Makalah Bahasa Indonesia Penyusunan Ka

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Karya ilmiah merupakan hasil tulisan yang menuruti suatu aturan
tertentu. Aturan tersebut biasanya merupakan suatu persyaratan tata tulis
yang telah dibakukan oleh masyarakat akademik. Secara umum, proses
penulisan karya ilmiah dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu: tahap
prapenulisan, tahap penulisan, dan tahap perbaikan.
Sebagai hasil penelitian atau kegiatan ilmiah setiap karangan ilmiah
mengandung komponen adanya masalah yang menjadi topik karangan
ilmiah itu. Adanya tujuan penelitian, metode penelitian, teori yang dianut,
objek penelitian, instrumen yang digunakan, dan adanya hasil penelitian
yang diperoleh. Setelah kaidah ditemukan dan dirumuskan, kegiatan
penelitian harus diwujudkan dalam bentuk laporan. Hal ini dimaksudkan
karena sasaran akhir penelitian adalah mengkomunikasikan hasil
penelitian pada khalayak terkait. Oleh karena itu, menulis laporan
merupakan tahap akhir yang penting dalam penelitian, karena menulis
laporan merupakan proses komunikasi yang membutuhkan adanya
pengertian yang sama antara penulis dan pembaca.
Jadi, dapat disimpulkan belajar menulis karya ilmiah itu sangat

penting. Supaya di setiap proses dan tahapannya sesuai dengan aturan
yang berlaku. Selain itu, pentingnya belajar menulis karya ilmiah juga
dapat memperjelas sasaran atau tujuan dilaksanakannya penelitian

1

sehingga dalam pembahasannya dapat disampaikan secara tepat dan
mudah dipahami oleh pembaca.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian karya ilmiah?
2. Bagaimana penggunaan ragam ilmiah?
3. Bagaimana asas-asas penyusunan gagasan dalam karya ilmiah?
4. Bagaimana teknik mengatur perwajahan karangan?
5. Bagaimana aspek penalaran dalam karangan ilmiah?
6. Bagaimana pengertian dari penalaran induktif dan deduktif?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian karya ilmiah.
2. Untuk mengetahui dan memahami penggunaan ragam ilmiah.

3. Untuk mengetahui dan memahami asas-asas penyusunan gagasan
dalam karya ilmiah.
4. Untuk mengetahui dan memahami teknik mengatur perwajahan
karangan.
5. Untuk mengetahui dan memahami aspek penalaran dalam karangan
ilmiah.
6. Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari penalaran induktif
dan deduktif.

2

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Karya Ilmiah
Karya ilmiah merupakan karya tulis yang menyajikan gagasan,
deskripsi atau pemecahan masalah secara sistematis, objektif dan jujur,
dengan menggunakan bahasa baku, serta didukung oleh fakta, teori atau
bukti-bukti empirik. Karya ilmiah merupakan karya tulis yang isinya
berusaha memaparkan suatu pembahasan secara ilmiah yang dilakukan

oleh seorang penulis atau peneliti.1
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa karya
ilmiah adalah laporan tertulis dan dipublikasi yang memaparkan hasil
penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau
sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan
dan ditaati oleh masyarakat keilmuan.2

B. Penggunaan Ragam Ilmiah
Penulisan karya ilmiah hendaknya menggunakan bahasa yang jelas,
tepat, formal dan lugas. Kejelasan dan ketepatan isi dapat diwujudkan
dengan menggunakan kata dan istilah yang jelas, tepat, tidak berbelit-belit
dan struktur paragraf yang runtut.
Kelugasan dan keformalan gaya bahasa diwujudkan dengan
menggunakan kalimat pasif, kata-kata yang tidak emotif dan tidak
1 Dalman, Menulis Karya Ilmiah (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), 5.
2 Ibid., 9.

3

berbunga-bunga. Hindarilah penggunaan kata seperti saya atau kita. Jika

terpaksa menyebutkan kegiatan yang dilakukan oleh penulis sendiri istilah
yang dipakai bukan kami atau saya, melainkan penulis atau peneliti.
Namun, istilah penulis atau peneliti hendaknya digunakan seminimal
mungkin.
Skripsi yang mengikuti paradigma positivistik wajib ditulis dengan
ragam bahasa ilmiah, tidak menggunakan ragam bahasa sastra, orasi,
daerah, pasar, populer dan sejenisnya. Dalam ragam bahasa ilmiah
positivistik berlaku ketentuan-ketentuan antara lain: baku, logis, terukur,
tepat, denotatif, efektif, terjalin kesinambungan urutan serta bahasa yang
baik dan benar.3

C. Asas-asas Penyusunan Gagasan dalam Karya Ilmiah
1. Kejelasan (clarity)
Karangan ilmiah harus konkret dan jelas. Kejelasan itu tidak
saja berarti mudah dipahami, mudah dibaca, tetapi juga harus tidak
memberi ruang untuk disalahtafsirkan, tidak

boleh bersifat sama-

samar, kabur dan tidak boleh ada di wilayah abu-abu. (Bahasa Jawa:

‘kedah gamblang wijang-wijang’). Kejelasan di dalam karangan
ilmiah itu ditopang oleh hal-hal berikut:
a.

Pemakaian bentuk kebahasaan yang lebih dikenal daripada bentuk
kebahasan yang masih harus dicari-cari dulu maknanya, bahkan
oleh penulisnya.

3 Tim Revisi, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Kediri: Stain Press, 2009), 16-17.

4

b.

Pemakaian kata-kata yang pendek, ringkas, tajam, lugas, daripada
kata-kata yang berbelit, panjang, rancu dan boros (verbose).

c.

Pemakaian kata-kata dalam bahasa sendiri daripada kata-kata

dalam bahasa asing.
Kata-kata asing dapat digunakan hanya kalau memang istilah

itu sangat teknis sifatnya sehingga tidak (belum) ada istilah/kata yang
pas dalam bahasa indonesia.
2. Ketepatan (accuracy)
Karangan ilmiah menjujung tinggi keakuratan. Hasil penelitian
ilmiah dan cara penyajian hasil penelitian itu haruslah tepat/akurat.
Supaya

karangan

ilmiah

menjadi

sungguh-sungguh

akurat,


penulis/peneliti harus sangat cermat, teliti, tidak bleh sembrono, atau
‘main-main dengan ilmu’.
Dalam penyampaiannya di dalam karangan ilmiah itu harus
terwadahi butir-butir gagasan dengan kecocokan sepenuhnya seperti
yang dimaksudkan oleh peneliti/penulisnya. Kualifikasi demikian
itulah yang dimaksud dengan istilah ‘efektif-‘sangkil’.
3. Keringkasan (brevity)
Karangan ilmiah haruslah ringkas. Ringkas tidak sama dengan
pendek. Karangan yang tebalnya 500 halaman dapat dikatakan ringkas
sejauh di dalamnya tidak terdapat bentuk-bentuk kebahasaan yang
bertele-tele,

kalimat-kalimat

yang

bertumpukan

sentences), dan sarat dengan kemubaziran dan kerancuan.


5

(running-on

Jadi, karya ilmiah itu tidak boleh menghamburkan kata-kata,
tidak boleh mengulang-ulang ide yang telah diungkapakan, dan tidak
berputar-putar

dalam

mengungkapkan

maksud

atau

gagasan.

Karangan ilmiah harus dibangun dari ide yang kaya dengan bahasa
yang hemat dan sederhana. Jadi bukan sebaliknya, ide yang miskin

namun dengan bahasa berbunga-bunga.
Karangan ilmiah harus ditulis dengan hati dan diteliti kembali,
dibenahi dan diedit kembali dengan pikiran. Jadi, peganglah prinsip
’writing with heart, editing with brain’ di dalam praktik menulis
karangan ilmiah.4

D. Teknik Mengatur Perwajahan Karangan
Yang dimaksud dengan perwajahan adalah tata letak (lay out) unsurunsur skripsi serta aturan penulisan unsur-unsur tersebut, yang berkaitan
dengan segi keindahan dan estetika naskah. Tata letak dan penulisan
unsur-unsur skripsi, tesis, atau disertasi harus diusahakan sabaik-baiknya
agar skripsi, tesis, atau disertasi tersebut tampak rapi dan menarik. Dalam
pembicaraan tentang perwajahan, dikemukakan secara ringkas mengenai
masalah kertas pola ukuran dan penomoran.
1. Kertas Pola Ukuran
Supaya tiap halaman ketikan rapi, sebaiknya digunakan kertas
pola ukuran. Kertas pola ukuran tersebut dipasang setiap kali
mengganti halaman dan kertas pola ukuran itu harus ditaati agar hasil
ketikan tampak rapi. Jika menggunakan komputer, program-program
4 Kunjana Rahardi, Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Erlangga, 2009), 144-145.


6

tertentu harus dikuasai terlebih dahulu agar format yang dikehendaki
terwujud.
Pada umumnya garis pembatas pada kertas pola ukuran tersebut
diatur dengan ukuran sebagai berikut:
a)

Pias (margin) atas 4 cm,

b) Pias bawah 3 cm,
c)

Pias kiri 4 cm, dan

d) Pias kanan 3 cm.
2. Penomoran
a) Angka yang digunakan
Angka untuk nomor yang lazim digunakan dalam skripsi,
tesis, disertasi, atau karangan ilmiah umumnya adalah angka

Romawi kecil, angka Romawi besar, dan angka Arab. Angka
Romawi kecil (i, ii, iii, iv, v) dipakai untuk menomori halaman
judul, halaman yang bertajuk prakata, daftar isi, daftar tabel, daftar
gambar, daftar lampiran, dan daftar lain (jika ada). Angka Romawi
besar (I, II, III, IV, V) digunakan untuk menomori tajuk bab
pendahuluan, tajuk bab analisis, tajuk bab simpulan, misalnya
BAB I PENDAHULUAN. Angka Arab (1, 2, 3, 4, dan seterusnya)
digunakan untuk menomori halaman-halaman naskah mulai bab
pendahuluan sampai dengan halaman terakhir dan untuk menomori
nama-nama tabel, grafik, histogram, bagan, dan skema.

b) Letak Penomoran

7

Halaman judul, daftar isi, daftar tabel, daftar grafik, daftar
lampiran, menggunakan angka Romawi kecil yang diletakkan pada
bagian bawah, tepat di tengah-tengah (simetris). Halaman yang
bertajuk bab pendahuluan, bab analisis, bab simpulan, daftar
pustaka/rujukan, indeks, dan lampiran, menggunakan angka Arab
yang diletakkan pada bagian bawah, tepat di tengah-tengah
(simetris). Halaman-halaman naskah lanjutan menggunakan angka
Arab yang diletakkan pada bagian kanan atas.
c) Penomoran Subbab
Subbab dan subsubbab dinomori dengan angka Arab sistem digital.
Angka terakhir dalam digital ini tidak diberi titik (seperti 1.1, 1.2,
2.1, 1.1.2, 2.2.3, 3.2.1, dan seterusnya). Dalam hubungan ini, angka
digital tidak lebih dari tiga angka (maksimal, misalnya 1.1.1, 1.4.3,
1.1.2, 3.2.2, 3.3.3, 4.4.1), sedangkan penomoran selanjutnya
menggunakan a, b, c, kemudian 1), 2), 3), selanjutnya a), b), c),
dan seterusnya.5
Artikel berbentuk feature dapat lebih dinikmati, kalau artikel
tersebut diberi ilustrasi. Lebih-lebih bila isinya mengenai sesuatu keilmuan
atau petunjuk teknis. Informasi akan menjenuhkan bila diungkapkan
dengan kata, karena bertele-tele, lebih baik disajikan berupa gambar
ilustrasi.
Ilustrasi memang gambar, tetapi tidak hanya gambar tangan yang
dibuat dengan pensil, ballpen atau tinta Cina saja, melainkan dapat juga
5 Asep Fauzi, “Penulisan Karya Ilmiah”, http://asep-fauzi.blogspot.com/2011/12/makalahtentang-penulisan-karya-ilmiah.html, diakses tanggal 20 November 2014.

8

berupa foto jepretan lensa, gambar pandangan pancungan, peta, denah,
bagan dan diagram.6

E. Aspek Penalaran dalam Karya Ilmiah
Suatu karangan sesederhana apapun akan mencerminkan kualitas
penalaran seseorang. Penalaran itu akan tampak dalam pola pikir
penyusuan karangan itu sendiri. Penalaran dalam suatu karangan ilmiah
mencakup 5 aspek. Kelima aspek tersebut adalah:
1. Aspek Keterkaitan
Aspek keterkaitan adalah hubungan antar bagian yang satu
dengan yang lain dalam suatu karangan. Artinya, bagian-bagian dalam
karangan ilmiah harus berkaitan satu sama lain. Pada pendahuluan
misalnya, antara latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan
manfaat harus berkaitan. Rumusan masalah juga harus berkaitan dengan
bagian landasan teori, pembahasan, dan harus berkaitan juga dengan
kesimpulan.
2. Aspek Urutan
Aspek urutan adalah pola urutan tentang suatu yang harus
didahulukan atau ditampilkan kemudian (dari hal yang paling mendasar
ke hal yang bersifat pengembangan). Suatu karangan ilmiah harus
mengikuti urutan pola pikir tertentu. Pada bagian Pendahuluan,
dipaparkan dasar-dasar berpikir secara umum. Landasan teori
merupakan paparan kerangka analisis yang akan dipakai untuk
membahas. Baru setelah itu persoalan dibahas secara detail dan
6 Slamet Soeseno, Teknik Penulisan Imliah Populer (Jakarta: Gramedia, 1984), 90.

9

lengkap. Di akhir pembahasan disajikan kesimpulan atas pembahasan
sekaligus sebagai penutup karangan ilmiah.
3. Aspek Argumentasi
Yaitu bagaimana hubungan bagian yang menyatakan fakta,
analisis terhadap fakta, pembuktian suatu pernyataan, dan kesimpulan
dari hal yang telah dibuktikan. Hampir sebagian besar isi karangan
ilmiah menyajikan argumen-argumen mengapa masalah tersebut perlu
dibahas (pendahuluan), pendapat-pendapat atau temuan-temuan dalam
analisis harus memuat argumen-argumen yang lengkap dan mendalam.
4. Aspek Teknik Penyusunan
Yaitu bagaimana pola penyusunan yang dipakai, apakah
digunakan secara konsisten. Karangan ilmiah harus disusun dengan
pola penyusunan tertentu, dan teknik ini bersifat baku dan universal.
Untuk itu pemahaman terhadap teknik penyusunan karangan ilmiah
merupakan syarat multak yang harus dipenuhi jika orang akan
menyusun karangan ilmiah.
5. Aspek Bahasa
Yaitu bagaimana penggunaan bahasa dalam karangan tersebut?
baik dan benar? Baku? Karangan ilmiah disusun dengan bahasa yang
baik, benar dan ilmiah. Penggunaan bahasa yang tidak tepat justru akan
mengurangi kadar keilmiahan suatu karya sastra lebih-lebih untuk
karangan ilmiah akademis.7

7 Nurita, “Konsep Penalaran Ilmiah dalam Penulisan Ilmiah”, http://nuriithaa.blogspot.com/2014/03/konsep-penalaran-ilmiah-dalam-penulisan.html, diakses tanggal 18
November 2014.

10

F. Penalaran Deduktif dan Induktif
1. Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif dapat diartikan sebagai suatu proses berpikir
di mana orang memulai dari pernyataan yang umum menuju
pernyataan yang khusus (spesifik) dengan menggunakan aturan-aturan
logika yang dapat diterima. Penalaran ini merupakan suatu sistem yang
digunakan untuk mengorganisir fakta-fakta yang telah diketahui guna
membuat suatu kesimpulan. Proses ini dilakukan melalui serangkaian
pernyataan yang disebut silogisme, yang berisi premis mayor, premis
minor dan kesimpulan. Contoh:
(a) Semua manusia pasti mati (premis mayor)
(b) Scorates adalah seorang manusia (premis minor)
(c) Scorates pasti mati (kesimpulan)8
Penarikan kesimpulan dapat dilakukan secara langsung atau
tidak langsung. Dikatakan penarikan kesimpulan secara langsung bila
ditarik dari satu premis, sedangkan bila ditarik dari dua premis disebut
secara tidak langsung.
a. Menarik Kesimpulan secara Langsung
1) Konversi
Konversi merupakan penarikan kesimpulan secara
langsung dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
(a) Subjek premis menjadi predikat kesimpulan.
(b) Predikat premis menjadi subjek kesimpulan.
(c) Kualitas premis sama dengan kualitas kesimpulan.
8 Hartono, Bagaimana Menulis Tesis (Malang: UMM Press, 2009), 3-4.

11

(d) Term yang tidak tersebar dalam premis juga tidak tersebar
dalam kesimpulan.
Pada proposisi universal afirmatif, polanya adalah semua
S adalah P (premis) dan sebagian P adalah S (kesimpulan).
Contoh:
Semua kursi untuk tempat duduk. (premis)
Sebagian tempat duduk adalah kursi. (kesimpulan)
Pada proposisi universal negatif, polanya adalah tak
satupun S adalah P (premis) dan tak satupun P adalah S
(kesimpulan).
Contoh:
Tak satupun gajah adalah serangga. (premis)
Tak satupun serangga adalah gajah. (kesimpulan)
Pada proposisi khusus afirmatif, polanya adalah sebagian
S adalah P (premis) dan sebagian P adalah S (kesimpulan).
Contoh:
Sebagian pegawai adalah orang yang jujur. (premis)
Sebagian orang yang jujur adalah pegawai. (kesimpulan)
Pada konversi, penarikan kesimpulan tidak dapat
dilakukan dengan proposisi khusus negatif.
2) Oversi
Oversi merupakan cara penarikan kesimpulan secara
langsung dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
(a) Subjek premis sama dengan subjek kesimpulan.

12

(b) Predikat kesimpulan kontradiktori dengan predikat premis.
(c) Kualitas kesimpulan kebalikan dari kualitas premis.
(d) Kuantitas kesimpulan sama dengan kuantitas premis.
Pada proposisi universal afirmatif, polanya adalah semua
S adalah P (premis) dan tidak satupun S adalah tak P
(kesimpulan).
Contoh:
Semua rudal adalah senjata berbahaya.
Tak satupun rudal yang bukan senjata berbahaya.
Pada proposisi universal negatif, polanya adalah tidak
satupun S adalah P (premis) dan semua S adalah tak P
(kesimpulan).
Contoh:
Tidak satupun mahasiswa laki-laki lulus ujian.
Semua yang lulus bukan mahasiswa laki-laki.
Pada proposisi khusus afirmatif, polanya adalah sebagian
S tidaklah P (premis) dan sebagian S tidaklah P (kesimpulan).

Contoh:
Beberapa peserta demonstrasi adalah mahasiswa.
Beberapa peserta demonstrasi adalah bukan mahasiswa.
Pada proposisi khusus negatif, polanya adalah sebagian S
tidaklah P (premis) dan sebagian S adalah P (kesimpulan).
Contoh:

13

Sebagian mobil adalah bukan barang impor.
Sebagian mobil adalah barang impor.
3) Kontraporsisi
Kontraporsisi merupakan jenis pengambilan kesimpulan
dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
(a) Subjek kesimpulan adalah kontradiktori predikat premis.
(b) Predikat kesimpulan adalah subjek premis.
(c) Kualitas kesimpulan tidak sama dengan kualitas premis.
(d) Tidak ada term yang tersebar.
Pada proposisi universal afirmatif, polanya adalah semua
S adalah P (premis), tidak satupun S adalah tak P (kesimpulan)
dan tidak satupun tak P adalah S (kesimpulan).
Contoh:
Semua gajah adalah berbelalai.
Tidak satupun gajah adalah tak berbelalai.
Tidak satupun (yang) tak berbelalai adalah gajah.
Pada proposisi universal negatif, polanya adalah tidak
satupun S adalah P (premis), semua S adalah tak P
(kesimpulan) dan sebagian tak P adalah S (kesimpulan).
Contoh:
Tak seorangpun pejabat miskin.
Semua pejabat tak miskin.
Sebagian yang tak miskin adalah pejabat.

14

Pada proposisi khusus negatif, polanya adalah sebagian S
tidaklah P (premis), sebagian S adalah P (kesimpulan) dan
sebagian tak P adalah S (kesimpulan).
Contoh:
Sebagian jembatan bukan besi.
Sebagian jembatan tak besi.
Sebagian yang tak besi adalah jembatan.
b. Menarik Kesimpulan secara Tidak Langsung
1) Silogisme Kategorial
Silogisme kategorial terdiri atas dua proposisi sebagai
premis dan satu proposisi sebagai kesimpulan. Premis yang
bersifat umum disebut premis mayor, sedangkan yang bersifat
khusus disebut premis minor. Adapun dalam kesimpulan
terdapat subjek dan predikat. Subjek kesimpulan disebut term
minor, sedangkan predikat kesimpulan disebut term mayor.

Contoh:
Semua binatang berjenis jantan dan betina (premis mayor)
Sapi adalah binatang (premis minor)
Jadi, sapi berjenis jantan dan betina (kesimpulan)
2) Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotesis merupakan bentuk silogisme yang
terdiri atas premis mayor yang berproposisi kondisional

15

hipotesis. Pada silogisme hipotesis ini, bila premis mayornya
membenarkan

anteseden,

maka

kesimpulannya

akan

membenarkan konsekuen. Bila premis minornya menolak
anteseden, maka kesimpulannya akan menolak konsekuen.
Contoh:
Jika kertas dibakar, kertas akan hangus.
Kertas dibakar.
Jadi, kertas hangus.
Jika kertas dibakar, kertas akan hangus.
Kertas tidak dibakar.
Jadi, kertas tidak akan hangus.
3) Silogisme Alternatif
Silogisme alternatif ditandai dengan premis mayor
alternatif. Jika premis minornya membenarkan salah satu
alternatif, kesimpulannya akan menolak alternatif yang lain.
Contoh:
Dia seorang guru atau pengusaha.
Dia seorang guru.
Jadi, dia bukan seorang pengusaha.
Dia seorang guru atau pengusaha.
Dia bukan seorang guru.
Jadi, dia seorang pengusaha.
4) Entimen

16

Biasanya, silogisme jarang ditemukan dalam kehidupan
sehari-hari. Biasanya, dalam penarikan kesimpulan tidak
mengeksplisitkan premis mayor. Hal ini dikarenakan oleh telah
diketahuinya sifat dalam premis mayor tersebut. Dengan
demikian, yang dikemukakan hanya premis minor dan
kesimpulan.
Contoh:
Semua peserta upacara ikut berbaris.
Raehani adalah peserta upacara.
Jadi, Raehani ikut berbaris.
Dalam berkomunikasi sehari-hari, contoh silogisme di
atas lebih banyak diungkapkan dalam entimen demikian:
“Raehani ikut berbaris karena peserta upacara.” atau
“Karena sebagai peserta upacara, Raehani ikut berbaris.”
2. Penalaran Induktif
Penalaran induktif merupakan penalaran yang bertolak dari
pernyataan-pernyataan

khusus

(premis)

untuk

menghasilkan

kesimpulan yang umum. Beberapa bentuk penalaran induktif adalah
sebagai berikut:
a. Generalisasi
Generalisasi merupakan proses penalaran yang betumpu
pada beberapa pernyataan yang mempunyai sifat tertentu untuk
menghasilkan kesimpulan umum.
Contoh:

17

Jika dipanaskan, kawat memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, besi memuai.
Jadi, jika dipanaskan, benda logam memuai.
b. Analogi
Analogi

merupakan

proses

penalaran

dengan

cara

membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama atau
yang memiliki kemiripan dalam hal-hal tertentu. Apa yang berlaku
pada hal yang satu akan berlaku juga pada hal yang lain karena
dua hal tersebut memiliki kemiripan.
Misalnya seorang pernah membeli jeruk. Waktu itu, dia harus
memilih dengan saksama untuk mendapatkan jeruk yang manis,
bahkan harus mencicipinya pula. Akhirnya memang mendapatkan
jeruk yang manis dan dicermatilah karakter jeruk itu dari segi
fisiknya. Kulit jeruk agak kekuningan, teraba agak tipis dan sedikit
lembek. Pada saat yang lain dia membeli jeruk lagi. Kali ini tidak
harus memilih jeruk dengan susah payah. Dia dapat menetapkan
jeruk di hadapannya itu manis atau masam hanya dengan
menggunakan rujukan karakter jeruk yang pernah dibelinya. Cara
demikian berbentuk analogi.
c. Hubungan Kausal
Hubungan kausal adalah bentuk penalaran dengan cara
mengaitkan gejala-gejala yang saling berhubungan dalam hukum

18

kausalitas. Penalaran dalam bentuk hubungan kausal ini dapat
bertolak dari sebab ke akibat atau dari akibat ke sebab.
Misalnya, bila kita bakar kayu tentu akan muncul asap
(sebab-akibat).

Bila

dari

kejauhan

kita

tahu

ada

asap

membumbung ke angkasa, maka kita bisa menyimpulkan bahwa
di bawahnya terdapat api (akibat-sebab).9

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Karya ilmiah adalah laporan tertulis dan dipublikasi yang memaparkan
hasil penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang
atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang
dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan.
9 Gigit Mujianto, Bahasa Indonesia (Malang: UMM Press, 2010), 26-31.

19

2. Penulisan karya ilmiah hendaknya menggunakan bahasa yang jelas,
tepat, formal dan lugas dengan menggunakan kata dan istilah yang
jelas dan tepat, kalimat yang tidak berbelit-belit dan struktur paragraf
yang runtut.
3. Asas-asas penyusunan gagasan dalam karya ilmiah meliputi kejelasan,
ketepatan dan keringkasan.
4. Yang dimaksud dengan perwajahan adalah tata letak (lay out) yang
berkaitan dengan segi keindahan dan estetika naskah. Dalam hal ini
dikemukakan secara ringkas mengenai masalah kertas pola ukuran dan
penomoran.
5. Aspek-aspek penalaran dalam karya ilmiah meliputi aspek keterikatan,
urutan, argumentasi, teknik penyusunan dan aspek bahasa.
6. Penalaran deduktif merupakan proses berfikir dari pernyataan yang
umum menuju pernyataan yang khusus. Sedangkan penalaran induktif
merupakan kebalikan dari penalaran deduktif yaitu dari hal yang
khusus menuju ke hal yang umum.

B. Saran
Dengan diselesaikannya makalah ini penulis berharap makalah ini
dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca. Selanjutnya penulis
juga mengharapkan kritik dan saran guna peningkatan kualitas dalam
penulisan makalah ini.

20

DAFTAR PUSTAKA

Dalman. Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
Fauzi,

Asep.

“Penulisan

Karya

Ilmiah”.

(http://asep-

fauzi.blogspot.com/2011/12/makalah-tentang-penulisan-karya-ilmiah.html,
diakses tanggal 20 November 2014).
Hartono. Bagaimana Menulis Tesis. Malang: UMM Press, 2009.

21

Mujianto, Gigit. Bahasa Indonesia. Malang: UMM Press, 2010.
Nurita. “Konsep Penalaran Ilmiah dalam Penulisan Ilmiah”. (http://nuriithaa.blogspot.com/2014/03/konsep-penalaran-ilmiah-dalam-penulisan.html,
diakses tanggal 18 November 2014).
Rahardi, Kunjana. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Erlangga, 2009.
Revisi, Tim. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Kediri: Stain Press, 2009.
Soeseno, Slamet. Teknik Penulisan Imliah Populer. Jakarta: Gramedia, 1984.

22

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Dinamika Perjuangan Pelajar Islam Indonesia di Era Orde Baru

6 75 103

Perspektif hukum Islam terhadap konsep kewarganegaraan Indonesia dalam UU No.12 tahun 2006

13 113 111

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157

Kolokial Bahasa Inggris Dalam Novel A Diary OF Wimpy Kid Karya Jeff Kinney Dan Terjemehannya Diary Bocah Tengil

4 132 1