T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Kontrol Diri Melalui Bimbingan Kelompok dengan Teknik Permainan Simulasi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Suruh T1 BAB II

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1.

Kontrol Diri

1.1.1. Pengertian Kontrol Diri
Averill (1973) menyebutkan kontrol diri merupakan variabel
psikologis yang sederhana, karena terdapat tiga konsep yaitu perilaku,
kognitif dan keputusan atau kehendak. Kontrol diri dibedakan menjadi tiga
tipe utama yaitu kontrol perilaku (menunjukkan tindakan pada
lingkungan), kontrol kognitif (mengurangi ketidakpastian dan arti yang
mengesankan pada peristiwa), dan kontrol keputusan (memilih di antara
rangkaian alternatif dari tindakan).
Kontrol diri (Ghufron & Risnawita, 2012) diartikan sebagai
kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan
bentuk perilaku yang dapat membawa ke arah konsekuensi positif. Salah
satu potensi yang dapat dikembangkan dan digunakan individu selama
proses-proses dalam kehidupan, termasuk dalam menghadapi kodisi yang
terdapat di lingkungan sekitarnya.

Selain itu, kontrol diri (Ghufron & Risnawita, 2012) merupakan
kecakapan

individu

dalam

kepekaan

membaca

situasi

diri

dan

lingkungannya, kemampuan untuk mengontrol dan mengelola faktorfaktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri
dalam melakukan sosialisasi kemampuan untuk mengendalikan perilaku,


8

kecenderungan menarik perhatian, keinginan mengubah perilaku agar
sesuai untuk orang lain, menyenangkan orang lain, selalu konform dengan
orang lain dan menutupi perasaannya.
Uraian di atas dapat dikatakan bahwa kontrol diri adalah
pengendalian diri yang dilakukan oleh seseorang baik dari kognitif,
perilaku dan pengambilan keputusan.
1.1.2. Jenis-jenis Kontrol Diri
Averill (dalam Ghufron & Risnawita, 2012) menyebutkan jenisjenis dari kontrol diri antara lain kontrol perilaku (behavior control),
kontrol kognitif (cognitive control), dan kontrol keputusan (decisional
control).

1.1.2.1. Kontrol Perilaku (Behavior Control)
Kontrol perilaku merupakan kesiapan tersedianya suatu respon
yang dapat secara langsung mempengaruhi atau memodifikasi suatu
keadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan mengontrol perilaku
dapat dibedakan menjadi dua yaitu kemampuan mengatur pelaksanaan
(regulated administration) dan kemampuan memodifikasi stimulus
(stimulus modifiability).

1.

Kemampuan mengatur pelaksanaan (regulated administration),
yaitu kemampuan individu untuk menentukan siapa yang
mengendalikan situasi atau keadaan. Apakah dirinya sendiri atau
aturan perilaku dengan menggunakan kemampuan dirinya dan bila
tidak mampu individu akan menggunakan sumber eksternal.

9

2.

Kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus modifiability), yaitu
kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu
stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi. Ada beberapa cara yang
dapat digunakan, antara lain mencegah atau menjauhi stimulus,
menempatkan tenggang waktu diantara rangkaian stimulus yang
sedang berlangsung, menghentikan stimulus sebelum waktunya
berakhir dan membatasi intensitasnya.


1.1.2.2. Kontrol Kognitif (Cognitive Control)
Kontrol kognitif merupakan kemampuan individu mengolah
informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai,
atau menghubungkan suatu kejadian dalam kerangka kognitif sebagai
adaptasi psikologis atau mengurangi tekanan. Kontrol kognitif terdiri dari
dua komponen yaitu memperoleh informasi (information gain) dan
melakukan penilaian (appraisal).
1.

Memperoleh informasi (information gain), yaitu individu dapat
menangani suatu keadaan yang tidak menyenangkan dengan
berbagai pertimbangan.

2.

Kemampuan melakukan penilaian (appraisal), yaitu individu
berusaha menilai dan menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa
dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara subjektif.

1.1.2.3. Kontrol Keputusan (Decesional Control)

Kontrol keputusan merupakan kemampuan seseorang untuk
memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini

10

atau disetujuinya. Kontrol diri dalam menentukan pilihan dapat berfungsi
dengan baik apabila terdapat kesempatan, kebebasan atau kemungkinan
pada diri individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan.
Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas, maka untuk mengukur
kontrol diri (Ghufron & Risnawita, 2012) digunakan aspek-aspek seperti:
1.

Kemampuan mengontrol pelaksanaan
Kemampuan

individu

untuk

menentukan


siapa

yang

mengendalikan situasi atau keadaan. Individu yang kurang mampu
mengendalikan

situasi

atau

keadaan

maka

mereka

memiliki


kecenderungan untuk patuh terhadap kendali eksternal. Dengan kata lain,
kemampuan mengatur pelaksanaan mengarah kepada pengertian apakah
individu mampu menggunakan aturan perilaku dengan menggunakan
kemampuannya sendiri, jika tidak mampu individu akan menggunakan
sumber eksternal. Kemampuan mengatur pelaksanaan menitik beratkan
peranan individu untuk mengatur perilaku mereka guna mencapai perihal
yang diharapkan.
2.

Kemampuan mengontrol stimulus
Kemampuan mengatur stimulus merupakan kemampuan untuk

mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki
dihadapi. Kemampuan ini mengandung pengertian bahwa individu
memiliki prediksi dari perbuatan yang mereka kerjakan. Hal ini bertujuan
agar individu mampu mempersiap diri atas segala kemungkinan yang akan
terjadi sebagai akibat dari tindakan yang mereka kerjakan. Ada beberapa

11


cara yang dapat dilakukan oleh individu untuk mencegah atau menjauhi
stimulus, yaitu dengan menempatkan tenggang waktu di antara rangkaian
stimulus yang sedang berlangsung, menghentikan stimulus sebelum
waktunya berakhir dan membatasi.
3.

Kemampuan mengantisipasi suatu peristiwa atau kejadian
Untuk dapat mengantipasi suatu peristiwa individu memerlukan

informasi yang cukup lengkap dan akurat, sehingga dengan informasi yang
dimiliki mengenai keadaan yang tidak menyenangkan, individu dapat
mengantipasi keadaan tersebut dengan berbagai pertimbangan.
4.

Kemampuan menafsirkan peristiwa atau kejadian
Kemampuan ini berarti individu berusaha menilai dan menafsirkan

suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif
secara subjektif. Kemampuan dalam menafsirkan peristiwa setiap individu
ini berbeda antara satu dan lainnya. Hal ini erat kaitannya dengan

pengalaman dan pengetahuan yang mereka miliki.
5.

Kemampuan mengambil keputusan
Kemampuan

mengambil

keputusan

merupakan

kemampuan

seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada
sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Kendali diri dalam menentukan
pilihan akan berfungsi, baik dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan,
atau

kemungkinan


pada

diri

individu

untuk

memilih

berbagai

kemungkinan tindakan.

12

1.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Kontrol Diri
Sebagaimana faktor psikologis lainnya, kontrol diri dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Secara garis besarnya


faktor-faktor

yang

mempengaruhi kontrol diri terdiri dari faktor internal (dari diri individu)
dan faktor eksternal (lingkungan individu) (Ghufron & Risnawita, 2012).
1.

Faktor Internal
Faktor internal yang mempengaruhi kontrol diri seseorang adalah

faktor usia. Semakin bertambah usia, semakin baik kemampuan
mengontrol diri seseorang itu.
2.

Faktor Eksternal
Faktor

eksternal

diantaranya

adalah

lingkungan

keluarga.

Lingkungan keluarga terutama orang tua menentukan bagaimana
kemampuan mengontrol diri seseorang. Hasil penelitian Nasichah
(Ghufron & Risnawita, 2012) menunjukkan bahwa persepsi remaja
terhadap penerapan disiplin orang tua yang semakin demokratis cenderung
diikuti tingginya kemampuan mengontrol dirinya. Oleh sebab itu, bila
orang tua menerapkan sikap disiplin terhadap kepada anaknya secara
intens sejak dini, dan orang tua tetap konsisten terhadap semua
konsekuensi yang dilakukan anak bila ia menyimpang dari yang sudah
ditetapkan, maka sikap kekonsistensian ini akan diinternalisasi anak.
Kemudian akan menjadi kontrol diri baginya.

13

1.2.

Bimbingan Kelompok

1.2.1. Pengertian Bimbingan Kelompok
Prayitno (2004) mengemukakan bahwa bimbingan kelompok
mengaktifkan dinamika kelompok untuk membahas berbagai hal yang
berguna bagi pengembangan pribadi dan/ atau pemecahan masalah
individu yang menjadi peserta kegiatan kelompok.
Dengan demikian, bimbingan kelompok adalah pemberian layanan
kepada sekelompok individu dengan memanfaatkan dinamika kelompok.
1.2.2. Tujuan Bimbingan Kelompok
1.

Tujuan umum
Tujuan umum menurut Prayitno (2004) adalah berkembangnya

kemampuan sosialisasi siswa, khususnya kemampuan komunikasi peserta
layanan. Dalam kaitan ini, sering menjadi kenyataan bahwa kemampuan
bersosialisasi/ berkomunikasi seseorang sering terganggu oleh perasaan,
pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang tidak objektif, sempit dan
terkungkung serta tidak efektif . Melalui kondisi dan proses berperasaan,
berpikir, berpersepsi dan berwawasan yang terarah, luwes dan luas serta
dinamis kemampuan berkomunikasi, bersosialisasi dan bersikap dapat
dikembangkan dalam bimbingan kelompok.
2.

Tujuan khusus
Tujuan khusus (Prayitno, 2004) bimbingan kelompok bermaksud

membahas topik-topik tertentu yang mengandung permasalahan aktual
(hangat) dan menjadi perhatian peserta. Melalui dinamika kelompok yang

14

intensif, pembahasan topik-topik itu mendorong pengembangan perasaan,
pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang menunjang diwujudkannya
tingkah laku yang lebih efektif. Dalam hal ini kemampuan berkomunikasi,
verbal maupun non verbal, ditingkatkan.
1.2.3. Asas-asas Bimbingan Kelompok
Dalam kegiatan bimbingan kelompok terdapat beberapa asas yang
digunakan, berikut adalah asas-asas bimbingan kelompok menurut
Prayitno (2004):
1.

Kerahasiaan
Segala sesuatu yang dibahas dan muncul dalam kegiatan kelompok

hendaknya menjadi rahasia kelompok yang hanya boleh diketahui oleh
anggota kelompok dan tidak disebarluaskan ke luar kelompok.
2.

Kesukarelaan
Kesukarelaan anggota kelompok dimulai sejak awal rencana

pembentukan kelompok oleh pemimpin kelompok. Anggota kelompok
secara sukarela mengikuti kegiatan bimbingan kelompok, sehingga dapat
mewujudkan peran aktif untuk mencapai tujuan layanan.
3.

Kegiatan dan keterbukaan
Anggota kelompok secara aktif dan terbuka menampilkan diri

tanpa rasa takut, malu ataupun ragu.
4.

Kekinian
Asas kekinian memberikan isi aktual dalam pembahasan yang

dilakukan, anggota kelompok diminta mengemukakan hal-hal yang terjadi

15

dan berlaku sekarang ini. Hal-hal atau pengalaman yang telah lalu
dianalisis dan disangkut-pautkan kepentingan pembahasan hal-hal yang
terjadi dan berlaku sekarang. Hal-hal yang akan datang direncanakan
sesuai dengan kondisi yang ada sekarang.
5.

Kenormatifan
Pelaksanaan kegiatan bimbingan kelompok harus berkembang

sejalan dengan norma-norma yang berlaku.
1.2.4. Prosedur Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok diselenggarkan melalui empat tahap kegiatan
sebagaimana telah dikemukakan oleh Prayitno (2004).
1.

Tahap pembentukan
Tahapan untuk membentuk kerumunan sejumlah individu menjadi

satu kelompok yang siap mengembangkan dinamika kelompok dalam
mencapai tujuan bersama.
Kegiatan yang terdapat dalam tahap pembentukan adalah
mengungkapkan pengertian dan tujuan kegiatan kelompok dalam rangka
pelayanan bimbingan kelompok; menjelaskan cara-cara dan asas-asas
bimbingan kelompok; saling memperkenalkan dan mengungkapkan diri;
ice breaking atau permainan untuk penghangatan/ pengakraban.

Pada tahap pembentukan, tujuannya adalah anggota memahami
pengertian dan kegiatan kelompok dalam rangka bimbingan kelompok,
tumbuhnya suasana yang bebas dan terbuka dalam kelompok, minat

16

anggota mengikuti kegiatan kelompok, saling mengenal, percaya,
menerima dan membantu di antara para anggota.
2.

Tahap peralihan
Tahapan untuk mengalihkan kegiatan awal kelompok ke kegiatan

berikutnya yang lebih terarah pada pencapaian tujuan kelompok.
Kegiatan-kegiatan dalam tahap ini adalah menjelaskan kegiatan
yang akan ditempuh pada tahap berikutnya, menawarkan sambil
mengamati apakah para anggota kelompok sudah siap menjalani kegiatan
pada tahap selanjutnya, membahas suasana yang terjadi dan meningkatkan
kemampuan keikutsertaan para anggota.
Tujuan tahap peralihan, terbebaskannya anggota dari perasaan atau
sikap enggan, ragu, malu atau tidak saling percaya untuk memasuki tahap
berikutnya, makin mantapnya suasana kelompok dan kebersamaan, makin
mantapnya minat untuk ikut serta dalam kegiatan kegiatan kelompok.
3.

Tahap kegiatan
Tahapan kegiatan inti untuk membahas topik-topik tertentu.

Kegiatan bimbingan kelompok ini terdapat topik tugas yang mana
pemimpin kelompok mengemukakan suatu topik untuk dibahas oleh
kelompok, tanya jawab antara anggota dan pemimpin kelompok tentang
hal-hal yang belum jelas yang menyangkut topik yang dikemukakan oleh
pemimpin kelompok, anggota membahas topik tersebut secara mendalam
dan tuntas serta diikuti kegiatan selingan.

17

Dalam tahap ini tujuannya untuk membahas topik-topik terutama
yang berkaitan dengan kontrol diri secara mendalam dan tuntas. Ikut
sertanya seluruh anggota secara aktif dan dinamis dalam pembahasan baik
yang menyangkut unsur-unsur tingkah laku, pemikiran ataupun perasaan.
4.

Tahap pengakhiran
Tahapan akhir kegiatan untuk melihat kembali apa yang sudah

dilakukan dan dicapai oleh kelompok, serta merencanakan kegiatan
selanjutnya. Yang mana dalam kegiatan ini pemimpin kelompok
mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri, mengemukakan
kesan dan hasil-hasil kegiatan, membahas kegiatan lanjutan dan
mengemukakan pesan serta harapan.
Dengan kegiatan ini bertujuan untuk mengungkapkan kesan-kesan
anggota kelompok tentang pelaksanaan kegiatan, terungkapnya hasil
kegiatan kelompok yang telah dicapai, terumuskannya rencana kegiatan
lebih lanjut dan tetap dirasakannya hubungan kelompok dan rasa
kebersamaan meskipun kegiatan diakhiri.
1.3.

Teknik Permainan Simulasi

2.3.1. Pengertian Permainan Simulasi
Permainan simulasi merupakan salah satu jenis permainan yang
dapat dilakukan oleh anak-anak maupun orang dewasa. Permainan
(Romlah, 2001) dapat disebut sebagai alat untuk mengembangkan
pengenalan terhadap lingkungan.

18

Permainan simulasi (dalam Romlah, 2001) adalah permainan yang
dimaksudkan untuk merefleksikan situasi-situasi yang terdapat dalam
kehidupan sebenarnya. Romlah (2001) mengatakan bahwa permainan
simulasi dapat dikatakan merupakan gabungan teknik bermain peran
dengan teknik diskusi. Peserta permainan akan memperoleh pengalaman
dan pengetahuan dari memerankan suatu peran serta diskusi mengenai
suatu topik tertentu. Dalam permainan tersebut para pemain harus berperan
dan berperilaku seperti jika mereka benar-benar terlibat dalam situasi
kehidupan yang sebenarnya.
Topik-topik permainan simulasi disesuaikan dengan tingkat
perkembangan dan latar belakang lingkungan siswa. Permainan simulasi
cocok dipakai untuk memotivasi siswa belajar, terutama bila bahan
pelajaran yang dipelajarinya kurang menarik. Permainan simulasi selain
berguna untuk memperkenalkan konsep dan menanamkan pengertian
tentang sesuatu hal, juga mempunyai kekuatan untuk membangkitkan
minat dan perhatian siswa.
Penggunaan teknik permainan simulasi (Romlah, 2001), baik untuk
kepentingan pengajaran maupun bimbingan didasarkan pada pikiran
bahwa belajar secara berarti dapat terjadi apabila si belajar menyatu dan
akrab dengan lingkungan belajarnya. Balajar yang berlangsung dalam
situasi demikian disebut belajar aktif.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar dengan
permainan simulai sama seperti belajar di kehidupan yang sebenarnya,

19

memperoleh pengalaman dan pengetahuan dari memerankan suatu peran
serta diskusi mengenai suatu topik.
2.3.2. Cara Membuat Permainan Simulasi
Romlah (2001) membagi tujuh langkah cara untuk membuat
permainan simulasi.
1.

Meneliti masalah yang dialami siswa, terutama yang menyangkut
bidang pendidikan, dan sosial.

2.

Merumuskan tujuan yang ingin dicapai dengan permainan itu.
Dalam melakukan hal ini anggota kelompok atau siswa supaya
diikutsertakan.

3.

Membuat daftar sumber-sumber yang dapat dipakai untuk
membantu menyelesaikan topik yang akan digarap, misalnya alatalat yang diperlukan, buku sumber, dan waktu yang sesuai untuk
mengerjakan tugas antara konselor dan siswa.

4.

Memilih situasi dalam kehidupan sebenarnya yang ada kaitannya
dengan kehidupan siswa. Pelajari struktur situasi tersebut, dan
aturan-aturan yang mengatur perilaku mana yang dibolehkan dan
perilaku mana yang tidak boleh dilakukan.

5.

Membuat model atau skenario dari situasi yang sudah dipilih.
Misalnya topik yang dipilih adalah “Perbedaan nilai-nilai individu
dengan nilai-nilai”. Masing-masing aspek nilai masyarakat dan
nilai individu diidentifikasi dan dijabarkan dalam bentuk perilaku;
mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh.

20

Selanjutnya masing-masing aspek dijabarkan dalam bentuk pesan
yang operasional dan ditulis dalam “kartu pesan”, baik di atas
beberan permainan maupun dalam kartu terpisah. Jumlah pesan
yang dibuat disesuaikan dengan keadaan dan kejadian yang
terdapat dalam kehidupan yang sebenarnya.
6.

Identifikasi siapa saja dan berapa orang yang akan terlibat dalam
permainan tersebut. Pemegang peran apa saja yang diperlukan dan
apa peran masing-masing. Apakah pemain bermain dalam satu
kelompok atau lebih dari satu kelompok.

7.

Membuat alat-alat permainan simulasi, misalnya beberan, kartukartu pesan, kartu-kartu yang berisi kegiatan yang harus dilakukan
untuk mengisi kegiatan selingan, dan sebagainya.

2.3.3. Cara Pelaksanaan Permainan Simulasi
Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam memainkan
permainan simulasi adalah menentukan peserta permainan. Peserta
permainan (Romlah, 2001) adalah mereka yang terlibat dalam permainan
simulasi yang terdiri dari:
1.

Fasilitator
Fasilitator yaitu individu yang bertugas memimpin permainan

simulasi. Tugas fasilitator antara lain, menjelaskan tujuan permainan,
mendorong pemain dan penonton untuk aktif ikut berdiskusi, membantu
memecahkan masalah yang timbul selama permainan, menjawab

21

pertanyaan yang tak dapat dijawab oleh peserta lain, mengarahkan diskusi
dan melaporkan hasilnya.
2.

Penulis
Penulis bertugas mencatat segala sesuatu yang terjadi selama

permainan berlangsung.
3.

Pemain
Pemain merupakan individu-individu yang memegang tanda

bermain dan menjawab serta mendiskusikan pesan-pesan permainan
simulasi.
4.

Pemegang peran
Individu-individu yang berperan sebagai orang-orang atau tokoh

yang ada dalam skenario permainan, misalnya guru, kepala sekolah, orang
tua, tokoh masyarakat, dan sebagainya. Tugas pemegang peran adalah
memberikan pendapat pada masalah yang menyangkut bidangnya untuk
memperjelas informasi.
5.

Penonton
Penonton yaitu mereka yang ikut menyaksikan permainan simulasi

dan berhak mengemukakan pendapat, menjawab pertanyaan dan ikut
berdiskusi.
Setelah

peserta

permainan

ditentukan,

permainan

dapat

dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.

Menyediakan alat permainan beserta kelengkapannya.

2.

Fasilitator menjelaskan tujuan permainan.

22

3.

Menentukan pemain, pemegang peran dan penulis.

4.

Menjelaskan aturan permainan.

5.

Bermain dan berdiskusi.

6.

Menyimpulkan hasil diskusi setelah seluruh permainan selesai, dan
mengemukakan masalah-masalah yang belum sempat diselesaikan
pada saat itu.

7.

Menutup permainan dan menentukan waktu dan tempat bermain
berikutnya.

1.4.

Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian dari Fiki Eka Sugianto Ahmad Muharam (Bimbingan

kelompok dengan teknik permainan simulasi untuk meningkatkan kontrol diri
peserta didik kelas VIII SMP Negeri I Kartasura tahun ajaran 2015/2016, UNS:
2016), diperoleh hasil analisis yang menggunakan independent sample t-test
diketahui nilai thitung 5,024 dengan nilai signifikansi 0,000 < 0,05. Dengan
demikian, bimbingan kelompok dengan teknik permainan simulasi efektif untuk
meningkatkan kontrol diri peserta didik kelas VIII SMP Negeri I Kartasura tahun
ajaran 2015/2016.
Galih Fajar Fadillah, dkk (Meningkatkan pengendalian diri penerima
manfaat melalui bimbingan kelompok di balai rehabilitasi mandiri, UNNES:
2013), menunjukkan terjadi perubahan tingkat pengendalian diri yang dimiliki
oleh penerima manfaat sebelum mereka mengikuti layanan bimbingan kelompok
dan setelah mereka mengikuti layanan bimbingan kelompok. Berdasarkan
perhitungan presentase terjadi perubahan tingkat pengendalian diri sebelum (50%)

23

dan setelah mengikuti layanan bimbingan kelompok (73%) dengan perhitungan
uji wilcoxon hasilnya jumlah jenjang sebesar= 55 > t tabel=8. Sehingga, layanan
bimbingan kelompok dapat digunakan sebagai upaya untuk merubah tingkat
pengendalian diri yang dimiliki oleh penerima manfaat.
Julia Fetnay Evalinda Kause (Peningkatan kemandirian remaja di Balai
Rehabilitasi Sosial Pamardi Utomo Boyolali dengan permainan simulasi, UKSW:
2013), memperoleh hasil yaitu 1) Ada perbedaan yang signifikan setelah
kelompok eksperimen diberi layanan bimbingan kelompok dengan teknik
permainan simulasi dengan kelompok yang tidak diberi layanan. Hal ini didukung
dengan nilai Asymp. Sig. 2-tailed sebesar 0,027 < 0,050. 2) Ada peningkatan
kemandirian yang dilihat dari mean rank pre test sebesar 5,50 dan mean rank post
test sebesar 15,50. Terdapat selisih skor mean rank kemandirian sebesar 10.

Dengan demikian, ada peningkatan yang signifikan kemandirian remaja melalui
bimbingan kelompok di Balai Rehabilitasi Pamardi Utomo Boyolali.
Peneliti Haning Nikitasari (Permainan simulasi untuk meningkatkan
kerjasama dalam menyelesaikan tugas akademik pada peserta didik kelas VIII
SMP Negeri 1 Weru Sukoharjo, UNS: 2014), menyimpulkan bahwa permainan
simulasi efektif untuk meningkatkan kerjasama dalam menyelesaikan tugas
akademik pada peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1 Weru Sukoharjo. Hasil
analisis uji t menunjukkan nilai thitung sebesar 2,479 dan nilai ttabel 1,672 dengan
nilai signifikansi 0,016, artinya ada perbedaan yang signifikan hasil postest antara
kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.

24

1.5.

Kerangka Berpikir
Berdasarkan hasil tinjauan kajian pustaka tentang peningkatan kontrol diri

melalui bimbingan kelompok dengan teknik permainan simulasi pada siswa kelas
VIII SMP Negeri 3 Suruh, maka peneliti mengembangkan kerangka pemikiran
teoritis sebagai berikut:
Gambar 2.1.
Skema Kerangka Berpikir
INPUT

OUTPUT

Kontrol diri
rendah yang
meliputi:
1. Kontrol
perilaku
2. Kontrol
kognitif
3. Kontrol
keputusan

1.6.

TREATMENT
Pemberian
bimbingan
kelompok

Kontrol
diri
meningkat, yang
meliputi:
1. Kontrol
perilaku
2. Kontrol
kognitif
3. Kontrol
keputusan

Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1.

Ho

:

Tidak terdapat peningkatan yang signifikan kontrol diri
melalui bimbingan kelompok dengan teknik permainan
simulai pada siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Suruh.

2.

Hi

:

Terdapat peningkatan yang signifikan kontrol diri melalui
bimbingan kelompok dengan teknik permainan simulasi
pada siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Suruh.

25