Makalah tentang Pelanggaran Hak Asasi Ma

Makalah tentang Pelanggaran Hak Asasi Manusia menurut
Undang – Undang Dasar 1945 Pasal 28 G ayat 2
“Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka

politik dari negara lain.”

[Pembantaian Muslim
Rohingya di Myanmar]
Zaenal Radiatsa
Aditya | P27820316023 |

Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat, hidayah, dan inayahNYA sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat
tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari
berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini,

semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan
Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya.
Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
kepada kita sekalian.

PAGE 1

Daftar Isi

PAGE 2

PAGE 3

PAGE 4

PAGE 5


BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang
Dalam beberapa minggu terakhir, isu tentang konflik Rohingya di Myanmar kembali
mencuat ketika ribuan pengungsi Rohingya dari Myanmar terdampar di Aceh setelah
diselamatkan para nelayan. Berita-berita tentang konflik etnis di Rakhine, salah satu negara
bagian Myanmar yang berbatasan dengan Bangladesh ini pun kembali bermunculan dan
menjadi topik hangat di berbagai media sosial setelah sebelumnya sempat tenggelam sejak
pemberitaan terakhir tentang kerusuhan etnis tersebut pada tahun 2012 yang silam.
Pembantaian kaum Muslim Rohingya menyita perhatian dunia internasional. Sebagai etnis
yang menempati salah satu wilayah Myanmar, etnis Rohingya sampai saat ini tidak memiliki
kewarganegaraan. Tidak hanya itu, program pembersihan etnis diperkirakan dilakukan
pemerintah Myanmar dengan berbagai metode yang kejam.

B. Rumusan Masalah




Apa yang dialami etnis Rohingya?

Apa yang menyebabkan terjadinya kasus HAM Rohingya?
Bagaimana kasus HAM Rohingya dapat terjadi?

C. Tujuan
-

-

Umum
 Mengetahui kasus etnis Rohingya
 Mengetahui kronologis kasus Rohingya
Khusus
 Mengetahui akar masalah kasus Rohingya
 Menganalisis asal muasal kasus Rohingya

PAGE 6

BAB II Landasan Teori
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah suatu hal yang dipercaya oleh sebagian penganut
asas demokrasi sebagai bentuk nilai universal dalam kehidupan. Nilai universal di sini

memiliki arti bahwa tidak adanya batas ruang dan waktu, selanjutnya nilai-nilai universal
tersebut dituangkan dalam berbagai macam bentuk instrumen. Salah satu instrumen yang
digunakan yaitu melalui hukum. Termasuk juga berbagai macam bentuk perjanjian-perjanjian
dan kesepakatan internasional di bidang HAM yang kini sudah banyak dibuat seperti halnya
International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) dan United Declarations of
Human Rights (UDHR). Kedua bentuk perjanjian internasional tersebut di bentuk atas dasar
kemanusiaan. Namun kenyataannya bahwa nilai universal yang ada dalam HAM itu tidak
memiliki keselarasan dan keseragaman dalam prakteknya.
Hak Asasi Manusia atau HAM adalah hak-hak yang sudah dipunyai oleh seseorang
sejak ia masih dalam kandungan. Hak asasi manusia dapat berlaku secara universal. Dasardasar HAM yang tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat atau Declaration of
Independence of USA serta yang tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti
yang terdapat pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 31 ayat 1, serta pasal 30
ayat 1. Dalam teori perjanjian bernegara, terdapat Pactum Unionis serta Pactum Subjectionis.
Pactum unionis merupakan suatu perjanjian antarindividu guna membentuk negara,
sedangkan pactum subjectionis merupakan suatu perjanjian antara individu serta negara
yang dibentuk. Thomas Hobbes mengakui Pactum Subjectionis dan tidak mengakui Pactum
Unionis. John Lock mengakui keduanya yaitu Pactum Unionis dan Pactum Subjectionis,
sedangkan JJ Roessaeu hanya mengakui Pactum Unionis.
Ketiga paham ini berpendapat demikian. Namun pada dasarnya teori perjanjian
tersebut mengamanahkan adanya suatu perlindungan Hak Asasi Warga Negara yang wajib

dijamin oleh penguasa dan bentuk jaminan tersebut haruslah tertuang dalam konstitusi.
`

Dalam kaitannya dengan hal tersebut, HAM merupakan hak fundamental yang tidak

dapat dicabut karena ia adalah seorang manusia. HAM yang dirujuk sekarang merupakan
seperangkat hak yang dikembangkan PBB sejak awal berakhirnya perang dunia II. Sebagai
konsekuensinya, negara-negara tidak dapat berkelit untuk tidak melindungi hak asasi
manusia yang bukan warga negaranya.
Selama masih menyangkut persoalan HAM pada masing-masing negara, tanpa
kecuali, pada tataran tertentu mempunyai tanggung jawab, khususnya terkait pemenuhan hak
asasi manusia pribadi-pribadi yang terdapat pada jurisdiksinya, termasuk orang asing. Oleh
karena itu, pada tataran tertentu, akan menjadi sangat salah untuk menyamakan antara hak

PAGE 7

asasi

manusia


dengan

hak-hak

lainnya

yang

dimiliki

oleh

warga

negara.

Alasan di atas pula yang dapat menyebabkan hak asasi manusia merupakan bagian integral
dari tiap kajian dalam disiplin ilmu hukum internasional. Oleh karena itu bukan sesuatu yang
kontroversial lagi apabila suatu komunitas internasional mempunyai kepedulian yang serius
dan bersifat nyata terhadap berbagai isu tentang hak asasi manusida tingkat domestik.

Peran komunitas internasional sangat pokok sebagai perlindungan HAM karena sifat serta
watak HAM itu sendiri merupakan suatu mekanisme pertahanan dan perlindungan setiap
individu terhadap kekuasaan negara yang rentan untuk disalahgunakan, sebagaimana yang
sering dibuktikan sejarah umat manusia sendiri.

BAB III Pembahasan
Melihat Sejarah, Muslim Rohingya ternyata sudah lebih dulu dibandingkan dengan
Burma (Myanmar). Sebagai etnis, Rohingya sudah hidup di wilayah Burma sejak abad 7
Masehi. Pada tahun 1430 sampai 1784 Masehi wilayah etnis Rohingya dikuasai oleh muslim
dengan nama Kerajaan Arakan. Selama sekitar 3,5 abad Rohingya dalam kekuasaan
kerajaan Muslim hingga kemudian Arakan diserang oleh Kerajaan Burma, dan dikuasai oleh
Inggris.
Negara Burma (Myanmar) memperoleh kemerdekaan pada tahun 1948. Myanmar
mencatat terdapat 137 etnis sebagai suku asli. Namun demikian, etnis Rohingya tidak
terdaftar sebagai salah satu suku lokal. Myanmar tetap memasukkan negara bagian Arakan
sebagai salah satu wilayahnya. Hal ini menyebabkan etnis Rohingya hingga saat ini tidak
diakui sebagai etnis yang tinggal di wilayah Arakan. (Sumber: Heru Susetyo, Praktisi Hukum
Universitas Indonesia dalam hidayatullah.com 26 Juli 2012)
Upaya pembersihan etnis Rohingya sudah sering terjadi. Media internasional
menyebutkan ratusan desa dibakar, ribuan jiwa muslim Rohingya tewas dan ratusan ribu

orang lainnya terusir dari kampung halaman dan hidup sebagai pengungsi. Orang Rohingya
dianggap minoritas dan bukan bagian dari Burma. (Sumber: antaranews.com, 31 Juli 2012)
Kerusuhan besar kembali terjadi pada awal Juni 2012. Tragedi ini dipicu oleh
pemerkosaan dan pembunuhan seorang gadis yang dituduhkan kepada tiga orang pemuda
Muslim Arakan. Kejadian ini menyulut kemarahan etnis mayoritas dan melampiaskan kepada
warga Muslim Rohingya. Pada tanggal 4 Juni 2012, 10 orang muslim yang hendak pergi
berziarah tewas oleh 300 warga yang melampiaskan kekesalannya. Semenjak itu konflik
terus memanas di kawasan Arakan.

PAGE 8

Konflik berdarah di Provinsi Arakan telah menewaskan sedikitnya 77 orang dari etnis
Rohingya dan Buddha Rakhine. laporan dari pemerintah, saksi mata memperkirakan jumlah
korban lebih banyak lagi. Human Right Watch (HWC) melaporkan, tentara pemerintah turut
andil dalam pembunuhan, perkosaan dan pembakaran rumah warga Rohingya.

D. Korelasi dengan Pasal 28G ayat 2
Setiap warga Negara berhak untuk mendapatkan perlindungan dari Negara baik
bagi dirinya sendiri, keluarga, kehormatan maupun martabat dan harta benda yang dia miliki
dibawah kekuasaannya. Setiap orang pun berhak atas rasa aman dan perlindungan dari

ancaman untuk berbuat atau bertindak yang tidak sesuai dengan hak asasi manusia.
Dan bagi orang yang melakukan kekerasan ataupun mencoba untuk melakukan tindakan
pelanggaran terhadap hak asasi manusia, maka orang tersebut dapat dipidanakan dan
mendapatkan

hukuman

yang

telah

diatur

oleh

Negara

tersebut.

Warga Negara pun berhak untuk bebas dari tindakan penyiksaan dan perlakuan yang dapat

merendahkan derajat dan martabat manusia. Dan untuk melindungi warganya, maka negara
membentuk lembaga di bidang hukum untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan dan
kejahatan di masyarakat. Setiap warga negara pun berhak memperoleh suaka politik dari
negara lain.

B. Peran yang dapat dilakukan Indonesia
Di Indonesia kasus HAM seringkali terjadi, namun jika dibandingkan dengan
pelanggaran-pelanggaran yang ada di luar Indonesia jumlahnya jauh sangat banyak. sebut
saja seperti Suriah yang sampai saat ini masih terjadi tindakan pelanggaran HAM oleh
Pemerintahnya. Bahkan saat ini yang sedang terjadi dan kita sama-sama dengar
pemberitaannya di media berupa pelanggaran HAM yang terjadi di Myanmar. Sebenarnya
peristiwa yang terjadi di Suriah tidak sama dengan apa yang terjadi di Myanmar, namun pada
hakikatnya tetap sama yaitu terjadi pembunuhan ataupun pembantaian secara massal
(genocide) dan menimbulkan banyak korban yang berjatuhan dari suatu rezim pemerintahan
yang otoriter. Sehingga dapat di katakan bahwa kejadian di Suriah lebih dilatarbelakangi oleh
faktor politik yang menyebabkan terjadinya perlawanan antara Pemerintah Suriah dan
rakyatnya. Sedangkan peristiwa yang terjadi di Myanmar lebih disebabkan oleh karena latar
belakang perbedaan suatu etnis yang hidup di dalamnya. Akibat dari peristiwa tersebut,
banyak dari warga Myanmar yang merupakan etnis Muslim Rohingya melarikan diri dari
negaranya untuk mencari perlindungan dari bahaya ancaman pembantaian secara massal

(ethnic cleansing) yang dilakukan oleh etnis Buddha. Dalam konteks pelanggaran HAM yang
terjadi di Myanmar saat ini setidaknya ada beberapa tindakan tegas yang dapat diambil oleh
Pemerintah Indonesia.

PAGE 9

Pertama, Indonesia dapat melakukan pendekatan terhadap pemerintah Myanmar, hal
ini mengingat bahwa permasalahan mengenai HAM adalah salah satu tujuan utama yang ada
di dalam Piagam ASEAN, yaitu “to strengthen democracy, enhance good governance and the
rule of law, and to promote and protect human rights and fundamental freedoms, with due
regard to the rights and responsibilities of the Member States of ASEAN”. Melihat peristiwa
seperti ini harusnya Pemerintah Indonesia dapat merespon dan berperan aktif untuk
mengambil tindakan, hal tersebut penting karena menyangkut posisi Indonesia sebagai
populasi masyarakat muslim terbesar di dunia dan selain itu saat ini Indonesia juga sebagai
Ketua ASEAN yang dilihat oleh dunia internasional.
Kedua, Pemerintah Indonesia harus mengambil langkah tegas jika upaya diplomasi
dengan Myanmar tidak menemukan titik terang. Pemerintah harus bisa melakukan tindakan
penyelamatan atau bantuan kepada etnis Muslim Rohingya, tindakan tersebut berupa
pemberian suaka politik kepada etnis muslim Rohingya dalam bentuk Temporary Protection
Visa (TPV) yang saat ini berada di Kepulauan Riau, atau bagi etnis Muslim Rohingya yang
lain jika nanti terdapat lagi mereka yang memerlukan perlindungan untuk mengungsi ke
wilayah Indonesia. Suaka politik menurut hukum internasional adalah pemberian izin tinggal
bagi warga negara asing di suatu negara atas dasar kemanusiaan. Isu kemanusiaan di sini
sama sekali tidak terkait dengan isu perekonomian seperti warga negara dari suatu negara
miskin yang hidup atau bekerja di negara maju guna mendapatkan gaji atau pekerjaan,
namun lebih kepada isu politik. Warga negara asing yang diberi suaka biasanya adalah
mereka yang dikejar-kejar secara politik oleh penguasa setempat atau sedang menghadapi
proses hukum atas dakwaan yang sifatnya politis. Misalnya, pertentangan ideologi peminta
suaka dengan pemerintah negaranya atau melakukan penentangan kekuasaan pemerintah
yang otoriter.
Pemberian suaka politik merupakan hak dari suatu negara yang memberi suaka,
akan tetapi segala sesuatu akan bergantung pada penilaian subjektif dari negara yang akan
memberikan suaka. Namun dalam prakteknya pemberian suaka tersebut harus di dasarkan
pada pertimbangan-pertimbangan yang harus diperhatikan oleh negara si pemberi suaka
terhadap warga negara asing. Hal yang harus diperhatikan adalah hubungan sensitivitas
antar negara, Indonesia harus dapat memastikan bahwa pemberian suaka tersebut jangan
sampai dianggap oleh Myanmar sebagai tindakan permusuhan, lalu kedua negara pemberi
suaka (Indonesia) harus memiliki bukti yang kuat bahwa warga negara yang akan diberi
suaka tersebut memang sedang dikejar-kejar atau dalam keadaan yang memerlukan
perlindungan.
Dalam hal ini, jika nanti terdapat langkah-langkah hukum yang akan dilakukan oleh
Myanmar terhadap Indonesia akibat ketidaksenangan Pemerintah Myanmar atas pemberian
suaka terhadap warga negaranya oleh Indonesia, misalnya dengan Pemerintah Myanmar

PAGE 10

melakukan persona non gratta (penarikan perwakilan duta besar atau penyusutan jumlah
perwakilan diplomatik) di Indonesia atau bahkan bisa terjadi adanya kesepakatan untuk
membawa masalah ini Mahkamah Internasional, jika hal tersebut sampai terjadi Indonesia
harus berani mengambil langkah ini, Pemerintah Indonesia tidak boleh takut karena perihal
pembuktian tersebut akan dibantu oleh berbagai kalangan LSM-LSM kemanusiaan yang ada
di Indonesia dan ASEAN. Sekali lagi saat ini Indonesia sebagai masyarakat muslim mayoritas
di dunia dan juga sebagai Ketua ASEAN akan dilihat oleh seluruh dunia kapasitasnya,
khususnya negara-negara mayoritas Islam yang ada di Timur Tengah dan belahan dunia
lainnya.

BAB IV Penutup
A. Penutup
B. Saran

Daftar Pustaka
http://www.dakwatuna.com/2012/07/24/21803/upaya-yang-dapat-dilakukanpemerintah-indonesia-terhadap-etnis-muslim-rohingya/

Biodata Penulis

PAGE 11

PAGE 12