montemarano, 2012). Di Amerika Serikat, diperkirakan sekitar 5-6 juta wanita menderita kelainan ini (Torok, 2005).

Prevalensi melasma pada kulit Asia tidak diketahui, akan tetapi diperkirakan berkisar 40% terjadi pada wanita dan 20% pada pria (Chan, 2008).

Penelitian oleh Goh dan Dlova di Singapura mendapatkan rasio melasma antara wanita dan pria sebesar 21:1. Di Indonesia, perbandingan kasus melasma antara wanita dan pria adalah 24:1, dimana dijumpai kejadian terbanyak pada wanita usia subur berusia 30-44 tahun dengan riwayat terpapar langsung sinar matahari (Rikyanto, 2006).

Berdasarkan penelitian Sudharmono dkk. (2004) di Jakarta, dari 145 pasien melisma, hampir seluruh pasien berjenis kelamin wanita (97,93%) kecuali 3 pasien berjenis kelamin pria (2,07%).

Di RSUP. H. Adam Malik Medan, berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis selama periode Januari sampai Desember 2009, dari total 5.369 pasien yang berobat ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 22 orang (0,41%) diantaranya merupakan pasien dengan diagnosis melasma (Lubis, 2011).

Etiologi melasma sampai saat ini belum diketahui pasti. Tetapi, ada beberapa faktor resiko yang dianggap berperan pada patogenesis melasma yaitu sinar UV, hormon, obat, genetik, ras, kosmetik, dan sisanya idiopatik. Karakteristik dari penderita melasma juga diyakini mempengaruhi kualitas hidup penderitanya seperti usia, pendidikan, pekerjaan, dan lamanya menderita melasma (Soepardiman, 2007).

Melasma mempengaruhi kualitas hidup penderitanya khususnya dari segi psikologis dan sosial. Meskipun melasma tidak mempunyai resiko secara medis, namun melasma dapat mengganggu penampilan wajah. Hal ini secara emosional sangat mengganggu penderita dan juga menimbulkan masalah sosial di berbagai negara (Cestari, 2006).

Tingkat kualitas hidup melasma atau Melasma Quality of Life (MelasQoL) merupakan instrumen yang dikembangkan untuk mengidentifikasi gangguan pada kehidupan pasien yang disebabkan oleh melasma. Semakin tingginya skor maka semakin rendah tingkat kualitas hidup yang berhubungan dengan melasma.


(35)

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Perancis, Brazil, dan Turki menggunakan MelasQoL pada wanita yang menderita melasma menunjukkan tingkat kualitas hidup penderita melasma yang buruk dari segi kehidupan sosial dan psikologis (Rossi, 2011).

Peneliti berminat untuk mengetahui gambaran kualitas hidup penderita melasma pada ibu-ibu pengunjung Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) di Kelurahan Tanjung Rejo, Kota Medan. Hal ini dikarenakan, dari survei pendahuluan, ditemukan bahwa terdapat keluhan melasma pada ibu-ibu tersebut yang terutama terdiri dari wanita usia produktif dan kemungkinan terpapar dengan berbagai faktor resiko melasma.

Rumusan Masalah

Sebagaimana yang telah dijelaskan di latar belakang di atas, melasma tidak hanya merupakan masalah medis, tapi juga memiliki dampak terhadap masalah psikologis dan sosial yang akan mempengaruhi kualitas hidup dari penderita melasma itu sendiri. Maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah: Bagaimana gambaran kualitas hidup penderita melasma pada ibu-ibu pengunjung Posyandu di Kelurahan Tanjung Rejo, Kota Medan?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas hidup penderita melasma pada ibu-ibu pengunjung Posyandu di Kelurahan Tanjung Rejo, Kota Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik penderita melasma berdasarkan usia pada ibu-ibu pengunjung Posyandu di Kelurahan Tanjung Rejo, Kota Medan. 2. Untuk mengetahui karakteristik penderita melasma berdasarkan pendidikan

pada ibu-ibu pengunjung Posyandu di Kelurahan Tanjung Rejo, Kota Medan.


(36)

3. Untuk mengetahui karakteristik penderita melasma berdasarkan pekerjaan pada ibu-ibu pengunjung Posyandu di Kelurahan Tanjung Rejo, Kota Medan.

4. Untuk mengetahui karakteristik penderita melasma berdasarkan lama menderitanya pada ibu-ibu pengunjung Posyandu di Kelurahan Tanjung Rejo, Kota Medan.

5. Untuk mengetahui karakteristik penderita melasma berdasarkan lokasinya pada ibu-ibu pengunjung Posyandu di Kelurahan Tanjung Rejo, Kota Medan.

6. Untuk mengetahui karakteristik penderita melasma berdasarkan lama terpapar matahari pada ibu-ibu pengunjung Posyandu di Kelurahan Tanjung Rejo, Kota Medan.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti

Sebagai kesempatan untuk menambah pengalaman untuk mengaplikasikan ilmu dalam hal melakukan penelitian dan juga sebagai pembelajaran bagi peneliti mengenai penyakit melasma dan pengaruh melasma terhadap kualitas hidup penderitanya.

1.4.2 Bagi ilmu pengetahuan dan dunia penelitian

Sebagai informasi, data, bahan kepustakaan, dan bahan rujukan bagi penelitian-penelitian berikut yang berkaitan dengan kualitas hidup pada penderita melasma.

1.4.3 Bagi Masyarakat

Sebagai informasi mengenai melasma dan gambaran kualitas hidup pada penderita melasma bagi masyarakat.


(37)

ABSTRAK

Melasma merupakan gangguan manifestasi kulit berupa hipermelanosis yang banyak dijumpai. Melasma ditandai dengan bercak-bercak hitam yang muncul di wajah pada area yang terpajan sinar ultraviolet (UV) dengan tempat predileksi pada pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu. Karakteristik dari penderita melasma juga diyakini mempengaruhi kualitas hidup penderitanya seperti usia, pendidikan, pekerjaan, dan lama menderita melasma. Melasma mempengaruhi kualitas hidup penderitanya, khususnya dari segi psikologis dan sosial.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas hidup penderita melasma pada ibu-ibu pengunjung Posyandu di Kelurahan Tanjung Rejo, Kota Medan.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dengan metode cross sectional. Jumlah sampel digunakan adalah sebanyak 75 orang dan pengambilan sampel dengan menggunakan teknik total sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2014. Hasil data ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan tingkat kualitas hidup penderita melasma yang diukur dengan menggunakan MelasQoL dan didapati terbanyak pada tingkat sedang sebanyak 52 orang (69,3%), diikuti tingkat baik sebanyak 16 orang (21,3%) dan tingkat buruk sebanyak 7 orang (9,3%). Menurut karakteristiknya, penderita melasma pada usia terbanyak adalah 31-40 tahun yaitu sebanyak 46 orang (61,3%), jenjang pendidikan terbanyak adalah pendidikan SMP sebanyak 40 orang (53,3%), pekerjaan terbanyak adalah wiraswasta sebanyak 17 orang (22,7%), lama menderitanya terbanyak > 1 tahun sebanyak 45 orang (60,0%), lokasinya terbanyak tipe sentrofasial sebanyak 31 orang (41,3%), dan lama terpapar matahari terbanyak sekitar 5-6 jam sebanyak 37 orang (49,3%).

Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa kualitas hidup penderita melasma pada ibu-ibu pengunjung Posyandu di Kelurahan Tanjung Rejo, Kota Medan terbanyak dalam tingkat sedang.


(38)

ABSTRACT

Melasma is a skin manifestation in the form of hypermelanosis that are often found. Melasma is marked with black spots appear on the face in an area that is exposed to ultraviolet light (UV). Characteristics of patients with melasma is also believed to affect the quality of life of patients such as age, education, employment, and duration of melasma. Melasma affects the quality of life of patients, particularly in terms of psychological and social.

This study aims to determine the quality of life of patients with melasma in women visitors of Posyandu in the Kelurahan Tanjung Rejo, Kota Medan.

This research is a descriptive with cross sectional method. The number of samples were used as many as 75 people and sampling by using total sampling technique. Data was collected through questionnaires from July to October 2014. The results show the level of quality of life of patients with melasma were measured using MelasQoL. Most samples are at the level of moderate as many as 52 people (69.3%), good levels are 16 (21.3%) and poor rate of 7 people (9.3%). Characteristics of respondents according age the most is > 31-40 years in 46 respondents (61,3%), education the most is SMP in 40 respondents (53,3%), occupation the most is self employed in 17 respondents (22,7%), duration of suffering the most is > 1 year in 45 respondents (60,0%), area of melasma the most is centrofacial type in 31 respondents (41,3%), and the exposure to sunlight the most is around 5-6 hours in 37 respondents (49,3%).

From the results of this study concluded that the quality of life of patients with melasma in women visitors of Posyandu in the Kelurahan Tanjung Rejo, Kota Medan is mostly in the moderate level.


(39)

KUALITAS HIDUP PENDERITA MELASMA PADA IBU-IBU PENGUNJUNG POS PELAYANAN TERPADU (POSYANDU)

DI KELURAHAN TANJUNG REJO

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

SARAVANAN NAIR A/L PATHMANABAN 110100467

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(40)

KUALITAS HIDUP PENDERITA MELASMA PADA IBU-IBU PENGUNJUNG POS PELAYANAN TERPADU (POSYANDU)

DI KELURAHAN TANJUNG REJO

“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

Oleh :

SARAVANAN NAIR A/L PATHMANABAN 110100467

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(41)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Kualitas Hidup Penderita Melasma Pada Ibu-Ibu

Pengunjung Pos Pelayanan Terpadu (POSYANDU) di Kelurahan Tanjung Rejo, Kota Medan

Nama : Saravanan Nair A/L Pathmanaban

NIM : 110100467

Pembimbing Penguji I

………. ………

(Dr.dr. Nelva K. Jusuf, SpKK (K)) ( Dr. Andriamuri Primaputra (NIP : 19670915 199702 2 001) Lubis Sp.AN, M.Ked, AN)

(NIP : 19811107 200801 1 009)

Penguji II

……… ( Sri Lestari, M.Kes)

(NIP : 19712604 200501 2 002)

Medan, 19 Januari 2015 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

……….

(Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.Pd-KGEH) (NIP : 19540220 198011 1 001)


(42)

ABSTRAK

Melasma merupakan gangguan manifestasi kulit berupa hipermelanosis yang banyak dijumpai. Melasma ditandai dengan bercak-bercak hitam yang muncul di wajah pada area yang terpajan sinar ultraviolet (UV) dengan tempat predileksi pada pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu. Karakteristik dari penderita melasma juga diyakini mempengaruhi kualitas hidup penderitanya seperti usia, pendidikan, pekerjaan, dan lama menderita melasma. Melasma mempengaruhi kualitas hidup penderitanya, khususnya dari segi psikologis dan sosial.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas hidup penderita melasma pada ibu-ibu pengunjung Posyandu di Kelurahan Tanjung Rejo, Kota Medan.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dengan metode cross sectional. Jumlah sampel digunakan adalah sebanyak 75 orang dan pengambilan sampel dengan menggunakan teknik total sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2014. Hasil data ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan tingkat kualitas hidup penderita melasma yang diukur dengan menggunakan MelasQoL dan didapati terbanyak pada tingkat sedang sebanyak 52 orang (69,3%), diikuti tingkat baik sebanyak 16 orang (21,3%) dan tingkat buruk sebanyak 7 orang (9,3%). Menurut karakteristiknya, penderita melasma pada usia terbanyak adalah 31-40 tahun yaitu sebanyak 46 orang (61,3%), jenjang pendidikan terbanyak adalah pendidikan SMP sebanyak 40 orang (53,3%), pekerjaan terbanyak adalah wiraswasta sebanyak 17 orang (22,7%), lama menderitanya terbanyak > 1 tahun sebanyak 45 orang (60,0%), lokasinya terbanyak tipe sentrofasial sebanyak 31 orang (41,3%), dan lama terpapar matahari terbanyak sekitar 5-6 jam sebanyak 37 orang (49,3%).

Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa kualitas hidup penderita melasma pada ibu-ibu pengunjung Posyandu di Kelurahan Tanjung Rejo, Kota Medan terbanyak dalam tingkat sedang.


(43)

ABSTRACT

Melasma is a skin manifestation in the form of hypermelanosis that are often found. Melasma is marked with black spots appear on the face in an area that is exposed to ultraviolet light (UV). Characteristics of patients with melasma is also believed to affect the quality of life of patients such as age, education, employment, and duration of melasma. Melasma affects the quality of life of patients, particularly in terms of psychological and social.

This study aims to determine the quality of life of patients with melasma in women visitors of Posyandu in the Kelurahan Tanjung Rejo, Kota Medan.

This research is a descriptive with cross sectional method. The number of samples were used as many as 75 people and sampling by using total sampling technique. Data was collected through questionnaires from July to October 2014. The results show the level of quality of life of patients with melasma were measured using MelasQoL. Most samples are at the level of moderate as many as 52 people (69.3%), good levels are 16 (21.3%) and poor rate of 7 people (9.3%). Characteristics of respondents according age the most is > 31-40 years in 46 respondents (61,3%), education the most is SMP in 40 respondents (53,3%), occupation the most is self employed in 17 respondents (22,7%), duration of suffering the most is > 1 year in 45 respondents (60,0%), area of melasma the most is centrofacial type in 31 respondents (41,3%), and the exposure to sunlight the most is around 5-6 hours in 37 respondents (49,3%).

From the results of this study concluded that the quality of life of patients with melasma in women visitors of Posyandu in the Kelurahan Tanjung Rejo, Kota Medan is mostly in the moderate level.


(44)

KATA PENGANTAR

Salam sejahtera, puji syukur kepada Tuhan yang telah memberikan banyak kenikmatan salah satunya kemudahan, sehingga saat ini penulis dapat dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) denga judul “ Kualitas Hidup Penderita Melasma pada Ibu-Ibu Pengunjung Pos Pelayanan Terpadu (POSYANDU) di Kelurahan Tanjung Rejo, Kota Medan”, sebagai tahapan akhir pembelajaran dalam program studi Strata 1 Pendidikan Dokter Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih banyak kepada orang tua, bapak Encik. R. Pathmanaban dan Puan.M. Batmani atas dukungannya berupa moral, materi, kasih sayang, dan doa, sehingga penulis dapat mengembang ilmu di Fakultas Kedokteran dan saat ini bisa menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah sebagai salah satu tugas meraih gelar Sarjana Kedokteran.

Selain itu penulis juga ingin mengucapkan terima kasih banyak dan penghargaan yang tingi kepada pihak-pihak yang telah mendukung dan memberikan bantuan, antara lain:

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD.KGEH atas izin penelitian yang diberikan.

2. Dosen Pembimbing Dr.dr. Nelva Karmila Jusuf Sp, KK (K) yang telah banyak berkorban waktu, tenaga, serta dukungan orang dan moril, dalam membimbing penulisan KTI ini,

3. Dosen Penguji yang telah bersedia dengan sabar membantu Penulis dalam menyempurnakan, menguji, dan menilai KTI ini.

4. Teman-teman seperjuangan yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian KTI ini.


(45)

Akhirnya, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga dapat menambah ilmu dan pengetahuan penulis di masa yang akan datang.

Nopember 2014,

Penulis,

……….

Saravanan Nair A/L Pathmanaban


(46)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan... i

Abstrak……….. ii

Abstract………. iii

Kata Pengantar………. iv

Daftar Isi……….... vi

Daftar Tabel………... ix

Daftar Gambar……….. x

Daftar Lampiran……… xi

BAB 1 PENDAHULUAN……….. 1

1.1. Latar Belakang………..…… 1

1.2. Rumusan masalah………..…… 3

1.3. Tujuan Penelitian………..…… 3

1.4. Manfaat Penelitian………..….. 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………. 5

2.1. Melasma……….... 5

2.1.1 Definisi………. 5

2.1.2 Epidemiologi………... 5

2.1.3 Etiopatogenesis………... 6

2.1.4 Faktor Resiko……….... 6

2.1.5 Klasifikasi………. 8

2.1.6 Gambaran Klinis………... 8

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang……… 8

2.1.8 Diagnosis Banding………... 10

2.1.9 Penatalaksanaan……… 12


(47)

2.1.11 Evaluasi Pengobatan………. 13

2.1.12 Prognosis………...…… 14

2.2 Kualitas Hidup………... 15

2.2.1 Definisi………. 15

2.2.2 Komponen Kualitas Hidup………... 15

2.2.3 Kualitas Hidup Penderita Melasma………….……. 16

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL.…. 18 3.1 Kerangka Konsep Penelitian………. 18

3.2 Definisi Operasional………. 18

3.2.1 Karakteristik Penderita Melasma…………...……. 18

3.2.1.1 Usia……….………...….... 18

3.2.1.2 Pendidikan.……….………...…... 18

3.2.1.3 Pekerjaan...……….………...…... 19

3.2.1.4 Lama Menderita Melasma.…….……...…... 19

3.2.1.5 Lokasi Melasma……….………... 19

3.2.1.6 Lama Terpapar Matahari………. 19

3.2.2 Kualitas Hidup………..……… 20

BAB 4 METODE PENELITIAN……….. 21

4.1 Jenis Penelitian………. 21

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian……… 21

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian……… 21

4.3.1 Populasi Penelitian……… 21

4.3.2 Besar Sampel…...………..… 22

4.4 Metode Pengumpulan Sampel……….……. 22

4.5 Metode Pengelolaan dan Analisis Data.……….….. 22

4.5.1 Pengelolaan Data..……… 22


(48)

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN………. 24

5.1 Hasil Penelitian……… 24

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian………. 24

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden………. 24

5.1.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia……….. 24

5.1.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan……… 25

5.1.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan………...……… 25

5.1.2.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Menderitanya..……… 26

5.1.2.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Lokasinya..……… 26

5.1.2.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Terpapar Matahari...……… 27

5.1.3 Pengukuran Kualitas Hidup………. 27

5.2 Pembahasan……….. 28

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN……….. 31

6.1 Kesimpulan……….. 31

6.2 Saran……… 31

DAFTAR PUSTAKA……….…… 32


(49)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 : Distribusi Penderita Melasma pada Responden Berdasarkan Usia………..…….. 24 Tabel 5.2 : Distribusi Penderita Melasma pada Responden Berdasarkan

Pendidikan………. 25 Tabel 5.3 : Distribusi Penderita Melasma pada Responden Berdasarkan

Pekerjaan………..……….. 25 Tabel 5.4 : Distribusi Penderita Melasma pada Responden Berdasarkan

Lama Menderitanya……….………... 26 Tabel 5.5 : Distribusi Penderita Melasma pada Responden Berdasarkan

Lokasinya……….…... 26 Tabel 5.6 : Distribusi Penderita Melasma pada Responden Berdasarkan

Lama Terpapar Matahari……….…..…. 27 Tabel 5.7 : Distribusi Kualitas Hidup Penderita Melasma……….….. 27


(50)

DAFTAR GAMBAR


(51)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 : Riwayat Hidup Peneliti

LAMPIRAN 2 : Lembar Penjelasan Subjek Penelitian LAMPIRAN 3 : Lembar Persetujuan Subjek Penelitian

(Informed Consent)

LAMPIRAN 4 : Kuesioner Penelitian LAMPIRAN 5 : Ethical Clearance LAMPIRAN 6 : Hasil Uji Validitas LAMPIRAN 7 : Hasil Uji Reabilitas LAMPIRAN 8 : Data Induk


(1)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan... i

Abstrak……….. ii

Abstract………. iii

Kata Pengantar………. iv

Daftar Isi……….... vi

Daftar Tabel………... ix

Daftar Gambar……….. x

Daftar Lampiran……… xi

BAB 1 PENDAHULUAN……….. 1

1.1. Latar Belakang………..…… 1

1.2. Rumusan masalah………..…… 3

1.3. Tujuan Penelitian………..…… 3

1.4. Manfaat Penelitian………..….. 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………. 5

2.1. Melasma……….... 5

2.1.1 Definisi………. 5

2.1.2 Epidemiologi………... 5

2.1.3 Etiopatogenesis………... 6

2.1.4 Faktor Resiko……….... 6

2.1.5 Klasifikasi………. 8

2.1.6 Gambaran Klinis………... 8

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang……… 8

2.1.8 Diagnosis Banding………... 10

2.1.9 Penatalaksanaan……… 12


(2)

2.1.11 Evaluasi Pengobatan………. 13

2.1.12 Prognosis………...…… 14

2.2 Kualitas Hidup………... 15

2.2.1 Definisi………. 15

2.2.2 Komponen Kualitas Hidup………... 15

2.2.3 Kualitas Hidup Penderita Melasma………….……. 16

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL.…. 18 3.1 Kerangka Konsep Penelitian………. 18

3.2 Definisi Operasional………. 18

3.2.1 Karakteristik Penderita Melasma…………...……. 18

3.2.1.1 Usia……….………...….... 18

3.2.1.2 Pendidikan.……….………...…... 18

3.2.1.3 Pekerjaan...……….………...…... 19

3.2.1.4 Lama Menderita Melasma.…….……...…... 19

3.2.1.5 Lokasi Melasma……….………... 19

3.2.1.6 Lama Terpapar Matahari………. 19

3.2.2 Kualitas Hidup………..……… 20

BAB 4 METODE PENELITIAN……….. 21

4.1 Jenis Penelitian………. 21

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian……… 21

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian……… 21

4.3.1 Populasi Penelitian……… 21

4.3.2 Besar Sampel…...………..… 22

4.4 Metode Pengumpulan Sampel……….……. 22


(3)

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN………. 24

5.1 Hasil Penelitian……… 24

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian………. 24

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden………. 24

5.1.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia……….. 24

5.1.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan……… 25

5.1.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan………...……… 25

5.1.2.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Menderitanya..……… 26

5.1.2.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Lokasinya..……… 26

5.1.2.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Terpapar Matahari...……… 27

5.1.3 Pengukuran Kualitas Hidup………. 27

5.2 Pembahasan……….. 28

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN……….. 31

6.1 Kesimpulan……….. 31

6.2 Saran……… 31

DAFTAR PUSTAKA……….…… 32


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 : Distribusi Penderita Melasma pada Responden Berdasarkan Usia………..…….. 24 Tabel 5.2 : Distribusi Penderita Melasma pada Responden Berdasarkan

Pendidikan………. 25 Tabel 5.3 : Distribusi Penderita Melasma pada Responden Berdasarkan

Pekerjaan………..……….. 25 Tabel 5.4 : Distribusi Penderita Melasma pada Responden Berdasarkan

Lama Menderitanya……….………... 26 Tabel 5.5 : Distribusi Penderita Melasma pada Responden Berdasarkan

Lokasinya……….…... 26 Tabel 5.6 : Distribusi Penderita Melasma pada Responden Berdasarkan

Lama Terpapar Matahari……….…..…. 27 Tabel 5.7 : Distribusi Kualitas Hidup Penderita Melasma……….….. 27


(5)

DAFTAR GAMBAR


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 : Riwayat Hidup Peneliti

LAMPIRAN 2 : Lembar Penjelasan Subjek Penelitian LAMPIRAN 3 : Lembar Persetujuan Subjek Penelitian

(Informed Consent)

LAMPIRAN 4 : Kuesioner Penelitian LAMPIRAN 5 : Ethical Clearance LAMPIRAN 6 : Hasil Uji Validitas LAMPIRAN 7 : Hasil Uji Reabilitas LAMPIRAN 8 : Data Induk