T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Sistem Noken dalam Pelaksanaan Pilkada di Distrik Bomela Kabupaten Yahukimo Provinsi Papua Tahun 2015 T1 BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan suatu wujud nyata dari
demokrasi
dan
menjadi
sarana
bagi
rakyat
dalam
menyatakan
kedaulatan.Kedaulatan rakyat dapat diwujudkan dalam proses Pilkada untuk
menentukan siapa yang harus menjalankan pemerintahan suatu wilayah.
Dengan
adanya
Pilkada maka telah dilaksanakan kedaulatan rakyat
sebagai perwujudan hak asas politik rakyat, selain itu dengan adanya
Pilkada maka dapat melaksanakan pergantian pemerintahan secara aman,
damai
dan
tertib, kemudian
untuk
menjamin
kesinambungan
pembangunan daerah.
Berlangsungnya pemilihan umum/pemilihan kepala daerah yang
demokratis harus dapat menjamin pemilihan yang jujur, adil dan perlindungan
bagi masyarakat yang memilih.Setiap masyarakat yang mengikuti pemilihan
harus terhindar dari rasa ketakutan, penipuan dan berbagai praktek curang
lainnya. Hal ini
sesuai
dengan
isi
Undang-Undang
Dasar
1945
Amandemen IV pasal 28G bahwa di dalam negara demokrasi “Setiap
orang berhak atas perlindungan dari pribadi, keluarga, kehormatan, martabat,
dan harta benda di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa
aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi” (Arraniri, 2015:23).
1
Demokrasi di Indonesia merupakan demokrasi yang mengedepankan
kedaulatan rakyat, yakni pemilihan dari tingkat kampung/desa, kecamatan,
kabupaten, provinsi hingga pemerintah seluruhnya dipilih oleh rakyat secara
langsung.Penetapan aturan ini dilandasi oleh adanya keinginan kuat
pemerintah
untuk mengembangkan sistem pemilihan yang lebih bersifat
demokratis. Pemilihan
Kepala
Daerah
merupakan
amanat
dari
Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam ketentuan Pasal 18 ayat 4 dinyatakan bahwa “ Gubernur, Bupati,
dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi,
kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
Pilkada di awal reformasi dilakukan atau dipilih oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan diselenggarakan setiap lima tahun
sekali. Hal ini sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian
diganti oleh UU No. 32 Tahun 2004. Menurut ketentuan dalam UU No.22
Tahun 1999 kepala daerah dipilih oleh DPRD, sedangkan menurut UU No.
32 Tahun
2004 kepala
daerah
dipilih
secara
langsung oleh rakyat.
Pemilihan Bupati langsung mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Juni 2005
dan hampir
seluruh
melaksanakannya,
dipilih
kabupaten
yang
ada
di
Indonesia telah
kepala daerah tidak lagi dipilih oleh DPRD, melainkan
secara langsung
oleh
rakyat
daerah
yang
bersangkutan.
Diberlakukannya UU No. 32 tahun 2004 sebagai pengganti UU No. 22
tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, diharapkan mampu membawa
2
perubahan
bagi
bangsa
Indonesia
dalam
rangka mengagendakan
reformasi secara demokrasi.
Sistem pemilihan yang dilakukan dengan asas Jujur Adil dan Rahasia
ini telah berlangsung dalam pesta demokrasi, namun ada sistem yang unik
dalam penyelenggaraan pemilu secara nasional yakni, tepatnya di Provinsi
Papua dilakukan pemilihan dengan Sistem Noken. Noken adalah sebutan
untuk (kantong) tas khas buatan orang Papua. Tas ini merupakan hasil
kerajinan tangan khas Papua yang dibuat dari kulit
kayu. Noken
biasanya tergantung di kepala
atau leher
Papua
digunakan
hasil
untuk
membawa
bumi,
perempuan
yang
babi, atau bahkan untuk
menggendong bayi. Bagi orang Papua, Noken dimaknai sebagai simbol
kehidupan yang baik, perdamaian dan kesuburan (Arizona, 2010:17).
Sistem Noken dalam pemilihan umum, menurut Kossay (2014:16)
terdapatada dua sistem yaitu sistem Big Man dan sistem gantung atau noken
gantung. Sistem Big Man dilakukan dengan cara semua pemberian suara
diserahkan kepada ketua adat atau kepala suku sedangkan sistem gantung atau
noken gantung yaitu bahwa masyarakat datang sendiri ketempat TPS, melihat
dan memasukan surat suara ke kantong partai yang sebelumnya sudah
disepakati. Kedua sistem ini adil menurut kehendak mereka yang sesuai
dengan kepercayaan dan adat-istiadat masyarakat di wilayah pegunungan
Papua.
Sistem Noken mulai dipolemikan pada tahun 2009 di kabupaten
Yahukimo karena dalam pelaksanaanya disesuaikan dengan mekanisme
3
adat. Pencontrengan kertas suara diwakilkan kepada kepala-kepala suku.
Pencontrengan tidak dilakukan di dalam bilik suara dan kertas suara yang
dicontreng tersebut tidak dimasukkan ke dalam kotak suara, tapi dimasukkan
ke dalam tas khasorang Papua
yang
disebut
“Noken”.
Kalaupun
dipolemikan pada tahun 2009, menurut mantan Gubernur Papua, Barnabas
Suebu bahwa penggunaan noken sebagai pengganti kotak suara itu sendiri
sudah berlangsung sejak pemilu 1971. Bahkan model pemilihan yang
diwakilkan oleh Big Man mulai dilakukan sejak penentuan pendapat rakyat
(PEPERA) tahun 1969 yang wakili oleh tokoh-tokoh masyarakat dan adat
berjumlah
1025 orang dari total jumlah penduduk yang pada waktu itu
berjumlah hampir 815.906 jiwa.Sistem PEPERA ini yang menjadi akar
masalah gejolak disintegrasi bangsa karena masyarakat Papua menilai tidak
menggunakan mekanisme demokrasi internasional yaitu one man one
voteRujukan:Anatomy of a Betrayal by John Saltford (2002: 261)
Penggunaan Sistem Noken dalam pemilihan mengundang banyak
pertanyaan oleh seluruh komponen karena dalam peraturan
undangan
tidak
diatur
Pemilu maupun Pilkada.
perundang-
mengenai penggunaan “Sistem Noken”dalam
Bahkan Model pemilihan ini terungkap dalam
persidangan Mahkamah Konstitusi (MK) ketika terjadi sengketa Perselisihan
Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan oleh Pdt. Elion Numberi dan
Hasbi Suaib, S.T pada tahun 2009. Namun pada akhirnya MK mensahkan
Sistem Noken sebagai bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai lokal bangsa
Indonesia seperti yang diamanatkan dalam UUD 1946 pasal 18B ayat (2)
4
menyatakan,“Negara
mengakui
dan
menghormati
kesatuan-kesatuan
Masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup
dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang”. Pemberlakuan Sistem
Noken juga atas dasar UUD 1945 pasal 18B ayat (1), menjelaskan “Negara
mengakui dan menghormati satuan-satuan Pemerintah Daerah yang bersifat
khusus atau bersifat istimewa yang diatur dalam undang-undang”. Dalam
konteks ini Provinsi Papua dan Papua Barat telah diberlakukan UU No 21
tahun 2001 sebagai daerah Otonomi Khusus (Arizona, 2010:24).
Dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada di Provinsi Papua tidak
semua daerah menggunakan Sistem Noken, seperti yang dikemukakan dalam
penelitian Kossay (2014:10) bahwa Sistem Noken dalam pemilihan DPR,
DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, Gubernur dan Wakil Gubernur
maupun Bupati dan Wakil Bupati sejak tahun 2004 hingga sekarang
adalah Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Mamberamo
Tengah, Kabupaten Lani Jaya, Kabupaten Puncak, Kabupaten Nduga, dan
Kabupaten Intan Jaya. Kabupaten-Kabupaten ini boleh dinamakan dengan
“ Komunitas Sistem Noken”. Komunitas Sistem Noken adalah komunitas
folklor yang memiliki komunalisme kolektif dan adat istiadatnya, seperti
misalnya memiliki bentuk noken yang sama, secara geografis
tinggal
di
pegunungan, lembah-lembah dan pedalaman dengan ketinggian rata-rata
3500 kaki di atas permukaan laut.
5
Penyelenggaraan pemilihan Sistem Noken di Papua sampai sejauh ini
masih diperbincangan, dipolemikan, diperdebatkan, dan dikritisi oleh
sejumlah kalangan menjelang pesta demokrasi.Lebih banyak mengkritisi
substansi dalam Sistem Noken, karena ada dua hal yang berbeda.Pertama
adalah Noken hanya sebagai media pengganti kotak suara dan Kedua
pemilihan diwakilkan oleh seorang Big Man atau kepala-kepala suku yang
dianggap berwibawa pada suatu komunitas masyarakat adat. Terkait yang
kedua, banyak yang berpandangan miring bahwasannya tidak sesuai
dengan asas Jujur, Adil dan Rahasia atau pemilihan dengan caraone man
one vote seperti pemilihan yang lazim terjadi dalam kanca demokrasi masa
kini. Berdasarkan penelitian hal tersebut di atas maka akan dilakukan
penelitian yang mengkaji sejumlah hal terkait mekanisme penerapan
Sistem Noken dalam pelaksanaan pilkada lebih khususnya di distrik
Bomela Kabupaten Yahukimo, dan bagaimana peran Big Man dalam
pengambilan keputusan politik serta apakah ada kendala dalam
pelaksanaan Sistem Noken serta bagaimana mengatasinya.
Berdasarkan permasalahan diatas maka penulis mengambil judul:
Penerapan Sistem Noken Dalam Pelaksanaan Pilkada Di Distrik Bomela,
Kabupaten Yahokimo, Provinsi Papua Tahun 2015.
1.1.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
6
a.
Bagaimana penerapan Sistem Noken dalam pelaksanaan pilkada di
Distrik Bomela Kabupaten Yahukimo?
b.
Apa peran Big Man dalam sistem Noken?
c.
Apa saja yang menjadi kendala dalam penerapan sistem Noken dalam
pelaksanaan pilkada di Distrik Bomela Kabupaten Yahukimo dan
bagaimana cara mengatasinya.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
a.
Mengetahui penerapan Sistem Noken dalam pelaksanaan Pilkada di
Distrik Bomela Kabupaten Yahukimo.
b.
Mengetahui peran Big Man dalam Sistem Noken.
c.
Mengetahui kendala yang dihadapi dalam penerapan Sistem Noken
dan cara mengatasinya.
1.3. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademik
a. Untuk menambah khanasah kajian ilmiah tentang pemilihan umum dan
pemilihan kepada daerah menggunakan Sistem Noken.
b. Menjadi bahan kajian dan acuan untuk penelitian sejenis selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan masukan kepada para pemangku kepentingan dalam
penyelenggaraan Pilkada di Provinsi Papua.
b. Menambah pengetahuan tentang Sistem Noken dalam Pilkada di
Provinsi Papua.
7
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan suatu wujud nyata dari
demokrasi
dan
menjadi
sarana
bagi
rakyat
dalam
menyatakan
kedaulatan.Kedaulatan rakyat dapat diwujudkan dalam proses Pilkada untuk
menentukan siapa yang harus menjalankan pemerintahan suatu wilayah.
Dengan
adanya
Pilkada maka telah dilaksanakan kedaulatan rakyat
sebagai perwujudan hak asas politik rakyat, selain itu dengan adanya
Pilkada maka dapat melaksanakan pergantian pemerintahan secara aman,
damai
dan
tertib, kemudian
untuk
menjamin
kesinambungan
pembangunan daerah.
Berlangsungnya pemilihan umum/pemilihan kepala daerah yang
demokratis harus dapat menjamin pemilihan yang jujur, adil dan perlindungan
bagi masyarakat yang memilih.Setiap masyarakat yang mengikuti pemilihan
harus terhindar dari rasa ketakutan, penipuan dan berbagai praktek curang
lainnya. Hal ini
sesuai
dengan
isi
Undang-Undang
Dasar
1945
Amandemen IV pasal 28G bahwa di dalam negara demokrasi “Setiap
orang berhak atas perlindungan dari pribadi, keluarga, kehormatan, martabat,
dan harta benda di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa
aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi” (Arraniri, 2015:23).
1
Demokrasi di Indonesia merupakan demokrasi yang mengedepankan
kedaulatan rakyat, yakni pemilihan dari tingkat kampung/desa, kecamatan,
kabupaten, provinsi hingga pemerintah seluruhnya dipilih oleh rakyat secara
langsung.Penetapan aturan ini dilandasi oleh adanya keinginan kuat
pemerintah
untuk mengembangkan sistem pemilihan yang lebih bersifat
demokratis. Pemilihan
Kepala
Daerah
merupakan
amanat
dari
Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam ketentuan Pasal 18 ayat 4 dinyatakan bahwa “ Gubernur, Bupati,
dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi,
kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
Pilkada di awal reformasi dilakukan atau dipilih oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan diselenggarakan setiap lima tahun
sekali. Hal ini sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian
diganti oleh UU No. 32 Tahun 2004. Menurut ketentuan dalam UU No.22
Tahun 1999 kepala daerah dipilih oleh DPRD, sedangkan menurut UU No.
32 Tahun
2004 kepala
daerah
dipilih
secara
langsung oleh rakyat.
Pemilihan Bupati langsung mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Juni 2005
dan hampir
seluruh
melaksanakannya,
dipilih
kabupaten
yang
ada
di
Indonesia telah
kepala daerah tidak lagi dipilih oleh DPRD, melainkan
secara langsung
oleh
rakyat
daerah
yang
bersangkutan.
Diberlakukannya UU No. 32 tahun 2004 sebagai pengganti UU No. 22
tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, diharapkan mampu membawa
2
perubahan
bagi
bangsa
Indonesia
dalam
rangka mengagendakan
reformasi secara demokrasi.
Sistem pemilihan yang dilakukan dengan asas Jujur Adil dan Rahasia
ini telah berlangsung dalam pesta demokrasi, namun ada sistem yang unik
dalam penyelenggaraan pemilu secara nasional yakni, tepatnya di Provinsi
Papua dilakukan pemilihan dengan Sistem Noken. Noken adalah sebutan
untuk (kantong) tas khas buatan orang Papua. Tas ini merupakan hasil
kerajinan tangan khas Papua yang dibuat dari kulit
kayu. Noken
biasanya tergantung di kepala
atau leher
Papua
digunakan
hasil
untuk
membawa
bumi,
perempuan
yang
babi, atau bahkan untuk
menggendong bayi. Bagi orang Papua, Noken dimaknai sebagai simbol
kehidupan yang baik, perdamaian dan kesuburan (Arizona, 2010:17).
Sistem Noken dalam pemilihan umum, menurut Kossay (2014:16)
terdapatada dua sistem yaitu sistem Big Man dan sistem gantung atau noken
gantung. Sistem Big Man dilakukan dengan cara semua pemberian suara
diserahkan kepada ketua adat atau kepala suku sedangkan sistem gantung atau
noken gantung yaitu bahwa masyarakat datang sendiri ketempat TPS, melihat
dan memasukan surat suara ke kantong partai yang sebelumnya sudah
disepakati. Kedua sistem ini adil menurut kehendak mereka yang sesuai
dengan kepercayaan dan adat-istiadat masyarakat di wilayah pegunungan
Papua.
Sistem Noken mulai dipolemikan pada tahun 2009 di kabupaten
Yahukimo karena dalam pelaksanaanya disesuaikan dengan mekanisme
3
adat. Pencontrengan kertas suara diwakilkan kepada kepala-kepala suku.
Pencontrengan tidak dilakukan di dalam bilik suara dan kertas suara yang
dicontreng tersebut tidak dimasukkan ke dalam kotak suara, tapi dimasukkan
ke dalam tas khasorang Papua
yang
disebut
“Noken”.
Kalaupun
dipolemikan pada tahun 2009, menurut mantan Gubernur Papua, Barnabas
Suebu bahwa penggunaan noken sebagai pengganti kotak suara itu sendiri
sudah berlangsung sejak pemilu 1971. Bahkan model pemilihan yang
diwakilkan oleh Big Man mulai dilakukan sejak penentuan pendapat rakyat
(PEPERA) tahun 1969 yang wakili oleh tokoh-tokoh masyarakat dan adat
berjumlah
1025 orang dari total jumlah penduduk yang pada waktu itu
berjumlah hampir 815.906 jiwa.Sistem PEPERA ini yang menjadi akar
masalah gejolak disintegrasi bangsa karena masyarakat Papua menilai tidak
menggunakan mekanisme demokrasi internasional yaitu one man one
voteRujukan:Anatomy of a Betrayal by John Saltford (2002: 261)
Penggunaan Sistem Noken dalam pemilihan mengundang banyak
pertanyaan oleh seluruh komponen karena dalam peraturan
undangan
tidak
diatur
Pemilu maupun Pilkada.
perundang-
mengenai penggunaan “Sistem Noken”dalam
Bahkan Model pemilihan ini terungkap dalam
persidangan Mahkamah Konstitusi (MK) ketika terjadi sengketa Perselisihan
Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan oleh Pdt. Elion Numberi dan
Hasbi Suaib, S.T pada tahun 2009. Namun pada akhirnya MK mensahkan
Sistem Noken sebagai bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai lokal bangsa
Indonesia seperti yang diamanatkan dalam UUD 1946 pasal 18B ayat (2)
4
menyatakan,“Negara
mengakui
dan
menghormati
kesatuan-kesatuan
Masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup
dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang”. Pemberlakuan Sistem
Noken juga atas dasar UUD 1945 pasal 18B ayat (1), menjelaskan “Negara
mengakui dan menghormati satuan-satuan Pemerintah Daerah yang bersifat
khusus atau bersifat istimewa yang diatur dalam undang-undang”. Dalam
konteks ini Provinsi Papua dan Papua Barat telah diberlakukan UU No 21
tahun 2001 sebagai daerah Otonomi Khusus (Arizona, 2010:24).
Dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada di Provinsi Papua tidak
semua daerah menggunakan Sistem Noken, seperti yang dikemukakan dalam
penelitian Kossay (2014:10) bahwa Sistem Noken dalam pemilihan DPR,
DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, Gubernur dan Wakil Gubernur
maupun Bupati dan Wakil Bupati sejak tahun 2004 hingga sekarang
adalah Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Mamberamo
Tengah, Kabupaten Lani Jaya, Kabupaten Puncak, Kabupaten Nduga, dan
Kabupaten Intan Jaya. Kabupaten-Kabupaten ini boleh dinamakan dengan
“ Komunitas Sistem Noken”. Komunitas Sistem Noken adalah komunitas
folklor yang memiliki komunalisme kolektif dan adat istiadatnya, seperti
misalnya memiliki bentuk noken yang sama, secara geografis
tinggal
di
pegunungan, lembah-lembah dan pedalaman dengan ketinggian rata-rata
3500 kaki di atas permukaan laut.
5
Penyelenggaraan pemilihan Sistem Noken di Papua sampai sejauh ini
masih diperbincangan, dipolemikan, diperdebatkan, dan dikritisi oleh
sejumlah kalangan menjelang pesta demokrasi.Lebih banyak mengkritisi
substansi dalam Sistem Noken, karena ada dua hal yang berbeda.Pertama
adalah Noken hanya sebagai media pengganti kotak suara dan Kedua
pemilihan diwakilkan oleh seorang Big Man atau kepala-kepala suku yang
dianggap berwibawa pada suatu komunitas masyarakat adat. Terkait yang
kedua, banyak yang berpandangan miring bahwasannya tidak sesuai
dengan asas Jujur, Adil dan Rahasia atau pemilihan dengan caraone man
one vote seperti pemilihan yang lazim terjadi dalam kanca demokrasi masa
kini. Berdasarkan penelitian hal tersebut di atas maka akan dilakukan
penelitian yang mengkaji sejumlah hal terkait mekanisme penerapan
Sistem Noken dalam pelaksanaan pilkada lebih khususnya di distrik
Bomela Kabupaten Yahukimo, dan bagaimana peran Big Man dalam
pengambilan keputusan politik serta apakah ada kendala dalam
pelaksanaan Sistem Noken serta bagaimana mengatasinya.
Berdasarkan permasalahan diatas maka penulis mengambil judul:
Penerapan Sistem Noken Dalam Pelaksanaan Pilkada Di Distrik Bomela,
Kabupaten Yahokimo, Provinsi Papua Tahun 2015.
1.1.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
6
a.
Bagaimana penerapan Sistem Noken dalam pelaksanaan pilkada di
Distrik Bomela Kabupaten Yahukimo?
b.
Apa peran Big Man dalam sistem Noken?
c.
Apa saja yang menjadi kendala dalam penerapan sistem Noken dalam
pelaksanaan pilkada di Distrik Bomela Kabupaten Yahukimo dan
bagaimana cara mengatasinya.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
a.
Mengetahui penerapan Sistem Noken dalam pelaksanaan Pilkada di
Distrik Bomela Kabupaten Yahukimo.
b.
Mengetahui peran Big Man dalam Sistem Noken.
c.
Mengetahui kendala yang dihadapi dalam penerapan Sistem Noken
dan cara mengatasinya.
1.3. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademik
a. Untuk menambah khanasah kajian ilmiah tentang pemilihan umum dan
pemilihan kepada daerah menggunakan Sistem Noken.
b. Menjadi bahan kajian dan acuan untuk penelitian sejenis selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan masukan kepada para pemangku kepentingan dalam
penyelenggaraan Pilkada di Provinsi Papua.
b. Menambah pengetahuan tentang Sistem Noken dalam Pilkada di
Provinsi Papua.
7