BOOK Dian Wardiana S, Hendra Alfani Jurnalisme Politik

JURNALISME POLITIK DAN KONSTRUKSI
KEBERPIHAKAN MEDIA DALAM PILGUB
DKI JAKARTA
(Analisis Framing Headline Harian Media
Indonesia dan Republika Sehari Sebelum
dan Sehari Sesudah Pencoblosan Pilgub DKI
Jakarta Putaran Kedua 2017)
Dian Wardiana Sjuchro dan Hendra Alfani
Universitas Padjdjaran dan Universitas Baturaja
[email protected]
dan [email protected]


Pendahuluan
Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) secara langsung –
yang mulai digulirkan pada tahun 2005, termasuk pemilihan gubernur
(Pilgub) – memang selalu dikhawatirkan akan menimbulkan berbagai
bentuk kerawanan di mana pemilukada itu dilaksanakan, akibat dari
adanya benturan (konlik) berbagai kepentingan politik. Dalam pada itu,
pembelajaran penting bagi proses penguatan demokrasi di tingkat “lokal”
ini, tentu saja tidak disia-siakan oleh media massa (media cetak nasional).

Hal ini bukan saja karena media (pers) melihat ada potensi nilai berita dari
pemilukada seperti nilai dampak atau konlik, tetapi di sisi lain bagi media,
pemilukada jadi lahan tersendiri bagi mereka menangguk keuntungan
melalui peningkatan omzet pemasangan iklan dari para kontestan (calon
kepala daerah) yang akan bertarung dalam pemilukada.
Begitu juga dalam kasus Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur
Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta (Pilgub DKI Jakarta), sejumlah
kepentingan berlomba menguasai ruang publik dan menciptakan opini
publik yang dianggap sebagai bukti penerimaan publik terhadap gagasan
mereka. Disinilah media cetak nasional menjadi amat berperan, bahkan
menentukan. Sejalan dengan konteks sangat berperan dan menentukan
itu, posisi media cetak nasional dalam menciptakan bahkan menguasai
ruang publik selama tahapan pelaksanaan Pilgub DKI Jakarta putaran
dua, telah memunculkan berbagai dugaan miring yang bernada penuh
kecurigaan dari berbagai pihak atas adanya indikasi keberpihakan
media cetak nasional terhadap calon atau kandidat tertentu.
363

Kolase Komunikasi di Indonesia


Dugaan keberpihakan itu, jika dicermati dengan seksama,
memang cukup beralasan. Apalagi jika indikator kecurigaan itu
dilihat dari sisi bahwa space sosialisasi untuk para kandidat dalam
mempengaruhi sikap dan pilihan calon pemilih, baik berupa berita
maupun advertorial, lebih didominasi atau bahkan “dikuasai” oleh
kandidat tertentu. Apalagi jika menilik “kandidat tertentu” tersebut
memang dipandang memiliki modal politik (dukungan parpol besar)
serta kemampuan inansial yang kuat dan besar. Maka, dominasi itu,
atau bahkan dugaan keberpihakan media cetak lokak tersebut menjadi
tak terhindarkan. Secara lebih tegas dapat dikatakan, bahwa dominasi
kandidat yang memiliki modal politik dan inansial yang kuat tersebut
dalam menguasai space sosialisasi di media, seiring-sejalan dengan
upaya media untuk mencengkramkan kepentingan politik dan
ekonominya.
Jack Snyder, Guru Besar Ilmu Politik dari Columbia Universty
dalam bukunya From Voting to Violence (seperti dikutip Idi Subandi,
LSPP, 2005:8) menunjukkan bahwa media massa memiliki peran yang
krusial dalam proses transisi politik dari zaman otoritarianisme menuju
arah demokratisasi. Apa yang ditunjukkan Snyder itu mengarah pada
banyaknya jebakan yang bisa saja menggagalkan terciptanya tatanan

demokratis tadi. Salah satunya dapat terlihat pada saat berlangsungnya
pemilihan umum (pemilu).
Dalam pemilu media juga mempengaruhi perilaku memilih,
masyarakat. Secara luas, media lebih cenderung menguatkan tujuantujuan yang ada dalam pemungutan suara daripada merubahnya.
Peran utama media dalam suatu pemilu(kada) ialah menfokuskan
perhatian masyarakat pada kampanye yang sedang berlangsung
serta berbagai informasi seputar kandidat dan isu politik lainnya.
Walaupun mungkin tidak memberi dampak langsung untuk merubah
perolehan jumlah suara, namun media tetap mampu mempengaruhi
banyaknya suara yang terjaring dalam suatu pemilu. Secara implisit,
masyarakat membuat suatu penilaian terhadap pihak maupun cara yan
ditempuh untuk memenangkan pemilihan, atau isu-isu panas yang
diperdebatkan. Penilaian personal yang dipengaruhi kuat oleh media
ini, diam-diam bisa berdampak pada pengurangan jumlah suara bagi
pihak yang kalah.

364

Dian Wardiana Sjuchro dan Hendra Alfani, Jurnalisme Politik dan...


Singkatnya, media mempunyai poisisi yang paling strategis di
antara elemen negara yang lain seperti birokrasi, eksekutif, legislatif,
yaudikatif bahkan sampai partai politik karena media mempunyai
senjata yang ampuh yaitu dapat mempengaruhi opini publik dan
menggiring persepsi masyarakat untuk mencapai tujuannya. Media juga
dapat menjadi sarana yang efektif untuk mengkonstruksi image atau
citra bahkan menjatuhkan lawan politik tertentu pun dapat dilakukan
dengan strategi penguasaan media. Media juga dapat berperan untuk
mengalihkan perhatian publik dari isu-isu sensitif yang menyangkut
kebijakan pemerintah, misalkan pemerintah sedang menggodok
kebijakan tertentu, media mempropaganda masyarakat dengan isu
kasus video mesum mirip artis terkenal dan lain sebagainya. Sehingga
pada saat ini terdapat adagium yang berlaku yaitu “barangsiapa yang
ingin menguasai dunia maka kuasailah media“.
Pemilu merupakan suatu instrumen yang tidak dapat dipisahkan
dari demokrasi, karena pemilu merupakan tonggak bagi tegaknya
demokrasi. Begitu juga halnya dengan keberadaan Pemilukada.
Pemilukada secara langsung merupakan tonggak sejarah yang sangat
penting bagi pengembangan demokrasi di daerah, setelah pada massa
sebelumnya dilakukan secara perwakilan oleh DPRD yang dalam

praktiknya sarat dengan manipulasi dan politik “dagang sapi” antarelit.
Menghadapi model demokrasi tersebut, salah satu cara yang dipandang
ampuh adalah dengan mekanisme pemilihan secara langsung oleh
rakyat yang memiliki hak memilih. Pemilihan langsung dianggap
sebagai cara yang lebih baik dibandingkan mekanisme perwakilan
atau cara-cara lain yang memberikan mandat kepada seseorang yang
berpretensi mampu dan layak mewakili kehendak dan aspirasi rakyat
(Harahap, 2005:5).
Dalam khasanah ilmu politik, media massa sering dikatakan
sebagai “kekuasaan keempat” (the four estate) setelah legislatif,
eksekutif, dan yudikatif. Media massa juga dikatakan sebagai pilar
demokrasi yang bisa memberikan pendidikan politik bagi masyarakat.
Selain itu media massa juga dijuluki sebagai anjing penjaga (watch
dog). Dari situ bisa disimpulkan bahwa institusi media pada hakikatnya
lebih memikirkan kepentingan ekonomi atau komersialisasi ketimbang
memikirkan kepentingan publik. Pers cenderung menyajikan liputan
atau laporannya lebi berorientasi pada proit dari pada berorientasi
365

Kolase Komunikasi di Indonesia


pada idealisme pers. Proit motif ini bisa berpotensi mereduksi peran
ideal media massa dan dapat mengganggu independensinya.
Aliansi antara pers atau pekerja pers dengan kontestan pemilukada
tersebut, inisiatifnya, tidak selalu datang dari politisi, tetapi juga bisa
datang dari pekerja pers atau media yang aktif menawarkan jasanya
untuk menulis atau meliput sesuai permintaan sehingga muncul istilah
reporting by request atau news by request. Praktik pers macam ini sering
disebut jukebox journalism atau jurnalisme grama phone yang akan
mendengarkan “lagu” apa saja yang diminta oleh pemesan.
Jika dicermati secara lebih jauh, sebutan itu sesungguhnya tidak
selalu dapat dibenarkan. Tapi diperdebatkan, barangkali dapat dikatakan
ia. Kondisi inilah yang disebut oleh Ahmad Danial (2009:180), sebagai
bentuk kegamangan media pada era transisi bangkitnya kebebasan pers,
setelah selama 32 tahun mengalami trauma. Pada awalnya, kalangan
media massa pada pemilu 1999 gamang dengan situasi baru dan
“manuver” komunikasi politik dari parpol besar yang punya kekuatan
inansial signiikan untuk memasang iklan politik mereka di media
massa. Para pengelola media khawatir, jikalau keinginan itu dituruti
akan memunculkan isu bahwa media massa bersangkutan mendukung

parpol atau kandidat tertentu. Dalam konteks menjaga independensi
dan idealisme media, para pengelola media menilai isu keberpihakan
itu akan merugikan institusi sekaligus citra media yang dikelolanya.
Namun dalam perkembangannya, media justru tak dapat menolak
ekstase godaan kue iklan politik yang begitu menggiurkan. Apalagi godaan
itu berkelindan dengan mulai tumbuh-suburnya nafsu media untuk
terlibat secara implisit dengan urusan-urusan yang berbau politik, demi
menyuburkan kepentingan ekonomi media, yang dalam satu dasawarsa
terakhir telah menjadi ideologi utama media massa di Indonesia.
Nafsu media massa nasional untuk mulai melibatkan diri dalam
persoalan politik demi menjaga dan memperkuat kepentingan
ekonomi medianya, secara perlahan namun pasti mulai meluas dan
massif. Media massa secara signiikan, mulai dari sisi teknis jurnalistik
dan jurnalismenya, sampai model pendekatan kepentingan politik dan
ekonomi yang digunakan dalam menjaring calon pengiklan dengan
modal besar, seperti dalam momen atau event pemilu lokal bertajuk
pemilukada.
366

Dian Wardiana Sjuchro dan Hendra Alfani, Jurnalisme Politik dan...


Demikian halnya perhatian media massa terhadap Pilgub DKI
Jakarta yang hiruk-pikuk menyedot energi politik, sosial dan bahkan
ekonomi berbagai kalangan. Tidak hanya dalam konteks Jakarta, tetapi
efek politiknya meluas seperti tak terkendali ke seluruh Indonesia.
Semua kalangan kemudian merasa sangat berkepentingan dengan
Pilgub DKI Jakarta dengan berbagai bumbu politiknya. Barangkali
karena Jakarta adalah ibu kota negara, tetapi terlepas dari semua konteks
(utamanya konteks politik) yang melingkupi Pilgub DKI Jakarta, media
massalah menjadi salah satu pihak yang “sangat bertanggungjawab”
memunculkan kegaduhan politik itu.
Dugaan keberpihakan media dalam Pilgub DKI, serta hubungan
kepemilikan media dengan berbagai hal yang terkait dengan Pilgub
DKI, telah menjadikan media massa menjadi instrumen politik politik,
melalui kegiatan jurnalisme politiknya, yang sangat menentukan arah
kepentingan dan keberpihakan politik dalam Pilgub DKI Jakarta.
Oleh karena itu, penelitian kecil ini berangkat dari titik persoalan
sebagai berikut: “Bagaimana pola jurnalisme politik Harian Media
Indonesia dan Republika (yang menjadi objek penelitian) dalam
membingkai (framing) konstruksi keberpihakan dalam Pilgub DKI

Jakarta melalui berita headalinenya sehari sebelum dan sehari sesudah
pencoblosan Pilgub DKI Jakarta putaran dua tahun 2017?”

Kajian Teori
Pengertian Pers, Jurnalistik, dan Jurnalisme Politik
Batasan teoritik antara pengertian pers dan jurnalistik, yang
menjadi fokus kajian dalam penelitian ini. Secara etimologis, pers
berasal dari bahasa Belanda pers yang artinya menekan atau mengepres.
Kata pers merupakan padanan kata press dalam bahasa Inggris yang
juga berarti menekan atau mengepres. Jadi secara hariah, kata pers atau
press mengacu pada pengertian komunikasi yang dilakukan dengan
perantaraan barang cetakan. Tetapi sekarang kata pers atau press
ini digunakan untuk merujuk semua kegiatan jurnalistik, terutama
kegiatan yang berhubungan dengan menghimpun berita, baik oleh
wartawan media elektronik maupun oleh wartawan media cetak
(Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, 2006:17).
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
367

Kolase Komunikasi di Indonesia


pengertian pers dapat dibagi menjadi dua, yaitu pers dalam arti sempit
dan pers dalam arti luas. Pers dalam arti sempit adalah kegiatan
komunikasi yang dilakukan melalui media massa cetak seperti
suratkabar, majalah, tabloid dan sebagainya. Sedangkan pers dalam arti
luas adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan baik melalui media
massa cetak (suratkabar, majalah dan tabloid), maupun melalui media
massa elektronik seperti radio, televisi, ilm dan internet (media sosial).
Sedangkan jurnalistik atau journalisme menurut Hikmat dan
Purnama Kusumaningrat (2006:15), berasal dari kata journal, yang
berarti catatan harian, atau catatan mengenai kejadian sehari-hari, atau
bisa juga berarti suratkabar. Journal berasal dari bahasa latin diurnalis,
artinya harian atau tiap hari. Dari perkataan inilah lahir kata jurnalis,
yaitu orang-orang yang melakukan pekerjaan jurnalistik. Selanjutnya,
Curtis D. Macdougall (1972), menyebutkan bahwa journalisme adalah
kegiatan menghimpun berita, mencari fakta, dan melaporkan peristiwa.
Jurnalisme sangat penting di mana pun dan kapan pun. Jurnalisme
sangat diperlukan dalam suatu negara demokratis. Tak peduli apa
pun perubahan-perubahan yang terjadi di masa depan – baik sosial,
ekonomi, politik maupun yang lain-lainnya. Tak dapat dibayangkan,

akan pernah ada saatnya ketika tiada seorang pun yang fungsinya
mencari berita tentang peristiwa yang terjadi dan menyampaikan
berita tersebut kepada khalayak ramai, dibarengi dengan penjelasan
tentang peristiwa itu (dalam Hikmat dan Purnama Kusumaningrat,
2006:15-16).
Dalam konteks memberitakan peristiwa politik, maka jurnalisme
yang menghasilkan berita politik ini dapat disebut sebagai jurnalisme
politik. Menurut Abrar (2015:1), secara teknis, tata kelola jurnalisme
politik meliputi struktur jurnalisme politik dan proses jurnalisme politik.
Struktur jurnalisme politik digerakkan oleh redaktur dan gatekeepers
media pers. Gatekeepers merupakan orang yang menentukan sebuah
berita akan disiarkan atau tidak, mereka ini adalah redaktur pelaksana,
wakil pemimpin redaksi dan pemimpin redaksi dari sebuah media pers.
Sementara itu, proses jurnalisme politik mencakup keseluruhan proses
pengumpulan fakta, framing, penulisan, dan penyiaran berita politik.
Dalam konteks ini, tata kelola jurnalisme politik berurusan dengan: (a)
kerja reporter, redaktur, dan gatekeepers berita politik, dan; (b) proses
pengumpulan fakta, framing, penulisan, dan penyiaran berita politik
368

Dian Wardiana Sjuchro dan Hendra Alfani, Jurnalisme Politik dan...

dengan mengacu kepada kaidah moral profesi jurnalisme, baik dalam
tataran etik, hukum, maupun peraturan perusahaan media pers.
Dari kutipan-kutipan di atas, dapat ditarik benang merah, bahwa
pers dan jurnalistik tak dapat dipisahkan. Keduanya diibaratkan seperti
hubungan raga dan jiwa yang menyatu dengan erat atau dwitunggal.
Seperti ditegaskan Onong U. Efendy dalam bukunya Ilmu, Teori dan
Filsafat Komunikasi, Onong U. Efendy (2003:90) sebagai berikut: “
… pers adalah lembaga atau badan atau organisasi yang menyebarkan
berita sebagai karya jurnalistik kepada khalayak. Pers dan jurnalistik
dapat diibaratkan sebagai raga dan jiwa. Pers adalah aspek raga, karena
ia berwujud, kongkret, nyata; oleh karena itu ia dapat diberi nama,
sedangkan jurnalistik adalah aspek jiwa. Karena ia abstrak, merupakan
kegiatan, daya hidup, menghidupi aspek pers. Dengan demikian pers
dan jurnalistik adalah dwitunggal. Pers tidak mungkin beroperasi tanpa
jurnalistik, sebaliknya jurnalistik tidak akan mungkin mewujudkan
suatu karya bernama berita tanpa pers.”
Pers tak dapat dipisahkan dari jurnalistik, dalam konteks
komunikasi melalui media massa, posisi keduanya berada dalam “satu
tarikan nafas”. Di mana pers berposisi sebagai “wadah”, sedangkan
jurnalistik adalah aktivitas yang dijalankan dan dipayungi oleh
institusi pers. Selanjutnya tidak ada defenisi khusus tentang media
cetak yang dapat ditemukan dalam berbagai literatur yang mengkaji
tentang media massa. Sebab pengertian media cetak awalnya identik
dengan pengertian pers dalam arti sempit, yaitu kegiatan komunikasi
yang dilakukan melalui media massa cetak seperti suratkabar, majalah,
tabloid, bulletin dan sebagainya. Sedangkan pengertian pers (juga
awalnya) identik dengan suratkabar, khususnya surarkabar harian.
Jadi, jika ditarik dari pengertian pers dalam arti sempit, secara
umum media cetak dapat dideinisikan sebagai saluran komunikasi
massa yang bersifat tercetak (berupa barang cetakan) seperti suratkabar,
majalah dan tabloid, baik yang terbit harian, mingguan maupun
bulanan. Suratkabar (newspaper) adalah media cetak yang paling tua,
bahkan suratkabar adalah media massa paling tua, karena pertama kali
muncul jauh sebelum radio dan televisi ditemukan.
Pada penelitian ini, yang dimaksudkan dengan media cetak adalah
suratkabar yang terbit setiap hari (harian). Sebagai media massa cetak
369

Kolase Komunikasi di Indonesia

tertua, sekaligus media massa yang lahir pertama, suratkabar memiliki
pengaruh (daya magnet) yang kuat atau dapat diibaratkan memiliki
“gengsi khusus” dengan julukan sebagai pilar kekuasaan keempat
(the fourth estate). Sebagai saluran komunikasi massa yang bersifat
tercetak, tentu suratkabar memiliki kelebihan dan kekurangan. Secara
umum kelebihan suratkabar adalah; (a) bersifat serentak (simultan);
(b) bersifat/berlaku umum; (c) dapat didokumentasikan dengan
mudah; (d) memiliki jangkauan yang luas, dan; (e) biaya konsumsinya
murah, dapat dijangkau (dibeli) oleh semua lapisan sosial. Sedangkan
kekurangannya adalah: (a) proses produksinya memerlukan waktu yang
cukup panjang; (b) publikasi berita atau informasinya bersifat tidak
langsung (peristiwa hari ini, baru dapat dibaca esok hari); (c) aktualitas
beritanya hanya berlaku 24 jam; (d) efek atau dampaknya bersifat tidak
langsung/tertunda (delayed feedback), dan; (e) mengkonsumsi berita
atau informasinya memerlukan waktu khusus.
Pers sebagai Saluran Komunikasi Politik
Media pers sebagai bagian dari komunikasi massa, memiliki peran
penting sebagai saluran (channel) komunikasi politik, khususnya ketika
komunikasi politik itu mempertemukan berbagai kepentingan di ruang
publik. Ketika dalam posisi itu, maka media pers telah memosisikan
dirinya sebagai “ruang publik” bagi berbagai pihak untuk bertemu.
Oleh karenanya, sebagai ruang publik, tempat bertemunya berbagai
kepentingan, media pers memiliki kekuatan dan pengaruh tersendiri
dalam membentuk opini publik.
Terkait dengan pemilihan gubernur, media pers dituntut memiliki
peran secara demokratis mempubklikasikan liputannya. Dalam
konteks publikasi itu, media pers menjadi representasi dari kepentingan
khalayak. Representasi itu diarahkan pada keberpihakan media kepada
kepentingan yang lebih besar, yaitu kepentingan publik. Semua elemen
memiliki hak yang sama untuk mengekspresikan opini dan komunikasi
politiknya di media pers secara rasional dan proporsional. Sebab, dalam
pandangan Subiakto dan Ida (2012:53), proses komunikasi politik yang
terjadi, terutama di kalangan akar rumput (grashroot), dan beberapa di
kalangan elit masih lebih banyak berbentuk “kurang rasional”. Lebih
lanjut disebutkan Subiakto dan Ida (2012:163), objektivitas media
pers dalam pemilukada kadang kurang berkepentingan dengan esensi
370

Dian Wardiana Sjuchro dan Hendra Alfani, Jurnalisme Politik dan...

politik, melainkan menggunakan politik, utamanya political afairs,
sebagai item bargaining atau tawar menawar yang bernilai ekonomi
untuk pendapatan cash low media kedepannya, jika calon yang
didukungnya pada akhirnya menjadi penguasa daerah.
Relasi antara media sebagai saluran komunikasi politik melahirkan
perilaku politik tertentu. Dalam demokrasi menurut McQuail
(2011:289-290), media memiliki hubungan yang rumit dengan sumber
kekuasaan dan sistem politik. Di satu sisi, mereka biasanya menemukan
alasan (raison d’etre) atas layanan mereka terhadap khalayak dengan
menyediakan informasi dan padangan berdasarkan penilaian atas
kepentingan dan kebutuhan. Untuk melakukan layanan ini, mereka
perlu menjadi mandiri dari negara dan kepentingan yang berkuasa.
Di sisi lain, mereka juga menyediakan saluran melalui mana negara
dan kepentingan yang berkuasa berkomunikasi dengan masyarakat
sebagaimana juga pijakan untuk pandangan dari partai politik dan
kelompok kepentingan yang lain. Mereka juga mempromosikan
peredaran berita dan opini di dalam publik yang tertarik dengan
politik. Pandangan mengenai peranan netral media dan mediasi dari
media dalam politik harus diubah untuk mempertimbangkan berbagai
bentuk, terutama ketika media tertentu memilih untuk mengambil
peran partisan atas nama partai atas nama kepentingan, atau secara
dekat bersekutu dengan beberapa kepentingan ekonomi yang berkuasa
atau blok ideologis.
Analisis Framing Suratkabar
Analisis framing digunakan untuk menganalisa bagaimana media
massa mengemas peristiwa, media massa “merekontruksi ulang”
realitas, peristiwa, suasana, keadaan, tentang orang, benda, bahkan
pendapat-pendapat berkaitan dengan peristiwa tersebut. Redaksional
media massa; wartawan, editor, redaktur, redaktur pelaksana,
pimpinan redaksi yang mencari, meliput peristiwa, penulisan ulangpengabungan-pengabungan sebagai proses editing, dan menyeleksi
berita-berita mana yang layak dimuat dalam Suratkabar. Kriteria berita
berisi 5W + 1 H (apa, siapa, di mana, kapan, mengapa dan bagaimana),
baik untuk laporan/berita langsung (straight news, hard news) maupun
sot news atau feature.
Pawito (2009:104) menyebutkan bahwa kekuatan media massa
371

Kolase Komunikasi di Indonesia

dalam mengkonstruksikan dan mendekonstruksikan realitas
terutama pada pemberitaan, di samping bentuk isi lain seperti tajuk
(editorial), opini dan karikatur pada media cetak, dan talk show
pada media elektronik. Dalam pemberitaan, media massa biasanya
memberikan prioritas liputan mengenai peristiwa atau isu tertentu dan
mengabaikan yang lain (agenda setting). Di samping ini, media massa
juga memberikan penekanan pada substansi persoalan tertentu dan
mengabaikan substansi persoalan lain (framing). Dengan kedua cara
ini media massa merekontruksi dan mendekonstruksi realitas.
Framing dapat dimaknai secara umum sebagai “a scat-tered
conseptualization” (Entman, 1993:51; Gamson dan Modigliani,
1987:143, dalam Pawito, 2009:104-105), suatu bingkaian konseptualiasi
di mana frame media dapat diartikan sebagai “ a central organizing idea
or story line that provides meaning to an unfolding strip of events ... he
frame suggest what controversy is about, the essence of issue” (pokok
pikiran atau penuliasan berita yang memberikan makna mengenai
peristiwa-peristiwa ... Frame media menunjukkan hal-hal seperti
mengenai apa kontoversi berkembang dan esensi dari isu tersebut).
Bertolak dari pandangan ini, maka frame media mengkonstruksikan
dan mendekonstruksikan realitas dengan cara memberikan penonjolan
terhadap substansi-substansi persoalan dan esensi dari persitiwaperistiwa atau isu yang diberitakan.
Sejalan dengan itu, Eriyanto (2005:3-4) menegaskan bahwa analisis
framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk
mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa
saja) dibingkai oleh media. Pembingkaian tersebut tentu saja melalui
proses kontruksi. Di sini realitas sosial dimaknai dan dikonstruksi
dengan makna tertentu. Peristiwa dimaknai dengan bentukan tertentu.
Hasilnya, pemberitaan media pada sisi tertentu atau wawancara dengan
orang-orang tertentu. Semua elemen tersebut tidak hanya bagian dari
teknis jurnalistik, tapi menandakan bagaimana peristiwa dimaknai dan
ditampilkan. Bagaimana media memaknai dana memahami realitas,
dan dengan cara apa realitas itu ditandakan, hal inilah yang menjadi
pusat perhatian dari analisis framing. Praktisnya, framing digunakan
untuk melihat bagaimana aspek tertentu ditonjolkan atau ditekankan
oleh media.

372

Dian Wardiana Sjuchro dan Hendra Alfani, Jurnalisme Politik dan...

Framing Model Robert N. Entman
Robert N. Entman melihat framing dalam dua dimensi besar
yaitu seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek realitas.
Kedua faktor ini dapat lebih mempertajam framing berita melalui
proses seleksi isu yang layak ditampilkan dan penekanan isi beritanya.
Perspektif wartawanlah yang akan menentukan fakta yang dipilihnya,
ditonjolkannya, dan dibuangnya. Di balik semua itu, pengambilan
keputusan mengenai sisi mana yang ditonjolkan tentu melibatkan
nilai dan ideologi para wartawan yang terlibat dalam proses produksi
sebuah berita. Framing memiliki impilkasi penting bagi komunikasi
politik. Sebab framing memainkan peran utama dalam mendesakkan
kekuasaan politik, dan frame dalam teks berita sungguh merupakan
kekuasaan yang tercetak – ia menunjukkan identitas para aktor atau
interest yang berkompetisi untuk mendominasi teks.
Menurut Eriyanto (2005:187), konsep framing menurut Entman,
secara konsisten menawarkan sebuah cara untuk mengungkap the
power of a communication text. Framing analysis dapat menjelaskan
dengan cara yang tepat pengaruh atas kesadaran manusia yang didesak
oleh transfer informasi dari sebuah lokasi, seperti pidato, ucapan/
ungkapan, news report, atau novel. Framing, secara esensial meliputi
penseleksian dan penonjolan. Membuat frame adalah menseleksi
beberapa aspek dari suatu pemahaman realitas, dan membuatnya lebih
menonjol di dalam suatu teks yang dikomunikasikan sedemikian rupa
sehingga mempromosikan sebuah deinisi permasalahan yang khusus,
interpretasi kausal, evaluasi moral, dana atau merekomendasikan
penanganannya.
Dalam konsepsi Entman, framing pada dasarnya merujuk pada
pemberian deinisi, penjelasan, evaluasi dan rekomendasi dalam suatu
wacana untuk menekankan kerangka berpikir terhadap peristiwa yang
diwacanakan. Frame berita timbul dalam dua level. Pertama, konsepsi
mental yang digunakan untuk memproses informasi dan sebagai
karakteristik dari teks media. Misalnya frame anti militer yang dipakai
untuk melihat dan memproses informasi demonstrasi atau kerusuhan.
Kedua, perangkat spesiik dari narasi berita yang dipakai untuk
membangun pengertian mengenai persitiwa. Frame berita dibentuk
dari kata kunci, metafora, konsep, simbol, citra yang ada dalam narasi

373

Kolase Komunikasi di Indonesia

berita. Karenanya, frame dapat dideteksi diselidiki dari kata, citra dan
gambar tertentu yang memberikan makna tertentu dari teks berita. Kosa
kata dan gambar itu ditekankan dalam teks sehingga lebih menonjol
dibandingkan bagian lain dalam teks. Itu dilakukan lewat pengulangan,
penempatan yang lebih menonjol, atau mengubungkan dengan bagian
lain dalam teks berita. Sehingga bagian itu lebih menonjol, lebih
mudah dilihat, diingat dan lebih mempengaruhi khalayak (Eriyanto,
2005:189).
Berikut ditampilkan tabel elemen analisis framing model Entman,
yang fokus pada 4 (empat) model analisis teks berita yang digunakan
Entman (dalam Eriyanto, 2005:188-190):
Tabel 1.
Analisis Framing Model Entman
Deine Problems
(Pendeinisian Masalah)

Bagaimana suatu peritiwa/isu dilihat? Sebagai apa?
Atau sebagai masalah apa?

Diganosa Causes
(Memperkirakan masalah
atau sumber masalah

Peristiwa itu dilihat disebabkan oleh apa? Apa yang
dianggap sebagai penyebab dari suatu masalah?
Siapa (aktor) yang dianggap sebagai penyebab
masalah?

Make Moral Judgement
(Membuat keputusan moral)

Nilai moral apa yang disajikan untuk menjelaskan
masalah? Nilai moral apa yang dipakai untuk
melegitimasi atau mendelegitimasi suatu tindakan?

Treatment Recommendation
(menekankan penyelesaian

Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk mengatasi
masalah/isu? Jalan apa yang ditawarkan dan harus
ditempuh untuk mengatasi masalah?

Sumber: Dalam Eriyanto (2005: 189)

Konsepsi mengenai framing dari Entman tersebut menggambarkan
secara luas bagaimana perisitiwa dimaknai dan ditandakan oleh
wartawan. Deine Problems (pendeinisian masalah) adalah elemen yang
pertama kali dapat kita lihat mengenai framing. Elemen ini merupakan
master frame/bingkai yang paling utama. Ia menekankan bagaimana
peritiwa dipahami oleh wartawan. Ketika ada masalah atau peristiwa,
bagaimana peristiwa atau isu tersebut dipahami. Peristiwa yang sama
dapat dipahami secara berbeda. Diagnose causes (memperkirakan
penyebab masalah), merupakan elemen framing untuk membingkai
siapa yang dianggap sebagai aktor dari peristiwa. Penyebab di sini
bisa berarti apa (what), tetapi bisa juga berarti siapa (who). Bagaimana
374

Dian Wardiana Sjuchro dan Hendra Alfani, Jurnalisme Politik dan...

peristiwa dipahami, tentu saja menentukan apa dan siapa yang
dianggap sebagai sumber masalah. Karena itu, masalah yang dipahami
secara berbeda, penyebab masalah tidak langsung juga akan dipahami
secara berbeda pula. Make moral judgement (membuat pilihan moral),
adalah elemen framing yang dipakai untuk membenarkan/memberi
argumentasi pada pendeinisian masalah yang sudah dibuat. Ketika
masalah sudah dideinisikan, penyebab masalah sudah ditentukan
dibutuhkan sebuah argumentasi yang kuat untuk mendukung gagasan
tersebut. Gagasan yang dikutip berhubungan dengan sesuatu yang
familiar dan dikenal oleh khalayak. Selanjutnya elemen yang keempat
adalah: Treatment recommendation (menekankan penyelesaian).
Elemen ini dipakai untuk menilai apa yang dikehendaki oleh wartawan.
Jalan apa yang dipilih untuk menyelesaikan masalah. Penyelesaian itu
tetap tergantung pada bagaimana peristiwa itu dilihat dan siapa yang
dipandang sebagai penyebab masalah.
Analisis framing model Robert N. Entman inilah yang akan kami
gunakan untuk melihat konstruksi realitas ketiga suratkabar terteliti
dalam memberitakan drama politik pemilihan Gubernur DKI Jakarta
putaran dua dengan topik penelitian: JURNALISME POLITIK DAN
KONSTRUKSI KEBERPIHAKAN MEDIA (Analisis Framing Headline
Media Indonesia dan Republika Sehari Sebelum dan Sehari Sesudah
Pencoblosan Pilgub DKI Jakarta Putaran Dua 2017).

Metode Penelitian
Metode yang dipilih dalam penelitian ini adalah metode kualitatif,
sebagaimana yang dikatakan Lindlof dan Taylor (2002) bahwa metode
kuantitatif dianggap lebih tepat untuk para peneliti yang memiliki
pandangan potivistik atau empiris, dan metode kualitatif lebih tepat
untuk para peneliti interpretif dan kritis. Penelitian kualitatif merupakan
sebuah bentuk pendekatan interpretif di mana peneliti membuat
sebuah interpretasi dari apa yang dilihat, didengar, dan dipahami, serta
interpretasi peneliti tidak bisa dipisahkan dari latar belakang, sejarah,
konteks, dan pemahaman sebelumnya (dalam Creswell, 2009: 176).
Sementara itu Bogdan & Tailor (1992:21-22), menyatakan
bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskritif berupa ucapan atau tulisan dan

375

Kolase Komunikasi di Indonesia

perilaku orang-orang yang diamati. Melalui penelitian kualitatif
peneliti dapat mengenali subjek dan merasakan apa yang mereka
alami dalam kehidupan sehari-sehari. Menurut deinisi ini penelitian
kualitatif menghasilkan data deskriptif sehingga merupakan rinci
dari suatu fenomena yang diteliti. Senada dengan itu, Kirk dan Miller
mendeinisikan penelitian kualitatif sebagai tradisi tersentuh dalam
ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada
manusia dalam kawasannya tersendiri dan berhubungan dengan
orang-orang tersebut dalam bahasa dan dalam peristilahannya (dalam
Jerome Kirk, 1986:9).
Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan pendekatan analisis
framing yang merupakan salah satu alternatif model analisis yang dapat
mengungkap rahasia di balik sebuah perbedaaan bahkan pertentangan
media dalam mengungkapkan fakta. Analisis framing dipakai untuk
mengetahui bagaimana realitas dibingkai oleh media. Dengan demikian
realitas sosial dipahami, dimaknai, dan dikonstruksi dengan bentukan
dan makna tertentu. Elemen-elemen tersebut bukan hanya bagian
dari teknis jurnalistik, melainkan menandakan bagaimana peristiwa
dimaknai dan ditampilkan. Inilah sesungguhnya sebuah realitas politik,
bagaimana media membangun, menyuguhkan, mempertahankan, dan
mereproduksi, suatu peristiwa kepada pembacanya. Melalui analisis
framing akan dapat diketahui siapa menendalikan siapa, siapa lawan
siapa, mana kawan mana lawan, mana patron dan mana klien, siapa
diuntungkan dan siapa dirugikan, siapa menindas dan siapa tertindas,
dan seterusnya.
Dalam penelitian ini, unit analisisnya adalah berita headline Harian
Media Indonesia dan Republika dalam mengonstruksi realitas dan
pembentukan wacana terkait dengan pemungutan suara (pencoblosan)
Pilgub DKI Jakarta putaran kedua yang terbit pada tanggal 19 dan 20
April 2017.

Hasil Penelitian dan Pembahasan
Proile Singkat Harian Media Indonesia
Media Indonesia  adalah seperti disarikan dari situs https://
id.wikipedia.org/wiki/Media_Indonesia,
adalah
sebuah  surat
kabar harian yang terbit di Jakarta. Tergabung ke dalam Media Group,
376

Dian Wardiana Sjuchro dan Hendra Alfani, Jurnalisme Politik dan...

sejumlah kalangan menganggap Media Indonesia sebagai surat kabar
umum terbesar ketiga di  Indonesia. Media Indonesia membawahi
stasiun televisi  Metro TV  pada tahun  2000-saat ini. Media Indonesia
pertama kali diterbitkan pada tanggal  19 Januari  1970. Sebagai surat
kabar umum pada masa itu, Media Indonesia awalnya diterbitkan
sebanyak empat halaman dengan tiras yang sangat terbatas. Kantor
pertama Media Indonesia di Jl. Letnan Jenderal M.T. Haryono,
Jakarta, menjadi awal sejarah panjang Media Indonesia. Lembaga yang
menerbitkan Media Indonesia adalah Yayasan Warta Indonesia.
Pada tahun 1976, surat kabar ini kemudian berkembang menjadi
delapan halaman. Sementara itu, perkembangan regulasi di bidang
pers dan penerbitan terjadi. Salah satunya adalah perubahan SIT
(Surat Izin Terbit) menjadi SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers).
Karena perubahan ini penerbitan dihadapkan pada realitas bahwa
pers tidak semata menanggung beban idealnya tetapi juga harus
tumbuh sebagai badan usaha. Dengan kesadaran untuk terus maju,
pada tahun  1987,  Teuku Yousli Syah  selaku pendiri Media Indonesia
bergandeng tangan dengan  Surya Paloh, mantan pimpinan surat
kabar Prioritas. Dengan kerjasama ini, dua kekuatan bersatu, kekuatan
pengalaman bergandeng dengan kekuatan modal dan semangat. Maka
pada tahun tersebut lahirlah Media Indonesia dengan manajemen baru
di bawah PT. Citra Media Nusa Purnama. Surya Paloh menjadi direktur
utama, sedangkan Teuku Yousli Syah menjadi Pemimpin Umum, dan
Pemimpin Perusahaan dipegang oleh Lestary Luhur. Sementara itu,
markas usaha dan redaksi dipindahkan ke Jl. Gondandia Lama No. 46
Jakarta.
Awal tahun 1993, Media Indonesia menempati kantor barunya di
Komplek Delta Kedoya, Jalan Pilar Mas Raya Kav. A-D, Kedoya Selatan,
Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Gedung ini membawahi seluruh divisi, yang
meliputi redaksi, usaha, percetakan, pusat dokumentasi, perpustakaan,
iklan, sirkulasi, distribusi, serta fasilitas penunjang karyawan. Gedung
tersebut juga dijadikan kantor pusat  Metro TV  yang berdiri pada
tanggal  25 November  2000. Sejarah panjang serta motto “Pembawa
Suara Rakyat” yang dimiliki oleh Media Indonesia bukan menjadi
motto kosong dan sia-sia, tetapi menjadi spirit pegangan sampai kapan
pun. Pada tahun 2010, Media Indonesia mengganti mottonya menjadi
“Jujur Bersuara”. (https://id.wikipedia.org/wiki/Media_Indonesia)
377

Kolase Komunikasi di Indonesia

Proile Singkat Harian Republika
Republika  seperti dikutip
Republika_(surat_kabar)

dari (https://id.wikipedia.org/wiki/

adalah  koran  nasional yang dilahirkan oleh kalangan
komunitas  muslim  bagi publik di  Indonesia. Penerbitan tersebut
merupakan puncak dari upaya panjang kalangan umat  Islam,
khususnya para  wartawan  profesional muda yang dipimpin oleh ex
wartawan  Tempo,  Zaim Uchrowi  yang telah menempuh berbagai
langkah. Kehadiran  Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia  (ICMI)
yang saat itu diketuai BJ Habibie dapat menembus pembatasan ketat
pemerintah untuk izin penerbitan saat itu memungkinkan upayaupaya tersebut berbuah. Republika terbit perdana pada 4 Januari1993.
Koran ini terbit di bawah bendera perusahaan PT Abdi Bangsa.
Setelah BJ Habibie tak lagi menjadi presiden dan seiring dengan
surutnya kiprah politik ICMI selaku pemegang saham mayoritas
PT Abdi Bangsa, pada akhir 2000, mayoritas saham koran ini
dimiliki oleh kelompok  Mahaka Media. PT Abdi Bangsa selanjutnya
menjadi  perusahaan induk, dan Republika berada di bawah bendera
PT Republika Media Mandiri, salah satu anak perusahaan PT Abdi
Bangsa. Di bawah bendera  Mahaka Media, kelompok ini juga
menerbitkan Majalah Golf Digest Indonesia, Majalah Parents Indonesia,
stasiun radio Jak FM, Gen FM, Delta FM, FeMale Radio, Prambors, Jak
TV, dan Alif TV.
Walau berganti kepemilikan, Republika tak mengalami perubahan
visi maupun misi. Visi Republika adalah Modern, Moderat, Muslim,
Kebangsaan, dan Kerakyatan. Sedangkan Misi Republika adalah sebagai
koran masyarakat baru yang maju, cerdas, dan beradab. Harus diakui,
ada perbedaan gaya dibandingkan dengan sebelumnya. Sentuhan
bisnis dan independensi Republika menjadi lebih kuat. Karena itu,
secara bisnis, koran ini terus berkembang. Republika menjadi makin
profesional dan matang sebagai koran  nasional  untuk komunitas
muslim.
Analisis Framing Headline Media Indonesia
Berita headline halaman 1 Media Indonesia yang dianalisis dengan
pendekatan framing Entman adalah berita headline yang terbit pada
378

Dian Wardiana Sjuchro dan Hendra Alfani, Jurnalisme Politik dan...

tanggal 19 April 2017 (yang diproses tanggal 18 April 2017) adalah
berita headline yang terhitung terbit sehari sebelum pemungutan suara
atau pencoblosan Pilgub DKI Jakarta putaran kedua yang dilaksanakan
pada tanggal 19 April 2017. Sedangkan berita headline halaman 1 yang
terbit pada tanggal 20 April (yang diproses pada tanggal 19 April 2017),
adalah berita yang terhitung terbit sehari setelah pencoblosan Pilgub
DKI Jakarta putaran kedua. Seperti terlihat pada tabel 2 di bawah ini:
Tabel 2.
Berita Headline Media Indonesia Terbit Tanggal 19 dan 20 April 2017
No.

Judul Berita dan
Halaman

Hari & Tgl.
Terbit

1.

JANGAN SALAH PILIH
(Masyarakat Jakarta
tidak memerlukan lagi
janji-janji, tetapi lebih
membutuhkan solusi
yang konkret).
Halaman 1

Rabu,
19 April
2017

2.

KEMBALI
BERGANDENGAN
TANGAN
Halaman 1

Kamis,
20 April
2017

Visual Berita

379

Kolase Komunikasi di Indonesia

Analisis Berita Headline Pertama (Terbit sebelum pencoblosan)
Analisis berita headline pertama Media Indonesia, judul berita:
“JANGAN SALAH PILIH” (ditulis dengan huruf kapital) dan sub
judul berita: “Masyarakat Jakarta tidak memerlukan lagi janji-janji
tetapi lebih membutuhkan solusi yang konkret”. Berita headline ini
terhitung terbit sehari sebelum pemungutan suara tanggal 19 April
2017. Berikut analisisnya:
Deine Problem: Dalam pemberitaan ini, Media Indonesia, dengan
mengutip pernyataan dari Surya Paloh (Ketum Partai NasDem) sebagai
salah satu sumber berita yaitu mengangkat masalah bahwa Pemilukada
DKI Jakarta putaran kedua mesti berjalan jujur dan tidak ada campur
tangan ataupun intimidasi dari pihak mana pun sehingga berjalan
aman dan tentram. Berikut kutipan dari berita tersebut:
“Surya Paloh mengimbau seluruh warga Jakarta agar datang ke
TPS yang telah ditentukan untuk menggunakan hak politik mereka,
tanpa rasa khawatir. (Halaman 1, Alinea 14).
“Berangkatlah ke TPS dengan penuh percaya diri. Tidak ada siapa
pun yang berhak untuk menyatakan jangan pilih si A, apalagi
mengintimidasi,” tegas Surya” (Halaman 1, Alinea 15).
Diagnose causes: Warga Jakarta berharap agar pembangunan di
Jakarta terus dapat dilanjutkan. Sekaligus ada kekhawatiran masyarakat,
bahwa akan ada pembatasan dan kemandegan pembangunan jika calon
yang mereka dukung tidak terpilih. Berikut kutipan dari bagian berita
tersebut:
“Sejumlah warga Jakarta berharap agar gubernur terpilih dapat
mewujudkan mimpi-mimpi mereka. Sebagian dari mereka
menginginkan agar Jakarta lebih banyak lagi menghadirkan ruang
terbuka hijau (RTH). Jakarta pun diharapkan mampu menjadi
wilayah yang lebih ramah dan aman”. (Halaman 1, Alinea 2.).
Make moral judgement: Media Indonesia memberi penilaian
moral dengan menekankan agar masyarakat Jakarta tidak salah
dalam memilih gubernur dan wakil gubernur. Masyarakat diharapkan
memilih dengan menggunakan hati nurani sehingga memilih
pemimpin yang tepat untuk meneruskan pembangunan Jakarta yang
sudah berlangsung baik selama ini. Berikut kutipan teks beritanya
berdasarkan sumber berita Ade Firman Hakim (Aktor/Bintang Film):

380

Dian Wardiana Sjuchro dan Hendra Alfani, Jurnalisme Politik dan...

“Agar harapan warga Jakarta terwujud, aktor Ade Firman Hakim,
berharap pilkada DKI putaran kedua berjalan jujur dan tidak ada
campur tangan ataupun intimidasi dari pihak mana pun sehingga
berjalan dengan aman dan tentram. (Halaman 1, Alinea 8).
“Karena itu, penduduk Jakarta, menurut Ade Firman, tidak boleh
salah memilih gubernur dan wakil gubernur. Dia menyarankan siap
pun yang akan dipilih itu harus berdasarkan hati nurani. (Halaman
1, Alinea 9).
“Jangan salah pilih. Kalau kita memilihnya pakai hati, semoga
pilihannya benar, kata bintang ilm Bid’ah Cinta dan Ibu Maakan
Aku itu.” (Halaman 1, Alinea 10).
Treatment recommendation: Media Indonesia, secara umum
dalam alinea-alinea berita headline tersebut, “merekomendasikan”
agar warga Jakarta yang memiliki hak pilih untuk tidak salah memilih,
dengan tujuan agar harapan dan mimpi-mimpi masyarakat dapat
terpenuhi oleh pemimpin (gubernur dan wakil gubernur) yang dipilih
sesuai dengan hati nurani. Namun penegasan akan solusi konkret
dilakukan dengan mengutip pendapat pengamat kebijakan publik,
Yayat Supriatna, seperti terlihat dari kutipan di bawah ini:
“Masyarakat Jakarta sudah tidak butuh janji. Saat ini sudah
mewakili, cuma harus lebih cepat realisasinya. Masyarakat butuh
solusi konkret, jangan dibuat menunggu,” tegas Yayat.” (Halaman 1,
Alinea 13).
Tabel 3.
Frame Berita Headline Media Indonesia yang Terbit Rabu, 19 April 2017
Berjudul: JANGAN SALAH PILIH (“Masyarakat Jakarta tidak memerlukan lagi
janji-janji tetapi lebih membutuhkan solusi yang konkret”)
Prangkat Framing

Unit Pengamatan

Deine problems

Dikembangkan wacana bahwa Pemilukada DKI Jakarta
putaran kedua mesti berjalan jujur dan tidak ada
campur tangan ataupun intimidasi dari pihak mana pun
sehingga berjalan aman dan tentram. Wacana tersebut
dimunculkan karena adanya “ancaman” akan adanya
mobilisasi massa jika calon tertentu kalah.

Diagnose causes

Pemilukada DKI Jakarta di harapkan dapat menghasilkan
gubernur dan wakil gubernur yang dapat melanjutkan
pembangunan yang dinilai sudah berhasil, sekaligus
memantapkan kepemimpinan yang dianggap tegas,
bergerak cepat dan anti korupsi.

381

Kolase Komunikasi di Indonesia

Make moral judgement

Warga Jakarta yang memiliki hak pilih diingatkan
untuk tidak salah memilih pemimpin. Warga Jakarta
diarahkan untuk memilih gubernur dan wakil gubernur
sesuai dengan hati nuraninya untuk meneruskan
pembangunan di Jakarta.

Treatment
recomendation

Dalam konteks ini, Media Indonesia melalui berita
headline tersebut merekomendasikan kepada warga Jakarta
agar memilih gubernur dan wakil gubernur yang baru
menawarkan janji, tetapi yang sudah bekerja merealisasikan
janjinya dan yang memberikan solusi konkret.

Analisis Berita Headline Kedua (Terbit setelah pencoblosan)
Analisis berita headline kedua Media Indonesia, judul berita:
“Kembali Bergandengan Tangan”. Berita headline ini terhitung terbit
sehari setelah pemungutan suara, yaitu tanggal 20 April 2017. Berikut
analisisnya:
Deine Problem: Dalam berita headline ini, Media Indonesia,
menyebutkan bahwa pemilukada DKI putaran kedua sudah usai dengan
lancar, aman dan damai. Sejatinya pemenangnya adalah warga Jakarta
yang telah bersikap dewasa dalam pesta demokrasi di pemilukada DKI.
Berikut kutipannya:
“Pemungutan suara pilkada DKI Jakarta putaran kedua kemarin
berlangsung relatif lancar dan aman. Hasil pesta demokrasi itu
diharapkan jadi momentum menggalang kembali persatuan di
tengah masyarakat.” (Halaman 1, Alinea ke 1).
Diagnose causes: Warga Jakarta telah memberikan hak pilihnya.
Pemilukada DKI Jakarta yang tadinya dikhawatirkan akan berlangsung
tidak aman dan sarat dengan potensi konlik justru berlangsung
lancar, aman dan damai. Kekhawatiran masyarakat, terlihat dari
besarnya jumlah petugas gabungan (TNI, Polri dan lainnya) dalam
mengamankan pemungutan suara Pemilukada DKI Jakarta putaran
kedua. Berikut kutipan dari bagian berita tersebut:
“Pengamanan terhadap lokasi 13.032 TPS dilakukan 64.523
petugas gabungan. Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan
kondisi relatif aman dan tidak terdeteksi adanya mobilisasi massa.
(Halaman 1, Alinea 13).
“Ada sejumlah gejolak, tapi tidak signiikan. Rata-rata karena salah
paham antarkelompok,” ungkap Tito di PTIK Jakarta Selatan”.
(Halaman 1, Alinea 14).
382

Dian Wardiana Sjuchro dan Hendra Alfani, Jurnalisme Politik dan...

Make moral judgement: Media Indonesia memberi penilaian
moral dengan menekankan bahwa kekalahan dan kemenangan dalam
pemilukada DKI Jakarta adalah hal yang biasa, dan semua pihak yang
berkepentingan harus menerima hasil itu dengan lapang dada. Berikut
kutipan teks beritanya berdasarkan sumber berita Basuki Tjahaya
Purnama dan Anies Baswedan :
“Terkait dengan hasil hitung cepat tersebut, Basuki menyatakan
menerima dengan lapang dada. Dia siap menuntaskan seluruh
program di masa jabatannya yang tersisa enam bulan supaya
gubernur baru bisa lebih mudah meneruskannya. (Halaman 1,
Alinea 4).
“Saya orangnya legowo. Apa pun posisi saya. Tuhan selalu berikan
yang terbaik. Sekarang kami akan berusaha melunasi pekerjaan
rumah dan janji kami,” ujar Basuki kepada Media Indonesia.
(Halaman 1, Alinea 5).
“Di sisi lain Anies mengimbau agar perbedaan selama pilkada DKI
bisa tuntas. Kita boleh berbeda bahasa, agama, etnik, dan partai,
tapi darah kita sama, darah Indonesia,” ujar Anies di Kantor DPP
Partai Gerindra.” (Halaman 1, Alinea 6).
Treatment recommendation: Media Indonesia, secara umum
dalam alinea-alinea berita headline tersebut, mengutip imbauan dari
Presiden Joko Widodo, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said
Aqil Siradj, Sekjen PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti, dan Ketua Umum
DPP Parta NasDem Surya Paloh, agar masyarakat kembali bersatu
membangun Jakarta. seperti terlihat dari kutipan di bawah ini:
“Presiden Joko Widodo menilai siapa pun terpilih akan menjadi
pemimpin yang baik. “Kita semua bersaudara. Apa pun hasilnya,
siapa pun yang terpilih harus kita terima,” kata Jokowi yang
menggunakan hak pilihnya di TPS 4 Gambir, Jakarta Pusat.”
(Halaman 1, Alinea 7).
“Sejatinya pemenangnya ialah warga Jakarta, karena dengan
kedewasaan, pilkada berjalan lancar, aman, dan damai,” tegas
Abdul Mu’ti. (Halaman 1, Alinea 10).
“Kita harap hasil pilkada bisa menjadi representasi bahwa demokrasi
bisa menghargai perbedaan, apa pun hasilnya,” kata Surya Paloh.
(Halaman 1, Alinea 12)

383

Kolase Komunikasi di Indonesia

Tabel 4.
Frame Berita Headline Media Indonesia yang Terbit Kamis, 20 April 2017
Berjudul: “Kembali Bergandengan Tangan”
Prangkat Framing

Unit Pengamatan

Deine problems

Pemilukada DKI Jakarta putaran kedua yang
sebelumnya dikhawatirkan rawan terjadi konlik,
justru berakhir antiklimaks. Pemilukada DKI
putaran kedua berjalan dengan lancar, aman dan
damai. Sejatinya pemenangnya adalah warga Jakarta
yang telah bersikap dewasa dalam pesta demokrasi
di pemilukada DKI.

Diagnose causes

Warga Jakarta telah memberikan hak pilihnya.
Pemilukada DKI Jakarta memiliki potensi konlik
yang tinggi antarkelompok. Muncul rasa khawatir
ditengah-tengah masyarakat akan terjadi konlik.
Kekhawatiran masyarakat, terlihat dari besarnya
jumlah petugas gabungan (TNI, Polri dan
lainnya) dalam mengamankan pemungutan suara
Pemilukada DKI Jakarta putaran kedua.

Make moral judgement

Kekalahan dan kemenangan adalah hal yang biasa
dalam suatu kontestasi politik. Semua pihak yang
terlibat, terutama pasngan calon, partai pengusung
dan pendukungnya serta semua pihak yang
berkepentingan diminta untuk menerima hasil itu
dengan lapang dada.

Treatment recomendation

Semua pihak diharapkan memberikan suasana
sejuk usai Pemilukada DKI Jakarta putaran kedua.
Presiden Joko Widodo dan tokoh-tokoh penting
berpengaruh turut memberikan imbauan agar warga
Jakarta kembali bersatu untuk membangun Jakarta.

Analisis Framing Headline Republika
Berita headline halaman 1 Republika yang dianalisis dengan
pendekatan framing Entman adalah berita headline yang terbit pada
tanggal 19 April 2017 (yang diproses tanggal 18 April 2017) adalah
berita headline yang terhitung terbit sehari sebelum pemungutan suara
atau pencoblosan Pilgub DKI Jakarta putaran kedua yang dilaksanakan
pada tanggal 19 April 2017. Sedangkan berita headline halaman 1 yang
terbit pada tanggal 20 April (yang diproses pada tanggal 19 April 2017),
adalah berita yang terhitung terbit sehari setelah pencoblosan Pilgub
DKI Jakarta putaran kedua. Seperti terlihat pada tabel 5 di bawah ini:

384

Dian Wardiana Sjuchro dan Hendra Alfani, Jurnalisme Politik dan...

Tabel 5.
Berita Headline Republika Terbit Tanggal 19 dan 20 April 2017
No.

Judul Berita

Hari &
Tgl.Terbit

1.

SIAP MENANG SIAP
KALAH (Jiwa besar
harus dikedepankan
dalam menghadapi
hasil pemungutan
suara).
Halaman 1

Rabu,
19 April
2017

2.

JAKARTA BERSATU
KEMBALI
Halaman 1

Kamis,
20 April
2017

Visual Berita

Analisis Berita Headline Pertama (Terbit sebelum pencoblosan)
Analisis berita headline pertama Republika, judul berita: “SIAP
MENANG SIAP KALAH” (ditulis dengan huruf kapital dan dicetak
berwarna merah tebal) dan sub judul berita: “Jiwa besar harus
dikedepankan dalam menghadapi hasil pemungutan suara”. Berita

385

Kolase Komunikasi di Indonesia

headline ini terhitung terbit sehari sebelum pemungutan suara tanggal
19 April 2017. Berikut analisisnya:
Deine Problem: Dalam pemberitaan ini, Republika, menegaskan
bahwa perseteruan politik tidak perlu dibesar-besarkan. Pemilukada
DKI Jakarta bukanlah suatu peperangan antar dua pihak yang
berhadap-hadapan, akan tetapi hanya sebuah proses kontestasi politik
dalam rangka memilih pemimpin (Gubernur dan Wakil Gubernur) di
Jakarta, Berikut kutipan dari berita tersebut:
“Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta diminta
legawa menerima hasil pemungutan suara pemilihan kepala
daerah putaran kedua, yang berlangsung Rabu 19/4. Iimbauan
disampaikan sejumlah pemangku kepentingan, antara lain KPU,
Bawaslu, menteri-menteri Kabinet Kerja dan organisasi massa
berbasis agama.” (Halaman 1, Alinea 1).
“Komioner KPU Wahyu Setiawan mengimbau, kedua pasangan
cagub dan cawagub bersikap dewasa dal