Karakteristik Ibu yang Melahirkan Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di RS Santa Elisabeth Medan Tahun 2009-2013

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud (Depkes RI, 2009).
Pembangunan kesehatan diarahkan agar memberikan manfaat yang sebesarbesarnya bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan perhatian khusus
pada penduduk rentan, antara lain ibu, bayi, anak, manusia usia lanjut dan
keluarga miskin. Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus ditujukan
untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan
berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak (Depkes RI,
2009).
Sebelumnya bayi baru lahir yang berat badannya 2.500 g atau kurang
disebut bayi prematur. Istilah prematur tersebut telah diganti menjadi berat badan
lahir rendah (BBLR) oleh World Health Organization (WHO) sejak 1960, hal ini
karena tidak semua bayi dengan berat kurang dari 2.500 g pada waktu lahir adalah
bayi prematur (Syafrudin dan Hamidah, 2009). Dokumentasi fenomena penelitian
oleh Gruenwald (1960) menunjukkan bahwa sepertiga bayi berat lahir rendah
sebenarnya adalah bayi yang lahir cukup bulan (Damanik, 2010).


Universitas Sumatera Utara

Menurut WHO (2004) berat badan lahir rendah didefenisikan sebagai berat
saat lahir yang kurang dari 2.500 g. Hal ini didasari dari pengamatan epidemiologi
bahwa bayi dengan berat lahir kurang dari 2.500 g, memiliki kemungkinan dua
puluh kali untuk meninggal dibandingkan dengan bayi yang memiliki berat badan
lebih dari 2.500 g.
Berat badan merupakan salah satu indikator kesehatan bayi baru lahir.
Rata-rata berat bayi normal (usia gestasi 37 sampai dengan 41 minggu) adalah
3.200 g. Secara umum bayi berat lahir rendah dan bayi dengan berat berlebih (≥
3.800 g) lebih besar risikonya untuk mengalami masalah kesehatan. Masa gestasi
juga merupakan indikasi kesejahteraan bayi baru lahir karena semakin cukup
masa gestasi semakin baik kesejahteraan bayi (Damanik, 2010).
Secara garis besar angka kematian bayi (AKB) merupakan indikator yang
paling sensitif untuk mencerminkan permasalahan kesehatan yang berhubungan
dengan faktor penyebab kematian bayi, tingkat kesehatan ibu dan anak, status gizi
ibu, upaya keluarga berencana (KB), kondisi kesehatan lingkungan dan sosial
ekonomi keluarga (Maryunani, 2010).
Menurut Depkes RI (2008) yang mengutip WHO, terdapat 5 juta kematian

neonatus (kematian dalam 28 hari pertama kehidupan) setiap tahun dengan angka
mortalitas neonatus adalah 34 per 1.000 kelahiran hidup, dan 98% kematian
tersebut berasal dari negara berkembang. Secara khusus angka kematian neonatus
di Asia Tenggara adalah 39 per 1.000 kelahiran hidup. Dalam laporan WHO yang
dikutip dari State of the World’s Mother (2007) dikemukakan bahwa 27%
kematian neonatus disebabkan oleh berat badan lahir rendah (data tahun 2000-

Universitas Sumatera Utara

2003). Di Indonesia, menurut survey ekonomi nasional (SUSENAS) 2005,
kematian neonatus yang disebabkan oleh BBLR saja sebesar 38,85% (Maryunani
dan Nurhayati , 2009).
WHO (2004) menyatakan secara global berdasarkan data dari tahun 2000,
lebih dari 20 juta bayi dilahirkan dengan berat lahir rendah. Pada tahun 2007
angka kematian bayi di Amerika adalah 6,8 per 1.000 kelahiran hidup, dan sekitar
16 % dari kematian tersebut disebabkan oleh prematur atau berat badan lahir
rendah (Lissauer dan A.A. Fanaroff, 2013).
Sebanyak 95,6 % bayi yang lahir dengan BBLR terdapat di negara-negara
berkembang. Jumlah bayi dengan BBLR terkonsentrasi di dua wilayah yaitu Asia
dan Afrika. Sebanyak 72% dari bayi yang lahir dengan BBLR tersebut terdapat di

Asia, di mana sebagian besar kelahiran terjadi, dan sebanyak 22% lahir di Afrika.
Terdapat lebih dari 1 juta bayi yang lahir dengan BBLR di Cina dan hampir 8 juta
di India. Amerika Latin dan Karibia, dan Oceania memiliki jumlah bayi dengan
BBLR, yaitu masing-masing sebesar 1,2 juta dan 27.000 (WHO, 2004).
Di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, morbiditas dan
mortalitas bayi masih tinggi. Jika dilihat dari umur bayi saat meninggal
berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001 sekitar 47%
kematian terjadi di masa neonatal dengan penyebab utama kematian adalah
prematuritas dan BBLR sebesar 29% (Depkes RI, 2009).
Penelitian dengan analisis lanjut dari data Riskesdas 2010 di Indonesia
terdapat sebanyak 5,8% bayi memiliki berat badan lahir rendah. Hanya sekitar
11% yang sudah mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi, namun terdapat

Universitas Sumatera Utara

6,7 persen sampel yang tidak pernah sekolah dan tidak tamat SD, lebih dari 60
persen keluarga sampel tergolong kelompok ekonomi menengah kebawah.
Sebanyak 85 persen sampel melakukan pemeriksaan kehamilan minimal satu kali
pada trimester pertama, dan hampir semua sampel yaitu 96,4 persen telah
melakukan pemeriksaan kehamilan sedikitnya satu kali pada trimester kedua, dan

sebanyak 87 persen sampel sedikitnya dua kali memeriksakan kehamilannya pada
trimester ke-3 (Ernawati dkk, 2010).
Berdasarkan penelitian Leni Sri Rahayu dan Mira Sofyaningsih di Kota
dan Kabupaten Tangerang didapatkan bahwa sebanyak 88,4% bayi memiliki berat
badan lahir normal sedangkan bayi yang lahir dengan BBLR ditemukan sebesar
6% (Rahayu dan Mira ,2011). Dari hasil penelitian Pipit Festy di Sumenep, dari
tahun 2009 sampai Maret 2010 didapatkan dari 337 bayi sebanyak 128 (38%) bayi
yang memiliki berat kurang dari 2.500 g pada 5 puskesmas (Festy, 2010).
Penelitian di RSU Dr. Saiful Anwar Malang, dari 66 bayi yang lahir
dengan BBLR didapatkan hubungan antara usia ibu dengan kejadian BBLR
(p=0,000 < 0,05) dimana angka kejadian BBLR lebih tinggi pada ibu usia resiko
tinggi dibandingkan pada ibu usia resiko rendah yang berpengaruh sebesar 11%.
(Rahardjo dkk, 2011).
Widarsa dan Ketut (2011) meenemukan hasil penelitian di RSUD
Wangaya Denpasar yang menunjukkan bahwa ibu hamil yang mengalami anemia
trimester I berisiko 10 kali lebih besar untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan
yang ibu hamil tidak anemia [RR=10,29; 95% CI 2,21-47,90], sedangkan ibu
hamil yang mengalami anemia trimester II memiliki risiko 16 kali lebih besar

Universitas Sumatera Utara


untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan ibu hamil yang tidak anemia [RR=16;
95%CI 3,49-73,41). Tidak terdapat perbedaan angka kejadian BBLR antara
anemia trimester I dengan anemia trimester II (p=0,297).
Hasil survei pendahuluan di RS Santa Elisabeth Medan didapatkan
sebanyak 149 bayi dengan BBLR dari tahun 2009-2013, dengan rincian yaitu 40
bayi tahun 2009, 39 bayi tahun 2010, 23 bayi tahun 2011, 40 bayi tahun 2012, 7
bayi tahun 2013.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang
karakteristik ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah di RS
Santa Elisabeth Medan tahun 2009-2013.
1.2 Rumusan Masalah
Belum diketahuinya karakteristik ibu yang melahirkan bayi dengan berat
badan lahir rendah (BBLR) di Rumah RS Santa Elisabeth Medan tahun 20092013.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui karakteristik ibu yang melahirkan bayi dengan berat
badan lahir rendah (BBLR) di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 20092013.
1.3.2 Tujuan khusus
a.


Mengetahui distribusi proporsi ibu yang melahirkan bayi dengan BBLR
menurut sosiodemografi meliputi umur, pendidikan, pekerjaan, dan daerah
asal.

Universitas Sumatera Utara

b.

Mengetahui distribusi proporsi ibu yang melahirkan bayi dengan BBLR
berdasarkan mediko obstetri meliputi umur kehamilan, paritas, kadar Hb,
frekuensi pemeriksaan kehamilan, dan riwayat kehamilan.

c.

Mengetahui lama rawatan rata-rata bayi yang lahir dengan BBLR

d.

Mengetahui distribusi proporsi ibu yang melahirkan bayi dengan BBLR

berdasarkan keadaan waktu pulang.

e.

Mengetahui distribusi proporsi bayi dengan BBLR berdasarkan keadaan
waktu pulang.

f.

Mengetahui distribusi proporsi ibu yang melahirkan bayi dengan BBLR
berdasarkan cara persalinan.

g.

Mengetahui distribusi proporsi umur ibu berdasarkan kategori BBLR.

h.

Mengetahui distribusi proporsi umur kehamilan ibu berdasarkan kategori
BBLR.


i.

Mengetahui distribusi proporsi kadar Hb ibu berdasarkan kategori BBLR.

j.

Mengetahui

distribusi

proporsi

frekuensi

pemeriksaan

kehamilan

berdasarkan kategori BBLR.

k.

Mengetahui distribusi proporsi riwayat kehamilan terdahulu berdasarkan
kategori BBLR.

l.

Mengetahui lama rawatan rata-rata bayi BBLR berdasarkan keadaan waktu
pulang berdasarkan kategori BBLR.

Universitas Sumatera Utara

1.4

Manfaat Penelitian

1.4.1

Sebagai bahan masukan informasi untuk perencanaan bagi pihak RS Santa
Elisabeth Medan dalam upaya meningkatkan perawatan dan pelayanan

kesehatan bayi BBLR.

1.4.2

Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian
selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan penulis.

1.4.3

Sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan penulis
tentang bayi BBLR dan merupakan kesempatan bagi penulis dalam
menerapkan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan di FKM USU.

Universitas Sumatera Utara