Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Tekanan Darah pada Pekerja Bengkel PT. Capella Medan Daihatsu Amplas Medan Tahun 2015

(1)

2.1 Kebisingan

2.1.1 Pengertian Kebisingan

Bising pada umumnya didefinisikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki (WHO, 1995).

Bising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak dikehendaki ataupun yang merusak kesehatan, saat ini kebisingan merupakan salah satu penyebab “penyakit

lingkungan” yang penting (Slamet, 2006).

Suara dikatakan bising bila suara-suara tersebut menimbulkan gangguan terhadap lingkungan seperti gangguan percakapan, gangguan tidur dan lain-lain (Suma’mur, 2009).

Banyak pendapat yang mengemukakan tentang definisi kebisingan seperti yang tertulis dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja danTransmigrasi Nomor PER.13/MEN/X/2011: Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran.

Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengaran dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan dari getaran dari sumber bunyi atau suara dari gelombang.


(2)

2.1.2 Sumber Kebisingan

Menurut Anies (2014)di tempat kerja, sangat potensial untuk menciptakan serta menambah keparahan tingkat kebisingan, misalnya:

1. Mengopersikan mesin-mesin yang menimbulkan suara “rebut” karena kondisi mesin yang sudah tua dan tidak terawat dengan baik.

2. Sistem perawatan dan perbaikan mesin-mesin produksi yang sekadarnya, asal dapat berjalan

3. Sering mengoperasikan mesin-mesin kerja pada kapasitas cukup tinggi dalam periode operasi cukup panjang

4. Melakukan modifikasi atau komponen-komponen mesin secara parsial, termasuk menggunakan komponen mesin tiruan.

5. Pemasangan dan pelekatan komponen-komponen mesin secara tidak tepat, terutama pada bagian penghubung antara modul mesin (bad connection). 6. Penggunaan alat-alat yang kurang sesuai dengan fungsinya, misalnya

penggunaan palu (hammer) atau alat pemukul sebagai alat pembengkok benda-benda metal atau alat bantu pembuka baut.

2.1.3 Jenis-Jenis Kebisingan

Menurut Suma’mur (2009) berdasarkan sifat dan spektrum bunyi frekuensi bunyi, bising dibagi atas:

1) Kebisingan menetap berkelanjutan tanpa putus-putus dengan spektrum frekuensi yang lebar (steady state, wide bind noise), misalnya bising mesin, kipas angin, dapur pijar, dan lain-lain.


(3)

2) Kebisingan menetap berkelanjutan dengan spektrum frekuensi tipis (steady state dan narrow band noise), misalnya bising gergaji sirkuler, katup gas dan lain-lain.

3) Kebisingan terputus-putus (intermitten noise), misalnya bising lalu lintas suara kapal terbang di bandara.

4) Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise), seperti bising pukulan palu, tembakan bedil atau meriam dan ledakan.

5) Kebisingan impulsif berulang, misalnya bising mesin tempa di perusahaan atau tempaan tiang pancang bangunan.

Menurut Tambunan (2005) klasifikasi kebisingan ditempat kerja dibagi dalam dua jenis golongan besar yaitu:

1) Kebisingan tetap (steady noise) yang terbagi menjadi dua yaitu:

a) Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise), berupa

“nada-nada” murni pada frekuensi yang beragam.

b) Broad band noise, kebisingan yang terjadi pada frekuensi terputus yang

lebih bervariasi (bukan “nada” murni)

2) Kebisingan tidak tetap (unsteady noise), yang terbagi menjadi tiga yaitu: a) Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise), kebisingan yang selalu

berubah-ubah selama rentang waktu tertentu

b) Intermittent noise, kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah, contoh kebisingan lalu lintas.

c) Impulsive noise, dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi

(memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya ledakan senjata api.


(4)

2.1.4 Tingkatan Kebisingan

Terdapat dua karakteristik utama yang menentukan kualitas suatu bunyi atau suara, yaitu suatu frekuensi atau intensitasnya.Frekuensiu yang dinyatakan dalam jumlah getaran perdetik dengan satuan Herz (Hz), yaitu jumlah gelombang bunyi yang sampai ditelinga setiap detiknya.Sesuatu benda yang bergetar menghasilkan bunyi atau suara dengan frekuensi tertentu yang merupakan ciri khas dari benda tersebut.Biasanya suatu kebisingan terdiri atas campuran sejumlah gelombang sederhana dari aneka frekuensi.Nada suatu kebisingan

ditentukan oleh frekuensi getaran sumber bunyi (Suma’mur 2009).

Intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu satuan logaritmis yang disebut desibel (db) dengan memperbandingkannya denngan kekuatan standar 0.0002 dine (dyne)/cm2 yaitu kekuatan bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang tepat didengar oleh telinga normal (Suma’mur 2009).

Ada kisaran sensitivitas, telinga dapat mentoleransi bunyi-bunyi yang lebih keras pada frekuensi yang lebih rendah disbanding pada frekuensi tinggi. Kisaran kurva-kurva pita oktaf dikenal sebagai kurva tingkatan kebisingan (NR= noise rating) pernah dibuat untuk menyatakan analisis pita oktaf yang dianjurkan pada berbagai situasi. Kurva bising yang diukur yang terletak dekat di atas pita analisis menyatakan NR kebisingan tersebut (Harrington dan Gill, 2005).


(5)

2.1.5 Pengukuran Kebisingan

Menurut Suma’mur (2009) maksud pengukuran kebisingan adalah:

a) Memperoleh data tentang frekuensi dan intensitas kebisingan di perusahaan atau di mana saja.

b) Menggunakan data hasil pengukuran kebisingan untuk mengurangi intensitas kebisingan tersebut, sehingga tidak menimbulkan gangguan dalam rangka upaya konversi pendengaran tenaga kerja , atau perlindungan masyarakat dari gangguan kebisingan atas ketenangan dalam kehidupan masyarakat atau tujuan lainnya.

Alat utama dalam pengukuran kebisingan adalah Sound Level Meter. Alat ini mengukur kebisingan pada intensitas 30-130 dB dan dari frekuensi 20- 20.000Hz. Suatu system kalibrasi terdapat dalam alat itu sendiri, kecuali untuk kalibrasi mikrofon diperlukan pengecekan dengan kalibrasi tersendiri. Sebagai alat kalibrasi dapat dipakai pengeras suara yang kekuatan suaranya dapat diatur oleh amplifier atau suatu piston phone dibuat untuk maksud kalibrasi tersebut, yang bergantung dari tekanan udara sehingga perlu koreksi berdasarkan atas perbedaan tekanan barometer.Kalibator dengan intensitas tinggi (125 dB) lebih disukai, oleh karena alat pengukur intensitas kebisingan demikian mungkin dipakai untuk mengukur kebisingan yang intensitrasnya tinggi (Suma’mur 2009).

Sebagaimana telah dinyatakan untuk mengukur intensitas dan menentukan frekuensi kebisingan diperlukan peralatan khusus yang berbeda bagi jenis kebisingan dimaksud. Tujuan dari pengukuran kebisingan hanya untuk mengendalikan kebisingan, seperti misalnya untuk melakukan isolasi mesin atau


(6)

pemasangan perlengkapan dinding yang mengabsorbsi suara atau pemilihan alat pelindung telinga, pengukuran tidak perlu selengkap sebagaimana dimaksudkan dalam rangka lokalisasi secara tepat sumber kebisingan pada suatu mesin dengan tujuan memodifikasi mesin tersebut, melalui pembuatan desain yang dipakai dasar kontruksi bentuk mesin dengan tingkat kebisingan yang kurang intensitasnya dan

frekuensi yang ditentukan (Suma’mur 2009).

Faktor lainnya yang menentukan pemilihan alat pengukur kebisingan adalah tersedianya tenaga pelaksana untuk melakukan pengukuran terhadap kebisingan dan juga waktu yang dialokasikan untuk hal tersebut.Sebagaimana sering dialami kenyataan bahwa lebih disenangi pengumpulan data tentang kebisingan secara merekamnya (recording) yang kemudian data rekamam dibawa

ke laboratorium untuk dilakukan analisis (Suma’mur 2009).

Survei pendahuluan masalah kebisingan menetap berkelanjutan, biasanya diukur intensitas menyeluruh yang dinyatakan dengan dB (A), pengukuran intensitas menyeluruh demikian menggunakan jaringan A dari Sound Level Meter. Menggunakan jaringan tersebut berarti bahwa kepekaan alat pengukur kebisingan sesuai dengan garis kepekaan sama yaitu 40 dB, sehingga tidak memberi reaksi kepada intensitas kebisingan rendah, melainkan memungkinkan diukurnya

intensitas kebisingan tinggi berbahaya kepada alat pendengaran (Suma’mur 2009).

2.1.6 Nilai Ambang Batas (NAB) intensitas kebisingan

Nilai ambang batas kebisingan adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima oleh manusia tanpa mengakibatkan


(7)

hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu yang cukup lama/terus-menerus, selanjutnya ditulis NAB.

Standar kebisingan berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER. 13/MEN/2011 adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Nilai Ambang Batas Kebisingan di Tempat Kerja

Intensitas Pemajanan max (dBA) Waktu Pemajanan per Hari 85 88 91 94 97 100 103 106 109 112 115 118 121 124 127 130 133 136 139 8 jam 4 jam 2 jam 1 jam 30 menit 15 menit 7,5 menit 3,75 menit 1,88 menit 1,44 menit 28,12 detik 14,06 detik 7,03 detik 3,52 detik 1,76 detik 0,88 detik 0,44 detik 0,22 detik 0,11 detik

140 -

Sumber: Permenakertrans No. PER. 13/MEN/2011 2.1.7 Pengaruh Kebisingan

Menurut Tarwaka, dkk (2004) pengaruh pemaparan kebisingan secara umum dapat di kategorikan menjadi dua yang didasarkan pada tinggi rendahnya intensitas kebisingan dan lamanya waktu pemaparan. Pertama, pengaruh pemaparan kebisingan intensitas tinggi (di atas NAB) dan kedua, adalah pengaruh pemaparan kebisingan intensitas rendah (di bawah NAB).


(8)

1) Pengaruh Kebisingan Intensitas Tinggi

a) Pengaruh pemaparan kebisingan intensitas tinggi (di atas NAB) adalah terjadinya kerusakan pada indera pendengaran yang dapat menyebabkan penurunan daya dengar baik yang bersifat sementara maupun bersifat permanen, biasanya didahului dengan pendengarana yang bersifat sementara yang dapat menganggu kehidupan yang bersangkutan baik di tempat kerja maupun dilingkungna keluarga dan lingkungan sosialnya. b) Pengaruh kebisingan akan sangat terasa apabila jenis kebisingannya

terputus-putus dan sumbernya tidak diketahui.

c) Secara fisiologis, kebisingan dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti, meningkatnya tekanan darah dan denyut jantung, risiko serangan jantung meningkat gangguan pencernaan.

d) Reaksi masyarakat, apabila kebisingan akibat suatu proses produksi demikian hebatnya sehingga masyarakat sekitarnya protes menuntut agar kegiatan tersebut dihentikan dll.

2) Pengaruh kebisingan intensitas rendah

Tingkat intensitas kebisingan rendah atau di bawah NAB banyak ditemukan dilingkungan kerja seperti perkantoran, ruang administrasi perusahaan dll.Intensitas kebisingan yang masih di bawah NAB tersebut secara fisiologis tidak menyebabkan kerusakan pendengaran.Namun demikian, kehadirannya sering dapat menyebablkan penurunan penurunan performansi kerja, sebagai salah satu penyebab stres dan gangguan kesehatan lainnya.Stres yang disebabkan karena yang pemaparan kebisingan dapat menyebabkan terjadinya kelelahan dini, kegelisahan dan depresi.


(9)

Secara spesifik stress karena kebisingan tersebut dapat menyebabkan antara lain:

a) Stress menuju keadaan cepat marah, sakit kepala dan gangguan tidur b) Gangguan reaksi psikomotor

c) Kehilangan konsentrasi

d) Gangguan komunikasi antara lawan bicara

e) Penurunan performansi kerja yang kesemuanya itu akan bermuara pada kehilangan efisiensi dan produktivitas.

Pengaruh kebisingan pada tenaga kerja adalah adanya gangguan-gangguan seperti dibawah ini (Depnakertrans R.I, 2009):

1. Gangguan fisiologis

Gangguan fisiologis adalah gangguan yang mula-mula timbul akibat bising. Dengan kata lain fungsi pendengaran secara fisiologis dapat terganggu. Pembicaraan atau instruksi dalam pekerjaan tidak dapat di dengar secara jelas sehingga dapat menimbulkan kecelakaan kerja.Pembicara terpaksa berteriak-teriak, selain memerlukan tenaga ekstra juga menimbulkan kebisingan. Kebisingan juga dapat menggangu cardiac out put dan tekanan darah. Contoh gangguan fisiologis: naiknya tekanan darah, nadi menjadi cepat, emosi meningkat, vasokonstriksi pembuluh darah (semutan), otot menjadi tegang dan metabolisme tubuh meningkat. Menurut Benny dan Adhi dalam Sarwono, dkk (2002) semua hal ini sebenarnya merupakan mekanisme daya tahan tubuh manusia terhadap keadaan bahaya secara spontan.


(10)

2. Gangguan psikologis

Gangguan fisiologis lama-lama bisa menimbulkan gangguan psikologis.Suara yang tidak dikehendaki dapat menimbulkan stress, gangguan jiwa sulit konsentrasi, dan berfikir dan lain-lain. Menurut Budiono, dkk (2003) pengaruh kebisingan terhadap tenaga kerja adalah mengurangi kenyamanan dalam bekerja, menggangu komunikasi, mengganggu konsentrasi, dan menurut Benny dan Adhi dalam Sarwono, dkk (2002) kebisingan dapat mengganggu pekerjaan dan menyebabkan timbulnya kesalahan karena tingkat kebisingan yang kecil pun dapat mengganggu konsentrasi sehingga muncul sejumlah keluhan yang berupa perasaan lamban dan keengganan untuk melakukan aktivitas. Kebisingan mengganggu perhatian tenaga kerja yang melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap suatu proses produksi atau hasil serta dapat membuat kesalahan-kesalahan akibat terganggunya konsentrasi. Kebisingan yang tidak terkendali dengan baik juga dapat menimbulkan efek lain yang salah satunya berupa

meningkatnya kelelahan tenaga kerja (Suma’mur, 2009).

3. Gangguan patologis organis

Gangguan kebisingan yang paling menonjol adalah pengaruhnya terhadap alat pendengaran atau telinga, yang dapat menimbulkan ketulian yang bersifat sementara hingga permanen. Menurut Budiono, dkk (2003) kebisingan dapat menurunkan daya dengar dan tuli akibat kebisingan. Pengaruh utama dari kebisingan kepada kesehatan adalah kerusakan pada indera-indera pendengaran yang menyebabkan ketulian progresif.Pemulihan terjadi secara cepat sesudah

dihentikan kerja di tempat bising untuk kebisingan sementara (Suma’mur,


(11)

merusak pendengaran dan dapat pula menimbulkan kesehatan (tingkat kebisingan 80 s/d 90 dB (A) atau lebih dapat membahayakan pendengaran).Seseorang yang dapat kebisingan secara terus-menerus dapat menyebabkan dirinya menderita ketulian. Menurut Benny dan Adhi dalam Sarwono, dkk (2002) ketulian akibat kebisingan yang ditimbulkan akibat pemaparan terus-menerus dibagi menjadi dua yaitu:

a) Temporari deafness, yaitu kehilangan pendegaran sementara.

b) Permanent deafness, yaitu kehilangan pendengaran secara permanen atau disebut ketulian saraf. Pada pekerja permanent deafness harus dapat dikompensasi oleh jamsostek atau rekomendasi dari dokterpemeriksa kesehatan.

Menurut Tambunan (2005) secara umum tingkat bahaya yang di timbulkan oleh kebisingan bagi pekerja di pengaruhi oleh beberapa hal, seperti:

1. Intensitas dan frekuensi kebisingan

2. Jenis kebisingan (steady atau non steady noise) 3. Waktu kontak harian dan tahunan (exposure duration) 4. Umur pekerja

5. Penyakit-penyakit atau ketidaksempurnaan pendengaran pada pekerja (yang bukan disebabkan oleh kebisingan)

6. Kondisi lingkungan seperti angin, suhu, kelembaban udara dimana bahaya kebisingan tersebut berada.

7. Jarak antara pekerja tersebut dengan sumber kebisingan 8. Posisi telinga terhadap gelombang suara (kebisingan)


(12)

2.1.8 Rencana dan langkah pengendalian kebisingan

Menurut Tarwaka, dkk (2004) sebelum dilakukan langkah pengendalian, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat rencana pengendalian yang didasarkan pada hasil penilaian kebisingan dan dampak yang ditimbulkan. Rencana pengendalian dapat dilakukan dengan pendekatan melalui perspektif manajemen risiko kebisingan.Manajemen risiko yang dimaksud adalah suatu pendekatan yang logik dan sistemik untuk mengendalikan risiko yang mungkin timbul. Langkah manajemen risiko kebisingan tersebut adalah:

a) Mengidentifikasi sumber-sumber kebisingan yang ada ditempat kerja yang berpotensi menimbulkan penyakit atau cidera akibat kerja.

b) Menilai risiko kebisingan yang berakibat serius terhadap penyakit dan cidera akibat kerja

c) Mengambil langkah langkah yang sesuai untuk mengendalikan atau meminimalisasi risiko kebisingan.

Setelah rencana dibuat dengan seksama, langkah selanjutnya adalah melaksanakan langkah pengendalian kebisingan dengan dua arah pendekatan yaitu pendekatan jangka pendek (short- term gain) dan pendekatan jangka panjang (long-term gain) dari hirarki pengendalian.Pada pengendalian kebisingan dengan orientasi jangka panjang, teknik pengendaliannya secara berurutan adalah eliminasi sumber kebisingan, pengendalian secara teknik pengendalian secara berurutan adalah eliminasi sumber kebisingan, pengendalian secara teknik, pengendalian secara administrative dan terakhir penggunaan penggunaan alat pelindung diri. Orientasi jangka pendek adalah sebaliknya secara berurutan.


(13)

a) Eliminasi sumber kebisingan

1. Pada teknik eliminasi ini dapat dilakukan dengn penggunaan tempat kerja atau pabrik baru sehingga biaya pengendalian dapat diminimalkan.

2. Pada tahap tender mesin-mesin yang akan dipakai, harus mensyaratkan maksimum intensitas kebisingan yang dikeluarkan dari mesin baru.

3. Pada tahap pembuatan pabrik dan pemasangan mesin, konstuksi bangunan harus dapat meredam kebisingan serendah mungkin dll.

b) Pengendalian kebisingan secara teknik

1. Pengendalian kebisingan pada sumber suara. Penurunan kebisingan pada sumber suara dapat dilakuakan dengan menutup mesin atau mengisolasi mesin sehingga terpisah dengan pekerja. Teknik ini dapat dilakukan dengan mendesain mesin memakai remote control. Selain itu dapat dilakukan redesain landasan mesin dengan bahan anti getaran. Namun, demikian teknik ini memerlukan biaya yang sangat besar sehingga dalam prakteknya sulit diimplementasikan.

2. Pengendalian kebisingan pada bagian transmisi kebisingan.

Apabila teknik pengendalian pada sumber suara sulit dilakukan, maka teknik berikutnya adalah dengan memberi pembatas atau sekat antara mesin dan pekerja. Cara lain adalah dengan menambah atau melapisi dinding, plafon dan lantai dengan bahan penyerap suara. Menurut Sanders dan McCormik dalam Tarwaka, dkk (2004) cara tersebut dapat mengurangi kebisingan antara 3-7 dB.


(14)

3. Pengendalian kebisingan secara administratif

Apabila teknik pengendalian secara teknik belum memungkinkan untuk dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah merencanakan teknik pengendalian secara administratif.Teknik pengendalian ini lebih difokuskan pada manajemen pemaparan.Langkah yang dapat ditempuh adalah dengan mengatur rotasi kerja antara tempat yang bising dengan tempat yang lebih nyaman yang didasarkan pada intensitas kebisingan yang diterima.

4. Pengendalian kebisingan pada penerima atau pekerja

Teknik ini merupakan langkah terakhir apabila seluruh teknik pengendalian diatas (eliminasi, pengendalian teknik, dan administratif) belum memungkinkan untuk dilaksanakan.Jenis pengendalian ini dapat dilakukan dengan pemakaian alat pelindung telinga (tutup atau sumbat telinga). Menurut Pulat dalam Tarwaka, dkk (2004) pemakaian sumbat telinga dapat mengurangi kebisingan sebesar ± 30 dB, sedangkan tutup telinga dapat mengurangi kebisingan sedikit lebih besar yaitu 40-50 dB. Pengendalian kebisingan pada penerima ini telah banyak ditemukan di perusahaan-perusahaan, karena secara sekilas biayanya relative lebih murah.Namun demikian banyak ditemukan kendala dalam pemakaian tutup atau sumbat telinga seperti, tingkat kedisiplinan pekerja, mengurangi kenyamanan kerja, mengganggu pembicaraan dan lain-lain. Berikut adalah alat pelindung telinga menurut Tarwaka (2004):


(15)

a. Sumbat telinga (Ear plug)

Ukuran dan bentuk saluran telinga tiap-tiap individu dan bahkan untuk kedua telinga dari orang yang sama adalah berbeda. Untuk itu ear plugharus dipilih sedemikian rupa sehingga sesuai dengan ukuran dan bentuk saluran telinga pemakainya. Pada umumnya diameter saluran telinga antara 5-11 mm dan liang telinga pada umumnya berbentuk lonjong dan tidak lurus. Ear plug dapat terbuat dari kapas, plastic dan karet, spon dan malam (wax) hanya dapat digunakan untuk sekali pakai (Disposable). Sedangkan yang terbuat dari bahan karet dan plastic yang dicetak (Molded rubber/plastic) dapat digunakan berulang kali (Non Disposable).Alat ini dapat mengurangi suara sampai 20 dB (A).

b. Tutup telinga (Ear muff)

Alat pelindung telinga jenis ini terdiri dari 2 (dua) buah tutup telinga dan sebuah headband. Isi dari tutup telinga dapat berupa cairan atau busa yang berfungsi untuk menyerap suara frekuensi tinggi.Pada pemakaian yang cukup lama, efektivitas ear muff dapat menurunkan karena bantalannya menjadi mengeras dan mengerut sebagai akibat reaksi dari bantalan dengan minyak dan keringat pada permukaan kulit.Alat ini dapat mengurangi intensitas suara sampai 30 dB (A) dan juga dapat melindungi bagian luar telinga luar dari benturan benda keras atau percikan bahan kimia.


(16)

Menurut Tarwaka (2004) perlu di perhatikan beberapa criteria di dalam pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri sebagai berikut:

1) Alat pelindung diri harus mampu memberikan perlindungan efektif kepada pekerja atas potensi bahaya yang dihadapi di tempat kerja. 2) Alat pelindung diri mempunyai berat yang seringan mungkin, nyaman

dipakai dan tidak merupakan beban tambahan bagi pemakainya. 3) Bentuknya cukup menarik, sehingga pekerja tidak malu memakainya 4) Tidak menimbulkan gangguan kepada pemakainya, baik karena jenis

bahayanya maupun kenyamanan dalam pemakaian. 5) Mudah untuk dipakai dan di lepas kembali

6) Tidak mengaanggu penglihatan, pendengaran dan pernafasan serta gangguan kesehatan lainnya pada waktu dipakai dalam waktu yang cukup lama.

7) Tidak mengurangi persepsi sensori dalam menerima tanda-tanda peringatan.

8) Suku cadang alat pelindung diri yang bersangkutan cukup tersedia dipasaran.

9) Mudah disimpan dan dipelihara pada saat tidak digunakan.

10)Alat pelindung diri yang dipilih harus sesuai standar yang ditetapkan. Disamping pemenuhan terhadap kriteria-kriteria tersebut, pekerja juga harus terus-menerus diberikan penyadaran, diberikan instruksi baik secara tertulis maupun lisan tentang kapan dan dalam keadaan bagaimana alat pelindung diri wajib dipakai.Penyadaran melalui tulisan atau gambar dan poster tentang


(17)

kewaiban memakai alat pelindung diri yang dipasang di tempat-tempat kerja juga sangat baik untuk mengingatkan pekerja (Tarwaka, 2004).

2.2 Tekanan Darah

2.2.1 Pengertian tekanan darah

Tekanan darah adalah menunjukkan keadaan dimana tekanan yang dikenakan oleh darah pada pembuluh darah arteri ketika darah dipompa oleh jantung keseluruh anggota tubuh, dengan kata lain tekanan darah juga berarti kekuatan yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas dinding pembuluh (Guyton dan Hall, 2008).

Menurut Singgih dalam Mustar (2011) hingga saat sekarang alat ukur yang masih akurat digunakan untuk mengukur tekanan darah secara tidak langsung ialah sphygmomanometer air raksa. Kadang-kadang dijumpai sphygmomanometer dengan pipa air raksa yang letaknya miring terhadap bidang horizontal (permukaan air) dengan maksud untuk memudahkan pembacaan hasil pengukuran oleh pemeriksa. Satuan tekanan darah standar, tekanan darah hamper selalu dinyatakan dalam millimeter air raksa (mmHg) karena manometer air raksa telah dipakai sebagai rujukan bakuuntuk pengukuran tekanan darah.

Tekanan darah sistolik adalah tekanan yang diturunkan sampai suatu titik dimana denyut dapat dirasakan.Sedangkan tekanan diastolik adalah tekanan di atas arteri brakialis perlahan-lahan dikurangi sampai bunyi jantung atau denyut arteri dengan jelas dapat didengar dan titik dimana bunyi mulai menghilang.Perbedaan tekanan antara systole dan diastole disebut tekanan antara systole dan diastole disebut tekanan nadi dan normalnya adalah 30-50 mmHg.


(18)

Aksi pemompaan jantung memberikan tekanan yang mendorong darah melewati pembuluh-pembuluh.Darah mengalir melalui system pembuluh tertutup karena ada perbedaan tekanan atau gradient tekanan antara ventrikel kiri dan atrium kanan.

a. Tekanan ventrikuler kiri berubah dari setinggi 120 mmHg saat sistole sampai serendah 0 mmHg saat diastole.

b. Tekanan aorta berubah dari setinggi 120 mmHg saat sisitole sampai serendah 80 mmHg saat diastole. Tekanan diastolic tetap dipertahankan dalam arteri karena efek lontar balik dari dinding elastic aorta. Rata-rata tekanan aorta adalah 100 mmHg.

Perubahan tekanan sirkulasi sistemik. Darah mengalir dari aorta (dengan tekanan 100 mmHg) menuju arteri (dengan perubahan tekanan dari 100 ke 40 mmHg) ke arteriol (dengan tekanan 25 mmHg di ujung arteri sampai 10 mmHg di ujung vena) masuk ke vena (dengan perubahan tekanan dari 10 mmHg ke 5 mmHg) menuju vena cava superior dan inferior (dengan tekanan 2 mmHg) dan sampai ke atrium kanan (dengan tekanan 0 mmHg).


(19)

2.2.2 Penggolongan tekanan darah A. Tekanan darah normal

Seorang dikatakan mempunyai tekanan darah normal bila tekanan darah untuk sistolik <140 mmHg dan diastolik <90 mmHg (Guyton dan Hall, 2008). Nilai tekanan darah normal:

a) Pada usia 15-29 tahun: sistolik 90-120 mmHg, diastolic 60-80 mmHg. b) Pada usia 30-49 tahun: sistolik 110-140 mmHg, diastolic 70-90 mmHg c) Pada usia >50 tahun : sistolik 120-150 mmHg, diastolik 70-90 mmHg.

Tabel 3. Standar Tekanan Darah Normal

No. Usia Diastol Sistol

1

Pada masa bayi 50 70-90

2

Pada masa anak 60 80-100

3

Masa remaja 60 90-110

4

Masa muda 60-70 110-125

5

Lebih tua 80-90 130-150

B. Tekanan darah rendah

Seorang dikatakan tekanan darah rendah apabila tekanan darah untuk sistolik<100 mmHg dan diastolik <60 mmHg.

C. Tekanan darah tinggi

Seorang dikatakan punya tekanan darah tinggi apabila untuk tekanan darah sistolik >140 mmHg dan diastolik >90 mmHg.


(20)

Berikut adalah tabel untuk kategori tekanan darah. Tabel 4. Kategori Tekanan Darah

Tekanan Darah Tekanan Darah Sistolik (mmHg)

Tekanan Darah Diastolik (mmHg)

Normal Di bawah 120 Di bawah 80

Pre-hipertensi 120-139 80-89

Darah tinggi atau hipertensi (stadium 1)

140-159 90-99

Darah tinggi atau hipertensi (stadium 2 atau bahaya)

Di atas 160 Di atas 100

Sumber: Joint National Comitte-VII, 2004.

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah yaitu: a. Usia

Perbedaan usia mempengaruhi tekanan darah. Tekanan darah rata-rata ornag dewasa 30- 45 tahun systolic 110-140 mmHg dan diastolic 60-90 mmHg (Kozier, 1987). Tekanan darah sistolik meningkat sesuai dengan peningkatan usia, akan tetapi tekanan darah diastolic meningkat seiring tekanan darah sistolik sampai sekitar usia 55 tahun yang kemudian menurun oleh karena terjadinya proses kekakuan arteri akibat arteriosclerosis.

b. Olahraga

Meningkatnya curah jantung karena olahraga atau aktivitas akan mengakibatkan tekanan darah naik pada menit-menit awal, selanjutnya


(21)

system regulasi tubuh akan berusaha untuk mengkompensasi kenaikan ini, sehingga tekanan darah akan cenderung tetap atau justru turun.

c. Lama paparan

Pada orang yang masa waktu jam bekerja setiap harinya memiliki denyut nadi yang berbeda. Ini dipengaruhi oleh tingkat kelelahan dalam bekerja. Semakin lama orang bekerja maka semakin tinggi tingkat kelelahan yang dimilikinya dibandingkan dengan orang yang bekerja dibawah dari jam kerja orang lain.

2.3 Hubungan kebisingan dengan tekanan darah

Pengaruh kebisingan terhadap tekanan darah terlihat jelas dari respon-respon fisiologis yang nampak terhadap pekerja. Kebisingan tidak hanya dapat menyebabkan gangguan pendengaran tetapi juga dapat menimbulkan gangguan terhadap mental emosional serta system jantung dan peredaran darah. Gangguan mental emosional yaitu berupa terganggunya kenyamanan kerja, mudah tersinggung, mudah marah.Melalui mekanisme hormonal yaitu dihasilkan hormon adrenalin sehingga dapat meningkatkan frekuensi detak jantung dan peningkatan tekanan darah. Hal tersebut termasuk gangguan kardiovaskuler (Sasongko, 2000). Candra, (2007) juga menyebutkana bahwa kebisingan dapat mempengaruhi kesehatan terhadap fungsi tubuh yang menyebabkan peningkatan tekanan darah dan berupa peningkatan sensitivitas tubuh seperti peningkatan system kardiovaskular dalam bentuk kenaikan tekanan darah dan peningkatan denyut jantung.


(22)

2.4 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu hubungan anrtara konsep atau variable yang akan diamati dan diukur melalui penelitian yang dilakukan. Kerangka konsep dalm penelitian ini dapat digambarkan (gambar 1).

Gambar 1. Kerangka Konsep

Keterangan:

Berdasarkan kerangka konsep diatas variabel yang diukur adalah variabel bebas yaitu intensitas kebisingan dengan variabel terikat yaitu tekanan darah. Dimana variabel confounding yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah (usia, olahraga, dan lama paparan) diabaikan dalam penelitian yang akan dilakukan.

Variabel Bebas Intensitas Kebisingan

Variabel Confounding Usia

Olahraga Lama paparan

Variabel Terikat Tekanan


(23)

2.5 Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah: Ada hubungan intensitas kebisingan dengan tekanan darah pada pekerja bengkel, PT. Capella Medan Daihatsu, Amplas, Medan, Tahun 2015.


(1)

Aksi pemompaan jantung memberikan tekanan yang mendorong darah melewati pembuluh-pembuluh.Darah mengalir melalui system pembuluh tertutup karena ada perbedaan tekanan atau gradient tekanan antara ventrikel kiri dan atrium kanan.

a. Tekanan ventrikuler kiri berubah dari setinggi 120 mmHg saat sistole sampai serendah 0 mmHg saat diastole.

b. Tekanan aorta berubah dari setinggi 120 mmHg saat sisitole sampai serendah 80 mmHg saat diastole. Tekanan diastolic tetap dipertahankan dalam arteri karena efek lontar balik dari dinding elastic aorta. Rata-rata tekanan aorta adalah 100 mmHg.

Perubahan tekanan sirkulasi sistemik. Darah mengalir dari aorta (dengan tekanan 100 mmHg) menuju arteri (dengan perubahan tekanan dari 100 ke 40 mmHg) ke arteriol (dengan tekanan 25 mmHg di ujung arteri sampai 10 mmHg di ujung vena) masuk ke vena (dengan perubahan tekanan dari 10 mmHg ke 5 mmHg) menuju vena cava superior dan inferior (dengan tekanan 2 mmHg) dan sampai ke atrium kanan (dengan tekanan 0 mmHg).


(2)

2.2.2 Penggolongan tekanan darah A. Tekanan darah normal

Seorang dikatakan mempunyai tekanan darah normal bila tekanan darah untuk sistolik <140 mmHg dan diastolik <90 mmHg (Guyton dan Hall, 2008). Nilai tekanan darah normal:

a) Pada usia 15-29 tahun: sistolik 90-120 mmHg, diastolic 60-80 mmHg. b) Pada usia 30-49 tahun: sistolik 110-140 mmHg, diastolic 70-90 mmHg c) Pada usia >50 tahun : sistolik 120-150 mmHg, diastolik 70-90 mmHg.

Tabel 3. Standar Tekanan Darah Normal

No. Usia Diastol Sistol

1

Pada masa bayi 50 70-90

2

Pada masa anak 60 80-100

3

Masa remaja 60 90-110

4

Masa muda 60-70 110-125

5

Lebih tua 80-90 130-150

B. Tekanan darah rendah

Seorang dikatakan tekanan darah rendah apabila tekanan darah untuk sistolik<100 mmHg dan diastolik <60 mmHg.

C. Tekanan darah tinggi

Seorang dikatakan punya tekanan darah tinggi apabila untuk tekanan darah sistolik >140 mmHg dan diastolik >90 mmHg.


(3)

Berikut adalah tabel untuk kategori tekanan darah. Tabel 4. Kategori Tekanan Darah

Tekanan Darah Tekanan Darah Sistolik (mmHg)

Tekanan Darah Diastolik (mmHg)

Normal Di bawah 120 Di bawah 80

Pre-hipertensi 120-139 80-89

Darah tinggi atau

hipertensi (stadium 1)

140-159 90-99

Darah tinggi atau

hipertensi (stadium 2 atau bahaya)

Di atas 160 Di atas 100

Sumber: Joint National Comitte-VII, 2004.

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah yaitu: a. Usia

Perbedaan usia mempengaruhi tekanan darah. Tekanan darah rata-rata ornag dewasa 30- 45 tahun systolic 110-140 mmHg dan diastolic 60-90 mmHg (Kozier, 1987). Tekanan darah sistolik meningkat sesuai dengan peningkatan usia, akan tetapi tekanan darah diastolic meningkat seiring tekanan darah sistolik sampai sekitar usia 55 tahun yang kemudian menurun oleh karena terjadinya proses kekakuan arteri akibat arteriosclerosis.

b. Olahraga


(4)

system regulasi tubuh akan berusaha untuk mengkompensasi kenaikan ini, sehingga tekanan darah akan cenderung tetap atau justru turun.

c. Lama paparan

Pada orang yang masa waktu jam bekerja setiap harinya memiliki denyut nadi yang berbeda. Ini dipengaruhi oleh tingkat kelelahan dalam bekerja. Semakin lama orang bekerja maka semakin tinggi tingkat kelelahan yang dimilikinya dibandingkan dengan orang yang bekerja dibawah dari jam kerja orang lain.

2.3 Hubungan kebisingan dengan tekanan darah

Pengaruh kebisingan terhadap tekanan darah terlihat jelas dari respon-respon fisiologis yang nampak terhadap pekerja. Kebisingan tidak hanya dapat menyebabkan gangguan pendengaran tetapi juga dapat menimbulkan gangguan terhadap mental emosional serta system jantung dan peredaran darah. Gangguan mental emosional yaitu berupa terganggunya kenyamanan kerja, mudah tersinggung, mudah marah.Melalui mekanisme hormonal yaitu dihasilkan hormon adrenalin sehingga dapat meningkatkan frekuensi detak jantung dan peningkatan tekanan darah. Hal tersebut termasuk gangguan kardiovaskuler (Sasongko, 2000). Candra, (2007) juga menyebutkana bahwa kebisingan dapat mempengaruhi kesehatan terhadap fungsi tubuh yang menyebabkan peningkatan tekanan darah dan berupa peningkatan sensitivitas tubuh seperti peningkatan system kardiovaskular dalam bentuk kenaikan tekanan darah dan peningkatan denyut jantung.


(5)

2.4 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu hubungan anrtara konsep atau variable yang akan diamati dan diukur melalui penelitian yang dilakukan. Kerangka konsep dalm penelitian ini dapat digambarkan (gambar 1).

Gambar 1. Kerangka Konsep

Keterangan:

Berdasarkan kerangka konsep diatas variabel yang diukur adalah variabel bebas yaitu intensitas kebisingan dengan variabel terikat yaitu tekanan darah. Dimana variabel confounding yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah (usia, olahraga, dan lama paparan) diabaikan dalam penelitian yang akan dilakukan.

Variabel Bebas Intensitas Kebisingan

Variabel Confounding Usia

Olahraga Lama paparan

Variabel Terikat Tekanan


(6)

2.5 Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah: Ada hubungan intensitas kebisingan dengan tekanan darah pada pekerja bengkel, PT. Capella Medan Daihatsu, Amplas, Medan, Tahun 2015.


Dokumen yang terkait

Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Tekanan Darah pada Pekerja Bengkel PT. Capella Medan Daihatsu Amplas Medan Tahun 2015

2 51 92

Hubungan Tingkat Kebisingan Perusahaan Percetakan Dengan Tekanan Darah Pada Masyarakat Lingkungan I Pengilar X Kelurahan Amplas Kecamatan Medan Amplas Tahun 2012

5 82 91

HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN TERHADAP PENINGKATAN TEKANAN DARAH PEKERJA DI BAGIAN PROSES GRINDA DAN PERMESINAN DI PT. BAJA Hubungan Intensitas Kebisingan terhadap Peningkatan Tekanan Darah Pekerja di Bagian Proses Grinda dan Permesinan Ceper, Klaten J

0 2 16

PENGARUH INTENSITAS KEBISINGAN TERHADAP KENAIKAN TEKANAN DARAH PADA PEKERJA DI PT PERTANI (PERSERO) Pengaruh Intensitas Kebisingan Terhadap Kenaikan Tekanan Darah Pada Pekerja Di PT Pertani (Persero) Cabang Surakarta.

0 0 16

PENGARUH INTENSITAS KEBISINGAN TERHADAP KENAIKAN TEKANAN DARAH PADA PEKERJA Pengaruh Intensitas Kebisingan Terhadap Kenaikan Tekanan Darah Pada Pekerja Di PT Pertani (Persero) Cabang Surakarta.

0 1 17

Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Tekanan Darah pada Pekerja Bengkel PT. Capella Medan Daihatsu Amplas Medan Tahun 2015

0 1 16

Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Tekanan Darah pada Pekerja Bengkel PT. Capella Medan Daihatsu Amplas Medan Tahun 2015

0 0 2

Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Tekanan Darah pada Pekerja Bengkel PT. Capella Medan Daihatsu Amplas Medan Tahun 2015

0 0 7

Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Tekanan Darah pada Pekerja Bengkel PT. Capella Medan Daihatsu Amplas Medan Tahun 2015

0 0 2

Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Tekanan Darah pada Pekerja Bengkel PT. Capella Medan Daihatsu Amplas Medan Tahun 2015

0 0 20