MODEL PENGEMBANGAN KOPERASI PONDOK PESAN

MODEL PENGEMBANGAN KOPERASI PONDOK
PESANTREN (KOPONTREN) BERBASIS E-MONEY
SEBAGAI UPAYA AKSELERASI EKONOMI SYARIAH DI
INDONESIA

Oleh:
Annisa Nur Salam
Ani Nur Isro’iyah Firdaus

UNIVRESITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA

1

2016
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA
Judul Karya

: Model

Pengembangan


Koperasi

Pondok

Pesantren

(Kopontren) Sebagai Upaya Akselerasi Ekonomi Syariah
Nama Penulis

di Indonesia
: Annisa Nur Salam
Ani Nur Isro’iyah Firdaus

Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa benar karya tulis
dengan judul tersebut diatas merupakan karya orisinal saya dan belum pernah
dipublikasikan dan/atau memenangkan perlombaan sejenis di tempat lain.
Demikian pernyataan ini kami buat dengan sebenarnya, dan apabila terbukti
terdapat pelanggaran di dalamnya, maka kami siap untuk didiskualifikasi dari
kompetisi ini sebagai bentuk tanggung jawab kami.


Yogyakarta, 31 Juli 2016
Yang Membuat Pernyataan

Annisa Nur Salam

2

MODEL PENGEMBANGAN KOPERASI PONDOK
PESANTREN (KOPONTREN) BERBASIS E-MONEY
SEBAGAI UPAYA AKSELERASI EKONOMI SYARIAH DI
INDONESIA
Oleh:
Annisa Nur Salam
Ani Nur Isro’iyah Firdaus
Abstraksi
Pondok pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang
memiliki jaringan kuat. Hingga saat ini, tercatat ada 27.230 pondok pesantren
yang tersebar di seluruh Indonesia. Dalam era modern saat ini, fungsi pondok
pesantren bukan hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan berbasis agama

Islam. Tetapi, pesantren juga memiliki fungsi sebagai lembaga sosial
kemasyarakatan. Pondok pesantren dipandang potensial menjadi basis ekonomi
kerakyatan dan pusat pengembangan ekonomi umat di daerah-daerah, baik dalam
bentuk lembaga keuangan syariah atau koperasi pondok pesantren. Di samping
itu, alat pembayaran elektronik di Indonesia masih minim digunakan. Padahal
dengan menggunakan alat pembayaran elektronik dapat menjadikan transaksi
lebih praktis, efesien dan aman.
Oleh sebab itu, penulis menawarkan adanya sinergitas antara pihak Bank
Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan seluruh pondok
pesantren di Indonesia guna mengembangkan koperasi pondok pesantren
(kopontren). Dimana dalam imlementasinya, unit-unit usaha yang berada di
bawah kopontren diwajibkan untuk menerapkan e-money sebagai alat
pembayaran. Tulisan dengan metode kualitatif deskriptif ini akan membahas
pengembangan model kopontren dengan akad-akad ekonomi syariah dalam
operasionalnya serta e-money sebagai alat transaksinya.
Harapannya, pondok pesantren beserta masyarakat sekitarnya mampu
mandiri secara ekonomi dan model ini mampu turut mensukseskan Gerakan
Nasional Non Tunai (GNNT). Jika model ini diimplementasikan diseluruh pondok
pesantren di Indonesia, tentunya akan berkontribusi besar bagi perekonomian
nasional. Di samping itu, aplikasi ekonomi syariah di Indonesia mampu

diterapkan dalam ranah keuangan pondok pesantren.
Kata Kunci: Kopontren, E-Money, Ekonomi Syariah.

A. Pendahuluan

3

Pesantren merupakan suatu khazanah pendidikan yang telah hadir jauh
sebelum berdirinya sekolah. Lembaga ini telah memberikan kontribusi besar
bagi dunia pendidikan dan pembentukan sumber daya manusia. Seiring
berjalannya waktu, pondok pesantren telah mengalami perkembangan di
Indonesia, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Berdasarkan data yang
dipublikasikan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia (2012), terdapat
27.230 pondok pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia. Dengan jumlah
secara keseluruhan sebanyak 3.759.198 orang santri, terdiri dari 1.886.748
orang santri laki-laki (50,19%), dan 1.872.450 orang santri perempuan
(49,81%).
Adapun populasi pondok pesantren terbesar berada di Provinsi Jawa
Barat sebanyak 7.624 pondok (28%), Jawa Timur sebanyak 6.003 pondok
(22,05%), Jawa Tengah sebanyak 4.276 (15,70%), Banten sebanyak 3.500

pondok (12,85%) dan sisanya sebesar 21,4% atau setara dengan 5.827 pondok
berada di provinsi lain.
Pada fase awal

berdirinya,

pesantren

hanya

mengacu

pada

pengembangan bidang ilmu pendidikan keagamaan saja. Namun seiring
berjalannya waktu, pesantren telah berhasil melakukan gerakan sosial dengan
meberdayakan masyarakat yang berada di lingkungan sekitarnya. Menurut
Azyumardi Azra (1997) sebagaimana dikutip Nadzir (2015), saat ini pesantren
diharapkan tidak hanya memainkan fungsi tradisional sebagai lembaga yang
melakukan transfer ilmu-ilmu Islam. Lebih dari itu, pesantren juga harus

mampu menjadi pusat pemberdayaan masyarakat.
Di samping itu, dengan semakin berkembangnya masyarakat dan arus
globalisasi,

pondok pesantren dituntut untuk mengadakan perubahan-

perubahan secara perlahan tanpa menanggalkan ciri khasnya sebagai lembaga
pendidikan agama. Perubahan-perubahan yang dilakukan pesantren salah
satunya adalah pesantren dikembangkan tidak hanya mengajarkan tentang
agama atau kitab kuning saja, tetapi juga pesantren dapat dikembangkan
menjadi basis ekonomi kerakyatan dan pusat pengembangan ekonomi umat di
daerah-daerah, baik dalam bentuk lembaga keuangan syariah atau koperasi
pondok pesantren (Eljunusi: 2012).

4

Salah satu isu yang sedang banyak diperbincagkan terkait pondok
pesantren kaitannya dengan unsur ekonomi dan keuangan ialah adanya kerja
sama yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan beberapa pondok pesantren
dalam menerapkan Layanan Keuangan Digital (LKD). Pesantren dipandang

potensial dalam mengembangkan LKD karena institusi tersebut memiliki
jaringan kuat dan pengaruh besar hingga ke kalangan alumni-alumni santrinya
dan masyarakat sekitar. Selain itu, pesantren juga telah memiliki unit usaha
yang memiliki legalitas, yang telah berpengalaman melayani transaksi
keuangan bagi masyarakat rural. (Departemen Komunikasi BI: 2015).
Salah satu indikator yang berkaitan denga LKD ialah adanya
implementasi pembayaran non tunai. Dalam perkembangannya, dari tahun
2010 sampai 2014, transaksi non tunai di Indonesia mengalami peningkatan
yang cukup signifikan. Berdasarkan publikasi Bank Indonesia pada triwulan ke
3 tahun 2014, nilai transaksi pembayaran non tunai meningkat sebesar
Rp8.742,08 triliun (26,97%). Sedangkan volume transaksinya meningkat
sebesar 36,12 juta transaksi atau setara dengan 3,16% (Bank Indonesia: 2014).
Meskipun nilai transaksi pembayaran non tunai meningkat, numun jika
dibandingkan dengan penggunaan uang tunai, selisihnya masih jauh tertinggal.
Nilai transaksi yang menggunakan Uang Elektronik pada tahun 2013 sebesar
Rp 1,27 triliun dan volume transaksinya tercatat sebesar Rp 64,99 juta
transaksi atau lebih kecil nilai transaksinya dari penggunaan uang kartal
sebesar Rp 420,9 trliun (Bank Indonesia: 2014). Persentase antara penggunaan
e-money dengan uang tunai selisih perbedaannya sangat jauh yaitu 0.3%
dibandingkan dengan 99,7%.

Padahal, terdapat beberapa keuntungan dengan menngunakan uang
elektronik. Menurut Dias (1999) dalam Pramono et al (2006 : 24), keberadaan
alat pembayaran non tunai menggunakan kartu dapat mengurangi biaya
menunggu dan biaya transaksi masyarakat untuk memegang uang baik untuk
keperluan transaksi maupun berjaga-jaga. Penggunaan alat pembayaran non
tunai berbasis kartu dapat terasa lebih praktis dan efisien serta menghemat

5

biaya transaksi serta menghemat waktu. Kemudahan yang diberikan oleh emoney membuat para pengguna tidak perlu menyiapkan atau membawa dana
tunai kemanapun saat pergi dan terhindar dari adanya uang palsu yang
mungkin didapat jika melalukan transaksi secara tunai (Abidin: 2015).
Berdasarkakan pemaparan di atas, tulisan ini bertujuan untuk
menawarkan model pengembangan implementasi e-money sebagai salah satu
alat

pembayaran

elektronik.


Bentuk

pengembangan

tersebut

dapat

diimplementasikan melalui kerjasama dengan pondok pesantren sebagai
instansi yang memiliki jaringan yang kuat dan dipercaya oleh masyarakat.
Dimana e-money wajib digunakan di lingkunagan pondok pesantren ketika
bertransaksi di seluruh unit usaha yang tergabung dalam koperasi pondok
pesantren.
Harapannya, pondok pesantren dan masyarakat di sekitarnya mampu
mandiri secara ekonomi dengan keberadaan koperasi pondok pesantren
(kopontren). Di samping itu, aplikasi kegiatan transaksi di kopontren dapat
berlangsung secara praktis, efesien dan aman dengan menggunakan alat
pembayaran e-money. Tentunya hal tersebut sekaligus mendorong dan
mempercepat Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) agar segera dikenal oleh
beragai lapisan masyarakat.

Adapun teori-teori umum yang digunakan dalam penulisan ini adalah
sebagai berikut:
a) Pondok Pesantren
Istilah pesantren diangkat dari kata santri yang berarti murid.
Sedangkan pondok berasal dari kata funduk (dalam bahasa Arab) yang
berarti rumah penginapan atau hotel. Akan tetapi podok di Indonesia ialah
perumahan sederhana yang dipetak-petak dalam bentuk kamar yang
merupakan asrama bagi santri (HA Timu Jailani: 1982 dalam Abdullah:
2012). Pesantren juga dapat dipahami sebagai lembaga pendidikan dan pen
gajaran agama, yang diselenggarakan dengan cara nonklasikal. Seorang
kyai mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri berdasarkan

6

kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama abad pertengahan,
dan para santrinya biasanya tinggal di pondok dalam pesantren tersebut
(Sudjono: 1982 dalam Azizah: 2014).
Mengutip dari Rasyid (2015), menurut Zamakhsari Dhofier
terdapat lima elemen dasar yang menjadi unsur pesantren, yaitu pondok,
masjid, santri, pengajaran kitab-kitab klasik, dan kyai. Adapun fungsi dari

pesantren tidak hanya sebagai pusat pengkaderan pemikir-pemikir agama
(center of exellence), sebagai lembaga yang mencetak sumber daya
manusia (human resource), tetapi juga diharapkan menjadi lembaga yang
dapat melakukan pemberdayaan pada masyarakat (agent of development)
dalam segala bidang termasuk dalam bidang ekonomi (Nadzir: 2015).
Senada dengan pendapat Abdurrahman (2015), bahwasanya pondok
pesantren diharapkan mampu berdampingan dan memberikan kontribusi
bagi perkembangan masyarakat di sekitar lingkungannya, baik dalam
bidang keagmaan maupun bidang lainnya, seperti sosial, ekonomi dan
budaya.
Pondok pesantren merupakan salah satu lembaga yang masih lemah
dalam bidang ekonominya. Oleh sebab itu, menurut Suwito (2010)
sebagaimana dikutip oleh Azizah (2014), pesantren memerlukan konsep
manajemen yang dimaksudkan untuk pendorong dan penguat ekonomi
santri, kelembagaan, inovasi dan networking, memperkuat potensi
ekonomi lokal, serta pemberdayaan ekonomi umat. Sebagai dampak dari
hasil implementasi manajmen unit usaha pondok pesantren yang berhasil,
maka akan terbentuk karakteristik secara umum, seperti pelaksanaan
kegiatan unit usaha berbasis leraning by doing, implementasi prinsip self
berduring system, terbentuknya kemandirian ekonomi pesantren serta
keseimbangan kesejahteraan lahiriyah dan batiniyah (Fasa: 2014).
b) Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren)
Koperasi pondok pesantren adalah pondok pesantren yang
memiliki badan usaha yang berbentuk koperasi dan angota-anggotanya
adalah masyarakat pesantren baik yang berada di dalam pondok maupun di

7

luar pondok. Secara organisasi koperasi pondok pesantren tidak hanya
merupakan organisasi yang menggunakan sistem ekonomi sosial tetapi
juga mempunyai dimensi religi yang terintergalistik dengan kegiatankegiatan individu (anggota) yang bertekat untuk memperbaiki situasi
ekonomi

dan sosial mereka, melalui usaha-usaha bersama saling

membentu dan amanah yang berdasarkan akidah-akidah agama untuk
kepentingan bersama. (Eljunusi: 2012).
Aji (2011) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa hal-hal yang
harus

diperhatikan

dalam

mengelola

koperasi

pondok

pesantren

diantaranya ialah: memberi kesempatan pendidikan dan pelatihan yang
merata kepada anggota; keterbukaan ide; semua anggota memperoleh
kesempatan

yang

sama

dalam

akses

informasi;

meningkatkan

kesejahteraan anggota; meningkatkan pelayanan pada anggota; anggota
selalu dilibatkan dalam berbagai kebijakan strategis; serta menjalin
kerjasama dengan lembaga-lembaga lain dalam rangka memperkuat dan
menjalin networking koperasi pondok pesantren.
Koperasi pondok pesantren memiliki posisi yang strategis untuk
terus dikembangkan karena beberapa hal sebagaimana berikut: terdapat
banyak pondok pesantren di Indonesia; pondok pesantren bersentuhan
langsung dengan kehidupan sosial keagamaan masyarakat di sekitar
pesantren; pesantren hidup selama 24 jam sehari semalam; pesantren
mengakar pada masyarakat; pesantren dipercaya oleh masyarakat; serta
pesantren merupakan lembaga pengembangan watak yang populis dan
egaliter (Eljunusi: 2012).
c)

Akad Wadiah, Musyarakah dan Mudharabah
Wadi’ah merupakan titipan murni dari satu pihak ke pihak lain,
baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan
kapan saja ketika yang menitipkan menghendakinya (Mustofa: 2013).
Dalam konteks wadi’ah, barang yang dititipkan hanyalah sebatas titipan,
tidak dibolehkan adanya tambahan ketika dikembalikan kepada penitipnya,

8

terkecuali adanya bonus (Murdadi: 2016). Berikut merupakan skema akad
wadi’ah:
Musyarakah merupakan kerjasama antara dua orang atau lebih, di
mana semua orang yang bekerjasama tersebut berkontribusi dalam modal
(baik itu uang ataupun tenaga kerja). Jika mengalami keuntungan maka
dibagikan kepada masing-masing sesuai kesepakatan. Dan jika mengalami
kerugian, maka dibagikan pula berdasarkan persentase kontribusi modal
(Antonio, 2008). Berikut merupakan skema akad musyarakah:
Sedangkan mudharabah adalah kerjasama antara dua orang atau
lebih, di mana sebagian orang hanya berkontribusi modal, dan sebagiannya
lagi berkontribusi sebagai tenaga kerja. Jika terjadi kerugian maka
ditanggung oleh pemilik modal. Namun, jika kerugian tersebut akibat dari
kesalahan pengelola modal, maka ditanggung oleh pengelola modal
tersebut. Adapun keuntungan yang diperoleh dibagikan sesuai kesepakatan
(Antonio, 2008).
Namun,

implementasinya

di

lembaga

keuangan

memiliki

permasalahan sehingga tidak sesuai dengan teori fikih muamalat.
Sebagaimana hasil penelitian Nugraheni (2010) yang menyimpulkan
bahwa dalam prakteknya Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) tidak
menyatakan dengan jelas terkait kewajiban LKS dalam menaggung
kerugian dan resiko secara bersama-sama. Selain itu, LKS juga mematok
proyeksi pendapatan yang pada akhirnya dapat mengaburkan mekanisme
bagi hasil dan cenderung menyerupai praktik di bank konvensional.
d) Uang Elektronik (E-Money)
Uang elektronik adalah uang yang digunakan dalam transaksi
internet dengan cara elektronik. Biasanya, transaksi ini melibatkan
penggunaan jaringan komputer. Uang elektronik memiliki nilai tersimpan
(stored-value) atau prabayar (prepaid) dimana sejumlah nilai uang
disimpan dalam suatu media elektronis yang dimiliki seseorang (Adiyanti:
2015). Uang elektronik (e-money) ini dapat digunakan untuk berbagai

9

macam jenis pembayaran (multi purposed), tidak seperti kartu telepon
yang merupakan single-purpose prepaid card (Ramdani: 2016).
Nilai uang elektronis dapat diperoleh dengan menyetorkan
sejumlah uang tunai atau dengan pendebetan rekeningnya di bank untuk
kemudian disimpan dalam peralatan elektronis yang miliknya. Dengan
peralatan tersebut, pemiliknya dapat melakukan pembayaran atau
menerima pembayaran, dimana nilainya akan berkurang pada saat
digunakan untuk melakukan pembayaran atau bertambah jika menerima
pembayaran atau pada saat pengisian kembali (Abidin: 2015).
Uang elektronik (e-money) merupakan sebuah inovasi untuk
kebutuhan transaksi pembayaran yang bersifat mikro (retail) yaitu
pembayaran

dalam

jumlah

sedikit.

Penggunaan

e-money

hanya

menempelkan kartu pada sensor alat yang disediakan penerbit pada
pedagang (merchant) maka transaksi pembayaran berhasil dilakukan
dengan pemotongan saldo yang ada pada kartu. Hal ini mempermudah
konsumen karena tidak perlu membawa uang tunai jika ingin melakukan
pembayaran,

sehingga

dapat

mengurangi

tingkat

kriminalitas

(Candrawati:2013).
Berbeda dengan alat pembayaran elektronik lainnya (phone
banking, internet banking, kartu debit/kredit, kartu ATM), uang elektronik
tidak memotong saldo rekening nasabah yang menggunakannya. Dengan
demikian pada prisipnya seseorang yang memiliki e-money sama dengan
memiliki uang tunai. Hanya saja nilai uang tersebut telah dikonversi ke
dalam bentuk elektronik (Utomo: 2016).
B. Metode Penulisan
Metode yang dilakukan dalam penulisan ini yaitu melalui pendekatan
penelitian, metode pengumpulan data dan metode analisis data. Pendekatan
penelitian yang digunakan adalah pendekatan secara kualitatif. Pendekatan
kualitatif diharapkan mampu memberikan gambaran yang lebih eksploratif
ketika menjelaskan komponen-komponen penting yang dibahas dalam tulisan
ini. Adapun metode pengumpulan data yaitu dengan cara melakukan studi
literatur dari berbagai buku, naskah akademik, jurnal, artikel, serta dokumen-

10

dokumen yang terkait lainnya. Dan anlisis data yang digunakan ialah bersifat
deskriptif.
C. Pembahasan
a) Model Pengembangan Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) sebagai
Roda Penggerak Perekonomian Masyarakat
Saat ini pondok pesantren dipandang mampu menjadi lembaga
yang berfungsi dalam memberdayakan masyarakat disekitarnya termasuk
dalam bidang perekonomian. Menurut Azizah (2014), diperlukan adanya
konsep ekoproteksi yang diterapkan di setiap pondok pesantren. Lebih
lanjut ia menjelaskan bahwa ekoproteksi adalah perlindungan dalam rangka
memandirikan ekonomi dan

mewujudkan atau melepaskan diri dari

ketergantungan. Serta membangun dan mempertahankan eksistensinya,
melalui ekonomi yang diaktualisasikan dalam fungsi manajemen ekonomi.
Dalam hal ini penulis menawarkan konsep koperasi pondok
pesantren (Kopontren) sebagai lembaga yang berafiliasi dengan pondok
pesantren. Dengan adanya kopontren, masyarakat disekitar pondok
pesantren dapat membuka unit-unit usaha yang menunjang kebutuhan santri
maupun usaha lainnya yang dibutuhkan masyarakat. Tentunya hal tersebut
merupakan hal menarik yang mampu dijadikan roda penggerakan ekonomi
masyarakat. Baik dari sisi mengurangi pengangguran maupun meningkatkan
pendapatan masyarakat.
Menurut Sinaga (2010), koperasi memiliki sistem sosio ekonomi
dengan ciri-ciri seperti cooperatives group, self help, cooperative
enterprise, serta member promotion. Disamping itu, koperasi juga memiliki
asas dari rakyat untuk rakyat oleh rakyat. Maka jika diterapkan dalam
lingkungan pondok pesantren yang penuh dengan kebersamaan, tolongmenolong dan kekeluargaan dirasa akan mudah diterima oleh semua pihak.
Satu diantara banyak fungsi dari kopontren adalah sebagai lembaga
simpan pinjam berskala mikro yang dapat diakses oleh keluarga besar
pondok

pesantren,

para

santri

dan

masyarakat

sekitar.

Dalam

implementasinya, lembaga simpan pinjam ini beroperasi sesuai dengan
syariah-syariah Islam. Oleh sebab itu, lembaga ini disebut dengan Lembaga

11

Keuangan Mikro Syariah (LKMS). LKMS ini harus memiliki izin dari
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga yang mengawasi seluruh
lembaga keuangan di Indonesia. Sehingga akan menjadi lembaga yang
formal, legal dan tidak menyalahi regulasi yang ada. Di samping di bawah
pengawasan OJK, kopontren juga bekerjasama dengan Bank Indonesia
dalam penggunaan alat pembayaran e-money yang akan dijelaskan secara
khusus dalam sub bab pembahasan terakhir.
Kopontren merupakan lembaga bersama yang dimiliki oleh anggota
yang tergabung di dalamnya. Maka modal atau sumber dana kopontren
didapat dari anggota serta dari dana infaq dan shadaqoh. Dimana hasil dana
yang terkumpul digunakan untuk kepentingan bersama, bukan hanya untuk
kepentingan satu pihak saja. Yaitu kembali pada para anggotanya dan untuk
memfasilitasi sarana prasaran pondok pesantren sebagai lembaga publik.
Karena sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwasanya
kopontren didirikan oleh anggota dan untuk anggota.
Jenis unit usaha yang berada di bawah kopontren bisa berbagai jenis
sesuai dengan potensi dan kondisi di masing-masing lokasi pondok
pesantren. Unit usaha yang pada umunya berada di sekitar pondok pesantren
ialah poliklinik, apotik, foto copy, Lembaga Keuangan Mikro Syariah
(LKMS), warung makan, foto studio, wartel, loundry, percetakan, mini mart,
toko buku, kendaraan umum, warnet, air minum dan lain sebagainya.
Dengan adanya unit usaha yang telah penulis contohkan di atas, tentunya
dapat memberikan kemudahan para santri yang mondok di pesantren dalam
memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Sehingga tercipta sesuatu yang saling
menguntungkan antara pihak pondok pesantren dengan masyarakat.
b) Model Implementasi Akad Syariah dalam Operasional Kopontren
Kopontren sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS)
didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan
masyarakat, baik melaui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala
mikro kepada anggota dan masyarakat. Hal lainnya ialah melakukan
pengelolaan simpanan dan pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha.
Kopontren ini tidak semata-mata hanya ingin mencari keuntungan saja, akan

12

tetapi lebih berfokus pada kesejahteraan pondok pesantren beserta
masyarakat sekitarnya.
Di samping itu, masyarakat di sekitar pondok pesantren juga dapat
melakukan simpanan di kopontren dengan menggunakan akad wadiah dan
mudharabah. Akad wadiah digunakan bagi anggota yang ingin menyimpan
uangnya saja. Sedangkan akad mudharabah digunakan bagi anggota yang
ingin menyimpan uangnya untuk kemudian dijadikan pemebrian modal bagi
anggota yang defisit. Sehingga nantinya anggota yang surplus akan
mendapatkan keuntungan bagi hasil. Anggota juga dapat melakukan
pembiayaan atau pinjaman dana dengan menggunakan akad musyarakah
dan mudharabah. Musyarakah dilakukan oleh anggota yang membutuhkan
dana tambahan. Sedangkan mudharabah dilakukan oleh anggota yang sama
sekali tidak memiliki dana untuk usahanya.
Dana yang terkumpul di kopontren diberdayakan melalui unit-unit
usaha yang dibentuk dalam dua cluster, yaitu cluster jasa dan cluster barang.
Cluster jasa dapat dicontohkan seperti jasa foto copy, foto studio dan
loundry. Adapun cluster barang misalnya mini market, warung makan dan
toko buku. Dengan adanya pembagian cluster seperti ini, akan
mempermudah pihak kopontren dalam melakukan pembinaan serta
pendampingan para pengusaha yang notabene masih berskal kecil.
Pembiayaan maupun penyimpanan dana di kopontren didasarkan
atas asas kekeluargaan, kepercayaan dan keadilan. Sehingga semuanya
dapat merasakan kemaslahatan tanpa ada rasa takut adanya kemadaharatan.
Tentu saja hal ini bukan merupakan suatu yang tidak mungkin untuk
diwujudkan karena lingkungan di pondok pesantren pada dasarnya memang
sudah terjalin sikap saling percaya dan tolong-menolong. Di samping itu,
usaha para anggota juga bukan hanya dibantu dari sisi permodalan, tapi juga
diberikan training, pelatihan dan pendampingan. Sehingga skill para
anggota kopontren dan kualitas produknya dapat terus dikembangkan.
c) Aplikasi E-Money sebagai Media Transaksi di Unit Usaha Kopontren

13

Menurut Dias (2000), kemudahan transaksi non tunai dapat
mendorong penurunan biaya transaksi dan pada gilirannya dapat
menstimulus pertumbuhan ekonomi. Lebih lanjut Dias mengemukakan
bahwa penggunaan alat pembayaran non tunai memiliki dual effect baik itu
kepada konsumen maupun produsen sebagai pelaku kegiatan ekonomi.
Manfaat bagi konsumen, kemudahan dan kecepatan transaksi menggunakan
e-money dapat mengurangi biaya bertransaksi dan biaya berjaga-jaga,
sehingga pendapatan masyarakat meningkat dan diikuti dengan konsumsi
yang meningkat juga. Penigkatan konsumsi tersebut sebagai implikasi dari
kemudahan belanja melalui alat non tunai sehingga dapat mendorong
perputaran uang atau velocity of money.
Adapun manfaat bagi produsen, meningkatnya konsumsi masyarakat
yang diikuti dengan efisiensi biaya transaksi akan meningkatkan profit bagi
produsen dan berpotensi untuk mendorong kegiatan usaha serta ekspansi
usaha. Semakin efisien biaya transaksi yang diperoleh dari penggunaan alat
pembayaran non tunai semakin besar potensi peningkatan output. Hal ini
pada gilirannya mendorong peningkatan produksi di sektor riil yang dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi.
Penggunaan e-money di lingkungan pondok pesantren dapat
diimplementasikan melalui kopontren sebagai lembaga penampung semua
rekening anggota. Dalam hal ini kopontren bekerjasama dengan Bank
Indonesia (BI) dalam pengadaan alat atau mesin transaksinya. Jika
kopontren tidak memungkinkan berdiri sendiri, kopontren dapat melakukan
link dengan salah satu Bank Umum Syariah yang mudah untuk diakses.
Adapun teknis penggunaan e-money secara riil, anggota dapat
melakukan pengisian electronic value di kopontren dengan sejumlah
nominal rupiah tertentu.

Setelah melakukan pengisian electronic value,

maka anggota tersebut memperoleh e-money yang dapat ditukarkan dengan
barang dan atau jasa di unit usaha kopontren. Penggunaan e-money ini
diwajibkan bagi semua santri, para ustadz, keluarga pondok pesantren,
anggota kopontren serta para alumni pondok pesantren tersebut. E-money

14

ini juga dapat diterapkan dalam pembayaran gaji, uang bayaran santri dan
transaski lainnya yang berkaitan dengan pondok pesantren.
Dengan adanya elektronifikasi ini, aktivitas transaksi di lingkungan
pesantren diharapkan menjadi lebih efisien, praktis, dan aman. Selain itu,
dengan jaringan pesantren yang luas, kebiasaan penggunaan LKD dan uang
elektronik diharapkan semakin meluas di masyarakat. Adanya perluasan ini
diharapkan juga dapat dimanfaatkan oleh perbankan syariah untuk perluasan
produk perbankan syariah. Pada gilirannya, penggunaan uang elektronik ini
dapat membantu meningkatkan kemampuan ekonomi rumah tangga dan
perekonomian daerah, sekaligus mensukseskan Gerakan Nasional Non
Tunai.
D. Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan peamaparan keseluruhan tulisan ini, maka dapat
disimpulkan beberapa hal sebagaimana berikut:
1. Koperasi pondok psantren (kopontren) merupakan wadah bagi keluarga
besar pondok pesantren beserta masyarakat lingkungan sekitarnya untuk
mandiri secara ekonomi. Dengan adanya kopontren, maka akan banyak
unit usaha yang dapat dijadikan sumber utama penggerak roda
perekonomian pesantren dan masyarakat sekitar.
2. Kopontren dapat digolongkan sebagai salah satu LKMS yang dalam
operasionalnya menggunakan akad-akad syari’ah dan diawasi oleh OJK
serta BI. Hal tersebut guna berjalan sesuai dengan aturan formal, legal dan
sesuai regulasi.
3. Santri, para ustadz, anggota kopontren dan keluarga besar pondok
pesantren wajib untuk menggunakan alat pembayaran e-money untuk
bertransaksi di unit usaha kopontren. Penggunaan e-money ini akan
memberikan efek positif baik itu untuk konsumen maupun produsen,
terlebih lagi untuk perekonomian nasional.
4. Dengan adanya kapontren di seluruh pondok pesantren di Indonesia maka
dapat dikatakan sebagai upaya akselerasi ekonomi syariah secara nasional.

15

Karena tentunya operasional kopontren ini tidak akan terlepas dari prinsipprinsip dan akad ekonomi syariah.
Beberapa saran dapat kami sampaikan kepada beberapa pihak terkait:
1. Kementerian Agama sebagai induk pondok pesantren sebaiknya mampu
mendorong pondok pesantren di Indonesia untuk mendirikan kopontren
beserta menggunakan alat pembayaran e-money dilingkungannya.
2. Bank Indonesia beserta Otoritas Jasa Keuangan sebaiknya dapat
memberikan stimulus agar pondok pesantren di Indonesia mau bergabung
untuk memajukan program GNNT dan Financial Inclution.
3. Pondok pesantren sebaiknya faham akan manfaat dari terbentuknya
kopontren sebagai media kemandirian ekonomi dan e-money sebagai alat
transaski yang aman, praktis dan efesien.

Daftar Pustaka
Abdullah. 2012. Kajian Potensi Pasar dan Kebutuhan Santri Untuk Layanan
Pondok Pesantren Mahasiswa. Jurnal. Jurnal Manajemen Indonesia,
Vol.12 No 1 April 2012.

16

Abdurrahman. 2015. Pemberdayaan Pondok Pesantren Al-Idrus Terhadap
Perkembangan Ekonomi Masyarakat Desa Repaking Kexamatan
Wonosegoro Kabupaten Boyolali. Skripsi. Fakultas Adab dan Ilmu
Budaya. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Abidin, Muhammad Sofyan. 2015. Dampak Kebijakan E-Money di Indonesia
Sebagai Alat Sistem Pembayaran Baru. Universitas Negeri Surabaya.
Adiyanti, Arsita Ika. 2015. Pengaruh Pendapatan, Manfaat, Kemudahan
Penggunaan, Daya Tarik Promosi, dan Kepercayaan Terhadap Minat
Menggunakan Layanan E-Money (Studi Kasus: Mahasiswa Universitas
Brawijaya). Jurnal Imiah. Universitas Brawijaya.
Aji, Gunawan. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Koperasi
Pondok Pesantren. Jurnal. Waisongo, Volume 19, Nomor 1, Mei 2016.
Analisis Statistik Pendidikan Isalm. 2012. Analisis dan Interpreatsi Data pada
Pondok Pesantren, Madrasah Diniyah (Madin), Taman Pendidikan
Qur’an (TPQ) Tahun Pelajaran 2011-2012. Kementerian Agama RI.
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2008. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta:
Gema Insani Press.
Azizah, Siti Nur. 2014. Pengelolaan Unit Usaha Pesantren Berbasis Ekoproteksi.
Jurnal. EKBISI, Vol. IX, No. 1, Desember 2014, hal. 103 - 115
ISSN:1907-9109.
Candrawati, Ni Nyoman Anita. 2013. Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang
Kartu E-Money Sebagai Alat Pembayaran dalam Transaksi Komersial.
Universitas Udayana.
Departemen Komunikasi Bank Indonesia. 2015. Bank Indonesia Perkenalkan
Layanan Keuangan Digital (LKD) di Pesantren.
Dias, Joilson. 2000. Digital Money: Review of Literature and Simulation of
Welfare Improvement of This Technological Advance. Departement of
Economics, State University fos Maringa Brazil.
Eljunusi, Rahman. 2012. Analisis Partisipasi Komitmen dan Kemampuan
Berinovasi Serta Pengaruhnya Terhadap Kinerja Koperasi Pondok
Pesantren. Annual International Conference on Islamic Studies (AICIES)
XII.
Fasa, Muhammad Iqbal. 2014. Manajemen Unit Usaha Pesantren (Studi Kasus
Pondok Modern Darussalam Gontor 1 Ponorogo Jawa Timur). Ekonomi
Islam. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Laporan Perekonomian Indonesia. 2014. Publikasi Bank Indonesia.
Murdadi, Bambang. 2016. Menguji Kesyariahan Akad Wadiah Pada Produk Bank
Syariah. Jurnal. Maksimum, Vol.5, N0.1, September 2015-Februari 2016.

17

Mustofa. 2013. Sistem Simpanan Wadi’ah Dhomanah dan Resiko dalam Kajian
Jasa Keuangan Syariah. Jurnal. Jurnal Lisan Al-hal, Vol. 5, No. 2,
Desember 2013.
Nadzir, Mohammad. 2015. Membangun Pemberdayaan Ekonomi di Pesantren.
Jurnal. Economica, Volume VI/Edisi 1/Mei 2015.
Nugraheni, Destri Budi. 2010. “Kesetaraan dalam Akad Pembiayaan Musyarakah
pada Bank Syari’ah di Yogyakarta”. Jurnal. Mimbar Hukum, Vol. 22, No.
1, 1-200.
Pramono, Bambang dkk. 2006. Dampak Pembayaran Non Tunai terhadap
Perekonon dan Kebijakan Moneter. Working Paper Nomor 11. Bank
Indonesia.
Ramdani, Laila. 2016. Pengaruh Penggunaan Kartu Debit dan Uang Elektronik
(E-Money) Terhadap Pengeluaran Konsumsi Mahasiswa. JESP-Vol. 8, No
1 Maret 2016 ISSN (P) 2086-1575 E-ISSN 2502-7115.
Rasyid, Hamdan. 2015. Peran Pesantren dalam Pengembangan Ekonomi Islam.
Sinaga, Pariaman. 2010. Kajian Model Pengelolaan Agroekoturisme Oleh
Koperasi. Jurnal Volume 5, Agustus 2010: 205-235.
Utomo, Samuel Aditya. 2016. Sistem E-Money Berbasis Contactless Smartcard
dengan Teknologi RFID. Jurnal. Techné Jurnal Ilmiah Elektroteknika Vol.
15 No. 1 April 2016 Hal 67 – 75.

18

Lampiran 1
Model Pengembangan Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren)

BI dan OJK

Dana
Infaq/shadaqa
h

Pesantren

Hasil

Kopontren

Modal

Anggota

Penyertaan
modal anggota

Unit Usaha

Air minum

Poliklinik

Warung
makan

Foto copy

Apotik

LKM

Wartel

Foto Studio

Mini mart

Loundry

Percetakan

Kendaraan
umum

Toko buku

Warnet

Sumber: Ilustrasi Penulis

19

Lampiran 2
Model Implementasi Akad Syariah

Mudharaba
h/wadi’ah

OJK

Kopontren

Musyarak
ah

Mudharaba
h

Cluster Unit Usaha Kopontren

Berdasarka
n:
kepercayaa
n,
kekeluargaa
n dan
keadilan

Cluster Jasa

Cluster
Barang

Mini
Market

Foto
copy

Warung
makan

Loundr
y
Foto
Studio

Sumber: Ilustrasi Penulis

Training,
Pelatihan
dan
Pendamping
an

Toko
buku

20

Lampiran 3
Model Implementasi E-Money sebagai Alat Pembayaran di Kopontren

Unit
Usaha
1

Unit
Usaha
8
Unit
Usaha
7

Unit
Usaha
2

Unit
Usaha
3

Kopontren

Unit
Usaha
6

Unit
Usaha
4

Unit
Usaha
5

5.Transfer antar rekening

2.Transfer antar rekening

Rekening
penampungan
di Kopontren

Rekening
unit usaha

Rekening A

2. Kopontren memberikan
e-money

4. Penyeteron electronic value

1. Instruksi pembelian
electronic vlue

3. Pemberian barang/jasa
A
(Payer)

Unit Usaha
(payee)
3. Electronic value

Sumber: Ilustrasi Penulis

21